kti diare
DESCRIPTION
diareeeeTRANSCRIPT
2.4. DIARE
Defenisi diare sesuai dengan Hippocrates, maka diare adalah buang
air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi
tinja yang lebih lembek atau cair (Nelson dkk,1969 ; Morley,1974)
berpendapat bahwa istilah gastroenteritis hendaknya dikesampingkan saja,
karena memberikan kesan terdapatnya suatu radang sehingga selama ini
penyelidikan tentang diare cenderung lebih ditekankan pada penyebabnya.
Orang yang mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh berlebih
sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh tidak dapat
berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak
dan orang tua.
2.4.1. Epidemiologi diare
Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di
Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar
keluhan pasien pada ruang praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit
di Indonesia data menunjukkan diare akut karena infeksi terdapat peringkat
pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit.
Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2
episode/orang/tahun sedangkan di negara berkembang lebih dari itu. Di USA
dengan penduduk sekitar 200 juta diperkirakan 99 juta episode diare akut
pada dewasa terjadi setiap tahunnya.WHO memperkirakan ada sekitar 4
miliar kasus diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun.
Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta
episode diare pada orang dewasa per tahun. Dari laporan surveilan terpadu
tahun 1989 jumlah kasus diare didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah
sakit didapat 0,45% pada penderita rawat inap dan 0,05 % pasien rawat
jalan. Penyebab utama disentri di Indonesia adalah Shigella, Salmonela,
Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica. Disentri
berat umumnya disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat
juga disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli
( EIEC).
2.4.2. Klasifikasi diare
Pengelompokan diare dapat berdasarkan banyak hal. Secara klinis,
dapat dibedakan menjadi dua kelompok sindrom yaitu diare cair dan disentri
atau diare berdarah. Masing-masing menggambarkan patogenensis yang
berbeda. Klasifikasi lain berdasarkan adanya invasi barrier usus oleh
mikroorganisme tersering penyebab diare (bakteri dan virus ) dapat
dikelompokan sebagai diare infeksi dan diare non infeksi.
Berdasarkan patomekanisme, diare tebagi atas diare sekretorik atau
diare osmotic. Diare juga dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat
dehidrasinya. Haroen Noerasid membagi diare berdasarkan dehidrasi ringan,
sedang dan berat. Sedangkan menurut unit gastro-enterohepatologi IDAI
2009 membagi berdasarkan derajat dehidrasi yang terjadi, diare terbagi
menjadi dehidrasi berat, dehidrasi tak berat dan tanpa dehidrasi.
Pengelompokan diare berdasarkan lama waktunya, terbagi atas diare
akut dan diare kronik. Dimana diare akut berlangsung selama 7 hari
sedangkan diare kronik adalah diare yang bersifat akut dan berrlangsung
selama 14 hari atau lebih.
2.4.3. Mikroorganisme penyebab diare
Dalam biakan tinja penderita diare sering tidak ditemukan bakteri
pathogen; sebelum tahun 1950 dengan tidak adanya dasar disangka bahwa
diare disebabkan karena virus. Baru sejak tahun 1950-an di Amerika Utara
dilakukan penelitian virus pada diare. Jenis virus penyebab diare ditulis
dalam tabel I.
Tabel I Beberapa Virus Penyebab Diare
Nama Jenis
Enterovirus a. Virus polio : 3 tipe
b. Virus coxsackie : A (20tipe)
dan B (6tipe)
c. Virus ECHO
(Enterocytopathogenic
Human Orphan Virus) : 31
tipe
Adenovirus Lebih dari 28 tipe
Reovirus rotavirus
Pada saat ini nama rotavirus yang paling sering digunakan sebagai
penyebab diare. Rotavirus yang ditemukan diberbagai Negara mungkin
merupakan etiologi yang paling penting dari diare bayi dan anak. Di
Melbourne, Toronto, Canada dan Washington DC pada anak yang dirawat
dengan gastroenteritis akut ditemukan rotavirus sebagai penyebab pada 50-
80% kasus. Infeksi rotavirus biasnaya terjadi pada anak umur 6 bulan – 2
tahun. Angka kejadian penyakit ini berkurang dengan bertambahnya umur.
Kebanyakan peneliti melaporkan puncak angka kejadian pada bayi antar 6
bulan – 1 tahun. Dikatakan bahwa diare akibat rotavirus terdapat lebih sering
pada anak laki-laki dari pada anak perempuan dengan tidak diketahui
penyebabnya.
Selain virus, juga terdapat bakteri sebagai penyebab kejadian diare
diantaranya dijelaskan pada tabel II.
Tabel II Beberapa Bakteri Penyebab Diare
Nama Jenis
E.coli a. Enterotoksigenik (ETEC)
b. Enteropatogenic (EPEC)
c. Enteroinvasif (EIEC)
Salmonella S.typhi, S.paratyphi, S.oranienburg
Shigella S.dysentriae, S.felxneri, S.boydii
Vibrio a. V. cholera
b. V. campylobacter jejunilcoli
( CJC)
c. V. parahemolyticus
Bakteri penyebab diare E. coli terbagi atas 3 jenis, yaitu ETEC,
EPEC dan EIEC. Jenis pertama adalah enterotoksigenik (ETEC) yang
ditemukan sekitar tahun 19770 dari strain-strain yang ada hubungannya
dengan penyakit diare. Penelitian selanjutnya menerangkan strain-strain
enterotoksigenik dari E.coli sebagai suatu hal yng bersifat pathogen pada
penyakit diare manusia. Pada tahun 1945 Bray berhasil menemukan tipe
antigen spesifik E.coli Enteropatogenic (EPEC) pada bayi penderita kolera.
Selain itu dikemukakan terdapatnya bau khas seperti semen dari cairan yang
dihasilkan oleh organisme tersebut. Selain kedua jenis E.coli tersebut,
terdapat E.coli Enteroinvasif (EIEC) yang diketahui dapat menyebabkan
diare berdarah dan berinvasi ke usus besar. Jenis ini, juga sering ditemukan
dalam tinja yang penuh leukosit dan eritrosit.
Di Indonesia, sejak tahun 1968 E.Coli lebih banyak diperhatikan
sebagai penyebab diare bayi atas dasar yang diperoleh pada tahun tersebut di
bandung oleh Soeprapti Thaib dkk (1968) yaitu 41,9% (88 dari 210 tinja)
pada bayi umur 0-6 bulan dan 35,3% (45 dai 136 tinja) pada bayi berumur
6012 bulan yang dirawat di bangsal gastroenterology anak RSCM/FKUI
jakarta pada tahun 1973. Sejak tahun 1975 perhatian terhadap penyakit diare
akut beralih dari E.Coli enteropatogenik (EPEC) ke E.Coli Enterotoksigenik
(ETEC) di samping rotavirus, salmonella oranienburg, shigella dysenteriae
dan vibrio cholera
2.4.4. Faktor penyebab terjadinya diare
Diare dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus. Diare juga dapat
disebabkan oleh malabsorbsi makanan, keracunan makanan, alergi ataupun
karena defesiensi.
Bahaya utama diare adalah kematian yang disebabkan tubuh banyak
kehilangan air dan garam yang terlarut yang disebut dengan dehidrasi.
Kematian lebih mudah terjadi pada anak yang bergizi buruk, karena gizi yang
buruk menyebabkan anak tidak merasa lapar dan orang tuanya tidak segera
memberikan nutrisi pengganti untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang.
Keadaan gizi yang buruk akan mempengaruhi lama dan komplikasi
yang terjadi pada penderita diare. Anak dengan status kurang kalori protein
akan mengalami ketidakseimbangan eletrolit dan diare mempercepat
komplikasi yang terjadi. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) terbukti
meningkatkan daya tahan terhadap diare.
Hygiene dan sanitasi lingkungan yang buruk mempermudah
penularan diare baik melalui makanan, air minum yang tercemar kuman
penyebab diare maupun air sungai.
Factor social budaya yang berupa pendidikan, pekerjaan dan
kepercayaan masyarakat membentuk perilaku positif maupun negative
terhadap berkembangnya diare. Perilaku masyarakat yang negative misalnya
membuang tinja dikebun atau sungai, minum air yang tidak dimasak dan
melakukan pengobatan sendiri dengan cara yang tidak tepat.
Kepadatan penduduk dan social ekonomi yang rendah serta
lingkungan yang kurang mendukung sering menimbulkan wabah diare.
Dehidrasi yang terjadi pada penderita diare karena usus bekerja tidak
sempurna sehingga sebagian besar air dan zat-zat yang terlarut didalamnya
terbuang bersama tinja sehingga tubuh kekurangan cairan. Derajat dehidrasi
diukur berdasarkan persentase kehilangan berat badan selama diare. Bila
berat badan turun kurang dari 5% termasuk dehidrasi ringan, berat badan
turun 5-10% termasuk dehidrasi sedang dan bila berat badan turun lebih dari
10% termasuk dehidrasi berat.
2.4.5. Patofisiologi diare
Istilah diare digunakan jika terjadi peningkatan fluiditas atau volume
feses dan frekuensi defekasi. Hal ini biasanya berhubungan dengan
peningkatan beratnya (pada laki0laki : >235g/hari dan perempuan :
>175g/hari) dan frekuensinya (>2/hari). Diare dapat mengakibatkan
terjadinya :
Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang
menyebabkan dehidrasi, asidosis emtabolik dan hipokalemia.
Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau
pra-renjatan sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai
muntah, perfusi jaringan berkurang sehingga hipoksia dan asidosis
metabolik bertambah berat dan bila tidak cepat ditangani
penderita dapat meninggal.
Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan
karena diare dan muntah, hipoglikemi akan lebih sering terjadi
pada anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi atau bayi
dnegan gagal berrtambah berat badan. Sebagai akibat
hipoglikemia depat terjadi edema otak yang dapat mengakibatkan
kejang dan koma.
Pada keadaan normal usus halus akan mengabsorbsi Na+, Cl–,
HCO3–. Timbulnya penurunan dalam absorbsi dan peningkatan sekresi
mengakibatkan cairan berlebih melebihi kapasitas kolon dalam
mengabsorbsi.
Mekanisme ini sangat dipengaruhi oleh faktor mukosa maupun factor
intaraluminal saluran cerna. Factor mukosa berupa perubahan dinamik
mukosa yaitu adanya peningkatan cell turnover dan fungsi usus yang belum
matang dapat menimbulkan gangguan absorbsi-sekresi dalam saluran cerna.
Factor-faktor intraluminal itu sendiri juga ikut berpengaruh seperti
peningkatan osmolaritas akibat malabsorbsi dan bacterial overgrowth,
sedangkan peningkatan sekresi disebabkan oleh toksin bakteri, mediator
inflamasi asam lemak hidroksi dan obat-obatan. Diare dapat memiliki
berbagai penyebab.
a. Diare Osmotik
Diare osmotik terjadi akibat sejumlah besar asupan makanan
yang sukar diserap bahkan dalam keadaan normal atau malabsorbsi.
Keberadaan substansi yang tidak terserap, seperti gula sintesis
(sorbitol, fruktosa) atau peningkatan jumlah partikel osmotic didalam
usus halus, akan menaikan tekanan osmotic dan menarik air secara
berlebihan ke dalam usus halus sehingga terjadi peningkatan berat
serta volume feses.
Pada malabsorbsi karbohidrat terjadi penurunan absorbsi Na+
di usus halus bagian atas menyebabkan penyerapan air menjadi
bekurang. Aktivitas osmotic dari karbohidrat yang tidak diserap juga
menyebabkan sekresi air. Akan tetapi, bakteri didalam usus besar
dapat memetabolisme karbohidrat yang tidah diserap hingga sekitar
80g/hari menjadi asam organic yangberguna untuk menghasilkan
energy, yang bersama-sama dengan air akan diserap didalam kolon.
Hanya gas yang dihasilkan dalam jumlah besar (flatus) yang akan
memberikan bukti terjadinya malabsorbi karbohidrat. Namun, jika
jumlah yang tidak diserap >80g/hari atau bakteri dihancurkan oleh
antibiotic, akan terjadinya diare.
Karbohidrat yang tidak terserap akan mengakibatkan beban
osmotik, oleh bakteri dalam kolon akan membentuk gas ( perut
kembung, tinja berbuih dan flatus) dan asam-asam organic dibentuk
sepeti asamlaktat dan adanya gula dalam tinja. Dengan demikian,
tanda dan gejala utama intoleransi gula adalah diare berair, berbuih
dan sering flatus, tinja bersifat asam, pH 5,5 atau kurang, dan dalam
tinja terdapatnya gula yang tidak diserap. Dapat pula terjadi suatu
kondisi patologis, ialah rusaknya mukosa usus halus, terutama
mikrovilli dengan sel epitelnya sebagai tempat enzim-enzim ( lactase,
sukrase, maktase). Kerusakan ini akan mengakibatkan tanda intolerasi
gula tergantung beberapa factor yaitu luasnya kerusakan, banyaknya
disakarida yang dimakan pada satu waktu dan umur serta kemampuan
untuk menyerap kembali cairan hasil kondisi hiperosmolar dalam
kolon
b. Diare Sekretorik
Pada diare sekretorik mikroorganisme pathogen atau tumor
akan mengiritasi otot dan lapisan mukosa instestinum. Peningkatan
motilitas dan secret ( air, elektrolit, serta lender) sebagai
konsekuensinya akan mengakibatkan diare.
Diare sekretorik terjadi jika sekresi Cl– dimukosa usus halus
diaktifkan. Didalam sel mukosa, Cl– secara sekunder aktif diperkaya
oleh pembawa simport Na+ -K+, -2Cl– basolateral dan disekresi
melalui kanal Cl- didalam lumen. Kanal ini akan lebih sering
membuka ketika konsentrasi cAMP instrasel meningkat. cAMP
dibentuk dalam jumlah yang lebih besar jika terdapat, missal laksatif
dan toksin bakteri tertentu (clostridium difficle, vibrio cholera).
Toksin kolera menyebabkan diare masih (hingga 100mL/jam) yang
dapat secara cepat mengancam nyawa akibat kehilangan air, K+ dan
HCO3– (syok hipovolemik, hipokalemia, asidosis nonrespiratorik).
Pembentukan VIP (vasoactive intestinal peptide) yang
berlebihan oleh sel tumor pulau pancreas juga menyebabkan
tingginya kadar cAMP dimukosa usus sehingga mengakibatkan diare
yang berlebihan dan mengancam nyawa : “kolera” pankreatik atau
watery diarrhea syndrome.
Pada kasus reseksi usus parsial, terdapat beberapa alasan
mengapa diare terjadi setalahnya. Garam empedu yang normalnya di
absorbsi di ileumakan mempercepat aliran yang melalui kolon
(absorbsi air menurun). Selain itu, garam empedu yang tidak diserap
akan di-dehidroksilasi oleh bakteri di kolon. Metabolit garam empedu
yang terbentuk akan merangsang sekresi NaCl dan H₂O di kolon.
Akhirnya, terjadi kekurangan absorbsi aktif Na+ pada segmen usus
yang direseksi.
Secara skematik perbedaan tipe diare osmotic (kiri) dan diare
sekretorik (kanan) dapat dilihat dari gambar I dibawah ini :
Gambar I. perbedaan diare osmotic dan diare sekretorik.
2.4.6. Gambaran klinis diare
Diare terjadi dalam kurun waktu kurang atau sama dengan 15 hari
disertai dengan demam, nyeri abdomen dan muntah. Jika diare berat dapat
disertai dehidrasi. Muntah-muntah hampir selalu disertai diare akut, baik
yang disebabkan bakteri atau virus V. Cholerae. E. Coli patogen yang
biasanya menyebabkan watery diarrhea.
Dehidrasi, malnutrisi, penurunan berat badan, dan sindrom defesiensi
vitamin spesifik adalah tanda-tanda yang sering dijumpai pada diare,
bergantung pada penyebab, keparahan dan kronisitas.
Gambaran klinis diare akut yang disebabkan infeksi dapat disertai
dengan muntah, demam, hematosechia, buang air besar berlebih, nyeri perut
sampai kram.
Karena kehilangan cairan maka penderita merasa haus, berat badan
berkurang, mata cekung, lidah/ mulut kering, tulang pipi menonjol, turgor
berkurang dan suara serak. Akibat asidosis metabolik akan menyebabkan
frekuensi pernafasan cepat, gangguan kardiovaskuler berupa nadi yang cepat
tekanan darah menurun, pucat, akral dingin kadang-kadang sianosis, aritmia
jantung karena gangguan elektrolit.
Gejala diare akut dapat dibagi dalam 3 fase, yaitu :
Fase prodromal (sindroma pra-diare) : pasien mengeluh penuh
di abdomen, nausea, vomitus, berkeringat dan sakit kepala
Fase diare : pasien mengeluh diare dengan komplikasi
(dehidrasi, asidosis, syok, dan lain-lain), kolik abdomen,
kejang dengan atau tanpa demam, sakit kepala
Fase pemulihan : gejala diare dan kolik abdomen berkurang,
disertai fatigue.
Dalam praktek klinis sangat penting dalam membedakan gejala antara
diare yang bersifat inflamasi dan diare yang bersifat noninflamasi.
Berikut ini yang perbedaan diare inflamasi dan diare non inflamasi :
Tabel III. Perbedaan Diare Inflamasi dan Diare
Noninflamasi.
Manifestasi Diare Inflamasi Diare Noninflamasi
Karakter Tinja Volume sedikit,
mengandung darah
dan pus.
Volume banyak, cair,
tanpa pus atau darah
Patologi Inflamasi mukosa
colon dan ileum
distal
Usus halus proksimal
Mekanisme Diare Inflamasi mukosa
menganggu absorbsi
cairan yang
kemungkinan efek
sekretorik dan
inflamasi
Diare
sekretorik/osmotic
yang diinduksi oleh
enterotoksin atau
mekanisme lainnya.
Tidak ada inflamasi
mukosa
Kemungkinan
Patogen
Shigella, salmonella,
E.coli, EIEC
Cholera, ETEC,
EPEC, keracunan
makanan tipe toksin,
rotavirus, adenovirus.
2.4.7. Diagnosis diare
Secara sistematik dan cermat perlu ditanyakan riwayat penyakit, latar
belakang dan lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat sebelumnya,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan mikrobiologi.
Anamnesis yang baik : bentuk feces (watery diarrhea atau disentri
diare), makanan dan minuman 6 - 24 jam terakhir yang dimakan/minum oleh
karena keracunan makanan atau pencemaran sumber air, dimana tempat
tinggal penderita : asrama, penampungan jompo/pengungsi, dan lain-lain.
Wisatawan asing yang dicurigai kemungkinan kolera, E.colli, Amoebiasis,
Giardiasis, pola kehidupan seksual.
2.4.8. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada umumnya diperlukan pada diare akut.
Sebagian penderita diare dehidrasi yang dirawat di rumah sakit, tanpa suatu
pemeriksaan laboratorium apapun dapat juga di tolong dan sembuh. Namun
demikian, bila perlengkapan laboratorium tersedia maka sebaiknya dilakukan
pemeriksaan laboratorium yang lengkap, teliti dan berulang. Berikut ini ialah
pemeriksaan laboratorium yang diperlukan pada penderita diare agar
pengobatan berhasil secara menyeluruh.
2.4.9. Pemeriksaan Darah, Urin dan Tinja
Pemeriksaan darah (Hb, eritrosit, hematokrit, leukosit dan lain-lain)
untuk membantu menentukan derajat dehidrasi dan infeksi. Pemeriksaan Hb
sebaikanya dikerjakan sebelum dan sesudah rehidrasi tercapat untuk
menentukan adanya anemia sebagai dasar. Hemokonsentrasi pada keadaan
renjatan tidak merupakan indikasi kontra untuk memberikan tranfusi darah.
Pemeriksaan urin, ditetapkan volume urin diperiksa berat jenis dan
albuminuri. Bila mungkin diperiksa osmolaritas urin, pH urin karena urin
yang asam menunjukan adanya asidosis. Elektrolit urin yang diperiksa ialah
Na+ K+ dan Cl–. Asetonuri menunjukan adanya ketosis.
Pada pemeriksaan tinja, dicari penyebab infeksi. Pada gastroenteritis
yang berat ( misalnya kolera) diperhatikan volume cairan tinja yang keluar
dan pemeriksaan kadar Na+, K+, Cl– dan bikarbonat dalam tinja.
2.4.10. Pemeriksaan analisa gas darah
Asidosis atau alkalosis disertai kelainan keseimbangan garam atau air.
Tubuh kurang mentoleransi perubahan tekanan osmotic karena kehilangan
atau tambahan elektrolit total, kemudian menjadi asidosis atau alkalosis
karena kehilangan atau didapatkannya berbagai elektrolit. Pada umumnya
tekanan osmotic CES dipertahankan sejauh mungkin walau merupigak pH
normal.
Kadar bikarbonat plasma dapat digunakan sebagai ukuran derasat
asidosis atau alkalosis pada semua kasus bila keseluruhan ganggaun berasal
dari metabolik.
2.4.11. PENATALAKSANAAN DIARE
2.4.11.1. Rehidrasi
Bila pasien umum dalam keadaan baik tidak dehidrasi, asupan cairan
yang adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan, sari buah, sup. Bila
pasien kehilangan cairan yang banyak dan dehidrasi, penatalaksanaan yang
agresif seperti cairan intravena atau rehidrasi oral dengan cairan isotonik
mengandung elektrolit dan gula atau strach harus diberikan. Terapi rehidrasi
oral murah, efektif, dan lebih praktis daripada cairan intravena. Cairan oral
antara lain; pedialit, oralit dll cairan infus a.l ringer laktat dll. Cairan
diberikan 50 – 200 ml/kgBB/24 jam tergantung kebutuhan dan status hidrasi.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau
lebih :
Keadaan Umum : baik
Mata : Normal
Rasa haus : Normal, minum biasa
Turgor kulit : kembali cepat
b. Diare dehidrasi Ringan/Sedang
Tanda diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di
bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum : Gelisah, rewel
Mata : Cekung
Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
Turgor kulit : Kembali lambat
c. Diare dehidrasi berat
Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
Mata : Cekung
Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
2.4.11.2. Pemberian Obat Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh.
Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase),
dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan
hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus
yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan
tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi
volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan
berikutnya. Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai
efek protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study
menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67
% .Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak
mengalami diare.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
Cara pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air
matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare.
2.4.11.3. Pemberian Makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi
pada penderita terutama pada anakagar tetap kuat dan tumbuh serta
mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus
lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih
sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah
mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna
dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti,
pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu
pemulihan berat badan.
2.4.11.4. Pemberian obat antidiare.
Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala :
Obat yang paling efektif yaitu derivat opioid misal loperamide,
difenoksilat-atropin dan tinkur opium. Loperamide paling disukai
karena tidak adiktif dan memiliki efek samping paling kecil,
Bismuth subsalisilat merupakan obat lain yang dapat digunakan
tetapi kontraindikasi pada pasien HIV karena dapat menimbulkan
enselofati bismuth. Obat antimotilitas penggunaannya harus hati-
hati pada pasien disentri yang panas (termasuk infeksi Shigella)
bila tanpa disertai mikroba, karena dapat memperlama
penyembuhan penyakit.
Obat yang mengeraskan tinja; atapulgite : 4 x 2 tab perhari,
smectite 3 x 1 saset diberikan tiap diare/BAB encer sampai diare
berhenti
Obat anti sekretorik: Hidrase 3 x 1 tab perhari
2.5.11. Pencegahan diare
2.5.11.1. Perilaku sehat
a. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan
tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap
secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan
sampai umur 6 bulan. Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa
ini.
ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu
formula atau cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat
terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan
atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari
bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan
seperti ini di sebut disusui secara penuh (memberikan ASI Eksklusif).
Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan.
Setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil
ditambahkan dengan makanan lain (proses menyapih).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya
antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan
perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI
secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare
daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora normal usus
bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab botol untuk susu
formula, berisiko tinggi menyebabkan diare yang dapat mengakibatkan
terjadinya gizi buruk.
b. Menggunakan air bersih yang cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Face-
Oral kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui
makanan, minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari
tangan, makanan yang wadah atau tempat makan-minum yang dicuci dengan
air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar
bersih mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan
masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu
dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari
kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
1. Ambil air dari sumber air yang bersih
2. Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta
gunakan gayung khusus untuk mengambil air.
3. Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan
untuk mandi anak-anak
4. Minum air yang sudah matang (dimasak sampai
mendidih)
5. Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan
dengan air yang bersih dan cukup.
c. Mencuci tangan dan menggunakan jamban.
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang
penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci
tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang
tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak
dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare ( Menurunkan
angka kejadian diare sebesar 47%).
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya
penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko
terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus
membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban.
2.5.11.2. Penyehatan lingkungan
a. Penyediaan air bersih
Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan
melalui air antara lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit,
penyakit mata, dan berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan air bersih
baik secara kuantitas dan kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi
kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan. Untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut, penyediaan air
bersih yang cukup disetiap rumah tangga harus tersedia. Disamping itu
perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.
a. Pengolahan sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya
vektor penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah
dapat mencemari tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika
seperti bau yang tidak sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh
karena itu pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah penularan
penyakit tersebut. Tempat sampah harus disediakan, sampah harus
dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan sementara.
Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan sampah ke tempat
pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan sampah dengan cara
ditimbun atau dibakar.
b. Sarana pembuangan air limbah
Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus
dikelola sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit.
Sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan
menimbulkan bau, mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat
perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi
menularkan penyakit seperti leptospirosis, filariasis untuk daerah yang
endemis filaria. Bila ada saluran pembuangan air limbah di halaman, secara
rutin harus dibersihkan, agar air limbah dapat mengalir, sehingga tidak
menimbulkan bau yang tidak sedap dan tidak menjadi tempat perindukan
nyamuk.