kronologis singkat kasus pt tlkom

9
Kronologis Singkat Kasus PT. Telkom pada Tahun 2002 Perusahaan Perseroan (Persero) PT TelekomunikasiIndonesia, Tbk. (”Perseroan”) merupakan suatu badanusaha mandiri yang berstatus sebagai perusahaan publik.Dengan status tersebut, Perseroan berkewajiban untuksetiap tahunnya menerbitkan laporan tahunan yangmemuat informasi mengenai keadaan dan jalannyakegiatan usaha Perseroan untuk tahun yangbersangkutan.Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya,pada bulan April 2003 yang lalu Perseroan telah menerbitkan laporan tahunan untuk tahun buku 2002. Laporan tahunan tersebut memuat antara lain neraca konsolidasi dan perhitungan laba-rugi konsolidasi Perseroan untuk tahun buku 2002. Untuk pertama kalinya di Indonesia terjadi kasus perselisihan auditor.KAP Eddy Pianto partner Grant Thornton (GT) adalah auditor laporan keuangan tahun 2002 PT Telkom, sementara KAP Hadi Sutanto merupakan auditor anak perusahaan PT Telkom, yakni PT Telkomsel. Hadi Sutanto yang merupakan partner Pricewaterhouse Coopers (PwC) kemudian ditunjuk Telkom untuk melakukan audit ulang laporan keuangan 2002 Telkom setelah laporan itu ditolak komisi pengawas pasar modal Amerika Serikat (US Securities and Exchanges-SEC). Telkom berkewajiban menyampaikan laporan keuangan tahunan ke US SEC karena saham Telkom diperdagangkan juga di bursa saham New York.

Upload: jorge-davis

Post on 17-Dec-2015

1.627 views

Category:

Documents


134 download

DESCRIPTION

pt telkom

TRANSCRIPT

Kronologis Singkat Kasus PT. Telkom pada Tahun 2002

Perusahaan Perseroan (Persero) PT TelekomunikasiIndonesia, Tbk. (Perseroan) merupakan suatu badanusaha mandiri yang berstatus sebagai perusahaan publik.Dengan status tersebut, Perseroan berkewajiban untuksetiap tahunnya menerbitkan laporan tahunan yangmemuat informasi mengenai keadaan dan jalannyakegiatan usaha Perseroan untuk tahun yangbersangkutan.Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya,pada bulan April 2003 yang lalu Perseroan telah menerbitkan laporan tahunan untuk tahun buku 2002. Laporan tahunan tersebut memuat antara lain neraca konsolidasi dan perhitungan laba-rugi konsolidasi Perseroan untuk tahun buku 2002.

Untuk pertama kalinya di Indonesia terjadi kasus perselisihan auditor.KAP Eddy Pianto partner Grant Thornton (GT) adalah auditor laporan keuangan tahun 2002 PT Telkom, sementara KAP Hadi Sutanto merupakan auditor anak perusahaan PT Telkom, yakni PT Telkomsel. Hadi Sutanto yang merupakan partner Pricewaterhouse Coopers (PwC) kemudian ditunjuk Telkom untuk melakukan audit ulang laporan keuangan 2002 Telkom setelah laporan itu ditolak komisi pengawas pasar modal Amerika Serikat (US Securities and Exchanges-SEC). Telkom berkewajiban menyampaikan laporan keuangan tahunan ke US SEC karena saham Telkom diperdagangkan juga di bursa saham New York.

Inti persoalan dari kasus ini adalah Eddy Pianto Simon dari KAP Eddy Pianto merasa dirugikan KAP Hadi Sutanto karena dinilai menghambat karier dan kerja penggugat. Itu karena KAP Hadi Sutanto tidak mengizinkan KAP Eddy Pianto untuk menggunakan pendapat KAP Hadi Sutanto dalam hasil auditnya terhadap PT Telkomsel (anak perusahaan) ke dalam laporan audit (konsolidasi) PT Telkom. Hal inilah yang dianggap Eddy Pianto sebagai salah satu alasan SEC menolak laporan keuangan tahun 2002 Telkom auditan KAP Eddy Pianto.

Pada tanggal 16 Juli 2008, Eddy mengirim surat ke Ketua IAI, Achmadi Hadibroto. Surat itu perihal Pengaduan atas perlakuan tidak sehat yang diterima KAP Drs Eddy Pianto (EP) dari KAP Drs Hadi Sutanto (HS). Dalam surat setebal lima halaman itu, Eddy menjelaskan kronologi kasus yang membuat namanya tercemar. EP merasa sebagai pihak yang mengalami kerugian, baik moril maupun materiil yang diakibatkan, baik langsung maupun tidak langsung akibat penolakan LK Telkom 2002 oleh US SEC tersebut. Beberapa pihak juga menilai bahwa kasus Telkom ini merupakan pertarungan antara dua KAP besar. Yang dimaksud KAP besar adalah GT dengan PwC. GT adalah auditor firm masuk dalam jajaran nomor tujuh dunia. Sedangkan, PwC masuk dalam jajaran the big four.

Awalnya, ketika menerima penugasan sebagai auditor PT Telkom (2002), tak ada persoalan yang dialami EP.Termasuk dengan HS, yang pada saat bersamaan menjadi auditor PT Tekomsel.Pada Januari dan Februari 2003, kedua belah pihak saling komunikasi, dan tukar-menukar dokumen.EP mengirimkan Audit Instructions kepada HS.Sebaliknya, HS mengirimkan laporan-laporan yang diminta EP sesuai Audit Instructions.HS juga mengirim dokumen yang menyatakan, sebagai auditor Telkomsel, HS independen.

Pada 17 Maret 2003, EP memberi tahu HS bahwa laporan audit Telkom akan dikeluarkan pada 25 Maret 2003. EP menyatakan akan melakukan reference terhadap hasil audit Telkomsel. Disinilah, hubungan EP dan HS kelihatan tidak sehat. Menjawab surat EP itu, HS menyatakan, tidak memberi izin kepada EP untuk me-refer hasil auditnya atas Telkomsel. Anehnya, pada 25 Maret 2003, HS mengirimkan copy audit report Telkomsel untuk dikonsolidasikan ke LK Telkom. Dalam surat pengantarnya, HS sama sekali tidak menyebut kata-kata yang tidak mengizinkan EP menggunakan hasil auditnya atas Telkomsel sebagai acuan dalam LK Telkom konsolidasi.

Namun, pada tanggal 31 Maret, HS kembali menegaskan surat tanggal 24 Maret. HS juga mengirim surat yang bernada sama kepada Presiden Komisaris dan Ketua Komite Audit Telkomsel, pada 9 April. AU 543 menurut penafsiran HS adalah EP harus mendapatkan izin dari HS sebelum me-refer hasil audit PT Telkomsel ke dalam hasil audit PT Telkom. Sedangkan menurut EP AU 543 sebenarnya memperbolehkan EP untuk mengacu kepada opini HS tanpa perlu izin.EP mempunyai keyakinan bahwa HS telah menginterpretasikan AU 543 secara keliru, yang mengakibatkan keputusan SEC yang merugikan Telkom. AU 543, seperti halnya Standar Pemeriksaan Akuntan Publik (PSA 543), tidak mengharuskan EP minta izin, melainkan cukup mengkomunikasikannya saja. Izin dari auditor perusahaan anak dibutuhkan, bilamana nama auditor dicantumkan dalam LK konsolidasi.

Kedua, HS dalam suratnya tanggal 31 Maret, mencampuradukkan antara izin agar EP dapat mengacu pekerjaan HS dengan izin agar Telkom dapat memasukkan opini HS di dalam laporan 20-F. Dalam surat tanggal 31 Maret, HS menyatakan, izin tersebut berhubungan dengan laporan Form 20-F. Padahal, akuntan tahu, izin untuk Form 20-F seharusnya ditujukan kepada manajemen Telkom, bukan kepada auditornya, EP.

Tetapi, karena surat HS tanggal 24 Maret yang menolak memberi izin, pada 5 Juni, SEC mengirim surat kepada manajemen Telkom. Isinya, antara lain menyatakan, karena tidak ada izin dari HS, seharusnya EP melakukan qualifikasi atau disclaimer terhadap LK Telkom 2002.SEC juga menyatakan, EP tidak mendemonstrasikan kompetensinya dalam menerapkan US GAAS. Karena alasan itu, SEC menolak laporan Form 20-F.

Keputusan SEC itu membuat Eddy dan partnernya Grant Thornton Indonesia bingung. Karena, sebelum mengirim surat ke manajemen Telkom itu, SEC sudah minta dilakukan credentialling review terhadap EP, pada 22 Mei. Heinz & Associates LLP dari Denver, Colorado, AS ditunjuk sebagai pelaksana.

Inilah yang kemudian menyiratkan ada konspirasi tingkat tinggi dalam kasus Telkom ini, yang melibatkan pejabat SEC dan pejabat PwC. Apalagi, kemudian diketahui, Telkom akhirnya menunjuk PwC untuk melakukan review atas audit yang dilakukan EP. Pejabat SEC yang menangani Telkom adalah Craig C. Olinger, Deputy Chief Accountant SEC. Dia adalah bekas anak buah Wayne Carnall, yang kini menjadi Senior Executive PwC.

Pada 21 Juni 2003, Eddy mengirim surat ke SEC untuk menjelaskan interpretasi yang benar atas AU 543. Pada 25 Juni, Eddy melanjutkan teleconference dengan SEC. Dalam teleconference itu, tidak ada sanggahan dari SEC mengenai interpretasi Eddy atas AU 543. Tetapi SEC kadung menolak laporan Form 20-F Telkom, dan manajemen Telkom sudah terlanjur menyatakan, (pada 11 Juni) LK Telkom 2002 sebagai unaudited, serta menunjuk PwC (HS) sebagai auditor untuk me-review LK Telkom 2002.

Bagi Eddy, perlakuan tidak sehat dari KAP Hadi Sutanto (HS) bukan hanya merugikan Telkom dan namanya, tetapi juga menyangkut kelangsungan usahanya, KAP Eddy Pianto (EP). Ini pula yang dituntut Eddy kepada organisasi profesi, IAI. Yakni, demi membersihkan namanya, bukan hanya kepada Bapepam, Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan dan perusahaan yang bakal menggunakan jasa auditnya, tetapi kepada masyarakat luas.

Anasilis Kasus1. Kantor Akuntan Publik (KAP) Haryanto Sahari dan Rekan melakukan penolakan atas izin audit sebagai first layer. Yaitu auditor pertama yang menjadi acuan dalam melakukan audit lanjutan oleh second layer-nya yaitu Kantor Akuntan Publik (KAP) Eddy Pianto dan rekan. Penolakan izin tersebut juga membuat KAP EP kesulitan dalam mendapatkan opini hasil keuangan sebelumnya baik hasil audit keuangan holding perseroan yaitu PT Telekomunikasi Indonesia Tbk maupun hasil audit anak perusahaannya yaitu PT Telekomunikasi Selular. Selain itu, kerugian yang dilakukan oleh KAP HS juga merugikan KAP EP yaitu berlarut-larutnya audit padahal waktu untuk penyerahan laporan keuangan sudah ditunggu oleh Bapepam dan SEC. Dengan terjadinya pengunduran hasil laporan, KAP EP mendapat sanksi dari Bapepam yaitu pembekuan izin usaha di lantai bursa. Selain merugikan langsung kepada beberapa pihak, perbuatan KAP HS membuat indeks harga saham gabungan merosot dan merugikan negara. Penolakan izin tehadap hasil audit sebelumnya KAP HA yang merupakan member PwC International dan karena tidak diperbolehkan untuk melihat 20-F milik Telkom. Padahal PwC Amerika tidak berasosiasi dengan KAP HS karena KAP HS merupakan badan usaha yang didirikan di Indonesia dan memakai hukum Indonesia, dengan demikin tidak relevan apabila KAP HS memeriksa seluruh 20-F tanapa dasar hukum yang jelas. Karena kejadian dan peristiwa ada di Indonesia maka KAP HS harus mengikuti aturan yang berlaku umum di Indonesia[12] khususnya ketentuan-ketentuan di pasar modal.

2. Kedudukan Kantor Akuntan Publik (KAP) Eddy Pianto dan Rekan merupakan korban yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Haryanto Shari dan Rekan. KAP EP mendapatkan sanksi dari Bapepam dan tidak boleh beroperasi dulu di lantai bursa untuk melakukan audit terhadap laporan keuangan perseroan. Padahal pada kuartal pertama di tahun 2002 KAP EP telah diprcaya oeh 332 (tiga ratus tiga puluh dua) perseroan untuk diaudit hasil keuangannya. Dan sekitar 59 perusahan atau 29% peruahaan telah berhasil diaudit oleh KAP tersebut. Walaupun tidak melakukan audit dengan sempurna terhadap laporan hasil keuangan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, akan tetapi itu bukan pure kesalahannnya. Dengan demikian, KAP EP menjadi korban atas pelanggaran pasal 107 Undang-undang nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal.

3. Kantor Akuntan Publik (KAP) Haryanto Sahari dan Rekan, member firm dari kantor akuntan publik asing Pricewaterhouse Coopers (PwC) terbukti bersalah. Dengan demikian KAP Haryanto Sahari dan Rekan harus membayar denda sebesar Rp 20.000.000.000,00 (dua puluh milyar rupiah) dan di setorkan ke kas negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara Jakarta I beralamat di jalan Ir. H. Juanda nomor 19 melalui bank pemerintah dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya pemberitahuan putusan ini, dengan denda keterlambatan Rp. 10.000.00,00 (sepulu juta rupiah) per hari untuk setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan putusan ini. Putusan ini dibuat hari senin tanggal 21 Juni 2004.

Tugas Kasus CGPT. TELKOM

Nama Kelompok

I Dewa Agung Ade Krisna Dinata (1206305181)Putu Agus Agung Wirajunayasa (

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNISUNIVERSITAS UDAYANA2015