kpd aterm
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
KETUBAN PECAH DINI ATERM
OLEH :
Baiq Retna Regina Fala
H1A 004 008
PEMBIMBING
Dr. H. Doddy Ario Kumboyo, SpOG (K)
Dalam Rangka Mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya
Di Lab/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram/RSUP NTB
2010
KATA PENGANTAR
Puji sukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNyalah
sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan kelulusan dari
Lab/SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Fakultas Kedokteran Universitas
Mataram/RSUP NTB. Dalam penyusunan laporan yang berjudul “Kistoma Ovarii” ini
penulis memperoleh bimbingan, petunjuk serta bantuan moral dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis:
1. Dr. H. Doddy Ario Kumboyo, SpOG (K) selaku Dosen Pembimbing laporan kasus
ini
2. Dr. Edi P. Wibowo, SpOG selaku kepala SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
RSU Mataram
3. Dr. A. Rusdhy H. Hamid, SpOG, selaku Koordinator Pendidikan Bagian/ SMF
Kebidanan dan Kandungan RSU Mataram
4. Dr. Agus Thoriq, SpOG selaku supervisor
5. Dr. Gede Made Punarbawa, SpOG selaku supervisor
6. Rekan-rekan dokter muda
7. Pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan
masukan, bantuan dan informasi dalam pengumpulan bahan tinjauan pustaka.
Menyadari masih terdapat banyak kekurangan, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga
laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya
kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari sebagai
dokter.
Mataram, 06 Oktober 2010
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Ketuban pecah dini ( KPD ) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada
saat belum inpartu atau selaput ketuban pecah 1 jam kemudian tidak diikuti tanda-tanda
awal persalinan (tanpa melihat umur kehamilan). Sebagian besar kasus ini terjadi pada
waktu mendekati kelahiran.
Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan
sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam
setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada
tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal dilakukan
bedah caesar.
KPD seringkali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas
dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi.
Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat
kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama
dan partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada
pengelolaan konservatif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ketuban Pecah Dini (KPD)
2.1.1. Definisi
Ketuban pecah dini ( KPD ) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada
saat belum inpartu atau selaput ketuban pecah 1 jam kemudian tidak diikuti tanda-tanda
awal persalinan (tanpa melihat umur kehamilan).
2.1.2. Epidemiologi
Ketuban pecah dini merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang paling
sering dijumpai. Insiden ketuban pecah ini dilaporkan bervariasi dari 6% hingga 10%,
dimana sekitar 20% kasus terjadi sebelum memasuki masa gestasi 37 minggu. Sekitar 8
hingga 10% pasien ketuban pecah dini memiliki risiko tinggi infeksi intrauterine akibat
interval antara ketuban pecah dan persalinan yang memanjang. Ketuban pecah dini
berhubungan dengan 30 hingga 40% persalinan preterm dimana sekitar 75% pasien akan
mengalami persalinan satu minggu lebih dini dari jadwal.
2.1.3. Fisiologi Air Ketuban
Volume air ketuban pada kehamilan cukup bulan adalah 1000 – 1500 cc. Air
ketuban berwarna putih kekeruhan, berbau khas amis, dan berasa manis, reaksinya agak
alkalis atau netral, berat jenis 1,008. Komposisinya terdiri atas 98 % air, sisanya albumin,
urea, asam urik, kreatinin, sel-sel epitel, rambut lanugo, verniks kaseosa dan garam
anorganik. Kadar protein kira-kira 2,6 gr % per liter terutama sebagai albumin.
Didapatkan lecitin spingomyelin dalam air ketuban amat berguna untuk
mengetahui apakah janin sudah mempunyai paru-paru yang matang. Sebab peningkatan
kadar lecitin pertanda bahwa permukaan paru-paru diliputi zat surfaktan. Ini merupakan
syarat bagi paru-paru untuk berkembang dan bernapas. Bila persalinan berjalan lama atau
ada gawat janin atau pada letak sungsang akan kita jumpai warna ketuban keruh kehijau-
hijauan, karena telah bercampur dengan mekonium.
Fungsi air ketuban adalah sebagai berikut ; untuk proteksi janin, mencegah
perlengketan janin dengan amnion, agar janin dapat bergerak dengan bebas, regulasi
terhadap panas dan perubahan suhu, meratakan tekanan intrauterin dan membersihkan
jalan lahir bila ketuban pecah, peredaran air ketuban dengan darah cukup lancar dan
perputarannya cepat, kira-kira 350-500 cc.
Air ketuban bersal dari kencing janin (fetal urin), transudasi dari darah ibu,
sekresi dari epitel amnion, asal campuran (mixed origin).
Cara mengenali air ketuban adalah dengan lakmus, makroskopis, berbau amis,
adanya lanugo dan verniks kaseosa, bercampur mekonium, mikroskopis.
2.1.4. Etiologi
Beberapa etiologi dari ketuban pecah dini antara lain:
Kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)
Riwayat persalinan preterm sebelumnya : risiko 2 - 4x
Tindakan sanggama : tidak berpengaruh kepada risiko, kecuali jika higiene buruk,
predisposisi terhadap infeksi
Perdarahan pervaginam : trimester pertama (risiko 2x), trimester kedua/ketiga
(20x)
Bakteriuria : risiko 2x (prevalensi 7%)
Ph vagina di atas 4.5 : risiko 32% (vs. 16%)
Servix tipis / kurang dari 39 mm : risiko 25% (vs. 7%)
Flora vagina abnormal : risiko 2-3x
Fibronectin > 50 ng/ml : risiko 83% (vs. 19%)
Kadar crh (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada stress
psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm
2.1.5. Anatomi dan struktur Membran Fetal
Amnion manusia terdiri dari lima lapisan yang berbeda. Lapisan ini tidak
mengandung pembuluh darah maupun saraf, sehingga nutrisi disuplai melalui cairan
amnion. Lapisan paling dalam dan terdekat pada fetus ialah epitelium amniotik. Epitel
amniotik ini mensekresikan kolagen tipe III dan IV dan glikoprotein non kolagen
(laminin, nidogen dan fibronectin) dari membrane basalis, lapisan amnion disebelahnya.
Lapisan kompakta jaringan konektif yang melekat pada membrane basalis ini
membentuk skeleton fibrosa dari amnion. Kolagen dari lapisan kompakta disekresikan
oleh sel mesenkim dari lapisan fibroblast. Kolagen interstitial (tipe I dan III)
mendominasi dan membentuk parallel bundles yang mempertahankan integritas mekanik
amnion. Kolagen tipe V dan VI membentuk koneksi filamentosa antara kolagen
interstitial dan membrane basalis epithelial. Tidak ada interposisi dari materi yang
menyusun fibril kolagen pada jaringan konektif amniotic sehingga amnion dapat
mempertahankan tensile strength selama stadium akhir kehamilan normal.
Lapisan fibroblast merupakan lapisan amniotic yang paling tebal terdiri dari sel
mesenkimal dan makrofag diantara matriks seluler. Kolagen pada lapisan ini membentuk
jaringan longgar dari glikoprotein non kolagenosa.
Lapisan intermediate (spongy layer atau zona spongiosa) terletak diantara amnion
dan korion. Lapisan ini banyak mengandung hydrated proteoglycan dan glikoprotein
yang memberikan sifat “spongy” pada gambaran histology. Lapisan ini juga mengandung
nonfibrillar meshwork yang terdiri sebagian besar dari kolagen tipe III. Lapisan
intermediate ini mengabsorbsi stress fisik yang terjadi.
Walaupun korion lebih tebal dari amnion, amnion memiliki tensile strength yang
lebih besar. Korion terdiri dari membrane epithelial tipikal dengan polaritas langsung
menuju desidua maternal. Pada proses kehamilan, vili trofoblastik diantara lapisan
korionik dari membrane fetal (bebas plasenta) mengalami regresi. Dibawah lapisan
sitotrofoblas (dekat janin) merupakan membrane basalis dan jaringan konektif korionik
yang kaya akan serat kolagen.
Membran fetal memperlihatkan variasi regional. Walaupun tidak ada bukti yang
menunjukkan adanya titik lemah dimana membran akan pecah, observasi harus dilakukan
untuk menghindari terjadinya perubahan struktur dan komposisi membran yang memicu
terjadinya ketuban pecah dini.
Vintziuleos dalam hipotesisnya memandang bahwa cairan amnion mengandung
materi bakteriostatik tertentu sebagai pelindung terhadap proses infeksi potensial dan
penurunan volume cairan amnion dapat menghambat kemampuan pasien dalam
menghadapi infeksi. Penelitian oleh borna et al menunjukan bahwa pasien dengan
oligohidramnion (AFI<5) memiliki risiko tinggi menderita korioamnionitis dan sepsis
pada neonatus.
Sebagian besar bukti mengarah bahwa ketuban pecah dini berhubungan dengan
proses biokimia meliputi rusaknya kolagen antar matriks ekstraseluler amnion dan korion
dan programmed cell death pada membran janin dan lapisan uteri maternal (desidua)
sebagai respon terhadap berbagai rangsangan seperti peregangan membran (membrane
stretching) dan infeksi saluran reproduksi, yang menghasilkan mediator seperti
prostaglandin, sitokin dan hormone protein yang mengatur aktivitas enzim degradasi
matriks.
2.1.6. Diagnosis
Diagnosis KPD didapat dari anamneis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan USG.
1. Anamnesis
Penting untuk dicatat waktu pecahnya ketuban, dan warna ketuban. Pasien juga
perlu ditanya adanya pengeluaran darah atau cairan pervaginam juga adanya nyeri
abdomen.
2. Pemeriksaan
Hanya perlu dilakukan pemeriksaan dengan spekulum. Tidak dilakukan
pemeriksaan dalam secara digital kecuali diprediksikan persalinan akan berlangsung
dalam 24 jam. Nitrazin atau test fern dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi. Tes cairan
vagina untuk mengetahui pematangan paru janin juga perlu dilakukan dengan tes cepat
amniostat yang mendeteksi adanya phospatidilgliserol.
2.1.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ketuban pecah dini menurut Prawirohardjo (2007) dibagi
menjadi aktif dan konservatif. Penatalaksanaan aktif dilakukan pada KPD dengan
kehamilan lebih dari 37 minggu.
induksi dengan oksitosin. Bila gagal dilakukan seksio sesarea. Dapat pula diberikan
misoprostol 50 μg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi, dan persalinan diakhiri :
bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak
berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea. Bila skor pelvik > 5, induksi
persalinan, partus pervaginam.
2.1.8. Komplikasi
KPD seringkali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas
dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi.
Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat
kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama
dan partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada
pengelolaan konservatif. Komplikasi KPD pada aterm adalah infeksi intrauterin selain itu
adanya distosia (partus kering), dan tali pusat menumbung.
Komplikasi Insiden (%)
Respiratory distress syndrome 35
Kompresi tali pusat 32 sampai 36
Chorioamnionitis 13 sampai 60
Abruptio placentae 4 sampai 12
Antepartum fetal death 1 sampai 2
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas pasien
Nama : Ny. Ismayanti
Usia : 28 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pedagang
Agama : Islam
Suku : Sasak
Alamat : Midang-Gunung Sari
Tgl MRS : 05-05-2009 jam 12.15 WITA
II. Anamnesa
Keluhan utama : Pasien datang dengan keluhan keluar air dari jalan lahir.
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien adalah rujukan polindes Gunung Sari dengan
G1P0A0H0 40 minggu/T/H/IU presentasi kepala inpartu kala 1 dengan riwayat
keluar air. Riwayat keluar air sejak pukul 04.00 wita (05.10.10), merembes, warna
cairan yang keluar keruh dan berbau amis, darah bercampur lendir (-). Selain itu,
disertai dengan perut mules yang menjalar sampai ke pinggang, dirasakan hilang
timbul, gerakan janin (+). Nyeri kepala (-), nyeri ulu hati (-), pengelihatan
berkunang-kunang (-). Kemudian pada pukul 09.00 wita (05.10.10) pasien datang
ke PKM Gunug Sari.
Keadaan umum: baik
TD : 110/70 mmHg
FN : 80x/menit
RR : 22x/menit
Temp : 36,6°C
TFU : 28 cm
punggung bayi pada sebelah kanan ibu.
Presentasi kepala, DJJ (+)
VT : Ø 1 cm, eff 10%, ketuban tidak jelas, presentasi kepala, denominator
tidak jelas, ↓ H I, tidak teraba tali pusat dan bagian kecil janin.
Diberikan injeksi ampicillin pada pukul 09.15 wita kemudian dirujuk ke RSUP
NTB.
HPHT : 02. 01. 2010
TP : 09. 10. 2010
ANC : > 4 kali, di polindes Gunung Sari
Riwayat KB : -
Rencana KB : suntik
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat hipertensi (-), DM (-), asma (-)
Riwayat penyakit keluarga : Di keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit
seperti pasien
Riwayat Obstetri :
1. ini
III. Pemeriksaan Fisik
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : E4V5M6
Tek. Darah : 120/70 mmHg
FN : 80 x/menit
FP : 20x/menit
Suhu : 36,5ºC
Mata : An -/-, Ikterus -/-
Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler +/+, rhonki (-), wheezing (-)
Abdomen : luka bekas operasi (-), striae gravidarum (+)
Ekstremitas : edema -/-, akral hangat +/+
STATUS OBSTETRI
a. Leopold I : bokong
b. Leopold II : punggung fetal disebelah kanan
c. Leopold III : kepala
d. Leopold IV : 4/5
- TFU : 31 cm
- TBJ : 2945 gr
- His : -
- DJJ : + / 11-12-12
- Inspeksi : keluar cairan pervaginam
- Pemeriksaan dalam:
VT Φ 1 cm, eff 10 %, ket (-), teraba kepala , ↓ H I, tidak teraba bagian
kecil janin/tali pusat.
- Evaluasi panggul :
Spina ischiadica tidak menonjol
Arcus pubis > 90°
Os coccygeus mobile
IV. Pemeriksaan Penunjang
Hb :11,5 g/dL
Leu : 7600/µL
Plt : 129000/µL
HBsAg : (-)
V. Diagnosis
G1P0A0H0 39-40 minggu/T/H/IU presentasi kepala dengan KPD
VI. Rencana Tindakan
Obsevasi ibu dan janin
Observasi tanda-tanda vital
KIE ibu dan keluarga
Injeksi Ampicillin 1 gram/IV
CTG
VII. BAYI
- Lahir tgl / jam : 05 Oktober 2010 / 21.45 WITA
- Jenis Kelamin : Perempuan
- Macam Persalinan: Spt.B
- Apgar Score : -
- Berat : 2700 gr
- Anus : +
- Kel.kongenital : -
PLACENTA
- Lahir tgl / jam : 05 Oktober 2010/ 21.50 WITA Spontan
- Lengkap : ya
- Air Ketuban : jernih
IBU POST PARTUM
- Keadaan umum : Baik
- Tek. Darah : 110/70 mmHg
- FN : 82x/menit
- FP : 20x/menit
- Suhu : 36,7°C
- Kontraksi Uterus : baik
- Tinggi Fundus Uteri : 2 jari di bawah pusat
- Laktasi 30 menit pertama : + baik
CATATAN PERKEMBANGAN
Waktu Subjektif Objektif Assesment Planing12/10/201
0
12.15
16.00
18.00
20.00
21.50
21.55
Tidak ada keluhan
Tidak ada keluhan (12 jam setelah keluar air)
Nyeri perut
Nyeri perut
Nyeri perut bertambah hebat
Keadaan Umum : baikKesadaran : E4V5M6Tek. Darah : 120/70 mmHgFN : 80 x/menitFP : 20x/menitSuhu : 36,5ºC
Tek. Darah : 120/80 mmHgFN : 84x/menitFP : 19x/menitSuhu : 36,7ºCHis : -DJJ : 11-12-11
CTG reaktifStart oksitosin drip (8 tpm)
His : 3x/10’-40”DJJ :12-12-12
His : 3-4x/10’-50”DJJ :11-12-12VT Φ 8 cm, eff 75 %, ket (-), teraba kepala , ↓ H III, tidak teraba bagian kecil janin/tali pusat.
Doran teknus perjol vulka
G1P0A0H0 39-40 minggu/T/H/IU presentasi kepala dengan KPD
G1P0A0H0 39-40 minggu/T/H/IU presentasi kepala dengan KPD
G1P0A0H0 39-40 minggu/T/H/IU inpartu kala 1 fase aktif+riwayat keluar air
G1P0A0H0 39-40 minggu/T/H/IU inpartu kala I fase aktif
G1P0A0H0 39-40 minggu/T/H/IU inpartu
Obsevasi ibu dan janin
Observasi tanda-tanda vital
Injeksi Ampicillin 1 gram/IV
CTG
Lapor supervisor :Drip oksitosin jika CTG reaktif
Observasi kesra ibu dan janinDrip oksitosin (24 tpm)Evaluasi 2 jam lagi
Observasi kesra ibu dan janinDrip oksitosin (24 tpm)Evaluasi 2 jam lagi
Pimpin persalinan
Bayi lahir ♀, AS 7-9, 2700
22. 05
00.00
06.10.1007.00
Tidak ada keluhan
Tidak ada keluhan
Ibu: Keadaan Umum : baikKesadaran : E4V5M6Tek. Darah : 120/70 mmHgFN : 82 x/menitFP : 20x/menitSuhu : 36,5ºCHis : baikTFU : 2 jari dibawah pusatPerdarahan : -
Bayi:HR : 148x/mntRR : 44x/mntSuhu : 36,6 ºC
Ibu: Keadaan Umum : baikKesadaran : E4V5M6Tek. Darah : 120/80 mmHgFN : 84 x/menitFP : 18x/menitSuhu : 36,6ºCHis : baikTFU : 2 jari dibawah pusatPerdarahan : -
Bayi:HR : 148x/mntRR : 44x/mntSuhu : 36,6 ºC
2 jam post partum
Hari pertama post partum
g, anus +, kongenital anomali (-),
Plasenta lahir lengkap
Observasi kesra ibu dan bayi
Observasi kesra ibu dan bayi
BAB IV
PEMBAHASAN
Laporan kasus ini merupakan resume dari hasil observasi dan pengelolaan obstetri
pada pasien nyonya 28 tahun dengan kehamilan 39-40 minggu. Pasien merupakan rujukan
dari PKM Gunung Sari, datang dengan keluhan keluar air pada pukul 04.00 WITA
(05.10.2010), merembes, warna cairan yang keluar keruh dan berbau amis, darah bercampur
lendir tidak ada. Selain itu pasien merasakan perutnya mules yang hilang timbul setelah
beberapa saat keluar air dari jalan lahir. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan bahwa
pada inspeksi terlihat cairan yang merembes sedikit-sedikit keluar dari introitus vagina, pada
pemeriksaan dalam perabaan ketuban janin (-). Data subyektif dan obyektif ini mendukung ke
arah telah pecahnya ketuban. Walaupun demikian, akan lebih valid jika dilakukan
pemeriksaan inspekulo untuk melihat langsung cairan yang merembes keluar dari OUE.
Saat datang ke UGD, pasien tidak dalam kondisi inpartu, dimana dari hasil
pemeriksaan tidak didapatkan tanda-tanda persalinan, yaitu perut mules hilang timbul, his
belum ada, dan pada pemeriksaan dalam didapatkan pembukaan serviks 1 cm dengan
penipisan 10%. Hal ini sangat bertentangan dengan diagnosa dari PKM yang menyatakan
bahwa pasien dalam kondisi inpartu (G1P0A0H0 40 minggu/T/H/IU presentasi kepala inpartu
kala 1 dengan riwayat keluar air). Kita ketahui bahwa tanda-tanda inpartu adalah keluarnya
darah bercampur lendir, terdapat his yang adekuat (3 kali dalam 10 menit dengan durasi 40
detik), dan adanya dilatasi servik minimal 2 cm.
Dilakukan pengelolaan protap KPD aterm. Pada kasus ini terlebih dahulu ditunggu 12
jam setelah keluar air dengan harapan akan terjadi tanda-tanda inpartu. Tetapi pada kasus ini
setelah 12 jam keluar air, tidak ada tanda-tanda inpartu sehingga dilakukan induksi persalinan
dengan pemberian oksitosin drip (1 ampule), dengan terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan
pelvic score (> 5) dan hasil CTG reaktif.
Dua jam setelah pemberian oksitosin drip (24 tpm) didapatkan his adekuat dan bayi
lahir tiga jam setelah his adekuat.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, F. Preterm Birth. In william’s obstetrics 21th ed. In PDB
Kumboyo, D.A., dkk. 2001. Standar Pelayanan Medik SMF Obstetri dan Ginekologi. RSU
Mataram
Martaadisoebrata,D., dkk. 2005. Obstetri Patologi ed.2. jakarta : EGC
University of virginia. 2008. High Risk Pregnancy. Available from: http://www.w3.org
Wiknjosastro, H., dkk. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SP