koordinasi strategis asistensi percepatan...

65
2015 LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PAPUA BARAT Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS

Upload: trinhkhuong

Post on 10-Feb-2018

226 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

2015

LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI

PERCEPATAN PEMBANGUNAN

PROVINSI PAPUA DAN PAPUA BARAT

Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS

Page 2: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 2

KATA PENGANTAR

Laporan Akhir Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan

Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas pelaksanaan

Program/Kegiatan Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat Tahun 2015, sesuai

dengan Peraturan Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas No. 04/M.PPN/2009 tentang Pedoman

Pengelolaan Kegiatan dan Anggaran di Lingkungan Kantor Kementerian PPN/Bappenas, sekaligus

diharapkan dapat menjadi lesson learned untuk penyempurnaan kebijakan selanjutnya.

Maksud dan tujuan dilaksanakannya Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan

Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat Tahun 2015 ini adalah untuk mengkoordinasikan

dan mensinkronisasikan hasil-hasil yang telah dicapai dalam penerapan proses perencanaan,

koordinasi dan pelaksanaan program percepatan pembangunan khususnya di Wilayah Papua.

Kemudian permasalahan dan kendala yang dihadapi akan diidentifikasi dan dianalisis untuk

diupayakan pemberian saran dan alternatif pemecahan untuk perbaikan proses perencanaan dan

pelaksanaan program/kegiatan pada tahun yang akan datang.

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan

Papua Barat Tahun 2015 ini masih belum mencapai kesempurnaan. Oleh karena itu, kami

mengharapkan saran dan kritiknya sebagai penyempurnaan dalam pelaksanaan koordinasi

percepatan pembangunan di Wilayah Papua pada tahun berikutnya.

Jakarta, Desember 2015

Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal

Ir. R. Aryawan Soetiarso Poetro, MSi

Page 3: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 3

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ....................................................................................................................................................... 5

1.2. Maksud dan Tujuan ............................................................................................................................................. 9

1.3. Sasaran ................................................................................................................................................................... 10

1.4. Metode Pelaksanaan ......................................................................................................................................... 11

BAB 2 IDENTIFIKASI KEGIATAN KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN

PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PAPUA BARAT ..................................................................................... 13

2.1. Lingkup Kegiatan................................................................................................................................................ 13

2.2. Keluaran Kegiatan .............................................................................................................................................. 14

2.3. Penerima Manfaat dan Satuan Ukur (Indikator) .................................................................................. 15

BAB 3 ANALISIS PELAKSANAAN KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN

PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PAPUA BARAT ..................................................................................... 17

3.1. Koordinasi dalam Rangka Sosialisasi Arah Kebijakan Pembangunan Wilayah Papua dalam

RPJMN 2015-2019 ............................................................................................................................................................ 20

3.1.1. Arah Kebijakan Pembangunan Wilayah Papua 2015-2019 .................................................... 20

3.1.2. Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Wilayah Papua dalam Temu Kawasan Adat ....... 24

3.2. Koordinasi Program Pembangunan Dalam Rangka Otonomi Khusus Di Provinsi Papua dan

Papua Barat ......................................................................................................................................................................... 26

3.2.1. Pelaksanaan Program Pendidikan dan Kesehatan ..................................................................... 26

3.2.2. Upaya Mensistemkan Layanan Pendidikan dan Kesehatan yang Kontekstual Papua . 33

3.2.3. Koordinasi Pemanfaatan Alokasi Dana Tambahan Infrastruktur dalam Rangka

Otonomi Khusus ........................................................................................................................................................... 40

3.3. Koordinasi Program Pengembangan Ekonomi Lokal bagi Masyarakat Asli Papua ................ 44

3.1.1. Identifikasi Permasalahan .................................................................................................................... 45

Page 4: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 4

3.1.2. Prinsip-Prinsip Pengembangan Ekonomi Lokal .......................................................................... 48

3.1.3. Analisis Strategi Pengembangan Ekonomi Lokal ........................................................................ 51

3.4. Koordinasi Rencana Pembangunan Kawasan Strategis Di Provinsi Papua dan Papua

Barat… ................................................................................................................................................................................... 56

3.4.1. Rencana Pembangunan KEK di Merauke........................................................................................ 58

3.4.2. Rencana Pembangunan KEK di Sorong ........................................................................................... 61

BAB 4 PENUTUP ..................................................................................................................................................................... 63

4.1. Kesimpulan ........................................................................................................................................................... 63

4.2. Rekomendasi ........................................................................................................................................................ 64

Page 5: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 5

Gb. 1 Pembangunan KPE Berbasis Wilayah Adat

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Percepatan Pembangunan Wilayah Papua (Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat) saat

ini dilaksanakan dengan mengedepankan Pendekatan Sosial Budaya, untuk mengoptimalkan

kinerja pembangunan yang telah dilakukan sebelumnya. Kearifan lokal dan keunikan karakteristik

sosial budaya yang berkembang di Wilayah Papua menjadi modal sosial, modal kultural dan modal

spiritual dalam pembangunan. Realitas ini diakomodir dalam RPJMN 2015-2019 sebagai bentuk

hasil dari koordinasi antara pemerintah c.q Kementerian PPN/Bappenas dengan pemerintah

daerah, khususnya pada Buku III Bab II Arah Pengembangan Wilayah Papua. Sebagai konsekuensi

dari penggunaan pendekatan sosial budaya, maka salah satu tujuan pembangunan Wilayah Papua

yang tertuang dalam RPJMN 2015-2019 yaitu Pengembangan kemandirian ekonomi berkelanjutan

berbasis wilayah adat, melalui pengembangan 5 kawasan adat dengan fokus pada hilirisasi

komoditas unggulan lokal.

Page 6: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 6

Adapun pembagian 5 (lima) Kawasan Pengembangan Ekonomi berbasis wilayah adat tersebut

yaitu: (1) KPE Saereri, meliputi Kabupaten Biak Numfor, Supiori, Kepulauan Yapen, dan Waropen;

(2) KPE Mamta, meliputi Kabupaten Mamberamo Raya, Jayapura, Keerom, Sarmi, dan Kota

Jayapura; (3) KPE Me Pago, meliputi Kabupaten Nabire, Paniai, Deiyai, Dogiyai, Intan Jaya, dan

Mimika; (4) KPE La Pago, meliputi Kabupaten Mamberamo Tengah, Jayawijaya, Lanny Jaya, Nduga,

Pegunungan Bintang, Tolikara, Yalimo, Yahukimo, Puncak, dan Puncak Jaya; serta (5) KPE Ha Anim,

meliputi Kabupaten Merauke, Asmat, Mappi, dan Boven Digoel.

Berdasarkan beberapa indikator keberhasilan pembangunan suatu daerah, capaian

pembangunan mengalami perkembangan yang cukup signifikan, dengan peningkatan angka IPM

dan penurunan persentase angka kemiskinan antara periode sebelum dan sesudah otonomi

khusus. Walaupun apabila dibandingkan dengan wilayah lain, ataupun capaian nasional, angka

tersebut masih sangat rendah. Capaian di bidang ekonomi menunjukkan bahwa pertumbuhan

ekonomi wilayah papua dengan migas selama kurun waktu 2009 –2013 sebesar 9,6 persen (dengan

migas) atau di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,9 persen. Namun, perlu

ditelaah kembali bahwa kontribusi lapangan usaha terbesar yaitu dari sektor pertambangan,

dimana sektor usaha tersebut kurang mampu mendayagunakan masyarakat asli Papua secara

optima, sehingga perlu dorongan pada sektor lain yang dapat menggerakkan aktivitas

perekonomian masyarakat secara langsung, misalnya sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan.

Capaian pembangunan Wilayah Papua yang lebih rendah daripada wilayah lain di Indonesia perlu

dipahami juga dari aspek historis, bahwa pembangunan Wilayah Papua baru dimulai secara

kondusif pada tahun 1970-an (bergabungnya Irian Barat ke Indonesia pada tanggal 1 Mei 1963),

sedangkan provinsi lain di Indonesia elah memulai pembangunannya terlebih dahulu.

Kondisi eksisting di Wilayah Pulau Papua tersebut membutuhkan upaya khusus untuk

melakukan percepatan pembangunan. Sesuai dengan visi misi Presiden, khususnya pada Nawa Cita

ke-3 (membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah – daerah dan desa dalam

kerangka Negara kesatuan), Nawa Cita ke-5 (meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia), dan

Nawa Cita ke-6 (meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional), maka

percepatan pembangunan di Wilayah Pulau Papua akan difokuskan pada: (1) pemberdayaan

ekonomi masyarakat lokal, (2) peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan terutama di

wilayah terisolir, (3) pembangunan infrastruktur transportasi untuk membuka keterisolasian, (4)

pemihakan terhadap Orang Asli Papua, (5) penguatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah,

Page 7: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 7

(6) pembangunan sentra logistik untuk mengatasi kemahalan, (7) pengembangan energi baru dan

terbarukan terutama di wilayah terisolir, dan (8) penguatan kelembagaan percepatan

pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat.

Provinsi Papua memiliki keistimewaan dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia, yaitu

kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk mengatur urusan daerahnya,

dengan dikeluarkannya UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua yang

direvisi dengan UU No. 35 Tahun 2008. UU No. 21 Tahun 2001 merupakan nyata atas keberpihakan

kebijakan Pemerintah terhadap rakyat Papua. Pasal 1 angka (1) UU No. 21 Tahun 2001 tentang

Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menyatakan bahwa Otonomi Khusus adalah kewenangan

khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua. Di

samping itu, keberpihakan pemerintah juga ditunjukkan melalui afirmasi pendanaan yang

diberikan kepada Provinsi Papua dan Papua Barat, melalui dana otsus (2% dari DAU), dana

tambahan infrastruktur, dan persentase pembagian DBH.

Pada pelaksanaannya, otonomi khusus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat yang

dilatarbelakangi untuk memberikan kesejahteraan dan pengakuan terhadap hak-hak dasar

masyarakat asli Papua, belum dapat berjalan secara optimal. Kesenjangan dalam mengakses

Gb. 2 Skema Kebijakan Pembangunan Wilayah Papua

Page 8: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 8

fasilitas pelayanan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan antara wilayah Papua dengan wilayah lain

masih sangat tinggi. Kemudian, untuk menjawab permasalahan tersebut, Presiden mengeluarkan

Inpres No. 5 Tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat yang berlaku

hingga tahun 2010 dengan lima kebijakan baru pembangunan Papua, yaitu: (1) Pemantapan

ketahanan pangan dan pengurangan kemiskinan; (2) Peningkatan kualitas penyelenggaraan

pendidikan; (3) Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan; (4) Peningkatan infrastruktur dasar

guna meningkatkan aksesibilitas di wilayah terpencil, pedalaman, dan perbatasan Negara; dan (5)

Perlakuan khusus (affirmative action) bagi pengembangan kualitas sumber daya manusia putra-

putri asli Papua. Kemudian, sebagai kelanjutannya, Presiden mengeluarkan Perpres No. 65 Tahun

2011 tentang Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (P4B) dan Perpres No. 66 Tahun

2011 tentang Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) yang berakhir pada

tahun 2014, dengan prioritas program, yaitu: (1) pengembangan ekonomi masyarakat asli Papua;

(2) peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang menjangkau di kampung terisolir; (3)

membuka akses infrastruktur di Pegunungan Tengah dan wilayah terisolir Papua dan Papua Barat

lainnya; (4) pemihakan putra-putri asli Papua dalam pendidikan kedinasan dan pendidikan

menengah (affirmative action); dan (5) meningkatkan kemampuan kelembagaan pemerintahan

Provinsi dan Kabupaten/Kota di Papua dan Papua Barat. Kegiatan koordinasi ini juga didukung

donor UNDP melalui Program Pembangunan yang Berpusat Pada Rakyat (People-Centered

Development Programme), dengan grant agreement Nomor 70733301 antara Pemerintah Indonesia

cq Kementerian PPN/Bappenas dengan UNDP, sejak sejak 1 Februari 2011 hingga 31 Desember

2014, dan akan diperpanjang hingga Juni 2015, dengan spesifik program livelihood yaitu

pengembangan ekonomi lokal masyarakat yang berbasis hilirisasi komoditas unggulan lokal,

dengan tujuan menciptakan pendapatan tetap bagi masyarakat asli Papua.

Keberpihakan kebijakan percepatan pembangunan Wilayah Papua membutuhkan dukungan

kerangka regulasi dan kelembagaan yang kuat. Untuk itu, kegiatan Koordinasi Strategis Asistensi

Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat dalam hal ini dimaksudkan dapat

menjadi salah satu strategi untuk mengkoordinasi upaya-upaya pemerintah bagi percepatan

pembangunan Wilayah Papua, di samping juga menjadi strategi untuk memfasilitasi dan

mendampingi pemerintah daerah dalam merencanakan, memantau dan mengevaluasi kegiatan

pembangunan supaya berjalan lebih efisien dan optimal. Kegiatan koordinasi ini sekaligus menjadi

strategi dalam mensinkronkan program/kegiatan antara pemerintah dengan pemerintah daerah,

Page 9: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 9

mengingat beberapa program/kegiatan bersifat kurang efektif dan efisien, overlapping, bahkan

bersifat kontraproduktif.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan kegiatan koordinasi percepatan pembangunan Provinsi Papua dan

Provinsi Papua Barat adalah untuk mendukung tercapainya hasil dan dampak yang diharapkan dari

pelaksanaan percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat. Kegiatan koordinasi yang

dilakukan dalam bentuk memberikan dukungan kepada kedua provinsi dalam melakukan

koordinasi dengan stakeholder dan memfasilitasi penyusunan Rencana Induk dan Rencana Aksi

percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat dengan tujuan memecahkan permasalahan

utama yang dihadapi Provinsi Papua dan Papua Barat, serta mengoptimalkan pelaksanaan otonomi

khusus.

Kegiatan koordinasi yang dilakukan oleh Tim Asistensi Percepatan Pembangunan Papua dan

Papua Barat bertujuan untuk menjamin kelancaran proses koordinasi perencanaan, pendampingan,

fasilitasi, dan pelaksanaan Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, serta terkait

dengan proses koordinasi Perencanaan dan Pelaksanaan, Monitoring, Evaluasi pelaksanaan

pembangunan secara menyeluruh dan berkelanjutan baik di tingkat pusat maupun sinkronisasi dan

fasilitasi dengan pemerintah daerah.

Koordinasi perencanaan Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua

Barat, merupakan rangkaian proses koordinasi Perencanaan dan Pelaksanaan, Monitoring, Evaluasi

secara menyeluruh dan berkelanjutan baik di tingkat pusat maupun daerah. Rincian tugas dari Tim

Koordinasi Teknis adalah sebagai berikut.

a. Melakukan fasilitasi dan bantuan teknis kepada Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan

Provinsi Papua Barat dalam Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua

Barat, serta koordinasi pelaksanaannya;

b. Melakukan fasilitasi dan supervisi kepada Pemerintah Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

dalam koordinasi pelaksanaan Rencana Aksi; Menghimpun semua rencana kerja dan laporan

pelaksanaan yang disampaikan oleh masing-masing Kementerian Koordinator,

Page 10: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 10

Kementerian/Lembaga, dan instansi terkait lain yang dipandang perlu dengan kebijakan

afirmasi untuk pembangunan Papua;

c. Melakukan sinkronisasi rencana kerja yang disampaikan masing-masing Kementerian

Koordinator, Kementerian/Lembaga, dan konsultasi dengan Pemerintah Provinsi Papua,

Provinsi Papua Barat;

d. Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana aksi oleh Kementerian

Koordinator, Kementerian/Lembaga terkait, Pemerintah Daerah; dan

e. Melaksanakan tugas lainnya yang terkait sesuai arahan-arahan dari Menteri PPN/Kepala

BAPPENAS.

Berdasarkan kegiatan koordinasi strategis asistensi percepatan pembangunan Provinsi Papua

dan Papua Barat, terdapat beberapa manfaat yang diperoleh, antara lain sebagai berikut.

1) Meningkatnya kualitas koordinasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan percepatan

pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat;

2) Meningkatnya kualitas proses monitoring, evaluasi, dan pelaporan percepatan pembangunan

Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, sehingga terdapat indikator output dan outcome yang

jelas dan terukur;

3) Meningkatnya kapasitas aparatur pemerintah daerah Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat;

Dampak yang didapat dari koordinasi percepatan pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi

Papua Barat adalah meningkatnya kualitas dan kapasitas aparatur pemerintah daerah, serta

meningkatnya aksesibilitas dan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Papua dan Provinsi Papua

Barat.

1.3. Sasaran

Sasaran dari kegiatan Koordinasi Strategis Tim Teknis Tim Asistensi Percepatan

Pembangunan di Provinsi Papua dan Papua Barat adalah:

a. Peningkatan kualitas SDM aparatur pemerintah daerah dalam penyusunan perencanaan

program/kegiatan dalam percepatan pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat;

Page 11: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 11

b. Peningkatan kualitas dan kuantitas hasil-hasil pelaksanaan program/kegiatan pembangunan

sektor maupun daerah;

c. Peningkatan efektivitas dan efisiensi perencanaan dan pelaksanaan program/kegiatan

percepatan pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat;

d. Peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana dasar ekonomi dan sosial di Provinsi Papua

dan Papua Barat;

e. Penyelesaian dokumen laporan akhir sebagai hasil dari kegiatan koordinasi strategis

percepatan pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat.

1.4. Metode Pelaksanaan

Pelaksanaan koordinasi strategis Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi

Papua Barat dilaksanakan dengan menggunakan dua pendekatan sekaligus, yaitu pendekatan top-

down dan bottom-up. Pendekatan top-down dipergunakan dalam penetapan prioritas pembangunan

nasional dan anggaran dari pusat. Sedangkan pendekatan bottom-up lebih dipergunakan pada saat

menyusun kegiatan berdasarkan usulan dari daerah dalam rangka koordinasi dan sinkronisasi.

Pendekatan tersebut dilakukan dalam bentuk-bentuk kegiatan berikut:

a. Diskusi Panel, Focus Group Discussion (FGD), dan rapat koordinasi dengan

Kementerian/Lembaga terkait serta pemerintah daerah. Di tingkat pusat, koordinasi dilakukan

melalui Rapat Koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait dalam rangka koordinasi dan

sinkronisasi program percepatan pembangunan program untuk Provinsi Papua dan Papua

Barat, untuk mensinergiskan antara prioritas nasional, kegiatan pembangunan dan

ketersediaan anggaran. Di tingkat daerah, juga dilakukan diskusi dan rapat koordinasi untuk

memperdalam isu/hambatan dalam pelaksanaan percepatan pembangunan, serta identifikasi

potensi/peluang yang dapat dioptimalkan untuk pembangunan Papua.

b. Musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) untuk mengkoordinasikan dan

mensinkronkan antara prioritas pembangunan nasional dengan usulan daerah. Musrenbang ini

melibatkan tiga pihak yaitu pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota,

kementerian/lembaga dan Bappenas.

Page 12: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 12

c. Di samping itu, dilakukan juga rapat internal secara intensif dalam rangka membahas

program/kegiatan terutama di bidang kesehatan, pendidikan, dan infratsruktur transportasi

dengan K/L terkait dan daerah dalam upaya percepatan pembangunan, mengingat periode

pelaksanaan otonomi khusus akan berakhir dalam 6 tahun ke depan.

d. Monitoring dan evaluasi program-program Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat

yang dilakukan dalam bentuk kunjungan lapangan pada beberapa lokasi di wilayah Papua,

antara lain:

1) Bappeda Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, dalam rangka memantau dan

mengevaluasi pelaksanaan Percepatan Pembangunan di kedua provinsi tersebut, termasuk

pengintegrasian dan sinkronisasi dokumen-dokumen perencanaan, serta pencapaian

perkembangan dari upaya percepatan pembangunan di Papua dan Papua Barat.

2) Kabupaten Merauke dan Sorong dalam rangka koordinasi rencana pengusulan

pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Kabupaten Sorong (Papua Barat) dan

Kabupaten Merauke (Papua).

3) Kabupaten Biak dalam rangka sosialisasi kebijakan dan strategi pembangungan Wilayah

Papua yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019.

Page 13: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 13

BAB 2 IDENTIFIKASI KEGIATAN KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN

PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PAPUA BARAT

2.1. Lingkup Kegiatan

Pelaksanaan koordinasi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, yang

dilakukan oleh Tim Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan

Papua Barat, Kementerian PPN/Bappenas (TA Bappenas), meliputi 3 kegiatan utama:

1. Koordinasi rangkaian proses perencanaan agenda Percepatan Pembangunan Provinsi Papua

dan Papua Barat dalam mengawal pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2015-2019, melalui koordinasi pelaksanaan Rencana Kerja Pemerintah

(RKP) 2015 dan koordinasi penyusunan RKP 2016;

2. Pemantauan dan Pengendalian program Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi

Papua Barat Bidang Pengembangan Ekonomi, Pelayanan Pendidikan, Kesehatan, dan

Pembangunan Infrastruktur;

3. Penugasan khusus yang berkaitan dengan koordinasi perencanaan dan penganggaran

program/kegiatan Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat.

Tabel 2.1

Ringkasan Kegiatan Tim Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat Kementerian PPN/Bappenas Tahun 2015

No Kegiatan Waktu

1. Koordinasi intensif dengan pemerintah daerah terkait finalisasi draf akhir Bab Arah pembangunan Wilayah Papua dalam RPJMN 2015-2019

Januari 2015

2. Sosialisasi kebijakan pembangunan Wilayah Papua dalam RPJMN 2015-2019 khususnya pada Buku III Bab II Arah pembangunan Wilayah Papua

Februari 2015

3. Kunjungan Lapangan Identifikasi Kesiapan Pengusulan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Wilayah Papua, yaitu ke Kabupaten Merauke, Jayapura, dan Sorong

Maret 2015

4. Kegiatan Temu Kawasan Adat Wilayah Saereri dan Monitoring Kawasan Strategi di Kabupaten Biak Numfor

Maret 2015

5. Rapat Koordinasi Sinkronisasi Pembangunan Wilayah Papua dalam RPJMN dengan Renstra K/L

Maret 2015

Page 14: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 14

6. Workshop Penyusunan Rencana Aksi Nasional Pasca Project PCDP

April 2015

7.

Koordinasi pelaksanaan rangkaian kegiatan musyawarah perencanaan pembangunan penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2016, khususnya mengawal prioritas program bagi pembangunan Wilayah Papua

April 2015

8. Koordinasi rencana pelaksanaan Rapat Koordinasi Khusus (rakorsus) percepatan pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat sebagai rangkaian dari kegiatan Musrenbangnas (Ket: kegiatan rakorsus gagal dilaksanakan)

April 2015

9. Rapat Koordinasi Perencanaan dan Evaluasi Pelaksanaan Otsus Infrastruktur Tahun 2010-2015

Mei 2015

10. Seminar Knowledge Sharing Pengembangan Ekonomi Lokal Provinsi Papua dan Papua Barat

Juni 2015

11. Identifikasi progress report capaian pembangunan dan koordinasi strategi pembangunan wilayah Papua dengan Kantor Staf Presiden

Juli 2015

12. Koordinasi Rencana Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Wilayah Papua

Agustus 2015

13. Koordinasi pelaksanaan Peraturan Perundangan terkait Tanah Ulayat, sehubungan dengan disahkannya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang No. 9 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat yang Berada dalam Kawasan Tertentu

September 2015

14. Konsultasi Publik Penyiapan Kawasan Sentra Produksi Pertanian (KSPP) dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Merauke yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Oktober 2015

15. Evaluasi Pelaksanaan Otonomi Khusus pada Penyelenggaraan Program Pendidikan dan Kesehatan di Provinsi Papua dan Papua Barat sampai dengan tahun 2015

Oktober 2015

16. Koordinasi Pelaksanaan RKP 2016 dan Penyusunan Rancangan Awal RKP 2017 dalam Mendukung Pengembangan Ekonomi Papua

November 2015

17. Sosialisasi Road Map Kebijakan Bidang Pendidikan dan Kesehatan Provinsi Papua Tahun 2013-2018

Desember 2015

2.2. Keluaran Kegiatan

Adapun keluaran dari kegiatan koordinasi Tim Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi

Papua dan Papua Barat yaitu:

1. Laporan Bulanan terkait koordinasi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat.

Page 15: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 15

2. Laporan dan analisis hasil Evaluasi Kebijakan Perencanaan dan Pelaksanaan Percepatan

Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat.

3. Profil pembangunan Wilayah Papua, khususnya terkait identifikasi potensi, strategi, dan

kebutuhan Pembangunan Wilayah Papua berbasis wilayah adat.

4. Laporan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Rencana Induk Dan Rencana Aksi Percepatan

Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat.

5. Laporan akhir hasil evaluasi perencanaan dan rekomendasi perbaikan berdasarkan hasil

Pelaksanaan.

2.3. Penerima Manfaat dan Satuan Ukur (Indikator)

Output dari kegiatan koordinasi Tim Asistensi Percepatan Pembangunan di Provinsi Papua

dan Papua Barat ditujukan kepada:

1. Kementerian Koordinator, Kementerian/Lembaga, dan instansi lain yang terkait dengan

percepatan pembangunan di Provinsi Papua dan Papua Barat;

2. Bappeda Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat;

3. SKPD Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat;

4. Masyarakat umum di Provinsi Papua dan Papua Barat;

5. Pihak swasta dan NGO (Non-Governmental Organization) sebagai mitra dalam pelaksanaan

pembangunan di Provinsi Papua dan Papua Barat.

Indikator untuk pengukuran kuantitas dan kualitas keluaran kegiatan Koordinasi Tim Asistensi

Percepatan Pembangunan di Provinsi Papua dan Papua Barat adalah:

1. Meningkatnya kualitas SDM aparatur pemerintah daerah dalam penyusunan perencanaan

program/kegiatan dalam percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat;

2. Meningkatnya kualitas dan kuantitas hasil-hasil pelaksanaan program/kegiatan pembangunan

sektor maupun daerah;

3. Meningkatnya efektivitas dan efisiensi perencanaan dan pelaksanaan program/kegiatan

percepatan pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat;

4. Meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana dasar ekonomi dan sosial di Provinsi Papua

dan Papua Barat;

Page 16: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 16

5. Tersusunnya laporan akhir sebagai hasil dari kegiatan koordinasi strategis percepatan

pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat.

Page 17: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 17

BAB 3 ANALISIS PELAKSANAAN KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN

PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PAPUA BARAT

Berdasarkan analisis demografis dan geografis terkait proporsi penduduknya, persentase

terbesar penduduk miskin Papua adalah orang asli Papua (OAP) yaitu berada di wilayah

Pegunungan Tengah. Pegunungan Tengah sebelumnya terdiri dari satu kabupaten (Kabupaten

Jayawijaya) dan setelah era reformasi baru dimekarkan menjadi lebih 10 kabupaten baru, meliputi:

Kabupaten Jayawijaya, Lanny Jaya, Yalimo, Yahukimo, Nduga, Pegunungan Bintang, Puncak, Puncak

Jaya, Intan Jaya, Tolikara, Paniai, Deiyai, dan Dogiyai. Konsentrasi penduduk asli Papua di wilayah

Pegunungan Tengah sebanyak sekitar 1,6 juta Orang Asli Papua (OAP), atau sekitar (51 %) total

penduduk Provinsi Papua yang sebesar 3.091.047 orang, terdiri dari 1,632,276 orang laki-laki

(52,5 %) dan 1,458,771 orang perempuan (47,5 %). Sedangkan penduduk Provinsi Papua Barat

sebesar 816.280 orang, terdiri dari 431,957 orang laki-laki (52,5 %) dan 384,323 orang perempuan

(47,5 %). Terdapat 1.460.846 suku bangsa asli Papua menurut sensus penduduk tahun 2000, yang

memiliki bahasa, budaya, dan adat istiadat yang berbeda. Persebaran OAP di Pegunungan Tengah

sangat menyebar dengan bermacam macam suku dengan karakteristik adat budaya pada wilayah

yang sangat luas dengan topografi yang bergunung-gunung dan hutan rimba, dengan ketinggian

lokasi wilayah diantara 1.200-5.000 m dpl. Ketersediaan sarana prasarana yang sangat terbatas

dan aksesibilitas yang rendah mengindikasikan keterisolasian yang sangat tinggi. Untuk itu,

intervensi pembangunan dan penyediaan layanan dasar publik perlu diprioritaskan pada wilayah

pegunungan tengah, terutama dalam mengatasi masalah keterisolasian.

Page 18: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 18

Tabel 1.2 Grafik Persentase Angka Kemiskinan Papua Barat

Tabel 1.1 Grafik Persentase Angka Kemiskinan Papua

Berdasarkan beberapa indikator keberhasilan pembangunan suatu daerah, capaian

pembangunan di Wilayah Pulau Papua dapat digambarkan sebagai berikut: (1) penurunan

presentase angka kemiskinan Provinsi Papua

menjadi 27,8 persen tahun 2014 dan Provinsi

Papua Barat menjadi 27,14 persen; namun

persentase penduduk miskin di Provinsi

Papua (30,05 persen) dan Provinsi Papua

Barat (27,13 persen) masih berada jauh di

atas persentase penduduk miskin nasional

sebesar 11,25 persen (Maret 2014); (2) nilai

IPM di Provinsi Papua (66,25) dan Provinsi

Papua Barat (70,62) masih berada di bawah

rata-rata IPM nasional sebesar 73,81 (2013);

dan (3) nilai kesenjangan pendapatan antar

golongan (Rasio Gini) menjadi 0,442 (Provinsi

Papua) dan 0,431 (Provinsi Papua Barat)

mengalami peningkatan setiap tahun namun

masih berada di atas rata-rata rasio gini

nasional 0,413 (2013). Apabila dibandingkan

dengan wilayah lain dalam lingkup nasional,

capaian pembangunan Wilayah Papua masih berada di bawah rata-rata nasional. Namun, dilihat

berdasarkan data series per tahun, dapat dilihat capaian yang cukup signifikan, mengingat wilayah

Papua baru aktif membangun pada periode tahun 80-an setelah melampaui berbagai perjuangan

integrasi. Terkait dengan persentase angka kemiskinan dari tahun 1999-2014, terjadi penurunan

angka kemiskinan yang cukup signifikan, yaitu dari angka 54,75% menjadi 27,8%. Di samping itu,

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua tahun 1999-2013 menunjukkan peningkatan

yang cukup baik, mulai dari 58,8 menjadi 66,3.

Page 19: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 19

Tabel 1.5. PDRB Provinsi Papua 2005-2012 Tabel 1.6. PDRB Provinsi Papua Barat 2005-2013

Tabel 1.4. IPM Papua Barat 2004-2013 Tabel 1.3. Perkembangan IPM Papua 2004-2013

Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Papua dengan migas selama kurun waktu 2009 –2013

sebesar 9,6 persen (dengan migas) atau diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional sebesar

5,9 persen. Namun, perlu ditelaah kembali bahwa kontribusi lapangan usaha terbesar yaitu dari

sektor pertambangan, dimana sektor usaha tersebut tidak mampu mendayagunakan masyarakat

Papua secara optimal, hanya beberapa orang yang dapat memenuhi kualifikasi untuk dapat bekerja

pada sektor usaha tersebut. Sehingga perlu dorongan pada sektor lain yang dapat menggerakkan

aktivitas perekonomian masyarakat secara langsung, misalnya sektor pertanian, perkebunan, dan

perikanan.

Di bawah ini merupakan uraian kegiatan koordinasi strategis asistensi percepatan

pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat yang dikelompokkan dalam 4 kegiatan utama, yaitu:

(1) Koordinasi dalam Rangka Sosialisasi Arah Kebijakan Pembangunan Wilayah Papua dalam

RPJMN 2015-2019; (2) Koordinasi Program Pembangunan Dalam Rangka Otonomi Khusus Di

Page 20: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 20

Provinsi Papua dan Papua Barat, khususnya pelaksanaan kebijakan layanan dasar publik di bidang

pendidikan, kesehatan, dan transportasi; (3) Koordinasi Program Pengembangan Ekonomi Lokal

Masyarakat Asli Papua; dan (4) Koordinasi Rencana Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus di

Provinsi Papua (Merauke) dan Papua Barat (Sorong).

3.1. Koordinasi dalam Rangka Sosialisasi Arah Kebijakan Pembangunan Wilayah Papua

dalam RPJMN 2015-2019

3.1.1. Arah Kebijakan Pembangunan Wilayah Papua 2015-2019

Tema pembangunan Wilayah Papua dirumuskan sebagai berikut: (1) percepatan

pengembangan industri berbasis komoditas lokal di sektor pertanian, perkebunan, peternakan, dan

kehutanan; (2) percepatan pengembangan ekonomi kemaritiman melalui pengembangan industri

perikanan dan pariwisata bahari; (3) percepatan pengembangan pariwisata budaya dan alam

melalui pengembangan potensi sosial budaya dan keanekaragaman hayati; (4) percepatan

pengembangan hilirisasi industri pertambangan, minyak, gas bumi, emas, perak, dan tembaga; (5)

peningkatan kawasan konservasi dan daya dukung lingkungan untuk pembangunan rendah

karbon; (6) penguatan kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah dan masyarakat; serta (7)

pengembangan kawasan ekonomi inklusif dan berkelanjutan berbasis wilayah kampung

masyarakat adat.

Tema tersebut dirumuskan untuk mendorong pencapaian tujuan pembangunan Wilayah

Papua tahun 2015-2019 yaitu mendorong percepatan dan perluasan pembangunan Wilayah Papua

untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui percepatan dan perluasan pembangunan

Wilayah Papua dengan menekankan keunggulan dan potensi daerah yang berbasis kesatuan adat,

melalui: (a) pemenuhan kebutuhan dasar dan ketahanan hidup yang berkelanjutan, serta

pemerataan pelayanan pendidikan, kesehatan, perumahan rakyat yang terjangkau, berkualitas, dan

layak; (b) pengembangan kemandirian ekonomi berkelanjutan; (c) penyediaan infrastruktur yang

berorientasi pelayanan dasar masyarakat maupun peningkatan infrastruktur yang berorientasi

pengembangan investasi dan pengembangan komoditas; serta (d) peningkatan SDM dan IPTEK

secara terus-menerus.

Page 21: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 21

Adapun sasaran pengembangan Wilayah Papua pada tahun 2015-2019 berdasarkan

Lampiran Perpres No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN) 2015-2019 adalah sebagai berikut:

1. Dalam rangka percepatan dan perluasan pengembangan ekonomi Wilayah Papua, akan

dikembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan memanfaatkan potensi dan

keunggulan daerah, termasuk diantaranya adalah pengembangan 2 kawasan ekonomi khusus,

1 kawasan industri, pengembangan 5 kawasan adat dan pusat-pusat pertumbuhan penggerak

ekonomi daerah pinggiran lainnya.

2. Sementara itu, untuk mengurangi kesenjangan antarwilayah di Wilayah Pulau Papua, maka

akan dilakukan pembangunan daerah tertinggal dengan sasaran sebanyak 9 Kabupaten

tertinggal dapat terentaskan dengan sasaran outcome: (a) meningkatkan rata-rata

pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal menjadi 9,5 persen di tahun 2019; (b) menurunnya

persentase penduduk miskin di daerah tertinggal menjadi rata-rata 22,63 persen di tahun

2019; (c) meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di daerah tertinggal sebesar

rata-rata 61,40 pada tahun 2019.

3. Untuk mendorong pertumbuhan pembangunan kawasan perkotaan di Papua, maka akan

dilakukan optimalisasi peran 2 kota otonom berukuran sedang sebagai pusat pertumbuhan

ekonomi, pusat pelayanan primer, dan hub untuk Pulau Papua dan Maluku dalam bentuk Pusat

Kegiatan Nasional (PKN) sekaligus sebagai pendukung pengembangan kawasan perbatasan

negara.

4. Sesuai dengan amanat UU 6/2014 tentang Desa, maka akan dilakukan pembangunan

perdesaan dengan sasaran berkurangnya jumlah desa tertinggal sedikitnya 340 desa atau

meningkatnya jumlah desa mandiri sedikitnya 140 desa.

5. Meningkatkan keterkaitan desa-kota, dengan memperkuat 4 pusat-pusat pertumbuhan sebagai

Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) atau Pusat Kegiatan Lokal (PKL).

6. Dalam rangka mewujudkan kawasan perbatasan sebagai halaman depan negara yang

berdaulat, berdaya saing, dan aman, maka akan dikembangkan 3 Pusat Kegiatan Strategis

Nasional (PKSN) sebagai pusat pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan negara yang dapat

mendorong pengembangan kawasan sekitarnya.

Page 22: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 22

7. Untuk meningkatkan pelaksanaan Otonomi Daerah di Wilayah Papua ditunjukkan dengan: (1)

Meningkatnya proporsi penerimaan pajak dan retribusi daerah sebesar 10 persen untuk

propinsi dan 7 persen untuk kabupaten/kota; (2) Meningkatnya proporsi belanja modal dalam

APBD propinsi sebesar 35 persen dan untuk Kabupaten/Kota sebesar 35 persen pada tahun

2019 serta sumber pembiayaan lainnya dalam APBD; (3) Meningkatnya jumlah daerah yang

mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) sebanyak 2 provinsi dan 20

kabupaten/kota di wilayah Papua; (4) Meningkatnya kualitas dan proporsi tingkat pendidikan

aparatur daerah untuk jenjang S1 sebesar 50 persen dan S2-S3 sebesar 5 persen; (5)

Terlaksananya diklat kepemimpinan daerah serta diklat manajemen pembangunan,

kependudukan, dan keuangan daerah di seluruh wilayah Papua sebesar 30 angkatan; (6)

Terlaksananya evaluasi otsus dan pembenahan terhadap kelembagaan, aparatur, dan

pendanaan pelaksanaan otsus; (7) Terlaksananya sinergi perencanaan dan penganggaran di

wilayah Papua (dengan proyek awal Provinsi Papua); (8) Meningkatnya implementasi

pelaksanaan SPM di daerah, khususnya pada pendidikan, kesehatan dan infrastruktur; (9)

Meningkatnya persentase jumlah PTSP sebesar 40 persen; (10) Terlaksananya koordinasi

pusat dan daerah melalui peningkatan peran gubernur sebagai wakil pemerintah; (11)

terlaksananya sistem monitoring dan evaluasi dana transfer secara on-line di wilayah Papua;

(12) Terlaksananya penguatan kelembagaan Badan Percepatan Pembangunan Kawasan Papua

dan Papua Barat.

8. Sasaran penanggulangan bencana di Wilayah Papua adalah mengurangi Indeks Risiko Bencana

pada 10 kabupaten/kota sasaran (Kota Jayapura, Kota Sorong, Kota Manokwari, Kabupaten

Merauke, Sarmi, Yapen, Nabire, Raja Ampat, Teluk Bintuni dan Biak Numfor) yang memiliki

indeks risiko bencana tinggi, baik yang berfungsi sebagai PKN, PKW, Kawasan Industri maupun

pusat pertumbuhan lainnya.

Sehubungan dengan sasaran tersebut, diharapkan pada akhir tahun 2019, pembangunan Wilayah

Papua semakin meningkat. Hal ini dicerminkan dengan makin meningkatnya kontribusi PDRB

Wilayah Papua terhadap PDB Nasional, yaitu dari sekitar 1,9 persen (2013) menjadi 2,6 persen

(2019). Dengan demikian, kondisi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan

masyarakat di Wilayah Papua. Secara rinci target pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan dan

pengangguran dalam kurun waktu 2015-2019 di Wilayah Papua dapat dilihat pada Tabel 3.1

sampai dengan Tabel 3.3 sebagai berikut.

Page 23: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 23

TABEL 3.1 SASARAN PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH PAPUA PER PROVINSI TAHUN 2015-2019

Wilayah Pertumbuhan Ekonomi (Persen)

2015 2016 2017 2018 2019

Papua Barat 7.9 10.3 14.7 16.4 16.6

Papua 14.1 15.0 16.7 17.6 17.7

Sumber: Lampiran Perpres No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019

TABEL 3.2 SASARAN TINGKAT KEMISKINAN WILAYAH PAPUA PER PROVINSI TAHUN 2015-2019

Wilayah Tingkat Kemiskinan (Persen)

2015 2016 2017 2018 2019

Papua Barat 25.6 23.5 21.4 19.4 17.4

Papua 30.9 28.5 26.1 23.8 21.5

Sumber: Lampiran Perpres No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019

TABEL 3.3 SASARAN TINGKAT PENGANGGURAN WILAYAH PAPUA PER PROVINSI TAHUN 2015-2019

Wilayah Tingkat Pengangguran (Persen)

2015 2016 2017 2018 2019

Papua Barat 5.1 4.8 4.6 4.3 4.1

Papua 3.4 3.2 3.1 3.0 2.8

Sumber: Lampiran Perpres No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019

Kebijakan Pembangunan Wilayah Papua dilakukan melalui percepatan pembangunan yang

disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik wilayah papua. Strategi percepatan pembangunan

Wilayah Papua difokuskan pada: (1) penyediaan layanan dasar publik di bidang pendidikan dan

kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi Wilayah Papua; (2) pembangunan

infrastruktur transportasi terutama untuk membuka keterisolasian di wilayah pegunungan tengah;

(3) pengembangan ekonomi lokal melalui hilirisasi komoditas unggulan berbasis pasar; dan (4)

pemihakan terhadap putra-putri asli Papua. Fokus pembangunan pada bidang kesehatan dan

pendidikan merupakan amanat dari UU No 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua,

dengan ketentuan pemihakan anggaran dari dana otsus untuk bidang tersebut yaitu 30% untuk

Page 24: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 24

bidang pendidikan dan 15% untuk bidang kesehatan. Tujuan utama dari prioritas pembangunan

pada kedua bidang tersebut yaitu untuk membangunan manusia Papua, dalam arti meningkatkan

kapasitas dan kualitasnya untuk dapat mengotimalkan dan mengelola potensi wilayahnya.

Pembangunan Wilayah Papua juga dilakukan berdasarkan pendekatan kewilayahan, sehingga

memiliki arah kebijakan yang berbeda-beda pada kawasan strategis, kawasan perkotaan dan

perdesaan, daerah tertinggal, kawasan perbatasan, serta kawasan rawan bencana.

3.1.2. Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Wilayah Papua dalam Temu Kawasan Adat

Kegiatan Temu Kawasan Adat dilaksanakan di seluruh 5 wilayah adat (di salah satu

kabupaten) Provinsi Papua, yaitu di Wilayah Adat Saireri (Biak), Mamta (Sarmi), Me Pago (Mimika),

La Pago (Wamena), dan Anim Ha (Merauke) selama tanggal 10-25 Maret 2015. Kegiatan tersebut

bertujuan untuk mensinergiskan program/kegiatan pembangunan baik yang tertuang dalam

RPJMN 2015-2019 dengan RPJMD Provinsi Papua 2013-2018 serta RPJMD Kabupaten/Kota di

Provinsi Papua, dan merumuskan langkah-langkah konkrit dalam mendorong percepatan

pembangunan di Provinsi Papua berbasis kawasan adat. Pembangunan berbasis kawasan adat

dilakukan untuk mengurangi ego sektoral daerah dalam satu wilayah, sehingga masing-masing

kabupaten/kota yang memiliki kedekatan adat, budaya, dan kesamaan kondisi geografis dapat

saling bersinergi, terutama yaitu dengan melibatkan masyarakat adat.

Dalam pengembangan kegiatan ekonomi, terdapat beberapa fokus komoditas pada sambutan

Gubernur Provinsi Papua yang menjadi prioritas dalam mengembangkan kegiatan ekonomi

masyarakat, yaitu sebagai berikut.

1. Di Wilayah Adat Mamta fokus pada pengembangan coklat dan kelapa dalam, pengambangan

Danau Sentani dan Kawasan Industri Bongrang, serta pengembangan Pelabuhan Depapre untuk

mendistribusikan hasil-hasil produksi sekaligus mengurangi beban Pelabuhan Jayapura.

2. Di Wilayah Saireri kita aktifkan kembali Bandar Udara Frans Kaisiepo sebagai Bandara

Internasional sekaligus pintu indonesia bagian timur di wilayah pasifik, sehingga dapat

meningkatkan potensi pariswisata di Teluk Cenderawaih. Di samping itu juga pengembangan

sektor perikanan dan kelautan. Dikembangkan juga Kawasan Industri Urfu yang telah dirintis

oleh Kapet Biak, sebagai tempat pabrik dan terminal barang dan jasa di wilayah Teluk

Cenderawasih.

Page 25: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 25

3. Di Wilayah La Pago, kita jadikan gunung susu sebagai sentral kawasan industri. selain itu di

wilayah ini telah dipilih dan ditetapkan buah merah sebagai komoditas unggulan. Tanaman ini

tergolong tumbuhan endemik dan menyatu dengan masyarakat, sehingga tidak terlalu sulit

untuk dioptimalkan pengembangannya.

4. Di Wilayah Me pago fokus pada pengembangan kopi sebagai komoditas unggulan.

5. Di Wilayah Ha-Anim, fokus pada pengembangan komoditas kelapa sawit, industri pangan,

perikanan, dan peternakan.

Khusus pada wilayah adat Saereri, berdasarkan hasil observasi lapangan dapat disampaikan

beberapa hal sebagai berikut.

1. Potensi Wisata Bahari Pulau Padaido belum dikembangkan secara optimal. Belum ada

pengembangan infrastruktur sebagai sarana prasarana pendukung obyek wisata, apalagi

atraksi wisata yang dapat menarik wisatawan.

2. Pabrik pengalengan ikan yang ada di Kabupaten Biak Numfor, tidak beroperasional kembali

karena permasalahan manajemen dan perijinan. Padahal pabrik tersebut memiliki

perkembangan yang cukup baik untuk mendukung perekonomian daerah.

3. Secara umum, akses infrastruktur/konektivitas di wilayah Saireri sudah terhubung dengan

baik, sehingga untuk ke depannya yang perlu diperhatikan adalah peningkatan kegiatan

ekonominya, tidak lagi peningkatan infrastruktur.

4. Terdapat pabrik kopi di Kabupaten Biak Numfor yang telah beroperasi sejak tahun 1973,

namun bahan baku kopi tidak disuplai dari wilayah Papua, melainkan dari Surabaya dan

beberapa wilayah lain di luar Papua. Seharusnya, melihat peluang tersebut, perkebunan-

perkebunan kopi di wilayah setempat dapat menjadi hulu bagi pengembangan komoditas kopi.

Untuk mengembangkan , beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah, yaitu:

1. Pengembangan Paket Wisata di wisata bahari Pulau Padaido, sehingga dapat menciptakan

nilai tambah sebagai sebuah obyek pariwisata.

2. Hilirisasi Industri Perikanan dan Industri Pariwisata di Kawasan Centra industri di

Kabupaten Biak.

Page 26: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 26

3. Kabupaten lain mendukung Hilirisasi dan menciptakan paket wisata berbeda sesuai potensi

daerah, sehingga dapat mengintegrasikan beberapa obyek wisata di wilayah Saireri, untuk

mendukung meningkatkan PAD dari sektor pariwisata.

4. Pengembangan kegiatan perikanan tangkap dengan penyediaan infrastruktur serta

pengembangan manajemen bagi nelayan untuk mendukung pembangunan industri

perikanan yang berorientasi ekspor .

Dalam pengembangan Wilayah Adat Saireri secara komprehensif berdasarkan aspek

kelembagaan, regulasi, dan pendananaan, perlu dilakukan beberapa strategi sebagai berikut:

1. Penguatan kelembagaan adat, yaitu dengan pelibatan lembaga adat pada proses

pembangunan mulai dari perencanaan, implementasi, hingga evaluasi.

2. Pemetaan, sertifikasi, dan pengaturan (regulasi) terkait pemanfaatan Tanah Ulayat, karena

permasalahan yang seringkali terjadi dalam pembangunan infrastruktur atau sarana publik

lainnya yaitu terkait penggunaan tanah ulayat. Solusi yang ditawarkan dalam forum yaitu

pemanfaatan tanah ulayat dilakukan dengan skema sewa, sehingga masyarakat juga

mendapatkan manfaat secara langsung.

3. Penerapan pelayanan terpadu satu pintu dan penggunaan Sistem Pelayanan Informasi dan

Perijinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) dan pemberian insentif fiskal untuk

meningkatkan iklim investasi di wilayah Saireri.

3.2. Koordinasi Program Pembangunan Dalam Rangka Otonomi Khusus Di Provinsi Papua

dan Papua Barat

3.2.1. Pelaksanaan Program Pendidikan dan Kesehatan

1) Kebijakan Otonomi Khusus pada Bidang Pendidikan dan Kesehatan

Page 27: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 27

Gb 1. Peserta Workshop Evaluasi Otsus

Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat pada dasarnya adalah pemberian

kewenangan yang lebih luas bagi pemerintah

daerah dan masyarakat Papua untuk

mengatur dan mengurus diri sendiri di dalam

kerangka Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Kewenangan yang lebih luas

berarti pula tanggung jawab yang lebih besar

untuk menyelenggarakan pemerintahan dan

mengatur pemanfaatan kekayaan alam di

wilayah Papua untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Papua sebagai bagian dari

rakyat Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan ini berarti pula

kewenangan untuk memberdayakan potensi sosial-budaya dan perekonomian masyarakat

Papua, termasuk memberikan peran yang memadai bagi orang-orang asli Papua melalui para

wakil adat, kelompok agama, dan kelompok perempuan.

Kebijakan otonomi khusus ini merupakan langkah strategis mengingat sumber daya

manusia dan ekonomi masyarakat asli Papua memerlukan akselerasi penanganan yang serius,

sistematik, dan berkelanjutan. Adapun fokus pembangunan dalam rangka otonomi khusus yaitu

pada bidang: (1) Pendidikan dan kesehatan yang secara spesifik dijelaskan pada pasal 34 ayat 3

butir (e); (2) Infrastruktur Transportasi yang secara spesifik dijelaskan dalam pasal 34 ayat 3

dan butir (f) pada bagian penjelasan; serta (3) pemberdayaan ekonomi masyarakat yang secara

spesifik dijelaskan pada pasal 38 dan 42. Esensi otonomi khusus di wilayah papua adalah

pemihakan kepada masyarakat papua yang dilakukan melalui koordinasi antara

Kementerian/Lembaga, SKPD Provinsi Papua dan Papua Barat, dan SDPD kabupaten/kota di

wilayah Papua untuk menyelenggarakan program/kegiatan yang bertujuan untuk

meningkatkan kualitas SDM, membuka keterisolasian, meningkatkan kegiatan perekonomian

demi terciptanya masyarakat Papua yang sejahtera. Pelaksanaan program/kegiatan tersebut

tentunya perlu untuk mempertimbangkan kebutuhan masyarakat Papua dengan menggunakan

metodologi tertentu/khusus yang sesuai dengan karakteristik wilayah Papua.

Namun, hingga pelaksanaannya yang telah berjalan selama 15 tahun (sejak 2001), strategi

dan metodologi pembangunan di wilayah Papua masih dilakukan secara as usual, sehingga

Page 28: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 28

Gb 2. Narasumber Workshop Evaluasi Otsus dari Kemendagri dan Bappeda Provinsi

belum dapat memberikan dampak yang signifikan, yaitu masih terjadinya permasalahan 5 K

(keterisolasian, kemiskinan, kualitas pendidikan rendah, kesehatan rendah, konflik), terutama

di wilayah pegunungan tengah. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa data-data indikator

pembangunan seperti IPM, AMH, dan AHH, dimana sebagian besar angka terendah berada di

wilayah pegunungan tengah dan wilayah-wilayah terisolir. Untuk itu, beberapa hal urgen yang

perlu dibenahi yaitu memperbaiki strategi dan manajemen pada sistem pelayanan pendidikan

dan kesehatan yang mampu melayani anak-anak usia sekolah di kampung terisolir.

Dalam pelaksanaan Otsus yang akan berakhir pada 6 tahun ke depan, masih terdapat

stigma umum bahkan masyarakat Papua sendiri bahwa otsus tidak memberikan dampak positif

bagi masyarakat Papua dan hanya dinikmati oleh kalangan elit Papua. Namun, berdasarkan

data series penurunan persentase angka kemiskinan dari tahun 1999-2014, terjadi penurunan

angka kemiskinan yang cukup signifikan, yaitu dari angka 54,75% menjadi 27,8%. Di samping

itu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua tahun 1999-2013 menunjukkan

peningkatan yang cukup baik, mulai dari 58,8 menjadi 66,3. Tentu saja data tersebut dapat

merepresentasikan dampak otsus terhadap peningkatan kualitas pembangunan di Papua, yang

selalu mengalami perbaikan setiap tahun, walaupun jika dibandingkan dengan provinsi lain

masih cukup jauh. Untuk mengukur capaian pembangunan di Papua memang tidak bisa

menggunakan indikator-indikator nasional dengan pembanding provinsi-provinsi yang sudah

maju, karena pada dasarnya pembangunan di Papua baru dimulai pada tahun 1980-an.

Sehingga dibutuhkan indikator capaian tersendiri untuk menilai perkembangan pembangunan

di Papua, karena apabila tetap menggunakan indikator nasional maka selamanya akan tetap

tertinggal.

Keberpihakan, Pemberdayaan dan

penghormatan Orang Asli Papua.

Implementasi seluruh sektor pembangunan

yang menjadi urusan Otsus secepatnya

dituangkan dalam Perdasi dan Perdasus yang

memerlukan adanya peningkatan sistem

pengawasan dan akuntabilitas

pelaksanaannya. Semua urusan wajib dan

Page 29: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 29

pilihan yang menjadi urusan Otsus memerlukan adanya paradigma baru melalui penyempurnaan

regulasi sektoral. Pengelolaan langsung dana Otsus di Provinsi Papua Barat mulai Tahun 2009 (UU

nomor 35 Tahun 2008). Pagu dana otsus tahun 2009-2015 yaitu sebesar Rp. 11,30 trilyun, dengan

realisasi sebesar Rp. 5,17 trilyun. Mulai tahun 2009-2012, persentase belanja tidak langsung lebih

besar (di atas 50%) daripada belanja langsung, namun tahun 2013-2015 persentase belanja

langsung lebih besar (di atas 80%) daripada belanja tidak langsung. Belanja langsung membiayai

418 program dan 1498 kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi papua barat,

sedangkan belanja tidak langsung merupakan transfer dari provinsi ke kabupaten/ kota dengan

proporsi skenario pembagian yang telah ditetapkan.

Capaian pembangunan di Provinsi Papua Barat menunjukkan perkembangan yang cukup

signifikan, namun masih cukup rendah apabila dibandingkan dengan provinsi lain di luar wilayah

Papua. Peningkatan IPM Provinsi Papua Barat yang signifikan menempatkan Provinsi Papua Barat

pada urutan ke 29 dari 33 Provinsi. Untuk meningkatkan IPM diperlukan upaya peningkatan daya

beli dan menekan angka inflasi yang tinggi. Struktur ekonomi Provinsi Papua Barat dengan migas

didominasi oleh sektor industri pengolahan (54,28%) terutama berasal dari produksi LNG

Tangguh, yang hingga saat ini belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan pemerintah

daerah. Terkait dengan sektor perekonomian, kontribusi sektor pertanian (13,76%). Pendapatan

per kapita dgn Migas tahun 2013 sebesar Rp. 68,59 juta/tahun. Laju pertumbuhan ekonomi Papua

Barat dengan migas menunjukkan tren perlambatan dari 27,42% tahun 2010 menjadi 27,01%

pada tahun 2011, kemudian mengalami perlambatan pada tahun 2012 yakni sebesar 15,9%,

pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini berasal dari adanya produksi LNG Tangguh, peningkatan ini

tidak berkorelasi positif terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Pada tahun 2013 LPE

mengalami penurunan menjadi 9,30%, dan menjadi 5,38% pada tahun 2014. Jumlah penduduk

tahun 2014 sebesar 849.800 jiwa. Terjadi penurunan persentase penduduk miskin di Provinsi

Papua Barat dari 35,12 % pada tahun 2008, menjadi 27,14% pada tahun 2013, namun demikian

Papua Barat masih menempati urutan ke 2 propinsi termiskin. Persebaran penduduk miskin

terbanyak di perdesaan 36,89% yang notabene merupakan penduduk asli papua sedangkan di

perkotaan 4,89%. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Papua Barat mengalami

penurunan dari 8,28% pada tahun 2011 menjadi 4,62% pada tahun 2013, penurunan TPT ini

bukan disebabkan oleh bertambahnya lapangan kerja disektor formal tetapi disebabkan oleh

Page 30: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 30

Gb 3. Sesi Diskusi pada Workshop Evaluasi Otsus

semakin banyaknya penduduk yang bekerja pada sektor informal. TPT sebesar 4,62% ini

didominasi oleh pengangguran terdidik dan pengangguran usia muda.

Wilayah Papua merpakan wilayah yang kaya akan sumber daya alam, namun sumber

kekayaan alam di Papua tidak merata, “hanya” terdapat di beberapa wilayah tertentu. Untuk itu,

perlu mempertimbangkan untuk menghentikan provokasi “buaian angin surga” yang memanjakan

masyarakat, misalnya jargon-jargon yang menyebutkan bahwa “Papua adalah tanah yang kaya

raya” dan sebagainya. Hal terpenting yang perlu dilakukan adalah semua stakeholders terus

berkampanye mengajak masyarakat untuk bekerja keras jika ingin maju dan kaya. Untuk

mendukung hal tersebut, dibutuhkan SDM Papua yang handal untuk mengelola dan memajukan

Papua. Dalam hal ini, pendidikan dan kesehatan memainkan peran penting untuk mewujudkan

SDM papua yang berdaya saing, yang mampu mengoptimalkan potensi SDA wilayah Papua. Salah

satu pendekatan yang cukup relevan untuk

digunakan adalah Human Security Approach, yaitu

sebuah pendekatan yang mengutamakan

pemenuhan kebutuhan dasar manusia sebagai

alternatif utama dalam menyelesaikan masalah di

Papua dan Papua Barat. Penggunaan pendekatan

tersebut dilatar belakangi oleh munculnya berbagai

persoalan (politik dan keamanan, HAM, pelayanan

publik, sosial budaya, infrastruktur, dan birokrasi

pemerintahan) yang lebih banyak bersumber dari

diabaikannya kebutuhan dasar warga Papua.

Kementerian Dalam Negeri telah melakukan evaluasi pelaksanaan Otsus sebanyak 3 kali,

yaitu: (1) Evaluasi Efektifitas implementasi kebijakan otsus dlm meningkatkan kualitas kehidupan

Orang Asli Papua, meliputi kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan pengembangan masyarakat

sipil yang dilakukan pada Tahun 2008; (2) Evaluasi otsus Papua dan Papua Barat tahun 2012

(refleksi 11 tahun pelaksanaan Undang-undang Nomor 21 tahun 2001) yang dilaksanakan pada

tahun 2012; dan (3) Evaluasi kinerja otonomi khusus Papua dan Papua Barat tahun 2013 (sebuah

hasil evaluasi sistemik, terpadu-komprehensif, dan partisipatif atas kinerja otonomi khusus di

Provinsi Papua dan Papua Barat) yang dilaksanakan pada tahun 2013.

Page 31: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 31

Hasil evaluasi otsus di Provinsi Papua dan Papua Barat pada tahun 2013 pada sektor

pendidikan yaitu belum merata dan masih terbatasnya tenaga medis dan Fasilitas pelayanan

kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas dan Pustu (Puskesmas Pembantu). Pelayanan di sektor

ini menunjukkan tren peningkatan perbaikan dari tahun ke tahun. Analisis dampak kebijakan pada

sektor ini, yang diukur dari kualitas kesehatan penduduk juga masih rendah. Sedangkan pada

sektor pendidikan dan kebudayaan yaitu ketersediaan fasilitas pendidikan dan tenaga pendidikan

menunjukkan belum optimal. Ada tren peningkatan Angka Partisipasi Murni Sekolah (APMS) dan

bertambahnya jumlah fasilitas dan tenaga pendidikan di Prov Papua. Demikian juga halnya di

Provinsi Papua Barat, APMS menunjukkan tren meningkat, namun ada tren sedikit menurun dari

aspek jumlah fasilitas dan tenaga pendidikan. Analisis dampak kebijakan pada sektor ini yang

diukur dari kualitas pendidikan penduduk Papua dan Papua Barat makin meningkat, tapi belum

memuaskan. Tren capaian di sektor pendidikan terus meningkat karena mendapatkan dukungan

alokasi anggaran paling besar di antara sektor prioritas otsus lainnya.

Berdasarkan hasil evaluasi penyelenggaraan program pendidikan dan kesehatan dalam

rangka otonomi khusus, dapat dirumuskan kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut.

a. Kesimpulan

1. Pelaksanaan otonomi khusus di Provinsi Papua dan Papua Barat telah memberikan dampak

yang cukup signifikan dilihat dari beberapa indikator pembangunan (data series) yang telah

dibandingkan antara sebelum pelaksanaan otsus dengan setelah pelaksanaan. Terjadi

penurunan angka kemiskinan, peningkatan IPM, dan penurunan Tingkat Pengangguran

Terbuka, walaupun capaian tersebut masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan

provinsi-provinsi lain di luar wilayah Papua. Untuk menilai atau mengevaluasi capaian

pembangunan di wilayah Papua memang tidak serta merta dapat dilakukan menggunakan

indikator dan diperbandingkan dengan wilayah lain dalam lingkup nasional, karena wilayah

Papua memiliki karakteristik budaya, historis, dan geografis yang sangat berbeda dengan

wilayah lain. Untuk itu, diperlukan strategi dan metodologi khusus dalam melakukan

evaluasi capaian kinerja otonomi khusus di wilayah Papua.

2. Pemerintah Daerah telah melakukan strategi pelayanan di bidang pendidikan dan

kesehatan yang telah disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat, misalnya

program tuntas wajib belajar pendidikan dasar di wilayah pinggiran dan terpencil melalui

pengembangan SD Kecil/Guru Kunjung, SD Terintegrasi, Sekolah Kampung dengan

Page 32: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 32

penggunaan bahasa Ibu sebagai pengantar. Sedangkan di bidang kesehatan telah dilakukan

program pelayanan yang menjangkau kampung terisolir, yaitu program 1000 hari

kehidupan dan program kaki telanjang. Namun, program yang dilakukan oleh pemerintah

daerah (SKPD) seringkali kurang mendapatkan dukungan dari kementerian/lembaga.

Kementerian/lembaga cenderung membuat program baru dengan menggunakan perspektif

pemerintah pusat, sehingga belum dapat menjawab persoalan mendasar di Papua, misalnya

terkait penetapan kualifikasi tenaga pendidik dan tenaga medis yang dinilai memberatkan.

Di samping itu, program Nusantara Sehat yang saat ini sedang digaungkan dinilai belum

mampu menjangkau wilayah terisolir, dan hanya dilakukan di lokus-lokus yang mudah

3. Pelayanan dasar bidang pendidikan dan kesehatan menjadi faktor penting untuk

menyiapkan SDM yang mampu mengelola sumber daya alam wilayah Papua untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua. Penyiapan SDM menjadi investasi jangka

panjang yang harus dilakukan melalui program-program afirmatif dengan sinkronisasi dan

koordinasi yang baik antara pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Beberapa

program telah dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah, namun masih

berjalan secara parsial, sehingga perlu dicermati kembali atau bahkan menghapus program-

program yang dinilai kurang relevan.

b. Rekomendasi

1. Evaluasi capaian pembangunan di Wilayah Papua dalam rangka otonomi khusus sebaiknya

dilakukan dengan perbandingan periode (sebelum dan setelah otsus) atau dengan dengan

mengedepankan aspek dan nilai kekhususan sehingga dapat diidentifikasi permasalahan

secara spesifik dan dapat dirumuskan rekomendasi yang konkrit dan strategis.

2. Program-program afirmasi yang bersifat lintas sektor perlu untuk dikoordinasikan antara

K/L terkait dengan pemerintah daerah terkait kesiapan dan keberlanjutan program,

misalnya program afirmasi pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

3. Pendampingan menjadi kebutuhan yang paling mendasar untuk mendukung keberhasilan

program, baik itu pendampingan yang dilakukan oleh kementerian/lembaga terhadap

Pemerintah Daerah dan SKPD maupun pendampingan yang dilakukan oleh pemerintah

daerah terhadap masyarakat (kader pendamping lokal).

Page 33: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 33

4. Tata kelola yang perlu diperbaiki adalah sinkronisasi metodologi pelayanan pendidikan dan

kesehatan antara SKPD (konsep) dengan K/L (dukungan pendanaan). Perlu duduk bersama

untuk merumuskan 6 tahun ke-depan (masa berakhirnya otsus) terutama penyamaan

persepsi memahami masalah dan solusi yang terintegrasi. Hal-hal yang telah dirumuskan

oleh pemerintah daerah Papua memang sudah kebutuhan masyarakat sesuai kondisi sosial

budaya dan geografinya, K/L perlu untuk menindaklanjuti melalui dukungan anggaran.

5. Perlu ada forum (desk) khusus untuk merumuskan indikator yang spesifik dalam

pelaksanaan pelayanan pendidikan dan kesehatan di Wilayah Papua. Besarnya dana otsus

jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang dilayani, belum mampu mengcover

kondisi geografis dan penduduk yang tersebar di wilayah-wilayah terisolir.

6. Perlu harmonisasi kelembagaan otsus, terutama untuk mendukung disahkannya perdasi

dan perdasus oleh Pemerintah Daerah, sebagai acuan operasional pelaksanaan Otsus yang

tinggal 6 tahun ke depan, perlu terobosan dan komunikasi politik yang baik.

3.2.2. Upaya Mensistemkan Layanan Pendidikan dan Kesehatan yang Kontekstual Papua

1) Isu Pendidikan Di Papua

Salah satu unsur penting yang mempengaruhi Indeks Pembangunan Papua (IPM) yaitu

pelayanan di bidang pendidikan. Kondisi pendidikan di Papua memiliki karakteristik yang berbeda

dengan wilayah lainnya, sehingga intervensi kebijakan pun tidak bisa digeneralisir menggunakan

skema dan strategi kebijakan secara nasional. Berdasarkan hasil analisis kondisi pelayanan bidang

pendidikan di Wilayah Papua, dapat diidentifikasi beberapa isu strategis sebagai berikut: (1)

Kegiatan belajar mengajar di sekolah dasar inpres/negeri lebih sering kosong/ terhenti ketika guru

tidak betah tinggal di kampung-kampung terisolir; (2) Lemahnya manajemen guru di wilayah

pegunungan tengah dan wilayah terpencil lainnya yang mengakibatkan kurangnya ketersediaan

guru; (3) Tuntutan pemenuhan hidup guru dan longgarnya regulasi mengakibatkan banyak guru

pindah ke profesi struktural; (4) Minimnya pengetahuan orang tua terhadap pentingnya

pendidikan bagi anak; (5) Anak-anak tidak percaya diri, malas belajar, malas sekolah; (6)

Manajemen pelayanan, regulasi Pemda yang lemah menjaga sistem (kabupaten berjalan masing-

masing tanpa kendali standar).

Page 34: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 34

Berdasarkan Perdasus Provinsi Papua No. 3 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Pendidikan

Bagi Komunitas Adat Terpecil dan Perda Provinsi Papua No. 2 Tahun 2013 Tentang

Penyelenggaraan Pendidikan, pemerintah daerah menyelenggarakan program/kegiatan di bidang

pendidikan dengan strategi yang sesuai dengan karakteristik Wilayah Papua. Di samping itu,

terdapat beberapa LSM dan lembaga keagamaan yang berperan besar dalam penyelenggaraan

layanan bidang pendidikan di Papua. Berikut beberapa potret penyelenggaraan pelayanan publik

bidang pendidikan saat ini di Papua, yaitu: (1) Penyelenggaraan sekolah kecil dan sekolah besar

berasrama terpadu terbatas, pendidikan kontekstual Papua sukses dikembangkan oleh beberapa

Yayasan/NGO di wilayah terpencil namun terbatas cakupan wilayahnya, karena terbatas anggaran;

(2) Sekolah berasrama belum mampu secara efektif menarik minat anak-anak untu sekolah keluar

dari kampungnya; (3) Penyelenggaraan sekolah kampung/kampung cerdas sebagai jembatan

memasuki sekolah; (4) Penyelengaraan sekolah paralel oleh Yasumat di Kab Yahokimo, justru

mampu mengisi kelangkaan, namun kemampuan terbatas; dan (5) Penyelenggaraan sekolah

dengan metode BPKP oleh YKW.

Berdasarkan hasil analisis situasi pendidikan di Wilayah Papua, tenaga kependidikan di

daerah pegunungan mempunyai angka guru mangkir hampir 50% (ACDP, Teacher Absenteeism,

2012:10), sedangkan di dapatkan data bahwa di daerah pegunungan Papua, 7 dari 10 kepala

sekolah tidak hadir di sekolah (UNICEF/SMERU, Teacher Absenteeism, 2012:14). Badan Pengelola

di Kawasan Teluk Bintuni telah melakukan studi yang menunjukkan bahwa 46 % responden dari

studi tidak dapat membaca daftar kata sederhana dalam Bahasa Indonesia; tak seorang pun

memenuhi standar UNESCO untuk keaksaraan fungsional (YABN/SIL International, 2012). Siswa

masuk Sekolah Dasar tanpa melalui PAUD dan TK, sehingga kesulitan mengejar ketertinggalan.

Perbandingan fasilitas pendidikan dan kesehatan dengan jumlah penduduk secara statistik

sebenarnya menunjukkan ketercukupan dengan jumlah penduduk, permasalahannya ada pada

utilisasi dan konsistensi menjalankan kebijakan dan mengoptimalkan utilisasi fasilitas pendidikan

dan kesehatan yang ada. Best practice layanan dasa yang dilakukan misi dan yayasan/NGO sangat

banyak, tetapi tidak bisa diadopsi dan diakomodasi dalam kebijakan dan sistem administrasi yang

ada. Terkait dengan kondisi geografi, bentangan topografi dari belantara rawa-rawa luas yang

dihuni oleh suku-suku pengumpul pemburu hingga ke kampung-kampung di pegunungan ratusan

kilometer dari pos pemerintah terdekat.

Page 35: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 35

2) Isu Kesehatan Di Papua

Pelayanan publik di bidang kesehatan menjadi salah satu langkah penting dalam

mendukung peningkatan kualitas Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Penyediaan layanan publik

bidang kesehatan di Wilayah Papua tidak dapat disamakan dengan wilayah pulau lain di Indonesia.

Berikut isu strategis pada pelayanan di bidang kesehatan yang telah diidentifikasi untuk menjadi

prioritas perhatian dalam merumuskan strategi program/kegiatan, yaitu sebagai berikut: (1)

Pelayanan kesehatan sebagai hal yang langka bagi masyarakat yang tinggal di kampung-kampung

terisolir; (2) Minim sarana dan prasarana kesehatan; Tingginya kematian ibu melahirkan; Terbiasa

dengan penyakit HIV, kolera, dan busung lapar; (3) Provinsi Papua mengalami kondisi yang lebih

parah dengan lebih luas wilayah yang tidak tersentuh pelayanan kesehatan dibandingkan dengan

Provinsi Papua Barat; (4) Kebijakan otonomi di kabupaten, menyebabkan provinsi tidak punya

kewenangan mengendalikan mutu pelayanan, akibatnya kabupaten jalan dengan arah sendiri,

kreatifitas Kab Mimika yang Pemdanya me-rolling nakes kampung dan kota; (5) Belum adanya trust

antara pemerintah pusat (K/L) dengan Pemerintah Daerah saat ini.

Berdasarkan hasil analisis situasi pada pelayanan bidang kesehatan di Wilayah Papua,

terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi, dijabarkan sebagai berikut: (1) Nilai Budaya, yaitu

pemahaman adat terhadap kesehatan yang masih belum sesuai dengan logika pengobatan modern,

dan pengetahuan lokal yang masih dipercaya dalam penanganan kesehatan; (2) Sistem, yaitu

belum adanya keterpaduan kebijakan dan operasional pelayanan antara pemerintah pusat dan

daerah dalam pembangunan sistem pelayanan kesehatan, kualitas lembaga pelayanan kesehatan

yang belum sesuai dengan masalah dan tuntutan kesehatan di wilayah terisolir, walaupun ada

masih terbatas pada wilayah tertentu, Pegunungan tengah menjadi wilayah yang kabupaten-

kabupatennya sulit kondisi geografisnya untuk dilayani kesehatan dengan cara standar pelayanan

kesehatan.; (3) Kondisi Geografis, yaitu Wilayah Pegunungan Tengah yang berada ditengah-

tengah/jantung provinsi Papua, mengalami kesulitan akses, sarana dan prasarana pelayanan

kesehatan, sehingga lambat dalam mengantisipasi dampak-dampak kesehatan dan penyakit; (4)

Ketersediaan SDM Tenaga kesehatan, yaitu tenaga kesehatan lokal masih minim, secara

keseluruhan wilayah tenaga kesehatan lebih terpusat di kota provinsi dan kota kabupaten, masih

minim tenaga kesehatan spesialis, potensi putera daerah, serta ketersedaian dokter yang sangat

minim; (5) Sinkronisiasi Kebijakan, yaitu adanya ketidaksinkronan antara kebijakan pemerintah

pusat dan pemerintah daerah dalam pelayanan kesehatan (Kartu Indonesia Sehat – Kartu Papua

Page 36: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 36

Sehat), belum ada affirmative policy untuk penguatan kelembagaan kesehatan di Papua dan Papua

Barat (Pelayanan Kesehatan Kaki Telanjang masih terbatas), keterbatasan provinsi dalam

pengendalian mutu pelayanan kesehatan di tingkat kabupaten, serta lemahnya peran kabupaten

dalam manajemen pelayanan kesehatan di wilayah terisolir; (6) Aksestabilitas, yaitu pelayanan

kesehatan yang masih jauh terutama daerah pegunungan tengah (lebih fokus ke pesisir atau

perkotaan), Puskesmas sebagian besar kosong, tidak ada dokter, bidan dan tenaga kesehatan

maupun perlengkapan alat kesehatan dan perbekalan obat, serta Rendahnya mobilisasi dokter dan

para medik di wilayah pegunungan tengah dan wilayah terisolir lainnya; (7) SDM Masyarakat,

yaitu tingginya kematian ibu melahirkan, terbiasa dengan penyakit malaria, HIV/Aids, kolera, dan

busung lapar, serta rendahnya kesadaran masyarakat akan hidup sehat, dan rendahnya

pengetahuan masyarakat akan bahaya HIV dan penularannya.

3) Rancangan Indikator Kemajuan SDM Di Wilayah Papua

Substansi utama dari pembangunan sebuah wilayah, di samping adanya peningkatan

infrastruktur dan sarana prasarana fisik, terdapat hal yang juga menjadi prioritas yaitu

peningkatan kualitas sumber daya manusia di wilayah tersebut. Layanan bidang pendidikan dan

kesehatan dapat menjadi strategi utama dalam mendorong peningkatan kualitas SDM. Namun,

untuk mengukur kualitas layanan pendidikan dan kesehatan itu sendiri, diperlukan indikator

kemajuan/keberhasilan sebagai instrumen untuk melakukan evaluasi. Berikut rancangan indikator

kemajuan SDM di wilayah Papua pada bidang pendidikan dan kesehatan.

A. Bidang Pendidikan:

1) Bisa baca dan tulis, hitung (sebagai SPM di kampung terisolir di pegunungan tengah dan

wilayah terosolir lainnya)

2) Transformasi pola pikir masyarakat dalam memandang sekolah: merubah pola pikir malas

belajar, malas sekolah, sekolah tidak penting

3) Daya saing SDM di tingkat daerah, nasional dan internasional (menduduki posisi strategis

kantor pemerintah/swasta/yayasan; bisnis; usaha UMKM)

B. Bidang Kesehatan:

Page 37: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 37

1) Kelancaran pelayanan kesehatan di kampung-kampung terisolir di pegunungan tengah,

2) Ketersediaan obat dan alkes sesuai waktu dan jenis penyakit

3) Kesiapan tenaga kesehatan sesuai kebutuhan

4) Perilaku hidup sehat dan lingkungan yg sehat

5) Jaminan Kesehatan Nasional yang sesuai untuk Papua, yaitu dengan mensinkronkan

program Jaminan Kesehatan Nasional dengan program Jaminan Kesehatan Papua

6) Transformasi pola pikir masyarakat dalam memandang hidup sehat

4) Rekomendasi Kebijakan untuk Layanan Pendidikan dan Kesehatan

Regulasi Kebijakan untuk mengatur sistem pelayanan yang terintegrasi antara program

K/L, Provinsi, dan Kabupaten dengan aksi yang dikawal manajemen yang kuat dalam

penyelenggaraan pendidikan, kesehatan yang kontekstual Papua:

A. Pendidikan: Sistem pendidikan yang kontekstual di wilayah Pegunungan Tengah dan daerah

terisolir lainnya

1) Perlu Kebijakan pemerintah setingkat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

(PERPU), untuk menyelenggarakan pendidikan dengan pendekatan kontekstual Papua

secara masif diseluruh wilayah Papua khususnya di wilayah terisolir ke tingkat nasional,

dan dilaksanakan koordinasinya oleh Pemerintah Provinsi.

2) PERPU perlu mengatur penerapan secara khusus dari UU Nasional (UU 20 tahun 20013

dan UU 14 tahun 2005) di wilayah terpencil dan terisolir, khususnya kawasan pegunungan

tengah dengan memberi kelonggaran waktu yang mencukupi untuk tercapainya kondisi

yang memungkinkan penerapan standar nasional.

3) Pengembangan dan memasifkan pengembangan PAUD dan TK dipadukan dengan gerakan

transformasi kampung cerdas melalui “sekolah kampung” di kabupaten-kabupaten

Pegunungan Tengah sebagai penyiapan anak sebelum masuk SD.

4) Penyediaan dan peningkatan kapasitas guru PAUD dan TK agar mampu mengajar dengan

pendidikan Kontekstual Papua.

Page 38: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 38

5) Penyempurnaan implementasi di seluruh wilayah (i) sekolah kecil (SD kelas 1-3) dipadukan

dengan gerakan transformasi kampung cerdas di setiap kampung dengan perhatian

terutama di kabupaten-kabupaten Pegunungan Tengah, (ii) sekolah besar terpadu (SD kelas

4-6, SMP, SMA) berasrama di kota distrik

6) Kebijakan 5 SD Kecil untuk setiap 1 SD-SMP Berasrama di setiap kota distrik; 2 kelas Untuk

setiap angkatan siswa baru; Setiap Kelas untuk 30-35 Siswa, setiap asrama ada

penanggungjawab/pengelola asrama.

7) Penerapan BPKP (Buku Paket Kontektual Papua) di sekolah kampung di seluruh Papua

khususnya kawasan yang terisolir dan terpencil

8) Reformasi/penyempurnaan Kolese Pendidikan Guru (KPG)

9) Memastikan kegiatan belajar mengajar berlangsung tiap hari, ditambah dengan

pengendalian kinerja guru di kampung-kampung terisolir dengan reward and punishment.

10) Kebijakan rolling guru dan kepala sekolah di pedalaman dan perkotaan setiap semester

11) Pemberian beasiswa pendidikan guru dengan ikatan dinas untuk bertugas di daerah

pedalaman yang te(tidak ada fasilitas komunikasi, listrik, transportasi, air bersih dan lain

lain)risolir dan terpencil

12) Pemberian sertifikasi uji kompetensi bagi guru yang bertugas selama 3 (tiga) tahun di

daerah pedalaman yang terisolir dan terpencil.

13) Penerapan kebijakan mahasiswa ilmu pendidikan dan keguruan untuk praktek kerja

lapangan di daerah pedalaman terisolir dan memberikan beasiswa mengirimkan guru yang

bertugas di daerah pedalaman terisolir untuk melanjutkan pendidikan/upgrading/refresing

pendidikan di perguruan tinggi di pulau Jawa

14) Pendampingan manajemen pendidikan kepada Dinas Kabupaten dan Dinas Provinsi

(perumusan kebijakan, perencanaan, penganggaran, dan pengendalian pelaksanaan)

15) Program/kegiatan reguler Kemendikbud secara khusus diorientasikan untuk mendukung

secara sinergi pengembangan pelayanan pendidikan yang kontekstual Papua

Page 39: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 39

B. Kesehatan: Sistem pelayanan kesehatan yang mampu melayani di kampung-kampun terisolir di

Pegunungan Tengah dan daerah terisolir lainnya

1) Perlu Kebijakan pemerintah setingkat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

(PERPU), untuk mengatur menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara masif diseluruh

wilayah Papua secara nasional, dan koordinasinya dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi.

2) Regulasi tersebut memasifkan pelayanan kesehatan secara sistematik dan terpadu mulai

dari inti kota, pinggiran kota, dan wilayah pedalaman terisolir, dengan fokus aksi :

3) Pengadaan Rumah Sakit tipe A di masing-masing Provinsi Papua dan Papua Barat, serta

Pengembangan Rumah Sakit Rujukan Regional

4) Pengadaan rumah sakit setiap ibukota kabupaten (Setidaknya Rumah sakit tipe D/Pratama.

5) Pelayanan Kesehatan sesuai dengan Kondisi Geografi Papua melalui sinergitas/kolaborasi

“Program Nusantara Sehat” dan “Pelayanan Kesehatan Kaki Telanjang” di wilayah terisolir

Pegunungan Tengah

6) Dukungan pusat secara konkrit dalam penyelenggaraan sistem Yankes Kijang dan

pelayanan kesehatan secara menyeluruh,

7) Rujukan dan evakuasi Pasien menggunakan pesawat kecil dengan bekerjasama dengan

Maskapai Penerbangan Keagamaan (AMA, MAF, Yajasi, Advent, dan lain lain), untuk pasien

yang ada di kampung-kampung yang terisolir dan terpencil.

8) Diperlukan langkah-langkah dalam mengintegrasikan Kartu Papua Sehat dengan Kartu

Jaminan Kesehatan Nasional/Kartu Indonesia Sehat (KIS & KPS).

9) Pendampingan Dinas Kesehatan Prov & Kab dalam perumusan kebijakan dan program

pembangunan kesehatan

10) Peningkatan kualitas pemukiman, air layak minum di kampung yang berstandar kesehatan

11) Rotasi tenaga kesehatan daerah pedalaman dan perkotaan dengan Insentif khusus bagi

bagi tenaga kesehatan di wilayah terisolir

12) Eradikasi malaria dan HIV/AIDs secara terpadu dan intensif

13) Sistem informasi dan sosialisasi kesehatan masyarakat secara terus-menerus

Page 40: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 40

14) Penyiapan 500 tenaga kesehatan (medis) guna mendukung Program Pelayanan Kesehatan

Terbang, pelayanan kesehatan Terapung dan pelayanan kesehatan Kaki Telanjang.

15) Utilisasi/Fungsionalisasi Puskesmas sesuai standar Nasional

16) Peningkatan Pendidikan Khusus Tenaga Kesehatan Puskesmas melalui Layanan Pendidikan

Dosen Terbang ke Puskesmas

17) Pembangunan Pabrik dan Pusat Penelitian Obat Tradisional Papua.

18) Pendampingan/penguatan kapasitas manajemen pelayanan kesehatan bagi Aparatur Dinas

Kabupaten dan Dinas Provinsi

19) Pemberian beasiswa pendidikan dokter,bidan dan tenaga kesehatan dengan ikatan dinas

untuk bertugas di daerah pedalaman

20) Mempermudah dan memprioritaskan Pemberian sertifikasi uji kompetensi dan STR (surat

tanda registrasi) bagi dokter, bidan dan tenaga kesehatan yang bertugas selama 3 (tiga)

tahun di daerah pedalaman yang terisolir dan terpencil.

3.2.3. Koordinasi Pemanfaatan Alokasi Dana Tambahan Infrastruktur dalam Rangka Otonomi

Khusus

Pelaksanaan Otonomi Khusus sejak tahun 2002 masih belum mampu memecahkan

berbagai persoalan mendasar di Wilayah Papua dalam berbagai bidang, terutama dalam mengatasi

keterisolasian. Untuk itu, mulai tahun 2006 dialokasikan Dana Tambahan Otsus Infrastruktur,

dengan tujuan mempercepatan pembangunan infratsruktur. Berdasarkan amanat UU No. 21 Tahun

2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua sebagaimana diubah dengan UU No. 35 tahun

2008, pasal 34 ayat (3), disebutkan bahwa Dana tambahan dalam rangka pelaksanaan Otonomi

Khusus yang besarnya ditetapkan Pemerintah dan DPR berdasarkan usulan Provinsi setiap tahun

anggaran, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pembangunan Infrastruktur. Terkait target

pembangunan infrastruktur dimaksud dijelaskan pada penjelasan pasal 34 ayat (3) butir (f) yaitu

bahwa sekurang-kurangnya dalam 25 tahun seluruh kota di Papua, kabupaten/ kota, distrik atau

pusat penduduk lainnya terhubungkan dengan transportasi darat, laut, dan udara yang

berkualitas, sehingga dapat melakukan aktivitas ekonominya secara baik dan menguntungkan

sebagai bagian dari sistem perekonomian nasional dan global.

Page 41: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 41

Berdasarkan ketentuan UU 21/2001,untuk menjamin dalam 25 tahun seluruh wilayah

Papua dan Papua Barat terhubungkan oleh transportasi, dengan menggunakan kriteria penentuan

sebagai berikut:

a) administrasi wilayah: melingkupi luas wilayah, jumlah penduduk, jumlah kabupaten/kota,

jumlah distrik (kecamatan), jumlah kampung, dan kondisi geografis (terpencil dan isolasi

wilayah);

b) kondisi dan kebutuhan infrastruktur transportasi darat melingkupi jumlah ruas jalan,

panjang jalan, jumlah jembatan, jumlah terminal, pemeliharaan jalan, sarana dan prasarana

kebinamargaan, drainase, serta perencanaan dan pengawasan jalan dan jembatan.

c) kondisi dan kebutuhan infrastruktur transportasi laut/sungai melingkupi jumlah pelabuhan

laut, jumlah dermaga, jumlah pengamanan pantai, jumlah sungai, dan studi transportasi,

kondisi dan kebutuhan infrastruktur transportasi udara melingkupi jumlah Bandar udara

dan jumlah pesawat sekelas twin otter.

Pada pelaksanaan koordinasi rencana alokasi dan pemanfaatan Dana Tambahan

Infrastruktur dalam rangka otonomi khusus, Pemerintah Provinsi Papua mengusulkan supaya Dana

Tambahan Otsus Infrastruktur dapat dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur di luar

transportasi, yaitu untuk pembangunan sarana prasarana air bersih, kelistrikan, dan

telekomunikasi. Sebagai tindak lanjutnya, perluasan penggunaan Dana Tambahan Otsus

Infrastruktur pada bidang infrastruktur non-transportasi akan dikaji oleh pemerintah pusat, terkait

dengan kemungkinannya dalam peraturan perundang-undangan yang sudah ada. Apabila

dimungkinkan, maka perlu perumusan persentase alokasinya berdasarkan pertimbangan

pencapaian target konektivitas seluruh kabupaten/kota dan distrik di seluruh wilayah Papua

sebagaimana penjelasan UU No 21 Tahun 2001 tentang Otsus Provinsi Papua Pasal 34 Ayat 3 huruf

(f).

Prioritas pemanfataan Dana Tambahan Infrastruktur tahun 2016 diharapkan difokuskan

untuk pembangunan jalan dengan tujuan membuka keterisolasian di wilayah Pegunungan Tengah,

sehingga diharapkan dapat mengatasi permasalahan tingginya biaya logistik. Untuk itu, Ruas Jalan

Jayapura-Wamena yang telah dibangun supaya difungsikan kembali, sehingga transportasi menuju

ke Pegunungan Tengah tidak hanya mengandalkan transportasi udara. Dalam hal ini, APBN akan

Page 42: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 42

diprioritaskan untuk penyelesaian ruas jalan nasional dan Jalan P4B sesuai amanat Perpres

40/2013 tentang Pembangunan Jalan dalam Rangka Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan

Papua Barat. Sedangkan APBD digunakan untuk menangani jalan provinsi dan kabupaten/kota.

Hingga saat ini, status jalan provinsi sudah 20% mantap.

Pembangunan infrastruktur transportasi perlu memperhatikan pendekatan pembangunan

berbasis wilayah adat, sehingga setiap wilayah tidak diperlakukan sama. Ada pertukaran

komoditas, sehingga pengembangan budaya di setiap wilayah adat dapat menjadi obyek wisata.

Pemerintah pusat harus membantu pemerintah daerah untuk menkonsentrasikan wilayah-wilayah

adat dengan potensi yang berbeda, sehingga perlu ada pemilahan daerah-daerah prioritas. Dalam

hal ini, pelaksanaan pembangunan infrastruktur dalam rangka otonomi khusus, perlu

mempertimbangkan keunggulan kompetitif Kawasan Mee Pago (pusatnya di Nabire) dan Kawasan

Mamta (pusatnya di Jayapura) sebagai pengungkit untuk mengurai pegunungan tengah, agar dapat

dilakukan pembangunan hub tol laut di Nabire, untuk semakin mengurai kemahalan pegunungan

tengah. Untuk itu, meskipun pendulum utama tol laut hanya berhenti di Sorong (Provinsi Papua

Barat), akan dilanjutkan ke Provinsi Papua melalui pelabuhan hub Timika, Nabire, Depapre, Biak

dan Merauke. Pembagian konsentrasi daerah berdasarkan potensi-potensi tertentu diharapkan

dapat mengisi kekosongan kapal-kapal yang kembali dari Papua.

Tahun Provinsi Papua (Rp) Provinsi Papua Barat (Rp)

2007 1,000,000,000,000 -

2008 330,000,000,000 680,000,000,000

2009 880,000,000,000 600,000,000,000

2010 800,000,000,000 600,000,000,000

2011 800,000,000,000 600,000,000,000

2012 571,428,572,000 428,571,429,000

2013 571,428,572,000 428,571,429,000

2014 2,000,000,000,000 500,000,000,000

2015 2,250,000,000,000 750,000,000,000

Total 9,202,857,144,000 4,587,142,856,000

Tabel 4. Perkembangan Alokasi Dana Tambahan Infrastruktur Provinsi Papua dan Papua Barat Th. 2011-2016

Page 43: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 43

Alokasi Dana Tambahan Infrastruktur bagi Provinsi Papua dan Papua Barat mengalami

peningkatan setiap tahun, terutama peningkatan yang cukup signifikan pada tahun 2014. Namun,

perlu dilakukan monitoring dan evaluasi, mengingat target 25 tahun Wilayah Papua dapat memiliki

konektivitas yang berkualitas, sedangkan hingga saat ini masih banyak daerah terisolir terutama di

wilayah pegunungan tengah. Untuk itu, dalam rangka mengoptimalkan capaian pelaksanaan

pembangunan infrastruktur di Wilayah Papua, perlu dilakukan upaya perbaikan pada

mekanismenya. Selama ini, belum ada monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara sistematis

dan berkelanjutanBerikut rancangan mekanisme Dana Tambahan Infrastruktur dalam rangka

otonomi khusus.

1) Mekanisme Penetapan Dana Tambahan Infrastruktur, yaitu:

a. Pemda melalui Gubernur mengusulan dana tambahan Otsus Infrastruktur,

b. Pemerintah melakukan penelaahan awal

c. Pemerintah melakukan pembahasan bersama Pemda Provinsi

d. Pemerintah melakukan pembahasan bersama DPR

e. Penetapan Dana Otsus Infrastruktur dalam rapat di DPR

f. Kementerian Keuangan menetapkan DIPA, dan PMK penggunaan dana Otsus dan Tambahan

Otusus Infratsruktur

2) Mekanisme Pencairan Dana Tambahan Infrastruktur, yaitu:

a. Kementerian Dalam Negeri Cq. BAKD dan Ditjen Otda menetapkan Juknis penggunaan dana

Otsus tambahan Infrastruktur dan tata cara pencairan dana

b. Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan rekomendasi kepada Kementerian Keuangan

setiap kali termin pencairan dana

c. Kementerian Dalam Negeri menetapkan indikator penilaian laporan keuangan sebagai

pertimbangan pencairan dana berikutnya.

3) Mekanisme Pengendalian Dana Tambahan Infrastruktur, yaitu:

a. Pemda Papua dan Papua Barat menetapkan rencana pembangunan transportasi darat, laut,

dan udara untuk menghubungkan seluruh kabupaten/ kota, distrik atau pusat penduduk

lainnya dengan jaringan transportasi terpadu di Papua dalam 25 tahun

Page 44: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 44

Gb. 4. Skema Mekanisme Pengusulan Dana Tambahan Otsus Infrastruktur

b. Berdasarkan rencana tersebut Pemerintah menyusun indikator monitoring pelaksanaan

tahun berjalan dan evaluasi T+1

c. Monitoring dilaksanakan 2-3 kali setahun bersama antara Kemenkeu, Kemendagri,

Bappenas

3.3. Koordinasi Program Pengembangan Ekonomi Lokal bagi Masyarakat Asli Papua

Dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat asli Papua, permasalahan tersebut menjadi

isu prioritas yang perlu dipecahkan secara lintas sektor. Namun, berdasarkan pengalaman

terdahulu dalam mengimplementasikan kebijakan pengembangan ekonomi lokal secara teknis di

lapangan, terdapat beberapa permasalahan spesifik yang dijelaskan sebagai berikut.

Page 45: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 45

3.1.1. Identifikasi Permasalahan

1) Keterbatasan Keterampilan, Penyediaan Bahan Baku, dan Alat Produksi

Keterbatasan dalam berbagai faktor pendukung kegiatan produksi menjadi tantangan

dalam mengembangkan ekonomi lokal di Wilayah Papua. Mulai dari soal keterbatasan

keterampilan, persoalan infrastruktur hingga aspek budaya seperti pola pikir dan cara pandang.

Semua permasalahan tersebut saling terkait, yang menjadi faktor penghambat atau setidaknya

memperlambat proses pembangunan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat Wilayah Papua.

Suatu kegiatan produksi memerlukan setidaknya tiga hal, yaitu (i) keterampilan para pekerjanya,

(ii) tersedianya bahan baku secara rutin, dan (iii) alat-alat produksi yang memadai. Ketiga hal

tersebut masih sangat terbatas ketersediaannya di Wilayah Papua.

Sebagian besar masyarakat Papua mempunyai keterampilan dan pengetahuan yang serba

terbatas. Hal ini menjadi hambatan serius bagi mereka untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi yang

lebih produktif. Berdasarkan data Papua Barat dalam Angka tahun 2014 (BPS, 2015) ditunjukkan

bahwa lapangan pekerjaan utama masyarakatnya paling banyak di bidang pertanian, kehutanan,

perburuan dan perikanan yaitu sebesar 48,71% di tahun 2013 dengan tingkat pendidikan setara

SD/MI dan di bawahnya sebesar 48,88%. Namun para petani di Papua Barat tidak mempunyai

keahlian dan pengetahuan bercocok-tanam. Para petani tersebut menggantungkan hidupnya dari

segala sesuatu yang sudah tersedia di alam, yang dikenal sebagai praktek meramu. Kebanyakan

petani tidak paham cara bertani yang benar dengan sistem pengolahan lahan yang tetap (petani

menetap). Di samping itu juga mereka tidak mempunyai lahan pertanian yang tetap. Cara bertani

seperti ini jelas tidak memberikan keuntungan yang stabil dan berkelanjutan. Potensi alam dan

kesuburan tanah juga tidak dapat dikelola dengan optimal.

Tantangan lain adalah ketersediaan bahan baku. Selama ini ketersediaan bahan baku masih

tergantung pada musim, sehingga kegiatan produksi tidak dapat dilakukan secara rutin. Untuk

pembuatan jus dan sari buah pala misalnya, masih sangat tergantung pada musim panen besar

yang hanya terjadi dua kali dalam setahun. Di luar musim panen ini, jumlah buah pala yang tersedia

terbatas. Demikian pula untuk pembuatan abon dan kerupuk ikan di Manokwari yang sangat

tergantung pada hasil tangkapan nelayan pada hari tersebut.

Permasalahan lain yaitu terkait ketersediaan bahan-bahan pengemasan dan peralatan

produksi serta jasa pemiliharaan dan perbaikan peralatan. Selama ini sebagian besar sarana

produksi masih didatangkan dari luar Wilayah Papua. Terbatasnya alat produksi serta minimnya

Page 46: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 46

keterampilan menyebabkan masyarakat Papua kesulitan dalam mengolah komoditas unggulan

yang tersedia di lingkungan mereka. Akibatnya, masyarakat Papua hanya bisa menjual barang

dalam bentuk mentah (raw material), baik itu ikan mentah, kelapa mentah, maupun buah/biji pala

mentah. Penduduk di Kabupaten Sarmi yang terkenal dengan hasil kelapanya hanya bisa menjual

kelapa mentah kepada para pedagang yang datang dari luar Sarmi. Hasil penjualan tersebut tentu

tidak seberapa. Padahal, kelapa masih bisa diolah menjadi minyak goreng, virgin coconut oil

maupun sabun dengan nilai jual yang lebih tinggi.

Demikian juga dengan kehidupan para nelayan di Kabupaten Manokwari, salah satu daerah

penghasil ikan di Papua. Para nelayan hanya bisa menunggu pembeli ikan segar datang karena

tidak mampu mengolah menjadi produk olahan seperti abon, kerupuk, dan bentuk lainnya.

Persoalan serupa terjadi di Kabupaten Fakfak, yang terkenal dengan buah palanya, namun yang

masih baru dapat dimanfaatkan hanya bijinya, sedangkan daging pala dibuang begitu saja. Padahal

jika diolah masih banyak manfaatnya seperti jus dan sari buah pala.

Selain keterampilan, bahan baku dan alat

produksi, kegiatan ekonomi juga butuh sistem kerja

dan pengaturan yang baik. Untuk itu perlu ada

lembaga yang bisa mengurusi proses produksi dan

penjualan. Ibarat kata, kemampuan ekonomi akan

terlihat bila masyarakat bergerak bersama-sama,

dan bukannya berjalan sendiri-sendiri. Dari awal

PcDP menyadari hal ini sehingga membantu warga

penerima program membentuk kelompok-kelompok

kerja, membangun pabrik dengan sistem kerja yang profesional, serta menjalin kerja sama dengan

berbagai pihak untuk membantu memperluas pemasaran hasil produksi. Di bidang ini, upaya

pemberdayaan ekonomi lokal Papua juga menghadapi tantangan. Tak banyak orang yang punya

kemampuan organisasi, apalagi yang mengurusi bisnis. Tak mudah mendapatkan sosok yang

menguasai secara baik proses bisnis dan mampu mengurus lembaga bisnis dengan benar. Tenaga

terampil dan ahli, baik dari masyarakat maupun pemerintah, juga terbatas. Untuk memberi

pelatihan keterampilan kepada masyarakat, tenaga ahli masih harus didatangkan dari luar Papua.

2) Tingginya Tingkat Kemahalan Barang

Page 47: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 47

Masalah infrastruktur transportasi sebagai isu prioritas pembangunan di Wilayah Papua

memberikan implikasi yang cukup signifikan pada tingkat kemahalan harga barang-barang di

Papua. Wisatawan lokal maupun pegawai dari wilayah Jawa yang sedang dinas ke Papua akan

terkejut ketika akan membayar harga makanan di warung pinggir jalan. Di Jayapura, harga ikan

mujahir goreng ukuran sedang (sekitar 150 gram) sekitar Rp 80.000, bahkan dapat melebihi harga

tersebut. Apabila dibandingkan dengan harga makanan di warung pinggir jalan di Jakarta hampir

mencapai separuhnya, bahkan seperempatnya. Di Wamena, harga air mineral ukuran 500 ml

sekitar Rp 15.000, sementara daerah lain di Indonesia umumnya hanya dijual Rp 5.000. Contoh

tersebut masih dalam kategori bahan makanan yang kemungkinan dapat dicari barang

substitusinya. Bahan-bahan kebutuhan lainnya seperti bahan bangunan dan bahan bakar motor,

juga memiliki tingkat kemahalan hampir 3 x lipat, terutama di wilayah pegunungan tengah.

Tingginya tingkat kemahalan harga barang-barang di Papua menjadi tantangan bagi

pengembangan ekonomi lokal. Masyarakat Papua tidak memiliki banyak pilihan, baik sebagai

ketika dalam posisi sebagai pembeli maupun sebagai produsen. Indeks kemahalan yang tinggi

membuat daya serap pasar menjadi terbatas, barang yang dijual dan dibeli tak banyak. Akibatnya,

hanya mereka yang punya modal besar yang bisa jadi pemain di pasaran. Padahal di sisi lain,

sebagian besar warga Papua berada di kelompok dengan pendapatan yang rendah, masih jauh

dibawah Angka Kebutuhan Hidup Layak (AKHL). UMR Provinsi Papua Barat sebesar Rp 1.870.000

dan di Provinsi Papua sebesar Rp 1.900.000 untuk tahun 2014, menjadi nilai yang tidak sebanding

dengan nilai yang akan dikeluarkan untuk membeli harga barang-barang di Wilayah Papua.

Kondisi demikian menyebabkan masyarakat asli Papua hanya sebagai penonton dari para

pelaku ekonomi besar. Padahal seharusnya masyarakat Papua menjadi pelaku utama kegiatan

perekonomian. Masyarakat Papua seharusnya dapat mengoptimalkan potensi wilayahnya untuk

sebesar-besarnya kemanfaatan bagi peningkatan kesejahteraan hidupnya.

3) Pola Berfikir Konsumen

Papua sampai saat ini hanya jadi tujuan pasar bagi barang-barang hasil produksi dari luar

Papua. Hal ini menjadi salah satu permasalahan sekaligus tantangan dalam pengembangan

ekonomi Papua. Selama ini, Papua lebih banyak mengimpor barang jadi dengan mendatangkan

barang-barang kebutuhan sehari-hari dari daerah di luar Wilayah Papua. Produk-produk barang

jadi yang diproduksi di Papua hampir tidak ada. Karena barang datang dari luar, maka masyarakat

Page 48: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 48

melalukan konsumsi sehingga uang pun ikut mengalir ke luar (capital flight). Dari tahun 2010

hingga tahun 2014, nilai impor barang dari daerah lain ke Papua lebih tinggi dibandingkan dengan

nilai ekspor barang dari Papua ke daerah lain. Dari tahun 2010 hingga tahun 2014, struktur net

ekspor antar daerah Provinsi Papua menunjukkan nilai minus yaitu antara -3.6 hingga -17.98, yang

artinya nilai impor barang dari daerah lain masih lebih tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari nilai

Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Papua Menurut Pengeluaran 2010 – 2014 (BPS Provinsi

Papua, 2015). Sedangkan dari sisi konsumsi, berdasarkan data Produk Domestik Regional Bruto

Provinsi Papua dan Papua Barat Menurut Pengeluaran 2010 – 2014 (BPS Provinsi Papua dan Papua

Barat, 2015) Rata-rata total penggunaan konsumsi akhir Provinsi Papua tahun 2010 – 2014

terhadap PDRB adalah 66.54% dan sisanya untuk ekspor, sedangkan di Provinsi Papua Barat rata-

rata sebesar 45%. Berdasarkan analisis data tersebut, sangat menunjukkan bahwa masyarakat

Papua masih menjadi konsumen dibanding sebagai produsen.

3.1.2. Prinsip-Prinsip Pengembangan Ekonomi Lokal

Dalam pelaksanaan pengembangan ekonomi lokal di Wilayah Papua yang telah

dilaksanakan sebelumnya, terdapat pembelajaran penting (lesson learned) yang dapat diadopsi

dalam perumusan sebuah kebijakan yang terkait dengan pengembangan ekonomi lokal masyarakat

asli Papua, untuk penyempurnaan capaian sasaran, hasil, dan dampak kebijakan pada

program/kegiatan selanjutnya. Adapun prinsip-prinsip pengembangan ekonomi lokal yang penting

untuk diperhatikan yaitu sebagai berikut.

1) Aspek Produksi

Di bidang ini, langkah pertama yang dilakukan yaitu mengadakan pelatihan produksi

pengolahan produk yang sebelumnya telah

disepakati antara pemerintah dan pemerintah

daerah, terutama antara K/L teknis terkait dengan

SKPD. Pelatihan diberikan kepada para penerima

manfaat yaitu Orang Asli Papua yang berdiam di

lokasi dekat dengan bahan dasar produksi. Langkah

berikutnya adalah memilih formula produk yang

Page 49: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 49

tepat, dengan pertimbangan utama produk tersebut dapat diterima oleh pasar. Dukungan terkait

produksi juga dilakukan melalui pemberian bantuan kelengkapan alat produksi kepada para

penerima manfaat. Terdapat empat hal yang perlu diperhatikan dalam menghasilkan produk yang

berkualitas.

a. Barang yang dihasilkan harus jelas dengan kualitas yang jelas. Jenis dan kualitas barang yang

dihasilkan sudah ditentukan dari awal, kemudian mencari calon konsumen yang sesuai. Atau

bisa juga sebaliknya, menentukan calon konsumen dan kemudian memproduksi barangnya.

Banyak usaha kecil yang bangkrut karena tidak mempertimbangkan ini.

b. Tenaga kerja yang kompeten, memiliki keterampilan teknis yang baik, sikap dan budaya kerja

yang profesional, dan mampu beradaptasi dengan perubahan kebutuhan permintaan pasar.

Banyak usaha kecil yang tidak mampu memproduksi jumlah barang yang lebih besar ketika

permintaan meningkat. Akibatnya relasi dengan mitra sulit dipertahankan.

c. Memiliki peralatan kerja yang baik dan sedapat mungkin menggunakan teknologi sederhana.

Kelengkapan dan kualitas peralatan kerja sangat penting. Kesadaran masyarakat atau pembeli

tentang kesehatan, misalnya, semakin tinggi. Calon konsumen akan selalu mempertanyakan

proses dan kehigienisan produk-produk makanan dan minuman. Sekali mereka tidak percaya,

akan sulit membangun pasar. Penggunaan teknologi juga sangat penting untuk alasan efisiensi.

Namun sangat penting memperhatikan kesederhanaan teknologi yang digunakan karena terkait

dengan perawatan dan pemiliharaan (maintenance). Semakin tinggi teknologinya, semakin sulit

perawatannya terutama kalau lokasi kerjanya di kampung-kampung.

d. Memiliki sistem kerja yang jelas. Sistem kerja mengatur berbagai hal termasuk pengaturan jam

masuk dan libur, hari kerja, jam kerja, pembagian tugas, dll. Sistem kerja akan membantu ibu-

ibu, misalnya, dalam membagi waktu untuk menyelesaikan pekerjaan rumah dan melakukan

aktivitas ekonomi. Semakin sederhana sistemnya, semakin baik hasilnya karena sistem yang

ruwet akan sulit diikuti oleh masyarakat di kampung. Sistem yang baik juga perlu

memperhatikan kearifan lokal dan menghargai budaya lokal tanpa menghilangkan standar-

standar profesional yang sudah ditetapkan.

2) Aspek Kelembagaan

Dalam hal ini perlu didorong penguatan lembaga yang sudah ada maupun pembentukan

lembaga baru. Lembaga ini diharapkan menjadi wadah bagi para penerima program dalam

Page 50: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 50

melakukan produksi bersama, mengembangkan pasar,

serta menjalin kemitraan dengan pihak lain. Untuk

memastikan kemampuan bersaing di pasar, masyarakat

harus punya lembaga yang profesional yang mewakili

mereka melakukan komunikasi dan kerjasama usaha

dengan pihak ketiga. Tanpa lembaga yang profesional,

mustahil usaha masyarakat akan bertahan dalam

kompetisi yang ketat seperti sekarang. Seperti pengusaha membangun perusahaan yang

profesional, seperti itulah kiranya perusahaan masyarakat dibangun. Struktur organisasi yang jelas,

tanggungjawab masing-masing fungsi yang jelas, pembagian kerja yang jelas, target usaha yang

jelas, serta rencana kerja yang jelas.

3) Aspek Pemasaran

Aspek ini menjadi salah satu titik kelemahan dalam pengembangan ekonomi lokal.

Produk yang tak sampai ke pasar jelas tak akan memperbaiki kehidupan ekonomi orang Papua.

Masyarakat perlu diarahkan menghasilkan produk yang bisa menjangkau pasar yang lebih luas.

Mereka diberi pembekalan soal cara mencari pasar dan mendapatkan jaringan untuk memasarkan

produk-produk olahannya. Pemasaran haruslah efektif,

efisien, menjangkau konsumen sedekat mungkin, dan

produk harus dikenal dan diakui oleh konsumen. Menjual

langsung akan memakan tenaga dan biaya. Bekerjasama

dengan perusahaan yang mempunyai jaringan distribusi

yang luas sudah menyelesaikan setengah dari

permasalahan pemasaran. Seperti swasta membangun

pasar, demikian juga yang harus dilakukan oleh

perusahaan masyarakat. Produk-produk perlu dipromosikan dengan cara yang tepat agar dikenal

oleh calon konsumen. Dengan memiliki produk yang sudah dikenal dan mempunyai pangsa pasar

yang jelas, membangun kemitraan dengan swasta juga akan lebih mudah.

4) Aspek kemitraan (partnership)

Page 51: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 51

Kemitraan disini adalah antara

penerima manfaat baik perorangan maupun

kelompok ataupun diwakili oleh lembaga

dengan pihak ketiga seperti pemerintah,

distributor, supplier maupun mitra

pembangunan lainnya. Disamping kemitraan

dengan swasta, kemitraan dengan pemerintah

juga sangat penting untuk mendapatkan

bantuan dalam bentuk regulasi-regulasi yang

terkait. Membangun perusahaan masyarakat bukanlah hal mudah dan tentunya butuh waktu dan

dana. Dukungan pemerintah sangat diperlukan di tahap ini, sampai usaha masyarakat itu bisa

mandiri. Dalam proses untuk mandiri ini, dana dan tenaga untuk pendampingan sangat dibutuhkan.

Sampai usaha masyarakat itu sudah mandiri, pendampingan harus tetap ada. Tanpa dukungan

pemerintah, akan sangat sulit bagi masyarakat asli Papua atau masyarakat di kampung untuk

memandirikan sendiri usahanya.

3.1.3. Analisis Strategi Pengembangan Ekonomi Lokal

1) Hilirisasi industri berbasis komoditas unggulan lokal

Salah satu hal terpenting yang menjadi tujuan dari kebijakan pemberdayaan masyarakat

asli Papua melalui pengembangan ekonomi lokal yaitu meningkatknya kesejahteraan masyarakat.

Masyarakat memiliki pendapatan atau penghasilan tetap sebagai biaya memenuhi kebutuhan hidup

sehari-hari. Sebelumnya, masyarakat Papua menggunakan strategi meramu dan peladangan

berpindah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, hasil yang tidak menentu

menyebabkan masyarakat semakin jauh dari kehidupan yang layak. Untuk itu, strategi hilirisasi

komoditas unggulan dapat menjadi sebuah alternatif menjawab tantangan pembangunan di Papua.

Sektor agraris memang sudah dikembangkan di Papua, namun selama tidak ada proses hilirisasi

yang dapat memberikan nilai tambah secara signifikan, masyarakat hanya menjual dalam bentuk

bahan mentah.

Untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut, perlu dilakukan penyiapan masyarakat,

terutama dalam peralihan antara pola berfikir subsisten menjadi pola sistem produksi berbasis

Page 52: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 52

pasar. Bukan menjadi hal yang mudah untuk mengarahkan masyarakat dari pendekatan

konvensional menjadi pendekatan lebih modern, dengan memadukan perkembangan teknologi

untuk mengolah sumber daya alam yang tersedia. Peralihan menuju sistem produksi berbasis pasar

pada dasarnya bertujuan untuk memberikan nilai tambah bagi produk yang dihasilkan. Namun,

lebih jauh dari itu, kegiatan produksi yang dilakukan oleh masyarakat asli Papua dapat

menciptakan lapangan kerja sehingga masyarakat memiliki penghasilan tetap. Masyarakat menjadi

aktor utama dalam pengembangan ekonomi di wilayahnya sendiri, dan dapat mengoptimalkan

pengelolaan komoditas unggulan di daerah untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Kegiatan produksi yang dilakukan oleh masyarakat dapat dikatakan berhasil apabila

diterima oleh pasar. Untuk itu, perlu dilakukan pemetaan pasar dalam arti produk seperti apa yang

dapat diterima oleh pasar, siapa konsumennya, dan bagaimana konsumen bisa mendapatkan

produk tersebut dengan mudah. Di samping itu, sasaran lokus pasar juga perlu diidentifikasi

dengan baik. Untuk pasar domestik, bisa bekerja sama dengan distributor lokal, sehingga ada

kejelasan target permintaan dalam rentang waktu tertentu. Sedangkan untuk pasar luar negeri, bisa

menjangkau konsumen di negara tetangga misalnya PNG dan negara-negara lain di kawasan

pasifik.

Pada beberapa kegiatan pengembangan lokal yang telah dilakukan sebelumnya, terbukti

bahwa pola hilirisasi memberikan dampak yang cukup signifikan bagi peningkatan pendapatan

masyarakat. Dengan catatan, kegiatan dilakukan dengan komitmen penuh dari pemerintah melalui

dukungan kebijakan dan pendanaan, serta pendampingan yang intensif.

2) Pemanfaatan Pengetahuan Lokal Masyarakat dalam Mengelola Sumber Daya Alam

Menghargai pengetahuan lokal menjadi sebuah substansi yang penting dilakukan oleh

pemerintah pusat, daerah, maupun stakeholders pembangunan lainnya. Masyarakat Papua

memiliki pemahaman tentang wilayahnya, tentang kebutuhan, peluang dan hambatan yang bersifat

spesifik tetapi memiliki pengaruh yang besar bagi pelaksanaan pembangunan. Masyarakat lokallah

yang memiliki pengetahuan, kearifan lokal dan keahlian, yang harus dipelajari dan diterapkan

dalam penyelesaian masalah sosial yang terjadi. Saat ini, seringkali upaya pemberdayaan

masyarakat di Wilayah Papua hanya dilakukan dengan menggunakan pendekatan secara top down,

cenderung menggurui dan mengabaikan aspirasi masyarakat.

Page 53: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 53

Pemerintah perlu menghargai dan yakin bahwa kapasitas lokal yang dimiliki masyarakat

menjadi potensi tersendiri untuk mengoptimalkan sumber daya alam yang dimilikinya, di samping

berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Namun, tentunya perlu dilanjutkan dengan pengembangan

ke tingkat kegiatan ekonomi yang lebih kompleks dengan dukungan pemerintah. Keterbatasan SDM

memang merupakan salah satu masalah utama di Papua. Akan tetapi, kurang tepat apabila

keterbatasan SDM dianggap sebagai penghambat pembangunan atau setidaknya penyebab sulitnya

melakukan pembangunan. Karena tugas pemerintah pada dasarnya yaitu mampu mengelola

sumber daya yang memiliki berbagai keterbatasan, untuk mendatangkan sebesar mungkin

kemanfaatan bagi masyarakatnya.

Operasionalisasi dari kebijakan ini salah satunya yaitu pada pengembangan obat-obatan

tradisional. Namun, pemanfaatan pengetahuan lokal masyarakat juga perlu dilakukan secara

selektif. Triangulasi dapat dilakukan untuk mengetahui seberapa besar validitas data yang

bersumber dari masyarakat tersebut. Perlu dilakukan cross check, sehingga terhindar dari

subjektifitas kelompok atau etnis tertentu yang dikhawatirkan menyebabkan kerugian pada

kelompok lain.

3) Pendampingan masyarakat melalui kaderisasi tenaga pendamping lokal

Pendampingan menjadi sebuah prasyarat penting bagi keberhasilan upaya pemberdayaan

masyarakat, terutama terkait bidang ekonomi. Pendampingan terutama dilakukan untuk mengawal

pengelolaan/manajemen administrasi dan keuangan. Karena salah satu kelemahan yang dimiliki

masyarakat asli Papua yaitu minimnya keahlian untuk mengelola keuangan dan tertib administrasi,

sehingga jaminan untuk keberlanjutan program juga cukup minim. Belajar dari pengalaman

pengembangan ekonomi lokal yang telah dilakukan, usaha masyarakat terhenti karena mereka

tidak mampu menyediakan bahan baku, sedangkan modal sudah habis. Dalam hal ini lah peran

pendamping sangat dibutuhkan.

Di samping itu, pendampingan dilakukan untuk memberikan solusi-solusi teknis ketika

masyarakat kurang memahami, memberi motivasi ketika terjadi kegagalan, dan saling berbagi

pengetahuan yang dimiliki untuk memecahkan persoalan yang terjadi di lapangan. Dalam

pelaksanaan sebuah program pemberdayaan, seringkali pendamping berasal dari luar daerah yang

notabene lebih maju, kemudian tinggal di daerah tersebut dalam kurun waktu yang ditetapkan,

Page 54: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 54

kemudian kembali ke tempat asal. Pada posisi inilah program pemberdayaan seringkali mengalami

ketidakstabilan. Untuk itu, perlu dilakukan kaderisasi tenaga pendamping lokal yang berasal dari

masyarakat setempat. Sehingga, walaupun secra administratif program pemberdayaan tersebut

berakhir, namun kegiatan pengembangan ekonomi lokal masih berkelanjutan. Hal ini menjadi

sebuah outcome yang paling konkrit, karena terbentuk masyarakat yang mandiri dan mampu

mengembangkan perekonomiannya secara berkelanjutan.

Dalam operasionalisasinya, sosok pendamping juga memiliki pengaruh yang cukup

signifikan, terutama kemampuannya dalam melakukan komunikasi publik, komunikasi politik,

bahkan terkait latar belakang sukunya (untuk beberapa kelompok masyarakat yang fanatik

kesukuannya tinggi). Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa seorang

pendamping pemberdayaan masyarakat di Wilayah Papua perlu menerapkan konsep perubahan

dari bawah, yaitu dengan menghargai pengetahuan lokal, kebudayaan lokal, sumber daya lokal,

keterampilan lokal, dan proses-proses lokal.

4) Pengembangan kelembagaan melalui pembangunan mini pabrik/ home industry/ koperasi, dan

menjalin kemitraan dengan sektor swasta

Pembentukan sebuah kelembagaan untuk menaungi kegiatan pengembangan ekonomi

lokal masyarakat sangat dibutuhkan untuk strategi pengembangan usaha. Keberadaan lembaga

formal dan memiliki kekuatan hukum menjadi sarana untuk mempermudah dalam mengakses

lembaga ekonomi/perbankan. Di samping itu, dengan adanya kelembagaan yang jelas, maka

kegiatan manajemen dan administrasi akan dapat dilakukan dengan lebih tertib dan teratur.

Masyarakat juga dapat belajar untuk melakukan kegiatan investasi, di samping hanya melakukan

konsumsi dan produksi.

Dalam pelaksanaannya, faktor modal sosial memiliki peran penting dalam pembentukan

lembaga pengembangan ekonomi lokal. Unsur-unsur modal sosial seperti rasa saling percaya, kerja

sama, dan saling berbagi kebaikan dapat menjadi trigger yang kuat untuk membentuk masyarakat

yang lebih berdaya. Walaupun bersifat intangible, modal sosial menjadi aset yang sangat berharga

untuk mendukung eksistensi dari sebuah lembaga.

Dengan terbentuknya kelembagaan, maka kegiatan akan lebih terkonsolidasi

dibandingkan dengan kegiatan yang dilakukan secara perorangan atau per-kelompok. Untuk

Page 55: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 55

memperluas jaringan distribusi dapat dilakukan kemitraan dengan pihak swasta yang ada di

daerah tersebut, misalnya dengan distributor, toko, dan swalayan. Selain itu, dapat dilakukan

kerjasama dengan pihak-pihak penyedia jasa wisata dan hotel untuk mempromosikan produk,

dengan segmen para wisatawan baik domestik maupun luar negeri.

5) Pembangunan sarpras infrastruktur transportasi untuk membuka keterisolasian dan

menyediakan akses menuju pusat-pusat perekonomian

Sarana prasarana infrastruktur transportasi menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat,

baik untuk mengakses pelayanan pendidikan dan kesehatan, maupun untuk mengembangkan

kegiatan perekonomian. Untuk mendukung pengembangan kegiatan ekonomi masyarakat,

penyediaan transportasi yang memadai diharapkan dapat mengurangi biaya logistik dalam

mendistribusikan hasil produksi. Kendala saat ini, disamping biaya produksi yang mahal karena

sebagian besar sarana produksi didatangkan dari wilayah luar Papua, juga mengalami kesulitan

dalam memasarkan produk ke wilayah luar Papua.

Operasionalisasi pembangunan infrastruktur di Wilayah Papua perlu diintegrasikan

antara infrastruktur di wilayah kampung untuk memberikan akses ke pelayanan publik dasar

dengan infrastruktur dari wilayah kampung menuju pusat-pusat kegiatan perekonomian. Moda

transportasi yang disediakan harus disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik daerah.

6) Dukungan regulasi dan pendanaan dari pemerintah daerah untuk mengembangkan ekonomi

lokal

Kebijakan pengembangan ekonomi lokal di Wilayah Papua telah sejalan dengan program

pemerintah daerah terutama di Provinsi Papua yaitu program Gerbangmas Hasrat Papua (Gerakan

Bangkit, Mandiri dan Sejahtera Harapan Masyarakat Papua). Pengembangan ekonomi di kampung-

kampung menjadi salah satu prioritas programnya dengan tujuan memperkuat ekonomi berbasis

kampung berdasarkan pada keunggulan wilayah. Papua Barat juga mempunyai program terkait

pengembangan ekonomi lokal. Dalam operasionalisasinya, pemerintah daerah dapat memberikan

dukungan kebijakan yang bersifat afirmatif untuk barang-barang produksi masyarakat lokal,

misalnya dengan mengeluarkan peraturan bupati yang mewajibkan masyarakatnya menggunakan

barang-barang produksi masyarakat lokal.

Page 56: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 56

Di samping dukungan melalui kebijakan, dukungan pemerintah daerah melalui alokasi

anggaran untuk program pengembangan ekonomi lokal juga menjadi sebuah langkah yang

strategis. Namun, pola penyaluran anggaran ke masyarakat perlu dilakukan melalui strategi yang

tepat, dengan menggunakan prinsip-prinsip akuntabilitas dan transparansi, serta pendampingan

dalam penggunaan anggaran. Permasalahan yang seringkali terjadi pada program pemberdayaan

masyarakat yang berbasis pengembangan ekonomi lokal yaitu kurangnya manajemen dalam

penggunaan anggaran.

3.4. Koordinasi Rencana Pembangunan Kawasan Strategis Di Provinsi Papua dan Papua

Barat

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) menjadi salah satu konsep pengembangan Kawasan Strategis

Nasional bidang Ekonomi (KSN) yang diharapkan dapat mendukung percepatan pembangunan

perekonomian masyarakat di daerah, sebagaimana yang tertuang dalam visi misi Presiden/Wapres

(Nawa Cita) ke-6 yaitu meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional

sehingga bangsa indonesia maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya. Visi-misi

tersebut dituangkan dalam RPJMN 2015-2019 dengan arah kebijakan pengembangan KEK yaitu

untuk mempercepat pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah, terutama di Luar

Jawa (Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua) dengan memaksimalkan keuntungan

aglomerasi, menggali potensi dan keunggulan daerah dan peningkatan efisiensi dalam penyediaan

infrastruktur.

Hingga tahun 2014, terdapat 7 (tujuh) KEK yang ditetapkan, yaitu: (1) KEK Tanjung Lesung;

(2) KEK Sei Mangkei; (3) KEK Palu; (4) KEK Bitung; (5) KEK Morotai; (6) KEK Tanjung Api-Api; dan

(7) KEK Mandalika. Pada tahun 2015 ini, komitmen Pemerintah untuk membangun Kawasan Timur

Indonesia ditunjukkan dengan mendukung rencana pengembangan KEK di Wilayah Papua, yaitu

KEK Merauke (Provinsi Papua) dan KEK Sorong (Provinsi Papua Barat), sesuai dengan komoditas

unggulan yang potensial untuk dikembangkan.

Berkaitan dengan hal tersebut, Kabupaten Merauke saat ini telah mengajukan dokumen

pengusulan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus di Merauke di sektor pangan, yang

Page 57: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 57

salanjutnya disebut sebagai KEK Pangan Merauke, dengan misi menjadikan Indonesia sebagai

negara swasembada beras dan negara eksportir beras. Pemerintah Kabupaten Merauke telah

mencanangkan lahan seluas 1,2 juta hektar lahan sebagai sentra pangan nasional (namun akan

dibatasi seluas 250 ribu hektar mengingat keterbatasan infrastruktur dan kompleksitas lahan).

Dalam rencana tersebut, sawah pertanian akan dikelola dengan pendekatan mekanisasi dimana

setiap hektar lahan sawah berpotensi memiliki tingkat produktifitas gabah sebesar 8 ton per hektar

atau sekitar 5 ton padi per hektar.

Untuk mewujudkan misi swasembada tersebut, berbagai industri pengolahan produk pangan

dan industri pendukungnya akan dibangun dalam kawasan industri ini. Beberapa industri

pengolahan pangan yang akan dibangun di dalam KEK Merauke, antara lain: (a) Rice husking; (b)

Industri pengolahan beras lanjutan (kristalisasi beras); (c) Industri pengolahan pangan dari produk

sampingan beras; dan (d) Industri pengolahan daging. Selain menghasilkan beras baik kualitas

sedang maupun kualitas tinggi, industri gabah memiliki beberapa produk sampingan lain yang

memiliki nilai jual cukup tinggi. Untuk lebih meningkatkan nilai jual tersebut, perlu adanya

dukungan dalam bentuk pengembangan industri pengolahan produk sampingan dari beras yang

bersifat non pangan. Pabrik pengolahan produk sampingan beras non pangan lainnya, yaitu: (a)

Industri pengolahan pakan ternak berbasis jerami dan kawul; (b) Industri pengolahan pakan ternak

berbasis bekatul; dan (c) Industri pengolahan minyak bekatul. Sedangkan industri pendukung

khususnya terkait penyediaan sarana produksi yang akan dibangun di dalam KEK Merauke ini

antara lain: (a) Industri peralatan pertanian (bengkel dan retailer); (b) Industri pengemasan; (c)

Industri pupuk; serta (d) Industri logistik.

Sedangkan untuk Provinsi Papua Barat yaitu Kabupaten Sorong akan direncanakan

pembangunan KEK Sorong. Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus berawal dari pembangunan

Kawasan Industri Arar Sorong dan sejalan dengan Program Pemerintah Pusat terkait Tol Laut.

Pembangunan infrastruktur pabrik beserta fasilitas penunjang berupa pelabuhan menjadi faktor

penarik (pull factor) kalangan industri membangun industri di kawasan ini. Kabupaten Sorong

memiliki potensi potensi minyak dan gas bumi yang cukup besar. Hingga saat ini, beberapa

kegiatan investasi telah berjalan di Kabupaten Sorong, yaitu pada sektor Migas, Kehutanan,

Perkebunan, Perindustrian, dan Kelautan. Lahan yang akan disiapkan bagi pembangunan KEK

Sorong yaitu seluas ± 7000 Ha, dengan luas lahan pada kawasan ini yang telah dibebaskan oleh

Pemerintah Daerah Kabupaten Sorong yaitu seluas ± 1000 Ha. Perkembangan pembangunan KEK

Page 58: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 58

Gb. 3.1 Peta Rencana Pembangunan KEK Merauke

saat ini yaitu masih berada pada tahap penyusunan Dokumen Pengusulan KEK Sorong oleh

Pemerintah Daerah dengan fokus kegiatan usaha pada industri minyak dan gas, serta industri

semen.

3.4.1. Rencana Pembangunan KEK di Merauke

Kegiatan koordinasi dalam

rangka rencana pembangunan

KEK di Merauke telah dilakukan,

baik dengan pemerintah pemda

dan pemerintah pusat, terutama

oleh Menko Bidang

perekonomian. Pada tanggal 15 -

17 Oktober 2015 telah

dilaksanakan tugas dinas untuk

menghadiri Undangan Konsultasi

Publik Penyiapan Kawasan Sentra

Produksi Pertanian (KSPP) dan

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Kegiatan ini dilaksanakan oleh Asisten Deputi Bidang Penataan

Ruang dan Kawasan Strategis Ekonomi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam

rangka menindaklanjuti Surat Sekretaris Kabinet No. B-289/Seskab/VI/2015 tanggal 16 Juni 2015

perihal arahan Presiden RI mengenai Lahan 1 juta Hektar dan rencana penetapan Kawasan

Ekonomi Khusus (KEK) di Kabupaten Merauke sebagaimana diamanatkan pada RPJMN (Perpres

No. 2 Tahun 2015). Latar belakang penyusunan kawasan sentra produksi pangan nasional antara

lain: (i) Swasembada pangan nasional merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional; (ii)

Peningkatan ketersediaan pangan sudah masuk dalam RPJMN 2015-2019; (iii) Merauke memiliki

kesesuaian lahan potensial 1,2 juta hektar yang sesuai tanaman padi; (iv) Presiden Jokowi telah

menetapkan Merauke sebagai Lumbung Padi Nasional 10 Mei 2015; dan (v) Pemda Merauke ingin

mewujudkan Kawasan Sentra Produksi Pangan Nasional (KSPPN) di wilayah Timur Indonesia.

Belajar dari kegagalan Merauke Integrated Rice Estate (MIRE) dan Merauke Integrated Food and

Energy Estate (MIFEE), kami melakukan Pra Studi Kelayakan yang meliputi kegiatan kajian (i)

P2EB UGM - Pembukaan Lahan Pertanian Satu Juta Hektar di Kabupaten Merauke; (ii) PUSTRAL

Page 59: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 59

Gb. 3.2. Pelabuhan Umum Merauke

UGM - Kajian Biaya Logistik Distribusi Komoditas Pertanian dari Merauke ke Kawasan Timur

Indonesia; (iii) LD UI - Studi Tenaga Kerja dan Sosial Ekonomi Pengembangan Pertanian di

Merauke; (iv) P2EB UGM – Penyusunan Dokumen Kawasan Ekonomi Khusus; (v) P2EB UGM –

Usulan Master Plan Kawasan Produksi Pangan Nasional di Kabupaten Merauke; (vi) SATDAR-

OTDA UGM – Penyusunan Rancangan Peraturan Presiden Tentang Kawasan Sentra Produksi

Pertanian Merauke. Rencana pengembangan kawasan sentra produksi pangan nasional Kabupaten

Merauke ditunjukkan dalam peta (gambar 3.1).

Pembangunan Infrastruktur untuk kawasan sentra produksi pangan yang sangat

dibutuhkan antara lain: Prasarana jalan dan jembatan, prasarana pengairan dan irigasi pertanian,

prasarana listrik dan jaringan distribusi serta penambagan pelabuhan dan transportasi kelautan.

Hal yang perlu diperhatikan sebagai kunci keberhasilan dalam pengembangan kerjasama kawasan

sentra produksi pangan yaitu:

a. Model Pengusahaan yang terdiri dari: masyarakat pemilik lahan, investor pemiliki modal dan

pengusaha serta pemerintah sebagai regulator.

b. Pengembangan infrastruktur seperti irigasi, jaringan jalan, jaringan listrik, pergudangan dan

pelabuhan.

c. Pengembangan kelembagaan yaitu badan pengelola kawasan pangan, koperasi petani,

sponsor/investor dan manajemen.

Berdasarkan hasil kajian dari Pusat

Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis

Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Kabupaten

Merauke mempunyai kesesuaian lahan yang cocok

untuk tanaman padi. Untuk membuktikan hal

tersebut, telah dilakukan pra studi kelayanan P2EB

dilakukan pada awal Januari Tahun 2015 terkait

pembukaan lahan pertanian satu juta hektar di

kabupaten Merauke. Kajian dilakukan untuk menilai studi kelayakan tenaga kerja dan peraturan

pemerintahan terkait pelaksanaan transmigrasi. Dalam hal ini, tim kajian UGM telah menyusun

dokumen untuk menyiapkan KEK Merauke dan akan dilakukan studi AMDAL. Namun demikian,

Page 60: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 60

Gb. 3.3. Lokasi Rencana Kawasan Industri Pengolahan Pangan

terlebih dahulu harus diidentifikasi kawasan hinterland dari KEK Merauke untuk pengembangan

sentra produksi pangan di Kabupaten Merauke. Pembangunan KEK Merauke perlu didukung

dengan pengembangan distrik kurik, semangga. Pengembangan kawasan dilakukan menggunakan

konsep klaster dan masing-masing harus punya plasma sebanyak 5000 untuk inti, dan 2000 untuk

plasma.

Terdapat beberapa kebutuhan pembangunan infrastruktur unuk mendukung

pengembangan kawasan ini, yaitu peningkatan jalan strategis Merauke-Sota-Ubung-Muting-

Kalikin-Nakias-Wanan, distrik kawasan pertama harus segera dibangun untuk mendukung

pengembangan KEK. Kebutuhan listrik di Merauke cukup besar, namun memerlukan tambahan 3

MW dan sambungan telepon. Peningkatan pembangunan irigasi. Pemetaan Hak Ulayat sangat

penting untuk pengembangan 250.000 Ha. Pengembangan energi baru terbarukan.

Dibutuhkan beberapa regulasi tambahan untuk

menyusun tata kerja mekanisme pelaksanaan program.

Identifikasi ijin usaha perusahaan yang bekerja di

kawasan. Pola pengembangan kerjasama KSPP: Private

partnership dengan penduduk setempat, pemerintah,

dan partnership. Pengembangan Kelembagaan: Badan

Pengelola Kawasan Pangan, koperasi petani,

sponsor/investor/perusahaan, manajemen terbuka

(transaksi punya rekening di Bank). Perlunya pembentukan Dewan Otoritas Kawasan Sentra

Produksi Pangan. Kontrak dengan pemilik lahan konsepnya sewa (10-20 tahun), tidak ada jual beli.

Bank akan mengakui pada saat panen dapat mengucurkan kredit tanpa jaminan (tanpa kolateral:

Vietnam, Thailand, kamboja). Proses kerjasama akan mendorong mekanisasi perkembangan sentra

pangan. Pengembangan kawasan diorientasikan untuk ekspor dan mendapat bantuan kapal dari

pemerintah provinsi. Tahun depan akan membangun ricemill yang baik. Calon investor yang akan

mengembangkan KEK Merauke yaitu: (1) Kementan (65.000 Ha); (2) PT Pangan Indonesia (10.000

Ha); (3) PT Bulog (10.000 Ha); 70 %; (4) pengembangan oleh swasta PT. Pangan Parama Papua

(15.000 Ha). Pengembangan oleh BUMD (5.000 Ha) dan oleh Koperasi kawan tani sejati (10.000

Ha) 30 %(Ha).

Page 61: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 61

Gb. 3.4. Gudang Bulog di Kabupaten Merauke

Berdasarkan pemantauan dan pembahasan dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Merauke

beserta SKPD terkait, perkembangan rencana pembangunan KEK di Merauke dapat diidentifikasi

sebagai berikut.

a. Komoditas unggulan di Kabupaten Merauke adalah

pertanian tanaman pangan (padi sawah, ubi, sagu)

tidak menutup kemungkinan untuk di kembangkan

tebu dan sawit. Sumber irigasi masih mengandalkan

rawa-rawa dan air hujan.

b. Luas lahan yang diusulkan untuk menjadi KEK adalah

luasan MIFEE (1,2 juta Ha), namun Tim

Pengembangan KEK menghendaki luasan KEK tidak

terlalu besar (50 Ha) sehingga dapat menjadi pusat

pertumbuhan dan industri. Kawasan MIFEE lainnya

dapat dijadikan sebagai penunjang kawasan (penghasil bahan baku).

c. Tanah ulayat masih menjadi permasalahan utama dalam pengelolaan kawasan, sehingga

dibutuhkan regulasi pengelolaan tanah ulayat sistem bagi hasil atau sewa. Pemerintah

Kabupaten Merauke akan mencari lokasi alternatif lainnya yang sudah memiliki sertifikat tanah

sehingga kedepan dapat lebih mudah dalam pengelolaan sebagai contoh kawasan terpadu

mandiri (KTM) Selor. KTM selor telah memiliki masterplan pengembangan kawasan yang

dapat dijadikan alternatif lokasi pengembangan kawasan.

d. Infrastruktur yang telah tersedia adalah (i) Pelabuhan Merauke sebagai pelabuhan umum dan

kontainer dengan kedalaman sekitar 8 m; (ii) Gudang Bulog dengan kapasitas 12.000 ton beras;

(iii) infrastruktur pengelolaan rawa.

3.4.2. Rencana Pembangunan KEK di Sorong

Berdasarkan pemantauan dan pembahasan dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Sorong

beserta SKPD terkait, perkembangan rencana pembangunan KEK di Sorong dapat diidentifikasi

sebagai berikut.

a. Lokasi usulan KEK berada di kawasan Industri Arar dengan luasan 6.927 Ha dengan zona inti

seluas 400 Ha.

Page 62: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 62

Gb. 3.5. Pelabuhan di Kawasan Industri Arar Gb. 3.6. Sumber Listrik dari PLTMG Waymon

b. Infrastruktur yang telah terbangun di dalam kawasan adalah (i) Pelabuhan kontainer dengan

kedalaman 14 m; (ii) Jalan menuju kawasan industri; (iii) ketersediaan listrik melalui PLTMG

Waymon dengan daya 30 Mw.

c. Sudah terdapat beberapa investor yang ada di kawasan industri Arar yaitu PT Petrochina yang

bergerak dalam bidang pengolahan CPO, PT Semen Gresik Tbk yang bergerak di bidang

pengepakan semen.

Page 63: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 63

BAB 4 PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis, berikut rumusan kesimpulan dari kegiatan

koordinasi asistensi percepatan pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, yaitu:

1. Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat mulai tahun 2015 dilakukan dengan

menggunakan pendekatan berbasis wilayah adat, sebagaimana yang diuraikan secara rinci

dalam Buku III Bab II Arah Pengembangan Wilayah Papua RPJMN 2015-2019. Pendekatan

pembangunan berbasis wilayah adat digunakan untuk memudahkan intervensi pembangunan,

dengan mengelompokkan wilayah Papua berdasarkan kedekatan kondisi geografis, adat, dan

budaya. Sebagai bentuk implementasinya, kebutuhan program/kegiatan pembangunan

infrastruktur, peningkatan ekonomi masyarakat, dan penyediaan layanan dasar publik

(pendidikan dan kesehatan) telah dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing

wilayah adat menyesuaikan dengan karakteristik kondisi sosial budaya, serta dengan

melibatkan unsur-unsur adat. Diharapkan penggunaan pendekatan ini dapat mengoptimalkan

pelaksanaan pembangunan, sehingga memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat.

2. Pelaksanaan Otonomi Khusus di Provinsi Papua dan Papua Barat terutama ditujukan untuk

melakukan percepatan pembangunan manusia melalui penyelenggaraan layanan bidang

pendidikan dan kesehatan. Apabila dibandingkan antara sebelum dan setelah otonomi khusus,

capaian pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan mengalami perkembangan yang

signifikan dari tahun ke tahun, walaupun apabila dibandingkan dengan capaian di wilayah lain,

angka tersebut masih tergolong rendah. Di samping kesenjangan dengan wilayah lain, terjadi

kesenjangan di dalam Wilayah Papua yaitu antara wilayah pesisir dengan wilayah pegunungan.

Sebagian besar kabupaten/kota yang berada di wilayah pegunungan tengah masih terisolir

dengan akses layanan pendidikan dan kesehatan yang rendah, sehingga menyebabkan kualitas

SDM di wilayah pegunungan masih jauh dari rata-rata.

Page 64: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 64

3. Pembangunan ekonomi lokal bagi masyarakat asli Papua menjadi salah satu strategi untuk

mengurangi kesenjangan perekonomian antar masyarakat, diketauhi bahwa sumber PDRB

tertinggi berasal dari sektor pertambangan dimana pada sektor tersebut sangat sedikit

menyerap tenaga kerja orang asli Papua. Untuk itu, strategi hilirisasi komoditas unggulan lokal

per wilayah adat yang berbasis pasar menjadi alternatif yang tepat untuk menciptakan

pendapatan tetap bagi masyarakat asli Papua. Dalam hal ini, pendampingan intensif menjadi

faktor kunci keberhasilan program, mengingat terdapat tantangan untuk mengarahkan pola

berfikir masyarakat dari sub sisten menjadi pola perekonomian modern.

4.2. Rekomendasi

Berdasarkan hasil kesimpulan di atas, berikut rekomendasi yang dihasilkan dari kegiatan

koordinasi asistensi percepatan pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, yaitu:

1. Perlunya penetapan indikator keberhasilan pelaksanaan otonomi khusus di Provinsi Papua dan

Papua Barat yang disahkan melalui Peraturan Pemerintah/Peraturan Presiden, terutama

indikator kemajuan di bidang kualitas Sumber Daya Manusia (pendidikan dan kesehatan),

peningkatan aksesibilitas infrastruktur, dan peningkatan perekonomian lokal masyarakat.

2. Perlunya aturan/regulasi (Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, atau peraturan

perundangan-undangan lainnya) yang mewajibkan kementerian/lembaga untuk

menyelenggarakan program/kegiatan secara kontekstual sesuai dengan karakteristik Wilayah

Papua.

3. Diperlukan pembentukan lembaga khusus/task force di Kementerian PPN/Bappenas yang

mengkoordinasikan program kementerian/lembaga yang spesifik untuk Wilayah Papua dalam

mendukung percepatan pembangunan Wilayah Papua.

4. Dana Otonomi Khusus akan berakhir pada 6 (enam) tahun ke depan, untuk itu diperlukan exit

strategy penyediaan layanan pendidikan dan kesehatan yang kontekstual Papua, khususnya

pada wilayah terisolir di pegunungan tengah.

Page 65: KOORDINASI STRATEGIS ASISTENSI PERCEPATAN …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/Pemantau... · Papua Barat Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas

Laporan Koordinasi Strategis Asistensi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat, 2015 65