laporan akhir koordinasi strategis …kawasan.bappenas.go.id/images/data/produk/pemantau... ·...

34
LAPORAN AKHIR KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010 i

Upload: trinhkhuong

Post on 04-Jul-2018

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

i

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..................................................................................................................................................... i

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................................................... ii

DAFTAR TABEL ........................................................................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1

I.1. LATAR BELAKANG ......................................................................................... 1

I.2. TUJUAN DAN SASARAN .................................................................................. 2

I.3. RUANG LINGKUP ........................................................................................... 3

I.4. METODE PELAKSANAAN ................................................................................. 3

I.5. KELUARAN .................................................................................................... 4

BAB II ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN KAWASAN

PERBATSAN ................................................................................................................................. 6

II.1. ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS ............................... 6

II.2. ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERBATASAN ............................ 8

BAB III HASIL KOORDINASI ............................................................................................................... 11

III.1. KAWASAN STRATEGIS ................................................................................. 11

III.1.1.Kawasan Ekonomi Khusus ............................................................................... 11

III.1.2.Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB)................... 14

III.2. KAWASAN PERBATASAN .............................................................................. 18

BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................................................................... 29

IV.1. KESIMPULAN .............................................................................................. 29

IV.2. REKOMENDASI ............................................................................................ 29

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

ii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Program Prioritas Pengembangan Industri dan KEK ...................................... 8

Gambar 2. Program Prioritas Pengembangan Daerah Perbatasan ................................. 10

Gambar 3. Masterplan dan Lokasi KEK Sorong ............................................................ 13

Gambar 4. Masterplan dan Lokasi KEK Tanjung Kelayang ............................................ 12

Gambar 5. Hasil Evaluasi KEK .................................................................................... 14

Gambar 6. Periodesasi Pembangunan KPBPB Sabang .................................................. 16

Gambar 7. Konsep Pengembangan KPBPB Sabang berdasarkan Prioritas Nasional ......... 18

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kegiatan utama 8 KEK yang sudah ditetapkan hingga Tahun 2015 .................. 11

Tabel 2. Hasil Diskusi Perencanaan Kebutuhan Anggaran Infrastruktur Pengelolaan

KawasanPerbatasan negara tahun 2017 ....................................................... 20

Tabel 3. Progres Pembangunan PLBN Terpadu ........................................................... 27

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

iv

KATA PENGANTAR

Laporan Akhir Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Kawasan Perbatasan dan Kawasan Strategis Nasional Untuk Mendukung Inpres No. 6 Tahun 2015 dan Keppres No. 8 Tahun 2010 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas pelaksanaan Program/ Kegiatan Pembangunan dan Pengembangan Kawasan, sesuai dengan Peraturan Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas No. 04/M.PPN/2009 tentang Pedoman Pengelolaan Kegiatan dan Anggaran di Lingkungan Kantor Kementerian PPN/Bappenas.

Pelaksanaan Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Kawasan Perbatasan dan Kawasan Strategis Nasional untuk Mendukung Inpres No. 6 Tahun 2015 dan Keppres No.8 Tahun 2010 ini dimaksudkan untuk menjamin kelancaran proses koordinasi perencanaan, pelaksanaan, monitoring, pengendalian dalam pengelolaan Program Pembangunan Kawasan Strategis dan Kawasan Perbatasan secara menyeluruh. Hasil-hasil yang telah dicapai dalam penerapan proses perencanaan, koordinasi dan pelaksanaan program di lapangan akan dilihat permasalahan dan kendala apa saja yang dihadapi serta berupaya memberikan saran untuk perbaikan proses perencanaan dan pelaksanaan program/kegiatan pada tahun berikutnya. Laporan Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Kawasan Perbatasan dan Kawasan Strategis Nasional Untuk Mendukung Inpres No. 6 Tahun 2015 dan Keppres No.8 Tahun 2010 ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritiknya sebagai penyempurnaan dalam pelaksanaan pemantauan perencanaan dan program/kegiatan pembangunan daerah tertinggal dan perbatasan pada tahun yang akan datang.

Jakarta, Desember 2016

Direktur Daerah Tertinggal, Transmigrasi dan Perdesaan,

Bappenas

Drs. Sumedi Andono Mulyo, MA, Ph.D L

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), menyebutkan bahwa Kawasan Strategis Nasional

(KSN) merupakan kawasan yang didalamnya berlangsung kegiatan yang berpengaruh

besar terhadap tata ruang di wilayah sekitarnya, kegiatan lain dibidang yang sejenis

dan dibidang lainnya, dan atau terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. KSN

terbagi atas beberapa bidang, yaitu kedaulatan negara, pertahanan keamanan,

ekonomi, sosial, budaya dan atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah

ditetapkan sebagai warisan dunia. KSN bidang ekonomi merupakan salah satu tools

yang digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, dimana

saat ini isu kesenjangan wilayah masih menjadi permasalahan utama.

Kesenjangan wilayah antara Indonesia bagian barat dengan Indonesia bagian

timur disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu (i) konsentrasi kegiatan ekonomi

wilayah, pertumbuhan ekonomi lebih cepat terdapat di daerah yang memiliki

konsentrasi ekonomi cukup besar; (ii) kelancaran distribusi barang dan jasa, mobilitas

barang dan jasa meliputi kegiatan perdagangan antar wilayah. Jika distribusi tidak

lancar maka akan terjadi penumpukan/kelebihan produksi sehingga tidak dapat

dimanfaatkan oleh daerah lain; (iii) perbedaan kondisi demografis, tingkat

pertumbuhan dan struktur penduduk, tingkat kesehatan dan pendidikan, etos kerja

dan sebagainya. Daerah yang memiliki kondisi demografis yang baik akan cenderung

mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi pula sehingga akan mendorong

peningkatan investasi; (iv) dan perbedaan kandungan sumber daya alam, perbedaan

kandungan SDA ini mempengaruhi dari sektor produksi. Daerah yang memiliki

kandungan SDA tinggi akan dapat memproduksi barang tertentu dengan harga relatif

murah.

Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah mejadi faktor utama kesenjangan wilayah

di Indonesia. Hal ini terlihat dari besarnya dari persentase kontribusi PDRB Pulau

Jawa dan Pulau Sumatera sebesar 82% terhadap PDRB nasional. Untuk menangkap

peluang tersebut, maka kebijakan pemerintah saat ini lebih diarahkan untuk

membangun kawasan timur Indonesia.

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015 -2019 Pada RPJMN

2015 – 2019 pengembangan kawasan strategis bidang ekonomi diarahkan pada

percepatan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah, terutama di

Luar Jawa (Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua) dengan

memaksimalkan keuntungan aglomerasi, menggali potensi dan keunggulan daerah

dan peningkatan efisiensi dalam penyediaan infrastruktur. Pendekatan ini pada

intinya merupakan integrasi dari pendekatan sektoral dan regional. Setiap wilayah

akan mengembangkan potensi dan keunggulannya, melalui pengembangan industri

manufaktur, industri pangan, industri maritim, dan pariwisata. Sementara itu dalam

kaitannya dengan arah dan strategi pengembangan wilayah tahun 2016,

pembangunan akan difokuskan pada pengurangan kesenjangan antarwilayah dengan

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

2

mendorong transformasi dan akselerasi pembangunan wilayah KTI dengan tetap

menjaga momentum pertumbuhan di Wilayah Jawa - Bali dan Sumatera.

Dalam mendukung Pengembangan kawasan strategis mengenai penciptaan nilai

tambah dari komoditas yang diunggulkan dan konektivitas hulu - hilir Kawasan

Strategis Nasional. Fokus sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan Kawasan

Strategis Nasional pada tahun 2016 adalah (a) beroperasinya Kawasan Ekonomi

Khusus Morotai, Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam,

Sabang, Bintan, dan Karimun sesuai dengan potensi dan produk unggulan kawasan

dan (b) terfasilitasinya penguatan kelembagaan pengelola dan persiapan

pembangunan infrastruktur di 6 lokasi KEK yang telah ditetapkan, 14 Kawasan

Industri (KI), dan 13 pusat - pusat pertumbuhan penggerak ekonomi daerah

pinggiran lainnya.

Dalam rangka mendukung dan memfasilitasi koordinasi strategis Kawasan

Strategis Nasional (KSN) bidang ekonomi, diperlukan adanya Tenaga Ahli Bidang

Perencanaan Dan Pengembangan Daya Saing Kawasan yang sesuai dengan tugas

Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, yaitu koordinasi dan sinkronisasi

dalam perencanaan dan pelaksanaan rencana pengembangan kawasan khusus dan

perbatasan.

I.2. TUJUAN DAN SASARAN

Secara umum pembentukan Tim Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan

Program Pembangunan Kawasan Perbatasan Dan Kawasan Strategis Nasional

bertujuan untuk menyusun kebijakan secara holistik dalam meningkatkan koordinasi

perencanaan dan kesesuaian pelaksanaan program/kegiatan pembangunan kawasan

perbatasan negara dan kawasan strategis nasional bidang ekonomi, sehingga dapat

menjadi penggerak utama dalam pengembangan dan pembangunan daerah. Strategi

yang digunakan dalam membidik pembangunan kawasan perbatasan negara dan

kawasan strategis nasional bidang ekonomi adalah melalui tahapan-tahapan sebagai

berikut:

1. Meningkatkan koordinasi perencanaan dan kerjasama antar K/L dan daerah

untuk percepatan pembangunan kawasan perbatasan negara dan kawasan

strategis nasional bidang ekonomi;

2. Menghidupkan dan mengaktifkan kembali peran koordinasi lintas K/L dalam

rangka memberikan masukan bagi perbaikan pembangunan dan pengelolaan

kawasan perbatasan negara dan kawasan strategis nasional bidang ekonomi.

Sasaran dari kegiatan Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program

Pembangunan Kawasan Perbatasan Dan Kawasan Strategis Nasional antara lain:

1. Terwujudnya koordinasi dan sinergi lintas stakeholders yang efektif dan efisien

dalam percepatan pengembangan Kawasan Strategis Nasional bidang ekonomi

dan kawasan perbatasan negara;

2. Terwujudnya dokumen perencanaan yang komperhensif guna mendukung

percepatan pengembangan Kawasan Strategis Nasional bidang ekonomi dan

kawasan perbatasan negara.

3. Tercapaianya implementasi kebijakan yang mendukung percepatan

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

3

pengembangan Kawasan Strategis Nasional bidang ekonomi dan kawasan

perbatasan negara.

I.3. RUANG LINGKUP

Adapun lingkup kegiatan Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program

Pembangunan Kawasan Perbatasan Dan Kawasan Strategis Nasional dalam

mendukung pengembangan kawasan maka secara substansi dikelompokkan menjadi

2 bagian, yaitu koordinasi perencanaan dan pelaksanaan program serta pemantauan

dan evaluasi program.

Dalam rangka mendapatkan masukan terhadap penyempurnaan pelaksanaan

kegiatan pengembangan Kawasan Strategis Nasional bidang ekonomi dan pertahanan

keamanan, akan dilakukan kunjungan kerja oleh Kepala Sub Direktorat (Golongan IV)

disertai staf terkait (Golongan III) pada beberapa lokasi antara lain:

1. Provinsi Aceh, dengan lokasi spesifik: Kota Sabang. Hal ini dalam rangka

melakukan koordinasi pelaksanaan KPBPB Sabang. Instansi yang akan dituju

adalah Bappeda Kota Sabang, Dewan Kawasan KPBPB Sabang, dan SKPD yang

terkait dengan pengembangan Kawasam Strategis Nasional;

2. Provinsi Maluku Utara, dengan lokasi spesifik Kabupaten Morotai. Hal ini dalam

rangka melakukan koordinasi pelakasanaan KEK Morotai dan peninjauan potensi

Kawasan Industri Buli. Instansi yang akan dituju adalah Bappeda Provinsi Maluku

Utara, Bappeda Kabupaten Morotai, Bappeda Halmahera Utara, Pengelola KEK

Morotai, serta SKPD yang terkait dengan pengembangan Kawasan Strategis

Nasional;

3. Provinsi Maluku, dengan lokasi Kabupaten Maluku Barat Daya. Hal ini dalam

rangka melakukan koordinasi pelaksanaan Lokpri Perbatasan Kabupaten Maluku

Barat Daya. Instansi yang akan dituju Bappeda Provinsi Maluku, Bappeda

Kabupaten Maluku Barat Daya, BNPP, serta SKPD yang terkait dengan

pengembangan kawasan perbatasan negara;

4. Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Sumatera Selatan

dalam rangka melakukan koordinasi pelakasanaan pembangunan kawasan

strategis nasional bidang ekonomi dan perbatasan negara. Instansi yang akan

dituju adalah Bappeda Provinsi dan Kabupaten, Badan Pengelola Perbatasan

Daerah, Pengelola Kawasan dan SKPD terkait;

5. Provinsi lainnya yang terkait dengan pengembangan kawasan strategis nasional

bidang ekonomi dan kawasan perbatasan negara.

I.4. METODE PELAKSANAAN

Untuk mencapai tujuan kegiatan dan keluaran yang diharapkan, maka metode

pelaksanaan yang dipergunakan adalah:

1. Melakukan Koordinasi dengan Stakeholder terkait

Koordinasi dengan berbagai stakeholders untuk sinkronisasi dan koordinasi

perencanaan, pelaksanaan program pengembangan kawasan strategis nasional.

Kegiatan ini dilakukan dengan melakukan inisiasi mengundang stakeholder

(proaktif) maupun secara aktif terlibat dalam mekanisme koordinasi yang telah

diagendakan oleh unit pelaksana kegiatan lain terkait program pembangunan

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

4

kawasan perbatasan negara dan kawasan strategis nasional bidang ekonomi.

2. Melakukan Pemantauan Program/Kegiatan (Supervisi)

Pemantauan pelaksanaan program/kegiatan difokuskan pada kesesuaian

implementasi program/kegiatan dalam pembangunan kawasan perbatasan

negara dan kawasan strategis nasional bidang ekonomi di daerah.

3. Melakukan Evaluasi Program/Kegiatan

Memberikan rekomendasi atau intervensi terhadap kendala-kendala yang

dihadapi dalam implementasi program/kegiatan pembangunan kawasan

perbatasan negara dan kawasan strategis nasional bidang ekonomi.

4. Menyusun Laporan

Penyusunan laporan akhir berdasarkan hasil koordinasi selama pelaksanaan

kegiatan Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan

Kawasan Perbatasan Dan Kawasan Strategis Nasional.

I.5. KELUARAN

Sistem pelaporan yang akan disusun oleh Tim Koordinasi Strategis Percepatan

Pelaksanaan Program Pembangunan Kawasan Perbatasan Dan Kawasan Strategis

Nasional, adalah sebagai berikut:

1. Terlaksananya rapat-rapat koordinasi perencanaan dan pelaksanaan program

lintas kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, serta lokakarya dan

konsinyering dalam rangka koordinasi pembangunan kawasan perbatasan negara

dan kawasan strategis nasional bidang ekonomi yang efektif dan efisien;

2. Terlaksananya penyusunan serta pemutakhiran data dan informasi perencanaan

dalam pelaksanaan program pembangunan kawasan perbatasan negara dan

kawasan strategis nasional bidang ekonomi;

3. Tersusunnya laporan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan program,

pemantauan dan evaluasi program pembangunan kawasan perbatasan negara

dan kawasan strategis nasional bidang ekonomi;

4. Tersusunnya laporan akhir koordinasi perencanaan dan pelaksanaan program

pembangunan kawasan perbatasan negara dan kawasan strategis nasional

bidang ekonomi.

Manfaat yang didapat pada Kegiatan Koordinasi Strategis Percepatan

Pelaksanaan Program Pembangunan Kawasan Perbatasan Dan Kawasan Strategis

Nasional adalah:

1. Terlaksananya koordinasi perencanaan program dalam mendukung percepatan

pembangunan kawasan perbatasan negara dan kawasan strategis nasional

bidang ekonomi;

2. Meningkatnya koordinasi dan sinkronisasi program pembangunan kawasan

perbatasan negara dan kawasan strategis nasional bidang ekonomi dalam

mendukung implementasi RPJMN 2015 – 2019 dan RKP 2016;

3. Meningkatnya sarana dan prasarana pelayanan dasar, transportasi dan

infrastruktur jalan dalam pembangunan kawasan perbatasan negara dan

kawasan strategis nasional bidang ekonomi;

4. Meningkatnya investasi dari dalam maupun luar negeri dalam mendukung

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

5

pembangunan kawasan perbatasan negara dan kawasan strategis nasional

bidang ekonomi;

5. Terfasilitasinya penyusunan Rencana Induk pengembangan Kawasan Ekonomi

Khusus sebagai acuan dalam pengembangan kawasan strategis nasional bidang

ekonomi;

6. Terfasilitasinya penyusunan Rencana Aksi lokpri sebagai acuan perencanaan dan

penganggaran untuk percepatan pembangunan KPN;

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

6

BAB II

ARAH KEBIJAKAN

PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN KAWASAN PERBATASAN

Pembangunan kawasan strategis dan pengelolaan kawasan perbatasan tidak lepas

dari sistem penataan ruang nasional yang tercantum di dalam PP 26 Tahun 2008 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). RTRWN disusun berdasarkan dinamika

pembangunan yang berkembangan antara lain tantangan globalisasi, otonomi daerah,

pemerataan wilayah kawasan barat Indonesia dengan kawasan timur Indonesia, dampak

pemanasan global, kerawanan bencana, pengembangan potensi kelautan dan pesisir,

pemanfaatan ruang kota pantai, penanganan kawasan perbatasan negara, dan peran

teknologi dalam memanfaatkan ruang dalam jangka waktu 20 tahun. Sehingga didalam

RTRWN tersebut terbagi atas 5 (lima) kepentingan yaitu: a) pertahanan dan keamanan,

b) pertumbuhan ekonomi, c) sosial dan budaya, d) pendayagunaan sumber daya alam

dan/atau teknologi tinggi, dan e) fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Pengelolaan

kawasan perbatasan termasuk didalam kepentingan pertahanan dan keamanan

sedangankan pengembangan kawasan strategis termasuk didalam kepentingan

pertumbuhan ekonomi.

Pada siklus perencanaan nasional, RTRWN digunakan sebagai pedoman dalam

penyusunan Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dalam kurun

waktu 5 (lima) tahun yang kemudian dijabarkan melalui Rencana Kerja Pemerintah (RKP)

setiap tahunnya. Pada periode ke tiga RPJMN (2015 – 2019), pembangunan kawasan

strategis dan pembangunan kawasan perbatasan telah disesuaikan dengan program

Nawa Cita Jokowi – JK, yaitu nawa cita meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing

di pasar Intemasional dan nawa cita membangun Indonesia dari pinggiran dengan

memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan. Membangun

kawasan strategis dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan di wilayah timur

Indonesia dan pembangunan kawasan perbatasan dimaksudkan untuk mengurangi

kesenjangan di wilayah perbatasan negara. Paradigma pembangunan perbatasan sudah

berubah menjadi membangun perbatasan sebagai halaman depan Indonesia bukan lagi

sebagai halaman belakang.

II.1. ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS

Pembangunan kawasan strategis pada RPJMN 2015 -2019 diarahkan pada

percepatan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah, terutama di luar

Pulau Jawa (Sumatera, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua) dengan

memaksimalkan keuntungan aglomerasi, menggali potensi dan keunggulan daerah dan

peningkatan efisiensi dalam penyediaan infrastruktur. Pendekatan ini pada intinya

merupakan integrasi dari pendekatan sektoral dan regional. Setiap wilayah akan

mengembangkan potensi dan keunggulannya, melalui pengembangan industri

manufaktur, industri pangan, industri maritim, dan pariwisata.

Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan di luar Pulau Jawa dapat dicapai melalui

beberapa strategi yaitu: (1) strategi pengembangan potensi ekonomi wilayah,

pembangunan pusat-pusat pertumbuhan di luar Pulau Jawa dibuat dengan

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

7

memperhatikan potensi keunggulan daerah dan pengembangan kawasan industri melalui

hilirisasi; (2) percepatan pembangunan konektivitas, bertujuan untuk

memaksimalkan pertumbuhan berdasarkan prinsip keterpaduan melalui inter-moda supply

chained system, memperluas jaringan pertumbuhan ekonomi di hinterland, dan

kemudahan akses pelayanan dasar ke daerah tertinggal, terpencil, dan perbatasan; (3)

peningkatan kemampuan SDM dan IPTEK, dilakukan melalui penyediaan SDM yang

memiliki kompetensi yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing kawasan

dengan membangun beberapa SMK/Politeknik/Akademi komunitas dan peningkatan BLK;

(4) regulasi dan kebijakan, untuk memberikan kemudahan-kemudahan dalam

berinvestasi melalui penyederhanaan perzinan, tumpang tindih peraturan perundangan,

dan merevisi peraturan yang sangat dibutuhkan dalam pengembangan pusat-pusat

pertumbuhan di luar Pulau Jawa; (5) peningkatan iklim investasi dan iklim usaha,

untuk mempermudah dalam peningkatan investasi di pusat-pusat pertumbuhan di luar

Pulau Jawa maka dilakukan penyederhanaan prosedur investasi dan berusaha di kawasan,

penyempurnaan penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) di kawasan pusat-

pusat pertumbuhan, memberikan insentif fiskal dan non fiskal khusus untuk kawasan

strategis dengan kriteria tertentu.

Pada perencanaan 2017 dilakukan pendekatan secara holistik, yaitu perencanaan

pengembangan pusat-pusat pertumbuhan di luar Pulau Jawa dikerjakan secara

menyeluruh dan saling terkait sehingga dapat menghasilkan output yang utuh. Rencana

Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2017, pengembangan pusat-pusat pertumbuhan di luar

Pulau Jawa termasuk di dalam Prioritas Nasional: Percepatan Pertumbuhan Industri dan

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Sasaran yang akan dicapai pada tahun 2017 adalah

pemerataan pembangunan kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus dengan

membangun 14 kawasan industri dan 8 kawasan ekonomi khusus. Arah kebijakan untuk

pembangunan pusat-pusat pertumbuhan di luar Pulau Jawa adalah pengembangan

potensi ekonomi wilayah, percepatan pembangunan konektivitas/infrastruktur,

pengembangan SDM dan IPTEK, pengembangan regulasi dan kebijakan, dan perbaikan

iklim investasi dan iklim usaha. Kemudian dibutuhkan kesadaraan bersama dalam rangka

revolusi mental terkait investasi, yaitu peningkatan kemudahan dan percepatan pelayanan

perijinan investasi.

Prioritas Nasional Percepatan Pertumbuhan Industri dan Kawasan Ekonomi Khusus

(KEK) berfokus pada dua belas program prioritas. Program prioritas yang paling utama

adalah program pengembangan kawasan industri/KEK. Program ini bertujuan sebagai

pemerataan pembangunan di kawasan timur Indonesia. Pada program ini terdapat 14 KI

dan 5 KEK, 3 diantaranya merupakan gabungan dari KI dan KEK, yaitu KI/KEK Palu,

KI/KEK Bitung, dan KI/KEK Sei Mangkei.

Di dalam program prioritas pengembangan kawasan industri/KEK terdapat enam

kegiatan prioritas pendukung, yaitu (1) penyediaan lahan kawasan industry, (2)

konektivitas/aksesibilitas, (3) ketersediaan infrastruktutr dasar, (4) penyediaan tenaga

teramoil, (5) iklim investasi, dan (6) insentif fiskal dan non fiskal.

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

8

II.2. ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERBATASAN

Pengelolaan perbatasan negara selama 5 (lima) tahun ke depan (Tahun 2015-

2019) diarahkan pada upaya mewujudkan perbatasan negara sebagai beranda dan

halaman depan negara. Sejalan dengan visi, misi, dan program/agenda strategis (Nawa

Cita) Presiden RI 2014-2019, khususnya Nawa Cita 3, maka pengelolaan perbatasan

negara akan diselenggarakan dalam kerangka “Membangun Indonesia dari pinggiran

dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara

kesatuan”, dengan strategi dasar “meletakkan dasar-dasar kebijakan desentralisasi

asimetris, yaitu dengan menetapkan dan melaksanakan kebijakan keberpihakan

(affirmative policy) kepada daerah-daerah yang saat ini masih terisolir, tertinggal, dan

terbelakang, terutama pada kawasan perbatasan negara dan pulau-pulau kecil terluar”.

Berdasarkan arahan RPJMN 2015-2019, kebijakan pengembangan kawasan

perbatasan negara difokuskan pada pengembangan 10 Pusat Kegiatan Strategis Nasional

(PKSN) dan 187 Kecamatan sebagai Lokasi Prioritas (Lokpri) yang tersebar di 41

Kabupaten/Kota pada 13 Provinsi, dengan misi utama:

1. Terselesaikannya penetapan dan penegasan batas wilayah negara, serta

meningkatnya upaya pertahanan, keamanan dan penegakan hukum di kawasan

Gambar 1. Program Prioritas Pengembangan Industri dan KEK

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

9

perbatasan, demi semakin tegaknya keutuhan wilayah negara kesatuan Republik

Indonesia.

2. Terbangunnya sistem pengelolaan aktivitas lintas batas negara yang terpadu dalam

rangka mewujudkan sistem pelayanan lintas batas yang aman, nyaman, dan ramah

investasi.

3. Meningkatnya upaya-upaya pembangunan kawasan perbatasan negara melalui

pemanfaatan potensi kawasan perbatasan dan penyediaan infrastruktur kawasan

perbatasan dalam rangka mengatasi keterisolasian wilayah dan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan.

4. Meningkatnya kapasitas dan kualitas tata kelola perbatasan negara melalui penataan

dan penguatan kelembagaan dalam rangka mewujudkan sistem tata kelola

perbatasan yang moderen, efektif, dan efisien, sesuai dengan tuntutan dan

kebutuhan dinamika regional dan global.

Sesuai dengan arahan RPJMN 2015-2019, sasaran-sasaran strategis pengelolaan

perbatasan negara adalah:

1. Berkembangnya 10 PKSN sebagai pos pemeriksaan lintas batas negara, sebagai

simpul transportasi internasional, sebagai pintu gerbang perdagangan internasional,

dan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi kawasan;

2. Meningkatnya efektifitas diplomasi maritim dan pertahanan, dan penyelesaian batas

wilayah negara dengan 10 negara tetangga di kawasan perbatasan darat dan laut,

serta meredam rivalitas maritim dan sengketa teritorial;

3. Menghilangkan aktivitas illegal fishing, illegal logging, human trafficking, dan kegiatan

ilegal lainnya, termasuk mengamankan sumberdaya maritim dan Zona Ekonomi

Esklusif (ZEE);

4. Meningkatnya keamanan dan kesejahteran masyarakat perbatasan, termasuk di 92

pulau-pulau kecil terluar; dan

5. Meningkatnya kerjasama dan pengelolaan perdagangan perbatasan dengan negara

tetangga, yang ditandai dengan meningkatnya perdagangan ekspor-impor dan

menurunnya kegiatan perdagangan ilegal di perbatasan.

Kebijakan di dalama RPJMN 2015-2019 diterjemahkan ke dalam perencanaan

tahun 2017 sebagai Prioritas Nasional Daerah Perbatasan dengan arah kebijakan, yaitu

(1) pembangunan infrastruktur kawasan perbatasan, (2) peningkatan keamanan wiayah

perbatasan sebagai halaman depan negara, dan (3) peningkatan kesejahteraaan

masyarakat wilayah perbatasan melalui penyediaan kebutuhan fasilitas sosisal dan

ekonomi. Ketiga arah kebijakan tersebut tetap memberikan fokus pada batas negara,

lintas batas, pengembangan kawasan dan pengembangan kelembagaan. Prioritas

Nasional Daerah Perbatasan dijabarkan melalui lima program prioritas, yang paling utama

adalah pembangunan PLBN terpadu. Hal ini sesuai dengan amanat Instruksi Presiden No.

6 Tahun 2015 tentang Percepatan Pembangunan 7 PLBN Terpadu. Inpres tersebut

menargetkan pembangunan 7 PLBN harus selesai pada tahun 2017 dan dapat segera

berfungsi untuk melayani aktivitas lintas batas antar negara. Perubahan paradigma

pengelolaan kawasan perbatasan bukan lagi sebagai halaman belakang namun menjadi

halaman depan negara, menjadikan kawasan perbatasan perhatian untuk seluruh

stakeholder.

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

10

Gambar 2. Program Prioritas Pengembangan Daerah Perbatasan

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

11

BAB III

HASIL KOORDINASI

III.1. KAWASAN STRATEGIS

III.1.1. Kawasan Ekonomi Khusus

Pencapaian kegiatan penyelenggaraan KEK pada akhir tahun 2015 adalah

diterbitkannya PP 96 Tahun 2015 tentang Fasilitas dan Kemudahan di KEK. Peraturan

Pemerintah ini mengatur tentang fasilitas fiskal dan non fiskal yang akan diberikan kepada

pelaku KEK. Untuk fasilitas fiskal diatur bahwa adanya pengurangan pajak penghasilan

(PPh) berdasarkan kriteria jumlah penanaman modal/investasi yang akan ditanamkan

sesuai dengan kegiatan utama KEK dan untuk kegiatan lainnya hanya mendapatkan

fasilitas fiskal seperti biasa. Untuk fasilitas non fiskal diberikan kemudahan dalam bidang

penyediaan ketenagakerjaan untuk orang asing, kemudahan pemberian visa kunjungan

(keimigrasian), kemudahan dalam membeli properti bagi orang asing (pertanahan), dan

kemudahan perizinan di daerah.

Dengan dikeluarkannya PP 96 Tahun 2015 ini maka Sekretariat Dewan Nasional

KEK pada awal tahun 2016 melaksanakan koordinasi pembahasan kegiatan utama KEK

yang akan menjadi bagian dari pemberian insentif fiskal dan non fiskal. Hasil dari

penyempurnaan kegiatan utama KEK sebagaimana Tabel 1.

Tabel 1. Kegiatan utama 8 KEK yang sudah ditetapkan hingga Tahun 2015

No KEK Kegiatan Utama

1 Sei Mangkei - Industri Pengolahan Kelapa Sawit;

- Industri Pengolahan Karet;

- Logistik; - Pariwisata;

2 Tanjung Lesung Pariwisata

3 Palu - Industri Pengolahan Nikel dan Bijih Besi;

- Industri Pengolahan Kakao; - Industri Rumput Laut;

- Industri Pengolahan Rotan; - Logistik; - Pengolahan Ekspor;

4 Bitung - Industri Pengolahan Kelapa; - Industri Pengolahan Perikanan;

- Industri Farmasi; - Logistik;

5 Morotai - Industri Perikanan; - Pariwisata;

- Logistik;

6 Tanjung Api-api - Logistik; - Industri Pengolahan Karet; - Industri Pengolahan Kelapa

Sawit;

- Industri Petrokimia ; - Energi;

7 Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK)

- Industri Pengolahan Kelapa Sawit;

- Industri Pengolahan Kayu;

- Logistik;

8 Mandalika Pariwisata

Pada semester I tahun 2016 terbentuk 2 KEK baru yaitu KEK Tanjung Kelayang

dan KEK Sorong. KEK Tanjung Kelayang dibentuk melalui PP 6 Tahun 2016 tentang KEK

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

12

Tanjung Kelayang dengan kegiatan utama adalah pariwisata. KEK Sorong dibentuk

melalui PP 31 Tahun 2016 tentang KEK Sorong dengan kegiatan utama adalah industri,

logistik, dan pengolahan ekspor. Sehingga total KEK yang sudah terbentuk berjumlah 10

KEK.

KEK Tanjung Kelayang ditetapkan pada tanggal 18 Maret 2016 yang berlokasi di

Kabupaten Belitung, Kepulauan Bangka Belitung dengan luas 324,4 ha. KEK Tanjung

Kelayang mempunyai kegiatan utama sebagai kawasan pariwisata dengan pengusul PT

Belitung Pantai Intan. Pengembangan kawasan Tanjung Kelayang memiliki potensi

investasi sebesar Rp 20 triliun dan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 23.645 orang.

Gambar 3. Masterplan dan Lokasi KEK Tanjung Kelayang

KEK Sorong ditetapkan pada tanggal 1 Agustus 2016 dengan lokasi berada di

Distrik Mayamuk, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat dengan luas 523,7 Ha. KEK

Sorong mempunyai kegiatan utama industri galangan kapal, logistik, industri pengolahan

hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan, industri pertambangan. Pembangunan KEK

Sorong diproyeksi dapat menghasilkan nilai investasi sebesar Rp 3,1 triliun hingga tahun

2020 dan mampu menyerap tenaga kerja 15.024 orang.

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

13

Gambar 4. Masterplan dan Lokasi KEK Sorong

Dari hasil evalusi dengan Sekretaris Dewan Nasional KEK, terdapat tiga kendala

dalam pengembangan KEK. Pertama, terkait lahan yang merupakan kebutuhan pokok

untuk membangun sebuah kawasan. Banyak lahan yang berada di lingkup KEK masih

belum dibebaskan karena terkendala oleh pembiayaan, status lahan, dan masalah tanah

adat. Pembebasan lahan hanya bisa dibebaskan melalui dana pemerintah, belum ada

aturan yang jelas terkait pembebasan lahan yang melibatkan swasta atau investor. Hal ini

menjadi kendala ketika status kepemilikan lahan akan diberikan kepada swasta atau

investor. Kedua, terkait dengan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan

ketenagakerjaan. Kebutuhan akan tenaga kerja dan SDM profesional di KEK merupakan

suatu keharusan. Kapasitas SDM profesional dibutuhkan di dalam kelembagaan KEK di

daerah, yaitu administrator dan Badan Usaha Pengelola. Administrator KEK bertugas

memberikan berbagai izin yang diperlukan oleh para investor di dalam KEK. Dengan di

keluarkannya PP No.96 Tahun 2015 tentang fasilitas dan kemudahan di KEK maka tugas

administrator tidak hanya menjadi PTSP biasa, namun lebih kompleks, yaitu selain urusan

perpajakan juga memberikan izin dalam bidang pertanahan dan keimigrasian. Ironinya

saat ini kapasitas administrator KEK belum diberikan pelatihan dan kewenangan penuh

terhadap pendelegasian kewenangan tersebut. Badan lain yang menentukan keberhasilan

KEK dalam menarik investasi adalah Badan Usaha Pengelola (BUP). BUP bertugas untuk

menyelenggarakan usaha di KEK. Saat ini KEK yang sudah memiliki BUP adalah KEK Sei

Mangkei, KEK Mandalika, KEK Tanjung Lesung, KEK Morotai, KEK MBTK, dan KEK Palu.

Keberadaan BUP ini dapat membantu dalam pemasaran, menjamin tersedianya listrik, air,

telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan para penyewa, dan menyediakan layanan

jasa lainnya. Oleh karena itu, BUP seharunya dibentuk bersamaan dengan ditetapkannya

KEK. Sehingga segala bentuk penyelenggaraan usaha KEK sudah dapat berjalan terutama

terkait dengan pemasaran kawasan. Selain itu, ketersediaan tenaga kerja di daerah

sekitar KEK masih belum mencukupi, terutama yang memiliki pengetahuan dan

keterampilan sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Untuk itu, perlu ada peningkatan

kapasitas tenaga kerja melalui penyediaan SMK, Balai Latihan Kerja, Politeknik yang

disesuaikan dengan kebutuhan kawasan. Ketiga, terkait dengan komitmen dan peran

masing-masing stakeholder. Pembangunan KEK merupakan tanggung jawab bersama

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

14

antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Pengelola Kawasan. Pemerintah Pusat

memiliki tugas sebagai pembantu dalam membangun infrastruktur di luar kawasan KEK.

Sasaran pembangunan infrastruktur oleh Pemerintah Pusat tidak hanya dimanfaatkan

oleh KEK namun juga harus bermanfaat untuk masyarakat sekitar KEK. Peran Pemerintah

Daerah adalah ikut andil dalam membangun kebutuhan infrastruktur di luar KEK yang

menjadi kewenangan daerah. Sedangkan Pengelola Kawasan memiliki tanggung jawab

untuk dapat membangun infrastruktur di dalam kawasan serta memastikan keberadaan

anchor industri yang akan berinvestasi di dalam kawasan. Kebutuhan infrastruktur di luar

kawasan KEK menjadi perhatian penting, karena melibatkan berbagai institusi pemerintah

sehingga diperlukan koordinasi antar lembaga yang kuat dan perencanaan yang matang

dalam menentukan infrastruktur apa yang akan dibangun.

III.1.2. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB)

Pencapaian kegiatan koordinasi Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan

Bebas (KPBPB) pada tahun 2016 lebih ditekankan pada proses perencanaan

pembangunan KPBPB bersama dengan Badan Pengusahaan Batam dan Badan

Pengusahaan Kawasan Sabang.

FGD DAN KUNJUNGAN KE BAPPEDA PROVINSI ACEH DAN KOTA SABANG

Untuk KPBPB Sabang, telah dilakukan kegiatan FGD dan kunjungan

dilaksanakan di kantor Bappeda Provinsi Aceh dan Kota Sabang dalam jangka waktu

Gambar 5. Hasil Evaluasi KEK

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

15

tanggal 18-20 Mei 2016. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mengkonfirmasi program dan

kegiatan SKPD Provinsi Aceh serta Kementerian/Lembaga di Kota Sabang. Kebijakan

dalam RPJMN 2015-2019 dan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang RTRW

Nasional menempatkan Kota Sabang sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) serta

sebagai Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) Kawasan Perbatasan Laut untuk

mendukung kegiatan di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.

Kelembagaan yang terkait dalam pengembangan PKSN Sabang ada tiga, yaitu

Bappeda Kota Sabang yang merupakan SKPD Kota Sabang, Badan Pengelola Kawasan

Sabang (BPKS) yang mengelola Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

Sabang, serta Bappeda Provinsi Aceh yang berfungsi sebagai penengah kepentingan

antara Bappeda Kota Sabang dan BPKS, serta sebagai bagian dari SKPD Provinsi adalah

mewakili kepentingan Pemerintah Pusat di PKSN Sabang.

Berdasarkan hasil Musrenbang 2017 dalam penyusunan RKP 2017, usulan

program yang sudah disetujui antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh adalah

pengembangan industri kakao dengan lokpri Kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh

Besar dan bantuan keramba jaring apung (KJA) dengan lokpri Kecamatan Sukakarya,

Kota Sabang.

Persoalan terkait industri kakao adalah belum didukung dengan adanya prasarana

berupa dermaga yang sedianya dibangun oleh BPKS di Pulo Aceh untuk mengangkut

komoditas kakao di Lokpri tersebut. Dermaga yang ada adalah di Lampulo, Banda Aceh

untuk mengangkut komoditas, sudah pada tahap pembentukan UPTD. Komoditas yang

ketersediaan lahannya mencapai keekonomisan skala di Sabang adalah cengkeh dan

kelapa dalam, sementara lahan kebun kakao belum mencapai keekonomisan skala karena

pabriknya baru selesai dibangun tahun 2014. Persoalan infrastruktur lain adalah

ketersediaan air bersih, air bersih sudah disediakan oleh PDAM, dengan sumber airnya

berasal dari Danau Aneuk Laut Tawar, tetapi air bersih dari instalasi PDAM hanya

mengalir 2 hari sekali sehingga beberapa rumah tangga menggunakan di pinggir laut

menggunakan air payau untuk kebutuhan sehari-hari. Bappeda Aceh sedang

berkonsentrasi untuk menyelesaikan persoalan infrastruktur ketersediaan air bersih di

Kota Sabang.

BPKS sebagai pengelola Pelabuhan Sabang lebih memfokuskan pada kegiatan

pariwisata untuk mengembangkan perekonomian Kota Sabang sebagai KSN. Kegiatan

yang sudah dilakukan antara lain Sabang Marine Festival yang berlangsung sejak tahun

2015, dan dihadiri Menteri Koordinator Kemaritiman RI, Dr. Indrojono Soesilo didampingi

Deputi III Bidang Koordinasi Infrastruktur Kementerian Koordinator Kemaritiman, Ir.

Ridwan Djamaluddin, PhD. Pada saat kunjungan, Pemerintah Provinsi Aceh sedang

mempersiapkan Festival Sabang Fair ke-3 dan Teknologi Tepat Guna se-Aceh ke-11 yang

dibuka pada hari Jumat 21 Mei 2016.

Total wisatawan ke Sabang sejak tahun 2011-2015 telah mencapai 1,7 juta

wisatawan, dengan pertumbuhan tahunan rata-rata mencapai 30% dan menghasilkan 2

triliun. Wisatawan mancanegara rata-rata berasal dari Malaysia. Sedemikian besar potensi

dari wisata tersebut, maka BPKS menyusun konsep IMT-GT (Indonesia-Malaysia-Thailand

Golden Triangle) atau Segitiga Emas Indonesia-Malaysia-Thailand berupa jalur laut untuk

kapal pesiar dari Ranong-Sabang-Malahayati-Langkawi-Ranong, dan jalur udara Sabang-

Phuket-Langkawi. BPKS telah menetapkan Sabang masuk pada periode konsolidasi

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

16

investasi tahun 2007-2021 dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Melakukan tinjauan ulang terhadap Rencana Induk 2013 dengan menetapkan

sektor pariwisata sebagai prioritas, dengan sektor lain seperti industri, pelabuhan,

dan perikanan sebagai pendukung;

b. Menyusun sistem pelayanan satu atap (PTSP) untuk memudahkan masuknya

investasi; mengkoordinasikan pembangunan di kawasan dengan membentuk

Dewan Kawasan Sabang, dengan Gubernur Aceh sebagai Ketua, dan Walikota

Sabang sebagai Anggota;

c. Penyelenggaraan festival untuk promosi pariwisata di Sabang;

d. Pengembangan Pulo Aceh sebagai sentra perkebunan kakao untuk mendukung

industri di Kota Sabang;

e. Pembangunan fasilitas CT3 untuk menunjang kegiatan Pelabuhan Sabang yang

diarahkan menjadi International Hub Port;

f. Pembangunan Kawasan Industri Balohan;

g. Penangkapan ikan tuna sebagai komoditas perikanan unggulan;

h. Pembangunan Pelabuhan Perikanan di Lamgugop, Pulo Aceh, namun perlu

didukung pembangunan industri pengolahan ikan yang memerlukan insentif;

i. Revitalisasi Pelabuhan Penyeberangan Balohan, Sabang dengan pembebasan

lahan 6 hektar dari lahan eksisting seluas 2 hektar, ditargetkan selesai dalam 3

tahun;

j. Kantor BPKS sudah ada di Sabang, Banda Aceh dan di Jakarta, serta

pembangunan mess di Pulo Aceh;

Dalam FGD disampaikan bahwa Sabang sangat siap menjadi bagian dari poros

maritim untuk jalur laut dari Selat Malaka ke Laut Andaman dan Samudera Hindia, bahkan

dikatakan Pelabuhan Bebas Sabang lebih siap menjadi International Hub Port daripada

Gambar 6. Periodesasi Pembangunan KPBPB Sabang

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

17

Pelabuhan Kuala Tanjung yang masih belum dibangun. Yang menjadi persoalan adalah

Sabang yang sebelumnya masuk dalam 15 Destination Management Organization untuk

Sektor Pariwisata Nasional, tidak dimasukkan dalam 10 destinasi pariwisata unggulan

yang ditetapkan Pemerintah hari ini.

Persoalan kedua adalah, Peraturan Pemerintah No. 83 tahun 2010 tentang

Pelimpahan Kewenangan Pemerintah ke Dewan Kawasan Sabang, masih terdapat dua

kewenangan yang belum dilimpahkan kepada Dewan Kawasan Sabang, yaitu pelimpahan

kewenangan perizinan kapal yang seharusnya menjadi Peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanan untuk memperkuat wewenang Dewan Kawasan Sabang dalam pembangunan

Pelabuhan Perikanan di Pulo Aceh dan pelimpahan kewenangan perizinan pembangunan

energi listrik oleh Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral.

Persoalan ketiga adalah Dewan Kawasan Sabang belum memiliki sekretariat,

sehingga mempersulit koordinasi implementasi, pengendalian dan pengawasan

pengembangan Kawasan Sabang. Dalam satu kasus, koordinasi yang belum efektif antara

BPKS dan Pemerintah Kota Sabang adalah terjadinya perbedaan perlakuan antara mobil

produk impor bebas yang tidak berplat nomor, dengan mobil yang berplat nomor ketika

memasuki Kawasan Pelabuhan Sabang. Koordinasi dengan Pemerintah Pusat seperti

Kemendagri, Kemenkeu, Bappenas, BNPP, dan lain-lain juga belum efektif karena pihak

Kementerian/Lembaga masih banyak yang belum memahami konsep PKSN.

DISEMINASI PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DAN PERCEPATAN

PENYERAPAN REALISASI ANGGARAN BPKS

Alokasi yang sudah diterima BPKS selama 14 tahun sebesar 2,8 T sedangkang

kebutuhan untuk pembangunan kawasan sebesar 40 T guna membangun 4 sektor yang

ada di Sabang, yaitu pelabuhan, pariwisata, perdagangan, dan perikanan. Pada tahun

2012 telah dilakukan review Masterplan BPKS yang menghasilkan rekomendasi untuk

merubah sektor prioritas BPKS. Pengembangan di sektor kepelabuhanan membutuhkan

waktu dan dana yang cukup besar sehingga hasil review Masterplan BPKS merubah sektor

prioritas menjadi bidang pariwisata karena dapat memberikan hasil yang cepat dan dapat

dirasakan oleh masyarakat. Banyak event yang telah diselenggarakan di Sabang serta

menjadi icon wisata bahari di kawasan barat serta pintu masuk kapal Cruise. Target dari

BPKS dan Pemko Sabang pada tahun 2017 adalah satu juta pengunjung datang ke

Sabang. Perkembangan kapal Cruise yang telah singgah di Sabang selama 4 tahun

terakhir mengalami peningkatan pada tahun 2015 terdapat 9 kapal Cruise dan tahun 2016

sudah ada rencana 15 kapal Cruise. Untuk meningkatkan kawasan wisata bahari Sabang

maka pada 2017 Pemerintah menjadikan Sabang sebagai tuan rumah sail Sabang yang

akan diselenggarakan pada bulan September 2017.

Presiden Jokowi telah mencanangkan Program Nawa Cita dimana pembangunan

KPBPB Sabang termasuk dalam Nawa Cita membangun Indonesia dari pinggiran. Untuk

mewujudkan Nawa Cita tersebut maka BPKS Sabang harus memulai dengan

menyelaraskan perencanaan BPKS dengan pembangunan nasional dan kebijakan

penganggaran. Kebijakan penganggaran yang diterapkan saat ini adalah money follow

programme, dimana kebijakan anggaran belanja dilakukan harus fokus pada prioritas

pembangunan bukan lagi setiap kegiatan kementerian/lembaga harus dibiayai. Kebijakan

penganggaran ini didukung dengan perencanaan pembangunan dengan pendekatan

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

18

holistik, tematik, terintegrasi, dan spasial. Pendekatan pembagunan ini merupakan

pelengkap dari money follow programme karena pendekatan secara holistik dihadapkan

dengan melihat perencanaan secara detail dari hulu hingga hilir, terintegrasi dengan

pembangunan yang dilakuakan oleh para stakeholder, dan mempertimbangkan secara

spasial lokasi perencanaan berdekatan dengan pembangunan yang lainnya. Pendekatan

ini telah dituangkan dalam Perpres No. 43 Tahun 2016 tentang Rencana Kerja

Pemerintah. Keterkaitan antara kebijakan perencanaan dan kebijakan penganggaran ini

akan dituangkan ke dalam Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja K/L) sehingga

pembiayaan pembangunan nasional dapat terkunci.

BPKS harus melihat secara menyeluruh terkait dengan pengembangan Sabang

terhadap 4 sektor utamanya. Sebagai contoh untuk sektor pariwisata, maka BPKS harus

mampu melihat peluang pengembangan dari hulu hingga hilir. Misalkan hulu di sektor

pariwisata adalah peningkatan infrastruktur objek pariwisata dan peningkatan SDM, untuk

hilir dengan melakukan berbagai macam event dan promosi. Setelah itu BPKS

mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan sendiri dan kegiatan yang dapat

dilakukan oleh Kementerian/Lembaga lainnya. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan

oleh Kementerian/Lembaga lainnya akan dibahas dalam forum Multilateral Meeting.

III.2. KAWASAN PERBATASAN

RAPAT PERENCANAAN KEBUTUHAN ANGGARAN INFRASTRUKTUR

PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN NEGARA TAHUN 2017

Kegiatan koordinasi pengembangan kawasan perbatasan negara yang dilakukan di

Gambar 7. Konsep Pengembangan KPBPB Sabang berdasarkan Prioritas Nasional

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

19

bulan Februari tahun 2016 adalah perencanaan kebutuhan anggaran pengelolaan

infrastruktur kawasan perbatasan negara 2017 yang dilaksanakan di Yogyakarta. Rapat ini

membahas terkait identifikasi dan kebutuhan anggaran pembangunan infrastruktur di

kawasan perbatasan tahun 2017 yang disinkronisasikan dengan daerah. Kepala Biro

Perencanaan BNPP menyampaikan bahwa pembangunan kawasan perbatasan negara

mengacu pada dokumen Renaksi dan Rinduk pengelolaan perbatasan yang seharusnya

dikerjakan secara bersama-sama dengan semua pihak bukan hanya BNPP, hal ini sesuai

dengan amanat UU No. 43 Tahun 2008, Perpres No. 12 Tahun 2010 dan Rinduk

Pengelolaan Perbatasan. Kawasan perbatasan saat ini dianggap sebagai beranda depan,

bukan halaman belakang sehingga perlu kerjasama antar pihak untuk mendukung

kebijakan pemerintah sesuai dengan Nawa Cita ke 3 “Membangun Indonesia dari

pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangaka Negara

Kesatuan”. Namun demikian, masih perlu adanya penyempurnaan terhadap Rinduk

Pengelolaan Perbatasan berdasarkan hasil evaluasi sementara masih terdapat banyak

program/kegiatan Kementerian/Lembaga dan pemda yang tidak dapat dilaksanakan

terkendala oleh biaya (cost) yang tinggi. Maka Rinduk Pengelolaan Perbatasan perlu dikaji

ulang baik ditingkat pusat maupun di daerah sehingga keterpaduan pembangunan

perbatasan negara dapat dicapai secara bersama.

Bappenas menyampaikan bahwa saat ini Bappenas telah berusaha menyelesaikan

rancangan awal untuk RKP tahun 2017 khususnya dalam bidang Kawasan Perbatasan

yang pada nantinya dapat disepakati BNPP, Kementerian/Lembaga dan Pemda. Pada

bulan Maret hingga Juni akan dilaksanakan Musrenbangnas yang mendekati penetapan

Pagu Indikatif. Didalam rancangan awal RKP tahun 2017 fokus strategi pengembangan

kawasan perbatasan adalah dengan menempatkan PKSN sebagai pusat pertumbuhan dan

aktivitas ekonomi perbatasan, dan Lokpri sebagai hinterland dengan keunggulan potensi

SDA-nya yang kemudian akan lebih disinkronkan pembangunan kawasan perbatasan

dengan pendekatan multisektoral dengan memberi fokus – fokus kegiatan utama yang

harus dikerjakan dalam mencapai pembangunan bidang tertentu dalam hal ini Kawasan

Perbatasan. Pemerintah Daerah perlu memberikan masukan terkait kebutuhan

infrastruktur fisik dan lokasi yang diprioritaskan untuk dibutuhkan. Selain itu, perlu

adanya konsolidasi antar Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Provinsi dalam

pengusulan program/kegiatan melalui e-proposal agar tidak terjadi ketidaksinkronan

perencanaan pembangunan perbatasan negara.

Sementara Kementerian Keuangan di dalam rapat koordinasi tersebut

menyampaikan terkait pendanaan yang memungkinkan dapat digunakan dalam

pembangunan kawasan perbatasan negara selain dari dana Kementerian/Lembaga, yaitu

melalui mekanisme Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Desentralisasi merupakan wujud pendekatan Pemerintah Pusat ke masyarakat yang

dimaksudkan untuk perbaikan pelayanan publik, pertanggungjawaban yang lebih baik,

kotribusi masyarakat, dan pembangunan dari bawah. Hubungan keuangan pusat dan

daerah harapannya dapat membagi kewenangan antara pusat dan daerah sehingga

kegiatan tidak tumpang tindih. Total APBD diseluruh Indonesia sekitar 950 triliun, namun

sekitar 750 Triliun APBD berasal dari dana transfer ke Daerah. Hal ini menunjukan adanya

dominasi belanja daerah. DAK bukan merupakan residu dengan adanya kenaikan alokasi

DAK yang signifikan, hal ini dapat dijadikan sebagai peluang dalam pembangunan

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

20

kawasan perbatasan. DAK akan dibagi menjadi 2 bagian yaitu DAK fisik dan DAK non fisik.

DAK fisik meliputi (1) DAK Reguler untuk pendidikan, kesehatan, pariwisata, pertanian,

kelautan perikanan, perumahan dan permukiman, serta UMKM; (2) DAK Penugasan untuk

pendidikan SMK, air minum, sanitasi, jalan, irigasi, pasar, dan energi; (3) DAK Afirmasi

untuk perumahan permukiman, transpotasi dan kesehatan. DAK non fisik meliputi dana

BOS, dana BOP PAUD, dana TP Guru PNSD, DTP Guru PNSD, dana BOK dan BOKB, dana

P2D2, dana PK2UKM dan Naker. Pengusulan proposal DAK dapat disampaikan paling

lambat pada bulan Juni 2016. Terdapat isu di dalam penggunaan DAK bahwa daerah

tidak mampu menyerap dana DAK secara menyeluruh akan diatasi dengan adanya

penetapan juknis yang akan menjadi pedoman daerah setelah Perpres ditetapkan.

Tabel 2. Hasil Diskusi Perencanaan Kebutuhan Anggaran Infrastruktur Pengelolaan KawasanPerbatasan negara tahun 2017

Instansi Diskusi Tanggapan

Bappeda Maluku 1. Evaluasi kegiatan kurang

berjalan.

2. Dalam paparan – paparan

perlu dipaparkan

keberhasilan pembangunan

kawasan perbatasan negara,

tidak hanya masalah.

3. Kegiatan di Provinsi tidak

terlalu pas, tidak jelas

mekanisme

penganggarannya.

4. Usulan – usulan DAK mohon

untuk dapat

mempertimbangkan kawasan

kepulauan juga.

1. DAK akan tetap mengacu

pada peraturan yang

berlaku dengan juga

melihat usulan daerah.

2. Daerah memang perlu

memaparkan kondisi –

kondisi daerah ke pusat,

bukan K/L.

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

21

Kadinas Kesehatan

MTB

1. Sisi Manusia belum banyak

dibangun di perbatasan,

pembangunan lebih fokus ke

fisik perbatasan.

2. Pertemuan tidak hanya

sebatas forum rapat saja,

tetapi juga pendampingan

daerah.

3. Keterbatasan perkembangan

inovasi di kawasan

perbatasan.

4. Akses kesehatan ke kawasan

perbatasan sudah semakin

membaik (MTB)

5. Sistem pendampingan dan

evaluasi dalam pelaksanaan

DAK perlu dibangun lebih

baik.

Dana BOS akan dipisahkan,

tetapi tetap akan

dianggarkan.

Kepala Badan BPPD

Kep. Aru

1. Implementasi Renaksi

kurang optimal.

2. Kalau memang Rinduk dan

Renaksi kurang mendapat

perhatian K/L, apakah tidak

lebih baik ditetapkan dalam

Inpres agar dapat lebih

mengkontrol K/L.

3. K/L sangat strich dengan

kewenangan, hal ini

berbanding terbalik dengan

kemampuan daerah yang

tidak bisa melaksanakan

urusan dan kewenangan

daerah.

4. Perlu dimunculkan lagi DAK

SPKP yang dapat menjadi

fiiling the gap dari K/L yang

sangat strich dengan

kewenangan.

5. Pasal 291 ayat 3 apakah bisa

dimasukan dalam formula

perhitungan DAU.

1. Terkait dengan Pasal 291

ayat 3, masih dikaji untuk

pengembangn formula

DAU.

2. Inpres > sebenarnya

pembangunan kawasan

perbatasan sudah

diinstruksikan dalam

UU43 dan UU23, mungkin

lebih baik mematangkan

mekanisme perancanaan

yang ada.

3. Dalam DAK Perbtasan

masuk ke dalam DAK

Transdes. Namun begitu

perhitungan DAK

Transdes masih salah

dimana derah tertinggal

dan kawasan perbatasan

dihitung menjadi satu

sehingga 2,8 T untuk DAK

Transdes akan dibagi lagi

untuk satuan wilayah

daerah tertinggal dan

kawasan perbatasan.

DISKUSI SEHARI “PERBATASAN RI – MALAYSIA : PEMBANGUNAN KAWASAN

PERBATASAN“

Indonesia berbatasan dengan 10 negara di darat dan di laut, baik secara langsung

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

22

maupun tidak langsung. Di wilayah teritorial dan ZEE Indonesia berada di wilayah

perbatasan dengan 10 (sepuluh) negara, yakni India, Thailand, Malaysia, Vietnam,

Singapura, Philipina, Republik Palau, Papua Nugini (PNG), Republik Demokratik Timor

Leste (RDTL), dan Australia.

Sedangkan di darat, Indonesia berbatasan dengan 3 (tiga) negara, yaitu Malaysia, PNG,

dan RDTL, dengan garis perbatasan sepanjang 3.130,26 km, yang terdiri atas garis

perbatasan dengan Malaysia sepanjang 2.040,1 km, dengan PNG sepanjang 821,36 km,

dan dengan RDTL sepanjang 268,8 km.

Dalam pengelolaan perbatasan negara masih terdapat beberapa permasalahan

atau isu strategis yang memerlukan penanganan diantaranya:

1. Masih terdapat sejumlah segmen batas wilayah Negara, di darat dan di laut, yang

belum disepakati dengan negara tetangga.

Di darat, masih terdapat 9 (sembilan) titik perbatasan dengan status sebagai

outstanding boundary problems (OBP) dan 1 (satu) titik yang memerlukan pengkajian

dengan Malaysia, serta 2 (dua) titik perbatasan yang bersatus sebagai unresolved

segments dan 1 (satu) titik perbatasan yang berstatus sebagai unsurveyed segment

dengan RDTL.

2. Masih belum memadainya sarana dan prasarana pertahanan dan pengamanan

perbatasan laut dan darat, baik secara kuantitas maupun secara kualitas, serta belum

efektifnya tata kelola pengamanan dan penegakan hukum di kawasan perbatasan,

baik di darat maupun di laut dan udara,.

3. Belum tersedianya sarana dan prasarana pengelolaan lintas batas Negara (PLBN)

secara, di darat dan di laut, yang memadai dan memenuhi standar internasional,

serta belum efektifnya tata kelola lintas batas negara, khususnya dalam kerangka

hubungan kelembagaan antara unsur pendukung sistem manajemen lintas batas

negara, seperti unsur pengelola perbatasan negara (BNPP dan Badan Pengelola

Perbatasan di Daerah), unsur kepabeanan (bea dan cukai), unsur keimigrasian, unsur

kekarantinaan, dan unsur keamanan, termasuk aspek operasional dan pemeliharaan

(aset) sarpras PLBN yang sudah dibangun.

4. Masih tingginya tingkat keterisolasian kawasan perbatasan negara, yang ditandai

dengan: (a) minimnya akses transportasi, baik darat, laut, maupun udara, khususnya

di kecamatan dan desa; (b) belum terwujudnya konektivitas antarmoda transportasi

yang menghubungkan titik-titik wilayah; (c) belum tersedianya sarana dan prasarana

komunikasi dan infomatika secara merata; serta (d) belum tersedianya secara penuh

sarana dan prasarana kelistrikan, di kawasan perbatasan negara.

5. Belum tersedianya secara memadai sarana dan prasarana pendukung serta sistem

tata kelola pelayanan masyarakat di kawasan perbatasan, baik yang terkait dengan

bidang perekonomian khususnya dalam rangka pengelolaan potensi kawasan

perbatasan negara, maupun yang terkait dengan pelayanan sosial dasar seperti

pendidikan dan kesehatan, termasuk pelayanan umum pemerintahan.

6. Belum adanya regulasi ataupun kebijakan yang bersifat afirmatif dan asimetris, baik

secara manajerial maupun secara sektoral, yang memungkinkan terselenggaranya

pengelolaan dan pembangunan kawasan perbatasan negara secara efektif dan

efisien, terutama penanganan ruas jalan non status yang sangat dibutuhkan

masyarakat perbatasan di kecamatan-kecamatan lokasi prioritas yang telah

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

23

ditetapkan, sehingga pembangunan jalan non status di 10 PKSN dan 187 Kecamatan

lokasi prioritas menjadi terhambat.

7. Belum efektifnya sistem tata kelola perbatasan negara, khususnya terkait dengan

relasi fungsional dan institusional antara satuan-satuan kerja pemerintahan, di Pusat

dan di Daerah, dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi pengelolaan perbatasan negara.

BIDANG PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA

1. Perundingan Batas Negara Wilayah Darat

a. Perundingan Batas Negara Wilayah Darat dengan Malaysia:

Dalam rangka percepatan penyelesaian permasalahan status segmen batas RI-

Malaysia di 10 titik bermasalah, Joint Working Group on The Outstanding Boundary

Problems (OBP) yang dibentuk Tahun 2011 telah melakukan perundingan sebanyak 8

kali. Pada tahun 2015 telah dilakukan perundingan ke-8, dengan hasil sebagai berikut:

1) Kedua Negara telah menyepakati Standar Operating Procedure (SOP) dan

timeline penyelesaian OBP Sektor Timur;

2) Kedua Negara telah menyepakati 1891 Boundary Convention dan 1915 Boundary

Aggreement sebagai rujukan dalam penyelesaian demarkasi garis batas kedua

negara;

3) Kedua negara sepakat melakukan pertukaran pandangan umum dalam kaitannya

dengan OBP Sungai Sinapad, Sungai Simantipal, dan B 2700 – B 3100, dan kedua

belah pihak sepakat untuk melanjutkan pembahasan lebih lanjut terhadap

penyelesaian seluruh OBP Sektor Timur pada pertemuan JWG OBP mendatang.

b. Perundingan Batas Negara Wilayah Darat dengan RDTL:

1) Kesepakatan untuk melakukan Joint Survey yang melibatkan Tim dua Negara di

Segment Unresolved dan Unsurveyed pada tahun 2016.

2) Dalam Perundingan JBC RI-RDTL tahun 2013 kedua negara sepakat untuk

menyelesaikan Unresolved Segment Dilumil-Memo dengan cara membagi dua

wilayah yang berbentuk delta (endapan sungai)

3) Dalam rangka mempercepat penyelesaian Unresolved segment dan Unsurveyed

segment telah dibentuk Special Working Group (SWG) di bawah lembaga

perundingan Joint Border Committee (JBC RI-RDTL) dengan tugas mempercepat

penyelesaian batas negara berdasarkan pendekatan sosial budaya sesuai amanat

Pasal 6 Provisional Agreement 2005;

4) Mempertahankan posisi agar penyelesaian Unresolved Uegments dengan equal

portion principle (untuk Noel Besi) dan dengan mempertimbangankan aspek

sosial sesuai dengan Provisional Agreement tahun 2005 Pasal 6 b

(Manusasi/Bidjael Sunan);

5) Mendorong penyelesaian batas negara dengan membangun kesepahaman

bersama terhadap Hukum Internasional yang mengatur batas wilayah negara

(Convention, Treaty and Agreement), dan meningkatkan kegiatan pengamanan

perbatasan secara terpadu terutama pada Unresolved segment dan Unsurveyed

segment;

6) Mengusulkan cara penyelesaian Unresolved Segment dengan membagi wilayah

yang tumpang tindih berdasarkan prinsip proporsionalitas, dengan pendekatan

sebagai berikut:

• Untuk wilayah berpenduduk, garis batas negara akan ditarik dengan membagi

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

24

wilayah yang tumpang tindih, dengan mempertimbangkan keberadaan

populasi penduduk, kepemilikan tanah, dan harta benda penduduk;

• Untuk wilayah tidak berpenduduk, garis batas negara akan ditarik dengan

membagi wilayah yang tumpang tindih dengan membagi sama luas;

• Pendekatan tanpa prasangka untuk batas darat akhir dan keputusan dibuat

oleh otoritas yang lebih tinggi dari kedua negara.

7) Perundingan Spesial Working Group ke-3 (SWG ke-3) RI-RDTL di Dili Tahun

2015, disepakati pelaksanaan Joint Survey RI-RDTL terhadap Unresolved

segment Noel besi-Citrana dan Bijael Sunan-Oben, dengan melibatkan tokoh

masyarakat dari kedua negara, selaras dengan kesepakatan yang tertuang

dalam Pasal 6 Provisional Agreement 2005;

8) Pihak RDTL telah mengirimkan Draft Terms Of Reference (TOR) Joint Field

Survey pada Unresolved segment Noelbesi-Citrana dan Bijael Sunan-Oben dan

menunggu tanggapan dari Pihak Indonesia;

c. Perundingan Batas Negara Wilayah Darat dengan PNG:

Berbeda dengan perbatasan RI-Malaysia dan perbatasan RI-RDTL, di perbatasan

RI-PNG pada prinsipnya tidak terdapat masalah yang berkaitan dengan garis

batas. Permasalahan yang menonjol di perbatasan RI-RDTL lebih banyak

menyangkut bidang sosial dan lingkungan hidup, khususnya dalam kaitan dengan

Sungai Fly sepanjang 162,64 Km yang berada di batas kedua negara.

Perundingan Joint Border Committee (JBC) ke-32 tahun 2015 telah menghasilkan

kesepatan sebagai berikut:

1) Terkait ratifikasi Basic Agreement 2013 On Border Arrangements Between

Indonesia and PNG: Mengingat Indonesia telah memasuki tahapan akhir

proses ratifikasi dari The Basic Agreement on Border Arrangement 2013,

maka PNG didorong dapat segera menyelesaikan proses ratifikasi, sehingga

kedua negara dapat melakukan pertukaran instrumen ratifikasi pada

pertemuan ke-33 JBC RI-PNG atau pada Tri-semester pertama tahun 2016.

2) Draft Perubahan Special Arrangement: Kedua Negara sepakat untuk segera

menyelesaikan Draft Perubahan Special Arrangement yang merupakan

turunan dari Basic Agreement Between the Government of the Republic of

Indonesia and Government of Papua New Guinea on Border Arrangement dan

dapat dibahas bersama pada pertemuan ke-33 JBC RI-PNG.

3) Peresmian Bersama Pos Lintas Batas Skow-Wutung dan The Border Plaque

Monument: Pelaksanaan peresmian bersama Pos Lintas Batas kedua negara

di Skow-Wutung akan dilakukan oleh kementerian terkait kedua negara dan

akan diberitahukan melalui saluran diplomatik. Posisi persiapan adalah

sebagai berikut: Pemerintah Indonesia masih melakukan renovasi terhadap

Pos Lintas Batas di Skouw, sedangkan PNG sudah menyelesaikan

pembangunan Pos Lintas Batas di Wutung.

2. Pengamanan Batas Negara Wilayah Darat

a. Pengamanan Batas Negara Wilayah Darat dengan Malaysia:

Terkait dengan upaya pengamanan batas negara wilayah darat dengan Malaysia di

Kalimantan, telah diperoleh sejumlah capaian pada tahun 2015 yang dilaksanakan

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

25

oleh K/L terkait sebagai berikut:

1) Pembangunan sarana dan prasarana serta pendukung operasional

pengamanan perbatasan berupa:

Pembangunan Pos Pamtas di perbatasan RI-Malaysia di Pulau Kalimantan

sampai tahun 2015 mencapai 23 pos pamtas;

Renovasi Pos Pamtas di perbatasan RI-Malaysia di Pulau Kalimantan

sampai tahun 2015 mencapai 22 pos pamtas; serta

Pengadaan peralatan berupa Alsatri, PTTA Fix Wing, PTTA Fix Wing K/L,

Alberzi, Alat Transportasi, dan alat komunikasi hingga tahun 2015 sudah

terlaksana optimal.

2) Pembangunan jalur inspeksi patroli perbatasan dan jalan administrasi di

perbatasan RI-Malaysia berupa:

Pembangunan jalur inspeksi patroli perbatasan (JIPP) hingga tahun 2015

sudah mencapai 97,04 Km;

Pembangunan jalan administrasi (JA) hingga tahun 2015 sudah mencapai

24,4 Km; dan

Pembangunan Jalan Perintis JIPP dan JA hingga tahun 2015 sudah

mencapai 188,4 Km.

3) Pemeliharaan pilar/tugu batas negara RI-Malaysia berupa:

Peningkatan investigation, refixation, and maintenance (IRM) pilar/tugu

perbatasan Negara sebagai berikut:

- IRM Area Prioritas VII (H-I) H300-H500 (Sektor Barat: Kalimantan

Barat dan Serawak) dengan jarak 15 km dan jumlah tugu yang di-

investigasi mencapai 308 buah;

- Rencana Program Survei IRM pada tahun 2016 Sektor Kalimantan

Utara - Sabah A 700 - A 800 Area Prioritas I (A-B) meliputi jarak 8.5

km;

- Rencana Program Survei IRM pada tahun 2016 Sektor Kalimantan Barat

– Sarawak H 100 – H 300 Area Prioritas VII (H-I) meliputi jarak 14

km; dan

- Rencana survei bersama CBDRF dengan menggunakan Global

Navigation Satelite System (GNSS) pada tahun 2016.

Pelaksanaan pemetaan bersama melalui Joint Border Mapping (JBM) RI-

Malaysia, dengan hasil sebagai berkut:

- Nomor Lembar Peta 2 s.d. 13, 41 s.d 43 telah dipublikasi;

- Nomor Lembar Peta 14 s.d 16, 36 s.d 37 telah ditandatangani oleh

Kedua Negara, statusnya kini adalah Pertukaran Print Out Peta;

- Nomor Lembar Peta 17 s.d 21 dengan status Final Hardcopy Proof

(FHP);

- Nomor Lembar Peta 22 s.d 26 dengan status Field Verification Plot

(FVP);

- Nomor Lembar Peta 27 s.d 31 dengan status Data Exchange

(Pertukaran Data); serta

- Nomor Lembar Peta 38 s.d 40 serta nomor 44 s.d 45 dengan status

suspended (karena OBP).

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

26

b. Pengamanan Batas Negara Wilayah Darat dengan RDTL:

Terkait dengan upaya pengamanan batas negara wilayah darat dengan RDTKL di

Provinsi NTT, telah diperoleh capaian pada tahun 2015 yang dilaksanakan oleh K/L

terkait sebagai berikut:

1) Pembangunan Pilar Batas RI-RDTL sebanyak 80 buah;

2) Telah dilakukan survei bersama relokasi Pos Pamtas TNI dan POLRI di Wini,

Motaain, dan Motamasin;

3) Pembangunan tanggul/tembok penahan batas wilayah negara hingga tahun

2015 sudah mencapai 2 tanggul penahan, yakni 1 tanggul penahan batas

negara di Sungai Malibaka, Kabupaten Belu, dan 1 tanggul penahan batas

negara di Sungai Motamasin, Kabupaten Malaka;

4) Telah terpasang 703 pilar batas Negara di Sektor Barat dan sedang dikerjakan

pemasangan 120 pilar;

5) Telah dilakukan survei demarkasi batas Negara pada 623 pilar batas dari

target 1004 pilar tanda batas;

6) Telah terpasang 530 Border Sign Post (BSP); serta

7) Telah diperoleh 23 Nomor Lembar Peta dengan skala 1:25.000 dalam

kerangka Joint Border Mapping (JBM) RI-RDTL.

c. Pengamanan Batas Negara Wilayah Darat dengan PNG:

Dalam rangka pengamanan batas negara wilayah darat dengan PNG di Provinsi

Papua, dengan fokus pada pembangunan sarana dan prasarana serta dukungan

operasional pengamanan, telah diperoleh sejumlah capaian pada tahun 2015 yang

dilaksanakan oleh K/L terkait sebagai berikut:

1) Pembangunan Pos Pamtas di perbatasan RI-PNG di Pulau Papua sampai tahun

2015 mencapai 6 pos pamtas;

2) Renovasi Pos Pamtas di perbatasan RI-PNG di Pulau Papua sampai tahun 2015

mencapai 9 pos pamtas; serta

3) Pengadaan peralatan (Alsatri, PTTA Fix Wing, PTTA Fix Wing K/L, Alberzi, Alat

Transportasi, alat komunikasi) hingga tahun 2015 sudah mencapai 14 Paket

Pengadaan.

3. Perundingan Batas Negara Wilayah Laut dan Udara

Terdapat dua capaian signifikan dalam rangka perundingan batas negara wilayah laut

dan udara sebagai berikut:

1) Melalui dua kali pertemuan konsultasi : yakni pertama di Dili pada 18 September

2015, dan kedua di Surabaya pada 29-30 Oktober 2015, telah disepakati bahwa

pada tahun 2016 akan dilakukan perundingan pada tingkat teknis untuk

membahas 4 (empat) segmen batas maritim RI-RDTL, yakni batas maritim di Selat

Wetar, Selat Ombai Bagian Timur, Selat Ombai Bagian Barat, dan Laut Timor.

2) Pertemuan Konsultasi Ketiga akan dilaksanakan di Dili pada tahun 2016, guna

mendiskusikan koordinat titik-titik dasar (basepoints) dan garis pangkal (baselines)

yang akan menjadi acuan diskusi teknis penarikan garis batas maritim kedua

negara dan akan diidentifikasi segmen batas maritim yang perlu diprioritaskan

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

27

Sumber: Weekly Report Pembangunan PLBN 2016, Kementerian

PUPR

penyelesaiannya dalam Pertemuan Tim Teknis Pertama;

3) Telah dilakukan pemantapan koordinasi lintas K/L dalam rangka pengaturan ulang

jalur penerbangan Indonesia-Singapura-Malaysia di atas Kepulauan Natuna, dan

telah mulai dirumuskan rancangan Instruksi Presiden tentang Percepatan Re-

Alignment Flight Information Region di Natuna Provinsi Kepulauan Riau.

BIDANG PENGELOLAAN LINTAS BATAS NEGARA

Pembangunan Kawasan PLBN Terpadu pada tahun 2015 hingga 2016 difokuskan

pada pembangunan gedung utama PLBN di zona inti kawasan PLBN terpadu disertai

dengan sarana prasarana yang menunjang kegiatan Custom, Immigration, Quarantine,

and Service (CIQS). Pembangunan gedung inti tersebut melibatkan banyak pihak mulai

dari pembebasan lahan hingga pembangunan gedung inti. Kementerian PUPR sangat

berperan dalam pembangunan fisik 7 gedung inti PLBN yang ditargetkan selesai pada

tahun 2016 dan dapat segera fungsional secara terpadu di tahun 2017 sesuai dengan

Inpres 6 tahun 2015. Progres pembangunan PLBN dapat dilihat pada Tabel 3. berikut:

Tabel 3. Progres Pembangunan PLBN Terpadu

PLBN LOKASI PROGRES

PLBN Terpadu Aruk (Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi)

95,45 %

PLBN Terpadu Entikong Sajingan Besar, Sambas, Kalimantan Barat

89,02 %

PLBN Terpadu Nanga Badau Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat

88,55 %

PLBN Terpadu Motaain Badau, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat

100 %

PLBN Terpadu Motamasin Tasifeto Timur, Belu, Nusa Tenggara Timur

92,44 %

PLBN Terpadu Wini Kobalima Timur, Malaka, Nusa Tenggara Timur

92,71 %

PLBN Terpadu Skouw Insana Utara, Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur

96,56 %

Dua PLBN yang ditargetkan dapat segera dioperasikan adalah PLBN Motaain dan

PLBN Entikong. Kedua PLBN tersebut ditargetkan segera diresmikan oleh Presiden pada

akhir tahun 2016 dan dapat segera dioperasikan. Dalam rangka mendukung

pengoperasian PLBN tersebut dalam manajemen satu atap melalui Unit Pelayanan Teknis

(UPT) maka BNPP bersama Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara (Kemenpan)

sedang membahas kelembagaan PLBN Terpadu. Beberapa alternatif yang diusulkan

Kemenpan untuk kelembagaan PLBN, yaitu (1) PLBN ditetapkan sebagai UPT Kemendagri

dengan dasar Mendagri yang merupakan ketua BNPP; (2) UPT Kemenkumham pada

Dirjen Imigrasi dimana di dalamnya terdapat tugas dan fungsi pelayanan lintas batas

negara; dan (3) UPT Kemhan, sesuai dengan Permen 58 tahun 2015 terdapat tugas dan

fungsi pengelolaan keamanan kawasan perbatasan yang lebih fokus pada lalu lintas

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

28

orang. Namun begitu kepastian kelembagaan pengelola PLBN masih dalam pembahasan

dan belum memberikan gambaran pasti akan pengelolaanya. BNPP dalam hal ini sebagai

koordinator pembangunan Kawasan Perbatasan Negara harus segera merumuskan

alternatif jangka pendek, menengah dan panjang untuk pengelola PLBN. Selain

pembangunan zona sub inti dan pendukung, langkah kedepan dalam pembangunan PLBN

juga diarahkan pada pembangunan kawasan di sekitar PLBN dengan menekankan pada

penekanan fungsi PLBN yang berpotensi menjadi pintu gerbang perdagangan

internasional yang dapat memicu aktivitas ekonomi antar dua negara. Penetapan kawasan

kepabeanan, pembangunan dryport, pengembangan komoditas di sekitar kawasan, dan

berbagai upaya harus segera dilakukan dalam rangka mendukung fungsin PLBN sebagai

pintu gerbang perdagangan internasional.

LAPORAN AKHIR

KOORDINASI STRATEGIS PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL UNTUK MENDUKUNG INPRES NO. 6 TAHUN 2015 DAN KEPPRES NO.8 TAHUN 2010

29

BAB IV

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

IV.1. KESIMPULAN

1. Secara umum pendekatan pembangunan kawasan stategis dan kawasan perbatasan

pada tahun 2017 berdasarkan pola Holistik – Integratif, Tematik dan Spasial sehingga

pembangunan kawasan strategis dan kawasan perbatasan dapat terbangun secara

menyeluruh oleh Kementerian/Lembaga.

2. Capaian pembangunan Kawasn Ekonomi Khusus (KEK) pada tahun 2016, yaitu telah

ditetapkan dua lokasi KEK baru, yaitu KEK Tanjung Kelayang dan KEK Sorong. Kondisi

eksisting KEK yang telah ditetapkan masih terkendala dalam penyediaan lahan,

komitmen daerah, dan achor industri sebagai trigger investasi.

3. Progres pembangunan PLBN Terpadu sudah memasuki tahap akhir, rata-rata

pembangunan 7 PLBN Terpadu sudah mencapai 90% sehingga pada tahun 2017 sudah

dapat pergunakan untuk melayani masyarakat perbatasan.

4. Permasalahan pembangunan kawasan perbatasan yang paling utama adalah belum

adanya kebijakan yang bersifat afirmasi dan asimetris baik secara manajerial maupun

secara sektoral, yang memungkinkan terselenggaranya pengelolaan dan pembangunan

kawasan perbatasan negara secara efektif dan efisien, terutama penanganan ruas

jalan non status yang sangat dibutuhkan masyarakat perbatasan di kecamatan-

kecamatan lokasi prioritas yang telah ditetapkan.

IV.2. REKOMENDASI

1. Pembangunan kawasan secara holistik – integratif, tematik dan spasial sebaiknya

dilaksanakan hingga level pemerintah daerah sehingga apa yang menjadi Consern

pemerintah pusat dapat terwujud.

2. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di luar Pulau Jawa sebaiknya

memperhatikan kriteria pembebasan lahan minimal sudah tersedia sekurang-

kurangnya 50% dari total luasan usulan KEK. Pembentukan Badan Pengelola sebaiknya

sudah disiapkan saat usulan KEK tersebut akan ditetapkan oleh Menteri Koordinator

Bidang Perekonomian.