isi asistensi bimbel

54
BAB I SKEMA JARINGAN DAN KAPASITAS SALURAN IRIGASI A. Data Teknis Peta rencana jaringan irigasi teknis seperti gambar terlampir. Data yang tersedia sebagai berikut: a. Luas lahan (A) dan kebutuhan air (KA) Tabel 1.1. Luas Lahan dan Kebutuhan Air No . Lahan Kode Lahan Luas Lahan (A), hA Kebutuhan Air (KA), mm/hari 1. Lahan 1 T1 100 15 2. Lahan 2 T2 100 15 3. Lahan 3 T3 300 15 4. Lahan 4 T4 100 15 5. Lahan 5 T5 240 15 6. Lahan 6 T6 100 15 7. Lahan 7 T6 260 15 8. Lahan 8 T8 100 15

Upload: krisnha-nugraha

Post on 10-Apr-2016

237 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

irigasi 4 bimbel

TRANSCRIPT

Page 1: Isi Asistensi bimbel

BAB I

SKEMA JARINGAN DAN KAPASITAS SALURAN IRIGASI

A. Data Teknis

Peta rencana jaringan irigasi teknis seperti gambar terlampir. Data yang

tersedia sebagai berikut:

a. Luas lahan (A) dan kebutuhan air (KA)

Tabel 1.1. Luas Lahan dan Kebutuhan Air

No. LahanKode

Lahan

Luas Lahan

(A), hA

Kebutuhan Air

(KA), mm/hari

1. Lahan 1 T1 100 15

2. Lahan 2 T2 100 15

3. Lahan 3 T3 300 15

4. Lahan 4 T4 100 15

5. Lahan 5 T5 240 15

6. Lahan 6 T6 100 15

7. Lahan 7 T6 260 15

8. Lahan 8 T8 100 15

b. Lebar Sungai : 90 m

c. Debit banjir maksimum sungai (Qmax) : 500 m3/s

d. Elevasi dasar sungai : 20 m

e. Tinggi mercu bendung : 3 m

f. Tinggi muka air banjir maksimum : 3,8 m

g. Tinggi pintu pengambilan : 0,75 m

h. Tinggi ambang pengambilan : 0,85 m

i. Kecepatan saluran pembilas : 0,8 m/s

j. Efisiensi saluran primer : 0,90

k. Efisiensi saluran sekunder : 0,80

l. Efisiensi saluran tersier : 0,75

Page 2: Isi Asistensi bimbel

Gambar 1.1. Rencana Skema Jaringan Irigasi

B. Analisis Kapasitas Saluran

B.1. Debit Kebutuhan Air di Lahan

Debit kebutuhan air di lahan adalah besarnya besaran debit yang

dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan air di lahan tersier atau sawah.

Besarnya debit dapat menggunakan persamaan:

QKA = KA × A........................................................(1.1)

Keterangan :

QKA = Besaran debit yang dibutuhkan di lahan (m3/s)

KA = Kebutuhan air di lahan (m/s)

A = Luas lahan (m2)

B.2. Kapasitas Saluran Irigasi

Kapasitas saluran irigasi adalah kapasitas saluran pemberi.

Besarnya kapasitas saluran harus dapat memenuhi besar debit yang akan

dialirkan untuk memenuhi debit kebutuhan di lahan. Saluran ini berfungsi

untuk mengalirkan air dari sungai atau sumber air ke lahan tersier.

Besarnya kapasitas saluran dapat menggunakan persamaan:

Page 3: Isi Asistensi bimbel

Qs(saluran) =

Qka

μ .........................................................(1.2)

Keterangan :

Qs = besar debit kapasitas saluran (m3/s)

QKA = besar debit kebutuhan air di lahan (m3/s)

μ = efisiensi saluran

B.3. Perhitungan Saluran Irigasi

B.3.1. Perhitungan Debit Kebutuhan Air di Lahan

1. Lahan 1 (T1)

Diketahui:

KA1 = 15 mm/hari = 15 x10−3

24 x60 x 60 = 1,7361 x 10-7 m/s

A1 = 100 ha= 1.000.000 m2

QKA1 = KA1 x A1

= 1,7361 x 10-7 x 1.000.000

= 0, 1736 m3/s

2. Lahan 2 (T2)

Diketahui:

KA2 = 15 mm/hari = 1, 7361 x 10-7 m/s

A2 = 100 ha = 1.000.000 m2

QKA2 = KA2 x A2

= 1, 7361 x 10-7 x 1.000.000

= 0,1736 m3/s

3. Lahan 3 (T3)

Diketahui:

KA3 = 15 mm/hari = 1,7361 x 10-7 m/s

A3 = 300 ha = 3.000.000 m2

QKA3 = KA3 x A3

= 1,7361 x 10-7 x 3.000.000

=0,5208 m3/s

Page 4: Isi Asistensi bimbel

4. Lahan 4 (T4)

Diketahui:

KA4 = 15 mm/hari = 1,7361 x 10-7 m/s

A4 = 100 ha = 1.000.000 m2

QKA4 = KA4 x A4

= 1,7361 x 10-7 x 1.000.000

= 0,1736 m3/s

5. Lahan 5 (T5)

Diketahui:

KA5 = 15 mm/hari = 1,7361 x 10-7 m/s

A5 = 240 ha = 2.400.000 m2

QKA5 = KA5 x A5

= 1,7361 x 10-7 x 2.400.000

= 0,4166 m3/s

6. Lahan 6 (T6)

Diketahui:

KA6 = 15 mm/hari = x 10-7 m/s

A6 = 100 ha = 1.000.000 m2

QKA6 = KA6 x A6

= 1,7361 x 10-7 x 1.000.000

= 0, 1736 m3/s

7. Lahan 7 (T7)

Diketahui:

KA7 = 15 mm/hari = x 10-7 m/s

A7 = 260 ha = 2.600.000 m2

QKA7 = KA7 x A7

= 1,7361 x 10-7 x 2.600.000

= 0, 4513 m3/s

Page 5: Isi Asistensi bimbel

8. Lahan 8 (T8)

Diketahui:

KA8 = 15 mm/hari = x 10-7 m/s

A8 = 100 ha= 1.000.000 m2

QKA1 = KA6 x A6

= 1,7361 x 10-7 x 1.000.000

= 0, 1736 m3/s

Tabel 1.2. Debit Kebutuhan Air di Lahan

No. LahanLuas Lahan

(A), hA

Kebutuhan Air

(KA), mm/hari

QKA

(m3/s)

1. T1 100 15 0, 1736

2. T2 100 15 0, 1736

3. T3 300 15 0,5208

4. T4 100 15 0,1736

5. T5 240 15 0,4166

6. T6 100 15 0, 1736

7. T7 260 15 0, 4513

8. T8 100 15 0, 1736

C. Perhitungan Kapasitas Saluran Irigasi

a. Perhitungan Kapasitas Saluran Tersier

Contoh perhitungan pada kapasitas saluran tersier 1

QST1 (Kapasitas Saluran Tersier 1)

QKA1 = 0,6018 m3/s

µtersier = 0,75

QST1 =

QKA1

μ tersier =

0 ,60180 ,75 = 0,8024 m3/s

Perhitungan pada kapasitas saluran lainnya dapat

menggunakan rumus yang sama yaitu seperti perhitungan

kapasitas diatas. Berikut hasil perhitungan kapasitas saluran

tersier, seperti tercantum dalam tabel 1.3.

Page 6: Isi Asistensi bimbel

Tabel 1.3. Kapasitas Saluran Tersier

No

.Saluran

QKA

(m3/s)µ

Qs

(m3/s)

1. QST1 0, 1736 0,75 0,1302

2. QST2 0, 1736 0,75 0,1302

3. QST3 0,5208 0,75 0,3906

4. QST4 0,1736 0,75 0,1302

5. QST5 0,4166 0,75 0,3124

6. QST6 0, 1736 0,75 0,1302

7. Qst7 0, 4513 0,75 0,3384

8. Qst8 0, 1736 0,75 0,1302

b. Perhitungan Kapasitas Saluran Sekunder

1) QSS1 (Kapasitas Saluran Sekunder 1)

QST2 = 0,1302 m3/s

QST3 = 0,3906 m3/s

QST4 = 0,1302 m3/s

µsekunder = 0,80

QSS1 =

QST2+QST3+QST4

μsekunder

=

0,1302+0 , 3906+0,13020 , 80 = 0,81375 m3/s

2) QSS2 (Kapasitas Saluran Sekunder 2)

QST5 = 0,3124 m3/s

QST6 = 0,1302 m3/s

µsekunder = 0,80

QSS2 =

QST5+QST6

μsekunder =

0,3124+0,13020,80 =0,55325 m3/s

Page 7: Isi Asistensi bimbel

3) QSS3 (Kapasitas Saluran Sekunder 2)

QST7 = 0,3384 m3/s

QST8 = 0,1302 m3/s

µsekunder = 0,80

QSS2 =

QST7+QST8

μsekunder =

0,3384+0,13020,80 = 0,58575 m3/s

c. Perhitungan Kapasitas Saluran Primer

QSP2 (Kapasitas Saluran Primer)

QSS2 = 0,55325 m3/s

QST3 = 0,58575 m3/s

µprimer = 0,90

QSP1 =

QSS2+QSS3

μprimer

=

0,55325 +0,58575 0,90 = 1,2655 m3/s

QSP1 (Kapasitas Saluran Primer)

QSS1 = 0,81375 m3/s

QSP2 = 1,2655 m3/s

QST1 = 0,1302 m3/s

µprimer = 0,90

QSP1 =

QSS1+QSS2+QST1

μprimer

=

0,81375 +1 , 2655+0,1302 0,90 = 2,4549 m3/s

Page 8: Isi Asistensi bimbel

Tabel 1.4. Kapasitas Saluran Sekunder dan Primer

No. Saluran µQs

(m3/s)

1. QSS1 0,80 0,81375

2. QSS2 0,80 0,55325

3. QSS3 0,80 0,58575

4. QSP2 0,90 1,2655

5. QSP1 0,90 2,4549

D. Skema Jaringan

D.1.Skema Jaringan Irigasi

Susunan dalam suatu daerah irigasi merupakan saluran pembawa

air yang dimulai dari bangunan penangkap air dari sumber-sumber air

sampai kelahan sawah (petak tersier) dengan ukuran saluran berturut-turut

semakin kecil. Kebutuhan sawah akan terpenuhi jika analisis/hitungan

secara ilmiah benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu yang

perlu dilakukan adalah mendesain jaringan irigasi secara baik dan benar,

agar dapat dimanfaatkan oleh para petani dalam mengolah lahan sehingga

tujuan dari skema jaringan irigasi dapat diwujudkan dengan secara nyata.

a) Saluran Primer (SP) adalah saluran pertama yang mengambil air dari

bangunan penangkap air dari sumber air (sungai dengan bendung) dan

melayani daerah irigasi yang merupakan sekumpulan petak sekunder.

b) Saluran Sekunder (SS) adalah saluran yang lebih kecil dari saluran

primer dan melayani beberapa petak tersier.

c) Saluran Tersier (ST) adalah saluran yang lebih kecil dari saluran

skunder dan menuju petak tersier.

d) Petak Tersier (PT) merupakan kumpulan dari petak kuarter (lahan

sawah).

e) Bangunan Bagi (BB) merupakan bangunan yang berfungsi sebagai

pembagi ke petak tersier saja.

Page 9: Isi Asistensi bimbel

f) Bangunan (Bagi Sadap) B.BS merupakan bangunan yang berfungsi

sebagai pembagi ke petak-petak tersier dan juga sebagai penyuplai

saluran sekunder dan saluran tersier.

Jaringan irigasi mempunyai beberapa fungsi penting yaitu:

Saluran yang berfungsi mengalirkan air ke lahan atau sawah sehingga

bias dimanfaatkan oleh para petani.

Bangunan pengukur debit yang berfungsi mengukur dan mengatur taraf

muka air sehingga debit bisa dikendalikan dengan baik.

Bangunan pelengkap yang berfungsi untuk menghindari rintangan

(hambatan) yang mungkin bisa terjadi di bagian saluran irigasi yang

bisa mengganggu ke pengolahan sawah.

Gambar 1.2. Skema Jaringan Irigasi

Page 10: Isi Asistensi bimbel

D.2.Daftar Notasi

Tabel 1.5. Daftar Nama Notasi Saluran Irigasi

No Kode Uraian Keterangan

1. A Luas Areal Luas areal dari petak tersier

2. KA Kebutuhan Air besar kebutuhan yang harus disediakan setiap petak tersier

3. T1 Tersier 1 Lahan 14. T2 Tersier 2 Lahan 25. T3 Tersier 3 Lahan 36. T4 Tersier 4 Lahan 47. T5 Tersier 5 Lahan 58. T6 Tersier 6 Lahan 69. T7 Tersier 7 Lahan 710. T8 Tersier 8 Lahan 811. ST1 Saluran Tersier 1 Saluran Tersier 112. ST2 Saluran Tersier 2 Saluran Tersier 213. ST3 Saluran Tersier 3 Saluran Tersier 314. ST4 Saluran Tersier 4 Saluran Tersier 413. ST5 Saluran Tersier 5 Saluran Tersier 514. ST6 Saluran Tersier 6 Saluran Tersier 615. ST7 Saluran Tersier 7 Saluran Tersier 716. ST8 Saluran Tersier 8 Saluran Tersier 817. SS1 Saluran Sekunder 1 Saluran pemberi ke ST2, ST3, ST418. SS2 Saluran Sekunder 2 Saluran pemberi ke ST5, ST619. SS3 Saluran Sekunder 3 Saluran pemberi ke ST7, ST820. SP1 Saluran Primer 1 Saluran pemberi ke ST1, SS1

SP2 Saluran Primer 2 Saluran pemberi ke SS2, SS3

18. BBS1 Bangunan Bagi Sadap 1 Bangunan bagi ke ST1 dan bangunan sadap ke SS1 dan SP2

18. BBS2 Bangunan Bagi Sadap 2 Bangunan bagi ke SS2 dan bangunan sadap ke SS3

19. BB1 Bangunan Bagi 1 Bangunan bagi ke ST2, ST 3, ST420. BB2 Bangunan Bagi 2 Bangunan bagi ke ST5, ST 621. BB3 Bangunan Bagi 2 Bangunan bagi ke ST7, ST 8

BAB II

Page 11: Isi Asistensi bimbel

SALURAN IRIGASI

1. Perencanaan Saluran Irigasi

1.1. Penampang Saluran

Untuk pengaliran air irigasi, saluran berpenampang trapesium tanpa

pasangan adalah bangunan pembawa yang paling umum dipakai dan

ekonomis. Perencanaan saluran harus memberikan penyelesaian biaya

pelaksanaan dan pemeliharaan yang paling rendah.

Gambar 2.1. Sket Penampang Saluran

V = K × R23 × I

12 .........................................................................(2.1)

R =

AP ..........................................................................................(2.2)

A = (b + (m × h)) × h....................................................................(2.3)

P = (b+2×h√1+m2).................................................................(2.4)

Q = V × A.....................................................................................(2.5)

B = b + 2 × (m × h).......................................................................(2.6)

Dimana:

Q = debit saluran, m3/detik

V = kecepatan aliran, m/detik

A = Potongan melintang aliran, m2

R = jari-jari hidrolis, m

Page 12: Isi Asistensi bimbel

P = keliling basah, m

b = lebar dasar, m

h = tinggi air, m

I = kemiringan energi (kemiringan saluran)

K = koefisien kekasarn strickler, m1/3/s

m = kemiringan talut (1 vertikal : m horizontal)

1.2. Koefisien Kekasaran Strickler

Pada saluran irigasi, ketidak teraturan permukaan yang

menyebabkan perubahan dalam keliling basah dan potongan melintang

mempunyai pengaruh yang lebih penting pada koefisien kekasaran saluran

dari pada kekasaran permukaan.

Perubahan mendadak pada permukaan saluran akan mempebesar

koefisien kekasarn. Perubahan ini dapat disebabkan oleh penyelesaian

konstruksi saluran yang jelek atau karena erosi pada talut

saluran.Terjadinya riak-riak didasar saluran akibat interaksi saluran di

perbatasannya juga berpengaruh terhadap kekasaran saluran.

Koefisien kekasaran bergantung pada faktor-faktor berikut:

a. Kekasaran permukaan saluran

b. Ketidakteraturan permukaan saluran

c. Trase

d. Vegetasi (tumbuhan)

e. Sedimen

Tabel 2.1. Harga-Harga Kekasaran Koefisien Strickler (k) untuk Saluran-

Saluran Irigasi Tanah

No. Q (m3/s) K (m1/3/s)

1. Q > 10 45

2. 5 < Q < 10 42,5

3. 1 < Q < 5 40

4. Q < 1 dan saluran tersier 35

1.3. Tinggi Jagaan

Page 13: Isi Asistensi bimbel

Tinggi jagaan berfungsi sebagai:

a. Menaikkan muka air diatas tinggi muka air

b. Mencegah kerusakan tanggu saluran

Meningginya muka air sampai diatas tinggi yang telah

direncanakan bisa disebabkan oleh peniututpan pintu secara tiba-tiba

disebelah hilir, variasi ini akan bertambah dengan membesarnya debit.

Tinggi jagaan minimum yang diberikan pada saluran primer dan sekunder

dikaitkan dengan debit rencana saluran.

Tabel 2.2. Tinggi Jagaan untuk Saluran Tanah

No. Q (m3/s) Tinggi Jagaan, W (m)

1. < 0,5 0,40

2. 0,5 – 1,5 0,50

3. 1,5 – 5,0 0,60

4. 5,0 – 10,0 0,75

5. 10,0 – 15,0 0,85

6. > 15,0 1,00

1.4. Kemiringan Saluran

Untuk menekan biaya pembebasan tanah dan penggalian, talut

saluran direncanakan securam mungkin. Bahan tanah, kedalaman saluran

dan terjadinya rembesan akan menentukan kemiringan maksimum untuk

yalut yang stabil.

Tabel 2.3. Kemiringan Talut Minimum untuk Saluran Timbunan yang

Dipadatkan dengan Baik

No.Kedalaman air + Tinggi Jagaan

D (m)

Kemiringan Minimum Talut

(m)

1. D ≤ 1,0 1 : 1,0

2. 1,0 < D ≤ 2,0 1 : 1,5

3. D > 2,0 1 : 2,0

Page 14: Isi Asistensi bimbel

2. Hitungan Desain Dimensi Saluran Irigasi

Perhitungan desain saluran pada SP (Saluran Primer), dengan QSP1 =

2, 4549m3/s.

Direncanakan menggunakan saluran dengan ukuran:

b = 1,4 m

h = 0,8 m

W = 0,60 (Berdasarkan KP-03 “Tabel 2.2. Tinggi Jagaan untuk Saluran

Tanah” dengan Q = 1,5 – 5,0 m3/s, tinggi jagaan yang digunakan adalah

0,6 m)

D = h + W

= 0,8 + 0,60

= 1,4 m

m = 1,5 (berdasarkan KP-03 “Tabel 2.3. Kemiringan Talut Minimum untuk

Saluran Timbunan yang Dipadatkan dengan Baik” dengan 1,0 < D ≤

2,0, digunakan kemiringan talut 1 : 1,5)

K = 40 m1/3/s (berdasarkan KP-03 “Tabel 2.1. Harga-Harga Kekasaran

Koefisien Strickler (k) untuk Saluran-Saluran Irigasi Tanah” dengan Q

= 1 < Q < 5, digunakan K = 40 m1/3/s)

I = 0,003

B = b + 2×(h × m)

= 1,4 + 2×(0,8 × 1,5)

= 3,8 m

A = (b + (m × h)) × h

= (1,4 + (1,5 × 0,8)) × 0,8)

= 2,08 m2

P = (b+2×h√1+m2)

= (1,4+2×0,8√1+1,52)

= 4,2844 m

Page 15: Isi Asistensi bimbel

R =

AP

=

2 , 084 ,2844 = 0,49 m

V = K × R23 × I

12

= 40 × 0 , 4923 × 0 , 003

12

= 1,36 m/s

QDSP = V × A

= 1,36 x 2,08

= 2,8288 m3/s

Karena QDSP = 2,8288 m3/s > QSP = 2,4549 m3/s (QD > QS), saluran irigasi dapat digunakan.

Gambar 2.2. Sket Penampang Saluran Primer (SP)

Page 16: Isi Asistensi bimbel

Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran Irigasi

No. Saluran

Data Hitungan Qds Qs A Rh b

mW K D B B' P V

m m m m1/3/s m m m m m/s m3/s m3/s m2 m

1 QDSP1 0,8 1,41,5 0,6 40 1,4 3,80

5,60 4,2844 1,35332 2,814903 2,4549 2,08 0,4855

1 QDSP2 0,5 1,11,5 0,6 40 1,1 2,60

4,40 4,8450 1,46713 1,357093 1,2655

0,925 0,1909

2 QDSS1 0,5 11,5 0,5 40 1 2,50

4,00 2,8028 1,00825 0,882216 0,81375 0,87

5 0,3122

3 QDSS2 0,5 0,61,5 0,5 40 1 2,05

3,55 2,3528 0,92934 0,604073 0,55325 0,65 0,2763

4 QDSS3 0,5 0,61,5 0,5 40 1 2,10

3,60 2,4028 0,93975 0,634334 0,58575 0,67

5 0,2809

5 QDST1 0,4 0,3 1 0,4 35 0,8 1,101,9

0 1,4314 0,646 0,18088 0,1302 0,28 0,1956

6 QDST2 0,4 0,3 1 0,4 35 0,8 1,101,9

0 1,4314 0,646 0,18088 0,1302 0,28 0,1956

7 QDST3 0,4 0,9 1 0,4 35 0,8 1,702,5

0 2,0314 0,77287 0,401891 0,3906 0,52 0,2560

8 QDST4 0,4 0,5 1 0,4 35 0,8 1,302,1

0 1,6314 0,70005 0,252018 0,1302 0,36 0,2207

9 QDST5 0,4 0,9 1 0,4 35 0,8 1,702,5

0 2,0314 0,77287 0,401891 0,3124 0,52 0,2560

10 QDST6 0,4 0,6 1 0,4 35 0,8 1,402,2

0 1,7314 0,72179 0,288714 0,1302 0,4 0,2310

11 QDST7 0,4 0,8 1 0,4 35 0,8 1,602,4

0 1,9314 0,75778 0,363737 0,3384 0,48 0,2485

12 QDST8 0,4 0,8 1 0,4 35 0,8 1,602,4

0 1,9314 0,75778 0,363737 0,3102 0,48 0,2485

Tambahan : I = 0,003

Page 17: Isi Asistensi bimbel

BAB III

BANGUNAN BAGI / SADAP DAN BANGUNAN PENGUKURAN DEBIT

1. Bangunan Bagi Sadap

1.1. Bangunan Bagi

Bangunan bagi adalah sebuah bangunan yang berfungsi untuk

membagi air dari saluran primer atau sekunder kedua buah saluran atau

lebih yang masing-masing debitnya lebih kecil. Bangunan bagi terletak di

saluran primer dan atau saluran sekunder pada suatu titik cabang. Sesuai

dengan fungsinya maka bangunan bagi harus memenuhi syarat yaitu:

a. Pembagian air ke seluruh jaringan irigasi harus dicukupi dengan teliti

sesuai dengan kebutuhannya.

b. Perlu bangunan pengontrol berupa pintu sorong atau balok sekat untuk

mengontrol taraf muka air. Perubahan kedudukan pintu-pintu hanya

boleh dilakukan apabila dipandang perlu saja.

Pada bangunan bagi harus terdapat bangunan pengontrol taraf

muka air dan pengatur debit yang terdiri dari tiga macam, yaitu:

a. Pintu pengukur yang berfungsi mengatur debit yang dilaluinya.

b. Pintu pengatur yang berfungsi mengatur taraf muka air yang dilaluinya.

c. Kombinasi antara keduanya.

Pada bangunan bagi biasanya terdapat penyadapan langsung ke

dalam saluran tersier. Jadi bangunan bagi berfungsi pula sebagai pemberi

air ke saluran tersier. Sebagai alat pengontrol taraf muka air biasanya

digunakan:

a. Balok sekat sebagai balok penutup, untuk hal ini aliran melimpah lewat

mercu balok sekat.

b. Pintu sorong sebagai pengontrol taraf muka air, dalam hal ini

pengaliran lewat bawah pintu.

1.2. Bangunan Bagi/Sadap

Bangunan bagi/sadap adalah sebuah bangunan yang berfungsi

membagikan air dan menyambung dari:

Page 18: Isi Asistensi bimbel

a. Saluran primer ke saluran primer yang lain dan atau saluran primer ke

saluran tersier.

b. Saluran primer ke saluran sekunder dan atau saluran sekunder ke

saluran tersier.

c. Saluran sekunder yang satu ke saluran sekunder yang lain dan atau dari

saluran sekunder ke saluran tersier.

Bangunan bagi/sadap terletak di saluran primer dan atau saluran

sekunder. Bangunan bagi dan bangunan sadap dapat digabung menjadi

satu rangkaian. Untuk mengontrol muka air di bagian udik bangunan

umumnya diperlukan bangunan pengatur.

1.3. Bangunan Sadap dan Bangunan Sadap Akhir

Bangunan sadap adalah sebuah bangunan yang digunakan untuk

menyadap/mengalirkan air dari saluran primer ke saluran sekunder/tersier,

atau dari saluran sekunder ke saluran primer. Bangunan sadap akhir adalah

bangunan pembagi air pada bagian akhir dari saluran sekunder dimana

debitnya disadap habis oleh saluran-saluran tersier. Letak bangunan sadap

yaitu:

a. Bangunan sadap untuk menyadap aliran dari saluran primer ke saluran

sekunder disebut bangunan sadap sekunder, terletak di saluran primer.

b. Bangunan sadap untuk menyadap aliran dari saluran sekunder ke

saluran tersier disebut bangunan sadap tersier terletak di saluran

sekunder.

c. Bangunan sadap akhir terletak di bagian akhir saluran sekunder.

Persyaratan dan pengukur debit:

a. Persyaratan untuk banguanan sadap dan untuk mengukur debit pada

bangunan sadap sama dengan pada bangunan-bangunan bagi.

b. Bangunan sadap yang mengambil air dari saluran sekunder kesaluran

tersier dapat tanpa bangunan peninggi muka air, yang biasa dibuat

tanpa gorong-gorong dan dengan menggunakan gorong-gorong.

Page 19: Isi Asistensi bimbel

2. Bangunan Pengukur Debit

Dalam jaringan irigasi teknis, banyaknya debit air yang mengalir ke

dalam saluran harus dapat diukur dengan seksama agar pembagian air dapat

dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Bangunan ukur debit yang biasa

digunakan pada umumnya merupakan suatu pelimpah dengan ambang lebar

atau ambang tajam. Bangunan ukur biasanya difungsikan pula sebagai

bangunan pengontrol. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan taraf muka air

yang direncanakan dan untuk mengalirkan debit tertentu. Jenis-jenis bangunan

ukur yang biasa digunakan dalam jaringan irigasi teknis antara lain yaitu:

A. Tipe Ambang Tajam

Bangunan ukur tipe ambang tajam yang umum digunakan adalah

skot balok. Bangunan ini merupakan susunan balok-balok kayu sederhana.

Agar eksploitasinya mudah disarankan lebar pintu kurang dari dua meter.

Kelebihan bangunan tipe ambang tajam yaitu:

a. Konstruksi sederhana.

b. Biaya pembuatan murah.

c. Eksploitasinya murah.

Kekurangan bangunan tipe ambang tajam yaitu:

a. Hanya sebagai bangunan pengukur saja.

b. Eksploitasinya memerlukan minimum 2 orang.

c. Banyak memerlukan waktu.

B. Tipe Cipoletti

Bangunan ini merupakan penyempurnaan dari alat ukur amabang

tajam yang dikonstruksi sepenuhnya dengan cara bentuk trapesium.

Lubang pengaliran berbentuk trapesium dengan sisi-sisi yang miringnya

4 : 1.

Persyaratan pemasangan:

a. Saluran di bagian udik bangunan ukur harus lurus sekitar 12 – 30 meter.

b. Tinggi ambang paling sedikit harus diambil setinggi 2 h diatas dasar

saluran di bagian udik.

Page 20: Isi Asistensi bimbel

c. Jarak antar pinggir lubang pelimpah dan dinding saluran harus diambil

paling sedikit sama dengan h.

d. Pada pengaliran debit kecil, tinggi h paling sedikit 5 s.d 10 cm dan letak

muka air di hilir ambang paling sedikit 2,5 cm lebih rendah dari mercu

ambang.

Kelebihan bangunan ukur tipe cipoletti yaitu:

a. Bangunannya sederhana dan mudah dibuat dengan biaya yang tidak

terlalu mahal.

b. Jika diberi papan duga berskala liter, petani akan mudah mengetahui

volume air yang dipakai.

Kekurangan bangunan ukur tipe cipoletti yaitu:

a. Sedimentasi terjadi di hulu bangunan, benda-benda hanyut tidak mudah

dilewatkan, dapat menyebabkan kerusakan dan mengganggu ketelitian

pengukuran debit.

b. Tidak dapat mengukur debit jika muka airnya lebih tinggi dari celah

pengukur.

c. Kehilangan energi besar, sehingga tidak cocok untuk daerah datar.

d. Pengukur debit sulit karena harus dilakukan oleh dua orang.

C. Tipe Crump de Gruyter

Bangunan ukur debit tipe Crump de Gruyter adalah suatu alat

pengukur debit berambang lebar dengan pintu sorong vertikal yang dapat

digerakan naik-turun untuk mengatur taraf muka air. Pintu ini dirancang

oleh Crump (1922) yang kemudian disempurnakan oleh de Gruyter (1926).

Eksploitasinya cukup mudah dan juga cukup teliti, tetapi kehilangan tinggi

tekan cukup besar. Bangunan ini biasanya digunakan untuk mengukur

debit-debit saluran yang relatif besar yaitu di atas 900 l/det.

Bangunan ukur ini digunakan untuk:

a. Mengatur dan mengukur besarnya debit penyadapan.

b. Dapat mengeluarkan endapan sedimen yang mungkin terjadi di udik

pintu.

c. Dapat digunakan pada bangunan bagi.

Page 21: Isi Asistensi bimbel

Bentuk hidraulik tipe Crump de Gruyter yaitu:

a. Bangunan ukur ini terdiri atas tiga tipe yaitu masing-masing dengan

lebar 0,40 m; 0,80 m; dan 1,20 m untuk tipe I, II, dan III.

b. Pengaliran melalui lubang persegi empat.

c. Kedua sisi kanan dan kiri dibatasi oleh dinding tegak, bagian bawah

merupakan ambang dengan lebar pendek.

d. Bagian atasnya terdapat pintu yang dapat dinaik turunkan.

Kapasitas dan karakteristik bangunan ukur tipe Crump de Gruyter

dengan ketelitian pengukuran = Q maks/Qmin. Diambil dari nilai 1-10.

Dalam air minimum (Y min) di bawah pintu ditentukan oleh ketelitian alat

ukur dengan ketentuan Y min = 0,02 m. Untuk mempermudah perhitungan

debit biasanya diikutsertakan grafik untuk berbagai lebar pintu (b) dan

tinggi air atas ambang pintu (h).

Rumus pengaliran bangunan ukur tipe Crump de Gruyter

Q=c . b . y .√2g ( H−Y )..........................................................(3.1)

dimana:

c = koefisien pengaliran, diambil = 0,94

y = 0,63 H (dalam praktek)

Q = 0,94 . b . 0,63 . H .√2g . 0,37 . H= 1,594 . b . H3/2

Z = beda tinggi antara muka air dari saluran dan tinggi muka air di

bangunan.

Untuk memperoleh nilai H maka digunakan tabel berikut:

Tabel 3.1. Perhitungan Nilai H

γ = Qmax/Qmin 1 2 3 4 5 6 7 8

α = z/H 0,167 0,38

6

0,445 0,57

5

0,620 0,66

5

0,690 0,715

β = Ymin/H 0,630 0,21

8

0,140 0,10

0

0,080 0,06

5

0,055 0,049

Page 22: Isi Asistensi bimbel

Batasan penggunaan bangunan ukur ini yaitu:

a. Untuk mendapatkan aliran yang baik bukaan pintu maksimum 0,63 h.

b. Bukaan minimum adalah 0,02 h.

c. Dasar dari saluran ukur harus horizontal dan dinding kanan kirinya

tegak lurus.

d. Minimum lebar pintu tidak kurang dari 0,02 m.

Gambar 3.1. Bentuk Pintu Ukur Crump de Gruyter

D. Tipe Romijn

Bangunan ukur debit tipe Romijn adalah suatu alat pengukur debit

berambang lebar yang dapat digerakkan naik- turun untuk mengatur taraf

muka air. Agar dapat mercunya dibuat dari plat baja yang dihubungkan

dengan alat pengangkat. Bangunan ini terdiri dari atas enam tipe yaitu tipe

I sampai dengan VI dengan debit dari 160 l/s sampai dangan 900 l/s.

Bangunan ukur tipe ini merupakan bendung bermercu lebar yang

mempunyai sifat bahwa pada pengaliran sempurna terjadi keadaan aliran

kritis di atas mercu yang mengalir mendatar dengan ketinggian 2/3 h diatas

mercu, dimana h adalah tinggi muka air undik ambang. Alat ini dipasang

tegak lurus aliran.

Bangunan ini terdiri atas:

a. Dua plat baja yang ditempatkan dalam sponing.

b. Plat ambang dapat digerakkan ke atas dan ke bawah dan dihubungkan

dengan stang pengangkat.

Page 23: Isi Asistensi bimbel

c. Plat bawah diikatkan kedasar dalam kedudukan dimana sisi atasnya

merupakan batang paling pendek dari gerakan ambang.

Jari-jari lengkung ini masing- masing r = 0,33 dan r = 2,67 h dan

kemudian diberikan pembulatan seperlunya. Jika dengan debit yang

maksimum dan tinggi muka air yang maksimum, didapatkan lebar pintu

yang cukup lebar maka sebaiknya konstruksi dibuat dua buah pintu. Tebal

air yang mengalir di atas ambang diambil tidak lebih dari 40 % dari tinggi

air di saluran undik pintu. Letak lantai dasar pintu ada pada 2,5- 3 kali

tinggi muka air di bawah permukaan air. Kapasitas maksimum untuk satu

alat ukur = 450 l/s dengan lebar pintu = 1,30 m dan lebar ambang 0,60 m.

untuk Q < 900 l/s di pakai dua pintu.

Tabel 3.2. Dimensi Standar Bangunan Ukur Pintu Romijn

TipeLebar

(m)

H1

(m)

Debit Maks

(l/s)

Kehilangan

EnergiTinggi Meja

I 0,50 0,33 160 0,08 0,48 + V

II 0,50 0,50 300 0,11 0,65 + V

III 0,75 0,50 450 0,11 0,65 + V

IV 1,00 0,50 600 0,11 0,65 + V

V 1,25 0,50 750 0,11 0,65 + V

VI 1,50 0,50 900 0,11 0,65 + V

Rumus aliran:

Q=m . b . 23

h .√2 . g . 13

h.....................................................(3.2)

atau

Q=1,71m×b×h23

...............................................................(3.3)

A. Perhitungan Pengukur pintu Air pada Bangunan Sadap saluran 1

(BSS1)

Page 24: Isi Asistensi bimbel

Bangunan bagi adalah sebuah bangunan yang berfungsi untuk membagi

air dari saluran primer atau sekunder kedua buah saluran atau lebih yang masing-

masing debitnya lebih kecil. Direncanakan bangunan pengukur debit pada.

Bangunan Bagi 1(BB1) dimana bangunan ini menghubungkan empat saluran

yaitu SS1, ST2, ST3 dan ST4.

Berikut merupakan gambar jaringan skema Bangunan Sadap Saluran (BSS1)

Gambar 3.2. Jaringan Bangunan Sadap Saluran 1 (BSS1)

Tabel 3.3. Data Saluran dan Tipe Pintu Pengatur Debit pada

Bangunan Sadap Saluran.

Saluran

Data Hitungan

b

(m)

h

(m)m

QD

(m3/s)Tipe Pintu

SP1 -  - 1,5 2,8149 -

SP 2 1,1 0,5 1,5 1,35709 CDG

SS 1 1,0 0,5 1,5 0,8822 Romijin

ST 1 0,3 0,4 1 0,18088 Romijin

1. Perhitungan Pintu Air untuk Saluran Tersier 1 (ST1)

Page 25: Isi Asistensi bimbel

QDST = 0,1808 m3/s = 180,8 lt/dtk (Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran

Irigasi)

V = 0,646 m/dtk (Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran Irigasi)

h = hs = 0,5 m (Tabel 3.2. Dimensi Standar Bangunan Ukur Pintu

Romijn, Tipe II)

m = 1 (Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran Irigasi)

b = 0,5 m (Tabel 3.2 . Dimensi Standar Bangunan Ukur Pintu

Romijn, Tipe II)

n = 2

Q70% = Q100% x 70% =0,34 x 0,70 = 0,238 m3/dtk

h70% = ( Q 70 %V (m+n))1/2 = ( 0,238

0,65(1+2))1/2 = 0,349 m

hc = ( Q 70 %1,71 x b )2/3 = ( 0,238

1,71 x 0,3 )2/3 = 0,599 m

z = hc /3 = 0,599/ 3 = 0,199 m

Variant = 0,18 x hs

= 0,18 x 0,5

= 0,09 m

Elevasi dasar di bawah

M .a .r . = 0,81 + 0,09

= 0,90 m

H = hc + V 2

2 g = 0,599+ 0,652

2x 9,81 = 0,620 m

Hpintu = hp = Elevasi dasar – H

Page 26: Isi Asistensi bimbel

= 0,90 – 0,620 = 0,280 m

Htotal = hp + hc

= 0,280+ 0,599

= 0,879

t = hs – H total

= 0,5 – 0,879

= -0,379 m ( turun )

Gambar 3.3.Sket Pintu Romijn ST1

2. Perhitungan Pintu Air untuk Saluran Primer 2 (SP2)

QDSP2 = 1,36 m3/s = 1.360 lt/dtk (Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran

Irigasi)

Page 27: Isi Asistensi bimbel

V = 1,47 m/dtk (Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran Irigasi)

h = hs = 0,5 m (Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran Irigasi)

m = 1,5 (Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran Irigasi)

b = 1,1 m (Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran Irigasi)

n = 2

Q70% = Q100% x 70% = 1,36 x 0,70 = 0,952 m3/dtk

h70% = ( Q 70 %V (m+n))1/2 = ( 0,952

1,47(1,5+2))1/2 = 0,430 m

hc = ( Q 70 %1,71 x b )2/3 = ( 0,952

1,71 x 1,1 )2/3 = 0,63 m

z = hc /3 = 0,63/ 3 = 0,21 m

Menghitung y :

γ = QmaxQmin =

Q100 %Q70 % =

1,360,430 = 3,162

Menghitung β dan α dari tabel :

γ = 3,162 β = 0,146 dan α = 0,466

Menghitung h1 :

h1 = Zα = 0,210

0,466 = 0,450 m

hs = 0,5 m < h1 = 0,450 m Dapat digunakan

Menghitung γ :

γ = β x h1 = 0,146 x 0,450 = 0,0657 m

Page 28: Isi Asistensi bimbel

syarat-syarat :

ymax = 0,63 x h1 = 0,63 x 0,450 = 0,283 m

ymax > Z ok !

ymin = 0,02

γ > ymin ok !

Menghitung t :

t = hs – y – h1

= 0,5 – 0,0657 – 0,450

= – 0,016 m (turun)

b pintu = Q

1,594 . h13 /2 = 1,361,594 . 0,4503/2 = 2,826 m

diambil pintu dengan lebar 3 m 3 pintu

Page 29: Isi Asistensi bimbel

Gambar 3.4.Sket Pintu CDG SP2

Page 30: Isi Asistensi bimbel

3. Perhitungan Pintu Air untuk Saluran Sekunder 1 (SS1)

QDSS = 0,8822 m3/s = 882,2 lt/dtk (Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran

Irigasi)

V = 1,0082 m/dtk (Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran Irigasi)

h = hs = 0,5 m (Tabel 3.2. Dimensi Standar Bangunan Ukur Pintu

Romijn, Tipe VI)

m = 1,5 (Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran Irigasi)

b = 1,5 m (Tabel 3.2 . Dimensi Standar Bangunan Ukur Pintu

Romijn, Tipe VI)

n = 2

Q70% = Q100% x 70% =0,88 x 0,70 = 0,616 m3/dtk

h70% = ( Q 70 %V (m+n))1/2 = ( 0,616

1,00(1,5+2))1/2 = 0,419 m

hc = ( Q 70 %1,71 x b )2/3 = ( 0,419

1,71 x 1,5 )2/3 = 0,298 m

z = hc /3 = 0,298/ 3 = 0,099 m

Variant = 0,18 x hs

= 0,18 x 0,5

= 0,09 m

Elevasi dasar di bawah

M .a .r . = 0,81 + 0,09

= 0,90 m

H = hc + V 2

2 g = 0,298+ 1,002

2x 9,81 = 0,399 m

Page 31: Isi Asistensi bimbel

Hpintu = hp = Elevasi dasar – H

= 0,90 – 0,399 = 0,501 m

Htotal = hp + hc

= 0,501+ 0,298

= 0,799

t = hs – H total

= 0,5 – 0,799

= -0,299 m ( turun )

Gambar 3.3.Sket Pintu Romijn Saluran Sekunder 1 (SS1)

Page 32: Isi Asistensi bimbel

BAB IV

PERENCANAAN BENDUNG

1. Bendung Tetap

1.1. Pengertian Bendung

Sebuah bendung memiliki fungsi, yaitu untuk meninggikan muka

air sungai dan mengalirkansebagian aliran air sungai yang ada ke arah tepi

kanan dan tepi kiri sungai untuk mengalirkannya kedalam saluran melalui

sebuah bangunan pengambilan jaringan irigasi. Fungsi bendung ini

berbeda dengan fungsi bendungan dimana sebuah bendungan berfungsi

sebagai penangkap air danmenyimpannya di musim hujan waktu air

sungai mengalir dalam jumlah besar dan yang melebihi kebutuhan.Air

yang ditampung di dalam bendungan ini dipergunakan untuk keperluan

irigasi, air minum, industri, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Kelebihan

dari sebuah bendungan, yaitu dengan memiliki daya tampung tersebut,

sejumlah besar air sungai yang melebihi kebutuhan dapat disimpan dalam

waduk dan baru dilepas mengalir ke dalam sungai lagi di hilirnya sesuai

dengan kebutuhan saja pada waktu yang diperlukan.

Bendung juga dapat didefinisikan sebagai bangunan air yang

dibangun secara melintang sungai, sedemikian rupa agar permukaan air

sungai di sekitarnya naik sampai ketinggian tertentu, sehingga air sungai

tadi dapat dialirkan melalui pintu sadap kesaluran-saluran pembagi

kemudian hingga ke lahan-lahan pertanian, suatu konstruksi sebuah

bendung dapat dibuat dari urugan tanah, pasangan batu kali, dan

bronjongatau beton. Sebuah bendung konstruksinya dibuat melintang

sungai dan fungsi utamanya adalah untuk membendung aliran sungai dan

menaikkan level atau tingkat muka air di bagian hulu. Sebelum

membangun sebuah konstruksi bendung, terlebih dahulu ditentukan lokasi

atau di bagiansungai mana bendung tersebut akan dibangun.

Pada sebuah bendung terdapat saluran pengambilan dan saluran

pembilas, dimana keduanya memiliki fungsi masing-masing dalam proses

pengairan irigasi. Saluran pengambilan adalah sebuah bangunan yang

berupa pintu air. Air irigasi dibelokan dari sungai melalui bangunan

tersebut. Pertimbangan yang digunakan dalam merencanakan adalah debit

Page 33: Isi Asistensi bimbel

rencana dan pengelakan sedimen. Bangunan ini dibuat untuk mengatur

banyaknya air yang masuk kedalam saluran sesuai dengan debit yang

dibutuhkan dan untuk menjaga agar air banjir tidak masuk kedalam

saluran irigasi. Sedangkan saluran pengambilan adalah bangunan yang

berfungsi untuk mencegah bahan sedimen kasar masuk kedalam saluran

irigasi. Bangunan pembilas ini terletak tepat disebelah hilir pintu

pengambilan. Jika pada kedua sisi bendung dibuat dua bangunan

pengambilan maka bangunan pembilas juga dibuat pada kedua sisinya.

Jenis-jenis bendung, antara lain:

a. Bendung tetap, ada dua tipe jika dilihat dari bentuk struktur ambang

pelimpahnya, yaitu:

1) Ambang tetap yang lurus dari tepi ketepi kanan sungai artinya as

ambang tersebut berupa garis lurus yang menghubungkandua titik

tepi sungai.

2) Ambang tetap yang berbelok-belok seperti gigi gergaji. Tipe seperti

ini diperlukan bila panjang tidak mencukupi dan biasanya untuk

sungai dengan lebar tetapi kecil tetapi debit airnya besar.

b. Bendung gerak, ada dua tipe bendung gerak yaitu:

1) Bendung gerak vertikal yaitu bendung ini terdiri dari tubuh bendung

dengan ambang tetap yangrendah dilengkapi dengan pintu-pintu

yang dapat digerakkan vertikal maupun radial. Bendung gerak

mempunyai dua tipe pintu yaitu:

a) Pintu geser atau sorong

b) Pintu radial

2) Bendung gerak horizontal yaitu bendung ini berfungsi meninggikan

air dengan cara menggembungkan dan menurunkan muka air dengan

cara mengempiskannya. Tubuh bendung terbuat dengan tabung karut

yang diisi dengan udara atau air.

1.2. Rumus Perencanakan Bendungan

a. Rumus Debit

Page 34: Isi Asistensi bimbel

Q=m×b×d×√ g×d ................................................................(4.1)

Keterangan:

Q = Debit banjir (m3/s)

m = Angka peluapan, biasanya diambil = 1,33 (Buku Pengairan II)

b = Lebar ambang peluapan bendung (m)

d = Tebal lapisan air diatas kepala bendung (m)

g = Percepatan gravitasi (9,81 m/s2)

H = Tinggi pembendungan di muka bendung (3/2×d)

b. Rumus Panjang Lantai Bawah

L = D

D = H + 1,1 . z

a = 0,2 . H . √ Hz

Keterangan:

aminimum = 0,50 m

L = Pnajang lantai bawah (m)

Ldepan = Panjang lantai bawah bagian depan (m)

Lbelakang = Panjang lantai bwah bagian belakang (m)

D = Jarak lantai bawah terhadap kepala bendung (m)

H = Tinggi pembendungan di muka bendung (m)

z = Selisih tinggi muka air banjir semula dengan muka air

banjir di muka bendung

hs = kedalaman sungai (m)

Page 35: Isi Asistensi bimbel

Gambar 4.1. Rencana Sketsa Penampang Bendung

c. Saluran Pengambilan

a) Ambang Pengambilan

Q = m1 × b1 × H1 × v1..............................................................(4.2)

v1=√2×g×h1

Keterangan:

Q = debit pengambilan (m3/s)

m1 = koefisien kontraksi = 0,85

b1 = lebar ambang, (m)

H1 = tinggi muka air diatas ambang (m)

h1 = tinggi hilang diatas ambang = 0,05 m

v1 = Kecepatan aliran = 1 m/s

b) Pintu

Q = m2 × b2 × H2 × v2..............................................................(4.3)

v2=√2×g×h2

Keterangan:

Q = debit pengambilan (m3/s)

m2 = koefisien kontraksi = 0,90

Page 36: Isi Asistensi bimbel

b2 = lebar pintu, (m)

H2 = tinggi muka air diatas dasar saluran, pada pintu pengambilan

(m)

h2 = tinggi hilang pada pintu = 0,25 m

v2 = Kecepatan aliran = 2 m/s

d. Pintu Saluran Pembilas

Q = b3 × H3 × v3...........................................................................(4.4)

Keterangan:

Q = debit pembilasan (m3/s)

b3 = lebar pintu pembilas, (m)

H3 = tinggi lubang pintu air, biasa diambil = 3 m

v3 = kecepatan saluran pembilas (m/s)

2. Perencanaan Bangunan Bendung

Gambar 4.2. Rencana Skema Bendung

2.1. Bangunan Pengambilan

a. Ambang Pengambilan

Berdasarkan ketentuan untuk ambang pengambilan dipakai koefisien

koreksi, m1 = 0,85; v1 = 1 m/s.

Diketahui:

Qdimensi = 4,5667 m3/s (Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran Irigasi, QDSP)

v1 = 1 m/s

Page 37: Isi Asistensi bimbel

hap = 1,30 m

h1 = hap – 0,05

= 1,30 – 0,05 = 1,25 m

Q = m1 × b1 × H1 × v1

4,5667 = 0,85 × b1 × 1,25 × 1

b1 =

4 , 56670 , 85×1 , 25×1 = 4,2981 m

b. Pintu Air Pengambilan

Berdasarkan ketentuan untuk pintu air pengambilan dipakai koefisien

koreksi, m2 = 0,90; v2 = 2 m/s.

Diketahui:

Qdimensi = 4,5667 m3/s (Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran Irigasi, QDSP)

hpp = 1,20 m

H2 = hpp – 0,25

= 1,20 – 0,25 = 0,95 m

Q = m2 × b2 × H2 × v2

4,5667 = 0,90 × b2 × 0,95 × 2

b2 =

4 ,56670 ,90×0 ,95×2 = 2,6647 m, dipakai 2,7 m

dipakai 2 pintu = 2,7 m

1 pintu = 1,35 m

Pilar = 0,8 m

Page 38: Isi Asistensi bimbel

Gambar 4.3. Saluran Pengambilan

2.2. Bangunan Pembilas

Pintu Air Pembilas

Dimana:

Qdimensi = 4,5667 m3/s (Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran Irigasi, QDSP)

Untuk pintu air pembilas dipakai v3 = 1 m/s dan H3 = 3 m

Q = b3 × H3 × v3

4,5667 = b3 × 3 × 1

b3 =

4 ,56673×1 =1,5222 m, diambil 1,6 m

Dipakai 2 pintu = 1,6 m

1 pintu = 0,8 m

Pilar = 1 m

Page 39: Isi Asistensi bimbel

2.3. Bangunan Bendung

Gambar 4.4. Penampang Bendung

Untuk bangunan bendung dipakai m = 1,33 (ketentuan)

b = 120 m

g = 9,81 m/s2

Qbanjir = 1000 m3/s

i = 1/10 (hydraulic gradient: 1/8 – 1/10)

Q = m × b × d × √ g×d

1000 = 1,33 × 120 × d × √9,81×d

d = (1000

1 ,33×120×√9 , 81 )23

d = (1000499 ,8819 )

23

= 1,5877 m

Page 40: Isi Asistensi bimbel

Tinggi pembendungan di muka bendung:

H =

32×d

=

32×1,5877

= 2,3816 m ≈ 2,40 m

Elevasi mercu bendung

z = H + 1

= 2,40 + 1 = 3,40 m

Jarak lantai bawah terhadap kepala bendung

D = H + 1,1 × z

= 2,40 + 1,1 × 3,40 = 6,14 m

Panjang lantai bawah diambil sama dengan tinggi tubuh bendung:

L=D = 6,14 m

a = 0,2 × H × √ Hz

= 0,2 × 2,40 × √2,403,40 = 0,4033 m

Panjang total bendung

h = D – a

= 6,14 – 0,4033 = 5,7367 m

Diasumsikan hidraulik gradien = 1/10

hℓ =

110

ℓ = 5,7367 × 10 = 57,367 m ≈ 57,40 m

Panjang aliran air di bawah bendung diambil = 15 m

Page 41: Isi Asistensi bimbel

Jadi, lantai depan yang diperlukan ℓ ’ = ℓ – 15 = 57,40 – 15 = 42,4

Gambar 4.5. Denah Dimensi Bendung