kontribusi kecerdasan emosi terhadap...

22
KONTRIBUSI KECERDASAN EMOSI TERHADAP AGRESIVITAS PADA REMAJA THERIA MERDA Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma ABSTRAK Tujuan yang hendak di capai dalam penelitian ini adalah untuk menguji seberapa besar kontribusi kecerdasan emosi terhadap agresivitas pada remaja siswa- siswi SMAN 21 Jakarta. Sampel dalam penelitian ini adalah remaja siswa-siswi SMAN 21 Jakarta sebanyak 124 orang, terdiri dari 58 orang pria dan 66 orang wanita. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala kecerdasan emosi untuk mengukur kecerdasan emosi dan skala agresivitas untuk mengukur agresivitas. Untuk pengukuran kecerdasan emosi digunakan skala kecerdasan emosi yang diadopsi dari skala kecerdasan emosi yang disusun oleh Gasya (2007) berdasarkan komponen-komponen kecerdasan emosi. Pada skala kecerdasan emosi dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan teknik Alpha Cronbach. Dari 50 item skala kecerdasan emosi yang telah diuji cobakan, 41 item dinyatakan memiliki validitas yang memadai yaitu berkisar antara 0, 300 sampai dengan 0, 630 dengan nilai reliabilitas sebesar 0,920. Untuk pengukuran agresivitas digunakan skala agresivitas yang disusun oleh peneliti, yang berdasarkan pada tipe-tipe agresi. Pada skala kepercayaan diri dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan teknik Alpha Cronbach. Dari 40 item skala agresivitas yang telah diuji cobakan, 27 item dinyatakan memiliki validitas yang memadai yaitu berkisar antara 0,322 sampai dengan 0,647 dengan nilai reliabilitas sebesar 0,890. Hasil penelitian ini diperoleh F sebesar 41,980 dengan signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05), dan diperoleh Adjusted R square sebesar 0,250. Hal ini berarti terdapat kontribusi kecerdasan emosi secara signifikan terhadap agresivitas dan kontribusinya sebesar 25%. Dengan demikian hipotesis yang berbunyi ada kontribusi kecerdasan emosi secara signifikan terhadap agresivitas, diterima. 1

Upload: hoangtruc

Post on 03-Mar-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONTRIBUSI KECERDASAN EMOSI TERHADAP …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1572/1/Artikel... · positif. Terjadinya krisis identitas pada diri remaja dapat menimbulkan

KONTRIBUSI KECERDASAN EMOSI TERHADAP AGRESIVITAS

PADA REMAJA

THERIA MERDA

Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma

ABSTRAK

Tujuan yang hendak di capai dalam penelitian ini adalah untuk menguji

seberapa besar kontribusi kecerdasan emosi terhadap agresivitas pada remaja siswa-

siswi SMAN 21 Jakarta. Sampel dalam penelitian ini adalah remaja siswa-siswi SMAN

21 Jakarta sebanyak 124 orang, terdiri dari 58 orang pria dan 66 orang wanita.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala kecerdasan emosi untuk

mengukur kecerdasan emosi dan skala agresivitas untuk mengukur agresivitas.

Untuk pengukuran kecerdasan emosi digunakan skala kecerdasan emosi yang

diadopsi dari skala kecerdasan emosi yang disusun oleh Gasya (2007) berdasarkan

komponen-komponen kecerdasan emosi. Pada skala kecerdasan emosi dilakukan uji

validitas dan reliabilitas dengan teknik Alpha Cronbach. Dari 50 item skala kecerdasan

emosi yang telah diuji cobakan, 41 item dinyatakan memiliki validitas yang memadai

yaitu berkisar antara 0, 300 sampai dengan 0, 630 dengan nilai reliabilitas sebesar

0,920. Untuk pengukuran agresivitas digunakan skala agresivitas yang disusun oleh

peneliti, yang berdasarkan pada tipe-tipe agresi. Pada skala kepercayaan diri dilakukan

uji validitas dan reliabilitas dengan teknik Alpha Cronbach. Dari 40 item skala

agresivitas yang telah diuji cobakan, 27 item dinyatakan memiliki validitas yang

memadai yaitu berkisar antara 0,322 sampai dengan 0,647 dengan nilai reliabilitas

sebesar 0,890.

Hasil penelitian ini diperoleh F sebesar 41,980 dengan signifikansi sebesar

0,000 (p < 0,05), dan diperoleh Adjusted R square sebesar 0,250. Hal ini berarti terdapat

kontribusi kecerdasan emosi secara signifikan terhadap agresivitas dan kontribusinya

sebesar 25%. Dengan demikian hipotesis yang berbunyi ada kontribusi kecerdasan emosi

secara signifikan terhadap agresivitas, diterima.

1

Page 2: KONTRIBUSI KECERDASAN EMOSI TERHADAP …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1572/1/Artikel... · positif. Terjadinya krisis identitas pada diri remaja dapat menimbulkan

Kata Kunci :. Kecerdasan emosi, Agresivitas, Remaja PENDAHULUAN

Latar belakang Masalah

Perkembangan informasi yang pesat

pada era globalisasi saat ini memberikan

peluang bagi remaja untuk terlibat secara

langsung dalam suasana kehidupan global.

Laju perkembangan arus informasi dan

teknologi secara bersamaan memberikan

pengaruh pada perkembangan remaja. Tahap

perkembangan remaja yang masih mencari

identitas diri dan perubahan-perubahan yang

terjadi menjelang masa remaja seperti

perubahan fisik, emosi dan kehidupan sosial

membuat remaja dihadapkan pada berbagai

alternatif pilihan yang tersedia di tengah

lingkungan.

Pergolakan emosi yang terjadi pada

remaja tidak terlepas dari bermacam

pengaruh seperti lingkungan tempat tinggal,

keluarga, sekolah dan teman sebaya serta

aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam

kehidupan sehari-hari. Masa remaja dapat

dikenal sebagai masa strum and drang atau

storm and stress, masa yang penuh dengan

konflik dan ketidakpastian karena pada masa

ini remaja mengalami banyak perubahan

antara lain perubahan pada emosi, perubahan

pada fisik atau tubuh serta perubahan pada

pola perilaku, minat dan nilai yang ada pada

dirinya (Hurlock, 1993).

Adanya perubahan-perubahan yang

terjadi membuat remaja dituntut untuk dapat

menyesuaikan diri secara efektif. Remaja

pada umumnya lebih banyak menghabiskan

waktunya di sekolah sehingga kurang

memadai untuk memenuhi gejolak

energinya, maka remaja seringkali

meluapkan kelebihan energinya ke arah

yang tidak positif misalnya tawuran dan

perilaku agresi lainnya. Hal ini

menunjukkan betapa besar gejolak emosi

yang ada dalam diri remaja ketika

berinteraksi dengan lingkungannya

(Mutadin, 2002).

Gejolak emosi remaja yang

menggebu-gebu membuat emosi dalam diri

tidak terkontrol. Hal itu sering berdampak

dan berujung pada kekerasan atau tawuran.

Amarah atau emosi yang tidak terkontrol

yang timbul secara alami dari dalam diri

remaja itulah faktor terbesar munculnya

agresi atau berontak dari diri masing-masing

remaja. Remaja berpikir masih terlalu dini

untuk bertengkar sendirian, maka remaja

mengajak teman-temannya, sehingga yang

terjadi bukanlah agresi dari diri pribadi

melainkan secara massal (Bagus, 2008).

Saat ini beberapa televisi bahkan

membuat program-program khusus yang

menyiarkan berita-berita tentang aksi

kekerasan. Aksi-aksi kekerasan dapat terjadi

di mana saja, seperti di jalan, di sekolah,

bahkan di kompleks-kompleks perumahan.

Aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal

seperti mencaci maki maupun kekerasan

fisik seperti memukul, meninju, dan

sebagainya. Pada kalangan remaja aksi yang

biasa dikenal sebagai tawuran pelajar atau

2

Page 3: KONTRIBUSI KECERDASAN EMOSI TERHADAP …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1572/1/Artikel... · positif. Terjadinya krisis identitas pada diri remaja dapat menimbulkan

massal merupakan hal yang sudah sering

terjadi, bahkan cenderung dianggap biasa.

Pelaku-pelaku tindakan aksi ini bahkan

sudah mulai dilakukan oleh siswa-siswa di

tingkat SMP. Hal yang terjadi pada saat

tawuran sebenarnya adalah perilaku agresi

dari seorang individu atau kelompok (Bagus,

2008).

Seringkali aksi tawuran di kalangan

remaja disebabkan oleh hal yang sepele.

Seperti tawuran remaja yang terjadi di

Makasar yang disebabkan karena remaja

tersebut saling mengejek ketika bertemu di

jalan. Adapula tawuran petasan yang

dilakukan remaja yang terjadi di Pamulang,

sewaktu bulan puasa kemarin. Padahal pada

bulan yang suci tersebut seharusnya remaja

dapat mengontrol emosinya dengan tidak

melakukan tawuran (Seputar Indonesia,

2008). Hal ini juga terkadang dialami oleh

remaja yang duduk di bangku SMA, seperti

subjek dalam penelitian ini. Di sekolah

tersebut pernah terjadi adanya pertengkaran

antara siswa kelas 2 dan siswa kelas 3. Ini

merupakan perilaku agresi yang kerap

terjadi pada remaja.

Peristiwa lain yang terjadi yang

berkaitan dengan agresivitas remaja yaitu

tiga gadis remaja yang diamankan polisi

lantaran menganiaya seorang pelajar SMP 4

Watampone, Sulawesi Selatan. Ketiga gadis

tersebut masing-masing bernama Pipit (14),

Ningsih (16), dan Dian (18). Korban yang

dianiaya adalah Jusriana (14). Ketiga pelaku

diciduk polisi sesaat setelah menganiaya

korban. Penganiayaan tehadap siswi ini

menyerupai kasus Geng Nero di Pati

beberapa waktu lalu. Jusriana mengaku

mendapat tamparan dan pukulan dari ketiga

pelaku secara bergantian. Penganiayaan

berawal saat korban dan Pipit terlibat

pertengkaran sengit. Saat bertengkar, Pipit

kemudian menghubungi Ningsih dan Dian

agar datang ke sekolah untuk mengeroyok

Jusriana. Saat bertemu di lingkungan

sekolah, ketiganya lalu beramai-ramai

mengeroyok gadis tersebut (Seputar

Indonesia, 2008).

Peristiwa-peristiwa di atas

merupakan contoh perilaku agresi yang

dilakukan remaja. Menurut Baron (dalam

Koeswara, 1988), agresi adalah tingkah laku

individu yang ditujukan untuk melukai atau

mencelakakan individu yang ditujukan

untuk melukai atau mencelakai individu

yang tidak menginginkan datangnya tingkah

laku tersebut. Definisi agresi dari Baron ini

mencakup empat faktor tingkah laku, tujuan

untuk melukai atau mencelakai, individu

yang menjadi pelaku dan individu yang

menjadi korban, dan ketidakingintahuan

korban menerima tingkah laku tersebut.

Menurut Mutadin (2002), remaja

merupakan masa yang paling banyak

dipengaruhi oleh lingkungan dan teman-

teman sebaya dan dalam rangka

menghindari hal-hal negatif misalnya

perilaku agresi yang dapat merugikan

dirinya sendiri maupun orang lain. Menurut

Martono (2006), terdapat faktor-faktor

penyebab timbulnya agresi antara lain faktor

pribadi, remaja dituntut menyesuaikan diri

dengan lingkungannya. Di lain pihak, remaja

harus mengembangkan identitas diri secara

3

Page 4: KONTRIBUSI KECERDASAN EMOSI TERHADAP …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1572/1/Artikel... · positif. Terjadinya krisis identitas pada diri remaja dapat menimbulkan

positif. Terjadinya krisis identitas pada diri

remaja dapat menimbulkan ketegangan

(stress) dan kecemasan pada remaja. Faktor

keluarga juga dapat menyebabkan timbulnya

agresi karena keluarga merupakan

lingkungan pendidikan yang utama dan

pertama bagi anak. Jika suasana keluarga

kurang mendukung, dapat terjadi gangguan

perkembangan kejiwaan anak. Selain faktor

pribadi dan keluarga, lingkungan kelompok

sebaya juga dapat menyebabkan perilaku

agresi karena jika kondisi di rumah kurang

menunjang, anak mencari perhatian dan

identitas diri diluar, pengaruh kelompok

sebaya ini sangat besar.

Menurut Martono (2006), lingkungan

sekolah juga merupakan salah satu faktor

yang menyebabkan agresi. Kondisi sekolah

yang tidak menguntungkan proses

pendidikan pada anak, keadaan guru dan

sistem pengajaran yang tidak menarik,

menyebabkan anak cepat bosan. Untuk

menyalurkan rasa tidak puasnya, mereka

meninggalkan sekolah atau membolos dan

bergabung dengan kelompok anak-anak

yang tidak sekolah, yang pekerjaannya

hanya berkeliaran tanpa tujuan yang jelas.

Faktor yang lain ialah lingkungan

masyarakat, kondisi sosial ekonomi,

lingkungan fisik perkotaan yang tidak

mendukung perkembangan diri anak dan

remaja, situasi politik yang tidak menentu,

lemahnya penegakan hukum, rendahnya

disiplin masyarakat, dan pengaruh media

massa merupakan penyebab meningkatnya

budaya kekerasan.

Remaja dapat menghindari perilaku

agresi dengan memupuk serta memperkuat

kecerdasan emosi dalam diri remaja tersebut.

Remaja hendaknya memahami dan memiliki

apa yang disebut kecerdasan emosi.

Kecerdasan emosi ini terlihat dalam hal-hal

seperti bagaimana remaja mampu untuk

memberi kesan yang baik tentang dirinya,

mampu mengungkapkan dengan baik

emosinya sendiri, berusaha menyetarakan

diri dengan lingkungan, dapat

mengendalikan perasaan dan mampu

mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan

waktu dan kondisi yang ada sehingga

interaksi dengan orang lain dapat terjalin

dengan lancar dan efektif (Mutadin, 2002).

Salovey dan Mayer (dalam Stein &

Book, 2002) mendefinisikan kecerdasan

emosi sebagai kemampuan untuk mengenali

perasaan, meraih dan membangkitkan

perasaan untuk membantu pikiran,

memahami perasaan dan maknanya serta

mengendalikan perasaan secara mendalam

sehingga membantu perkembangan

emosional dan intelektual.

Studi yang dilakukan Petrides dkk.

(2006) menunjukkan bahwa peran

kecerdasan emosional dalam hubungan

teman sebaya di sekolah. Terhadap 160

siswa (83 anak perempuan; rata-rata umur

10.8 tahun) dilakukan pengukuran dengan

kuesioner daftar sifat kecerdasan emosi dan

sesudah itu diminta untuk menominasikan

teman sekelasnya masing-masing yang

cocok ke dalam tujuh deskripsi perilaku

yang berbeda (‘kooperatif’,’pengganggu’,

‘pemalu’, ‘agresif’, ‘dependen’, ‘pemimpin’,

4

Page 5: KONTRIBUSI KECERDASAN EMOSI TERHADAP …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1572/1/Artikel... · positif. Terjadinya krisis identitas pada diri remaja dapat menimbulkan

dan ‘pengintimidasi’). Para guru yang

diminta untuk menominasikan seluruh siswa

yang cocok ke dalam tujuh deskripsi. Siswa-

siswa dengan skor sifat kecerdasan emosi

yang tinggi lebih masuk nominasi untuk

‘kooperatif’ dan ‘kepemimpinan’, serta lebih

rendah nominasinya untuk ‘pengganggu’,

‘agresif’, dan ‘dependen’. Analisis faktor

dari nominasi para guru menunjukkan dua

faktor orthogonal meliputi masing-masing

deskripsi prososial dan antisosial. Siswa-

siswa dengan skor sifat kecerdasan emosi

yang tinggi ada dalam faktor prososial dan

yang rendah ke dalam faktor antisosial.

Hasil dari penelitian tersebut

mengungkapkan bahwa kecerdasan emosi

termasuk dalam faktor prososial yaitu

remaja mampu mengenali emosi dirinya

maupun emosi orang lain, remaja juga

mampu membina hubungan yang baik

dengan lingkungan sekitarnya. Sedangkan

agresivitas termasuk dalam faktor antisosial.

Agresivitas terjadi dikarenakan remaja tidak

memiliki kecerdasan emosi yang baik.

Rendahnya kecerdasan emosi dapat

menghambat pertimbangan intelektual dan

menghancurkan karier. Kerugian terbesar

diderita oleh anak-anak maupun remaja,

yang mungkin dapat terjerumus dalam risiko

terserang depresi, gangguan makan,

kehamilan yang tak diinginkan, bahkan

agresivitas serta kejahatan dengan

kekerasan. Sedangkan kecerdasan emosi

yang tinggi ditandai dengan orang-orang

yang menonjol dalam kehidupan nyata

seperti memiliki hubungan dekat yang

hangat, disiplin diri, altruisme, dan mampu

mengelola emosi dengan baik sehingga

remaja tersebut dapat mengendalikan dirinya

dan tidak melakukan agresivitas (Goleman,

2006).

Berdasarkan uraian di atas maka

dapat disimpulkan bahwa remaja yang

memiliki kecerdasan emosi yang tinggi

kemungkinan kecil melakukan agresivitas

karena remaja tersebut mampu mengenali

emosi dan mampu mengelola emosinya

dengan baik. Sebaliknya, remaja yang

memiliki kecerdasan emosi yang rendah

cenderung tidak mempunyai kemampuan

untuk mengelola emosinya dan mengenali

emosi orang lain sehingga melakukan

perilaku yang buruk seperti perilaku agresi.

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk

menguji seberapa besar kontribusi

kecerdasan emosi terhadap agresivitas pada

remaja?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk

menguji seberapa besar kontribusi

kecerdasan emosi terhadap agresivitas pada

remaja siswa-siswi SMAN 21 Jakarta.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki

dua manfaat yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Berdasarkan hasil penelitian diketahui

bahwa terdapat kontribusi kecerdasan

emosi secara signifikan terhadap

agresivitas, maka penelitian ini

diharapkan dapat menambah khasanah

ilmu pengetahuan Psikologi pada

5

Page 6: KONTRIBUSI KECERDASAN EMOSI TERHADAP …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1572/1/Artikel... · positif. Terjadinya krisis identitas pada diri remaja dapat menimbulkan

umumnya serta Psikologi Sosial pada

khususnya dan untuk penelitian

selanjutnya diharapkan lebih

memperhatikan ciri-ciri dari kecerdasan

emosi sehingga dapat mengurangi

agresivitas pada remaja.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian yang menunjukkan

bahwa kecerdasan emosi yang tinggi

dapat menyebabkan agresivitas yang

rendah, ini diharapkan dapat menjadi

masukan bagi orang tua maupun

sekolah tentang pentingnya

pengembangan kecerdasan emosi para

remaja, khususnya remaja siswa-siswi

SMA sehingga remaja tersebut dapat

menghindari perilaku agresi seperti

tawuran yang seringkali terjadi pada

remaja.

TINJAUAN PUSTAKA

Kecerdasan Emosi

Goleman (2006) menyatakan bahwa

kecerdasan emosi adalah kemampuan-

kemampuan yang mencakup pengendalian

diri, semangat, ketekunan serta kemampuan

untuk memotivasi diri sendiri.

Salovey dan Mayer (dalam Stein &

Book, 2002) mendefinisikan kecerdasan

emosi sebagai kemampuan untuk mengenali

perasaan, meraih dan membangkitkan

perasaan untuk membantu pikiran,

memahami perasaan dan maknanya serta

mengendalikan perasaan secara mendalam

sehingga membantu perkembangan

emosional dan intelektual.

Mc Clelland (dalam Goleman, 2006)

mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai

seperangkat kecakapan khusus seperti

empati, disiplin diri dan inisiatif yang akan

menghasilkan orang-orang yang sukses dan

memiliki kinerja yang tinggi.

Menurut Schwartz (1997), kecerdasan

emosi adalah keajaiban dalam pemikiran

yang memperlihatkan bagaimana

keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh

ukuran besar kecil otak seseorang tetapi

lebih kepada gagasan atau pemikiran

seseorang dalam mengamati, memahami

dirinya dan berinteraksi dengan orang lain.

Menurut Patton (2002) kecerdasan

emosi adalah dasar-dasar pembentukan

emosi yang mencakup keterampilan

seseorang untuk mengadakan impuls-impuls

dan menyalurkan emosi yang kuat secara

efektif.

Melalui uraian diatas dapat disimpulkan

bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan

yang dimiliki seseorang dalam

mengendalikan dorongan-dorongan emosi

yang ada serta untuk menilai emosi secara

tepat baik pada diri sendiri maupun pada

orang lain.

Komponen-Komponen Kecerdasan Emosi

Menurut Goleman (2006), komponen-

komponen dalam kecerdasan emosi yaitu :

a. Mengenali emosi diri

Kesadaran diri dengan mengenali

perasaan sewaktu perasaan itu terjadi

merupakan dasar kecerdasan emosi.

Kemampuan untuk memantau perasaan

dari waktu ke waktu merupakan hal

6

Page 7: KONTRIBUSI KECERDASAN EMOSI TERHADAP …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1572/1/Artikel... · positif. Terjadinya krisis identitas pada diri remaja dapat menimbulkan

penting bagi wawasan psikologi dan

pemahaman diri. Ketidakmampuan

untuk mencermati perasaan diri sendiri

yang sesungguhnya membuat seseorang

berada dalam kekuasaan perasaan.

Orang yang memiliki keyakinan yang

lebih tentang perasaannya adalah orang

yang andal bagi kehidupan diri

seseorang itu sendiri, karena

mempunyai kepekaan lebih tinggi akan

perasaan diri yang sesungguhnya atas

pengambilan keputusan mengenai suatu

masalah maka seseorang tersebut akan

dapat memahami keterbatasan-

keterbatasan yang ada pada dirinya.

b. Mengelola emosi

Menangani perasaan agar perasaan

dapat terungkap dengan baik adalah

kecakapan yang bergantung pada

kesadaran diri merupakan kemampuan

untuk menghibur diri sendiri,

melepaskan kecemasan, kemurungan

atau ketersinggungan dan akibat-akibat

yang timbul karena gagalnya

keterampilan emosi ini. Orang-orang

yang buruk kemampuannya dalam

keterampilan ini akan terus menerus

bertarung melawan perasaan-perasaan

buruk yang menguasai dirinya,

sementara orang yang pandai dapat

bangkit kembali dengan jauh lebih baik

seperti yang diharapkan.

c. Memotivasi diri sendiri

Menata emosi sebagai alat untuk

mencapai tujuan adalah hal yang sangat

penting dalam kaitan untuk memberi

perhatian, untuk memotivasi diri sendiri

dan menguasai diri sendiri serta untuk

berkreasi. Kendali diri emosional adalah

menahan diri terhadap kepuasan dan

mengendalikan dorongan hati sehingga

terciptalah suatu keberhasilan dalam

berbagai bidang serta mampu

menyesuaikan diri dalam mewujudkan

kinerja yang tinggi dalam segala bidang.

Orang-orang yang memiliki

keterampilan ini cenderung jauh lebih

produktif dan efektif dalam hal apapun

yang dilakukan dan dikerjakan.

d. Mengenali emosi orang lain atau

berempati

Mengenali emosi orang lain berarti

kemampuan menangkap sinyal-sinyal

sosial yang tersembunyi yang

mengisyaratkan apa yang dibutuhkan

atau dikehendaki orang lain atau lebih

dikenal dengan empati. Empati

merupakan kemampuan yang

bergantung pada kesadaran diri

emosional dan merupakan keterampilan

dasar dalam bergaul.

e. Membina hubungan dengan orang lain

Seni membina hubungan, sebagian

besar merupakan keterampilan

mengelola emosi orang lain. Ini

merupakan keterampilan yang

menunjang popularitas, kepemimpinan

dan keberhasilan antar pribadi. Orang-

orang yang hebat dalam keterampilan

ini akan sukses dalam bidang apapun

yang baik dengan orang lain.

7

Page 8: KONTRIBUSI KECERDASAN EMOSI TERHADAP …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1572/1/Artikel... · positif. Terjadinya krisis identitas pada diri remaja dapat menimbulkan

Agresivitas

Menurut Baron (dalam Koeswara,

1988), agresi adalah tingkah laku individu

yang ditujukan untuk melukai atau

mencelakakan individu yang tidak

menginginkan datangnya tingkah laku

tersebut. Definisi agresi dari Baron ini

mencakup empat faktor tingkah laku, tujuan

untuk melukai atau mencelakakan (termasuk

mematikan atau membunuh), individu yang

menjadi pelaku dan individu yang menjadi

korban, dan ketidakingintahuan korban

menerima tingkah laku tersebut.

Berkowitz (dalam Koeswara, 1988)

membedakan agresi sebagai tingkah laku

sebagaimana diindikasikan oleh definisi

Baron dengan agresi sebagai emosi yang

bisa mengarah kepada tindakan agresif.

Sama dengan pendapat Berkowitz Aronson

(dalam Koeswara, 1988) mengajukan

definisi agresi sebagai tingkah laku yang

dijalankan oleh individu dengan maksud

melukai atau mencelakakan individu lain

dengan ataupun tanpa tujuan tertentu.

Sedangkan menurut Akbar (2001),

agresi adalah tingkah laku yang meliputi

fisik maupun verbal yang bertujuan

menyakiti orang lain, dan tingkah laku

agresi ini merupakan perilaku yang normal

bagi seseorang karena hal ini sebagai

kesiapsiagaan seseorang untuk melindungi

dirinya agar aman.

Calhoun dan Acocella (dalam Sobur,

2003) menyatakan bahwa, sikap agresif

adalah penggunaan hak sendiri dengan cara

melanggar hak orang lain, sedangkan

menurut Murray (dalam Chaplin, 1989),

agresi adalah kebutuhan untuk menyerang,

memperkosa atau melukai orang lain, untuk

meremehkan, merugikan, menggangu,

membahayakan, merusak, menjahati,

mengejek, mencemoohkan atau menuduh

secara jahat, menghukum berat atau

melakukan tindakan sadistis lainnya.

Menurut Breakwell (1998) agresi

adalah suatu tindakan dimana ada usaha

untuk mencederai secara fisik. Sedangkan

menurut Martono (2006), agresi adalah

perbuatan keras yang ditujukan kepada

orang lain, diri sendiri,atau barang, dengan

menggunakan kekuatan, ancaman, atau

paksaan, baik dengan alat maupun tanpa

alat.

Melalui uraian di atas dapat

disimpulkan bahwa agresivitas merupakan

bentuk perilaku yang meliputi fisik maupun

verbal yang dimaksudkan untuk menyakiti

atau merugikan seseorang yang bertentangan

dengan kemauan orang itu.

Faktor-Faktor Pemicu Agresi

Menurut Martono (2006) ada faktor-

faktor penyebab timbulnya agresi antara

lain:

a. Faktor pribadi

Remaja dituntut menyesuaikan diri

dengan lingkungannya. Di lain pihak, ia

harus mengembangkan identitas diri

secara positif. Ia harus beralih dari

reaksi kekanak-kanakan ke

pertimbangan yang lebih rasional dan

dewasa. Oleh karena itu, remaja perlu

memiliki pedoman tata nilai yang jelas.

Jika tidak, terjadi kekaburan nilai.

8

Page 9: KONTRIBUSI KECERDASAN EMOSI TERHADAP …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1572/1/Artikel... · positif. Terjadinya krisis identitas pada diri remaja dapat menimbulkan

Apalagi jika tidak ada tokoh yang dapat

dijadikan panutan atau norma-norma

masyarakat juga kabur dan tidak jelas.

Terjadi krisis identitas pada diri remaja.

Tidak tercapainya identitas diri yang

positif, menimbulkan ketegangan

(stress) dan kecemasan pada remaja.

Kekerasan merupakan sikap agresi

sebagai pelampiasan rasa frustasi.

Mereka mengambil identitas negatif dan

terjerumus pada kenakalan remaja. Bagi

mereka, lebih baik daripada terombang-

ambing dalam ketidaktahuan diri.

b. Faktor lingkungan keluarga

Keluarga merupakan lingkungan

pendidikan yang utama dan pertama

bagi anak. Jika suasana keluarga kurang

mendukung, pasti terjadi gangguan

perkembangan kejiwaan anak.

Sumbernya, antara lain rumah tangga

kacau; orang tua sibuk dan kurang

memerhatikan kebutuhan kasih sayang

bagi anak; orang tua terlalu

memanjakan anak; kurangnya perhatian

terhadap pendidikan anak; perilaku

orang tua yang “tidak dewasa” dan

menyimpang.

c. Faktor lingkungan kelompok sebaya

Jika kondisi di rumah kurang

menunjang, anak mencari perhatian dan

identitas diri diluar. Pengaruh kelompok

sebaya sangat besar. Remaja ingin

diterima kelompok sebayanya sehingga

mau mengikuti peraturan dan norma

yang ditetapkan kelompok. Ada rasa

bangga karena banyak kawan dan

merasa diri popular. Ukuran popularitas

adalah kemewahan, kekuatan fisik,

kelihaian, dan sebagainya.

d. Faktor lingkungan sekolah

Kondisi sekolah yang tidak

menguntungkan proses pendidikan pada

anak, keadaan guru dan system

pengajaran yang tidak menarik,

menyebabkan anak cepat bosan.

Lingkungan sekolah tidak menarik

perhatian anak. Untuk menyalurkan rasa

tidak puasnya, mereka meninggalkan

sekolah atau membolos dan bergabung

dengan kelompok anak-anak yang tidak

sekolah, yang pekerjaannya hanya

berkeliaran tanpa tujuan yang jelas.

Jumlah siswa yang terlalu besar,

kesenjangan sosial-ekonomi, baik antara

para pelajar maupun antara pelajar dan

guru; disiplin dan tata-tertib sekolah

yang rendah; kurangnya sarana dan

prasarana sekolah; memahami

didaktik/metodik mengajar; kurangnya

kegiatan ekstrakurikuler, merupakan

faktor-faktor penyebabnya.

e. Faktor lingkungan masyarakat

Kondisi sosial ekonomi, besarnya jurang

antara kelompok yang ‘punya’ dan yang

‘tidak punya’; kurangnya sarana

transportasi, lingkungan fisik perkotaan

yang tidak mendukung perkembangan

diri anak dan remaja, situasi politik

yang tidak menentu, lemahnya

penegakan hukum,rendahnya disiplin

masyarakat, dan pengaruh media massa

9

Page 10: KONTRIBUSI KECERDASAN EMOSI TERHADAP …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1572/1/Artikel... · positif. Terjadinya krisis identitas pada diri remaja dapat menimbulkan

merupakan penyebab meningkatnya

budaya kekerasan.

Menurut Breakwell (1998) adapun

faktor pemicu perilaku agresi, antara lain:

a. Intensifikasi rangsangan permusuhan,

misalnya memperburuk penderitaan

dengan menandaskan bahwa pasien

harus menunggu pengobatan selama

jangka waktu yang tidak ditentukan,

atau dipaksakannya otoritas resmi.

b. Awal kehilangan kendali yang

diakibatkan oleh obat-obatan, dan

sebagainya.

c. Kesadaran tiba-tiba bahwa pilihan

alternatif selain penggunaan kekerasan

tidak ada.

d. Kedatangan isyarat-isyarat yang

menunjang kekerasan,misalnya imaji

kekerasan seperti foto-foto yang

mengambarkan seni bela diri atau

hadirnya orang-orang lain, misalnya

anggota-anggota kelompok sebaya,

yang akan dipandang merestui

kekerasan.

e. Meningkatnya kesadaran bahwa tindak

kekerasan dapat diganjar dengan

penghargaan.

f. Penggunaan kata-kata atau frasa-frasa

yang dikenal provokatif bagi orang yang

bersangkutan, atau datangnya pencetus

stress baru.

g. Usaha-usaha untukmenginterprestasikan

perilaku individu sebagai psikosis

padahal yang bersangkutan menganggap

perilakunya sendiri normal.

Remaja

Menurut Rukmini dan Sundari (2004),

istilah remaja berasal dari kata Latin yaitu

pubertas yang berarti kedewasaan yang

dilandasi oleh sifat dan tanda-tanda kelaki-

lakian.

Menurut Hurlock (1993), istilah

adolescence atau remaja berasal dari kata

latin adolescere yang berarti tumbuh

menjadi dewasa. Perkembangan lebih lanjut,

istilah adolescence sesungguhnya memiliki

arti yang luas, mencakup kematangan

mental, emosional, sosial, dan fisik.

Menurut Hamalik (1995), masa remaja

dapat dipandang sebagai suatu masa di mana

individu dalam proses pertumbuhannya

terutama fisik telah rnencapai kematangan.

Menurut Monks, dkk (2004), masa

remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat

masa transisi atau peralihan dari kanak-

kanak menuju dewasa.

Menurut WHO (dalam Sarwono, 2002),

remaja adalah suatu masa di mana individu:

a. Individu berkembang dari saat pertama

kali individu menunjukkan tanda-tanda

seksual sekundernya sampai saat

individu mencapai kematangan seksual.

b. Individu mengalami perkembangan

psikologis dan pola identifikasi dari

kanak-kanak menjadi dewasa.

c. Terjadi peralihan dan ketergantungan

sosial ekonomi yang penuh kepada

keadaan yang relatif lebih mandiri.

Melalui uraian di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa remaja adalah masa

transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa

awal, dalam perkembangan dan

10

Page 11: KONTRIBUSI KECERDASAN EMOSI TERHADAP …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1572/1/Artikel... · positif. Terjadinya krisis identitas pada diri remaja dapat menimbulkan

pertumbuhannya baik secara psikologis

maupun fisik.

Kontribusi Kecerdasan Emosi

terhadap Agresivitas Pada Remaja

Masyarakat sebagai lingkungan

tersier (ketiga) adalah lingkungan yang

terluas bagi remaja dan sekaligus paling

banyak menawarkan pilihan. Terutama

dengan maju pesatnya teknologi komunikasi

massa maka hampir-hampir tidak ada batas-

batas geografis, etnis, politis maupun sosial

antara satu masyarakat dengan masyarakat

lainnya. Banyak hal yang menyangkut gaya

hidup, nilai dan perilaku juga

dimasyarakatkan. Pada gilirannya remaja

akan dihadapkan kepada berbagai pilihan

yang tidak jarang menimbulkan

pertentangan batin di dalam diri remaja itu

sendiri (Sarwono, 2002).

Masa remaja dapat dikenal sebagai

masa strum and drang atau storm and stress,

masa yang penuh dengan konflik dan

ketidakpastian karena pada masa ini remaja

mengalami banyak perubahan antara lain

perubahan pada emosi, perubahan pada fisik

atau tubuh serta perubahan pada pola

perilaku, minat dan nilai yang ada pada

dirinya (Hurlock, 1993).

Menurut teori perkembangan yang

dikemukakan oleh Erikson (Santrock, 2003),

masa remaja ada pada tahap di mana krisis

identitas versus difusi identitas harus diatasi.

Tidaklah mengejutkan, gagasan Erikson

mengenai kenakalan remaja yang merupakan

bagian dari agresivitas dihubungkan dengan

kemampuan remaja untuk mengatasi krisis

ini secara positif.

Terjadinya krisis identitas pada diri

remaja menyebabkan tidak tercapainya

identitas diri yang positif sehingga dapat

menimbulkan ketegangan (stress) dan

kecemasan pada remaja. Kekerasan

merupakan sikap agresi sebagai pelampiasan

rasa frustasi. Mereka mengambil identitas

negatif dan terjerumus pada kenakalan

remaja. Bagi mereka, lebih baik terjerumus

dalam hal seperti itu daripada terombang-

ambing dalam ketidaktahuan diri (Martono,

2006).

Menurut Baron (dalam Koeswara,

1988), agresi adalah tingkah laku individu

yang ditujukan untuk melukai atau

mencelakakan individu yang ditujukan

untuk melukai atau mencelakai individu

yang tidak menginginkan datangnya tingkah

laku tersebut. Definisi agresi dari Baron ini

mencakup empat faktor tingkah laku, tujuan

untuk melukai atau mencelakai, individu

yang menjadi pelaku dan individu yang

menjadi korban, dan ketidakingintahuan

korban menerima tingkah laku tersebut.

Menurut Mutadin (2002), remaja

merupakan masa yang paling banyak

dipengaruhi oleh lingkungan dan teman-

teman sebaya dan dalam rangka

menghindari hal-hal negatif misalnya

perilaku agresi yang dapat merugikan

dirinya sendiri maupun orang lain. Menurut

Martono (2006), terdapat faktor-faktor

penyebab timbulnya agresi antara lain faktor

pribadi, remaja dituntut menyesuaikan diri

dengan lingkungannya. Dilain pihak, remaja

11

Page 12: KONTRIBUSI KECERDASAN EMOSI TERHADAP …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1572/1/Artikel... · positif. Terjadinya krisis identitas pada diri remaja dapat menimbulkan

harus mengembangkan identitas diri secara

positif. Terjadi krisis identitas pada diri

remaja dapat menimbulkan ketegangan

(stress) dan kecemasan pada remaja. Faktor

keluarga juga dapat menyebabkan agresi

karena keluarga merupakan lingkungan

pendidikan yang utama dan pertama bagi

anak. Jika suasana keluarga kurang

mendukung, pasti terjadi gangguan

perkembangan kejiwaan anak. Selain faktor

pribadi dan keluarga, lingkungan kelompok

sebaya juga dapat menyebabkan perilaku

agresi karena jika kondisi di rumah kurang

menunjang, anak mencari perhatian dan

identitas diri diluar, pengaruh kelompok

sebaya ini sangat besar.

Menurut Martono (2006), selain

faktor-faktor di atas, lingkungan sekolah

juga merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan agresi. Kondisi sekolah yang

tidak menguntungkan proses pendidikan

pada anak, keadaan guru dan sistem

pengajaran yang tidak menarik,

menyebabkan anak cepat bosan. Untuk

menyalurkan rasa tidak puasnya, mereka

meninggalkan sekolah atau membolos dan

bergabung dengan kelompok anak-anak

yang tidak sekolah, yang pekerjaannya

hanya berkeliaran tanpa tujuan yang jelas.

Faktor yang lain ialah lingkungan

masyarakat, kondisi sosial ekonomi,

lingkungan fisik perkotaan yang tidak

mendukung perkembangan diri anak dan

remaja, situasi politik yang tidak menentu,

lemahnya penegakan hukum, rendahnya

disiplin masyarakat, dan pengaruh media

massa merupakan penyebab meningkatnya

budaya kekerasan.

Penelitian terhadap anak-anak muda

pelanggar hukum yang dipenjara karena

tindak kejahatan dengan kekerasan dan

terhadap murid-murid sekolah menengah

umum yang agresif menemukan pikiran

yang sama. Bila remaja menghadapi

kesulitan dengan seseorang, remaja akan

segera menunjukkan sikap bemusuhan

dengan orang tersebut, dengan seketika

mengambil kesimpulan bahwa orang lain

tersebut bersikap memusuhi mereka tanpa

mencari informasi lebih lanjut atau berusaha

memikirkan cara damai untuk

menyelesaikan perselisihan. Oleh karena itu,

akibat negatif pemecahan dengan kekerasan

atau perkelahian biasanya tidak terlintas

dalam benak remaja dan ini merupakan

perilaku agresi yang sering terjadi pada

remaja (Goleman, 2006).

Agresivitas pada remaja dapat

dihindari dengan adanya kecerdasan emosi.

Remaja hendaknya memahami dan memiliki

apa yang disebut kecerdasan emosi.

Kecerdasan emosi ini terlihat dalam hal-hal

seperti bagaimana remaja mampu untuk

memberi kesan yang baik tentang dirinya,

mampu mengungkapkan dengan baik

emosinya sendiri, berusaha menyetarakan

diri dengan lingkungan, dapat

mengendalikan perasaan dan mampu

mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan

waktu dan kondisi yang ada sehingga

interaksi dengan orang lain dapat terjalin

dengan lancar dan efektif.

12

Page 13: KONTRIBUSI KECERDASAN EMOSI TERHADAP …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1572/1/Artikel... · positif. Terjadinya krisis identitas pada diri remaja dapat menimbulkan

Salovey dan Mayer (dalam Stein &

Book, 2002) mendefinisikan kecerdasan

emosi sebagai kemampuan untuk mengenali

perasaan, meraih dan membangkitkan

perasaan untuk membantu pikiran,

memahami perasaan dan maknanya serta

mengendalikan perasaan secara mendalam

sehingga membantu perkembangan

emosional dan intelektual.

Studi yang dilakukan Petrides, dkk

(2006) menunjukkan bahwa peran

kecerdasan emosional dalam hubungan

teman sebaya di sekolah. Sebanyak 160

siswa (83 anak perempuan; rata-rata umur

10.8 tahun) dilakukan pengukuran dengan

kuesioner daftar sifat kecerdasan emosi dan

sesudah itu diminta untuk menominasikan

teman sekelasnya masing-masing yang

cocok ke dalam tujuh deskripsi perilaku

yang berbeda (‘kooperatif’,’pengganggu’,

‘pemalu’, ‘agresif’, ‘dependen’, ‘pemimpin’,

dan ‘pengintimidasi’). Para guru yang

diminta untuk menominasikan seluruh siswa

yang cocok ke dalam tujuh deskripsi. Siswa-

siswa dengan skor sifat kecerdasan emosi

yang tinggi lebih masuk nominasi untuk

‘kooperatif’ dan ‘kepemimpinan’, serta lebih

rendah nominasinya untuk ‘pengganggu’,

‘agresif’, dan ‘dependen’. Analisis faktor

dari nominasi para guru menunjukkan dua

faktor orthogonal meliputi masing-masing

deskripsi prososial dan antisosial. Siswa-

siswa dengan skor sifat kecerdasan emosi

yang tinggi ada dalam faktor prososial dan

yang rendah ke dalam faktor antisosial.

Wewenang kecerdasan emosi adalah

hubungan pribadi yang baik dengan orang

lain, bertanggung jawab untuk penghargaan

diri, kesadaran diri, kepekaan sosial dan

adaptasi sosial. Kecerdasan emosi yang

tinggi membuat remaja dapat mengalami

berbagai perasaan secara penuh. Ketika

perasaan itu muncul dan benar-benar

membuat remaja mengenali dirinya.

Kecerdasan emosi menyediakan manfaat

penting dalam berbagai aspek kehidupan

seperti dalam keluarga, masyarakat,

kehidupan percintaan dan bahkan kehidupan

spiritual. Kecerdasan emosi memungkinkan

remaja untuk memilih apa yang harus

dilakukan, siapa yang akan menjadi

temannya, sekolah yang akan dipilih serta

bagaimana menjaga keseimbangan antara

kebutuhan pribadi dan kebutuhan orang lain

(Segal, 2001).

Rendahnya kecerdasan emosi dapat

menghambat pertimbangan intelektual dan

menghancurkan karier. Kerugian terbesar

diderita oleh anak-anak maupun remaja,

yang mungkin dapat terjerumus dalam risiko

terserang depresi, gangguan makan,

kehamilan yang tak diinginkan, bahkan

agresivitas serta kejahatan dengan

kekerasan. Sedangkan kecerdasan emosi

yang tinggi ditandai dengan orang-orang

yang menonjol dalam kehidupan nyata

seperti memiliki hubungan dekat yang

hangat, disiplin diri, altruisme, dan mampu

mengelola emosi dengan baik sehingga

remaja tersebut dapat mengendalikan dirinya

dan tidak melakukan agresivitas (Goleman,

2006).

Berdasarkan uraian di atas dapat

disimpulkan bahwa remaja yang memiliki

13

Page 14: KONTRIBUSI KECERDASAN EMOSI TERHADAP …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1572/1/Artikel... · positif. Terjadinya krisis identitas pada diri remaja dapat menimbulkan

kecerdasan emosi yang tinggi kemungkinan

kecil melakukan agresivitas karena remaja

tersebut mampu mengenali emosi dan

mampu mengelola emosinya dengan baik.

Sebaliknya, remaja yang memiliki

kecerdasan emosi yang rendah cenderung

tidak mempunyai kemampuan untuk

mengelola emosinya dan mengenali emosi

orang lain sehingga melakukan perilaku

yang buruk seperti perilaku agresi.

Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka diatas

maka dapat ditarik hipotesis, yaitu ada

kontribusi kecerdasan emosi secara

signifikan terhadap agresivitas pada remaja.

METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan

kuantitatif yang bersifat kontribusi, yaitu

mengetahui kontribusi antara variabel satu

dengan yang lain.

Jumlah subjek dalam penelitian ini

adalah 124 subjek. Karakteristik subjek yang

dibutuhkan dalam penelitian ini adalah siswa SMA 21 Jakarta yang masih aktif,

kelas XI dan berusia 15-18 tahun.

Pengembilan sampel menggunakan teknik

Purposive Sampling.

Pada penelitian ini teknik pengumpulan

data dilakukan dengan menggunakan teknik

pengumpul data yaitu dengan angket atau

kuesioner. Untuk variabel kecerdasan emosi

menggunakan skala kecerdasan emosi

diadopsi dari skala kecerdasan emosi yang

disusun oleh Gasya (2007) dengan koefisien

validitas antara 0,304 - 0,603 dan kofisien

reliabilitas sebesar 0,863 yaitu berdasarkan

komponen-komponen kecerdasan emosi

yaitu mengenali emosi diri, mengelola

emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali

emosi orang lain dan membina hubungan

dengan orang lain, yang berbentuk skala

Likert, sedangkan untuk variabel agresivitas menggunakan skala agresivitas disusun

berdasarkan tipe-tipe agresi yaitu agresi fisik

langsung, agresi fisik tidak langsung, agresi

verbal langsung, dan agresi verbal tidak

langsung yang berbentuk skala likert.

Uji validitas dalam penelitian ini adalah

dengan cara mengkorelasikan skor tiap-tiap

item dengan skor total dalam skala dan

menggunakan analisis product moment dari

pearson (Azwar, 1996) sedangkan Uji

reliabilitas dalam penelitian ini adalah

Internal Consistensi dengan menggunkan

Teknik Alpha Cronbach (Azwar, 1996).

Teknik analisis data yang akan

digunakan adalah analisis regresi sederhana

yaitu untuk mengetahui kontribusi

kecerdasan emosi sebagai variabel bebas (x)

terhadap agresivitas sebagai variabel terikat

(y).

14

Page 15: KONTRIBUSI KECERDASAN EMOSI TERHADAP …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1572/1/Artikel... · positif. Terjadinya krisis identitas pada diri remaja dapat menimbulkan

HASIL PENELITIAN Penelitian ini menggunakan try out

terpakai karena keterbatasan biaya dan

waktu. Penelitian ini dilaksanakan dengan

pengambilan data yang disebar mulai

tanggal 10-16 Maret 2009. Pengambilan

data dilakukan di SMAN 21 Jakarta yang

terletak di daerah Kayu Putih Jakarta Timur

dan mengambil sampel sebanyak 124 siswa,

yang terdiri dari 2 kelas XI IPA dan 2 Kelas

XI IPS. Pengambilan data ini dilakukan

selama tiga hari, mulai dari hari Kamis,

tanggal 10 Maret hingga hari Senin, tanggal

16 Maret 2008.

Skala kecerdasan emosi dan agresivitas

diberikan kepada setiap siswa. Skala yang

telah diisi oleh para siswa kelas XI

langsung dikembalikan kepada penulis. Pada

saat penyebaran skala, penulis dibantu oleh

guru bimbingan konseling karena pada saat

menyebarkan skala penulis menggunakan

jam pelajaran bimbingan konseling.

Walaupun di sekolah tersebut sedang

berlangsung try out UN untuk kelas XII,

namun pengambilan data dapat berlangsung

dengan lancar.

Uji Validitas dan Reliabilitas Skala

Hasil uji validitas pada skala kecerdasan

emosi, dari 50 item yang digunakan

diperoleh 41 item yang valid, sementara 9

item yang lainnya dinyatakan gugur.

Korelasi skor total item yang valid bergerak

antara 0, 300 sampai 0, 630, sedangkan pada

uji reliabilitas dilakukan dengan teknik

Alpha Cronbach diperoleh dengan nilai

alpha sebesar 0,920, pengujian validitas dan

reliabilitas ini dilakukan dengan bantuan

program SPSS for Windows versi. 17.0.

Hasil uji validitas pada skala

agresivitas, dari 40 item yang digunakan

diperoleh 27 item yang valid, sementara 13

item yang lainnya dinyatakan gugur.

Korelasi skor total item yang valid bergerak

antara 0, 322 sampai 0,647, sedangkan pada

uji reliabilitas dilakukan dengan teknik

Alpha Cronbach diperoleh dengan nilai

alpha sebesar 0,890, pengujian validitas dan

reliabilitas ini dilakukan dengan bantuan

program SPSS for Windows versi. 17.0.

Uji Normalitas

Berdasarkan pengujian normalitas pada

variabel kecerdasan emosi diperoleh hasil

signifikansi sebesar 0,200 pada Kolmogorov

Smirnov (p > 0,05) dan Shapiro Wilk dengan

signifikansi sebesar 0,100 (p > 0,05).

Pengujian menunjukkan bahwa distribusi

skor kecerdasan emosi subjek penelitian

dianggap normal.

Pada skala agresivitas diperoleh

signifikansi sebesar 0,014 pada Kolmogorov

Smirnov (p < 0,05) dan Shapiro Wilk dengan

signifikansi sebesar 0,122 (p > 0,05).

Pengujian juga menunjukkan bahwa

distribusi skor agresivitas subjek penelitian

dianggap normal.

Uji Linearitas

Berdasarkan hasil pengujian regresi

sederhana diperoleh nilai F sebesar 41,980

dengan signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05).

Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa

hubungan variabel-variabel di atas adalah

15

Page 16: KONTRIBUSI KECERDASAN EMOSI TERHADAP …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1572/1/Artikel... · positif. Terjadinya krisis identitas pada diri remaja dapat menimbulkan

linear dan scatterplot pada grafik cenderung

membentuk garis lurus.

Analisis Data

a. Uji Korelasi

Berdasarkan hasil pengujian korelasi

terhadap variabel kecerdasan emosi dan

agresivitas dengan menggunakan korelasi

Product Moment Pearson (1 tailed)

diketahui bahwa koefisien Pearson (r) yang

diperoleh sebesar -0,506 dengan nilai sig.(1-

tailed) sebesar 0,000. Dengan demikian

terdapat hubungan antara kecerdasan emosi

dengan agresivitas pada remaja dengan arah

hubungan yang negatif yaitu apabila

kecerdasan emosi semakin tinggi maka

semakin rendah agresivitas dari remaja.

b. Analisis Regresi

Berdasarkan analisa data yang

dilakukan dengan menggunakan teknik

regresi sederhana diperoleh F sebesar 41,980

dengan signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05),

dan diperoleh Adjusted R square sebesar

0,250. Hal ini berarti terdapat kontribusi

kecerdasan emosi secara signifikan terhadap

agresivitas dan kontribusinya sebesar 25%.

Dengan demikian hipotesis yang berbunyi

ada kontribusi kecerdasan emosi secara

signifikan terhadap agresivitas, diterima

Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk menguji

kontribusi kecerdasan emosi terhadap

agresivitas pada remaja. Berdasarkan hasil

uji korelasi diketahui bahwa terdapat

hubungan yang negatif signifikan antara

kecerdasan emosi dengan agresivitas pada

remaja. Koefisien korelasi yang diperoleh

menunjukkan angka negatif yaitu sebesar -

0.506, hal ini berarti semakin tinggi

kecerdasan emosi maka semakin rendah

agresivitas yang dimiliki remaja.

Sebaliknya, semakin rendah kecerdasan

emosi maka semakin tinggi agresivitas yang

dimiliki remaja.

Berdasarkan hasil uji regresi sederhana

yang telah dilakukan, diketahui bahwa

terdapat kontribusi kecerdasan emosi secara

signifikan terhadap agresivitas, dan

kontribusi tersebut sebesar 25% sedangkan

75% kemungkinan dipengaruhi oleh faktor

lainnya seperti faktor pribadi, lingkungan

keluarga, lingkungan kelompok sebaya,

lingkungan sekolah, dan lingkungan

masyarakat.

Semakin tinggi kecerdasan emosi maka

semakin rendah agresivitas yang dimiliki

remaja. Sebaliknya, semakin rendah

kecerdasan emosi maka semakin tinggi

agresivitas yang dimiliki remaja. Hal

tersebut sesuai dengan pendapat Aini (2004)

yang menyebutkan bahwa ada hubungan

yang negatif signifikan antara kecerdasan

emosi dengan agresivitas pada remaja akhir,

dimana semakin tinggi kecerdasan emosi

pada remaja akhir maka semakin rendah

agresivitasnya.

Semakin tinggi kecerdasan emosi maka

akan semakin rendah agresivitas yang

dimiliki oleh remaja. Hal ini dimungkinkan

karena remaja tersebut pada umumnya

mempunyai kemampuan untuk mengelola

emosi yang ada pada dirinya dengan

menangani perasaan agar perasaan dapat

16

Page 17: KONTRIBUSI KECERDASAN EMOSI TERHADAP …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1572/1/Artikel... · positif. Terjadinya krisis identitas pada diri remaja dapat menimbulkan

terungkap dengan baik sehingga dapat

menghibur diri sendiri, melepaskan

kecemasan, kemurungan atau

ketersinggungan dan akibat yang timbul

karena gagalnya keterampilan emosi ini.

Remaja juga mempunyai kemampuan untuk

mengenali emosi yang ada pada dirinya

dengan memiliki kesadaran diri yang baik

yaitu mengenali perasaan sewaktu perasaan

itu terjadi. Remaja yang memiliki keyakinan

yang lebih tentang perasaannya adalah

remaja yang andal bagi kehidupan diri

remaja tersebut (Goleman, 2006).

Hal ini sesuai dengan perhitungan mean

berdasarkan komponen kecerdasan emosi

dimana pada komponen mengelola emosi

diri, remaja subjek penelitian memiliki

kemampuan mengelola emosi diri yang

tinggi dengan skor 25.92. Remaja tersebut

juga mampu mengenali emosi diri yang

baik. Memiliki kemampuan dalam

mengenali dan merasakan emosinya sendiri,

memahami penyebab perasaan yang timbul,

mampu menerima sudut pandang orang lain,

mampu mengungkapkan amarah dengan

tepat tanpa berkelahi sehingga berkurangnya

perilaku agresi pada remaja dan lebih baik

dalam menyelesaikan persoalan yang timbul

dalam hubungan teman sebaya. Berdasarkan

uraian tersebut maka subjek penelitian

cenderung merupakan pribadi yang memiliki

kecerdasan emosi yang baik sehingga

mereka dapat menata emosi, memiliki

kemampuan mengenali emosi dan

mengelolanya sehingga dapat membina

hubungan yang baik dengan teman-

temannya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

subjek memiliki tingkat kecerdasan emosi

pada kategori tinggi. Berdasarkan hasil

penelitian diperoleh mean empirik yaitu

135,40 dan mean hipotetik yaitu 102,5

dengan standar deviasi untuk variabel

kecerdasan emosi adalah 20,5. Hal ini berarti

dapat dikatakan kecerdasan emosi subjek

penelitian tinggi. Tingginya kecerdasan

emosi yang dimiliki subjek disebabkan

subjek mempunyai banyak pengalaman-

pengalaman sehingga dapat meningkatkan

kecerdasan emosi. Sesuai dengan pendapat

Goleman yang menyatakan bahwa salah satu

faktor yang mempengaruhi kecerdasan

emosi seseorang adalah pengalaman.

Semakin anak bertambah dewasa maka

semakin sedikit waktu yang dihabiskan

dalam keluarga. Pengalaman-pengalaman di

luar rumah ada yang dapat meningkatkan

kecerdasan emosi. Hal serupa dikemukakan

oleh Bandura mengenai belajar sosial yaitu

seseorang akan mempelajari perannya dari

kontak sosial. Demikian juga dengan

kecerdasan emosi yang dapat dipelajari dari

adanya kontak sosial dengan orang lain.

Pada skala agresivitas diperoleh mean

empirik yaitu 98,25 dan mean hipotetik yaitu

67,5 dengan standar deviasi untuk variabel

agresivitas adalah 13,5. Secara umum subjek

memiliki agresivitas yang sangat tinggi. Hal

ini disebabkan karena remaja dituntut

menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Di lain pihak, remaja harus mengembangkan

identitas diri secara positif. Tidak

tercapainya identitas diri yang positif,

menimbulkan ketegangan (stress) dan

17

Page 18: KONTRIBUSI KECERDASAN EMOSI TERHADAP …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1572/1/Artikel... · positif. Terjadinya krisis identitas pada diri remaja dapat menimbulkan

kecemasan pada remaja. Kekerasan

merupakan sikap agresi sebagai pelampiasan

rasa frustasi. Selain hal tersebut, pengaruh

kelompok sebaya juga sangat besar dalam

mempengaruhi agresivitas. Remaja ingin

diterima kelompok sebayanya sehingga mau

mengikuti peraturan dan norma yang

ditetapkan kelompok. Perilaku sama dengan

orang lain yang didorong oleh keinginan

sendiri ini dinamakan konformitas. Hal ini

sesuai dengan pendapat Rochadi (2004)

yang menyatakan bahwa pada masa remaja

banyak waktu yang digunakan bersama

teman-teman sebayanya, maka pengaruh

kelompok menjadi salah satu faktor

terpenting dalam berperilaku yang kurang

baik misalnya perilaku agresi.

Berdasarkan perhitungan mean skala

agresivitas yang ditinjau dari tipe-tipe agresi

dapat dilihat bahwa subjek penelitian

memiliki agresi yang tinggi dalam bentuk

verbal daripada fisik hal ini dapat

disebabkan oleh faktor lingkungan yang ada

pada remaja tersebut.

Selain itu, berdasarkan mean skala

kecerdasan emosi pada data tersebut dapat

dilihat bahwa kecerdasan emosi pada subjek

penelitian yang berjenis kelamin laki-laki

lebih tinggi daripada perempuan. Hal ini

sesuai dengan pendapat Furnham (2000)

yang menyatakan bahwa walaupun

perempuan memiliki skor yang lebih tinggi

dari laki-laki pada komponen keterampilan

sosial, namun dalam segi penilaian diri yang

dikombinasikan dalam sebuah skala yang

reliabel dan pengukuran yang dilakukan oleh

partisipan terhadap komponen-komponen

kecerdasan emosi memiliki hasil yang

konstan, hal tersebut menunjukkan bahwa

laki-laki lebih tinggi kecerdasan emosinya

daripada perempuan. Namun, pada mean

skala agresivitas dapat dilihat bahwa

agresivitas subjek yang berjenis kelamin

laki-laki lebih tinggi daripada perempuan.

Hal ini sesuai dengan pendapat Berkowitz

yang menyebutkan bahwa agresi lebih khas

pada pria dibanding wanita dan kebanyakan

studi tentang agresi terfokus kepada pria.

Hal ini menunjukkan bahwa pria dan anak

laki-laki cenderung menyimpang dari

banyak aturan masayarakat dan norma sosial

memiliki dorongan agresif yang kuat yang

merupakan salah satu komponen dari sifat

dasarnya yaitu antisosial. Agresi pada

wanita, seperti halnya pada pria terkadang

wanita senang menyakiti orang lain.

Sebagian wanita bahkan cenderung

menyerang secara fisik orang yang

membuatnya jengkel (Berkowitz, 2003).

Berdasarkan mean skala agresivitas

pada usia subjek dapat dilihat bahwa pada

usia 17 tahun subjek memiliki agresivitas

yang tinggi dibandingkan usia lainnya. Hal

ini disebabkan karena pada usia tersebut

remaja mengalami adanya perubahan emosi.

Hurlock menyatakan remaja laki-laki dan

perempuan dikatakan sudah mencapai

kematangan emosi bila akhir masa remaja

tidak meledakkan emosinya dihadapan orang

lain melainkan menunggu saat yang tepat

untuk mengungkapkan emosinya dengan

cara-cara yang lebih tepat diterima.

Sedangkan pada mean skala kecerdasan

emosi dapat dilihat bahwa usia 15 tahun

18

Page 19: KONTRIBUSI KECERDASAN EMOSI TERHADAP …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1572/1/Artikel... · positif. Terjadinya krisis identitas pada diri remaja dapat menimbulkan

subjek memiliki kecerdasan emosi yang

tinggi. Selain itu, berdasarkan jurusan yang

diambil subjek penelitian dapat dilihat

bahwa subjek dengan jurusan IPA memiliki

kecerdasan emosi yang tinggi dibandingkan

IPS hal ini disebabkan karena jurusan IPA

memiliki tugas-tugas sekolah yang banyak,

dengan adanya kecerdasan emosi yang baik

subjek penelitian mampu memotivasi

dirinya untuk mengerjakan tugas tersebut

dengan baik. Sedangkan pada jurusan IPS,

subjek memiliki agresivitas yang tinggi hal

ini dapat dipengaruhi karena pada masa

remaja banyak waktu yang digunakan

bersama teman-teman sebayanya dan

terkadang ingin berperilaku sama dengan

temannya termasuk perilaku agresi.

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat

disimpulkan bahwa kecerdasan emosi

memberikan kontribusi yang signifikan

terhadap agresivitas pada remaja. Kontribusi

yang diberikan sebesar 25% sedangkan 75%

kemungkinan dipengaruhi oleh faktor

lainnya seperti faktor pribadi, lingkungan

keluarga, lingkungan kelompok sebaya,

lingkungan sekolah, dan lingkungan

masyarakat. Dari hasil penelitian juga

diketahui bahwa kategori subjek peneltian

menunjukkan kecerdasan emosi yang tinggi

dan memiliki agresivitas yang tinggi pula.

Kecerdasan emosi subjek penelitian yang

berjenis kelamin laki-laki lebih tinggi

dibandingkan perempuan demikian juga

dengan agresivitasnya, subjek berjenis

kelamin laki lebih tinggi daripada

perempuan.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka

saran yang dapat diberikan adalah sebagai

berikut:

1. Berdasarkan hasil penelitian diketahui

bahwa kecerdasan emosi mempunyai

pengaruh terhadap agresivitas. Oleh

karena itu disarankan kepada subjek

penelitian dalam hal ini siswa SMA 21

untuk berupaya agar kecerdasan emosi

yang tinggi dapat terjaga sehingga

remaja tersebut dapat mengontrol

emosinya agar agresivitas pada diri

remaja dapat dikurangi. Remaja juga

mampu menilai emosi secara tepat, baik

pada diri sendiri maupun terhadap orang

lain sehingga terjalin hubungan yang

baik dengan orang lain.

2. Bagi pihak orang tua, hendaknya harus

memotivasi anak dalam meningkatkan

kecerdasan emosinya karena pendidikan

yang paling awal dan mendasari

kecerdasan emosi adalah berawal dari

sebuah keluarga.

3. Dari hasil penelitian diketahui bahwa

terdapat faktor-faktor lain yang

menentukan agresivitas dengan

demikian dinilai perlu disarankan

kepada peneliti lain untuk meneliti

kemungkinan faktor-faktor lain yang

dapat mempengaruhi agresivitas seperti

konformitas remaja dengan teman

sebayanya.

19

Page 20: KONTRIBUSI KECERDASAN EMOSI TERHADAP …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1572/1/Artikel... · positif. Terjadinya krisis identitas pada diri remaja dapat menimbulkan

4. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan

untuk menindaklanjuti hasil penelitian

ini dengan penelitian lanjutan serta

dengan subjek yang berbeda, seperti

orang dewasa. Dengan cara ini

diharapkan dapat memperkaya ilmu

pengetahuan khususnya di bidang

psikologi sosial.

Daftar Pustaka Aini, F. Q. (2004). Kecerdasan emosi dan

agresivitas pada remaja akhir. Skripsi (Tidak diterbitkan). Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Anastasi, A & Urbina, S. (1997). Tes

psikologi: Psychological testing 7e. Alih bahasa: Robertus, H & Imam. Jakarta: PT Prenhallindo.

Azwar, S. (1996). Tes prestasi: Fungsi dan

pengembangan pengukuran prestasi belajar. Yogyakarta: Pustaka belajar.

Bagus, R.(2008). Gejolak Remaja

www.uny.ac.id/akademik/ sharefile/ 27122007115442_pengaruh_keluarga_terhadap_kenakalan_remaja.html. 09 Agustus 2008.

Berkowitz, L. (1995). Agresi 1: Sebab dan

akibatnya. Jakarta: Lembaga P.P.M. Berkowitz, L. (2003). Emotional behavior:

Mengenali perilaku dan tindak kekerasan di lingkungan sekitar kita & cara penanggulangannya. Jakarta: PPM.

Breakwell, G. M. (1998). Coping aggressive

behavior. Yogyakarta : Kanisius Canggtikapi.

Chaplin, C. P. (1989). Kamus lengkap

psikologi. Alih bahasa: Kartono. Jakarta: Rajawali Pers.

Ciarochi, J., Forgas, J.P., & Mayer, J.D.

(2001). Emotional intelligence in

everyday life: A scientific inquiry. London: Psychology Press.

Furnham, A. (2000). Gender differences in

measured and self estimated trait emotional intelligence. Sex roles: A journal of research. http:www.findarticles.com/ journal-of-emotional-intelligence.htm. 20 Mei 2009.

Goleman, D. (2006). Kecerdasan emosional:

Mengapa EI lebih penting daripada IQ. Alih bahasa: Hermaya, T. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Hamalik, O. (1995). Psikologi remaja:

Dimensi-dimensi perkembangan. Bandung: CV Mandar Maju.

Hawadi., & Akbar, R. (2001). Psikologi

perkembangan anak: Mengenal sifat, bakat, dan kemampuan anak. Jakarta : PT. Grasindo.

Hurlock, E. B. (1993). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Alih bahasa: Istiwidayanti & Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.

Gasya, I. (2007). Hubungan antara kecerdasan emosi dengan derajat stress pada mahasiswa tingkat akhir. Skripsi (Tidak diterbitkan). Depok: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.

Koeswara, E. (1988). Agresi manusia. Bandung : PT. Eresco.

Martono, L.H., & Joewana. (2006). Menangkal narkoba & kekerasan. Jakarta : Balai Pustaka.

Monks, F. J., Knoers, A. M. P & Haditono,

S. R. (2004). Psikologi perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

20

Page 21: KONTRIBUSI KECERDASAN EMOSI TERHADAP …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1572/1/Artikel... · positif. Terjadinya krisis identitas pada diri remaja dapat menimbulkan

Mutadin, Z. (2002). Mengenal kecerdasan emosioanal remaja. http://www.e-psikologi.com/kecerdasan emosi remaja/index.html. 16 Agustus 2008.

Patton, P. (2002). EQ: Pengembangan

sukses lebih bermakna. Jakarta: Mitra Media Publishers.

Petrides, K.V., Sangareau, Y., Furnham, A.,

& Frederickson, N. (2006). Social development: Trait emotional intelligence and children’s peer relations at school.http://www.blackwellsynergy.com/emotional_intelligence/index.htm. 16 Agustus 2008.

Rochadi, R. K. (2004). Hubungan

konformitas dengan perilaku merokok pada remaja sekolah SMU negeri di 5 wilayah DKI Jakarta. Disertasi (Tidak diterbitkan). Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Rukmini, S & Sundari, S. (2004). Psikologi

anak dan remaja. Bandung: Rineka Cipta.

Santrock, J. W. (2003). Adolescence:

Perkembangan remaja. Alih bahasa: Shinto, B & Sherly, S. Jakarta: Erlangga.

Sarwono, S. W. (1996). Psikologi sosial:

Individu dan teori-teori psikologi sosial. Jakarta: Balai Pustaka.

Sarwono, S. W. (2002). Psikologi remaja.

Jakarta: Rajawali Pers. Schwartz, D.J. (1997). Keajaiban berpikir

besar. Jakarta: Pustaka Delaprakasa. Segal, J. (2001). Meningkatkan kecerdasan

emosional. Jakarta: Citra Aksara. Sobur, A. (2003). Psikologi umum. Bandung

: Pustaka Setia. Stein, S. J & Book, H. E. (2002). 15 Prinsip

dasar kecerdasan emosi meraih sukses. Alih bahasa: Januarsari, T. R & Murtanto, Y. Bandung: Kaifa.

Sugiyono. (2008). Metode penelitian pendidikan (Pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Koran Seputar Indonesia. (2008). Edisi 07

Agustus. Aniaya siswi SMP, 3 gadis ditangkap. Jakarta.

Koran Seputar Indonesia. (2008). Edisi 14

September. Tawuran petasan remaja di Pamulang. Jakarta.

Koran Seputar Indonesia. (2008). Edisi 06

September. Tawuran remaja di Makasar luput dari perhatian aparat. Jakarta.

21

Page 22: KONTRIBUSI KECERDASAN EMOSI TERHADAP …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1572/1/Artikel... · positif. Terjadinya krisis identitas pada diri remaja dapat menimbulkan

22