pengaruh emosi
DESCRIPTION
Pengaruh Emosi dan Memori terhadap sistem saraf otonomTRANSCRIPT
Semester II Blok 6 Neuroscience
Pengaruh Jaras Emosi pada Tubuh Manusia
Kelompok: A6
Dionisius (10-2011-073)
Rossy Remalya T (10-2011-109)
Julvica Heuw (10-2011-175)
Yogi Himawan (10-2011-188)
Kelvin Arifin (10-2011-276)
Maria Alvina (10-2011-288)
Candy Novia Agustini (10-2011-292)
Prima magdalena (10-2011-393)
Jemie Rudyan (10-2011-423)
Nurain Balqis (10-2011-436)
FK Ukrida
Jalan Terusan Arjuna Utara No.6/ Jakarta Barat
2011/2012
Pendahuluan
Dalam kehidupan sehari hari kita selalu ada emosi yang terjadi pada diri setiap orang seperti
sedih, senang, kecewa, menangis, dan lain-lain. Emosi yang terjadi didalam diri seseorang
dipengaruhi oleh bagian bagian otak manusia. Bagaimana cara mengendalikan emosi dan
mengekspresikan emosi ini merupakan pengaruh dari otak. Saraf pun ikut berperan dalam
menyalurkan emosi tersebut ke bagian-bagian tubuh yang lain, contohnya emosi yang
berlebihan sehingga menyebabkan perasaan berdebar terus-menerus.
Sistem saraf tersusun menjadi susunan saraf pusat (SSP), dan yang terdiri dari otak
dan medulla spinalis, dan susunan saraf tepi (SST), yang terdiri dari serat-serat saraf yang
membawa informasi antara SSP dan bagian tubuh lain (perifer). SST dibagi lagi menjadi
divisi aferen dan eferen. Divisi aferen membawa informasi ke SSP, memberi tahu tentang
lingkungan eksternal dan aktivitas internal yang sedang diatur oleh susunan saraf. Instruksi
dari SSP disalurkan melalui divisi eferen ke organ efektor-otot atau kelenjar yang
melaksanakan perintak agar dihasilkakn efek yang sesuai. Sistem saraf eferen dibagi menjadi
sistem saraf somatik, yang terdiri dari serat-serat neuron motorik yang menyarafi otot
rangka; dan sistem saraf otonom, yang terdiri dari serat-serat yang menyarafi otot polos, otot
jantung, dna kelenjar. SSO dibagi lagi menjadi sistem saraf simpatis dan sistem saraf
parasimpatis, dimana keduanya menyarafi sebagian besar organ-organ yang disarafi oleh
sistem saraf otonom.1
Tubuh manusia memiliki suatu sistem saraf yang terbagi menjadi sistem saraf yang
bekerja di bawah kendali pikiran atau secara sadar dan sistem saraf yang bekerja tanpa adanya
kendali pikiran atau secara tidak disadari, sistem saraf yang bekerja dibawah kendali pikiran
membuat kita dapat melakukan aktivitas dan hal-hal yang ingin kita lakukan sedangkan
sistem saraf yang bekerja tanpa kendali pikiran umumnya mempersarafi organ-organ dalam
sehingga menunjang kehidupan kita. Organ-organ dalam seperti jantung, paru-paru dan
organ-organ pencernaan tidak berhenti bekerja ataupun beristirahat selama kita hidup karena
adanya sistem saraf tersebut. Dalam sistem saraf dikenal sistem limbik yaitu suatu sistem
yang berbentuk jaringan yang sangat mempengaruhi kerja dari sistem saraf, sistem limbik itu
sendiri sangat dipengaruhi oleh keadaan perasaan atau emosional seseorang. Keadaan
emosional yang berubah dari keadaan biasa atau keadaan normal dapat menyebabkan
perubahan kondisi tubuh.1,2
Tabel 1. Struktur dan Fungsi Komponen Utama Otak
Komponen Otak Fungsi Utama
Korteks Cerebri 1. Persepsi sensorik2. Kontrol gerakan sadar3. Bahasa4. Sifat kepribadian5. Proses mental canggih (fungsi luhur), misalnya berpikir,
mengingat, mengambil keputusan, kreativitas, dan kesadaran diri.Nukleus Basal 1. Inhibisi tonus otot
2. Koordinasi gerakan lambat, menetap3. Menekan pola gerakan yang tidak bermanfaat
Thalamus 1. Stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps2. Kesadaran kasar akan sensasi3. Berperan dalam kesadaran4. Berperan dalam kontrol motorik
Hipothalamus 1. Regulasi banyak fungsi homeostatik, misalnya kontrol suhu, haus, pengeluaran urin, dan asupan makanan
2. Penghubung penting antara sistem saraf dan endokrin3. Banyak terlibat dalam emosi dan pola perilaku dasar
2
Secebelum 1. Mempertahankan keseimbangan2. Meningkatkan tonus otot3. Mengoordinasikan dan merencanakan aktivitas otot sadar
terampil
Batang Otak (otak tengah, pons, dan medulla oblongata)
1. Asal dari sebagian besar saraf kranialis perifer2. Pusat kontrol kardiovaskular, repsirasi, dan pencernaan3. Regulasi refleks otot yang berperan dalam keseimbangan dan
postur4. Penerimaan dan integrasi semua input sinaps dari medulla
spinalis; pengaktifan korteks serebri dan keadaan terjaga5. Peran dalam siklus tidur-bangun
Sistem Limbik
Sistem limbik bukanlah suatu struktur terpisah tetapi suatu cincin struktur-struktur otak
depan yang mengelilingi batang otak dan saling berhubungan melalui jalur-jalur neuron rumit.
Struktur ini mencakup bagian dari yang berikut: lobus-lobus korteks serebri (terutama
korteks asosiasi limbik), nukleus basal, talamus, dan hipotalamus. Anyaman interaktif
kompleks ini berkaitan dengan emosi, mempertahankan kelangsungan hidup, dan pola
perilaku sosioseksual, motivasi, dan belajar.1-3
Konsep emosi mencakup perasaan emosional subyektif dan suasana hati (misalnya
marah, takut, dan kegembiraan) plus respon fisik nyata yang berkaitan dengan perasaan-
perasaan tersebut. Respon-respon ini mencakup pola perilaku spesifik (misalnya bersipa
menyerang atau bertahan ketika diancam oleh musuh) dan ekspresi emosi yang dapat diamati
(misalnya tertawa, menangis, atau tersipu). Bukti-bukti yang ada mengisyaratkan peran
sentral sistem limbik dalam semua aspek emosi. Stimulasi terhadap regio-regio spesifik di
dalam sistem limbik manusia sewaktu pembedahan otak menimbulkan beragam sensasi
subyektif samar yang dinyatakan oleh pasien sebagai kesenangan, kepuasan, atau kenikmatan
di satu regio dan kekecewaan, ketakutan, atau kecemasan di regio lain.1
Keterlibatan mendalam hipotalamus dalam sistem limbik mengatur respon internal
involunter berbagai sistem tubuh dalam persiapan untuk melaksanakan tindakan yang sesuai
dengan keadaan emosional yang sedang terjadi. Sebagai contoh, hipotalamus mengontrol
peningkatan kecepatan denyut jantung dan pernapasan, peningkatan tekanan darah, dan
pengalihan darah ke otot rangka yang terjadi sebagai antipasi terhadap serangan atau ketika
marah. Perubahan-perubahan yang bersifat persiapan di lingkungan internal ini tidak
memerlukan kontrol kesadaran.1
Hipothalamus
3
Hipotalamus adalah kumpulan nukleus spesifik dan serat-serat terkait yang terletak di bawah
talamus. Daerah ini merupakan pusat integrasi untuk banyak fungsi homeostasis dan
berfungsi sebagai penghubung antara sistem saraf otonom dan sistem endokrin. Secara
spesifik hipotalamus berfungsi untuk mengontrol suhu tubuh, mengontrol rasa haus dan
pengeluaran urin, mengontrol asupan makanan, mengontrol sekresi hormon-hormon hipofisis
anterior, menghasilkan hormon-hormon hipofisis posterior, mengontrol kontraksi uterus dan
pengeluaran asi, berfungsi sebagai pusat koordinasi sistem saraf otonom utama, yang
kemudian mempengaruhi semua otot polos, otot jantung, dan kelenjar eksokrin dan berperan
dalam pola perilaku dan emosi terlibat dalam pengaturan langsung lingkungan internal.
Sebagai contoh, apabila tubuh dingin, hipotalamus memberi respons-respons internal untuk
meningkatkan pembentukan panas dan untuk menurunkan pengeluaran panas. Daerah-daerah
lain di otak, misalnya korteks serebrum, bekerja secara lebih tidak langsung untuk mengatur
lingkungan internal. Sebagai contoh, seseorang yang merasa dingin akan termotivasi untuk
secara sadar memakai baju yang lebih hangat, menutup jendela, menyalakan pemanas, dan
seterusnya. Bahkan aktivitas perilaku secara sadar ini sangat dipengaruhi oleh hipotalamus,
yang sebagai bagian dari sistem limbik, berfungsi bersama korteks mengontrol emosi dan
perilaku yang dimotivasi.2
Pons
Pons adalah bagian tengah dari batang otak, terletak di antara otak tengah di sebelah
proksimal dan medula oblongata di sebelah distal. Pada potongan melintang, terdiri atas dua
bagian, bagian ventral yang tebal yaitu pons basal dan bagian dorsal yang lebih kecil yaitu
tegmentum. Pons basal terdiri atas berkas-berkas serabut longitudinal dan transversal, di
antaranya terdapat kumpulan badan-badan sel neuron yang dikenal sebagai nukleus pontis..
Serabut longitudinal dari pons basal terdiri atas serabut descendens kedua tipe utama.
Pertama-tama, terdapat akson dari korteks motoris yang berjalan ke bawah untuk bersinaps
dengan neuron motoris inferior dari kornu ventralis medula spinalis, saat meninggalkan pons
akson ini berkumpul membentuk piramid khas yang disebut traktus piramidalis dari medula.
Kelompok kedua serabut-serabut descendens akan keluar dari berbagai daerah korteks dan
bersinapsis pada nukleus pontis, dari sana serabut-serabut selanjutnya melintas pada berkas
transversal, melintasi garis tengah masuk ke dalam serebelum melalui pedunkulus medius.
Tegmentum dorsalis mengandung traktus spinotalamikus ascendens (sensoris) dan inti dari
nervus kranialis kelima, keenam dan ketujuh. Pedunkulus serebralis adalah ciri pons yang
mudah dikenali, pedunkulus medius masih tetap ada pada potongan melalui pertengahan
4
pons, pada tingkat ini pedunkulus superius sangat menonjol. Bagian utama pedunkulus
sereberalis superior ini dibentuk oleh serabut-serabut nukleus sentralis serebelum yang
berjalan ke atas ke talamus dan kemudian terproyeksi ke korteks motoris.2
Korteks serebri
Korteks serebri atau korteks serebrum adalah lapisan abu-abu terluar yang membungkus
lapisan putih di bagian tengah. Serebrum, yang merupakan bagian terbesar dari otak manusia
dibagi menjadi dua belahan, yaitu hemisfer serebrum kiri dan kanan. Keduanya dihubungkan
satu sama lain oleh korpus kalosum, suatu pita tebal yang mengandung sekitar 300 juta akson
saraf melintang di antara kedua hemisfer. Setiap hemisfer terdiri dari sebuah lapisan luar yang
tipis yaitu substansia grisea (lapisan abu-abu) atau korteks serebrum, menutupi bagian tengah
yang lebih tebal yaitu substansia alba (lapisan putih). Jauh di sebelah dalam substansia alba
terdapat substansia grisea lain, yaitu nukleus-nukleus basal. Di seluruh SSP substansia grisea
terdiri dari badan-badan sel yang tersusun rapat dengan dendrit-dendrit dan sel-sel glia.
Berkas atau traktus (jaras) serat-serat saraf bermielin (akson) membentuk substansia alba,
penampakannya yang putih disebabkan oleh komposisi lemak mielin yang menyelubungi
akson. Serat-serat di substansia alba menyalurkan sinyal dari satu bagian korteks serebrum ke
bagian lain atau antara korteks dan bagian SSP yang lain.2
Ada 4 pasangan lobus di korteks serebrum yang mengalami spesialisasi untuk
aktivitas-aktivitas yang berlainan. Patokan-patokan anatomis yang digunakan dalam pemetaan
korteks adalah lipatan-lipatan dalam tertentu yang membagi setiap belahan korteks menjadi
empat lobus utama yaitu lobus-lobus oksipitalis, temporalis, parietalis, dan frontalis.2,3
Lobus oksipitalis yang terletak di sebelah posterior (di kepala belakang), bertanggung
jawab untuk pengolahan awal masukan penglihatan. Sensasi suara mula-mula diterima oleh
lobus temporalis, yang terletak di sebelah lateral (di sisi kepala). Lobus parietalis dan lobus
frontalis, yang terletak di puncak kepala, dipisahkan oleh sebuah lipatan dalam, sulkus
sentralis, yang berjalan ke bawah di bagian tengah permukaan lateral tiap-tiap hemisfer.
Lobus parietalis terletak di belakang sulkus sentralis pada kedua sisi, dan lobus frontalis
terletak di depan sulkus. Lobus parietalis bertanggung jawab untuk menerima dan mengolah
masukan sensorik seperti sentuhan, tekanan, panas, dingin, dan nyeri dari permukaan tubuh.
Sensasi-sensasi ini secara kolektif dikenal sebagai sensasi somestetik (somesthetic berarti
perasaan tubuh). Lobus parietalis juga merasakan kesadaran mengenai posisi tubuh, suatu
fenomena yang disebut sebagai propriosepsi. Korteks somatosensorik, tempat pengolahan
kortikal awal masukan somestetik dan proprioseptif ini, terletak di bagian depan tiap-tiap
lobus parietalis tepat di belakang sulkus sentralis. 2,3
5
Korteks somatosensorik tiap-tiap sisi otak sebagian besar menerima masukan sensorik
dari sisi tubuh yang berlawanan, karena sebagian besar jalur ascendens membawa informasi
sensorik naik dari korda spinalis menyilang ke sisi yang berlawanan sebelum akhirnya
berakhir di korteks. Dengan demikian, kerusakan belahan kiri korteks somatosensorik
menghasilkan defisit sensorik pada sisi kanan tubuh, sementara kehilangan sensorik pada sisi
kiri berkaitan dengan kerusakan belahan kanan korteks.2
Kesadaran sederhana mengenai sentuhan, tekanan, atau suhu dideteksi oleh talamus,
tingkat otak yang lebih rendah, tetapi korteks somatosensorik berfungsi lebih jauh daripada
sekedar pengenalan murni sensasi menjadi persepsi sensorik yang lebih utuh. Talamus
membuat kita sadar bahwa sesuatu yang panas atau sesuatu yang dingin sedang menyentuh
badan kita tetapi tidak memberitahu di mana atau seberapa besar intensitasnya. Korteks
somatosensorik melengkapi kerja talamus dengan menentukan lokasi sumber masukan
sensorik dan merasakan tingkat intensitas rangsangan. Korteks ini juga mampu melakukan
diskriminasi ruang sehingga korteks mampu mengetahui bentuk suatu benda yang sedang
dipegang dan dapat membedakan perbedaan ringan antara benda-benda serupa yang
bersentuhan dengan kulit. Korteks somatosensorik memproyeksikan masukan sensorik ini
melalui serat-serat substansia alba ke daerah-daerah sensorik yang lebih tinggi di dekatnya
untuk analisis lebih lanjut informasi sensorik tersebut. Daerah-daerah yang lebih tinggi ini
penting untuk persepsi pola-pola kompleks stimulasi somatosensorik, sebagai contoh apresiasi
simultan mengenai tekstur, kepadatan, suhu, bentuk, posisi, dan letak suatu benda yang
sedang kita pegang.2
Lobus frontalis yang terletak di korteks bagian depan, bertanggung jawab terhadap
tiga fungsi utama yaitu aktivitas motorik volunter, kemampuan berbicara, dan elaborasi
pikiran. Daerah di lobus frontalis belakang tepat di depan sulkus sentralis dan dekat dengan
korteks somatosensorik adalah korteks motorik primer. Daerah ini memberi kontrol volunter
atas gerakan yang dihasilkan otot-otot rangka. Seperti pada pengolahan sensorik, korteks
motorik di tiap-tiap sisi otak terutama mengontrol otot di sisi tubuh yang berlawanan. Jaras-
jaras saraf yang berasal dari korteks motorik hemisfer kiri menyeberang (menyilang) sebelum
turun ke korda spinalis untuk berakhir di neuron-neuron motorik eferen yang mencetuskan
kontraksi otot rangka di sisi kanan tubuh dan demikian juga sebaliknya. Stimulasi daerah-
daerah yang berlainan di korteks motorik primer juga menyebabkan timbulnya gerakan di
bagian-bagian tubuh yang berbeda.2,3
Kegiatan neokorteks dapat memodifikasi perilaku emosional dan demikian pula
sebaliknya emosi mempengaruhi kegiatan neokorteks. Salah satu sifat emosi adalah bahwa
6
emosi tidak dapat ditimbulkan atau dihilangkan dengan kehendak. Repolarisasi dapat
berlangsung lama setelah perangsangan. Hal ini dapat menerangkan sebagian tentang fakta
bahwa respon emosional cenderung berlangsung lama dan bukannya sesaat walaupun
rangsang yang menimbulkanya telah tiada.1,2
Perjalanan emosi sampai mempengaruhi kerja sistem saraf otonom dapat digambarkan
sebagai berikut, suatu stimulus masuk ke pusat sensoris yaitu korteks serebri masuk ke sistem
limbik dan menghasilkan sebuah bentuk emosi kemudian emosi tersebut merangsang titik
tertentu pada hipotalamus sehingga hipotalamus mengirimkan sinyal pada SSO, sinyal yang
dikirimkan hipotalamus merangsang salah satu antara sistem simpatis atau parasimpatis
tergantung dari jenis sinyal tersebut. Menggiatnya salah satu sistem simpatis atau
parasimpatis disebut respon otonom, dalam hubungannya dengan skenario kerja jantung
dikendalikan oleh SSO dimana saraf simpatis berfungsi untuk meningkatkan denyut
jantung.1,2
Struktur Mikroskopis
Sistem saraf pada manusia terbagi atas 3, yakni sistem saraf pusat, tepi, otonom. Sebagai
langkah awal pembelajaran ada baiknya kita mengenal struktur mikroskopis dari sel-sel saraf.
Elemen seluler dasar dari sistem saraf adalah sel saraf (neuron) dengan struktur yang sangat
bervariasi. Fungsi jaringan saraf adalah menghantar impuls saraf. Selain itu terdapat pula
beberapa jenis sel glia (neuroglia) yang berfungsi menyokong dan melindungi neuron dan
juga memberi nutrisi. Sel saraf terdiri dari:
a. Badan sel: bentuk dan besarnya beragam dari 4-135 mikrometer. Berbentuk
pyramid, lonjong, bulat. Umumnya memiliki nukleus yang besar dan bulat,
sehingga sering disebut mata burung hantu. Dalam sitoplasma badan sel terdapat
organel-organel seperti badan nissl (Retikulum endoplasma kasar), RE halus,
kompleks golgi, mitokondria, neurofilamen, neurofibril.
b. Akson: Aksoplasma pula tidak mengandung bahan nissl. Pangkal akson disebut
akson hillock. Bagian akson hillock dan segmen awal disebut sebagai “zona
pemicu” yang membangkitkan potensial aksi. Akson membawa respon dari neuron
yaitu dalam bentuk potensial aksi. Sebagian besar bagian akson adalah bermielin.
Ujungnya pula bercabang-cabang seperti ranting disebut telodendria. Pada ujung
ranting aksonal terhadap pembengkakan yang disebut “boutons terminaux”.
c. Dendrit: bagian terbesar penerima sinyal dari neuron lain, selain badan sel dan
segmen awal akson. Denrit relative tebal, berangsur meruncing di hujungnya. Ia
7
dapat bercabang primer, sekunder tersier dan seterusnya. Organel yang terdapat
pada dendrit adalah perikarion.
Gambar 1. struktur saraf sumber www.google.com
Neuron dapat dibedakan berdasarkan polaritasnya yaitu :
a. Unipolar : Jarang pada vetebrata kecuali embrional dini
b. Bipolar : Di ganglia vestibular dan koklear, dalam epitel olfaktori hidung,
c. Pseudounipolar : Ganglia kraniospinal
d. Multipolar : Kebanyakan neuron SSP
e. Purkinje : Cerebellum
Manakala berdasarkan fungsi pula dapat dibagikan menjadi:
a. Neuron motoric: mengawasi organ efektor seperti otot dan kalenjar
b. Neuron sensorik : menerima rangsang sensoris eksteroseptif dan introseptif
c. Neuron interneuron : menghubungkan neuron-neuron lain.4
Sistem Saraf Otonom
Jalur saraf otonom terdiri dari suatu rantai dua-neuron, dengan neurotransmitter terakhir yang
berbeda antara saraf simpatis dan parasimpatis. Setiap jalur saraf otonom yang berjalan dari
SSP ke suatu organ terdiri dari suatu rantai yang terdiri dari dua neuron. Badan sel neuron
pertama di rantai tersebut terletak di SSP. Aksonnya, serat praganglion, bersinaps dengan
badan sel neuron kedua, yang terdapat di dalam suatu ganglion di luar SSP. Akson neuron
kedua, serat pascaganglion, mempersarafi organ-organ efektor. Sistem saraf otonom terdiri
dari dua divisi, sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Serat-serat saraf simpatis berasal dari
daerah torakal dan lumbal korda spinalis. Sebagian besar serat praganglion simpatis
berukuran sangat pendek, bersinaps dengan badan sel neuron pascaganglion di dalam
8
ganglion yang terdapat di rantai ganglion simpatis (sympathetic trunk) yang terletak di kedua
sisi korda spinalis. Serat pascaganglion panjang yang berasal dari rantai ganglion itu berakhir
di organ-organ efektor. Sebagian serat praganglion melewati rantai ganglion tanpa
membentuk sinaps dan kemudian berakhir di ganglion kolateral simpatis yang terletak sekitar
separuh jalan antara SSP dan organ-organ yang dipersarafi, dengan serat pascaganglion
menjalani jarak sisanya. Serat-serat praganglion parasimpatis berasal dari daerah kranial dan
sakral SSP (sebagian saraf kranialis mengandung serat parasimpatis). Serat-serat ini
berukuran lebih panjang dibandingkan dengan serat praganglion simpatis karena serat-serat
itu tidak terputus sampai mencapai ganglion terminal yang terletak di dalam atau dekat organ
efektor. Serat-serat pascaganglion yang sangat pendek berakhir di sel-sel organ yang
bersangkutan itu sendiri. Serat-serat praganglion simpatis dan parasimpatis mengeluarkan
neurotransmitter yang sama, yaitu asetilkolin (ACh), tetapi ujung-ujung pascaganglion kedua
sistem ini mengeluarkan neurotransmitter yang berlainan (neurotransmitter yang
mempengaruhi organ efektor). Serat-serat pascaganglion parasimpatis mengeluarkan
asetilkolin. Dengan demikian, serat-serat itu, bersama dengan semua serat praganglion
otonom, disebut serat kolinergik. Sebaliknya, sebagian besar serat pascaganglion simpatis
disebut serat adrenergik, karena mengeluarkan noradrenalin, lebih umum dikenai sebagai
norepinefrin. Baik asetilkolin maupun norepinefrin juga berfungsi sebagai zat perantara
kimiawi di bagian tubuh lainnya. Serat-serat otonom pascaganglion tidak berakhir di sebuah
tonjolan seperti kepala sinaps (synaptic knob), namun cabang-cabang terminal dari serat
otonom mengandung banyak tonjolan, atau varicosities, yang secara simultan mengeluarkan
neurotransmiter ke daerah luas pada organ yang dipersarafi dan bukan ke sebuah sel.
Pelepasan neurotransmiter yang bersifat difusi ini, disertai kenyataan bahwa di otot polos atau
jantung setiap perubahan aktifitas listrik akan disebarkan melalui gap junction, memiliki arti
bahwa keseluruhan organ biasanya dipengaruhi aktifitas otonom, bukan sel satu per satu.1
Sistem saraf otonom mengontrol aktivitas organ viseral involunter. Sistem saraf
otonom mengatur aktivitas alat-alat dalam (viseral) yang dalam keadaan normal diluar
kesadaran dan kontrol volunter, misalnya sirkulasi, pencernaan, berkeringat, dan ukuran
pupil. Dengan demikian sistem ini dianggap sebagai cabang involunter divisi eferen, berbeda
dengan cabang volunter somatik, yang mempersarafi otot rangka dan dapat dikontrol secara
volunter. Namun, tidaklah seluruhnya benar bahwa individu tidak memiliki kontrol terhadap
aktivitas yang diatur oleh sistem otonom. Informasi aferen viseral biasanya tidak mencapai
tingkat kesadaran, sehingga individu tidak mungkin secara sadar mengontrol keluaran eferen
yang timbul. Namun dengan teknik-teknik biofeedback (umpan balik hayati), individu dapat
9
diberi suatu sinyal sadar mengenai informasi aferen viseral, misalnya dalam bentuk suara,
cahaya, atau tampilan grafik pada layar komputer. Sinyal ini memungkinkan individu yang
bersangkutan sedikit banyak melakukan kontrol volunter atas kejadian kejadian yang dalam
keadaan normal dianggap sebagai aktivitas bawah sadar. Sebagai contoh, orang-orang tertentu
telah belajar untuk secara sengaja menurunkan tekanan darah mereka ketika mereka
“mendengar” bahwa tekanan darah meningkat melalui suatu alat khusus ytang mengubah
tingat tekanan darah menjadi sinyal suara. Akhir-akhir ini teknik umpan balik hayati semacam
itu semakin luas diterima dan digunakan. Sistem saraf simpatis dan parasimpatis bersama-
sama mempersarafi sebagian besar organ viseral. Sebagian besar organ viseral dipersarafi
oleh serat saraf simpatis dan parasimpatis. Sistem saraf simpatis dan parasimpatis
menimbulkan efek yang bertentangan pada organ tertentu. Stimulasi simpatis meningkatkan
kecepatan denyut jantung, sementara stimulasi parasimpatis menurunkannya; stimulasi
simpatis memperlambat gerakan saluran pencernaan, sedangkan stimulasi parasimpatis
meningkatkan motilitas saluran pencernaan. Perhatikan bahwa satu sistem tidak selalu bersifat
eksitatorik dan yang lain selalu inhibitorik. Kedua sistem meningkatkan aktivitas beberapa
organ dan menurunkan aktivitas organ-organ lain.5
Biasanya kedua sistem aktif secara parsial; yaitu, dalam keadaan normal serat-serat
saraf simpatis dan parasimpatis yang mempersarafi suatu organ memiliki potensial aksi.
Aktivitas yang berlangsung terus menerus ini disebut tonus simpatis dan parasimpatis atau
aktivitas tonik. Pada keadaan tertentu, aktivitas salah satu divisi dapat mendominasi yang lain.
Dominansi simpatis pada suatu organ timbul jika kecepatan pembentukan potensial aksi serat-
serat simpatis meningkat melebihi tingkat tonik, disertai oleh penurunan simultan frekuensi
potensial aksi serat parasimpatis ke organ yang sama. Hal yang sebaliknya berlaku untuk
dominansi parasimpatis. Pergeseran keseimbangan antara aktivitas simpatis dan parasimpatis
dapat berlangsung secara terpisah di setiap organ untuk memenuhi kebutuhan spesifik
tertentu, atau berlangsung secara lebih menyeluruh dengan salah satu sistem mengalahkan
sistem yang lain untuk mengontrol banyak fungsi tubuh. Pelepasan muatan masif yang
menyeluruh lebih sering terjadi pada sistem simpatis. Manfaat dari potensial pelepasan
muatan simpatis yang masif ini terlihat pada situasi-situasi pada saat sistem ini biasanya
mendominasi. Sistem simpatis meningkatkan respons-respons yang mempersiapkan tubuh
untuk melakukan aktivitas fisik yang berat dalam menghadapi situasi penuh stres atau darurat,
misalnya ancaman fisik dari lingkungan luar. Respons semacam ini biasanya disebut sebagai
fight-or-flight response karena sistem simpatis mempersiapkan tubuh untuk melawan atau
melarikan diri dari ancaman. Pikirkan tentang sumber-sumber pada tubuh yang diperlukan
10
pada keadaan seperti ini. Jantung berdenyut lebih cepat dan lebih kuat; tekanan darah
meningkat karena konstriksi umum pembuluh darah; saluran pernapasan terbuka lebar untuk
memungkinkan aliran udara maksimal; glikogen (simpanan gula) dan simpanan lemak
dipecahkan untuk menghasilkan bahan bakar tambahan dalam darah; dan pembuluh-
pembuluh darah yang memperdarahi otot-otot rangka berdilatasi (terbuka lebih lebar). Semua
respons ini ditujukan untuk meningkatkan aliran darah yang kaya oksigen dan nutrisi ke otot-
otot rangka sebagai antisipasi terhadap aktivitas fisik yang berat. Selanjutnya, pupil berdilatasi
dan mata menyesuaikan diri untuk melihat jauh, yang memungkinkan individu membuat
penilaian visual yang cepat mengenai situasi keseluruhan yang mengancam. Terjadi
peningkatan berkeringat sebagai antisipasi terhadap peningkatan produksi panas yang
berlebihan akibat aktivitas fisik. Karena aktivitas pencernaan dan berkemih kurang penting
dalam menghadapi ancaman, sistem simpatis menghambat aktivitas-aktivitas ini. Sistem
parasimpatis, di pihak lain, mendominasi pada situasi yang yang tidak mengancam, tubuh
dapat lebih memusatkan diri pada aktivitas “rumah tangga umum”-nya sendiri, misalnya
pencernaan dan pengosongan kandung kemih. Sistem parasimpatis mendorong fungsi-fungsi
tubuh seperti ini, sementara memperlambat aktivitas-aktivitas yang ditingkatkan oleh sistem
simpatis. Sebagai contoh, tatkala seseorang sedang dalam keadaan tenang jantung tidak perlu
berdenyut dengan cepat dan kuat. Persarafan ganda memungkinkan adanya kontrol yang
akurat terhadap aktivitas organ yang bersangkutan, serupa dengan adanya pedal gas dan rem
untuk mengontrol kecepatan sebuah mobil. Apabila tiba-tiba seekor hewan melintas di jalan
ketika Anda sedang mengemudi, akhirnya Anda dapat menghentikan mobil apabila Anda
dengan mudah mengangkat kaki Anda dari pedal gas. Namun, Anda dapat berhenti lebih
cepat dan terkontrol apabila Anda menginjak pedal rem bersamaan dengan Anda mengangkat
kaki dari pedal gas. Dengan cara serupa, peningkatan kecepatan denyut jantung akibat
stimulasi simpatis dapat secara bertahap diturunkan ke tingkat normal setelah situasi yang
menegangkan (mengancam), dengan menurunkan kecepatan pembentukan potensial aksi di
saraf simpatis jantung (mengangkat kaki dari pedal gas), tetapi denyut jantung tersebut dapat
dikurangi lebih cepat apabila secara bersamaan terjadi peningkatan stimulasi parasimpatis ke
jantung (menekan pedal rem). Memang, kedua divisi sistem saraf otonom itu biasanya
dikontrol secara berlawanan; peningkatan aktivitas pada salah satu divisi disertai oleh
penurunan yang sesuai pada divisi yang lain. Inhibisi sistem saraf parasimpatis oleh kokain,
obat aegal yang menimbulkan kecanduan, mungkin merupakan faktor utama dalam kematian
mendadak yang disebabkan oleh kelebihan dosis kokain. Apabila kokain Menghambat rem
parasimpatis yang bersifat protektif, tang tampaknya memang demikian, sistem simpatis dapat
11
menyebabkan peningkatan kecepatan denyut antung tanpa kendali. Kematian mendadak
timbul jika denvut jantung menjadi terlalu cepat dan tidak teratur, sehingga daya pompa
jantung tidak kuat.5
Terdapat beberapa kekecualian terhadap sifat umum persarafan timbal-balik ganda
oleh kedua cabang sistem saraf otonom tersebut, yang paling menonjol adalah sebagai
berikut:
1. Pembuluh darah yang dipersarafi (sebagian besar arteriol dan vena dipersarafi,
arteri dan kapiler tidak) hanya menerima serat-serat saraf simpatis. Pengaturan
dilaksanakan dengan meningkatkan atau menurunkan kecepatan pembentukan
potensial aksi di atas atau di sawah tingkat tonik serat simpatis tersebut. Satu-
satunya pembuluh darah yang mendapat persarafan parasimpatis adalah pembuluh
darah yang memperdarahi penis dan klitoris. Kontrol vaskuler yang akurat di kedua
organ ini oleh persarafan ganda penting untuk menimbulkan ereksi.
2. Kelenjar keringat hanya dipersarafi oleh saraf simpatis. Serat-serat pascaganglion
saraf-saraf ini tidak lazim karena mereka mengeluarkan asetilkolin dan bukan
norepinefrin.
3. Kelenjar liur dipersarafi oleh kedua divisi otonom, tetapi tidak seperti di tempat
lain, aktivitas simpatis dan parasimpatis tidak antagonistik. Keduanya merangsang
sekresi air liur, tetapi komposisi dan volume air liur yang terbentuk berbeda,
bergantung pada cabang otonom mana yang lebih dominan.1
Mekanisme Timbulnya Emosi
Tahap-tahap proses terjadinya emosi yang melatari pengalaman dan perilaku emosional.
1. Stimulus : stimulus diterima dan dikodekan.
2. Komparator: terjadi penilaian relevansi stimulus, yang dinamakan penilaian primer
dan merupakan hasil perbandingan antara peristiwa sebagaimana dipersepsi oleh
individu dengan kepedulian individu.
3. Pendiagnosis: melakukan evaluasi selanjutnya dari stimulus sebagai keseluruhan
dalam kaitannya dengan apa yang dapat atau tidak dapat dilakukan individu, yang
disebut evaluasi konteks atau penilaian sekunder.
4. Evaluator: melakukan evaluasi atas semua masukan dibandingkan dengan informasi
yang telah ada sebelumnya. Perbandingan tersebut menjadi isyarat untuk terjadinya
interupsi perilaku yang sedang berlangsung atau terpecahnyaperhatian individu dari
perilaku tersebut, yang disebut juga control precedence.
12
5. Perubahan Kesiapan Aksi: merupakan ciri utama dari control precedence, yang
dapat terjadi suatu rencana tindakan atau terjadi modus aktivasi tertentu.
6. Timbulnya Perubahan Faali: masukan dari tahap perubahan kesiapan aksi
menimbulkan perubahan faal dan seleksi aksi yang dapat dilakukan, yang
ditentukan oleh modus aktivasi dan regulasi.6
Regulasi terjadi karena ada norma-norma yang sudah diinternalisasi individu, dan norma-
norma lain yang ada pada saat itu.
Emosi dapat disadari melalui dua cara:
1. Reflektif (Penilaian Sekunder)
Pengalaman reflektif adalah hasil intropeksi dari suatu yang telah berlangsung,
dimana yang menjadi pusat perhatian aedalah kesadaran itu sendiri dan obyek
pengalaman direduksi menjadi penginderaan.
2. Irreflektif (Penilaian Primer)
Dalam pengalaman irreflektif yang menjadi fokus adalah kegiatan kesadaran yang
terarah pada obyek. Misalnya pada situasi yang menimbulkan emosi takut, subyek
memandang situasi secara langsung atau intuitif sebagai sesuatu yang mengancam
kesejahteraan dirinya tanpa melakukan penalaran sistematik.
Dapat dikatakan bahwa pengalaman reflektif lebih disadari oleh subyek dibandingkan dengan
pengalaman irreflektif.6
Terdapat tiga jenis komponen penilaian situasi yang berkaitan dengan jenis-jenis
pengalaman emosi.1
1. Komponen Inti
Merupakan komponen yang dapat menjelaskan apakah situasi merupakan situasi
emosional atau tidak, yang menyangkut relevansi emosional dan menjadi bagian
pengalaman emosi itu sendiri.
2. Komponen Konteks
Komponen ini memberi ciri pada struktur arti situasi yang menentukan sifat emosi,
yaitu emosi apa yang akan muncul dan seberapa kuat intensitasnya. Selain itu,
komponen ini juga menyangkut apa yang menurut subyek dapat ia lakukan atau
tidak dapat dilakukan terhadap situasi.
3. Komponen Obyek
Komponen ini berkaitan dengan sifat obyek yang menimbulkan emosi. Contoh
komponen antara lain.
a. ego sebagai obyek
13
Misalnya dalam emosi malu, yaitu subyek menilai dirinya sendiri dan bagaimana
orang lain memandang dirinya.
b. obyek fate vs subject fate
Yang dinilai adalah apakah emosi tersebut mempengaruhi kesejahteraan diri
sendiri atau kesejahteraan orang lain
Mekanisme Jaras Emosi yang Dipengaruhi oleh Neurotransmitter
Neurotransmiter merupakan zat kimia yang disintesis dalam neuron dan disimpan dalam
gelembung sinaptik pada ujung akson. Zat kimia ini dilepaskan dari akson terminal melalui
eksositosis dan juga direabsorpsi untuk daur ulang. Neurotransmiter merupakan cara
komunikasi antar neuron. Setiap neuron melepaskan satu transmitter. Zat-zat kimia ini
menyebabkan perubahan permeabilitas sel neuron, sehingga dengan bantuan zat-zat kimia ini
maka neuron dapat lebih mudah dalam menyalurkan impuls, bergantung pada jenis neuron
dan transmitter tersebut. Contoh neurotransmitter adalah:4
1. Asetilkolin (ACh) dilepas oleh neuron motorik yang berakhir di otot rangka
(sambungan neuromuskular). ACh juga dilepas oleh neuron parasimpatis dalam
SSO dan oleh neuron tertentu di otak.
a. Sebagian besar ACh disintesis dari kolin dan koenzim asetil A dalam badan
neuron motorik; kemudian ditranspor ke terminal akson dan disimpan dalam
vesikel sinaptik.
b. Setelah dilepas, ACh dipecah oleh enzim asetilkolinesterase menjadi asetat dan
kolin. Kolin kemudian ditarik terminal akson dan disiklusulangkan.
c. Asetilkolinesterase seperti esterin dan prostigmin dipakai secara teraputik pada
kasus miastenia gravis, penyakit yang ditandai dengan melemahnya otot karena
penurunan daya respons sel-sel otot rangka terhadap ACh.
2. Katekolamin meliputi norepinefrin (NE), epinefrin (E) dan dopamin (DA).
Katekolamin mengandung nukleus katekol dan merupakan derivat dari asam amino
tirosin.
a. Katekolamin digolongkan sebagai monoamina karena memiliki satu gugus
tunggal amina.
b. Ketiganya merupakan neurotransmitter dalam SSP; NE dan E juga berfungsi
sebagai hormon yang disekresi kelenjar adrenal.
c. Katekolamin terinaktivasi setelah pelepasan karena
1) Penyerapan ulang oleh terminal akson.
14
2) Degradasi enzimatik oleh monoamina oksidase (MAO) yang terjadi pada
ujung neuron presinaptik.
3) Degradasi enzimatik oleh katekolamin-O-metil transferase (COMT) yang
terjadi pada neuron postsinaptik.
3. Serotonin termasuk monoamina, tetapi tidak mengandung nukleus katekol.
Serotonin merupakan derivat dari asam amino triptofan yang ada dalam SSP dan
pada sel-sel tertentu dalam darah dan sistem pencernaan.
4. Beberapa asam amino, seperti glisin, asam glutamat, asam aspartat dan asam
aminobutirat gamma (GABA) berfungsi sebagai neurotransmitter. Diketahui bahwa
sampai saat ini bahwa glisin dan GABA bekerja sebagai inhibitor.
5. Sejumlah neuropeptida, berkisar dari dua sampai 40 asam amino dalam setiap rantai
panjang telah diidentifikasi dalam organ tubuh. Senyawa seperti substansi P,
enkefalin, bradikinin dan kolesistokinin berperan sebagai neurotransmiter asli atau
sebagai neuromodulator untuk mempengaruhi pelepasan atau respon terhadap,
transmiter aktual. Semuanya memiliki efek nonsaraf dan saraf.7
Emosi
Emosi dapat dipertimbangkan dalam hal relasi antara individu dan lingkungan berdasarkan
evaluasi individu dari lingkungan, disposisi terhadap lingkungan, respon fisik.
Perilaku emosional mencakup perilaku kompleks seperti pertahanan bergairah
ideologi politik dan tindakan-tindakan sederhana seperti tertawa, berkeringat, menangis, atau
memerah. Perilaku emosional dicapai oleh sistem saraf otonom dan somatik bawah pengaruh
mengintegrasikan pusat tindakan-tindakan sederhana yang disebutkan dan memberikan tanda
lahiriah bahwa otak "sistem emosi" diaktifkan.
Korteks otak memainkan peran utama dalam mengarahkan banyak dari respon motor
saat perilaku emosional.
Seperti untuk melibatkan emosi dalam diri, area limbik telah dirangsang pada manusia
terjaga menjalani bedah saraf. Pateints melaporkan perasaan samar-samar rasa takut atau
kecemasan selama periode rangsangan ke daerah-daerah tertentu. Rangsangan dari daerah lain
disebabkan sensasi pleasureable, mana subjek menemukan sulit untuk mendefinisikan dengan
tepat. Korteks serebral, bagaimanapun, menguraikan pengalaman sadar akan emosi batin.8
Kesimpulan
15
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa hipotesisnya benar, seorang
perempuan umur 55 tahun datang ke klinik dengan keluhan berdebar-debar sejak seminggu
yang lalu. Dari anamnesa diketahui bahwa suaminya meninggal tiba-tiba, diduga karena
serangan jantung. Jantung berdebar dapat dipengaruhi oleh emosi yang merupakan suatu
rangsangan melalui persarafan otonom. Karena, fungsi hipothalamus adalah pusat emosi dan
pusat SSO dan sistem saraf otonom dapat distimulasi oleh emosi seperti rasa takut, marah,
dan gembira. Sistem saraf ini membantu tubuh berespon terhadap emosi maka kerja saraf-
saraf simpatis pada SSO akan meningkat sehingga menghasilkan respon berupa jantung yang
berdetak lebih cepat.
Daftar pustaka
1. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 6th ed. Jakarta: EGC. 2009.
2. Hall JE. Buku saku fisiologi kedokteran Guyton dan Hall. 11 th ed. Jakarta: EGC.
2009.
3. Haines DE. Neuroanatomi atlas struktur, potongan dan sistem. 2nd ed. Jakarta: EGC.
1992.
4. Bloom, Fawcet, Tambayong J (alih bahasa). Buku ajar histologi. Jakarta: Penerbit
buku kedokteran EGC. 2002.
5. Sumadikarya IK, Satriabudi MI, Rumiati F, Lumbanraja SM. Fisiologi. Jakarta: FK
Ukrida;2012.
6. Guyton. Text book of medical physiology. Philadelphia: elesevier saunders.
7. Muttaqin A. Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem persarafan.
Jakarta: Salemba medika. 2008.h.4.
8. Mader SS. Understanding human anatomy and physiology. 5th ed. McGraw Hill; 2004.
16