konstruktivisme dan pembelajaran lesson study

72
Paradigma Konstruktivisme dan pembelajaran Lesson Study Oleh : Rum Rosyid NIP : 196609141990021002 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS TANJUNGPURA

Upload: ziyyaelhakim

Post on 23-Jun-2015

1.411 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

Paradigma Konstruktivisme dan

pembelajaran Lesson Study

Oleh : Rum Rosyid

NIP : 196609141990021002

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

TAHUN 2010

Page 2: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

Kata Pengantar

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT kami dapat menyelesaikan karya

ilmiah mengenai Lesson Study sebagai kegiatan pembelajaran yang memusatkan pada

kegiatan membelajarkan siswa. Semoga shalawat dan salam atas Nabi Besar Muhammad

SAW. Paradigma Behavoristik yang mendominasi dunia kependidikan sepanjang orde

baru, melahirkan para lulusan yang memandang guru sebagai sumber pengetahuan yang

utama, dengan demikian tatanan masyarakat Paternalistik lebih masuk akal sebagai akibat

dari paradigma tersebut. Gelombang demokratisasi, tidak urung melanda bangsa

Indonesia sehingga membawa bangsa ini menuju era reformasi 1997. gerakan

Mahasiswa meruntuhkan hegemoni kekuasaan orde baru yang selama 32 tahun

mendominasi kehidupan masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara

profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang

memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan

menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para

guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran,

yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun

penelitian tindakan) sangat sulit menermukan sumber-sumber literarturnya. Namun, jika

para guru (calon guru) telah dapat memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang

merujuk pada proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan

di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan

mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata

di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model

pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya

khazanah model pembelajaran yang telah ada.

Jika memperkuat keunggulan yang dimiliki para siswa dan mahasiswa maka kedepan

gerakan pembaharuan akan menjadi fenomena yang menggelombang. Disinilah penulis

merasakan kemanfaatan pembelajaran dengan mengembangkan Lesson Study.

Meskipun pendekatan pragmatis sangat berperanan dalam memahami LS, tetapi setiap

kebenaran pada dasarnya saling melengkapi. Artinya semangat untuk menemukan

2

Page 3: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

kebenaran secara lengkap tidak akan membatasi setiap sudut pandang. Baik idealisme,

realisme, esensialisme, perenialisme dan pragmatisme itu sendiri.

Terselesaikannya tulisan ini tidak terlepas dukungan dari kolega di FKIP UNTAN.

Semoga diskusi-diskusi dilingkungan perguruan tinggi akan menambah pencerahan bagi

diri dan masyarakat.

Ahirul kalam

Pontianak, 8 Agustus 2010

Rum Rosyid

3

Page 4: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

Daftar Isi

Kata Pengantar 2

Daftar Isi 4

Pendahuluan 5

Pembelajaran Menurut Konsep Konstruktivisme 7

Konstruktivisme Individu dan Konstruktivisme Sosial 11

1. Konstruktivisme Individu 12

2. Konstruktivisme Sosial 12

Proses Belajar Menurut Konstruktivisme 13

Realitas dan kebenaran 15

Konstruktivisme dalam Pemikiran Ki Hadjar Dewantara 17

Dari Teori Konvergensi ke ‘Sistem Merdeka’ 21

Orisinalitas dan Progresivitas Ki Hadjar 24

Hubungan Teori Konstruktivis dan lesson study 27

Menerapkan Pembelajaran “Student-centered learning strategies” 29

Dimensi Pembelajaran Konstruktivisme 33

Lingkungan Belajar Yang Konstruktivistik 34

Pengertian Pendekatan, Strategi, Model , Metode, teknik

dan taktik Pembelajaran 36

Penutup 40

Daftar Pustaka: 40

4

Page 5: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

Pendahuluan

Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompok dalam teori pembelajaran

konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis ini menyatakan

bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks,

mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-

aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat

menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan

segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Teori ini

berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori

psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Slavin dalam Nur, 2002: 8).

Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi

pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada

siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat

memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk

menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar

dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat

memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi,

dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut ( Nur, 2002 :8).

Paradigma konstruktivistik merupakan basis reformasi pendidikan saat ini. Menurut

paradigma konstruktivistik, pembelajaran lebih mengutamakan penyelesaian

masalah,mengembangkan konsep, konstruksi solusi dan algoritma ketimbang menghafal

prosedur dan menggunakannya untuk memperoleh satu jawaban benar. Teori

Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu

tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya

bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini

merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan

seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.

5

Page 6: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:

Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.

Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan

mereka.

Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses

saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran

terbaru. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan

dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan

pemahamannya yang sudah ada.

Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor

ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten

atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.

Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan

pengalaman pelajar untuk menarik miknat pelajar.

Pembelajaran lebih dicirikan oleh aktivitas eksperimentasi, pertanyaan-pertanyaan,

investigasi, hipotesis, dan model-model yang dibangkitkan oleh siswa sendiri. Secara

umum, terdapat lima prinsip dasar yang melandasi kelas konstruktivistik, yaitu (1)

meletakkan permasalahan yang relevan dengan kebutuhan siswa, (2) menyusun

pembelajaran di sekitar konsep-konsep utama, (3)menghargai pandangan siswa, (4)

materi pembelajaran menyesuaikan terhadap kebutuhan siswa, (5) menilai pembelajaran

secara kontekstual. Hal yang lebih penting, bagaimana guru mendorong dan menerima

otonomi siswa, investigasi bertolak dari data mentah dan sumber-sumber primer (bukan

hanya buku teks), menghargai pikiran siswa, dialog, pencarian, dan teka-teki sebagai

pengarah pembelajaran.Secara tradisional, pembelajaran telah dianggap sebagai bagian

“menirukan”suatu proses yang melibatkan pengulangan siswa, atau meniru-niru

informasi yang baru disajikan dalam laporan atau quis dan tes.

Menurut paradigma konstruktivistik, pembelajaran lebih diutamakan untuk membantu

siswa dalam menginternalisasi, membentuk kembali, atau mentransformasi informasi

6

Page 7: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

baru. Pembelajaran teori kontemporer adalah pembelajaran berdasarkan teori belajar

konstruktivisme. Pembelajaran berfungsi membekali kemampuan siswa mengakses

berbagai informasi yang dibutuhkan dalam belajar. Sesuai dengan prinsip belajar teori

konstruktivisme, maka dalam pembelajarannya nampak ada pergeseran fungsi guru dan

buku sumber sebagai sumber informasi. Guru lebih berfungsi membekali kemampuan

siswa dalam menyeleksi informasi yang dibutuhkan.

Pembelajaran Menurut Konsep Konstruktivisme

Menurut konsep konstruktivisme, pengetahuan seseorang bersifat temporer, terus

berkembang, terbentuk dengan mediasi masyarakat dan budaya. Pengetahuan itu tidak

pernah berhenti berkembang. Pengetahuan dalam diri seseorang terbentuk ketika sese-

orang mengalami tempaan kognitif. Melalui perspektif ini belajar dapat dipahami seba-

gai proses terbentuknya konflik kognitif yang bergulir dengan sendirinya dalam diri

seseorang ketika yang bersangkutan memperoleh pengalaman kongkrit, wacana kolabo-

ratif, dan kegiatan melakukan refleksi.

Dalam pengertian konstruktivisme, belajar adalah suatu proses pembentukan

pengetahuan. Pembentukan ini harus dibuat sendiri oleh pelajar atau orang yang mau

mengerti. Orang itulah yang aktif berpikir, membuat konsep, dan mengambil makna.

Guru atau pendidik di sini hanyalah membantu agar proses konstruksi itu berjalan. Guru

bukan mentransfer pengetahuan sebagai yang sudah tahu, tetapi membantu agar anak

didik membentuk pengetahuannya.

Dalam belajar sistem ini, peran murid diutamakan dan keaktivan murid untuk membentuk

pengetahuan dinomorsatukan. Semua peralatan, bahan, lingkungan, dan fasilitas

disediakan untuk membantu pembentukan itu. Murid diberi kesempatan mengungkapkan

pemikirannya akan suatu masalah, tanpa dihambat. Dengan dibiasakan berpikir sendiri

dan mempertanggungjawabkan pemikirannya, murid akan terlatih untuk menjadi  pribadi

yang sungguh mengerti, yang kritis, kreatif, dan rational.

Dalam pengertian konstruktivisme, murid tidak dianggap sebagai suatu tabula rasa yang

kosong, yang tidak mengerti apa-apa sebelumnya. Murid dipahami sebagai subyek yang

sudah membawa "pengertian awal" akan sesuatu sebelum mereka mulai belajar secara

formal. Bahkan seorang murid klas 1 SD pun sudah membawa pengetahuan awal

7

Page 8: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

mengenai macam-macam hal yang dalam tarafnya berlaku untuk memecahkan persoalan.

Pengetahuan awal tersebut, meski kadang sangat naif atau tidak cocok dengan pengertian

para ahli, perlu diterima dan nanti dibimbing untuk semakin sesuai dengan pemikiran

para ahli. Pemikiran mereka itu meski naif, bukanlah salah; tetapi terbatas berlakunya.

Pihak guru dituntut pengetahuan yang luas dan mendalam, agar dapat memahami jalan

pikiran anak. Guru menantang, mempertajam, dan menunjukkan apakah jalan pikiran

murid benar. Guru tidak mengklaim bahwa satu-satunya jalan yang benar adalah yang

sama dengannya. Kesalahan pemikiran anak diterima sebagai landasan kemajuan.

Bukankah perkembangan semua ilmu mulai dari kesalahan, demikian tandas para

konstruktivis.

Para pendidik yang telah mencoba mewujudkan paradigma konstruktivisme di

dalam kelas kemudian mendeskripsikan prinsip-prinsip pembelajaran berdasarkan para-

digma tersebut. Catherine Twomey Fosnot, ketika memberikan pengantarnya untuk bu-

ku berjudul In Search of Understanding the Case for Constructivist Classrooms karya

Grennon Brooks dan Brooks (1993) memformulasikan 5 prinsip belajar menurut para-

digma konstruktivisme yang satu sama lain berjalin berkelindan, yaitu: (1) menghadap-

kan peserta didik kepada problem yang saling berkaitan; (2) membuat struktur pembel-

ajaran lewat konsep pokok dan di sekitar pikiran dasarnya; (3) mendorong dan meng-

hargai munculnya pandangan dari dalam diri peserta didik; (4) kurikulum disesuaikan

dengan kebutuhan dan kemauan peserta didik, dan (5) selalu menilai kemajuan peserta

didik melalui konteks pembelajaran.

Kelima prinsip akan menjadi lebih hidup subur di dalam kelas apabila guru dengan ikhlas

menerima dan mendorong tumbuhnya otonomi dalam diri siswa, data mentah hasil

belajar dan sumber utama rekaman hasil belajar lainnya dijadikan dasar untuk meneliti

kemajuan belajar siswa. Kelas akan menjadi hidup dan suasana kelas konstruktuvisme

akan mendapatkan lahan yang subur apabila guru menerima dengan dada terbuka dan

memberikan tempat terhadap munculnya pi- kiran siswa, rasa ingin tahu, keinginan

meneliti, dialog guru-siswa dan siswa-siswa, serta keberanian mempersoalkan sesuatu

yang belum jelas Kelima ciri di atas bertolak belakang dengan pola belajar-mengajar

konvensional yang dikenal memiliki ciri-ciri berikut: (1) pendidik yang banyak berbicara

8

Page 9: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

di dalam kelas, (2) pembelajaran banyak ditekankan pada penggunaan buku teks, (3)

meskipun mengaku menggunakan strategi belajar kooperatif, pendidik jarang

memberikan kesempatan kepada murid untuk bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas

yang mestinya dapat diselesaikan bersama oleh siswa, (4) menyuruh peserta didik

mengerjakan tugas mandiri padahal tugasnya tergolong low level skill yang tidak

menuntut kemampuan berpikir rumit, dan (5) Guru kurang menghargai kemampuan

berpikir peserta didik.

Kebanyakan pendidik tidak membuat peserta didik mampu berpikir dengan membiasakan

mereka berhadapan dengan isu yang menantang, dan acapkali meminta Murid hanya

memberikan satu jawaban yang benar, (6) Pendidikan di sekolah dirumuskan sebagai

dunia yang pasti. Peserta didik datang ke sekolah untuk tahu hal yang pasti tersebut, dan

ini pun sepenuhnya disediakan oleh guru. Tidak ada kemungkinan bagi siswa untuk

memperoleh sesuatu yang lain yang ingin diketahuinya. Berbeda dengan ciri kelas

konvensional di atas, kelas konstruktivistik mempunyai ciri penanda yang berbeda secara

signifikan dengan keadaan kelas yang tidak berwawasan konstruktivisme.

Ciri yang dimaksud adalah seperti berikut ini.

1. Guru akan selalu berusaha menciptakan kelas yang dapat membuat siswa berani

berinteraksi.

2. Kelas selalu didorong untuk bekerja sama antar murid dan munculnya inisiatif

bekerjasama tersebut mendapatkan penghargaan.

3. Untuk memberikan kesadaran kepada siswa bahwa pelajaran yang dipelajarinya itu

bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, guru memberikan tugas-tugas dan materi

yang interdisiplin. Untuk itu, guru lain dari bidang studi yang berbeda dapat hadir

di suatu kelas untuk menyaksikan dan memberikan penilaian terhadap kemajuan

belajar siswa.

4. Memberikan ruang kepada peserta didik yang suka melakukan sesuatu yang

beresiko, misalnya dengan memberikan tugas-tugas yang penuh tantangan.

5. Suasana yang kolaboratif selalu diupayakan diciptakan di dalam kelas. Karena itu

guru perlu menghindari munculnya kebiasaan peserta didik yang acapkali bertindak

mencari “menang” sendiri dan tidak mau menerima dan menghargai pendapat

9

Page 10: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

temannya.

Untuk dapat mewujudkan kelas dengan ciri-ciri di atas diperlukan pendidik de-

ngan perspektif konstruktivisme. Pendidik dikatakan mempunyai ciri konstruktivisme

apabila dirinya mampu memperlihatkan perilaku seperti berikut ini:

1. Memberikan dorongan dan menerima kemandirian dan inisiatif peserta didik;

2. Membiasakan peserta didik berhadapan dengan beragam data: data asli (alamiah),

manipulatif, interaktif, atau benda nyata;

3. Merumuskan tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didiknya dengan rumusan

tujuan seperti klasifikasikanlah, analisislah, ramalkan, atau buatlah kreasi sesuai

dengan pengalaman yang kamu miliki;

4. Tidak berkeberatan mengubah strategi pembelajaran, isi atau arah pelajaran sesuai

dengan tuntutan keadaan, terutama apabila hal tersebut lebih membawa keuntungan

di pihak peserta didik;

5. Berusaha keras agar peserta didik memahami konsep tentang sesuatu sebelum

pendidik memberitahukan bagaimana pemahamannya tentang sesuatu tersebut.

6. Berusaha mendorong keberanian peserta didik untuk berdialog dengan pendidik,

dengan teman sekelasnya, dengan orang asing atau orang yang belum pernah kenal

dengan mereka, terutama bila hal tersebut berhubungan dengan pencarian kebe-

naran.

7. Berusaha membangun keberanian Murid untuk meneliti/ingin tahu sesuatu dengan

cara mendorong mereka mengajukan pertanyaan, memberikan pertanyaan dengan

jawabannya ganda (open-ended question), atau saling bertanya satu sama lain.

8. Tidak membiasakan anak didiknya menjawab dengan jawaban pendek, terutama bila

jawaban yang dituntut memerlukan penalaran. Pendidik hendaknya mendorong pe-

serta didik untuk mengembangkan jawabannya.

9. Berusaha melibatkan peserta didiknya dengan pengalaman yang mungkin kontra-

diktif dengan hipotesis peserta didik semula; untuk ini perlu diusahakan kesempat-

an berdiskusi jika peserta berhadapan hal-hal yang kontradiktif tersebut.

10. Memberikan waktu berpikir yang cukup kepada peserta didiknya untuk memikirkan

jawab yang tepat untuk pertanyaan yang diajukan oleh Gurunya; Guru tidak boleh

10

Page 11: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

membiasakan murid berpikir tergesa-gesa.

11. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membangun hubungan baik

dengan teman kelompoknya, maupun teman lain di luar kelompoknya;

12. Membangun rasa-ingin tahu (curiosity) peserta didiknya secara alamiah melalui ke-

lompok kecil yang dibentuk untuk belajar, berusaha memecahkan persoalan, dan

mencari jalan keluar bagi masalah yang dihadapi oleh kelompok secara bersama-

sama.

Untuk menginternalisasi serta dapat menerapkan pembelajaran menurut paradigma

konstruktivistik, terlebih dulu guru diharapkan dapat merubah pikiran sesuaidengan

pandangan konstruktivistik. Guru konstruktivistik memiliki ciri-ciri sebagai

berikut.1.Menghargai otonomi dan inisiatif siswa.2.Menggunakan data primer dan bahan

manipulatif dengan penekanan padaketerampilan berpikir kritis.3.Mengutamakan kinerja

siswa berupa mengklasifikasi, mengananalisis, memprediksi,dan mengkreasi dalam

mengerjakan tugas.4.Menyertakan respon siswa dalam pembelajaran dan mengubah

model atau strategipembelajaran sesuai dengan karakteristik materi pelajaran.5.Menggali

pemahaman siswa tentang konsep-konsep yang akan dibelajarkan sebelum sharing

pemahamannya tentang konsep-konsep tersebut.

Konstruktivisme Individu dan Konstruktivisme Sosial

Menurut teori konstruktivis, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan

adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa

harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan

kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau

menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar

menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak

tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa

sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut ( Nur, 2002 :8).

Konstruktivisme berfokus pada: bagaimana orang menyusun arti, baik dari sudut pandang

mereka sendiri, maupun dari interaksi dengan orang lain. Dengan kata lain, individu-

11

Page 12: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

individu membangun struktur kognitif mereka sendiri, persis seperti mereka

mengintepretasikan pengalaman-pengalamannya pada situasi tertentu. Pandangan ini

didasari oleh penelitian Piaget, Vygotsky, psikologi Gestalt, Bartlett, dan Brunner.

Satu cara untuk mendapatkan intisari pandangan konstruktivisme adalah membahas dua

bentuknya, yaitu konstruktivisme individu dan sosial.

1. Konstruktivisme Individu

Pandangan ini fokus pada kehidupan “inner psikologi” manusia, yakni mengartikan

sesuatu dengan menggunakan pengetahuan dan keyakinannya secara individu.

Pengetahuan disusun dengan mentransformasikan, mengorganisasi, dan

mereorganisasikan pengetahuan yang sebelumnya. Pengetahuan bukan merupakan

cermin dari luar, walaupun pengalaman mempengaruhi pemikiran, dan pemikiran

mempengaruhi pengetahuan.

Eksplorasi dan penemuan, jauh lebih penting dari pengajaran. Piaget menekankan pada

hal-hal yang masuk akal dan konstruksi pengetahuan yang tidak bias secara langsung

dipelajari dari lingkungan. Pengetahuan muncul dari merefleksikan dan menghubungkan

kognisi atau pikiran-pikiran kita sendiri, bukan dari pemetaan realitas eksternal. Piaget

melihat lingkungan sosial sebagai sebuah faktor penting dalam pengembangan kognisi,

tapi dia tidak meyakini bahwa interaksi sosial merupakan mekanisme utama dalam

mengubah pikiran.

2. Konstruktivisme Sosial

Vygotsky meyakini, bahwa interaksi sosial, unsur-unsur budaya, dan aktivitasnya adalah

yang membentuk pengembangan dan pembelajaran individu. Atau dengan kata lain,

pengetahuan disusun berdasarkan interaksi sosial dalam konteks sosialbudayanya.

Pengetahuan merefleksikan dunia luar yang disaring dan dipengaruhi oleh budaya,

bahasa, keyakinan, interaksi antar sesama, pengajaran klasikal, dan role modeling.

Penemuan yang terencana, pengajaran, model dan pelatihan, seperti juga pengetahuan,

keyakinan dan pemikiran siswa, mempengaruhi pembelajaran. Vygotsky juga dianggap

sebagai konstruktivis sosial, sekaligus individu. Yang pertama, disebabkan teorinya

12

Page 13: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

sangat bergantung kepada interaksi sosial dan konteks budaya dalam menjelaskan

pembelajaran. Beberapa teoritikus mengkategorikannya sebagai konstruktivis individu,

karena ketertarikannya dalam pengembangan individu.

Proses Belajar Menurut Konstruktivisme

Pada bagian ini akan dibahas proses belajar dari pandangan kontruktifistik dan dari

aspek-aspek si belajar, peranan guru, sarana belajar, dan evaluasi belajar.

1.Proses belajar kontruktivistik secara konseptual proses belajar jika dipandang dari

pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari

luar kedalam diri siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi

yang bermuara pada pemuktahiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang

dari segi rosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari pada fakta-fakta yang

terlepas-lepas.

2.Peranan siswa. Menurut pandangan ini belajar merupakan suatu proses pembentukan

pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan

kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang

sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata

lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya

paling menentukan adalah terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa itu sendiri.

3.Peranan guru. Dalam pendekatan ini guru atau pendidik berperan membantu agar

proses pengkontruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak

mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk

membentuk pengetahuannya sebdiri.

4.Sarana belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan

belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Segala

sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan

untuk membantu pembentukan tersebut.

5.Evaluasi. Pandangan ini mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung

munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, kontruksi pengetahuan,

serta aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan pada pengalaman.

Adapun Model Pengajaran Konstruktivisme

13

Page 14: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

Model Pengajaran Interaktif (Biddulph & Osborne)

Guru lebih sensitif kepada ide dan persoalan pelajar.

Guru menyediakan pengalaman penerokaan yang membolehkan pelajar menimbul

persoalan dan mencadangkan penerangan yang munasabah.

Guru menydiakan aktiviti yang memfokuskan kapada ide dan persoalan oleh guru

Guru menyediakan aktiviti yang menggalakkan pelajar membuat penyiasatan.

Guru berinteraksi dengan pelajar untuk mencabar dan melanjutkan idea mereka.

Pengajaran Model Berpusatkan Masalah (Wheatley)

guru memilih tugasan yang berkemungkinan menjadi masalah besar kepada pelajar.

Pelajar membuat tugasan dalam kelompok kecil.

Pelajar akan berkumpul semula untuk membentangkan kepada kelas dan guru.guru hanya

berperan sebagai fasilistor.

Cara-cara Pelajar Membina Konsep Matematik

Pelajar membuat penyelesaian matematik dengan manipulatif.

Pelajar berbincang keputusan penyiasatan mereka.

Pelajar menulis hasil pengalaman mereka.

Pelajar belajar cara penemuan mereka.

Pelajar berfikir secara mencapah.

Pelajar menyelesaikan masalah yang terbuka.

Keberkesanan Strategi Pengajaran Matematik Melalui Pendekatan Kontruktivisme

pelajar berpeluang mengemukakan pandangan mereka terhadap suatu konsep.

Pelajar dapat berkongsi persepsi/ pandangan/ ide antara satu dengan yang lain.

Pelajar dapat menerima serta menghormati semua pandangan dari pada rekan-rekan

mereka.

Semua pandangan bisa diterima dan tidak dipandang rendah.

Pelajar dapat mengaplikasi ide baru dalam konteks yang berbeda untuk mengukuhkan

kepahaman tersebut.

Pelajar dapat merenung dan mengimbas kembali proses pembelajaran yang telah dilalui

Pelajar dapat menghubung kaitkan ide yang asal dengan ide yang baru dibinanya.

Pelajar dapat mengemukakan hpotesis dari pada taktifi yang dilaluinya tetapi bukan guru

yang menerangkan teori.

14

Page 15: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

Pelajar dapat berinteraksi dengan pelajar lain dan guru

Memupuk kerja sama antar individu dan kumpulan melalaui aktifiti koperatif

Pengajaran berpusatkan pada pelajaran

Guru akan dapat meningkatkan kemahiran berfikir di kalangan pelajarnya

Guru menjadi lebih prihatin terhadap keperluan , kebolehan serta minat pelajar.

Realitas dan kebenaran

Bagi kaum konstruktivis, pengetahuan bukanlah kenyataan ontologis. Malah secara

ekstrem mereka menyatakan bahwa kita tidak dapat mengerti realitas (kenyataan) yang

sesungguhnya. Yang kita mengerti, bila boleh disebut suatu realitas, adalah sktruktur

konstruksi kita akan suatu objek. Bettencourt menyatakan memang konstruktivisme tidak

bertujuan mengerti realitas, tetapi lebih mau menekankan bagaimana kita tahu atau

menjadi tahu. Bagi konstruktivisme, realitas hanya ada sejauh  berhubungan dengan

pengamat. Lalu bagaimana dengan soal kebenaran? Bagaimana kita tahu bahwa

pengetahuan yang kita bentuk itu benar? Konstruktivisme meletakkan kebenaran dari

pengetahuan dalam viabilitasnya, yaitu berlakunya konsep atau pengetahuan itu dalam

penggunaan. Apakah pengetahuan itu dapat digunakan dalam menghadapi macam-

macam persoalan yang berkaitan. Semakin dalam dan luas suatu pengetahuan dapat

digunakan, semakin luas kebenarannya. Dalam kaitan ini maka pengetahuan ada tarafnya,

mulai dari yang berlaku secara terbatas sampai yang lebih umum. Yang membatasi

konstruksi pengetahuan Bettencourt menyebutkan beberapa hal yang dapat membatasi

proses konstruksi pengetahuan, yaitu (1) konstruksi yang lama, (2) domain pengalaman

kita, dan (3) jaringan struktur kognitif kita. Proses dan hasil konstruksi pengetahuan kita

yang lalu menjadi pembatas konstruksi pengetahuan kita yang mendatang. Pengalaman

akan fenomena yang baru menjadi unsur yang penting dalam pembentukan dan

pengembangan pengetahuan, dan keterbatasan pengalaman akan membatasi pengetahuan

kita pula. Dalam bidang pengetahuan alam, misalnya, sangat jelas peranan pengalaman

dan percobaan-percobaan dalam perkembangan hukum, teori dan konsep-konsep ilmu

tersebut. Konsep, gagasan, gambaran, teori dan lain-lain saling berhubungan satu dengan

yang lain membentuk struktur kognitif seseorang. Oleh Toulmin struktur itu disebut

ekologi konseptual. Orang cenderung untuk menjaga stabilitas ekologi tersebut dengan

15

Page 16: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

setiap kali mencocokkan pengetahuan yang baru dengan ekologi konseptual di atas.

Inilah yang juga dapat menghambat perkembangan pengetahuan.

a. Setiap guru akan pernah mengalami bahwa suatu materi telah dibahas dengan jelas-

jelasnya namun masih ada sebagian siswa yang belum mengerti ataupun tidak mengerti

materi yang diajarkan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa seorang guru dapat

mengajar suatu materi kepada sisiwa dengan baik, namun seluruh atau sebagian siswanya

tidak belajar sama sekali. Usaha keras seorang guru dalam mengajar tidak harus diikuti

dengan hasil yang baik pada siswanya. Karena, hanya dengan usaha yangkeras para

sisiwa sedirilah para siswa akan betul-betul memahami suatu materi yang diajarkan.

b.Tugas setiap guru dalam memfasilitasi siswanya, sehingga pengetahuan materi yang

dibangun atau dikonstruksi para siswa sendirisan bukan ditanamkan oleh guru. Para

sisiwa harus dapat secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi pengalaman baru

kedalam kerangka kognitifnya.

c. Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental yang

digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang

dikembangkandan yang dibuat para sisiwa untuk mendukung model-model itu.

d.Siswa perlu mengkonstruksi pemahaman yang mereka sendiri untuk masing-masing

konsep materi sehingga guru dalam mengajar bukannya “menguliahi”, menerangkan atau

upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan pada siswa tetapi menciptakan

situasi bagi siswa yang membantu perkembangan mereka membuat konstruksi-konstruksi

mental yang diperlukan

e. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadisituasi yang memungkinkan

pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.

f. Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan

menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.

g. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai

dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan teman yang membuat

situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi engetahuan pada diri peserta didik.sedangkan

Pandangan Konstruktivisme Tentang Belajar adalah sebagai berikut:

1)Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan non objektif, bersifat temporer,

selalu berubah dan tidak menentu.

16

Page 17: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

2)Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari dari pengalaman konkrit, aktifitas

kolaboratif dan refleksi dan interpretasi.

3)Si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung

pengalamannya dan persepektif yang didalam menginterprestasikannya.

Konstruktivisme dalam Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

Sebagai salah satu aliran dalam filsafat pendidikan, konstruktivisme menegasikan bahwa

pengetahuan kita sesungguhnya merupakan hasil konstruksi atau bentukan kita sendiri

(Von Glaserfeld dalam Battencourt, 1989 dan Matthews, 1994). Artinya teori ini

bersandarkan pikiran bahwa seorang siswa sesungguhnya pengemudi sekaligus

pengendali informasi dan pengalaman baru yang mereka peroleh dalam sebuah proses

memahami, mencermati secara kritis, sekaligus melakukan re-interpretasi pengetahuan

dalam sebuah siklus belajar-mengajar (Billett 1996). Secara operasional memang tidaklah

sederhana memahami teori ini. Tetapi jika para guru mampu memahami ide bahwa

pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu

merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan siswa (Mind as inner individual

representation of outer reality), maka baik guru maupun siswa dapat secara bersama-sama

mengonstruksi skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur dalam membangun

pengetahuan, sehingga setiap bangunan proses belajar-mengajar memiliki skema kognitif,

kategori, konsep, dan struktur yang lebih kaya sekaligus berbeda.

Pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan, mengingatkan pada pendekatan

konstruktivisme dalam pendidikan. Keduanya sama-sama menekankan bahwa titik-berat

proses belajar-mengajar terletak pada murid. Pengajar berperan sebagai fasilitator atau

instruktur yang membantu murid mengkonstruksi koseptualisasi dan solusi dari masalah

yang dihadapi. Mereka beperpendapat bahwa pembelajaran yang optimal adalah

pembelajaran yang berpusat pada murid (student center learning). Kesamaan ini bukan

suatu kebetulan.

Konstruktivisme yang sudah besar pengaruhnya sejak periode 1930-an dan 1940-an di

Amerika, juga di Eropa, secara langsung atau tidak langsung dasar-dasarnya pernah

17

Page 18: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

dipelajari oleh Ki Hadjar. Dasar pertama yang dari pendekatan konstruktivisme dalam

pendidikan adalah ‘teori konvergensi’ yang menyatakan bahwa pengetahuan manusia

merupakan hasil interaksi dari faktor bawaan (nature) dan faktor pengasuhan (nurture).

Dalam tulisannya berjudul ”Tentang dasar dan ajar” di Pusara Nopember 1940-Jilid 9 no.

9/11, Ki Hadjar menunjukkan keberpihakannya kepada teori konvergensi. Menurutnya,

baik ‘dasar’ (faktor bawaan) maupun ‘ajar’ (pendidikan) berperan dalam pembentukan

watak seseorang.

Fitur kunci yang lain dari konstruksi pengetahuan adalah konteks fungsional, sosial, dan

kegunaan. Ketika seluruh konteks dapat disatukan dalam sebuah skema pembelajaran

secara efektif, maka pengetahuan dapat digunakan secara maksimal (Johnson dan

Thomas 1994). Meskipun kita tahu bahwa belajar adalah suatu penafsiran personal dan

unik dalam sebuah konteks sosial, tetapi akan lebih bermakna jika akhir dari suatu proses

pembelajaran dapat secara langsung memotivasi siswa untuk memahami sekaligus

membangun arti baru (Billett 1996). Untuk itu, seorang guru dalam pendekatan

konstruktivis harus berfungsi sebagai fasilitator aktif, terutama dalam memandu siswa

untuk mempertanyakan asumsi diam-diam mereka, serta melatih siswa dalam

merekonstruksi makna baru dari sebuah pengetahuan. Berbeda dengan behavioralist,

seorang guru konstruktivis lebih tertarik untuk membongkar sebuah makna daripada

menentukan suatu materi. Dengan demikian, peran guru dalam pembelajaran

konstruktivisme adalah menyediakan pengalaman belajar bagi siswa, memberikan

kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa, menyediakan sarana yang merangsang

siswa berpikir secara produktif, serta memonitor dan mengevaluasi hasil belajar siswa.

Seluruh proses ini merupakan pendekatan paling baik dalam mekanisme pengembangan

kurikulum sekolah kejuruan.

Beberapa penelitian tentang bagaimana siswa belajar dalam sebuah lingkungan dan

tempat kerja menunjukkan bahwa proses magang-kognitif dari pendekatan

konstruktivisme untuk sekolah kejuruan sangatlah penting. Penelitian dari para praktisi

ragam profesi (Buckmaster & LeGrand, 1992) mengungkapkan bahwa praktik kerja

dalam sebuah pendidikan kejuruan pada awalnya memang menempuh risiko tinggi.

18

Page 19: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

Tetapi jika guru bertindak benar, baik sebagai fasilitator maupun pemandu, guru dapat

membantu para siswa dalam belajar merekonstruksi pikiran mereka melalui sebuah

prakondisi secara bersama-sama. Meskipun konstruksi dari sebuah pemahaman adalah

unik bagi setiap individu, hal tersebut akan mudah dibentuk oleh kultur dan lingkungan

tempat bekerja sekaligus belajar dalam sebuah sekolah kejuruan. Yang harus selalu

diingat oleh para guru di sekolah kejuruan adalah menghargai siswa dengan instruksi

langsung kepada sumber informasi. Kualitas instruksi seorang guru/fasilitator sangat

penting, terutama dalam membantu siswa untuk memahami mengapa sesuatu harus

dilakukan dan bagaimana mencapai derajat atau level tertentu dari penguasaan sebuah

pengetahuan dan keterampilan.

Aktivitas adalah salah satu faktor kunci dalam konstruksi pengetahuan, dan keikutsertaan

siswa dalam seluruh aktivitas dan interaksi pembelajaran setiap hari merupakan kekuatan

untuk mengakses informasi dan keterampilan yang lebih tinggi. Bertambahnya

pengalaman secara rutin dan langsung dalam melakukan suatu pekerjaan akan

memberikan siswa kemampuan untuk memecahkan masalah secara reflektif dan

berkesinambungan. Karena itu diperlukan sinergi yang jelas antara sekolah kejuruan dan

industri terkait dalam rangka memberikan manfaat langsung kepada siswa untuk

melakukan proses magang. Pendekatan konstruktivisme memandang bahwa penguatan

keterampilan siswa melalui sebuah praktik magang adalah dalam rangka menumbuhkan

kepuasan batin agar perasaan siswa terstimulasi secara positif. Dalam pandangan Billett

(1996), tempat magang sebagai bagian dari proses belajar-mengajar di sekolah kejuruan

memiliki sejumlah kekuatan sebagai lingkungan belajar yang: (1) asli (authentic), tujuan

dari setiap aktivitas diarahkan; (2) juga berfungsi sebagai panduan (guideline) untuk

mengakses sumber belajar secara langsung; (3) keterikatan siswa satu sama lain untuk

memecahkan masalah setiap hari; dan (4) penguatan intrinsik.

Hasil riset lainnya juga menunjukkan bahwa fokus dalam proses belajar-mengajar harus

tertuju pada aktivitas individual siswa dalam merekonstruksi pengetahuan (Stevenson

1994, p 29). Dengan demikian peran penting sekolah kejuruan adalah memfasilitasi

konstruksi pengetahuan yang dilakukan para siswa melalui sederetan pengalaman

19

Page 20: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

lapangan (magang), kontekstual dengan kondisi dan lingkungan sosial yang berkembang

(Lynch 1997, p 27). Karena titik fokus dari sekolah kejuruan adalah upaya peningkatan

keterampilan siswa, sekolah kejuruan harus digagas dan dijadikan sebagai wadah dari

sebuah proses belajar, bukan proses mengajar. Artinya, baik siswa maupun guru harus

sama-sama belajar membina hubungan yang positif dan setia dalam berbagi kehendak

dan tujuan pembelajaran (Stevenson 1994).

Menurut Hyerle (1996), meskipun pendekatan konstruktivisme dalam model cooperative

learning dan assessment portofolio telah mulai digunakan dalam proses belajar di sekolah

kejuruan, dalam praktiknya masih terbatas pada aspek partisipasi siswa semata. Hyerle

mengingatkan agar para guru juga secara kreatif dapat menggunakan alat-alat visual

dalam proses pembelajaran seperti brainstorming webs, thinking process maps, concept

mapping, dan juga perangkat multimedia lainnya.

Para guru dan pengelola sekolah kejuruan harus dengan cerdas memahami bahwa tujuan

pembelajaran dari pendekatan konstruktivisme adalah untuk mengembangkan self-

directed dan pemahaman saling ketergantungan satu sama lain dalam mengakses dan

menggunakan pengetahuan sekaligus keterampilan.

Beberapa macam konstruktivisme

Von Glaserfeld membedakan tiga level konstruktivisme dalam kaitan hubungan

pengetahuan dan kenyataan, yakni konstruktivisme radikal,  realisme hipotesis, dan

konstruktivisme yang biasa. Konstruktivisme radikal mengesampingkan hubungan antara

pengetahuan dan kenyataan sebagai kriteria kebenaran. Bagi kaum radikal, pengetahuan

adalah suatu pengaturan atau organisasi dari suatu obyek yang dibentuk oleh seseorang.

Menurut aliran ini kita hanya tahu apa yang dikonstruksi oleh pikiran kita. Pengetahuan

bukanlah representasi kenyataan. Realisme hipotesis memandang pengetahuan sebagai

suatu hypotesis dari suatu struktur kenyataan dan sedang berkembang menuju

pengetahuan yang sejati yang dekat dengan realitas. Sedangkan konstruktivisme yang

biasa, masih melihat pengetahuan sebagai suatu gambaran yang dibentuk dari kenyataan

suatu objek.

20

Page 21: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

Dari segi subyek yang membetuk pengetahuan, dapat dibedakan antara konstruktivisme

psikologis personal, sosiokulturalisme, dan konstruktivisme sosiologis. Yang personal

dengan tokohnya Piaget, menekankan bahwa pengetahuan itu dibentuk oleh seseorang

secara pribadi dalam berinteraksi dengan pengalaman dan objek yang dihadapinya. Orang

itu sendiri yang membentuk pengetahuan. Sosiokulturalisme yang ditokohi oleh

Vygotsky, menjelaskan bahwa pengetahuan dibentuk baik secara pribadi tetapi juga oleh

interaksi sosial dan kultural dengan orang-orang yang lebih tahu tentang hal itu dan

lingkungan yang mendukung. Dengan dimasukkannya seseorang dalam suatu masyarakat

ilmiah dan kultur yang sudah punya gagasan tertentu, maka orang itu membentuk

pengetahuannya. Sedangkan konstruktivisme sosiologis menyatakan bahwa pengetahuan

itu dibentuk oleh masyarakat sosial. Unsur masyarakatlah yang penting, sedang unsur

pribadi tidak

diperhatikan.

Dari Teori Konvergensi ke ‘Sistem Merdeka’

Dalam penerapannya di bidang pendidikan, oleh Ki Hadjar teori konvergensi diturunkan

menjadi sistem pendidikan yang memerdekakan siswa atau yang disebutnya ‘sistem

merdeka’. Dalam tulisan “Ketertiban, Perintah dan Paksaan. Faham Tua dan Faham

Baru” yang dimuat di Waskita edisi Mei 1929-Jilid I no. 8, Ki Hadjar mengemukakan 10

syarat untuk melakukan ‘sistem merdeka’ agar memperoleh hasil yang baik. Inti dari

syarat-syarat itu adalah memfasilitasi siswa untuk memperoleh pengalaman yang dapat

dijadikan media pembelajaran, mencakup pembelajaran tentang konsekuensi logis dari

tindakan sesuai dengan hukum sebab-akibat dan kesadaran tentang pentingnya belajar

bagi kehidupan siswa dalam keseharian mereka. Ki Hadjar menunjukkan bahwa

pendidikan diselenggarakan dengan tujuan membantu siswa menjadi manusia yang

merdeka dan mandiri, serta mampu memberi konstribusi kepada masyarakatnya. Menjadi

manusia merdeka berarti (a) tidak hidup terperintah; (b) berdiri tegak karena kekuatan

sendiri; dan (c) cakap mengatur hidupnya dengan tertib. Singkatnya, pendidikan

menjadikan orang mudah diatur tetapi tidak bisa disetir.

Jika dicermati, maka ‘sistem merdeka’ dari Ki Hadjar sejalan dengan pandangan

21

Page 22: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

konstruktivisme. Dasar pemikiran konstruktivisme adalah: pengetahuan merupakan hasil

konstruksi manusia. Orang yang belajar tidak hanya meniru atau mencerminkan apa yang

yang diajarkan, melainkan menciptakan sendiri pengertian (Bettencourt, dalam Suparno,

1997). Menurut ahli konstruktivisme, pengetahuan tidak mungkin ditransfer kepada

orang lain karena setiap orang membangun pengetahuannya sendiri.

Penerapan konstruktivisme dalam proses belajar-mengajar menghasilkan metode

pengajaran yang menekankan aktivitas utama pada siswa (Fosnot, 1996; Lorsbach &

Tobin, 1992). Teori pendidikan yang didasari konstruktivisme memandang murid sebagai

orang yang menanggapi secara aktif objek-objek dan peristiwa-peristiwa dalam

lingkungannya, serta memperoleh pemahaman tentang seluk-beluk objek-objek dan

peristiwa-peristiwa itu. Menurut teori ini, perlu disadari bahwa siswa adalah subjek

utama dalam kegiatan penemuan pengetahuan. Mereka menyusun dan membangun

pengetahuan melalui berbagai pengalaman yang memungkinkan terbentuknya

pengetahuan. Mereka harus menjalani sendiri berbagai pengalaman yang pada akhirnya

memberikan percikan pemikiran (insight) tentang pengetahuan-pengetahuan tertentu. Hal

terpenting dalam pembelajaran adalah siswa perlu menguasai bagaimana caranya belajar

(Novak & Gowin, 1984). Dengan itu, ia bisa jadi pembelajar mandiri dan menemukan

sendiri pengetahuan-pengetahuan yang ia butuhkan dalam kehidupan.

Pandangan konstruktivisme tentang pendidikan sejalan dengan pandangan Ki Hadjar

yang menekankan pentingnya siswa menyadari alasan dan tujuan ia belajar. Baginya

perlu dihindari pendidikan yang hanya menghasilkan orang yang sekadar menurut dan

melakukan perintah (dalam bahasa Jawa = dhawuh). Ki Hadjar mengartikan mendidik

sebagai “berdaya-upaya dengan sengaja untuk memajukan hidup-tumbuhnya budi-pekerti

(rasa-fikiran, rokh) dan badan anak dengan jalan pengajaran, teladan dan pembiasaan...”

Menurutnya, jangan ada perintah dan paksaan dalam pendidikan. Pendidik adalah orang

yang mengajar, memberi teladan dan membiasakan anak didik untuk menjadi manusia

mandiri dan berperan dalam memajukan kehidupan masyarakatnya. Jika pun ada

ganjaran dan hukuman, maka “ganjaran dan hukuman itu harus datang sendiri sebagai

hasil atau buahnya segala pekerjaan dan keadaan.” Ini mengingatkan saya kepada teori

22

Page 23: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

perkembangan dari tokoh psikologi kognitif, Jean Piaget (1954), bahwa anak

mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui pengalaman bertemu dengan objek-

objek di lingkungan. Merujuk Piaget, anak adalah pembelajar yang pada dirinya sudah

memiliki motivasi untuk mengetahui dan akan memahami sendiri konsekuensi dari

tindakan-tindakannya. Teori Piaget juga merupakan salah satu dasar dari

konstruktivisme. Ini menunjukkan adanya kesesuaian antara pemikiran Ki Hadjar dan

konstruktivisme.

Ki Hadjar dan konstruktivisme sama-sama memandang pengajar sebagai mitra para siswa

untuk menemukan pengetahuan. Mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan

dari guru ke murid melainkan kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri

pengetahuannya. Kegiatan mengajar di sini adalah sebuah partisipasi dalam proses

belajar. Pengajar ikut aktif bersama siswa dalam membentuk pengetahuan, mencipta

makna, mencari kejelasan, bersikap kritis dan memberikan penilaian-penilaian terhadap

berbagai hal. Mengajar dalam konteks ini adalah membantu siswa untuk berpikir secara

kritis, sistematis dan logis dengan membiarkan mereka berpikir sendiri.

Sejalan dengan konstruktivisme, Ki Hadjar yang memakai semboyan “Tut Wuri

Handayani”, menempatkan pengajar sebagai orang yang berada di belakang siswa,

membimbing dan mendorong siswa untuk belajar, memberi teladan, serta membantu

siswa membiasakan dirinya untuk menampilkan perilaku yang bermakna dan berguna

bagi masyarakatnya. Pengajar harus banyak terlibat dengan siswa agar ia memahami

konteks yang melingkupi kegiatan belajar siswa. Ia juga melibatkan siswa dalam

menentukan apa yang hendak dibicarakan dalam kegiatan belajar-mengajar sehingga

siswa benar-benar terlibat. Keterlibatan pengajar dengan siswa pada saat-saat siswa

sedang berjuang menemukan berbagai pengetahuan sangat diperlukan untuk

menumbuhkan rasa percaya siswa baik pada dirinya sendiri maupun pada pengajar.

Pengajar harus memiliki fleksibilitas pikiran yang tinggi agar dapat memahami dan

menghargai pemikiran siswa karena seringkali siswa menampilkan pendapat yang

berbeda bahkan bertentangan dengan pemikiran pengajar. Apa yang dikatakan oleh murid

23

Page 24: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

dalam menjawab sebuah pertanyaaan adalah masuk akal bagi mereka saat itu. Jika

jawaban itu jauh bertentangan dengan prinsip-prinsip keilmuan atau membahayakan,

maka pengajar harus hati-hati dalam memberi pengarahan. Jangan sampai pengarahan

yang diberikan menghilangkan rasa ingin tahu siswa atau menimbulkan konflik antara

pengajar dengan siswa. Dalam perkataan Ki Hadjar, “Si pendidik hanya boleh membantu

kodrat-iradatnya “keadilan”, kalau buahnya segala pekerjaan dan keadaan itu tidak timbul

karena adanya rintangan, atau kalau buahnya itu tidak terlihat nyata dan terang.”

Orisinalitas dan Progresivitas Ki Hadjar

Pada dasarnya, secara formal pendidikan yang dijalani oleh Ki Hadjar adalah pendidikan

Barat. Dasar pemahaman tentang pendidikan diperolehnya dari teori-teori yang

dikembangkan para pemikir Barat, di antaranya filsuf Yunani Sokrates dan Plato, tokoh

pendidikan Friederich Fröbel dan Maria Montessori, Rudolf Steiner, Karl Groos, serta

ahli ilmu jiwa Herber Spencer. Itu bisa kita lihat dari tulisan-tulisan Ki Hadjar yang

banyak merujuk mereka.

Dari banyaknya rujukan yang digunakan, tampak jelas Ki Hadjar merupakan orang yang

giat belajar dan berwawasan luas. Pemikiran-pemikiran yang dirujuknya adalah

pemikiran-pemikiran mutakhir di jamannya. Ia tampak sebagai orang yang terus

menambah dan mengembangkan pemahamannya tentang pendidikan. Saya menilainya

sebagai tokoh yang progresif dan berorientasi ke depan dalam bidang pendidikan

Indonesia. Tetapi yang menjadikan pemikiran Ki Hadjar berharga bagi Indonesia,

khususnya dalam bidang pendidikan adalah kemampuannya menempatkan pemikiran-

pemikiran mutakhir itu dalam konteks Indonesia. Ki Hadjar tidak hanya menyerap atau

meniru pemikiran para ahli, melainkan memodifikasi dan mengembangkannya sesuai

dengan kebutuhan masyarakat Indonesia.

Dalam karya-karyanya, dapat dicermati bagaimana Ki Hadjar mengembangkan teori dan

sistem pendidikan yang sesuai dengan konteks Indonesia. Ia menganjurkan pelibatan

keluarga sebagai agen utama dalam pendidikan. Sebagai contoh, dalam tulisannya

“Mobilisasi Intelektual Nasional untuk Mengadakan Wajib Belajar” dalam Keluarga edisi

24

Page 25: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

Desember 1936 th. 1 no.2, Ki Hadjar mengajukan “Asas Kultural dan Sosial” dalam

proses pembelajaran rakyat Indonesia, khususnya pembelajaran membaca dan menulis.

Di situ ia mengemukakan ‘Methode-Keluarga’ sebagai “laku pengajaran, yang karena

praktisnya, mudah dilakukan oleh tiap-tiap orang yang sudah pandai membaca untuk

dipakai bagi tiap-tiap orang di dalam keluarga.” Dalam banyak tulisan, Ki Hadjar juga

menempatkan pentingnya peran keluarga dalam pendidikan. Dalam tulisan “Pendidikan

Keluarga” yang dimuat dalam Keluarga edisi Oktober 1937 tahun ke-1 no. 11, Ki Hadjar

menyimpulkan perlunya anak-anak dikembalikan “ke dalam alam keluarganya”.

Keluarga adalah hak anak dan oleh karena itu jangan merampas anak dari keluarganya.

Di sisi lain, jangan juga keluarga membuang anak ke sekolah karena kebutuhan utama

anak ada dalam keluarga.

Bagi Ki Hadjar, keluarga adalah alam yang paling penting bagi pertumbuhan anak.

Apalagi di Indonesia, pola hidup kekeluargaan dan kelekatan orang dengan keluarga

dinilai sangat penting. “Mulai dari kecil hingga dewasa anak-anak hidup di tengah

keluarganya.” Begitu tulis Ki Hadjar. “Ini berarti bahwa anak-anak itu baik di dalam

“masa peka”-nya ... maupun di dalam periode bertumbuhnya fikiran ... mendapat

pengaruh yang sebanyak-banyaknya serta sedalam-dalamnya dari keluarganya masing-

masing.” Keluarga merupakan lingkungan yang sangat bermakna bagi anak. Apa yang

terjadi dalam keluarga merupakan fenomena yang dihayati anak sebagai peristiwa

penting dan oleh karena itu dijadikan titik-tolak anak untuk belajar dan berusaha

memahami dunia. Pendidikan yang tidak relevan dengan keluarga akan cenderung

diabaikan anak sebab dinilai bukan sebagai hal yang bermakna.

Pemikiran Ki Hadjar tentang pentingnya keluarga sebagai komunitas yang bermakna bagi

anak sejalan dengan konstruktivisme yang memandang bahwa pembelajaran dan

perolehan pengetahuan pada anak akan terjadi jika dan hanya jika apa yang akan

dipelajari dan diketahui itu relevan dengan kehidupan anak. Objek-objek yang bermakna

(dalam arti dianggap penting) akan dikenali dan dipelajari sehingga representasinya

disimpan dalam kognisi (pikiran) anak dalam bentuk pengetahuan. Sebaliknya objek-

objek yang tak bermakna akan diabaikan oleh anak. Anak-anak memilih sendiri

25

Page 26: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

pengetahuan apa yang akan dikonstruksi dalam pikiran berdasarkan derajat

kepentingannya. Lingkungan sosial, dengan keluarga sebagai pusat, memberikan dasar

penting-tidaknya suatu pengetahuan bagi anak. Pemikiran ini juga sejalan dengan

pemikiran Vygotsky (1978) yang menjadi salah satu dasar dari konstruktivisme-sosial.

Pemikiran tentang pendidikan yang berkonteks Indonesia merupakan sumbangan orisinil

dari Ki Hadjar. Meski dewasa ini sudah banyak ahli pendidikan dan psikologi pendidikan

yang menekankan pentingnya konteks sosial-budaya tempat siswa hidup, tetap saja

rumusan tentang pendidikan yang berkonteks Indonesia yang komprehensif baru

dikemukakan oleh Ki Hadjar. Dalam kumpulan karyanya tentang pendidikan (terbit ulang

tahun 2004), kita temukan berbagai rumusan konsep pendidikan yang berkonteks

Indonesia itu. Di antaranya dalam tulisan “Pendidikan dan pengajaran nasional”, “Taman

Madya”, “Taman Siswa dan Shanti Niketan”, “Olah gending minangka

panggulawentah/Olah gending sebagai pendidikan”, “Kesenian dalam Pendidikan”,

“Faedahnya sistim pondok’, dan “Pengajaran budipekerti”. Di dalamnya juga termasuk

pentingnya pendidikan memfasilitasi siswa untuk mempelajari etika, ada-istiadat dan

budi-pekerti agar siswa nantinya dapat hidup mandiri dan ikut berkontribusi dalam

masyarakatnya.

Penelusuran dalam karya-karya tulis Ki Hadjar memberi pelajaran penting bagi saya:

orisinalitas dan progresivitas Ki Hadjar dalam hal pemikiran tentang pendidikan

merupakan teladan berharga bagi Bangsa Indonesia. Orisinalitas itu lahir dari wawasan

dan pemahaman yang luas tentang bidang pendidikan yang ia geluti, juga tentang

kehidupan masyarakat dan budaya Indonesia. Tentunya pemahaman itu diperoleh melalui

proses belajar yang panjang. Ketekunan dan kegigihan tercakup di dalamnya. Secara

kreatif berbagai pemahaman dan pengetahuan itu diolah oleh Ki Hadjar untuk

menghasilkan pemikiran yang khas dan orisinal. Di situ juga tampak jelas keterbukaan

pikiran Ki Hadjar terhadap berbagai pandangan dan pemikiran tokoh-tokoh dunia.

Ketekunannya mempelajari berbagai perkembangan baru dalam pendidikan

memungkinkannya menyerap itu semua.

26

Page 27: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

Keterbukaan pikiran disertai dengan kerangka orientasi ke masa depan melahirkan

progresivitas pemikiran Ki Hadjar. Ia menjadi tokoh Indonesia yang berpikir ke depan

melalui pergaulannya dengan banyak kalangan dari berbagai bangsa. Itulah yang

menjadikan pikirannya tetap relevan hingga di abad ke-21 ini. Ia menggunakan berbagai

pengetahuan yang dimiliki bukan sebagai resep atau dogma, melainkan sebagai alat untuk

menganalisis dan memahami kenyataan hidup di masyarakat. Dari situ, saya memahami

Ki Hadjar sebagai orang yang berorientasi pada masalah yang dihadapi, bukan pada

aliran atau teori tertentu. Rumusan-rumusan konsep pendidikan yang dipaparkannya

secara jelas menunjukkan keterlibatannya dengan persolan-persoalan pendidikan yang

dihadapi oleh Bangsa Indonesia di masa ia hidup. Dari pergulatannya dengan berbagai

persoalan itu, lahirlah pemikiran-pemikiran progresif yang memberi solusi konstruktif.

Hubungan Teori Konstruktivis dan lesson study

Dalam dunia pendidikan dikenal beberapa jenis teori belajar yang dirancang sebagai

model untuk pembelajaran yang berasal dari temuan beberapa ahli psikologi dan

pendidikan. Teori belajar itu diklasifikasikan kedalam tiga kelompok yaitu teori belajar

Behavioristik, teori belajar Kognitif dan teori belajar Humanistik. Para ahli yang

mendasarkan teori belajarnya terhadap hasil penelitian mencoba merumuskan konsep

belajar dengan tujuan agar dapat mencerdaskan manusia mulai dikenal dengan konsep-

konsep yang dikemukakannya, tentunya dengan argumentasi ilmiah mereka dalam hal

yang mereka temukan tersebut.

Namun, apakah teori belajar yang demikian terkenal itu merupakan teori belajar yang

baik, terutama jika indikasinya untuk mempengaruhi pembelajaran dan proses

sebelumnya yang disebut perencanaan pembelajaran dapat berhasil efektif

membelajarkan manusia. Filosofi pembelajaran kontekstual berakar dari paham

progesifisme john dewey. Yang mana intinya siswa akan belajar dengan baik apabila apa

yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang mereka ketahui, serta proses belajar

akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar disekolah.

Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran

27

Page 28: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori yang melatar belakangi teori

Konstruktivisme.yaitu teori kognitif, siswa akan belajar dengan baik apabila mereka

terlibat secara aktif dalam segala kegiatan dikelas dan berkesempatan untuk menemukan

sendiri. Siswa menunjukkan hasil belajar dalam bentuk apa yang mereka ketahui dan apa

yang dapat mereka lakukan. Belajar dipandang sebagai usaha atau kegiatan intelektual

untuk membangkitkan ide-ide yang masih laten melalui kegiatan introspeksi. Berpijak

dari dua pandangan itu Konstruktivisme berkembang. Dasarnya pengetahuan dan

keterampilan siswa diperoleh dari konteks yang terbatas dan sedikit demi sedikit.

Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan

mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan

lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-

benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja

memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah

payah dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori

pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Slavin

dalam Nur, 2002: 8).

 

Lesson study adalah suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian

pembelajaran kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan

mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Lesson study dipilih dan

diimplementasikan dalam rangka peningkatan profesionalisme guru karena  lesson study

merupakan suatu cara efektif untuk meningkatkan kualitas belajar dan mengajar di kelas

mengingat pengembangan lesson study dilakukan dan didasarkan pada hasil “sharing”

pengetahuan profesional yang berlandaskan pada praktek dan hasil pembelajaran yang

dilaksanakan para guru. Tahapan pelaksanaan lesson study ada enam, yaitu : (1)

membentuk group lesson study, (2) menentukan fokus kajian, (3) merencanakan research

lesson, (4) pelaksanaan pembelajaran dan observasi kegiatan pembelajaran, (5)

mendiskusikan dan menganalisis hasil observasi, dan (6) refleksi dan penyempurnaan.

Keenam tahapan tersebut dilaksanakan dalam bentuk siklus plan-do-see (reflection).

28

Page 29: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

Melalui lesson study diharapkan terjadi peningkatan kompetensi dan profesionalisme

guru, peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran, serta pengembangan

pembelajaran yang demokratis berbasis paradigma konstruktivisme.

Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan,

Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya

modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran

konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang

hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.

Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk

diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna

melalui pengalaman nyata. Sedangkan menurut Tran Vui Konstruktivisme adalah suatu

filsafat belajar yang dibangun atas anggapan bahwa pengetahuan dibangun dengan

merefleksikan pengalaman-pengalaman sendiri. sedangkan teori Konstruktivisme adalah

sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau

mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau

kebutuhannya tersebut denga bantuan fasilitasi orang lain.

Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan keaktifan

terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau

teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.

Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:

1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.

2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri

pertanyaannya.

3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara

lengkap.

4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.

Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

Menerapkan Pembelajaran “Student-centered learning strategies”

Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran

29

Page 30: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai

rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan

perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi

empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan

(4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi

pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005)

menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes material into

their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses

to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by

the process of assimilation” .

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan

tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan

untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan

teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak

memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan

secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru

mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.

Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan

baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan

sebaik-baiknya.

Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.

Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan

diskusi dengan teman-temanya.

Pembelajaran konstruktivisme mengkritisi konsep pembelajaran yang selama ini, belajar

mengajar dalam arti cenderung berpusat pada subjek belajar. Pengajar dan siswa sama-

sama aktif, siswa aktif mengkonstruksi pengetahuan dan pengajar sebagai fasilitator.

Bentuk pembelajaran “student-centered” dilaksanankan melalui belajar aktif, belajar

30

Page 31: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

mandiri, belajar kooperatif dan kolaboratif, generative learning dan problem-based

learning. Model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan teori konstruktivisme

mencakup pembelajaran kontekstual dan kuantum.

Dalam peraturan pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

pendidikan merupakan usaha pemerintah untuk meningkatkan mutu Pendidikan di

Indonesia. Suasana belajar perlu dirancang dengan baik oleh guru agar dalam Kegiatan

Belajar Mengajar (KBM) tumbuh minat belajar siswa. Penciptaan suasana belajar

merupakan langkah awal bagi guru untuk memfasilitasi siswa-siswanya untuk belajar.

Suasana belajar yang kondusif memungkinkan imajinasi dan kreativitas siswa

berkembang. Latar belakang siswa yang beragam dapat merupakan masukan yang baik

dalam kelas bila dikelola secara benar. Pengelolaan siswa berdasarkan kelompok

keterampilan berfikir, keterampilan bertindak, dan keterampilan lainnya dirancang oleh

guru dalam pengelolaan kelas. Perencanaan pembelajaran, penilaian, dan pengelolaan

kelas sangat menentukan keberhasilan dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).

Tiga dasa warsa antara tahun 1970-2000, usaha-usaha inovasi pembelajaran di Indonesia

sangat intensif. Saat ini, inovasi pembelajaran berakar dari paradigma pembelajaran yang

dimotori oleh filsafat konstruktivisme. Pandangan konstruktifis tentang belajar menurut

Brophy dalam Sulton, (1997:1), dipengaruhi oleh pandangannya terhadap ilmu

pengetahuan. Konstruktifis memiliki dua pandangan dasar terhadap sifat ilmu

pengetahuan. Pertama, empiricist-oriented constructivists, pandangan ini melihat ilmu

pengetahuan berada pada lingkungan eksternal, serta keberadaannya tidak bergantung

pada aktifitas kognitif siswa. Karena itu dalam pandangan Case yang dikutip oleh Brophy

dalam Sulton (1997:1) menyarankan dalam pembelajaran hendaknya guru memberikan

bantuan kepada siswa dalam membangun konsep-konsep yang akurat. Kedua, radical

constructivists, menyatakan bahwa ilmu pengetahuan terbentuk dalam struktur kognisi

siswa. Oleh karena itu, Rumel Hart & Norman yang dikutip Brophy dalam Sulton,

(1997:1) menyarankan bahwa dalam pembelajaran, guru dituntut untuk memberikan

kesempatan pada siswa untuk membangun konsep yang akurat.

31

Page 32: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

Sejalan dengan dua pandangan tersebut di atas dapat dikemukakan konsep belajar sebagai

berikut. Pertama, belajar sebagai proses konstruksi, yaitu aktifitas siswa untuk

membangun pengetahuan, representasi internal terhadap pengalaman. Pada tahun 1983,

Resnick dalam penelitiannya merangkum bahwa seseorang yang belajar itu membentuk

pengertian. Orang yang belajar tidak sekedar meniru atau mencerminkan yang diajarkan

atau yang dibaca, melainkan secara aktif membentuk pengertian (Bettencour dalam

Suparno, 1997:11). Interpretasi siswa terhadap lingkungan merupakan aktifitas yang

penting untuk membentuk pengetahuan baru dalam diri kognisi siswa. Kedua, belajar

merupakan suatu proses yang aktif dalam mengembangkan makna berdasarkan

pengalaman. Ketiga, belajar merupakan interpertasi terhadap lingkungan melalui

perbedaan struktur atau skemata sehingga merupakan pemaknaan baru (Brooks dalam

Sulton, 1997:1).

Konstruktivis sebagai akar pembelajaran optimal bertolak dari pentingnya peranan aktif

siswa dalam proses belajarnya. Dalam pada itu maka proses pembelajaran optimal, akan

tampak pada optimasi keterlibatan mental emosional anak pada proses asimilasi dan

akomodasi kognitif dalam pemerolehan pengetahuan melalui perbuatan serta pengalaman

langsung dalam pembentukan keterampilan, dan penghayatan serta internalisasi nilai-

nilai dalam pembentukan sikap dan nilai (Raka Joni; 1980). Memandu terwujudnya

proses pembelajaran optimal, pola dasarnya menggariskan terciptanya proses

pembelajaran dengan menerapkan “innovatory knowledge” ( Pembentukan pengetahuan).

Pengembangan keterampilan kognitif dalam proses belajar dengan penekanan pada

terbentuknya pengertian dan penggunaan informasi untuk pemecahan masalah, dari pada

perolehan informasinya itu sendiri.

Siswa dalam proses belajarnya terarahkan untuk mengetahui dan menemukan

pengetahuan melalui kegiatan analisis terhadap pengalaman belajarnya. Tujuan kegiatan

belajar anak adalah berkembangnya kemampuan berpikir produktif dan kreatif. Oleh

karena itu, perolehan dan pemilikan ilmu pengetahuan disikapi sebagai sarana bagi

terjadinya proses berpikir produktif dan bukan sebagai tujuan belajar utama. (T. Raka

32

Page 33: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

Joni; 1980). Peran guru di kelas sebagai implikasi dari proses pembelajaran optimal

tersebut di atas, adalah sebagai fasilitator yang mampu mengembangkan kemampuan

belajar anak. Sehubungan dengan itu, maka tugas guru yang utama adalah menyediakan

kondisi belajar yang relevan yang memungkinkan terwujudnya aktivitas belajar anak

dalam situasi yang wajar dengan penuh kegembiraan.

Kondisi belajar yang efektif sebagai wujud proses pembelajaran optimal, di susun dengan

ketentuan sebagai berikut: (1) disusun dengan memberikan kesempatan pada anak untuk

melakukan penemuan-penemuan sebagai wujud perolehan hasil belajarnya (2) mampu

menuntun anak untuk mengolah perolehan hasil belajarnya sendiri, (3) memacu

kemampuan mental, fisik, dan sosial anak sebagai penggerak tercapainya kemampuan-

kemampuan berikutnya yang lebih tinggi, (4) memberikan kesempatan kepada anak

untuk menunjukkan kreatifitas dan bertangung jawab terhadap kegiatan itu, (5) memberi

kesempatan kepada anak untuk menetapkan kegiatan belajar sesuai dengan kecepatan

masing-masing, (6) memberi kesempatan anak untuk mengembangan kegiatan belajar

sesuai dengan minat dan perbedaan bakatnya, (7) memberi peluang terjadinya akselerasi

belajar individual dengan tetap terbinanya sikap kebersamaan dalam proses

pembelajaran.

Dimensi Pembelajaran Konstruktivisme

1. Lingkungan Belajar yang Kompleks dan Tugas-tugas Otentik

Siswa tidak boleh diberikan bagian-bagian yang terpisah, penyederhanaan masalah, dan

pengulangan keterampilan dasar, tetapi sebaliknya: siswa dihadapakan pada lingkungan

belajar yang kompleks, terlihat samar-samar, dan masalah yang tidak beraturan.

Masalah-masalah yang kompleks itu harus dihubungkan pada aktivitas dan tugas yang

otentik, karena keberagaman situasi yang siswa hadapi tersebut, seperti juga aplikasi

yang mereka hadapi tentang dunia nyata.

2. Negosiasi Sosial

Tujuan utama pembelajaran adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam

membangun serta mempertahankan posisi mereka, dan disaat bersamaan menghormati

posisi orang lain dan bekerjasama untuk berdiskusi atau membangun pengertian bersama-

33

Page 34: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

sama. Guna mnyelesaikan perpaduan ini, haruslah berbicara dan mendengarkan satu

sama lain.Dengan kata lain, proses mental ini melalui negosiasi sosial dan interaksi,

sehingga kolaborasi dalam pembelajaran dapat dimungkinkan, yakni melahirkan sebuah

sikap intersubyektif – sebuah komitmen untuk membangun keragaman pengertian dan

menemukan kesamaan umum serta perpaduan penafsiran.

3. Keragaman Pandangan dan Representasi Bahasan

Acuan-acuan untuk pembelajaran harus sudah dapat memfasilitasi representasi beragam

bahasan dengan menggunakan analogi contoh dan metafora yang berbeda. Peninjauan

materi yang sama, pada waktu yang berbeda-beda dalam penyusunan kembali konteks

untuk tujuan yang berbeda, dan dari pandangan konseptual yang berbeda adalah penting

untuk mencapai tujuan kemampuan pengetahuan yang lebih maju.

4. Proses Konstruksi Pengetahuan

Pendekatan konstruktivisme mengedepankan untuk membuat siswa peduli pada peran

mereka dalam membangun pengetahuan. Asumsinya adalah keyakinan dan pengalaman

individu, membentuk apa yang dikenal sebagai dunia. Asumsi dan pengalaman berbeda,

mengarahkan kepada pengetahuan yang berbeda pula. Apabila siswa peduli terhadap

pengaruh-pengaruh yang membentuk pola pikir mereka, maka mereka akan lebih mampu

untuk memilih, mengembangkan, dan memanfaatkan posisi dengan cara introspeksi diri,

pada saat yang bersamaan menghormati posisi orang lain.

5. Pembelajaran Siswa Terhadap Kesadaran Dalam Belajar

Fokus dalam proses ini adalah menempatkan berbagai usaha siswa untuk memahami

pembentukan pembelajaran dalam pendidikan. Kesadaran yang timbul pada diri siswa,

bukan berarti guru melonggarkan tanggungjawabnya untuk memberikan pengarahan atau

bimbingan.

Lingkungan Belajar Yang Konstruktivistik

Sebagaimana telah dinyatakan sebelum ini, konstruktivisme adalah terori tentang

belajar. Karena itu, kelas yang dibangun menjadi lingkungan yang konstruktivistik

adalah kelas yang amat memperhatikan bagaimana pengetahuan itu terbentuk dalam diri

peserta didik kita. Guru di dalam kelas konstruktivistik akan menganggap bahwa

pengetahuan itu selalu tumbuh dan dapat ditafsirkan sesuai dengan kondisi lingkungan

34

Page 35: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

di sekeliling Murid. Wilson (dalam Wilson, 1996:3-4) menegaskan bahwa beda Guru

konstruktivistik dengan yang bukan dapat dilihat dari cara pandangnya terhadap waktu

dan tempat belajar, produk yang hendak disampaikan, dan sistem serta proses yang

harus dilalui. Guru konstruktivistik memandang kesemuanya itu secara lentur: Murid

tidak diharuskan mengikuti kesemuanya itu secara seragam. Ada 4 cara pandang yang

berbeda antara Guru konstruktivistik dengan yang bukan (Wilson, dalam Wilson, 1996:

4) di dalam cara memandang bagaimana pengetahuan itu terbentuk, sebagaimana tabel

di berikut ini (Tabel 1).

Untuk menciptakan kelas menjadi lingkungan yang konstruktivistik, Guru perlu

melakukan perubahan pandangan terhadap tujuan pendidikan. Honebein (dalam Wilson,

1996: 11) mengembangkan lingkungan kelas konstruktivistik berdasarkan pikiran Cun-

ningham, Duffy dan Knuth (1993) dan Knuth dan Kunningham (1993). Ada 7 (tujuh)

kondisi yang dapat diciptakan oleh Guru dalam mewujudkan kelas konstruktivistik.

1. Guru memberikan kesempatan kepada Murid untuk mencari pengalaman pada saat

proses pembentukan pengetahuan berlangsung. Guru perlu menumbuhkan sikap

bertanggung-jawab pada diri Murid dengan mendorong mereka mengembangkan

topik dan sub-topik yang sesuai dengan minat mereka masing-masing.

Tabel 1. Cara Pandang terhadap Terbentuknya Pengetahuan yang Mempengaruhi Cara

Pandang Guru terhadap Pembelajaran

Jika Anda menganggap pengetahuan/ilmu sebagai …

Maka Anda menganggap pembelajaran sebagai …kuantitas atau paket yang siap

disajikan produk yang boleh diantarkan dengan kendaraan tertentu saja keadaan kognitif

pembelajaran sebagai-mana terefleksi dalam skemata dan keterampilan proseduralnya

seperangkat strategi pembelajaran yang bertujuan mengubah skemata murid

Makna yang ditangkap oleh murid dibentuk oleh interaksinya dengan lingkungan

Sekitarnya. Murid menggali dengan alat dan sumber dari lingkungan yang kaya

Pembiasaan dan pengadopsian cara melihat dan melakukan sesuatu secara berkelompok

Partisipasi pembelajaran dalam komunitas seperti dalam kehidupan sehari-hari

2. Guru melatih Murid berpengalaman dan membiasakan mereka menghargai kondisi

dari perspektif yang berbeda, karena keadaan yang nyata jarang sekali memiliki

perspektif tunggal.

35

Page 36: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

3. Menghubungkan belajar dengan konteks yang realistis dan relevan. Guru Bahasa

mudah sekali membawa Murid untuk menghubungkan materi pelajaran dengan

dunia nyata yang dimiliki oleh Murid.

4. Melatih Murid menghargai pendapat dan temuannya sendiri. Untuk itu, Guru

mendorong Murid untuk berani menetapkan apa yang akan dipelajari, isu apa yang

menarik, cara apa yang akan ditempuh, bagaimana mereka merumuskan tujuan

yang hendak dicapai.

5. Ciptakan suasana belajar yang berada di dalam suasana interaksi sosial..

6. Doronglah Murid untuk berani menggunakan bentuk penyajian yang berbeda.

7. Doronglah anak didik untuk senantia menyadari proses terbentuk pemahaman dan

pengetahuan dalam diri mereka.

Pengertian Pendekatan, Strategi, Model , Metode, teknik

dan taktik Pembelajaran

Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna,

sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut

adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode

pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model

pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat

memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut.

 

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita

terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu

proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi,

menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat

dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan

pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan

(2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered

approach).

36

Page 37: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam

strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003)

mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :

Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan

sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan

selera masyarakat yang memerlukannya.

Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling

efektif untuk mencapai sasaran.

Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh

sejak titik awal sampai dengan sasaran.

Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran

(standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.

Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:

Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan

profil perilaku dan pribadi peserta didik.

Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang

dipandang paling efektif.

Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan

teknik pembelajaran.

Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria

dan ukuran baku keberhasilan.

Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran

adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan

pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip

pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi

pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya

masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu

pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan

ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-

individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian

37

Page 38: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi

pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.

Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya

digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan

“a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving

something” (Wina Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai

cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam

bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat

beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan

strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4)

simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9)

simposium, dan sebagainya.

Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran.

Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan

seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan,

penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak

membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan

penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula,

dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas

yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal

ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.

Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode

atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang

sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam

taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi

dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang

satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat

bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya

pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai

dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan.

Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat)

38

Page 39: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran

sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut

dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk

pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh

guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari

penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.

Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan

dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model

pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3)

model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian,

seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi

pembelajaran.

Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat

divisualisasikan sebagai berikut:

Gambar 10 Hirarki Model Pembelajaran

 

Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain

pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan

prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk

39

Page 40: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah

ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah,

strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak

dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya), masing-masing

akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah

menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang

diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria penyelesaiannya,

mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang

akan dibangun.

Penutup

Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara

profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang

memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan

menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para

guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran,

yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun

penelitian tindakan) sangat sulit menermukan sumber-sumber literarturnya. Namun, jika

para guru (calon guru) telah dapat memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang

merujuk pada proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan

di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan

mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata

di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model

pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya

khazanah model pembelajaran yang telah ada.

40

Page 41: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

Daftar Pustaka:

Adib, Khoirul. 2007. Lesson Study: Starting Point Revolusi Pendidikan yang Masih

Terabaikan. Malang : Universitas Negeri Malang.

Alessi, S.M. dan Trollip, S.R. 1991. Computer Based Instruction: Methods and

Development. New Jersey; Prentice Hall.

Angkowo dan Kosasih. 2007. Optimalisasi Media Pembelajaran. Jakarta; Grasindo.

Bagus Takwin, Konstruktivisme dalam Pemikiran , Sabtu, 01 Desember 2007

Buzan. Tony dan Barry. 2004. Memahami Peta Pikiran : The Mind Map Book. Interaksa:

Batam.

Direktori Lembaga Pendidikan Nasional (DLPN). 2008. Mutu Tenaga Kependidikan.

Jakarta: Depdiknas.

De Porter. Bobbi, dkk. 2000. Quantum Teaching. Kaifa: Bandung.

DePorter, Bobbi dan Mike Hernacki. 1999. Quantum Learning: Membiasakan Belajar

Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Penerbit KAIFA.

DePorter, Bobbi dan Mike Hernacki. 2000. Quantum Business: Membiasakan Bisnis

secara Etis dan Sehat. Bandung: Penerbit KAIFA.

Istamar Syamsuri (2007),Membangun Learning Community menuju sekolah berprestasi

Apa dan mengapa Lesson Study

Istamar Syamsuri dan Ibrohim (2008) Lesson Study (studi Pembelajaran), FMIPA, UM,

Malang.

Ibrahim, Muslimin.  Mohammad Nur. 2000. Pembelajaran Berdasarkan

Masalah .Surabaya: Universitas Negeri Surabaya

I Wayan Dasna dan Sutrisno. 2000. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based

Learning) Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang

Jensen. Eric dan Karen Makowitz. 2002. Otak Sejuta Gygabite: Buku Pintar Membangun

Ingatan Super. Kaifa : Bandung.

Kardi, Soeparman. Mohammad Nur. 2000. Pengajaran Langsung. Surabaya: Universitas

Negeri Malang.

41

Page 42: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

Lewis, Catherine C. (2002). Lesson study: A Handbook of Teacher-Led Instructional

Change. Philadelphia, PA: Research for Better Schools, Inc.

Meier, Dave. 2000. The Accelerated Learning Handbook. New York: McGraw-Hill.

Parmin dan Siti Aminah. 2008. Menerapkan Lesson Study Dalam Pembelajaran di MI

http://batang-karso.blogspot.com/2009/05/laporan-lesson-study.html

Robert E. Slavin (1994), A Practical Guide to Cooperative Learning. Disadur oleh

Muhammad Nur, 2005, dalam Pembelajaran Kooperatif, Surabaya, Pusat

Sains dan Matematika Sekolah Unesa.

Nurhadi.2004. Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Grasindo.

Robinson, Naomi. 2006. Lesson Study: An example of its adaptation to Israeli middle

school teachers . (Online): stwww.weizmann.ac.il/G-math/ICMI/

Robinson_proposal.doc

Richardson, J. 2006. Lesson study: Teacher Learn How to Improve Instruction. Nasional

Staff Development Council . (Online): www.nsdc.org. 03/05/06.

Robinson, Naomi. 2006. Lesson Study: An example of its adaptation to Israeli middle

school teachers . (Online): stwww.weizmann.ac.il/G-math/ICMI/

Robinson_proposal.doc

Richardson, J. 2006. Lesson study: Teacher Learn How to Improve Instruction. Nasional

Staff Development Council . (Online): www.nsdc.org. 03/05/06.

Saito, E., Imansyah, H. dan Ibrohim. 2005. Penerapan Studi Pembelajaran di Indonesia:

Studi Kasus dari IMSTEP . Jurnal Pendidikan “Mimbar Pendidikan”,

No.3. Th. XXIV: 24-32.

Silberman, Melvin L. 1996. Active Learning: 101 Step to Teach Any Subject.

Massachusetts: A Simon and Schuster Company.

Sumar Hendayana dkk (2007) Lesson Study : Pengalaman IMSTEP-JICA, FPMIPA UPI

dan JICA, Bandung.

Saito, E., Imansyah, H. dan Ibrohim. 2005. Penerapan Studi Pembelajaran di Indonesia:

Studi Kasus dari IMSTEP . Jurnal Pendidikan “Mimbar Pendidikan”,

No.3. Th. XXIV:

Susilo, H. 2005. Kumpulan Makalah dalam Seminar dan Workshop Lesson Study dalam

Rangka Persiapan Workshop Kolaborasi FMIPA-MGMP MIPA dan SMA

42

Page 43: Konstruktivisme Dan Pembelajaran Lesson Study

Kota Malang, Lesson Study: Apa dan Mengapa (hlm 1-12). Malang:

FMIPA Universitas Negeri Malang.

Takashi A. (2006). Implementing lesson study in North American schools and school

(makalah yang dipresentasikan pada seminar “APEC International

Yoshida, M. (1999). Lesson Study: A Case Study of a Japanese Approach to Improving

Instruction Through School-Based Teacher Development. Disertasi

Doktoral yang tidak diterbitkan, The University of Chicago

Muhammad Faiq Dzaki(2009), Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning),

Minggu, 08 Maret 2009,

http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/

http://pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/21/

Nurgito, Eko. 2007. Pendidikan Indonesia Menyambut Pasar Bebas.

http/www.duniaguru.com. 13 Maret 2009.

Susilo, Herawati. 2005. Lesson Study: Apa dan Mengapa ? Makalah seminar dan

workshop Lesson Study dalam rangka persiapan Lesson study di Malang,

Universitas Negeri Malang. Makalah tidak diterbitkan.

Salma, Sulistyowati. 2008, Membentuk Guru Profesional Melalui Lesson Study Harian

Jawa Pos edisi 10 Januari 2008.

Dahar, R.W. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta; Penerbit Erlangga

Yusufhadi Miarso. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Kencana Prenada

Media Group. Jakarta.

Lorsbach, A. & K. Tobin. 1992. “Cosntructivism as a referent for Science Teaching”.

NARST Research Matters to the Science Teacher, No. 30.

Novak, J.D., & B. Gowin. 1984. Learning How to Learn. Cambridge: Cambridge

University Press.

Piaget, Jean (1954). The Construction of Reality in the Child. New York: Ballantine

Books.

43