konstitusi dan demokrasi (kode) inisiatif · a. ruang lingkup putusan mk tentang pemilu konstitusi...

15
1 | Page DUA PULUH DUA (22) KETENTUAN INKONSTITUSIONAL DALAM RUU PENYELENGGARAAN PEMILU Oleh: Adelline Syahda Veri Junaidi Adam Mulya B Mayang Konstitusi dan Demokrsi (KODE) Inisiatif Jakarta 2016 A. Ruang Lingkup Putusan MK tentang Pemilu KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF

Upload: dangcong

Post on 17-Mar-2019

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF · A. Ruang Lingkup Putusan MK tentang Pemilu KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF. 2 ... Pandangan potensial ini dilihat karena memang

1 | P a g e

DUA PULUH DUA (22) KETENTUAN INKONSTITUSIONAL

DALAM RUU PENYELENGGARAAN PEMILU

Oleh:

Adelline Syahda

Veri Junaidi

Adam Mulya B Mayang

Konstitusi dan Demokrsi (KODE) Inisiatif

Jakarta

2016

A. Ruang Lingkup Putusan MK tentang Pemilu

KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF

Page 2: KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF · A. Ruang Lingkup Putusan MK tentang Pemilu KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF. 2 ... Pandangan potensial ini dilihat karena memang

2 | P a g e

Pemerintah telah menyerahkan Draft RUU Penyelanggaraan Pemilu kepada DPR pada

21 Oktober lalu. Draft ini merupakan penggabungan dari 4 undang-undang sekaligus, yaitu

UU Pemda, UU Pileg, UU Pilpres dan UU Penyelenggara Pemilu yang kemudian disimplifikasi

ke dalam satu draft UU Penyelenggaraan Pemilu. Draft ini terdiri dari buku ke satu hingga

buku ke enam dengan 543 Pasal.

Penyerahan draft ini kemudian ditindaklanjuti dengan dibentuknya Pansus oleh fraksi

di DPR. Pembentukan didasarkan Pansus ini didasarkan atas asas proporsionalitas atau

perolehan kursi parpol, dimaksudkan untuk memfokuskan pembahasan dalam waktu yang

sangat terbatas ini. Dilihat dari jadwal sidang, saat ini DPR telah memasuki masa reses dan

akan kembali bersidang pada 16 November nanti.

Idealnya waktu panjang reses ini bisa dimanfaatkan untuk menyusun Daftar Inventaris

Masalah (DIM) sebagai lanjutan dari draft usulan Pemerintah. Setidaknya 22 pasal krusial

berpotensi melanggar konstitusi, yang ditemukan dari draft usulan Pemerintah ini.

Pandangan potensial ini dilihat karena memang bertentangan dengan konstitusi UUD 1945.

Sehingga nantinya apabila pasal ini dibiarkan keberadaannya, maka akan berakibat

inkonstitusional jika dilakukan judisial review. Atau karena sebelumnya MK juga telah

memberikan amar tidak memiliki kekuatan hukum mengikat yang sifatnya final and binding

dan mestinya diadopsi dalam penyusunan draft RUU ini.

Secara kuantitatif Kode Inisiatif telah menyisir ketentuan-ketentuan yang pernah

diujikan oleh Pemohon kepada MK terkait dengan ketentuan dalam 3 UU, yaitu Pileg, Pilpres

dan Penyelenggara. Hasilnya sangat menakjubkan, ketiga UU berkaitan dengan Pemilu ini

menjadi UU dengan jumlah terbanyak yang pernah diuji materi kan ke MK. Tercatat ada 111

permohonan, 24 diantaranya diputus dengan amar dikabulkan. Terhadap amar dikabulkan ini

kemudian akan berdampak pada penafsiran konstitusionalitas pasal yang diujikan. Apakah

kemudian ketentuan ini diakomodir atau justru luput dari perhatian Pemerintah? Hal ini

menjadi menarik untuk dilihat dalam draft RUU Penyelenggaraan Pemilu ini.

Mestinya RUU ini mengacu pada apa yang sudah diputuskan oleh Mahkamah

Konstitusi, mengingat putusan MK harus dimaknai sebagai suatu perubahan konstitusi

melalui jalur putusan pengadilan. Artinya jika Mahkamah telah memberikan putusan

terhadap suatu pasal, maka hal ini harus dimaknai sebagai suatu perubahan terhadap pasal

dalam konstitusi. Karena memang posisi MK sebagai lembaga penafsir konstitusi.

B. Dua Puluh Dua (22) Pasal Inkonstitusional

Pasal-pasal inkonstitusional yang dihidupkan kembali dalam RUU ini, telah menarik

perhatian meskipun norma tersebut secara nyata tidak memiliki kekuatan hukum mengikat

dan dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 oleh MK. Pasal-pasal bermasalah itu

kemudian dapat dikelompokkan ke dalam 9 kualifikasi yaitu :

1. penyelenggara,

2. syarat calon

3. sistem pemilu

4. keterwakilan perempuan

5. syarat parpol dalam pengajuan Calon Presiden/ Wapres

Page 3: KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF · A. Ruang Lingkup Putusan MK tentang Pemilu KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF. 2 ... Pandangan potensial ini dilihat karena memang

3 | P a g e

6. Larangan kampanye pada masa tenang.

7. Ketentuan sanksi kampanye.

8. Waktu pemilu susulan/ lanjutan dan,

9. Putusan DKPP terkait etika penyelenggara pemilu.

Jika diuraikan lebih lanjut dari 9 kelompok diatas, akan ditemukan 22 pasal

inkonstitusional dalam RUU Penyelenggaraan pemilu. Pasal-pasal tersebut kemudian akan

dijabarkan dalam tabel dibawah ini. Ketentuan-ketentuan bermasalah ini kembali menjadi

pasal berulang yang selalu muncul dalam pembentukan dasar penyelenggaraan pemilu.

Ketidaktertiban pembentuk UU ini pun patut menjadi sorotan bersama agar produk yang

dihasilkan tidak selalu berpihak pada penguasa dan pemangku kepentingan semata. Namun

lebih dari itu mengakomodir kepentingan masyarakat sebagai salah satu elemen penting

dalam penyelenggaraan pemilu yang demokratis.

Berdasarkan hal itu, maka Kode Inisiatif memberikan rekomendasi terkait 22 Pasal

Inkonstitusional dalam Draft RUU Penyelenggara pemilu sebagai berikut :

1. Terhadap seluruh pasal yang bertentangan dengan Putusan MK, maka harus disesuaikan

bunyi ketentuannya sesuai dengan yang telah diputuskaan oleh Mahkamah Konstitusi.

2. Terhadap ketentuan/ Pasal dalam draft RUU Penyelenggara yang berpotensi melanggar

UUD 1945, maka harus disesuaikan dengan pasal-pasal dalam UUD 1945 sebelum

nantinya diuji di Mahkamah Konstitusi ketika UU ini nanti disahkan.

Berikut adalah uraian pasal potensial langgar Konstitusi dalam Draft RUU Penyelenggara

Pemilu :

No Tema Ketentuan RUU

Penyelenggaraan Pemilu

Tentang Konstitusi/ Putusan MK yang Dilanggar

Argumentasi

1 Penyelenggara Pasal 89 ayat (1) huruf (b)

Syarat usia paling rendah 45 tahun. Usia anggota KPU dan Bawaslu dinaikan, dimana sebelumnya berumur 35 Tahun (UU15/2011).

Pasal 27, 28D (1,3) , 28I (2)

Pasal ini potensial di JR di MK. Pasal ini menimbulkan perlakuan yang tidak sama antar warga negara, dan menghambat kesempatan bagi setiap warga negara yang ingin berpartisipasi dalam pemerintahan, serta menimbulkan diskriminasi terhadap generasi muda. Logika bangunan pasal ini menghambat kaum muda untuk ikut serta dalam pemerintahan dalam hal ini menjadi penyelenggara pemilu. Dan segala warga negara berhak mendapat perlindungan atas perlakuan yang diskriminatif atas dasar apapun.

Page 4: KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF · A. Ruang Lingkup Putusan MK tentang Pemilu KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF. 2 ... Pandangan potensial ini dilihat karena memang

4 | P a g e

Pasal 58 ayat (4)

Peraturan KPU sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) ditetapkan setelah berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah dalam rapat dengar pendapat

Pasal 22E ayat (5)

independensi kemandirian KPU yang akan tergerus dengan adanya ketentuan konsultasi dengan DPR dan pemerintah dalam pembentukan Peraturan KPU. Ketentuan ini juga muncul sama dengan UU Pilkada (10/16 Pasal 9 huruf a). Jika ketentuan ini tetap dibiarkan maka dari sisi efektifitas waktu akan ada perlambatan karena membutuhkan waktu ekstra untuk menyelesaikan konsultasi bersama DPR dan Pemerintah dalam pembentukan Peraturan KPU.

Pasal 30 ayat (3)

Anggota KPU/D, Prov/Kota yang mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima dan diberhentikan tidak hormat diwajibkan mengembalikan uang kehormatan sebanyak 2x lipat dari yang diterimanya.

Putusan MK No 80/PUU-IX/2011

MK telah menyatakan ketentuan ini inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum tetap sepanjang frasa"...dengan alasan yang tidak dapat diterima" pada pasal 27 (3) pada UU Penyelenggara pemilu dan ketentuan pasal 27 (3) secara konstitusional tidak mengikat. Kemunculan ketentuan ini bukti bahwa Pemerintah tidak secara cermat memperhatikan putusan MK yang telah mencabut pemberlakuan pasal ini.

Pasal 14 ayat (1) huruf (i)

Mengundurkan diri dari keanggotaan parpol, jabatan politik, jabatan di pemerintahan, BUMN/BUMD pada saat mendaftar sebagai calon.

Putusan MK No 81/PUU-IX-2011

putusan MK telah menyatakan bahwa frasa ".....mengundurkan diri dari keanggotaan parpol...pada saat mendaftar" inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 5 tahun telah mengundurkan diri dari keanggotaan parpol pada saat mendaftar sebagai calon”

2 Syarat calon Pasal 209 ayat (1) huruf (k)

mengundurkan diri sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah, ASN, anggota TNI, Anggota Polri, Direksi, komisaris, Dewan pengawas dan karyawan pada BUMN/BUMD, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali.

28D (1) Pasal ini potensial di Uji kan di MK. ini merupakan syarat untuk mencalonkan sebagai anggota Legislatif. Disatu sisi syarat ini sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam UU Pilkada (10/160 untuk mencalonkan diri menjadi kepala daerah. Namun disisi lain ketentuan ini kontradiktif dengan pengaturan dalam RUU Penyelenggaraan Pemilu ini tentang syarat mencalonkan diri menjadi Calon Presiden/ Wapres. Pada ketentuan ini dikecualikan untuk mundur. sehingga tidak akan ada kepastian hukum dan perlakuan yang sama.

Page 5: KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF · A. Ruang Lingkup Putusan MK tentang Pemilu KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF. 2 ... Pandangan potensial ini dilihat karena memang

5 | P a g e

Pasal 140 ayat (1)

pejabat negara yang dicalonkan oleh parpol atau gabungan parpol sebagai calon Pres atau calon wapres harus mengundurkan diri dari jabatannya kecuali, Presiden/Wapres, Gubernur, wakil gubernur, Bupati, wakil Bupati , Walikota, wakil walikota

28D (1) Pasal ini Potensial di JR ke MK. ini merupakan syarat untuk mencalonkan sebagai caPres dan caWapres. Ketentuan ini memberikan perlakuan khusus bagi Presiden, Wapres dan Kepala daerah untuk tidak mundur dari jabatan nya jika ingin maju dalam bursa pencalonan. Hal ini bertentangan dengan ketentuan UU Pilkada yang mengharuskan Kada mundur pada saat ingin mencalonkan di daerah lain dengan cuti kampanye. dan ini juga kontradiktif dengan ketentuan dalam UU yang sama tentang pencalonan Caleg yang harus mundur. Kenapa untuk Capres Cawapres jabatan ini dieksklusifkan tidak harus mundur, sementara menjadi caleg harus mundur? terdapat ketidakkonsistenan berfikir dalam penyusunan norma tersebut. Bagaiman jika posisi Presiden disini adalah Incumbent/Petahana yang kemudian dicalonkan lagi? ini tentu akan sarat dengan politisasi dan pemanfaatan jabatan. Pasal ini akan menimbulkan perlakuan yang berbeda karena terjadi kontradiksi antar pasal dan akan menimbulkan ketidakpastian hukum.

3 Sistem pemilu Pasal 138 ayat (2)

Pemilihan anggota DPRD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten Kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka terbatas

putusan MK No 22/PUU-IV-2008, Pasal 27 ayat (1) Pasal 28D ayat (3)

hal ini bertentangan dengan putusan MK yang telah menyatakan bahwa dasar penetapan calon terpilih adalah berdasarkan calon yang mendapatkan suara terbanyak secara berurutan bukan atas dasar nomor urut terkecil yang telah ditetapkan oleh partai. karena hal ini akan memasung hak suara rakyat untuk memilih sesuai dengan pilihannya dan mengabaikan tingkat legitimasi politik calon terpilih berdasarkan jumlah suara terbanyak.

Pasal 318 ayat (2)

Surat suara dimaksud pada pasal 317 ayat (1) huruf (b) untuk calon anggota DPR,DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten Kota memuat tanda gambar partai politik, nomor urut partai politik dan nomor urut dan nama calon anggota DPR,DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten Kota untuk setiap pemilihan

Putusan MK 22/PUU-VI/2008

ketentuan ini sangat kontradiktif. Disatu sisi dijelaskan bahwa surat suara memuat tanda gambar dan nomor urut parpol serta nama dan nomor urut caleg, namun pada saat pencoblosan diarahkan untuk mencoblos satu kali pada tanda gambar atau nomor urut. suara sah pun dinilai dari pencoblosan pada tanda gambar atau nomor urut partai. Akibatnya apabila ada pemilih yang kemudian memilih satu kali tidak pada tanda gambar atau nomor urut partai atau pemilih mencoblos pada nomor urut atau nama caleg, maka suara ini dianggap tidak sah, suara masyarakat menjadi terbuang. secara konstitusional ini pun telah melanggar

Page 6: KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF · A. Ruang Lingkup Putusan MK tentang Pemilu KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF. 2 ... Pandangan potensial ini dilihat karena memang

6 | P a g e

pasal 329 ayat 1 (b)

mencoblos satu kali pada nomor atau tanda gambar partai politik untuk pemilu anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten Kota

hak suara atau daulat rakyat. dan telah juga diputus oleh MK. pada putusan ini, MK menyatakan harus didasarkan pada suara terbanyak sesuai dengan pilihan masyarakat .

pasal 362 ayat (2)

suara untuk pemilu anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten Kota dinyatakan sah apabila : (b). Tanda coblos pada nomor atau tanda gambar partai politik berada pada kolom yang disediakan

pasal 390 ayat (2)

hasil pemilu anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota terdiri atas perolehan suara partai politik serta perolehan suara calon anggota DPD

Pasal 401 Penetapan calon terpilih anggota legislatif berdasarkan perolehan kursi parpol berdasarkan nomor urut calon sesuai urutan yang tercantum pada surat suara.

4 Keterwakilan Perempuan

Penjelasan Pasal 214 ayat (2)

didalam setiap balon sebagaimana pada ayat (1), setiap 3 orang balon terdapat sekurang-kurangnya (1) orang perempuan balon. Penjelasan : dalam setiap 3 balon, balon perempuan dapat ditempatkan pada urutan 1 atau 2 atau 3 dan demikian seterusnya, tidak hanya pada nomor urut 3,6 dan seterusnya.

Putusan MK 20/PUU-XI-2013, Pasal 28H ayat (2)

bahwa untuk menjamin keterwakilan perempuan dilembaga perwakilan sebagai implemetasi dari kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan yang sama guna mencapai keadilan dan persamaan. Maka frasa " atau " dalam penjelasan harus dimaknai kumulatif alternatif menjadi "dan/atau" dan mengahpaus keberlakuan" tidak hanya pada nomor urut 3,6 dan seterusnya". Putusan ini telah secara otomatis merubah bunyi ketentuan Penjelasan Pasal 56 ayat (2) UU 8/12 menjadi "dalam setiap 3 balon, balon perempuan dapat ditempatkan pada urutan 1, dan/atau 2, dan/atau 3 dan demikian seterusnya". Artinya bakal calon perempuan tidak hanya terbatas hanya 1 calon pada setiap 3 bakal calon, minimal adalah 1 calon, ini artinya bisa lebih dari 1.

Page 7: KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF · A. Ruang Lingkup Putusan MK tentang Pemilu KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF. 2 ... Pandangan potensial ini dilihat karena memang

7 | P a g e

5 Syarat parpol dalam pengajuan calon Presiden

Pasal 190 pasangan Calon yang diusulkan oleh Parpol atau gabungan parpol peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR/ memeperoleh 25% dari suara sah nasional pada pemilu Anggota DPR sebelumnya.

Putusan MK 14/PUU-XI-

2013

ketetuan ini bertentangan dengan semangat pelaksanaan pemilihan umum serentak antara Pileg dan Pilpres pada 2019 nanti sesuai dengan Putusan MK. Apabila suatu partai politik dinyatakan lolos verifikasi untuk menjadi peserta pemilihan umum, maka semestinya secara langsung juga berhak untuk menjadi peserta pada pengusulan calon Pres dan wapres. Angka 20% atau 25% inipun didasarkan pada pemilihan sebelumnya yaitu tahun 2014. sehingga menghilangkan kesempatan untuk partai politik tertentu yang tidak mencukupi ambang batas atau bagi partai politik baru yang tidak ikut pada pemilihan periode sebelumnya, jika ingin mengusulkan maka harus bergabung dnegan partai yang ikut periode sebelumnya untuk mencapai kuota tersebut.

Pasal 192 Parpol peserta pemilu yang tidak menjadi peserta pemilu sebelumnya dalam mengusung pasangan calon wajib bergabung dengan partai yang ikut pada pemilu sebelumnya

Pasal 395 ayat (1)

Pasangan calon presiden terpilih adalah pasangan calon yang memeperoleh suara 50% dari jumlah suara dalam pemilu Presiden dan Wapres dengan sedikitnya 20% suara disetiap provinsi yang tersebar di lebih dari ½ jumlah provinsi di Inodnesia

Putusan MK 50/PUU-XII/2014

Pasal ini inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai tidak berlaku untuk Pasangan capres dan cawapres yang hanya terdiri dari 2 pasangan jika hanya ada 2 pasangan Capres dan Cawapres maka yang terpilih adalah yang pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak sebagaimana yang dimaksud pada 6A ayat (4) UUD 1945. Sehingga tidak perlu pemilihan langsung kedua oleh rakyat. Prinsipnya adalah bahwa presiden yang terpilih adalah yang memeperoleh suara terbanyak/legitimasi kuat dalam hal hanya ada 2 paslon.

Pasal 203 ayat (5)

dalam hal parpol atau gabungan parpol tidak mengajukan pasangan calon maka parpol bersangkutan dikenakan sanksi tidak mengikuti pemilu berikutnya

pasal 28D pasal ini sangat berpotensial akan di JR ke MK. Parpol yang tidak mengajukan calon akan di sanksi, mencalonkan atau tidak merupakan bagian dari hak politik dari partai politik . Sehingga tidak fair jika di sanksi. Dan ini juga kontraproduktif dengan pengaturan di UU Pilkada. Jika pengaturan di UU Pilkada (10/2016) tidak dilarang kenapa kemudian pengaturan di UU Penyelenggara Pemilu berbeda? Ini akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan pengaturan berbeda yang saling kontradiktif.

Page 8: KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF · A. Ruang Lingkup Putusan MK tentang Pemilu KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF. 2 ... Pandangan potensial ini dilihat karena memang

8 | P a g e

6 larangan kampanye pada masa tenang

pasal 428 ayat (2) (6)

Pengumuman hasil survey atau jajak pendapat sebagaimana dimakksud pada ayat (1) dilarang dilakukan pada masa tenang. Pelanggaran terhadap ketentuan ayat (2),(4),(5) merupakan tindak pidana pemilu

Putusan MK 24/PUU-XII/2014

bahwa jajajk pendapat / survey maupun penghitungan cepat hasil pemungutan suara dengan menggunakan metode ilmiah adalah bentuk pendidikan, pengawasan dan penyeimbang dalam proses penyelenggaraan negara dalam hal pemilu. Sehingga pelanggaran terhadap hasil survey yang diumumkan pada masa tenang bukanlah termasuk pada karegori tindak pidana pemilu dan sanksi pidananya pun menjadi tidak relevan lagi diterapkan .putusan MK telah menyatakan bahwa larangan terhadap hasil survey yang diumumkan pada masa tenang bukanlah termasuk pada kategori tindak pidana pemilu.

pasal 483 setiap orang yang mengumukan hasil survey atau jajak pendapat tentang pemilu dalam masa tenang sebagaimana yang dimaksud pada paal 428 ayta (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak 12 juta .

ketentuan mengenai sanksi pidana atas pasal larangan publikasi pada masa tenang yang masuk kualifikasi tindak pidana pemilu ini tidak relevan dan dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah.

pasal 254 ayat (5)

media cetak dan lembaga penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama masa tenang dilarang menyiarkan berita , iklan, rekam jejak peserta pemilu atau bentuk lainnya yang mengarah pada kepentingan kampanye pemilu yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu

Putusan MK 99/PUU-VII-2009

frasa larangan menyiarkan berita telah diputuskan inkonstitusional oleh MK. Karena berita menjadi bagian dari setaip warga negara untuk mendapatkan informasi yang seluas-luasnya yang dijamin dalam pasal 28F UUD 1945 dan mengetahui kualitas calon yang akan dipilih dan akan berpengaruh pada peningkatan kualitas demokratis/pilihan rakyat..

7 ketentuan mengenai sanksi kampanye

pasal 264 KPU dalam merumuskan peraturan tentang pemberitaan penyiaran iklan kampanye pemilu dan pemeberian sanksi berkoordinasi dengan KPI dan Dewan Pers

Putusan MK 32/PUU-VI-2008

Putusan MK telah menyatakan bahwa dalam hal pemberian sanksi dengan pelibatan KPI dan Dewan Pers telah dinyatakan inkonstitusional karena mencampur adukkan kewenangan dalam penjatuhan sanksi kepada pelaksanan kampanye. Namun dalam pengaturan ini masih saja melibatkan usulan KPI dan Dewan Pers

Page 9: KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF · A. Ruang Lingkup Putusan MK tentang Pemilu KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF. 2 ... Pandangan potensial ini dilihat karena memang

9 | P a g e

8 waktu pemilu lanjutan/susulan

pasal 412 ayat (3)

dalam hal pemilu tidak dapat dilaksanakan di 40% jumlah provinsi atau 50% dari jumlah pemilih terdaftar secara nasional tidak dapat menggunakan hak untuk memilih, penetapan pemilu lanjutan atau pemilu susulan dilakukan oleh Presiden atas usulan KPU.

pasal 22E ayat (5)

Mengenai penetapan waktu pemilu lanjutan/susulan dilakukan oleh Presiden atas usul KPU. Hal ini bertentangan dengan Pasal 22E ayat (5) tentang sifat penyelenggraan pemilu yang salah satunya mandiri. Yang diantisipasi adalah ketika Presiden tersebut menjadi Incumbent/ Petahana.

9 Putusan DKPP pasal 437 ayat (12)

putusan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (10) bersifat final dan mengikat. (putusan DKPP berupa sanksi / rehabilitasi terkait pelanggraan etik oleh penyelenggra)

Putusan MK 31/PUU-XI-2013

sifat final dan mengikat putusan DKPP terhadap pelanggran etik penyelenggara Pemilu ini telah dinyatakan inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai "putusan sebagaimana final dan mengikat bagi Presiden, KPU/KPU Provinsi, KPU Kabupaten Kota dan Bawaslu"

Melengkapi identifikasi di atas, berikut disajikan Putusan MK rentang 2003-2016 yang telah dikaji secara kuanititaif

dengan amar dikabulkan terkait pengujian UU Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden dan UU Penyelenggara Pemilu. Dari

tabel dibawah ini dapat dilihat sejauh mana putusan MK kemudian diitindaklanjuti oleh Pemerintah dan DPR dalam

tahapan legislasi atau proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Apakah kemudian Putusan MK dengan amar

dikabulkan seperti dibawah ini kemudian diadopsi dalam bentuk kebijakan baru yang setara UU atau dibawah UU, atau

justru tidak ditindak lanjuti sama sekali.

No No putusan UU

diujikan

Isu Amar Keterangan

1 17/PUU-I-2003 Pemilu

Legislatif

(12/2003)

Syarat anggota

DPR,DPD dan

DPRD Provinsi dan

Kabupaten/Kota,

Bukan bekas

anggota organisasii

PKI atau ormas

atau bukan yang

terlibat langsung

amupun tidak

langsung dalam G

30 S PKI / Pasal 60

huruf (g)

Dikabulkan

sebagian

Mahkamah menyatakan pasal ini

inkonstitusional karena merupakan

bentuk dari pengingkaran terhadap

Hak asasi Warga negara atau

diskriminasi atas adasar keyakinan

politik, dan oleh karena itu

bertentangan dangan hak asasi yang

dijamin oleh UUD 1945. (Pasal 27, Pasal

28D (1,3) Pasal 28I (2) UUD 1945.

Sehingga ketentuan ini tidak memiliki

kekuatan hukum mengikat.

Page 10: KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF · A. Ruang Lingkup Putusan MK tentang Pemilu KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF. 2 ... Pandangan potensial ini dilihat karena memang

10 | P a g e

2 11/PUU-I-2003 Pemilu

Legislatif

(12/2003)

Syarat anggota

DPR,DPD dan

DPRD Provinsi dan

Kabupaten/Kota,

Bukan bekas

anggota organisasii

PKI atau ormas

atau bukan yang

terlibat langsung

amupun tidak

langsung dalam G

30 S PKI / Pasal 60

huruf (g)

Dikabulkan

sebagian

Mahkamah menyatakan pasal ini

inkonstitusional karena merupakan

bentuk dari pengingkaran terhadap

Hak asasi Warga negara atau

diskriminasi atas adasar keyakinan

politik, dan oleh karena itu

bertentangan dangan hak asasi yang

dijamin oleh UUD 1945. (Pasal 27, Pasal

28D (1,3( Pasal 28I (2) UUD 1945.

Sehingga ketentuan ini tidak memiliki

kekuatan hukum mengikat.

3 12/PUU-VI-2008 Pemilu

Legislatif

(10/2008)

“Memiliki kursi di

DPR-RI hasil oeilu

2004” / pasal 316

huruf (d)

Dikabulkan Ketentuan ini dinyatakan

inkonstitusional dan tidak memiliki

kekuatan hukum mengikat karena

Mahkamah berpandangan justru

menunjukkan perlakuan yang tidak

sama dan tidak adil terhadap sesama

parpol peserta pemilu 2004 yang tidak

memenuhi ambang ET. Perlakuan yang

tidak adil pada partai yang memiliki

kedudukan sama. (Pasal 28I ayat (2) 27

ayat (1), 28D (1) UUD 1945.

4 22/PUU-VI-2008

dan 24/PUU-VI-

2008

Pemilu

Legislatif

(10/2008)

Penetapan calon

terpilih Anggota

DPR, DPRD

Provini,

Kabupaten, Kota

dari Parpol atau

gabungan Parpol

didasarkan pada

perolehan kursi

parpol/ gabungan

parpol peserta

pemilu disuatu

daerah pemilihan.

/ Pasal 214 huruf

(a,b,c,d,e)

Dikabulkan

sebagian

Soal penetapan calon terpilih adalah

calon yang mendapat diatas 30% dari

BPP, atau menempati nomor urut lebih

kecil, jika tidak ada yang memeperoleh

30% dari BPP, atau yang menempati

nomor urut lebih kecil jika yang

memperoleh 30% dari BPP lebih dari

jumlah kursi proporsional yang

diperoleh suatu parpol peserta pemilu

adalah inkonstitusional. Mahkamah

berpandangan dengan diberikannya

hak pemilihan kepada rakyat secara

langsung untuk memilih menentukan

pilihannya terhadap caleg, kemenangan

calon untuk terpilih tidak digantungkan

pada parpol tp sejauh mana besaram

dukungan suara rakyat yang diberikan

kepada calon. Artinya dasar penetapan

calon terpilih adalah berdasarkan

calon yang mendapat suara terbanyak

secara berurutan bukan atas dasar

nomor urut terkecil yang telah

ditetapkan. Karena akan memasung

hak suara rakyat untuk memilih sesuai

dengan pilihannya dan mengabaikan

tingkat legitimasi politik calon terpilih

berdasarkan jumlah suara terbanyak.

(pengadopsian pasal 27 ayat (1), 28D

(3) UUD 1945

Page 11: KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF · A. Ruang Lingkup Putusan MK tentang Pemilu KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF. 2 ... Pandangan potensial ini dilihat karena memang

11 | P a g e

6 32/PUU-VI-2008 Pemilu

Legislatif

(10/2008)

Soal penjatuhan

sanksi yang

diberikan oleh KPI

atau Dewan Pers

atas pelanggaran

berdasarkan

ketentuan pasal/

Pasal 98 (2,3,4), 99

(1,2)

Dikabulkan Ketentuan “atau” dalam pasal ini

bersifat alternatif sehingga akan

menimbulkan tafsir yang berbeda

dalam penjatuhan sanksi. Rumusan

pasal ini mencampur adukkan

kedudukan dan kewenangan KPI dan

Dewan Pers dengan kewenangan KPU

dalam menjatuhkan sanksi kepada

pelaksana kemapanye pemilu, menurut

mahkamah ini dapat menimbukan

kerancuan dan ketidakpastian hukum

sehingga dinyatakan inkonstitusional

dan tidak memiliki kekuatan hukum

mengikat.

7 4/PUU-VII-2009 Pemilu

Legislatif

(10/2008)

tentang

persyaratan tidak

pernah dijatuhi

pidana penjara/

Pasal 12 huruf (g),

51 ayat (1) huruf

(g)

Dikabulkan

sebagian/ in

konstitusional

bersyarat

Pasal ini dinyatakan tidak memiiki

kekuatan gukum mengikat dan

inkonstitusional sepanjang tidak

dimaknai: Tidak untuk jabatan publik

yang dipilih, berlaku terbatas jangka

waktu untuk jabatan yang hanya

selama 5 tahun sejak terpidana selesai

menjalani hukumannya, dikecualikan

bagi mantan terpidana yang secara

jujur dan terbuka mengemukakan

kepada publik bahwa yang

bersangkutan mantan terpidana, bukan

sebagai pelaku kejahatan yang

berulang.

8 9/PUU-VII-2009 Pemilu

Legislatif

(10/2008)

pengumuman hasil

penghitungan

suara cepat hanya

dibolehkan paling

cepat satu hari

berikutnya dari

hari pemungutan

suara/

pelanggaran

terhadap

ketentuan ini

merupakn tindak

pidana pemilu/

Pasal 245 (2),(3),

282, 307

Dikabulkan

sebagian

Ketentuan ini dinyatakan

inkonstitusional dan tidak memiliki

kekuatan hukum mengikat karena

bertentangan dengan hakikat

pengitungan cepat, dan menghambat

hasrat serta hak seseorang untuk tahu.

Pelanggaran terhadap pengumuman

hasil hitung cepat yang diumukan pada

hari pemungutan suara bukanlah

termasuk pada karegori tindak pidana

pemilu karena tidak relevan lagi

dinyatakan sebagai tindak pidana

pemilu.dan sanksi pengaturannya pun

tidak beralasan

9 27/PUU-VIII-

2010

Pemilu

Legislatif

(10/2008)

calon terpilih

anggota DPR,

DPRD Provinsi dan

Kabupaten Kota /

Pasal 218 (3)

Dikabulkan

sebagian/

conditionally

constitusional

Pasal ini dinyatakan bertentangan

sepanjang tidak dimaknai sepanjang

frasa “Daftar Calon Tetap” dimaknai

tidak mencakup calon pengganti yang

diajukan oleh parpol, yang memiliki

kursi di DPR, DPRD Prov / Kab/Kota

dalam hal yang tidak terdapat lagi calon

yang terdaftar dalam DCT.

10 52/PUU-X-2012 Pemilu

Legislatif

ambang batas

perolehan suara

Dikabulkan

sebagian

PT hanya berlaku untuk DPR, tidak

utuk DPRD Prov/Kab Kota

Page 12: KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF · A. Ruang Lingkup Putusan MK tentang Pemilu KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF. 2 ... Pandangan potensial ini dilihat karena memang

12 | P a g e

(8/2012) parpol / Pasal 8 (1)

11 20/PUU-XI-2013 Pemilu

Legislatif

(8/2012)

penempatan

urutan bakal calon

perempuan/ Pasal

56 (2)

Dikabulkan bahwa untuk menjamin keterwakilan

perempuan dilembaga perwakilan

sebagai implemetasi dari kemudahan

dan perlakuan khusus untuk

memperoleh kesempatan yang sama

guna mencapai keadilan dan

persamaan. Maka frasa " atau " dalam

penjelasan harus dimaknai kumulatif

alternatif menjadi "dan/atau" dan

mengahpus keberlakuan" tidak hanya

pada nomor urut 3,6 dan seterusnya".

Putusan ini telah secara otomatis

merubah bunyi ketentuan Penjelasan

Pasal 56 ayat (2) UU 8/12 menjadi "

dalam setiap 3 balon, balon perempuan

dapat ditempatkan pada urutan 1,

dan/atau 2, dan/atau 3 dan demikian

seterusnya"

12 24/PUU-XII-

2014

Pemilu

Legislatif

(8/2012)

pengumuman hasil

survey atau jajak

pendapat tentang

pmilu sebagaimana

dimaksud pada

ayat (1) dilarang

dilakukan pada

masa

tenang/pengumum

an prakiraan hasil

penghitungan

cepat pemilu

hanya boleh

dilakukan paling

cepat 2 jam setelah

selesai

pemungutan/

pelanggaran

terhadap pasal

tersebut

merupakan tindak

pidana pemilu/

jika diumumkan

pada masa tenang,

maka akan

dipidana kurungan

paling lama 1

tahun paling dan

denda paling

banyak 12 juta/

Pasal 247

(2),(5),(6), 291,

317 (1,2)

Dikabulkan bahwa jajajk pendapat / survey

maupun penghitungan cepat hasil

pemungutan suara dengan

menggunakan metode ilmiah adalah

bentuk pendidikan, pengawasan dan

penyeimbang dalam proses

penyelenggaraan negara dalam hal

pemilu. Sehingga pelanggaran terhadap

hasil survey yang diumumkan pada

masa tenang bukanlah termasuk pada

karegori tindak pidana pemilu dan

sanksi pidananya pun menjadi tidak

relevan lagi diterapkan

Page 13: KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF · A. Ruang Lingkup Putusan MK tentang Pemilu KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF. 2 ... Pandangan potensial ini dilihat karena memang

13 | P a g e

13 98/PUU-VII-

2009

Pemilu Pres

dan Wapres

(42/2008)

hasil survey/ jajak

pendapat tidak

boleh diumumkan

dan atau

disebarluaskan

pada masa

tenang/hasil

penghitungan

suara cepat dapat

diumumkan dan

atau

disebarluaskan

pad ahari

berikutnya/

pelanggaran

terhadap pasal ini

merupakan tindak

pidana

pemilu/akan

dipidana penjara

paling singka 3

bulan paling lama

12 bulan dan

denda paling

sedikit 3 juta dan

paling banyak 12

juta.

/ Pasal 188 (2),(3),

228, 255

Dikabulkan

sebagian

Mahkamah menilai pengumuman hasil

survey tidak inkonstitusional sepanjang

tidak berkaitan dengan rekam jejak

atau bentuk lain yang dapat merugikan

atau menguntungkan salah satu

calon. Berkaitan dnegan hasil quick

count mahkamah menilai hal ini tidak

sesuai hakikat penghitugan cepat, maka

ketentuan sanksi pun menjadi tidak

relevan lagi.

14 99/PUU-VII-

2009

Pemilu Pres

dan Wapres

(42/2008)

Media masa cetak

dan lembaga

penyiaran

sebagaimana

dimaksud pada

ayat (1) selama

amsa tenang

dilarang

menyiarkan

berita,iklan, rekam

jejak pasangan

calon atau bentuk

lainnya yang

mengarahkan pada

kepentingan

kampanye yg

menguntungkan/

merugikan paslon/

Pasal 47 (5), 56

(2,3,4)

Dikabulkan Sepanjang frasa larangan menyiarkan

“berita” telah diputuskan

inkonstitusional oleh MK. Karena berita

menjadi bagian dari setaip warga

negara untuk mendapatkan informasi

yang seluas-luasnya yang dijamin

dalam pasal 28F UUD 1945 dan

mengetahui kualitas calon yang akan

dipilih dan akan berpengaruh pada

peningkatan kualitas

demokratis/pilihan rakyat.

15 102/PUU-VII-

2009

Pemilu Pres

dan Wapres

(42/2008)

Daftar pemilih

tetap pemilu/

Pasal 28, 111

Dikabulkan

sebagian

Warga yang tidak terdaftar dalam DPT

dapat memilih dengan KTP/KK.

Page 14: KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF · A. Ruang Lingkup Putusan MK tentang Pemilu KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF. 2 ... Pandangan potensial ini dilihat karena memang

14 | P a g e

16 14/PUU-XI-2013 Pemilu Pres

dan Wapres

(42/2008)

Pemilu presiden

dan wakil presiden

dilaksanakan

setelah pemilu

DPR, DPDdan

DPRDkarena

Presiden dan Wakil

Presiden dilantik

oleh MPR” / Pasal

3 (5), 9, 12 (1,2),

14 (2), 112

Dikabulkan

sebagian

Mahkamah menilai penyelenggaraan

Pilpres dan Pileg secara serentak akan

lebih efisien sehingga pembiayaan

penyelenggraan lebih menghemat uang

negara yang berasal dari pembayar

pajak dan hasil eksploitasi alam,

keserentakan akan mengurangi

pemborosan waktu dan gesekan

horizontal dimasyarakat. Sehingga

pilpres dan pileg yang tidak serentak

tidak sejalan dengan prinsip kontitusi.

Pilpres dan Pileg dilaksanakan serentak

adalah setelah 2014.

17 22/PUU-XII-

2014

Pemilu Pres

dan Wapres

(42/2008)

anggota TNI dan

Polri tidak

menggunakan hak

pilih/ Pasal 260

Dikabulkan Menyatakan inkonstitusional pasal

yang menyatakan TNI dan Polri tidak

memiliki hak Pemilihan untuk Tahun

2009. Bahwasanya TNI dan Polri tidak

memiliki hak politik untuk netralitas

dan stabilitas penyelenggaraan pemilu.

Sehingga keduanya tidak diikutkan

dalam baik untuk memilih ataupun

dipilih.

18 50/PUU-XII-

2014

Pemilu Pres

dan Wapres

(42/2008)

pasangan calon

yang terpilih

adalah pasangan

yang memperoleh

suara lebih dari

50% dari jumlah

suara dalam

pemilu

Pres/Wapres

dengan sedikitnya

20% suara disetiap

provinsi yang

tersebar lebih dari

½ jumlah provinsi

di Indonesia./

Pasal 159 ayat (1)

Dikabulkan Pasal ini inkonstitusional dan tidak

memiliki kekuatan hukum mengikat

sepanjang tidak dimaknai tidak berlaku

untuk Pasangan capres dan cawapres

yang hanya terdiri dari 2 pasangan jika

hanya ada 2 pasangan Capres dan

Cawapres maka yang terpilih adalah

yang pasangan calon yang

memeperoleh suara terbanyak

sebagaimana yang dimaksud pada 6A

ayat (4) UUD 1945. Sehingga tidak

perlu pemilihan langsung kedua oleh

rakyat. Prinsipnya adalah bahwa

presiden yang terpilih adalah yang

memeperoleh suara

terbanyak/legitimasi kuat dalam hal

hanya ada 2 paslon.

19 110-111-112-

113/PUU-VII-

2009

Pemilu

Legislatif

(10/2008)

penentuan sisa

kursi tahap dua/

205 (4)

Dikabulkan

sebagian/

condotionally

constitusional

Penghitungan tahap kedua untuk

penetapan perolehan kursi bagi partai

politik peserta pemilu dinilai

konstitusional sepanjang dimaknai : (1)

menentukan kesetaraan 50% suara sah

dari angka BPP yaitu 50% dari angka

BPP di setaiap daerah pemilihan

anggota DPR, (2) membagikan sisa

kursi pada setiap pemilihan anggota

DPR

Page 15: KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF · A. Ruang Lingkup Putusan MK tentang Pemilu KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF. 2 ... Pandangan potensial ini dilihat karena memang

15 | P a g e

20 81/PUU-IX-2011 Penyelengg

ara Pemilu

(15/2011)

frasa

"mengundurkan

diri dari

keanggotaan partai

politik, …. Pada

saat mendaftar

sebagai calon"

serta PAW anggota

DKPP / Pasal 14

ayat (1) huruf (i)

Dikabulkan

sebagian

putusan MK telah menyatakan bahwa

frasa ".....mengundrkan diri dari

keanggotaan parpol...pada saat

mendaftar" inkonstitusional dan tidak

memiliki kekuatan hukum sebagai

calon"mengikat sepanjang tidak

dimaknai "sekurang-kurangnya dalam

jangka waktu 5 tahun telah

mengundurkan diri dari keanggotaan

parpol pada saat mendaftar sebagai

calon

22 31/PUU-XI-2013 Penyelengg

ara Pemilu

(15/2011)

tentang rapat

Pleno,pengambilan

keputusan yang

sifatnya final bagi

pelanggaran kode

etik yang

dilakukan oleh

penyelenggara /

Pasal 112 ayat (12

Dikabulkan

sebagian

Frasa bersifat final dan mengikat pada

keputusan DKPP terkait pelanggaran

etik penyelenggara Pemilu dimaknai

Final dan mengikat bagi Presiden, KPU,

KPU Provinsi Kabupaten Kota dan

Bawaslu

23 80/PUU-IX/2011 Penyelengg

ara Pemilu

(15/2011

anggota KPU

mengundurkan

diri dengan alasan

yang tidak dapat

diterima dan

dikenakan sanksi

denda 2x lipat /

Pasal 27 ayat (1)

huruf (b) dan 27

ayat (3)

dikabulkan Putusan MK ini menyatakan frasa

“...dengan alasan yang tidak dapat

diterima” dalam pasal 27 ayat (1) huruf

(b) tidak memiliki kekuatan hukum

mengikat dan bertentangan dengan

UUD 1945. Dan pasal 27 ayat (3)

bertentangan dengan UUD 1945.

Karena menurut mahkamah sama saja

dengan menghalang-halangi seseorang

untuk upaya memajikan dirinya yang

merupakn kebebasan setiap warga

negara.

24 11/PUU-VIII-

2010

Penyelengg

ara Pemilu

(22/2007)

Anggota panwaslu

provinsi

ditetapkan dengan

keputusan

Bawaslu sebanyak

6 (enam) orag

sebagai Panwaslu

Provinsi terpilih

setelah melalui uji

kelayakan dan

kepatutan. (pasal

93, 94,95)

Dikabulkan

sebagian

Putusan MK ini menyatakan frasa

“....diusulkan oleh KPU Provinsi kepada

Bawaslu sebanyak 6 (enam) orang

untuk selanjutnya....” bertentangan

dengan UUD 1945, sehingga berbunyi

“Anggota panwaslu provinsi ditetapkan

dengan keputusan Bawaslu sebanyak 3

(tiga) orag sebagai Panwaslu Provinsi

terpilih setelah melalui uji kelayakan

dan kepatutan. (Begitu untuk pasal

93,94,95)