konjungtivitis vernalis
DESCRIPTION
konjungtivitis vernalisTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Mata adalah organ penglihatan. Suatu struktur yang sangat kompleks, menerima dan
mengirimkan data ke korteks serebral. Seluruh lobus otak, lobus oksipital, ditujukan khusus
untuk menterjemahkan citra visual. Selain itu, ada tujuh saraf kranial yang memilki hubungan
dengan mata dan hubungan batang otak memungkinkan koordinasi gerakan mata. Salah satu
penyakit yang dapat menyerang indra penglihatan yaitu konjungtivitis. Sebelumnya,
pengertian dari konjungtiva itu sendiri adalah membrana mukosa yang melapisi bagian dalam
kelopak mata (palpebra) dan berlanjut ke batas korneosklera permukaan anterior bola mata.
Sedangkan pengertian konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva yang ditandai dengan
pembengkakan dan eksudat. Pada konjungtivitis mata nampak merah, sehingga sering
disebut mata merah.
Menurut sumber lainnya, Konjungtivitis atau mata memerah adalah salah satu
penyakit mata yang bisa mengganggu penderitanya sekaligus membuat orang lain merasa
tidak nyaman ketika berkomunikasi dengan si penderita. Semua orang dapat tertular
konjungtivis, bahkan bayi yang baru lahir sekalipun. Yang bisa ditularkan adalah
konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri dan virus. Penularan terjadi ketika seorang yang
sehat bersentuhan dengan seorang penderita atau dengan benda yang baru disentuh oleh
penderita tersebut. Oleh karena itu, maka kita harus memahami tentang penyakit
konjungtivitis agar dapat melakukan tatalaksana terbaik dan edukasi kepada pasien.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI KONJUNGTIVA
Konjungtiva merupakan membran halus yang melapisi kelopak mata dan melapisi
permukaan sklera yang terpajan dengan lingkungan luar.1 Konjungtiva adalah membran
mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata
(konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva
bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel
kornea di limbus. Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:
a. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata)
b. Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra)
c. Konjungtiva forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian
posterior palpebra dan bola mata).1
Gambar 1. Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva palpebralis merupakan konjungtiva yang melapisi permukaan posterior
kelopak mata dan melekat ke tarsus. Konjungtiva ini pada tepi superior dan inferior
tarsus akan melipat ke posterior (pada fornices superior dan inferior) dan membungkus
jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris.1
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di forniks dan melipat
berkali-kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan
2
konjungtiva. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke kapsul tenon dan sclera di bawahnya,
kecuali di limbus (tempat kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu sejauh 3 mm). Lipatan
konjungtiva bulbaris yang tebal, mudah bergerak dan lunak (plika semilunaris) terlelak di
kanthus internus dan membentuk kelopak mata ketiga pada beberapa binatang. Struktur
epidermoid kecil semacam daging (karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika
semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung baik elemen kulit dan membran
mukosa.1
Konjungtiva forniks struktumya sama dengan konjungtiva palpebra. Tetapi hubungan
dengan jaringan dibawahnya lebih lemah dan membentuk lekukan-lekukan. Juga
mengandung banyak pembuluh darah. Oleh karena itu, pembengkakan pada tempat ini
mudah terjadi bila terdapat peradangan mata.
B. VASKULARISASI KONJUNGTIVA
Pada konjungtiva terdapat pembuluh darah:
- Arteri konjungtiva posterior yang memperdarahi konjungtiva bulbi
- Arteri siliar anterior atau episklera yang memberikan cabang :
o Arteri episklera masuk ke dalam bola mata dan dengan arteri siliar posterior
longus bergabung membentuk arteri sirkular mayor atau pleksus yang akan
memperdarahi iris dan badan siliar
o Arteri perikornea yang memperdarahi kornea
o Arteri episklera yang terletak diatas sklera, merupakan bagian dari arteri
siliar anterior yang memberikan perdarahan ke dalam bola mata.1
C. HISTOLOGI KONJUNGTIVA
Konjungtiva bersambung dengan epitel kornea pada batas tepi kornea dan dengan kulit
pada batas tepi kornea dan dengan kulit pada tepi kelopak mata. Epitel konjungtiva beragam
menurut tempatnya. Epitel konjungtiva terdiri dari membran basal yang terdiri dari sel kuboid
dan lapisan permukaan yang terdiri dari sel kerucut atau silindris, dan terutama pada yang
melapisi kelopak bawah, terdapat beberapa lapisan intermedia yang terdiri dari satu hingga
tiga lpisan sel poligonal. Di antara sel epitel tersebar beberapa sel goblet yang mensekresi
mukus.
Sel-sel epitel superfisial konjungtiva mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang
mensekresi mukus. Mukusdiperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata. Stroma
3
konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan fibrosa
(profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat
mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak
berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa
konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian
menjadi folikuler. Lapisan fibrosa tersusun dari Jaringan penyambung yang melekat pada
lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva.
Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.
Pada stoma juga terdapat kelenjar airmata asesori (kelenjar Krause dan Wolfring), yang
struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal. Sebagian besar kelenjar Krause berada di
forniks atas, dan sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar Wolfring terletak di tepi atas tarsus
atas.
Injeksi Konjungtival
Melebarnya pembuluh darah konjungtiva posterior atau injeksi konjungtival ini dapat
terjadi akibat perngaruh mekanis, alergi maupun infeksi pada jaringan konjungtiva. Injeksi
konjungtiva memilikki sifat:
- Mudah digerakkan dari dasarnya. Hal ini disebabkan arteri konjungtiva posterior
melekat secara longgar pada konjungtiva bulbi yang mudah dilepas dari dasar sklera
- Pada radang konjungtiva pembuluh darah ini terutama didapatkan di daerah forniks
- Ukuran pembuluh darah makin besar kebagian perifer karena asalnya dari bagian
perifer atau arteri siliar anterior
- Berwarna pembuluh darah merah segar
- Dengan tetes adrenalin 1: 1000 injeksi akan lenyap sementara
- Gatal
- Fotofobia tidak ada
- Pupil ukuran normal dengan reaksi normal.1
4
Gambar 2. Injeksi konjungtiva
Injeksi Siliar
Melebarnya pembuluh darah perikornea (arteri siliar anterior) atau injeksi siliar atau
injeksi perikornea terjadi akibat radang kornea, benda asing pada kornea, radang jaringan
uvea, glaukoma, endoftalmitis ataupun panoftalmitis. Injeksi siliar mempunyai sifat:
- Berwarna lebih ungu dibanding dengan pelebaran pembuluh darah konjungtiva
- Pembuluh darah tidak tampak
- Tidak ikut serta dengan pergerakkan konjungtiva bila digerakkan karena menempel
erat dengan jaringan perikornea
- Ukuran sangat halus terletak di sekitar kornea, paling padat sekitar kornea dan
berkurang ke arah forniks
- Pembuluh darah perikornea tidak menciut bila diberi epinefrinatau adrenalin 1:
1000
- Hanya lakrimasi
- Fotofobia
- Sakit tekan yang dalam di sekitar kornea
- Pupil iregular kecil (iritis) dan lebar (glaukoma).1
5
Gambar 3. Injeksi siliar
D. KONJUNGTIVITIS ALERGI
Konjungtivitis adalah peradangan pada selaput bening yang menutupi bagian putih
mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai
macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Penyakit ini bervariasi mulai dari hyperemia
ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental.
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing,
misalnya kontak lensa.
Salah satu bentuk konjungtivitis adalah konjungtivitis alergi. Konjungtivitis alergi
adalah peradangan konjungtiva yang disebabkan oleh reaksi alergi atau hipersensitivitas tipe
humoral ataupun sellular. Konjungtiva sepuluh kali lebih sensitif terhadap alergen
dibandingkan dengan kulit.
D.1 Epidemiologi
Konjungtivitis alergi dijumpai paling sering di daerah dengan alergen musiman yang
tinggi. Keratokonjungtivitis vernal paling sering di daerah tropis dan panas seperti daerah
mediteranian, Timur Tengah, dan Afrika. Keratokonjungtivitis vernal lebih sering dijumpai
pada laki-laki dibandingkan perempuan, terutamanya usia muda (4-20 tahun). Biasanya onset
pada dekade pertama dan menetap selama 2 dekade. Gejala paling jelas dijumpai sebelum
onset pubertas dan kemudian berkurang.Keratokonjungtivitis atopik umumnya lebih banyak
pada dewasa muda.
D.2 Etiologi
Konjungtivitis alergi dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti :
a. reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang
6
b. iritasi oleh angin, debu, asap, dan polusi udara
c. pemakaian lensa kontak terutama dalam jangka panjang.
D.3 Patogenesis
Tipe reaksi immunologi yang didapatkan pada konjungtivitis alergi berupa reaksi
hipersensitivitas tipe 1 (tipe cepat) yang berlaku apabila individu yang sudah tersentisisasi
sebelumnya berkontak dengan antigen yang spesifik. Imunoglobulin E (IgE) mempunyai
afinitas yang kuat terhadap sel mast, dan cross-link 2 IgE oleh antigen akan menyebabkan
degranulasi sel mast.4
Degranulasi sel mast mengeluarkan mediator-mediator inflamasi di
antaranya histamin, triptase, chymase, heparin, chondroitin sulfat, prostaglandin,
thromboxane, and leukotriene. Mediator-mediator ini bersama dengan faktor-faktor
kemotaksis akan menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular dan migrasi sel neutrophil
dan eosinophil. Ini merupakan reaksi alergi yang paling sering pada mata.
D.4 Klasifikasi
Konjungtivitis alergi terbagi atas:
a. Konjungtivitis alergi tipe cepat;
- Konjungtivitis “hay fever” (konjungtivitis simpleks) : Seasonal Allergic
Conjunctivitis (SAC) danPerennial Allergic Conjunctivitis (PAC)
- Keratokonjungtivitis vernal
- Keratokonjungivitis atopic
- Giant Papillary Conjunctivitis.
b. Konjungtivitis alergi tipe lambat;
- Keratokonjungtivitis phlyctenulosis
- Blefarokonjungtivitis kontak. 2
E. KONJUNGTIVITIS VERNALIS
E.1 Definisi
Konjungtivitis vernalis adalah konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe I)
yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. 1
7
E.2 Klasifikasi
Terdapat dua bentuk utama konjngtivitis vernalis (yang dapat berjalan bersamaan),
yaitu :
1. Bentuk palpebra terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat
pertumbuhan papil yang besar ( Cobble Stone ) yang diliputi sekret yang mukoid.
Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan edem, dengan kelainan kornea lebih berat dari
tipe limbal. Secara klinik, papil besar ini tampak sebagai tonjolan besegi banyak
dengan permukaan yang rata dan dengan kapiler di tengahnya.
2. Bentuk Limbal hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk
jaringan hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan degenarasi epitel
kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan
sedikit eosinofil.1
E.3 Etiologi
Konjungtivitis vernal terjadi akibat alergi dan cenderung kambuh pada musim panas.
Konjungtivitis vernal sering terjadi pada anak-anak, biasanya dimulai sebelum masa pubertas
dan berhenti sebelum usia 20.4
E.4 Patofisiologi
Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang insterstitial
yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I dan IV. Pada konjungtiva akan
dijumpai hiperemia dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi
akibat proliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak
terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada
konjungtiva sehingga terbentuklah gambaran cobblestone. Jaringan ikat yang berlebihan ini
akan memberikan warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva tampak buram dan tidak
berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal, oleh von Graefe disebut pavement
like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis
mekanik dan dalam kasus yang berat akan disertai keratitis serta erosi epitel kornea.
8
Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan
hipertropi yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus
sering menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam kualitas maupun
kuantitas stem cells limbus. Kondisi yang terakhir ini mungkin berkaitan dengan
konjungtivalisasi pada penderita keratokonjungtivitis dan di kemudian hari berisiko
timbulnya pterigium pada usia muda. Di samping itu, juga terdapat kista-kista kecil yang
dengan cepat akan mengalami degenerasi.3
E.5 Gambaran Histopatologik
Tahap awal konjungtivitis vernalis ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam kaitan ini,
akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup oleh satu
lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara papil serta pseudomembran
milky white. Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltrasi stroma oleh sel-sel PMN,
eosinofil, basofil, dan sel mast.
Hasil penelitian histopatologik terhadap 675 konjungtivitis vernalis mata yang
dilakukan oleh Wang dan Yang menunjukkan infiltrasi limfosit dan sel plasma pada
konjungtiva. Prolifertasi limfosit akan membentuk beberapa nodul limfoid. Sementara itu,
beberapa granula eosinofilik dilepaskan dari sel eosinofil, menghasilkan bahan sitotoksik
yang berperan dalam kekambuhan konjungtivitis. Dalam penelitian tersebut juga ditemukan
adanya reaksi hipersensitivitas. Tidak hanya di konjungtiva bulbi dan tarsal, tetapi juga di
fornix, serta pada beberapa kasus melibatkan reaksi radang pada iris dan badan siliar .
Fase vaskular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen,
hialuronidase, peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel radang secara
keseluruhan. Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler mengakibatkan
terbentuknya deposit stone yang terlihat secara nyata pada pemeriksaan klinis. Hiperplasia
jaringan ikat meluas ke atas membentuk giant papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang
luas. Kolagen maupun pembuluh darah akan mengalami hialinisasi. Epiteliumnya
berproliferasi menjadi 5–10 lapis sel epitel yang edematous dan tidak beraturan. Seiring
dengan bertambah besarnya papil, lapisan epitel akan mengalami atrofi di apeks sampai
hanya tinggal satu lapis sel yang kemudian akan mengalami keratinisasi.
9
Pada limbus juga terjadi transformasi patologik yang sama berupa pertumbuhan epitel
yang hebat meluas, bahkan dapat terbentuk 30-40 lapis sel (acanthosis). Horner-Trantas dot`s
yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri atas eosinofil, debris selular yang
terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan limfosit. 3
E.6 Gejala
Pasien umumnya mengeluh tentang gatal yang sangat dan bertahi mata berserat-serat.
Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi (demam jerami, eczema, dan lain-lain) dan kadang-
kadang pada pasien muda juga. Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak
papilla halus di konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior sering memiliki
papilla raksasa mirip batu kali. Setiap papil raksasa berbentuk poligonal, dengan atap rata,
dan mengandung berkas kapiler.
Gambar 4. konjungtivitis vernalis. Papilla ”batu bata” di konjungtiva
tarsalis superior. 5
Mungkin terdapat tahi mata berserabut dan pseudomembran fibrinosa (tanda
Maxwell-Lyons). Pada beberapa kasus, terutama pada orang negro turunan Afrika, lesi paling
mencolok terdapat di limbus, yaitu pembengkakan gelatinosa (papillae). Sebuah
pseudogerontoxon (arcus) sering terlihat pada kornea dekat papilla limbus. Bintik-bintik
Tranta adalah bintik-bintik putih yang terlihat di limbus pada beberapa pasien dengan
konjungtivitis vernalis selama fase aktif dari penyakit ini.
10
Sering tampak mikropannus pada konjungtivitis vernal palpebra dan limbus, namun
pannus besar jarang dijumpai. Biasanya tidak timbul parut pada konjungtiva kecuali jika
pasien telah menjalani krioterapi, pengangkatan papilla, iradiasi, atau prosedur lain yang
dapat merusak konjungtiva. 2
E.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.4
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa kerokan konjungtiva untuk
mempelajari gambaran sitologi. Hasil pemeriksaan menunjukkan banyak eosinofil dan
granula-granula bebas eosinofilik. Di samping itu, terdapat basofil dan granula basofilik
bebas.3
E.8 Pengobatan
Karena konjungtivitis vernalis adalah penyakit yang sembuh sendiri, perlu diingat
bahwa medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya memberi hasil jangka pendek, berbahaya
jika dipakai jangka panjang.2
Opsi perawatan konjungtivitis vernalis berdasarkan luasnya symptom yang muncul
dan durasinya. Opsi perawatan konjungtivitis vernalis yaitu :
1. Tindakan Umum
Dalam hal ini mencakup tindakan-tindakan konsultatif yang membantu mengurangi
keluhan pasien berdasarkan informasi hasil anamnesis. Beberapa tindakan tersebut
antara lain:
- Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari tangan,
karena telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediator-
mediator sel mast. Di samping itu, juga untuk mencegah superinfeksi yang pada
akhirnya berpotensi ikut menunjang terjadinya glaukoma sekunder dan katarak.
- Pemakaian mesin pendingin ruangan berfilter;
- Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa serbuksari;
11
- Menggunakan kaca mata berpenutup total untuk mengurangi kontak dengan
alergen di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak justru harus dihindari karena
lensa kontak akan membantu retensi allergen;
- Kompres dingin di daerah mata;
- Pengganti air mata (artifisial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga berfungsi
protektif karena membantu menghalau allergen;
- Memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin yang sering juga disebut sebagai
climato-therapy.
2. Terapi topikal
- Untuk menghilangkan sekresi mucus, dapat digunakan irigasi saline steril dan
mukolitik seperti asetil sistein 10%–20% tetes mata. Dosisnya tergantung pada
kuantitas eksudat serta beratnya gejala. Dalam hal ini, larutan 10% lebih dapat
ditoleransi daripada larutan 20%. Larutan alkalin seperti 1-2% sodium karbonat
monohidrat dapat membantu melarutkan atau mengencerkan musin, sekalipun
tidak efektif sepenuhnya.
- dekongestan
- antihistamin
- NSAID (Non-Steroid Anti-Inflamasi Drugs)
- Untuk konjungtivitis vernalis yang berat, bisa diberikan steroid topikal
prednisolone fosfat 1%, 6-8 kali sehari selama satu minggu. Kemudian dilanjutkan
dengan reduksi dosis sampai ke dosis terendah yang dibutuhkan oleh pasien
tersebut. Bila sudah terdapat ulkus kornea maka kombinasi antibiotik steroid
terbukti sangat efektif.
- Antihistamin
- antibakteri
- Siklosporin
- Stabilisator sel mast seperti Sodium kromolin 4% dan Lodoksamid 0,l%.
12
3. Terapi Sistemik
- Pada kasus yang lebih parah, bisa juga digunakan steroid sistemik seperti
prednisolone asetat, prednisolone fosfat, atau deksamethason fosfat 2–3 tablet 4
kali sehari selama 1–2 minggu. Satu hal yang perlu diingat dalam kaitan dengan
pemakaian preparat steroid adalah “gunakan dosis serendah mungkin dan
sesingkat mungkin”.
- Antihistamin, baik lokal maupun sistemik, dapat dipertimbangkan sebagai pilihan
lain, karena kemampuannya untuk mengurangi rasa gatal yang dialami pasien.
Apabila dikombinasi dengan vasokonstriktor, dapat memberikan kontrol yang
memadai pada kasus yang ringan atau memungkinkan reduksi dosis.
4. Tindakan Bedah
- Berbagai terapi pembedahan, krioterapi, dan diatermi pada papil raksasa
konjungtiva tarsal kini sudah ditinggalkan mengingat banyaknya efek samping
dan terbukti tidak efektif, karena dalam waktu dekat akan tumbuh lagi. 3,6
13
BAB III
KESIMPULAN
Konjungtivitis vernalis adalah konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe I)
yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. Konjungtivitis vernal terjadi akibat alergi
dan cenderung kambuh pada musim panas. Konjungtivitis vernal sering terjadi pada anak-
anak, biasanya dimulai sebelum masa pubertas dan berhenti sebelum usia 20.
Gejala yang spesifik berupa rasa gatal yang hebat, sekret mukus yang kental dan
lengket, serta hipertropi papil konjungtiva. Tanda yang spesifik adalah Trantas dots dan coble
stone. Terdapat dua bentuk dari konjungtivitis vernalis yaitu bentuk palbebra dan bentuk
limbal.
Konjungtivitis vernalis pada umumnya tidak mengancam penglihatan, namun dapat
menimbulkan rasa tidak enak. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa diobati. Namun
tetap dibutuhkan perawatan agar tidak terjadi komplikasi dan menurunkan tingkat
ketidaknyamanan dari pasien. Perawatan yang dapat diberikan menghindari menggosok-
gosok mata, kompres dingin di daerah mata, memakai pengganti air mata, memakai obat tetes
seperti asetil sistein, antihistamin, NSAID, steroid, stabilisator sel mast, dll; obat oral (seperti
antihistamin dan steroid), dan pembedahan.
14
B A B I V
D A F T A R P U S T A K A
1. Ilyas S., 2006. Penuntun Ilmu Penyakit Mata edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI, hlm : 133-134.
2. Vaughan, Daniel G., 2000. Oftalmologi Umum edisi ke-4. Jakarta : Penerbit
Widya Medika, hlm : 115-116.
3 . Wahid, Dian Ibnu. Konjungtivitis Vernalis. Available on :
http://diyoyen.blog.friendster.com/2009/05/konjungtivitis-vernalis/. (Diakses
November 2009)
4 . Medicastore. Konjungtivitis Vernalis. Available on:
http://www.medicastore.com/penyakit/865/Keratokonjungtivitis_Vernalis.html .
(Diakses November 2009)
5 . PubMed Central Journal list. Vernal Keratoconjunctivitis. Awailable on:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1705659/. (Diakses November
2009)
6 . Optometry. Vernal Keratoconjunctivitis. Available on :
http://www.optometry.co.uk/articles/docs/0cd52f986c6c4d460c454802aa7cc5b3_
schmid20010223.pdf. (Diakses November 2009)
15