komplikasi kpd
DESCRIPTION
kpdTRANSCRIPT
KOMPLIKASI KETUBAN PECAH DINI (KPD)
Ketuban pecah dini (KPD) dapat menyebabkan berbagai
macam komplikasi sesuai dengan umur kehamilan Komplikasi
yang berhubungan dengan KPD diantaranya adalah :
1. Persalinan prematur.
Ketika membran ruptur, persalinan biasanya segera terjadi.
Terjadinya persalinan setelah ketuban pecah bervariasi sesuai
umur kehamilan. Pada janin cukup bulan, persalinan sering
terjadi dalam 24 jam dalam 90% kasus. Ketika KPD terjadi pada
usia 28-34 minggu, 50% pasien bersalin dalam 24 jam dan 80-
90% dalam 1 minggu. Jika KPD terjadi pada janin prematur akan
menyebabkan komplikasi prematuritas yang menyababkan
kesakitan dan kematian perinatal. Pada kebanyakan kasus,
mortalitas perinatal pada KPD janin premature berhubungan
dengan komplikasi prematuritas seperti ARDS, NEC. Pada awal
kehamilan, persalinan dapat terjadi dalam waktu satu minggu
atau lebih setelah terjadinya ketuban pecah, sehingga
kemungkinan terjadinya infeksi pun meningkat seiring
bertambahnya waktu antara ketuban pecah hingga terjadinya
persalinan. Pada umumnya, terjadi pemendekan kala I, tapi tidak
berefek pada durasi kala II.
2. Infeksi pada ibu, janin ataupun neonatal.
Baik ibu ataupun janin memiliki resiko infeksi saat terjadi
KPD. Infeksi pada ibu diantaranya adalah korioamnionitis. Ibu
dapat mengalami endometriasis jika infeksi mencapai
endometrium, penurunan aktivitas miometrium (distonia, atonia).
Infeksi janin dapat berupa pneumonia, infeksi saluran
kencing, infeksi lokal seperti omphalitis atau konjungtivitis.
Biasanya korioamnionitis mengawali terjadinya infeksi janin.
Tetapi serpsis pada janin dapat terjadi sebelum korioamnionitis
secara klinis terbukti pada ibu. Hal ini dijelaskan dengan adanya
1
infeksi preklinis, yang terjadi saat selaput amnion menjadi
tempat kolonisasi bakteri virulen, tetapi pada saat itu tidak
terlihat infeksi ibu secara klinis. Beratnya infeksi meningkat
sesuai dengan bertambahnya umur kehamilan. Infeksi dapat
terjadi secara ascending, dimana pecahnya ketuban
menyebabkan adanya hubungan langsung antara ruang intra
amnion dan dunia luar. Infeksi terjadi ascenden dari vagina ke
intra uterin. Semakin lama terjadinya KPD maka invasi bakteri
pun semakin meningkat. Infeksi dapat berkembang menjadi
infeksi sistemik saat infeksi uterin menjalar melalui sirkulasi
fetomaternal, sehingga terjadi sepsis hingga septik syok yang
dapat mengakibatkan kematian ibu.
Korioamnionitis menyebabkan bertambahnya resiko sepsis
pada janin. Organisme yang paling sering menyebabkan
korioamnionitis adalah bakteri yang berasal dari vagina seperti
streptococcus B dan D, bakteri anaerob yang masuk secara
ascenden. Untuk membuktikan amnionitis perlu dilakukan
amniosentesis, kita dapat memeriksa leukosit, pewarnaan gram
ataupun kultur bakteri.
Sindroma respon peradangan janin menggambarkan
infeksi janin dengan adanya korioamnionitis secara klinis dan
mengakibatkan kerusakan system saraf pusat janin.
Manifestasinya adalah lesi pada substansi putih periventrikular
(leukomalasia) diperantarai respon peradangan SSP janin dengan
dikeluarkannya sitokin. Lesi yang terjadi menyebabkan cerebral
palsy, berhubungan dengan meningkatnya konsentrasi leukosit
dan kadar IL-6.
Tanda terjadinya infeksi diantaranya :
1. Febris, suhu >380C.
2. Ibu leukositosis. Jika ditemukan kelainan pada jumlah
leukosit, maka pemeriksaan harus diulang. Jika ternyata
1
hasilnya lebih dari 16000/μL, harus berhati-hati akan
terjadinya infeksi.
3. Fundus lunak
4. Takikardi, nadi ibu >100x/m atau DJJ >160x/m.
5. Nyeri abdomen, nyeri tekan uterus
6. Cairan amnion berwarna keruh atau hijau dan berbau.
3. Hipoksia dan asfiksia sekunder karena kompresi tali pusat
Prolaps tali pusat terjadi lebih sering pada KPD(insidensi
1,5 %), hal ini disebabkan presentasi janin yang kurang
mencapai pelvis. Kombinasi antara KPD dan malpresentasi
meningkatkan frekuensi terjadinya komplikasi ini.
Selain itu, kompresi tali pusat, meskipun tanpa prolaps,
lebih sering sekunder karena oligohidramnion. Hal ini bisa terjadi
sebelum atau saat persalinan dan mengakibatkan gawat janin.
Ketuban pecah menyebabkan berkurangnya jumlah air ketuban,
terjadilah partus kering karena air ketuban habis.
4. Deformitas janin
Komplikasi mayor yang terjadi karena KPD adalah
deformitas janin.KPD yang terjadi pada awal kehamilan dapat
menyebabkan pertumbuhan terganggu, malformasi karena
kompresi pada wajah dan ekstremitas janin, dan yang paling
penting adalah hipoplasia paru. Mekanisme terjadinya hipoplasia
paru berkaitan dengan KPD tidak jelas diketahui. Drainase
ketuban menyebabkan oligohidramnion yang menyebabkan
hipoplasia paru. Oligohidramnion menyebabkan kompresi
ekstrinsik terhadap toraks janin dan mengganggu pertumbuhan
paru dengan menghambat gerakan nafas. Perubahan aliran
darah paru juga menyebabkan terhambatnya perkembangan dan
maturasi paru. Diagnosis hipoplasia paru ditegakkan dengan
mengukur diameter dada janin dan dibandingkan dengan
normogram sesuai umur kehamilan dan rasio lainnya. Selain itu,
1
hipoplasia paru dapat ditegakkan melalui otopsi dengan cara
menimbang berat paru.
5. Meningkatnya angka seksio sesarea
Komplikasi pada ibu seperti korioamnionitis, endometritis,
juga solusio plasenta , malformasi letak janin gawat janin
meningkatkan resiko seksio sesarea.
1
1
1
DAFTAR PUSTAKA
Cuningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III
LC., William Obstetrics 22nd ed., Connecticut : Prentice-Hal
International Inc., 2005
Premature Rupture of The Membranes. http//www.eMedicine.com.
Premature Rupture of The Membranes. http//www. health atoz.com
High Risk Pregnancy, Premature Rupture of The
Membranes(PROM).
http//www.healthsystem.virginia.edu/uvahealth/pedshrpregnant/
online.cfm
Premature Rupture of The Membranes with Intrauterine
Spread. http//lpig.doereport.com.
Creasy, Robert MD. Maternal Fetal Medicine, Principles and
Practise 5th ed., Philadelphia : Saunders., 2004.
Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran, Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan
Ginekologi RS Dr. Hasan Sadikin bagian pertama,
Bandung : Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran, 2005.
1