komie

Upload: yoga-wibowo

Post on 05-Apr-2018

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/2/2019 komie

    1/19

    Presentasi kasus

    SPINAL ANESTESI PADA

    PRE EKLAMPSIA BERAT

    OLEH :

    Muh. Bayuaji M

    G. 0097045

    PEMBIMBING :

    Dr. Marthunus Judin, Sp.An

    KEPANITERAAN KLINIK LAB/UPF ANESTESIOLOGI

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR MOEWARDI

    SURAKARTA

    2007

  • 8/2/2019 komie

    2/19

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga presentasi kasus

    dengan judul SPINAL ANESTESI PADA PRE EKLAMPSIA BERAT dapat

    diselesaikan.

    Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti

    kepaniteraan klinik di Unit Anestesi dan Keperawatan Intensif di FK UNS / RSUD

    dr. Moewardi Surakarta.

    Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :

    1. Dr. Marthunus Judin, Sp.An selaku kepala bagian Anestesi dan Keperawatan

    Intensif FK UNS / RSUD dr. Moewardi Surakarta dan pembimbing.

    2. Prof. Dr. dr. St. Mulyata, SpAnKIC, selaku staf ahli anestesi

    3. Dr. Soemartanto, SpAnKIC selaku staf ahli anestesi.

    4. Dr. Beny Suryo, Sp.An, selaku staf ahli anestesi.

    5. Dr. Purwoko, Sp.An, , selaku staf ahli anestesi.

    6. Dr. Sugeng, Sp.An, , selaku staf ahli anestesi.

    7. Dr. MH. Sudjito, Sp.An, selaku staf ahli anestesi.

    8. Dr. Supraptomo, SpAn, selaku staf ahli anestesi

    9. Dr. Eko Setijanto, SpAn, selaku staf ahli anestesi.

    10. Seluruh staf dan paramedis yang bertugas di bagian anestesi RSUD Dr.

    Moewardi Surakarta.

    11. Semua pihak yang telah membantu selama penulisan laporan ini.

    Saran dan kritikan kami harapkan demi perbaikan laporan ini. Akhirnya

    penyusun berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan

    semua pihak yang berkepentingan.

    Surakarta, Agustus 2007

    ii

  • 8/2/2019 komie

    3/19

    Penyusun

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

    KATA PENGANTAR......................................................................................... ii

    DAFTAR ISI....................................................................................................... iii

    BAB I. PENDAHULUAN............................................................................ 1

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 2

    BAB III. LAPORAN KASUS......................................................................... 7

    BAB IV. PEMBAHASAN............................................................................... 14

    BAB V. KESIMPULAN................................................................................. 15

    DAFTAR PUSTAKA

    iii

  • 8/2/2019 komie

    4/19

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Perkembangan anestesi lokal ditandai dengan ditemukannya obat-obatan

    anestesi lokal sintetis yang lebih dipercaya dan juga ditemukannya teknik baru

    anestesi regional. Anestesi lokal sangat berguna karena alasan sebagai berikut :

    1. Sederhana, harga terjangkau, merupakan zat yang mudah diinjeksikan dan

    peralatan yang dibutuhkan minimal serta dapat mengurangi kebutuhan post

    operatif.

    2. Efek samping yang tidak diinginkan dari general anestesi dapat dihindari.

    3. Metode ini sesuai dengan pasien rawat jalan, operasi singkat dan pada daerah

    superfisial. Lokal anestesi sangat berguna bagi pasien yang kooperatif.

    Anestesi spinal merupakan salah satu macam anestesi regional. Pungsi

    lumbal pertama kali dilakukan oleh Qunke pada tahun 1891. Anestesi spinal

    subarachnoid dicoba oleh Corning, dengan menganestesi bagian bawah tubuh

    penderita dengan kokain secara injeksi columna spinal. Efek anestesi tercapai

    setelah 20 menit, mungkin akibat difusi pada ruang epidural.

    1

  • 8/2/2019 komie

    5/19

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Definisi

    Analgesi regional adalah suatu tindakan anestesi yang menggunakan obat

    analgetik lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls

    nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara. Fungsi motorik dapat

    terpengaruh sebagian atau seluruhnya, sedang penderita tetap sadar.

    Analgesi spinal (anestesi lumbal, blok subarachnoid) dihasilkan bila kita

    menyuntikkan obat analgetik lokal ke dalam ruang subarachnoid di daerah

    antara vertebra L2-L3 / L3-L4 (obat lebih mudah menyebar ke kranial) atau L4-

    L5 (obat lebih cenderung berkumpul di kaudal).

    Indikasi : anestesi spinal dapat digunakan pada hampir semua operasi

    abdomen bagian bawah (termasuk seksio sesaria), perineum dan kaki. Anestesi ini

    memberi relaksasi yang baik, tetapi lama anestesi didapat dengan lidokain hanya

    sekitar 90 menit. Bila digunakan obat lain misalnya bupivakain, sinkokain, atau

    tetrakain, maka lama operasi dapat diperpanjang sampai 2-3 jam.

    Kontra indikasi : pasien dengan hipovolemia, anemia berat, penyakit

    jantung, kelainan pembekuan darah, septikemia, tekanan intrakranial yang

    meninggi.

    A. Premedikasi

    Premedikasi adalah tindakan yang penting disamping persiapan anestesi

    lainnya.Maksud dan tujuan premedikasi adalah :

    1. Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien karena menghilangkan rasa

    cemas dan takut, menimbulkan sedasi, amnesia dan analgesi.

    2. Mencegah muntah.

    3. Memudahkan induksi.

    4. Mengurangi dosis obat anestesi.

    5. Mencegah terjadinya hipersekresi traktus respiratorius.

    2

  • 8/2/2019 komie

    6/19

    Obat-obat premedikasi yang biasa digunakan adalah :

    1. Sulfas Atropin

    Obat ini dapat mengurangi sekresi traktus respiratorius dan

    merupakan obat pilihan utama untuk mengurangi efek bronkhial dan kardial

    yang berasal dari parasimpatis akibat rangsangan obat anestesi atau tindakan

    operasi. Pada dosis klinik (0,4 - 0,6 mg) akan menimbulkan bradikardi yang

    disebabkan perangsangan nervus vagus.

    Pada dosis yang lebih besar (>2mg) akan menghambat nervus vagus

    sehingga terjadi takikardi. Efek lainnya yaitu melemaskan tonus otot polos

    dan menurunkan spasme gastro intestinal.

    Atropin tersedia dalam bentuk Atropin sulfas dalam ampul 0,25 mg

    dan 0,5 mg. Obat ini dapat diberikan secara intra muskuler, intra vena dan

    subkutan. Untuk dosisnya adalah 0,5 mg atau 0,01 mg/kg BB untuk dewasa

    dan 0,1-0,4 mg/kg BB untuk anak-anak.

    2. Pethidin

    Pethidin adalah derivat fenil disperidin, suatu obat sintetik dengan

    rumus molekul yang berbeda dengan morfin, tetapi mempunyai efek dan

    efek samping yang hampir sama dengan morfin.

    Efek anagesi hampir sama dengan morfin, tetapi mula kerja dan masa

    kerjanya lebih singkat. Efek sedasi, euforia dan eksitasi hampir sama dengan

    morfin tetapi pethidin dapat menyebabkan kedutan dan tremor akibat

    rangsangan SSP.

    Terhadap sistem respirasi akan mendepresi dan menekan reaksi pusat

    pernapasan terhadap rangsangan CO2. Obat ini juga meningkatkan kepekaan

    terhadap alat keseimbangan sehingga menimbulkan muntah, pusing terutama

    pada penderita berobat jalan. Obat ini dapat mengatasi kejang.

    Pethidin biasanya digunakan untuk nyeri berat atau pada penderita

    dengan terapi inhibitor monoamin oksidase, oleh karena tidak adanya

    kemampuan untuk memetabolisme Pethidin sehingga dapat menyebabkan

    koma. Dosis Pethidin untuk dewasa 1 mg/kgBB IM. Efek analgetik tercapai

    dalam 15 menit, efek puncak 45-60 menit durasinya 3-4 jam.

    3

  • 8/2/2019 komie

    7/19

    2. Diazepam (Valium)

    Merupakan obat hipnotik sedatif sebagai premedikasi untuk

    menghilangkan rasa takut dan gelisah serta sebagai anti konvulsi yang baik.

    Dapat mendepresi pusat pernafasan dan sirkulasi.

    Sediaan dalam bentuk ampul berisi diazepam 10 mg/ml injeksi. Dosis

    0,2-0,5/kgBB untuk anak 5-10 mg. Pemberian IV, 30 menit sebelum induksi.

    B. Analgesi Spinal

    1. Untuk tujuan klinik, pembagian tingkat analgesi spinal adalah sebagai

    berikut:

    a. Sadle back anestesi, yang kena pengaruhnya adalah daerah lumbal

    bawah dan segmen sakrum.

    b. Spinal rendah, daerah yang mengalami anestesi adalah daerah

    umbilikus / Th X di sini termasuk daerah thoraks bawah, lumbal dan

    sakral.

    c. Spinal tengah, mulai dari perbatasan kosta (Th VI) di sini termasuk

    thoraks bawah, lumbal dan sakral.

    d. Spinal tinggi, mulai garis sejajar papilla mammae, disini termasuk

    daerah thoraks segmen Th4-Th12, lumbal dan sakral.

    e. Spinal tertinggi, akan memblok pusat motor dan vasomotor yang

    lebih tinggi.

    2. Teknik anestesi :

    a. Perlu mengingatkan penderita tentang hilangnya kekuatan motorik

    dan berkaitan keyakinan kalau paralisisnya hanya sementara.b. Pasang infus, minimal 500 ml cairan sudah masuk saat menginjeksi

    obat anestesi lokal.

    c. Posisi lateral dekubitus adalah posisi yang rutin untuk mengambil

    lumbal pungsi, tetapi bila kesulitan, posisi duduk akan lebih mudah untuk

    pungsi. Asisten harus membantu memfleksikan posisi penderita.

    d. Inspeksi : garis yang menghubungkan 2 titikl tertinggi krista iliaka

    kanan kiri akan memotong garis tengah punggung setinggi L4-L5.

    4

  • 8/2/2019 komie

    8/19

    e. Palpasi : untuk mengenal ruangan antara 2 vertebra lumbalis.

    f. Pungsi lumbal hanya antara L2-L3, L3-L4, L4-L5, L5-S1.

    g. Setelah tindakan antiseptik daerah punggung pasien dan memakai

    sarung tangan steril, pungsi lumbal dilakukan dengan penyuntikan jarum

    lumbal no. 22 lebih halus no. 23, 25, 26 pada bidang median dengan arah

    10-30 derajat terhadap bidang horisontal ke arah kranial pada ruang antar

    vertebra lumbalis yang sudah dipilih. Jarum lumbal akan menembus

    berturut-turut beberapa ligamen, yang terakhir ditembus adalah

    duramater subarachnoid.

    h. Setelah stilet dicabut, cairan LCS akan menetes keluar. Selanjutnya

    disuntikkan larutan obat analgetik lokal ke dalam ruang subarachnoid.

    Cabut jarum, tutup luka dengan kasa steril.

    i. Monitor tekanan darah setiap 5 menit pada 20 menit pertama, jika

    terjadi hipotensi diberikan oksigen nasal dan ephedrin IV 5 mg, infus 500-

    1000 ml NaCl atau hemacel cukup untuk memperbaiki tekanan darah.

    3. Obat yang dipakai untuk kasus ini adalah :

    Lidodex.

    Lidokain merupakan aminostilamid, anestetik lokal kuat yang

    digunakan secara luas dengan cara topikal atau suntikan. Pada anestesi spinal

    akan terjadi cepat, lebih lama dan lebih efektif dari pada prilain. Onset

    tercapai dalam 2 menit dan lama kerja 1,5 jam, bila dengan vasokonstriktor

    lama kerja 2 jam. Anestetik ini efektif bila digunakan tanpa vasokonstriktor,

    tetapi kecepatan absorbsi dan toksisitas bertambah dan masa kerjanya lebih

    pendek. Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan dan dapat melewati

    sawar darah otak. Lidokain di metabolisme di hati dan diekskresikan melalui

    ginjal.

    Dosis :

    a. Analgesi infiltrasi dan blok :

    Larutan 0,5 2 %, 2 60 ml dengan atau tanpa epinefrin, dosis

    maksimal 300 mg tanpa epinefrin dan 500 mg dengan epinefrin.

    b. Analgesi epidural :

    5

  • 8/2/2019 komie

    9/19

    Larutan 1-2%, 15-30 ml dengan atau tanpa epinefrin.

    c. Analgesi topikal :

    Larutan 2-4% untuk kornea, faring, laring, pipa trakeobronkhial, dosis

    maksimal 250 mg. Jeli digunakan untuk endoskopi urethra.

    d. Analgesi spinal :

    Larutan 5% dengan dekstrosa 7,5% dosis yang digunakan adalah 40-50

    mg untuk persalinan perabdominal, 75-100 mg untuk pembedahan

    ekstremitas bawah dan abdomen bawah, dan 100-150 mg untuk anestesi

    spinal yang tinggi. Gejala yang timbul pada pemakaian over dosis adalah

    drowiness dan amnesia khususnya pada penggunaan tanpa epinefrin.

    Hipotensi, nausea, vomitus, twitching, dan kejang juga dapat terjadi.

    Reaksi hipersensitivitas akibat lidokain jarang terjadi.

    4. Keuntungan dan kerugian anestesi spinal :

    a. Keuntungan

    1. Respirasi spontan

    2. Lebih murah

    3. Ideal untuk pasien kondisi fit

    4. Sedikit resiko muntah yang dapat menyebabkan aspirasi paru

    pada pasien dengan perut penuh

    5. Tidak memerlukan intubasi

    6. Pengaruh terhadap biokimiawi tubuh minimal

    7. Fungsi usus cepat kembali

    8. Tidak ada bahaya ledakan

    9. Observasi dan perawatan post operatif lebih ringan

    b. Kerugian

    1. Efeknya terhadap sistem kardiovaskuler lebih dari general

    sistem

    2. Menyebabkan post operatif headache.

    6

  • 8/2/2019 komie

    10/19

    BAB III

    LAPORAN KASUS

    A. IDENTITAS PENDERITA

    Nama : Ny. S

    Umur : 26 th

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Alamat : Jaten, Karanganyar

    Pekerjaan : Ibu rumah tangga

    Diagnosis Pre Operasi : Pre eklampsi berat respon terapi pada sekundigravida,

    hamil aterm.

    Macam Operasi : SCTP Emergensi

    Macam Anestesi : Regional Anestesi dengan teknik spinal anestesi

    Tanggal masuk : 9 Agustus 2007

    Tanggal Operasi : 9 Agustus 2007

    No CM : 85 91 16

    B. PEMERIKSAAN PRA ANESTESI

    1. Anamnesis

    a. Keluhan utama : Ingin melahirkan.

    b. Riwayat Penyakit Sekarang :

    Datang seorang G2P0A0, kiriman bidan dengan keterangan Pre eklampsia

    berat dan proteinuria +4, merasa hamil 9 bulan, belum merasa kenceng-

    kenceng, darah (-), air ketuban (+), gerakan janin masih dirasakan. Hari

    pertama menstruasi terakhir (HPMT) : 29 November 2006, hari

    perkiraan lahir :11Agustus 2007, Usia kehamilan 39+5 minggu.

    c. Riwayat Penyakit Dahulu

    Riwayat DM

    (-)

    Riwayat Hipertensi selama

    kehamilan (+)

    7

  • 8/2/2019 komie

    11/19

    Riwayat Asma

    (-) Riwayat Alergi Obat/Makanan

    (-)

    2. Pemeriksaan Fisik

    a. Tanda vital :

    T : 150/80 mmHg R : 20 X/menit

    N : 88 X/menit S : 36,5 C

    BB : 56 kg

    b.Keadaan umum : baik, compos mentis, gizi cukup.

    c. Mata : conjunctiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil

    isokor, reflek cahaya +/+.

    d.Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-).

    e. Telinga : tak ada infeksi, pendengaran baik.

    f. Mulut : mukosa dalam batas normal, sianosis (-).

    g.Leher : pembesaran limfonodi (-), JVP tidak meningkat.

    h.Thorax : Cor/Pulmo : Dalam batas normal

    i. Abdomen : I : Perut membuncit, linea fuscha (+), striae

    gravidarum (+).

    P : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,

    TFU 38 cm, taksiran berat janin 3500 gram, teraba

    janin tunggal, presentasi kepala, bagian terendah

    belum masuk panggul, His (-).

    A : Denyut jantung janin (+) 12-12-12.

    j. Genital : VT : Vulva dan urethra tenang, dinding vagina licin,

    portio mencucu, pembukaan (-), presentasi kepala,

    kulit ketuban (+).

    3. Pemeriksaan Laboratorium

    Hb : 15,8 gr/dl AT : 274.103 L

    Hct : 47,8% Gol darah : A

    AL : 11.8. 103 L GDS : 63 mg/dL

    8

  • 8/2/2019 komie

    12/19

    Ureum : 24 BT : 2 30

    Creatinin : 0,4 CT : 4 30

    4. Kesimpulan

    Kelainan sistemik ringan (-)

    Kegawatan bedah (-)

    Kegawatan Obstetri (+)

    Status fisik ASA II E

    C. RENCANA ANESTESI

    1. Persiapan Operasi

    - Persetujuan tertulis (+)

    - Puasa 6 jam

    - Infus RL 2 cc/kg BB/jam : 28 tetes/menit

    2. Jenis Anestesi : Regional Anestesi

    3. Teknik Anestesi : Anestesi Spinal

    4. Premedikasi : Diazepam 10 mg

    (IV)

    5. Obat Anestesi Regional : Lidodex 50 mg

    Pethidin 25 mg

    6. Maintenance : O2 2 liter/menit

    7. Monitoring tanda vital selama anestesi setiap 10

    menit

    8. Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan

    D. TATALAKSANA ANESTESI

    1. Di Ruang Persiapan

    - Periksa persetujuan operasi dan identitas penderita.

    - Pemeriksaan tanda-tanda vital :

    T : 150/100 mmHg N : 90 X/menit

    R : 20 X/menit S : 36,5 C

    9

  • 8/2/2019 komie

    13/19

    - Cek obat dan alat anestesi.

    -

    Infus RL 28 tts/menit2. Di Ruang Operasi

    - Jam 17.40 pasien masuk kamar operasi, manset dan monitor dipasang.

    - Jam 17.45 mulai dilakukan anestesi spinal dengan prosedur sebagai

    berikut:

    a. Pasien diminta duduk dengan punggung fleksi maksimal.

    b. Dilakukan tindakan antiseptis pada daerah kulit punggung

    bawah pasien dengan menggunakan larutan Iodin 1%.c. Menggunakan sarung tangan steril, pungsi lumbal dilakukan

    dengan menyuntikkan jarum spinal no. 23 pada bidang median

    dengan arah 10-30 derajat terhadap bidang horizontal ke arah kranial

    pada ruang antar vertebra lumbal 3-4.

    d. Setelah jarum sampai di ruang subarachnoid yang ditandai

    dengan menetesnya cairan LCS, stilet dicabut dan disuntikkan lidodex

    50 mg dan pethidin 25 mg.

    e. Lokasi penyuntikan ditutup dengan perban.

    f. Pasien dikembalikan pada posisi telentang. Oksigen 2

    liter/menit.

    - Jam 17.53 Operasi dimulai, tanda vital dimonitor.

    - Jam 17.55 diberi Canul O2 3lt/menit.

    - Jam 18.00 bayi dilahirkan perabdominal, jenis kelamin laki-

    laki, berat badan 3500 gram, APGAR 8-9-10, anus (+).Berikan

    methergin 1 ampul IV, Sintosinon 1 ampul per drip.

    - Jam 18.14 plasenta dilahirkan per abdominal lengkap dengan

    insersio parasentral.

    - Jam 18.25 infus RL habis diganti infus NaCl.

    - Jam 18 .45 diinjeksi remopain 30 mg dan ketamin 25 mg.

    - Jam 19.05 Operasi selesai, pasien dipindahkan ke ruang

    pemulihan.

    10

  • 8/2/2019 komie

    14/19

    Monitoring selama operasi.

    Jam Tensi (mmHg) Nadi (X/menit) Sp O2 (%)

    17.45 140/90 78 99%

    17.55 160/110 75 99%

    18.05 150/105 82 99%

    18.15 130/105 90 99%

    18.25 125/80 92 99%

    18.35 90/60 90 99%

    18.45 110/70 89 98%

    18.55 130/88 88 98%

    19.05 145/90 90 98%

    3. Di Ruang Pemulihan

    - Jam 19.10 pasien di ruang pemulihan, posisi Fowler, diberi oksigen 2

    lt/menit, dimonitor tanda vital, infus RL 25 tts/menit.

    - Jam 19.25 pasien bisa menggerakkan kaki.

    - Jam 19.45 pasien dapat mengangkat kaki

    - Jam 19.55 pasien pindah bangsal.

    11

  • 8/2/2019 komie

    15/19

    TERAPI CAIRAN

    Perhitungan cairan pada kasus ini adalah (BB = 56 kg)

    Defisit cairan karena puasa 6 jam = 2 X 56 X 6 = 672 cc

    Kebutuhan cairan selama operasi + kebutuhan operasi besar (lama

    1,2 jam) :

    = (2 X 56 X 1,2) + (8 X 56 X 1,2)

    = 134,4 + 537,6

    = 672 cc

    Perdarahan selama operasi 500 cc

    EBV pada pasien ini = 70 X 56 kg = 3920 cc. Persentase

    perdarahan = 500/3920 X 100% = 12,35 % dari EBV.

    Jadi kebutuhan cairan total = 672 + 672 + 500 = 1844 cc

    Jumlah cairan yang telah diberikan :

    1. Pra operasi : 500 cc

    2. Saat operasi : 1000 cc

    Total cairan yang diberikan 1500 cc, jadi masih kurang 344

    cc sehingga pemberian cairan masih diperlukan saat pasien berada

    di bangsal.

    12

  • 8/2/2019 komie

    16/19

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    Pada pasien ini, dilakukan anestesi secara regional karena memiliki

    keuntungan yaitu :

    1. Bahaya kemungkinan terjadinya aspirasi kecil karena pasien dalam

    keadaan sadar.

    2. Relaksasi otot yang lebih baik.

    3. Analgesi yang cukup kuat.

    A. Permasalahan dari segi medik

    1. Emergensi.

    2. Menyangkut 2 nyawa yaitu nyawa ibu dan anak.

    3. Diphragma terdorong keatas, sehingga timbul sesak nafas.

    4. Supine hipotensi, oleh karena janin menekan vena cava inferior ibu. Hal

    ini juga mempengaruhi sirkulasi fetomaternal.

    5. Khawatir adanya Mendelson syndrome.

    B. Permasalahan dari segi bedah

    1. DIT (Delivery Intake Time) : Kecepatan ahli bedah untuk

    mengeluarkan bayi dari kandungan, kurang dari 10 menit setelah

    induksi.

    2. Perdarahan

    3. Trauma

    C. Permasalahan dari segi Anestesi

    Pemberian Obat-obat anestesi yang sesuai :

    1. Premedikasi : Diazepam 10 mg

    2. Anestesi spinal : Lidodex 5 % 50 mg dan Pethidin 25 mg.

    3. Maintenance : Oksigen 3 liter/menit.

    Pada kasus ini terjadi defisit cairan sebanyak 344 cc, ini diperoleh dari

    kebutuhan cairan total ( terdiri dari : defisit cairan karena puasa 6 jam, kebutuhan

    dasar selama operasi, kebutuhan operasi besar dan kehilangan darah selama

    operasi ) yang total sebanyak 1844 cc. Sedangkan cairan yang masuk sebanyak

    13

  • 8/2/2019 komie

    17/19

    1500 cc. Untuk mengatasi defisit cairan ini maka diperlukan penambahan cairan

    saat pasien masuk bangsal.

    Pada kasus ini, yang dilakukkan anestesi spinal, saat operasi tidak terjadi

    penurunan tekanan darah. Tekanan darah yang turun setelah anestesi spinal

    biasanya sering terjadi. Jika tekanan darah sistolik turun di bawah 75 mmHg atau

    terdapat gejala-gejala penurunan tekanan darah, maka harus cepat diatasi untuk

    menghindari cedera ginjal, jantung dan otak, di antaranya dengan memberikan

    oksigen dan menaikkan kecepatan tetesan infus.

    Hipotensi dapat terjadi pada sepertiga pasien yang menjalani anestesi spinal.

    Hipotensi terjadi karena :

    1. Penurunan venous return ke jantung dan penurunan cardiac out put.

    2. Penurunan resistensi perifer.

    Penurunan venous return juga dapat menyebabkan bradikardi. Untuk

    mengatasi bradikardi yang terjadi diberikan sulfas atropin 0,25 mg IV.

    Anestesi spinal terutama yang tinggi dapat menyebabkan paralisis otot

    pernapasan, abdominal, intercostal. Oleh karenanya, pasien dapat mengalami

    kesulitan bernapas. Untuk mencegah hal tersebut, perlu pemberian oksigen yang

    adekuat.

    14

  • 8/2/2019 komie

    18/19

    BAB V

    KESIMPULAN

    Telah dilakukan anestesi regional dengan menggunakan teknik anestesi

    spinal pada penderita pre eklampsia berat dengan ASA II E dengan menggunakan

    induksi Lidodex 50 mg, Pethidin 25 mg, maintenance O2 2 lt/menit.

    Pemeriksaan pre anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi,

    melalui pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi pasien dan

    memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga komplikasi anestesi dapat

    diantisipasi ataupun ditekan seminimal mungkin.

    Secara umum penatalaksanaan operasi dan penatalaksanaan anestesi pada

    kasus ini berjalan lancar tetapi masih terdapat adanya defisit cairan sehingga perlu

    dipenuhi pada pasca operasi di bangsal.

    15

  • 8/2/2019 komie

    19/19

    DAFTAR PUSTAKA

    Karyadi Wirjoatmojo, Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar untuk Pendidikan

    S1 Kedokteran, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen

    Pendidikan Nasional, Jakarta, 1999/2000.

    Sulistia Ganiswara, Farmakologi dan Terapi, FK UI, Jakarta, 1996.

    Michael B. Dobson, Penuntun Praktis Anestesi, EGC, Jakarta, 1994.