kolusi suap antara pejabat pemerintah dan perusahaan asing_agung yuriandi

22

Click here to load reader

Upload: agung-yuriandi

Post on 03-Jul-2015

302 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Perusahaan asing melanggengkan berbagai macam cara untuk mendapatkan izin dari pemerintah, salah satunya adalah dengan menyogok/menyuap Pejabat Pemerintah. Apa yang salah dengan sistem hukum kita?

TRANSCRIPT

Page 1: Kolusi Suap Antara Pejabat Pemerintah dan Perusahaan Asing_Agung Yuriandi

KOLUSI SUAP ANTARA PEJABAT INDONESIA DAN PERUSAHAAN ASING

Oleh :AGUNG YURIANDI

MEDAN 2011

Latar Belakang

Indonesia, meski termasuk negara dengan kekayaan alam yang melimpah

ruah, hingga hari ini terus dililit persoalan ekonomi yang kompleks dan semakin carut

marut.1 Akibatnya, meski termasuk negeri kaya-raya, kebanyakan rakyatnya miskin.

Penawaran suap dari pelaku bisnis dan korupsi inilah masalahnya. Korupsi dilakukan

tidak hanya di sektor pemerintahan tetapi juga di sektor swasta yang menjadikan hal

ini fenomena global saat ini.2 Global Corruption Report Tahun 2009 yang

dikeluarkan oleh Transparancy International secara khusus menyorot korupsi dan

sektor swasta yang disebutkan memainkan peranan sentral sebagai sumber utama

transaksi korupsi di antara pegawai negeri, pejabat pemerintah dan anggota partai

politik. Krisis finansial yang melanda ekonomi dunia pada 2008 memperlihatkan

faktor sisi penawaran korupsi dari bisnis menjadi masalah besar saat ini.3

Fakta yang disampaikan sangat mencengangkan. Dari 2.700 lebih eksekutif

bisnis yang disurvei di 26 negara, ditemukan 2 dari 5 pejabat eksekutif bisnis

mengakui pernah diminta melakukan suap ketika berhubungan dengan lembaga

publik. Dan 60% eksekutif bisnis di Mesir, India, Indonesia, Maroko, Nigeria, dan

Pakistan mengaku harus melakukan suap ketika berhubungan dengan lembaga

publik.4

1 David Barsamian dan Liem Sok Lian, Menembus Batas : Beyond Boundaries, Edisi Pertama, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2008), hal. 356.

2 Teten Masduki, “Korupsi dan Sektor Swasta”, http://antikorupsijateng.wordpress.com/2011/05/14/korupsi-dan-sektor-swasta/., diakses pada 20 Mei 2011.

3 Transparency International, Global Corruption Report 2009 : Corruption and The Private Sector, (New York, USA : Cambridge University Press., 2009).

4 Transparency International, “Bribe Payers Index 2008”, http://www.transparency.org/news_room/in_focus/2008/bpi_2008., diakses pada 20 Mei 2011.

Page 2: Kolusi Suap Antara Pejabat Pemerintah dan Perusahaan Asing_Agung Yuriandi

Nilai transaksi suap juga bukan angka yang sedikit. Di negara berkembang

disebutkan politisi dan pejabat pemerintah menerima suap antara US$. 20-40 miliar

setiap tahunnya. Setara dengan sekitar 20-40% bantuan pembangunan.5 Dan 50%

manajer bisnis memperkirakan bahwa korupsi menambah biaya proyek sedikitnya

10%, dan dalam beberapa kasus lebih dari 25%. Satu dari lima pelaku mengakui

dikalahkan oleh pesaing yang melakukan suap.6

Di Indonesia suap setidaknya ada tiga hal, yaitu secara aktif diminta, diminta

dengan pemerasan, ditawarkan secara proaktif oleh pebisnis, dan ketiga bentuk itu

sangat ditentukan oleh sejauh mana relasi kekuasaan antara pemerintah dan bisnis.

Dalam Survei Indeks Suap 2009 di 50 kota di Indonesia yang dilakukan oleh

Transparancy International Indonesia, mengaju juga biasa mendapat tawaran suap

(45%) dari kalangan bisnis. Survey menyebutkan dalam praktek ini jauh lebih rumit

dari sekedar suap dalam bentuk transaksi kotor yang terputus. Hampir 50% pejabat

eksekutif dari negara-negara OECD mengakui hubungan pribadi dan hubungan dekat

(nepotisme) sering digunakan untuk memenangkan kontrak publik di negara-negara

yang bukan anggota OECD.7

Karena itu, penyuapan pejabat asing dalam transaksi bisnis internasional

adalah fenomena dunia yang perlu mendapat perhatian serius, terutama di negara-

negara berkembang yang tingkat korupsinya sangat tinggi seperti di Indonesia, karena

pengaruhnya yang luar biasa ke dalam jantung perekonomian negara- negara tersebut.

Indonesia punya pengalaman nyata yang sangat panjang mengenai transaksi bisnis

yang kotor baik dengan perusahaan asing maupun dengan perusahaan nasional dalam

pengelolaan sumber daya alam, impor komoditas pangan atau mega kontrak

pemerintah dalam pembangunan infrastruktur selain membebani anggaran publik

juga membangun kleptokrasi yang bisa berkuasa cukup lama.8

Permasalahan dalam paper ini adalah mengenai formula hukum yang

bagaimana agar budaya suap di kalangan Pemerintahan dapat diberantas. Maksud

5 Ibid.6 Simmons & Simmons, 2007., dalam : Teten Masduki, Op.cit.7 Transparency International, Global Corruption Report 2009 : Corruption and The Private

Sector, Op.cit.8 Teten Masduki, Op.cit.

2

Page 3: Kolusi Suap Antara Pejabat Pemerintah dan Perusahaan Asing_Agung Yuriandi

formula disini adalah teori hukum yang digunakan untuk memecahkan permasalahan

tersebut. Menurut Leonard J. Theberge mengatakan bahwa hukum itu harus memiliki

predictability, stability, fairness, education, dan special ability for the lawyer.9 Hal ini

mengartikan bahwa formula hukum yang baik untuk Indonesia harus memiliki prinsip

keterprediksian, stabilitas, keadilan, pendidikan, dan pendidikan spesialis bagi

penegak hukum. Barulah setelah semua itu tercapai maka hukum dapat berjalan

dengan baik.

Formula Hukum yang Kondusif Bagi Pembangunan Indonesia

Perlunya prediksi sangat besar di negara-negara dimana masyarakatnya untuk

pertama kali memasuki hubungan-hubungan ekonomi melampaui lingkungan sosial

tradisionil mereka. Stabilitas juga berarti hukum berpotensi untuk menjaga

keseimbangan dan mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang saling bersaing.

Aspek keadilan (fairness) seperti persamaan di depan hukum, standar sikap

pemerintah adalah perlu untuk memelihara mekanisme pasar dan mencegah birokrasi

yang berlebihan. Tidak adanya standar tentang apa yang adil dan apa yang tidak adil

adalah masalah besar dihadapi oleh negara-negara berkembang. Dalam jangka

panjang ketiadaan standar menjadi sebab utama hilangnya legitimasi pemerintah.10

Memerangi suap dalam transaksi bisnis internasional memerlukan kerangka

kerja internasional dan nasional sekaligus. Kerangka kerja sama internasional tersebut

harus bisa bekerja dengan baik untuk mengadili penyuap dan penerima suap serta

menarik kembali aset yang sudah dilarikan para koruptor ke luar negeri. Dalam

konteks ini, semestinya negara yang telah meratifikasi UNCAC, seperti Indonesia

wajib mengadopsi tindakan legislatif untuk mencegah, sistem penegakan hukumnya

untuk membasmi penyuapan pejabat asing dalam bisnis internasional.11

9 Leonard J. Theberge, “Law and Economic Development”, Journal of International Law and Policy Volume 9, 1980, hal. 232., dalam : Erman Rajagukguk, “Peranan Hukum dalam Pembangunan Pada Era Globalisasi : Implikasinya bagi Pendidikan Hukum di Indonesia”, Pidato Pengukuhan Guru Besar diucapkan pada Upacara Penerimaan Jabatan Guru Besar dalam bidang hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, (Jakarta : Fakultasi Hukum Universitas Indonesia, 04 Januari 1997), hal. 5.

10 Ibid.11 Teten Masduki, Op.cit.

3

Page 4: Kolusi Suap Antara Pejabat Pemerintah dan Perusahaan Asing_Agung Yuriandi

Tidak kalah penting sistem pencegahan korupsi di dalam sektor swasta itu

sendiri, sejak banyak skandal bisnis yang mengguncang perekonomian dunia.

Diketahui selama ini telah lazim praktek kotor di dalam bisnis antara pembuatan

catatan-catatan di luar pembukuan (off books account) mencatat pengeluaran yang

tidak ada, membuat catatan tentang kewajiban-kewajiban finansial yang tidak benar,

penggunaan dokumen-dokumen palsu, pemusnahan secara sengaja dokumen-

dokumen pembukuan dan sebagainya.12 Dalam banyak kasus kebangkrutan

perbankan di Indonesia, yang terkahir adalah kasus Bank Century misalnya. Negara

akibatnya harus menanggung kebobrokan manajemen.13 Dalam skala bisnis tertentu

yang pengaruhnya besar terhadap perekonomian nasional, pemerintah sepertinya

menjadi tawanan di dunia bisnis.14

Hal-hal yang menambah carut marutnya ekonomi di Indonesia adalah saat ini

adalah ketidakberpihakan Pemerintah dan legislatif kepada rakyat. Hal ini tercermin

dalam pembuatan peraturan dan perundangan. Lihatlah Undang-Undang No. 25

Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing, Undang- Undang No. 22 Tahun 2001

tentang Minyak dan Gas Bumi, Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber

Daya Air, dan peraturan perundang-undangan lainnya yang jelas-jelas tidak berpihak

pada kepentingan rakyat, tetapi berpihak pada kepentingan pihak swasta pemilik

modal bahkan pihak asing. Kondisi ini diperparah dengan tingginya kejahatan suap

pada pejabat pemerintah. Semua ini menambah derita rakyat dan makin membuat

carut marut perekonomian Indonesia.15

Ambillah cotoh Undang-Undang No. 20 Tahun 2002 tentang

Ketenagalistrikan. Dalam ketentuan tersebut masih ada pasal-pasal yang

12 Kasus korupsi pejabat daerah Kabupaten Langkat, Syamsul Arifin, dapat dijadikan bukti bahwa pejabat pemerintah mencatat pengeluaran-pengeluaran yang tidak resminya sendiri-sendiri. Dalam : Fokus Berita, “Kasus Syamsul Karena Kebodohan Buyung”, http://fokusberita.com/?open=view&newsid=423., diakses pada 20 Mei 2011.

13 Negara menanggung akibatnya karena mengeluarkan dana talangan sebesar Rp. 4,02 triliun. Dalam : Tempo Interaktif, ”Dana Talangan Century Kebanyakan Untuk Bayar Nasabah”, http://www.tempointeraktif.com/hg/perbankan_keuangan/2009/12/01/brk,20091201-211337,id.html., diakses pada 20 Mei 2011.

14 Teten Masduki, Op.cit.15 Hizbut Tahrir Indonesia, “Solusi Pintar Sistem Ekonomi Syari’ah”, http://duniawebra-

inspirasiku.blogspot.com/2011/03/solusi-pintar-sistem-ekonomi-syariah.html., diakses pada 20 Mei 2011.

4

Page 5: Kolusi Suap Antara Pejabat Pemerintah dan Perusahaan Asing_Agung Yuriandi

memungkinkan terjadinya unbundling baik secara vertikal maupun horisontal serta

privatisasi. Diperkirakan, unbundling akan menyebabkan kenaikan harga listrik

hingga 50% akibat adanya beban biaya (pajak, biaya operasional, dan sebagainya)

dari tiga entitas kelistrikan yang berbeda, yaitu pembangkitan, transmisi, distribusi,

yang sebelumnya ketiganya itu menjadi satu di bawah PT. PLN (Persero). Bila

akhirnya privatisasi benar-benar dilakukan, pihak swasta juga akan sangat dominan

dalam penyediaan listrik yang ujungnya harga listrik akan didikte oleh kartel

perusahaan listrik swasta.16

Undang-undang tersebut jelas merugikan rakyat lahir karena proses legislasi

di gedung Parlemen berlangsung secara transaksional dimana pragmatisme politik

baik demi kekuasaan ataupun uang lebih banyak berperan. Karenanya, kepentingan

rakyat dengan mudah terabaikan. Akibatnya, pihak yang memiliki dukungan finansial

besarlah yang bisa mengegolkan undang-undang sesuai dengan kemauannya. Coba

difiirkan bagaimana mungkin Undang-Undang 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan

Gas Bumi terdapat ketetnuan bahwa produksi migas paling sedikit 25% yang

disalurkan ke dalam negeri.17 Itu artinya, produksi migas Indonesia hanya 25% yang

disalurkan ke dalam negeri, selebihnya untuk ekspor. Itu pula yang dijadikan dasar

oleh Pemerintah ketika memutuskan alokasi gas Donggi Senoro, yang 30% untuk

dalam negeri dan 70% untuk ekspor meski sebenarnya dalam negeri/rakyat lebih

banyak memerlukan gas tersebut.18

Belum lagi budaya suap yang melanda Pejabat Pemerintahan, hal ini dapat

dilihat pada petikan berikut yang menggambarkan sejumlah perusahaan Amerika

Serikat di Indonesia terlibat transaksi suap internasional. Menurut Kepala Unit

Korupsi Internasional , Gary Johnson19 :

16 Ibid.17 Pasal 22 ayat (1), Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi,

menyebutkan bahwa : “Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib menyerahkan paling banyak 25% (dua puluh lima persen) bagiannya dari hasil produksi Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

18 Hizbut Tahrir Indonesia, Loc.cit.19 Harian Republika, “Sejumlah Perusahaan AS di Indonesia Terlibat Transaksi Suap

Internasional”, diterbitkan Rabu 11 Mei 2011.

5

Page 6: Kolusi Suap Antara Pejabat Pemerintah dan Perusahaan Asing_Agung Yuriandi

“Federal Bureau of Investigation – FBI menyatakan ada sejumlah perusahaan Amerika Serikat di Indonesia yang terlibat dalam transaksi bisnis internasional. Namun, FBI enggan menyebutkan adanya keterlibatan penyelenggara negara dari Indonesia. FBI masih terus mendalami penyelidikan terkait penyuapan yang dilakukan sejumlah perusahaan Amerika Serikat tersebut.

Sejumlah perusahaan itu melanggar Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) atau undang-undang Amerika Serikat yang mengatur tentang korupsi yang melibatkan warga negara asing. Tentu saja tidak bisa menyebutkan nama dan jumlah yang pasti berapa perusahaan yang melakukannya. FBI memang tidak mengejar peneyelenggara negara dari Indonesia yang terlibat dalam kasus suap itu. FBI hanya fokus untuk mengejar perusahaan Amerika Serikat di Indonesia yang terlibat transaksi suap itu.

Kami mengejar individu-individu pemimpin perusahaan karena mereka yang melakukan penandatanganan proyek-proyek yang terindikasi suap. Selain itu FBI juga akan mengejar pihak ketiga dalam transaksi suap itu. Namun, FBI enggan menyebutkan bentuk atau pihak mana yang menjadi perantara tersebut. Meski begitu, FBI akan melaporkan ke lembaga penegak hukum Indonesia seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika ada penyelenggara negaranya yang terlibat”.

Upaya pemenangan tender memang harus mengikuti sistem berjalan yaitu

menyogok Pejabat Negara. Setelah disogok barulah proyek bisa gol. Hal ini dapat

dilihat di Instansi-instansi Pemerintahan seperti Dinas Pemerintahan di daerah-

daerah. Pejabat tinggi sampai kurir yang melakukan suap seyogyanya diganjar

hukuman seberat-beratnya guna menimbulkan efek jera dan keadilan pada

masyarakat yang telah dimiskinkan karena perbuatan para koruptor itu. Para koruptor

yang melaksanakan KKN sebesar Rp. 100 ribu sampai Rp. 50 juta diganjar hukuman

penjara lima tahun kurungan, Rp. 500 juta lebih sampai dengan Rp. 1 miliar diganjar

hukuman penjara enam tahun kurungan. Korupsi Rp. 1 miliar lebih sampai dengan

Rp. 3 miliar lebih sampai dengan Rp. 5 miliar sampai dengan Rp. 10 miliar diganjar

hukuman penjara 15 tahun. Korupsi Rp. 10 miliar lebih sampai dengan Rp. 50 miliar

diganjar hukuman penjara seumur hidup kurungan dan korupsi Rp. 50 miliar lebih

dijatuhi hukuman mati.20

20 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

6

Page 7: Kolusi Suap Antara Pejabat Pemerintah dan Perusahaan Asing_Agung Yuriandi

Jadi, untuk memformulasikan hukum yang benar-benar baik untuk

memberantas suap antara Pejabat Negara dengan Pengusaha Asing. Diperlukan

adanya hukum yang bisa diprediksi ke depannya. Prediksi disini maksudnya adalah

memperkirakan jumlah investasi dana yang dikeluarkan untuk membuka usaha di

Indonesia. Selanjutnya kestabilan hukum itu, hukum tidak boleh berubah-ubah

dengan cepat sehingga membingungkan para investor dalam menerapkannya.

Bingung disini dalam artian mengaplikasikan peraturan perundang-undangan.

Keadilan hukum, berbicara mengenai kepastian, kemanfaatan, dan penegakan hukum.

Pendidikan bagi penegak hukum bahwa hukum itu berubah mengikuti perkembangan

zaman jadi setiap penegak hukum harus diberikan sosialisasi peraturan-peraturan

baru, dan perkembangan dunia tindak pidana.

Apabila hal tersebut di atas sudah tercapai, maka hukum akan dapat bergerak

untuk menjunjung tinggi keadilan. Keadilan harus punya standar seperti yang

diutarakan Erman Rajagukguk dalam pidato pengukuhan guru besarnya. Di Indonesia

standar keadilan itu tidak ada sehingga menyebabkan masyarakat tidak tahu apa yang

dituntut untuknya. Di Jepang dalam memasuki tahap unifikasi antara lain dengan

berkembangnya peranan hakim dalam menciptakan hukum yang secara nasional

mendorong integrasi sosial.21

Luasnya Daya Saing Perekonomian

Perekonomian Indonesia, siap tidak siap harus menghadapi globalisasi

perekonomian. Indonesia masuk menjadi anggota World Trade Organization – WTO

melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement

Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi

Perdagangan Dunia).22

Sejak masuknya Indonesia ke WTO pada tahun 1994, pasar di Indonesia

menjadi sangat terbuka dan semakin mengurangi kebijakan yang restriktif. Banyak

21 Erman Rajagukguk, Op.cit., hal. 2. 22 Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World

Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564.

7

Page 8: Kolusi Suap Antara Pejabat Pemerintah dan Perusahaan Asing_Agung Yuriandi

peraturan yang diselaraskan dengan prinsip perdagangan bebas (structural

adjustment). Hal ini dapat dilihat dari disesuaikannya peraturan-peraturan yang

berlaku di Indonesia seperti Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas, Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang, Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak

Cipta, Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, dan lain sebagainya.

Daya saing menurut Michael Porter (1990) adalah produktivitas yang

didefinisikan sebagai output yang dihasilkan oleh tenaga kerja.23 Menurut World

Economic Forum, daya saing nasional adalah kemampuan perekonomian nasional

untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan.

Daya saing menurut Pusat Studi dan Pendidikan Kebanksentralan Bank Indonesia

(2002) harus mempertimbangkan beberapa hal :

1. Daya saing mencakup aspek yang lebih luas dari sekadar produktivitas atau

efisiensi pada level mikro. Hal ini memungkinkan kita lebih memilih

mendefinisikan daya saing sebagai “kemampuan suatu perekonomian”

daripada “kemampuan sektor swasta atau perusahaan”

2. Pelaku ekonomi atau economic agent bukan hanya perusahaan, akan tetapi

juga rumah tangga, pemerintah, dan lain-lain. Semuanya berpadu dalam suatu

sistem ekonomi yang sinergis. Tanpa memungkiri peran besar sektor swasta

perusahaan dalam perekonomian, fokus perhatian akan diperluas, tidak hanya

terbatas akan hal itu saja dalam rangka menjaga luasnya cakupan konsep daya

saing.

3. Tujuan dan hasil akhir dari meningkatnya daya saing suatu perekonomian tak

lain adalah meningkatnya tingkat kesejahteraan penduduk di dalam

perekonomian tersebut. Kesejahteraan atau level of living adalah konsep yang

maha luas yang pasti tidak hanya tergambarkan dalam sebuah besaran

variabel seperti pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi hanya satu

23 Porter (1990) dalam Zuhal, Knowledge and Innovation Platform Kekuatan Daya Saing, (Jakarta : Gramedia, 2010), hal. 279.

8

Page 9: Kolusi Suap Antara Pejabat Pemerintah dan Perusahaan Asing_Agung Yuriandi

aspek dari pembangunan ekonomi dalam rangka peningkatan standar

kehidupan masyarakat.

4. Kata kunci dari konsep daya saing adalah kompetisi. Disinilah peran

keterbukaan terhadap kompetisi dengan para kompetitor menjadi relevan.

Kata daya saing menjadi kehilangan maknanya pada suatu perekonomian

yang tertutup.

Menurut Michael Porter (1990), pada dasarnya ada 4 (empat) faktor yang

mempengaruhi daya saing suatu negara, yaitu24 :

1. Strategi, Struktur, dan Tingkat Persaingan Perusahaan, yaitu bagaimana unit-

unit usaha di dalam suatu negara terbentuk, diorganisasikan, dan dikelola,

serta bagaimana tingkat persaingan dalam negerinya. 

2. Sumber Daya di Suatu Negara, yaitu bagaimana ketersediaan sumber daya di

suatu negara, yakni sumber daya manusia, bahan baku, pengetahuan, modal,

dan infrastruktur. Ketersediaan tersebut menjadi penentu perkembangan

industri di suatu negara. Ketika terjadi kelangkaan pada salah satu jenis faktor

tersebut maka investasi industri di suatu negara menjadi investasi yang

mahal.   

3. Permintaan Domestik, yaitu bagaimana permintaan di dalam negeri terhadap

produk atau layanan industri di negara tersebut. Permintaan hasil industri,

terutama permintaan dalam negeri, merupakan aspek yang mempengaruhi

arah pengembangan faktor awalan keunggulan kompetitif sektor industri.

Inovasi dan kemajuan teknologi dapat terinspirasi oleh kebutuhan dan

keinginan konsumen. 

4. Keberadaan Industri Terkait dan Pendukung, yaitu keberadaan industri

pemasok atau industri pendukung yang mampu bersaing secara internasional.

Faktor ini menggambarkan hubungan dan dukungan antar industri, dimana

ketika suatu perusahaan memiliki keunggulan kompetitif, maka industri-

industri pendukungnya juga akan memiliki keunggulan kompetitif. Porter

24 Ibid.

9

Page 10: Kolusi Suap Antara Pejabat Pemerintah dan Perusahaan Asing_Agung Yuriandi

mencontohkan Italia sebagai negara yang menerapkan hal tersebut. Italia tidak

hanya sukses dalam industri sepatu dan kulit, namun juga telah berhasil

mendorong industri pendukungnya seperti desain kulit, serta pengolahan kulit

sepatu untuk berkembang sejalan dengan perkembangan industri sepatu dan

kulit.

Keempat komponen yang disebut sebagai model Porter's Diamond tersebut

mengkondisikan lingkungan di mana perusahaan-perusahaan berkompetisi dan

mempengaruhi keunggulan daya saing suatu bangsa.25 Analisis tersebut menyatakan

bahwa pemerintahan suatu negara memiliki peran penting dalam membentuk

ekstensifikasi faktor-faktor yang menentukan tingkat keunggulan kompetitif industri

suatu negara. Hal ini diperjelas dengan adanya 2 (dua) variabel tambahan yang

mempengaruhi daya saing, yaitu26 :

1. Kesempatan, yaitu perkembangan yang berada di luar kendali perusahaan-

perusahaan (dan biasanya juga di luar kendali pemerintah suatu bangsa),

seperti misalnya penemuan baru, terobosan teknologi dasar, perkembangan

politik eksternal, dan perubahan besar dalam permintaan pasar asing.  

2. Pemerintah, yakni pemerintah pada semua tingkatan pemerintahan dapat

meningkatkan atau memperlemah keunggulan nasional. Peran pemerintah

terutama dalam membentuk kebijakan yang mempengaruhi komponen-

komponen dalam Diamond Porter. Misalnya, kebijakan anti-trust

mempengaruhi persaingan nasional. Regulasi dapat mengubah faktor

permintaan (misalnya regulasi terkait subsidi BBM). Kebijakan pemerintah

yang mendukung pendidikan dapat mengubah kondisi faktor produksi.

Belanja pemerintah dapat merangsang industri terkait dan pendukung. Porter

menggarisbawahi bahwa ketersediaan faktor-faktor seperti faktor sumber daya

manusia, bahan baku, pengetahuan, dan infrastruktur, tidak ditentukan oleh

perbedaan karakteristik alamiah suatu negara. Kemampuan suatu negara

dalam menyediakan faktor-faktor sebagian besar ditentukan oleh political

25 Ibid.26 Ibid.

10

Page 11: Kolusi Suap Antara Pejabat Pemerintah dan Perusahaan Asing_Agung Yuriandi

will dari pemerintah. Oleh karena itu, variabel pemerintah memegang peran

penting dalam peningkatan daya saing nasional.

Penutup

Pada dasarnya proses suap di Indonesia sudah lama terjadi dan melibatkan

kalangan elite politik dan Pejabat Pemerintahan. Pemerintah harus merubah

paradigma berfikirnya mengenai perekonomian. Harus membuka jalan bagi

Globalisasi Ekonomi Dunia. Lama-kelamaan kebijakan persaingan harus mengarah

kepada persaingan usaha yang sehat. Adanya keterbukaan terhadap perdagangan

internasional menyebabkan segala bentuk peraturan harus diubah dan diselaraskan.

Terkait dengan keterbukaan terhadap perdagangan internasional maka

domestic regulation perlu didukung untuk menjunjung keterbukaan. Namun, hal ini

perlu upaya maksimal di dalam negeri untuk membenahi regulatory process.

Rendahnya transparansi dalam banyak kebijakan publik, juga tidak akan

menguntungkan bagi Negara ini. Di sektor perizinan misalnya kebijakan-kebijakan

dan tindakan-tindakan yang tidak transparan menimbulkan beban ekonomi biaya

tinggi yang harus ditanggung oleh investor. Beberapa fenomena klasik misalnya

sulitnya memperoleh informasi yang pasti mengenai syarat perijinan, biaya perijinan

dan lamanya proses perijinan, mencitrakan iklim yang tidak kondusif. Dalam suasana

yang tidak transparan berbagai penyimpangan sering terjadi, sebut saja misalnya

tawar-menawar harga perizinan, lamanya proses perijinan yang digantungkan pada

besaran ”kompensasi” yang diterima dan lain sebagainya.27

Struktur dan properti dari sektor industri sudah banyak berubah dari

kepemilikan terdiversifikasi dibandingkan dengan kepemilikan terkonsentrasi.

Kepemilikan perusahaan-perusahaan besar yang ada di Indonesia pada masa

pemerintahan saat ini sudah banyak yang terdiversifikasi. Dengan masuknya

Indonesia sebagai anggota WTO menyebabkan kepemilikan perusahaan-perusahaan

industri tersebut tidak boleh terkonsentrasi pada satu pelaku usaha, baik itu

27 Mahmul Siregar, Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal Studi Kesiapan dalam Perjanjian Investasi Multilateral, Cetakan Kedua : Revisi, (Medan : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2008), hal. 487.

11

Page 12: Kolusi Suap Antara Pejabat Pemerintah dan Perusahaan Asing_Agung Yuriandi

pemerintah maupun swasta. Kepemilikan industri harus dimiliki oleh masyarakat,

dalam hal ini pelaku usaha.

Masuknya kekuatan ekonomi asing di berbagai sektor ekonomi nasional tanpa

adanya pembatasan kepemilikan dan pembatasan-pembatasan lain jelas akan merubah

struktur penguatan aset ekonomi di Indonesia. Porsi asing akan terus bertambah

besar. GATT hasil Uruguay Round memberikan peluang akses pasar yang cukup

besar, apalagi bagi negara-negara berkembang yang tetap menikmati special and

differential treatment seperti Indonesia, yang tidak perlu menurunkan tariffnya

sampai kisaran 0 – 5%. Namun persoalannya adalah kesiapan pelaku usaha di

Indonesia menghadapi persaingan yang semakin ketat tersebut masih lemah. Hal ini

terjadi karena banyaknya industri berskala besar yang dalam waktu cukup lama

menikmati proteksi dari pemerintah. Keadaan ini berpengaruh pada kemampuan

mereka untuk mengoptimalkan segenap potensi sumber dayanya untuk mencapai

efisiensi produksi guna menghadapi persaingan bisnis yang semakin ketat. Kondisi

perusahaan yang berskala besar yang demikian ini selanjutnya berpengaruh negatif

terhadap industri-industri hilir, khususnya yang berskala menengah dan kecil.28

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Barsamian, David., dan Liem Sok Lian, Menembus Batas : Beyond Boundaries, Edisi Pertama, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2008.

Rajagukguk, Erman., “Peranan Hukum dalam Pembangunan Pada Era Globalisasi : Implikasinya bagi Pendidikan Hukum di Indonesia”, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam bidang hukum, (Jakarta : Fakultasi Hukum Universitas Indonesia, 04 Januari 1997.

28 Robert E. Hudec, ”Kesiapan RI Hadapi GATT Dinilai Lemah”, Harian Bisnis Indonesia, 08 April 1994., dalam : Mahmul Siregar, Op.cit., hal. 227.

12

Page 13: Kolusi Suap Antara Pejabat Pemerintah dan Perusahaan Asing_Agung Yuriandi

Siregar, Mahmul., Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal Studi Kesiapan dalam Perjanjian Investasi Multilateral, Cetakan Kedua : Revisi, Medan : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2008.

Transparency International, Global Corruption Report 2009 : Corruption and The Private Sector, (New York, USA : Cambridge University Press., 2009).

Zuhal, Knowledge and Innovation Platform Kekuatan Daya Saing, Jakarta : Gramedia, 2010.

ARTIKEL INTERNET DAN MEDIA MASSA

Fokus Berita, “Kasus Syamsul Karena Kebodohan Buyung”, http://fokusberita.com/?open=view&newsid=423., diakses pada 20 Mei 2011.

Hizbut Tahrir Indonesia, “Solusi Pintar Sistem Ekonomi Syari’ah”, http://duniawebra-inspirasiku.blogspot.com/2011/03/solusi-pintar-sistem-ekonomi-syariah.html., diakses pada 20 Mei 2011.

Masduki, Teten., “Korupsi dan Sektor Swasta”, http://antikorupsijateng.wordpress.com/2011/05/14/korupsi-dan-sektor-swasta/., diakses pada 20 Mei 2011.

Harian Republika, “Sejumlah Perusahaan AS di Indonesia Terlibat Transaksi Suap Internasional”, diterbitkan Rabu 11 Mei 2011.

Tempo Interaktif, ”Dana Talangan Century Kebanyakan Untuk Bayar Nasabah”, http://www.tempointeraktif.com/hg/perbankan_keuangan/2009/12/01/brk,20091201-211337,id.html., diakses pada 20 Mei 2011.

Transparency International, “Bribe Payers Index 2008”, http://www.transparency.org/news_room/in_focus/2008/bpi_2008., diakses pada 20 Mei 2011.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi

13

Page 14: Kolusi Suap Antara Pejabat Pemerintah dan Perusahaan Asing_Agung Yuriandi

Perdagangan Dunia), Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564.

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874.

Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152.

14