kewenangan bapepam-lk dalam menangani praktek money laundering di pasar modal indonesia_agung...
DESCRIPTION
ada ke-ambiguan hukum disini. uu pasar modal bilang kalau bapepam-lk lah yang mengawasi seluruh tindakan-tindakan di dalam pasar modal. namun, salah satu tindak pidana yaitu money laundering yang menjadi kewenangan ppatk tidak diatur oleh bapepam-lk. sering terjadi praktek pencucian uang di pasar modal indonesia disebabkan lemahnya kewenangan bapepam-lk.TRANSCRIPT
KEWENANGAN BADAN PENGAWAS PASAR MODAL (BAPEPAM-LK) DALAM MENGAWASI MONEY LAUNDERING DI PASAR MODAL
Oleh :
Agung Yuriandi Medan 2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasar modal adalah tempat perusahaan mencari dana segar untuk
meningkatkan kegiatan bisnis sehingga dapat mencetak lebih banyak keuntungan.
Dana segar yang ada di pasar modal berasal dari masyarakat yang disebut juga
sebagai investor. Para investor melakukan berbagai teknik analisis dalam menentukan
investasi dimana semakin tinggi kemungkinan suatu perusahaan menghasilkan laba
dan semakin kecil resiko yang dihadapi maka semakin tinggi pula permintaan
investor untuk menanamkan modalnya.
Tujuan pasar modal adalah untuk menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas
ekonomi nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat. Selain untuk
kesejahteraan rakyat pasar modal juga mempunyai peranan strategis sebagai salah
satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha, sedangkan di sisi lain pasar modal juga
merupakan wahana investasi bagi masyarakat, termasuk pemodal; kecil dan
menengah. Keikutsertaan masyarakat melalui instrumen pasar modal diharapkan
2
mampu memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi secara nasional dengan
mengoptimalkan dana yang berlebih atau tersedia. 1
Berbicara mengenai pasar modal yang merupakan tempat favorit untuk
dijadikan sebagai tempat berlangsungnya kejahatan. Salah satu kejahatan tersebut
adalah pasar modal dijadikan tempat pencuci uang. Lembaga yang melakukan
pengawasan pada pasar modal adalah Badan Pengawas Pasar Modal yang merupakan
salah satu Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK). Menurut D. T. Hartono tentang
money laundering mengakui bahwa bursa efek berpotensi menjadi tempat idola untuk
mencuci uang kotor.2
Kemajuan teknologi informasi dan globalisasi keuangan saat ini
mengakibatkan semakin mendunianya perdagangan barang dan jasa serta arus
finansial yang mengikutinya. Kemajuan yang dirasakan ternyata dalam prakteknya
tidak selalu berdampak positif bagi negara dan masyarakat, melainkan seringkali
justru menjadi sarana yang subur bagi berkembangnya kejahatan, khususnya
kejahatan kerah putih (white collar crime).3
1 Bismar Nasution, “Modul Perkuliahan : Hukum Pasar Modal”, (Medan : Sekolah Pasca
Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 11. 2 D. T. Hartono, “Bisakah Pasar Modal Sebagai Lahan Money Laundering?”,
http://www.bapepam.go.id/pasar_modal/publikasi_pm/info_pm/warta/2005_pebruari/money_laundering.pdf., diakses pada 19 November 2010.
3 Munir Fuady dalam bukunya yang berjudul “Bisnis Kotor : Anatomi Kejahatan Kerah Putih” di halaman 9 menjelaskan pengertian white collar crime sebagai suatu perbuatan (atau tidak berbuat) dalam sekelompok kejahatan yang spesifik yang bertentangan dengan hukum pidana yang dilakukan oleh pihak profesional, baik oleh individu, organisasi, sindikat kejahatan maupun yang dilakukan oleh badan hukum. Biasanya kejahatan tersebut sangat berkaitan dengan pekerjaannya sehari-hari dengan tujuan untuk melindungi kepentingan bisnis atau kepentingan pribadi, untuk mendapatkan uang, harta benda maupun jasa, atau kedudukan dan jabatan tertentu, perbuatan mana dilakukkan oleh pelakunya bukan dengan cara-cara kasar seperti mengancam, merusak atau memaksa secara fisik, melainkan dilakukan dengan cara-cara halus dan canggih, yakni dengan jalan menutup-nutupi, menipu, menyuap, atau menerima suap, atau memainkan perhitungan akuntansi yang biasanya (tetapi tidak selamanya) dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi dalam
3
Kejahatan kerah putih tersebut sekarang tidak hanya terjadi di dalam negeri
saja, melainkan sudah pada taraf Trans Nasional4 yang tidak lagi mengenal adanya
batas-batas negara. Oleh karena itu, sudah menembus batas negara maka bentuk dari
kejahatan tersebut semakin canggih dan sangat terorganisir sehingga aparat penegak
hukum seringkali mengalami kesulitan mendeteksinya. Salah satu contohnya adalah
kejahatan di bidang pasar modal yang sedang marak akhir-akhir ini.5
Kejahatan di bidang pasar modal adalah kejahatan yang khas dilakukan oleh
pelaku pasar modal dalam kegiatan pasar modal. Secara internasional, kasus-kasus
kejahatan di bidang pasar modal bermodus tidak jauh berbeda dengan kejahatan
konvensional lainnya. Pemerintah Indonesia, melalui Badan Pengawas Pasar Modal
(selanjutnya disingkat BAPEPAM-LK) berupaya keras untuk mengatasi dan
mencegah tindak kejahatan di pasar modal Indonesia dengan berbagai cara, antara
lain : menertibkan dan membina pelaku pasar modal sebagai tindakan preventif yaitu
pencegahan terjadinya kejahatan, dan menuntaskan kejahatan di bidang pasar modal
sebagai tindakan represif yaitu penegakan hukum.6
Sebagai tindakan pencegahan BAPEPAM-LK mengeluarkan peraturan
mengenai prinsip mengenal nasabah terlebih dahulu sebelum memasuki pasar yaitu
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal No. Kep-476/BL/2009 tentang
masyarakat dan mempunyai keahlian tertentu, dan biasanya pula perbuatan tersebut dilakukan ketika pelakunya sedang menjalankan tugas atau profesinya, sumber : Munir Fuady, Bisnis Kotor : Anatomi Kejahatan Kerah Putih, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2004), hal. 9.
4 Trans Nasional disini diartikan sebagai lintas batas negara. 5 Jurnal Hukum Bisnis, “Menyikapi Globalisasi Pencucian Uang”, Volume 22, No. 3, 2003,
hal. 4. 6 M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal, (Jakarta : Prenada Media,
2004), hal. 257.
4
Prinsip Mengenal Nasabah oleh Penyedia Jasa Keuangan di Bidang Pasar Modal.
Pada Lampiran Keputusan, Angka 11 huruf a dan b ini menyebutkan bahwa :
”sebelum Penyedia Jasa Keuangan di Bidang Pasar Modal menerima suatu Pihak menjadi Nasabah yang berinvestasi di Pasar Modal, baik melalui atau tanpa melalui pembukaan rekening Efek, Penyedia Jasa Keuangan di bidang Pasar Modal wajib melakukan pertemuan langsung (face to face) dengan calon Nasabah dan meminta informasi mengenai : 1) Latar belakang dan identitas calon nasabah; 2) Maksud dan tujuan pembukaan rekening Efek calon nasabah; 3) Informasi lain yang memungkinkan Penyedia Jasa Keuangan di bidang
Pasar Modal untuk dapat mengetahui profil calon Nasabah; dan 4) Identitas Pihak Lain (beneficial owner), dalam hal calon Nasabah
bertindak untuk dan atas nama Pihak Lain (beneficial owner). Informasi mengenai nasabah tersebut harus dapat dibuktikan dengan keberadaan dokumen-dokumen pendukung”. Tugas yang diemban oleh BAPEPAM-LK tidaklah ringan, oleh karena itu
BAPEPAM-LK diberikan kewenangan untuk melakukan penyelidikan, pemeriksaan,
penyidikan sampai dengan meneruskan penuntutan kepada kejaksaan atas dugaan
terjadinya tindak kejahatan. Untuk kasus pelanggaran, BAPEPAM-LK mempunyai
kewenangan melakukan pemeriksaan, penyidikan sampai pemberian sanksi
administratif.7 Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan efektivitas penegakan
peraturan di bidang pasar modal, maka dalam Rancangan Undang-Undang (RUU)
Perubahan UUPM ditegaskan beberapa ketentuan penambahan kewenangan
BAPEPAM-LK dan perumusan sanksi secara lebih tegas lagi. Ketentuan mengenai
perubahan yang diusulkan antara lain meliputi penambahan kewenangan bagi
Penyidik Pegawai Negeri Sipil untuk melakukan cegah dan tangkal, sanksi pidana
bagi perusahaan efek dan penasihat investasi atau pihak terafiliasinya yang
memberikan keterangan mengenai nama dan kegiatan nasabah tanpa hak, serta sanksi
7 Ibid.
5
pidana bagi kustodian atau pihak terafiliasinya yang memberikan keterangan
mengenai rekening efek tanpa hak.8
Kejahatan pasar modal sebenarnya sudah cukup lama ada di berbagai negara,
meskipun jika dibandingkan dengan kejahatan di bidang lain, terutama kejahatan
konvensional, tentu saja kejahatan pasar modal tergolong kejahatan baru. Di London,
Inggris, sejak tahun 1285 telah ada peraturan yang mewajibkan para pialang saham
mendapat izin terlebih dahulu sebelum menjalankan pekerjaannya sebagai pialang
saham. Pelanggaran terhadap keharusan mendapatkan izin tersebut dianggap sebagai
kejahatan pasar modal.9
Di Prancis, antara tahun 1834 sampai dengan tahun 1836 telah terjadi
penyuapan terhadap operator dari Optical Telegraph oleh 2 (dua) orang banker
Prancis agar dapat mengeluarkan informasi tidak benar tentang saham sehingga para
penyuap mendapatkan keuntungan tertentu atas beban pihak investor lain. Tahun
1869, di Amerika Serikat terjadi ”cornering”10 oleh Jay Gould, James Fiske dan
Daniel Drew terhadap pasar emas sehingga harga emas turun mendadak yang memicu
terjadinya peristiwa ”Black Friday”. Black Friday ini merupakan salah satu
kepanikan finansial terbesar dalam sejarah Amerika Serikat. Berbagai macam
kejahatan di pasar modal terus saja terjadi dengan berbagai modus operandinya,
8 BAPEPAM-LK, Master Plan Pasar Modal Indonesia 2005 – 2009, (Jakarta : Departemen
Keuangan Republik Indonesia, 2005), hal. 34. 9 Munir Fuady, Op.cit., hal. 115. 10 Munir Fuady dalam bukunya yang berjudul Pasar Modal Modern di halaman 163
menjelaskan cornering sebagai perbuatan dimana saham dikuasai oleh seseorang sampai terjadi shortage di pasar dan kemudian dia dapat mengontrol harga. Sering cornering dilakukan dengan cara terlebih dahulu melakukan penjualan dengan tidak memiliki efek (short selling), dengan cara meminjamkan efek dari cornering kepada pelaku short selling, tetapi kemudian menarik kembali saham dalam pinjaman tersebut sehingga pihak pelaku short selling harus mencarinya di pasar, sumber : Munir Fuady, Pasar Modal Modern, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 163.
6
dimana pada abad ke-19 dan abad ke-20 serta dalam memasuki abad ke-21, intensitas
kejahatan pasar modal semakin tinggi, bahkan dengan cara-cara yang semakin lama
semakin canggih sehingga sangat susah untuk dideteksi, yang kesemuanya bertujuan
untuk mengecoh investor.11
Berbeda dengan di Indonesia dimana setiap orang yang melakukan tindak
pidana kejahatan biasanya melakukan pencucian uang di pasar modal agar uang
tersebut kelihatan bersih dengan cara membuat kesepakatan bisnis yang tampak aneh
dan tidak normal yang sudah bukan rahasia lagi bahwa kini banyak beredar dana-
dana liar yang asal muasalnya tidak jelas. Ada bersumber dari hasil korupsi, ada yang
berasal dari transaksi ilegal seperti transaksi narkoba, penyelundupan, dan berbagai
bentuk kejahatan kerah putih lainnya.12 Uang haram atau uang kotor yang tidak jelas
asal-usulnya ini dari hari ke hari kian menumpuk dan sulit keluar dari brankas dengan
warna bersih dan cemerlang. Karena itulah pemilik uang kotor rela menyusutkan
nilainya asal bisa keluar dari brankas dengan aman dan bisa dipergunakan
sebagaimana layaknya.13
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa pasar modal adalah seperti juga jenis
pasar lainnya dimana di dalamnya berkumpul orang-orang untuk melakukan jual beli,
tetapi yang menjadi objeknya adalah Efek. Dengan demikian pasar modal berarti
suatu pasar dimana dana-dana jangka panjang baik utang maupun modal
11 Munir Fuady, Bisnis Kotor : Anatomi Kejahatan Kerah Putih, Op.cit., hal. 116. 12 Harian Ekonomi Neraca, “B.E.I Perketat Pencucian Uang”, tanggal 13 Juni 2010,
http://www.neraca.co.id/2010/06/13/bei-perketat-pencucian-uang/., diakses pada 21 November 2010. Memberitakan bahwa Gayus Tambunan terlibat dalam kasus penggelapan dan pencucian uang pajak di Pasar Modal Indonesia.
13 M. Tri Agustiyadi, “Praktek Money Laundering pada Pasar Modal (Pasar Modal Bukan Mesin Cuci Uang)”, http://triagus.multiply.com/reviews/item/33., diakses pada 19 November 2010.
7
diperdagangkan. Karena di dalam pasar modal banyak uang yang beredar, maka
orang-orang ramai untuk bergabung dengan perannya yang berbeda-beda satu sama
lain. Ada di antara mereka yang merupakan pemain yang baik, tetapi banyak pula di
antara mereka yang hanya sekedar mencari untung seketika dengan menghalalkan
segala macam cara, sehingga mereka menjadi pelaku kejahatan di pasar modal.
Banyak yang berpendapat bahwa pasar modal tidak terkait dengan pencucian
uang, mengingat transaksi yang terjadi di pasar modal bukanlah transaksi yang
melibatkan uang tunai. Dengan kata lain, untuk bertransaksi di pasar modal, pelaku
harus terlebih dahulu menyetorkan uang tunai ke sistem perbankan, sehingga indikasi
pencucian uang terdeteksi dan dicegah di pihak bank. Namun, demikian sebenarnya
kegiatan pencucian uang sangatlah mungkin dilakukan di pasar modal, dimana
kegiatannya tidak hanya melibatkan arus uang (flow of fund) tetapi juga arus efek
(flow of securities).14
Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, kegiatan pencucian uang adalah
suatu proses atau perbuatan yang bertujuan untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal-usul uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak
pidana yang kemudian diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olah berasal dari
kegiatan yang sah.15
14 Ibid. 15 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang, Lembaran Negara Republik Indonesia No. 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 5164.
8
Saat ini, banyak orang sudah menggunakan internet sebagai alat untuk
berkomunikasi dalam hal jual beli Efek di Pasar Modal. Ironisnya, internet itu juga
semakin meluas digunakan oleh para penjahat berdasi tersebut untuk melakukan
kejahatan di pasar modal. Internet memang sangat menstimulasi orang untuk
melakukan kejahatan pasar modal. Pertama, karena penggunaan internet relatif
murah, kedua, karena internet sudah merata digunakan oleh orang-orang berdasi, dan
yang ketiga adalah karena penggunaan internet tidak terlalu sulit, cukup sambil
istirahat di rumah pribadi menekan beberapa tombol maka pekerjaan penjahat pasar
modal sudah selesai.16
Kejahatan pasar modal merupakan salah satu kejahatan tercanggih di dunia
yang umumnya dilakukan dengan modus operandi yang sangat rumit dan tidak
gampang untuk dilacak. Di samping modus operandinya yang canggih-canggih, para
pelaku kejahatan pasar modal juga umumnya terdiri dari orang-orang terpelajar
sehingga dikatakan bahwa kejahatan pasar modal termasuk ke golongan kejahatan
kerah putih (white collar crime). Karena itu kejahatan pasar modal sulit untuk
dibuktikan apalagi jika penegak hukum masih menggunakan metode-metode
konvensional dalam melakukan law enforcement.17
Persoalan terjadinya kejahatan dan pelanggaran di pasar modal diasumsikan
berdasarkan beberapa alasan, yaitu kesalahan pelaku, kelemahan aparat yang
mencakup integritas dan profesionalisme dan kelemahan peraturan. Untuk itu
BAPEPAM-LK berkewajiban selalu melakukan penelaahan hukum yang menyangkut
16 Munir Fuady, Bisnis Kotor : Anatomi Kejahatan Kerah Putih, Op.cit., hal. 116. 17 Ibid., hal. 118.
9
perlindungan hukum dan penegakan hukum yang semakin penting. Dikatakan penting
karena Lembaga Pasar Modal merupakan lembaga kepercayaan, yaitu sebagai
lembaga perantara (intermediary) yang menghubungkan kepentingan pemakai dana
(issuer, ultimate borrower) dan para pemilik dana (pemodal, ultimate lender). 18
Dengan demikian, penelitian aspek hukum, yaitu perangkat peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang pasar modal akan memberikan kontribusi positif
bagi penegakan hukum dalam memberikan jaminan dan kepastian hukum kepada
pelaku pasar modal.19 Tantangannya yang dihadapi oleh Penyidik Pegawai Negeri
Sipil BAPEPAM-LK sebagai aparat penegak hukum yang diberi kewenangan untuk
melakukan penyidikan saat ini dan masa yang akan datang akan semakin berat seiring
dengan semakin canggihnya teknik tindak pidana di bidang pasar modal.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (selanjutnya disebut
“UUPM”) telah menggariskan jenis-jenis tindak pidana di bidang pasar modal, seperti
penipuan, manipulasi pasar dan perdagangan orang dalam (insider trading), UUPM
juga menetapkan sanksi pidana bagi para pelaku tindak pidana tersebut yaitu denda
dan pidana penjara/kurungan.20
Tindak pidana di bidang pasar modal memiliki karakteristik yang khas, yaitu
antara lain adalah “barang” yang menjadi objek dari tindak pidana adalah
“informasi”, selain itu pelaku tindak pidana tersebut bukanlah mengandalkan
kemampuan fisik seperti halnya pencurian dan perampokan mobil, akan tetapi lebih
18 Lembaga Pasar Modal merupakan lembaga kepercayaan maka untuk itu diperlukan prinsip keterbukaan. Seperti yang dikemukakan oleh Bismar Nasution, Keterbukaan dalam Pasar Modal, (Jakarta : Universitas Indonesia, 2001), hal. 76.
19 M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Op.cit., hal. 259. 20 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Lembaran Negara Republik
Indonesia No. 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3608.
10
mengandalkan pada kemampuan membaca situasi pasar serta memanfaatkan untuk
kepentingan pribadi. Selain itu, karakteristik lainnya yang membedakan dengan
tindak pidana lain yaitu pembuktianya yang cenderung sulit dan dampak pelanggaran
dapat berakibat fatal dan luas.21
Pada kejahatan di bidang pencucian uang, uang hasil kejahatan biasanya
diputar atau diusahakan di pasar modal agar uang tersebut nampak berasal dari sebab
yang halal. Uang merupakan nafas dari kejahatan, jika pelaku tindak pidana tidak
mempunyai uang maka tidak akan terjadi tindak pidana lanjutan. Hal ini dilihat dari
perspektif kejahatan kerah putih yang semua tindak kejahatannya membutuhkan uang
untuk melakukan tindak kejahatan.22
Lembaga yang berfungsi untuk melacak uang kejahatan tersebut adalah Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) yang merupakan struktur dari Undang-
Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang. PPATK dapat berkolaborasi dengan BAPEPAM-LK dalam
pemberantasan pencucian uang di pasar modal untuk memperoleh informasi lengkap
terkait dengan dugaan tindak pidana pencucian uang di bursa saham. Menurut Yanuar
Rizky, peneliti Aspirasi Indonesia Research Institute, menilai “pelaku pasar modal
berpotensi melakukan tindak pidana pencucian uang dalam jumlah besar, misalnya
melalui modus menggoreng saham”.23
21 M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Loc.cit. 22 Bismar Nasution, ”Catatan Perkuliahan : Hukum Anti Money Laundering”, (Medan :
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009). 23 Anugerah Perkasa, ”PPATK Bisa Menggandeng BAPEPAM-LK Terkait Pencucian Uang
di Bursa”, http://bataviase.co.id/node/371225., diakses pada 19 November 2010.
11
Masalahnya adalah dugaan praktek pencucian uang itu jarang dilaporkan ke
PPATK, meski BAPEPAM-LK sudah pasti mengetahui berbagai masalah pencucian
uang tersebut. Ketua PPATK, Yunus Husein mengungkapkan bahwa : “PPATK
menemukan sejumlah kecil praktek pencucian uang di pasar modal berkaitan dengan
rendahnya pelaporan Suspicious Transaction Report (STR) kepada lembaga
PPATK”.24
Para pelaku kejahatan di bidang pasar modal berupaya agar uang hasil
kejahatannya dapat diselamatkan. Salah satu cara adalah melalui mekanisme
pencucian uang (money laundering). Dengan cara tersebut, para pelaku kejahatan
berusaha mengubah atau mencuci sesuatu yang didapat secara illegal menjadi legal.
Pencucian uang ini dilakukan terhadap uang hasil tindak pidana perdagangan
narkotika, korupsi, penyelundupan senjata, perjudian, penggelapan pajak, dan insider
trading dalam transaksi saham di pasar modal.25 Dengan pencucian uang ini, pelaku
kejahatan dapat menyembunyikan asal-usul yang sebenarnya dana atau uang hasil
kejahatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan ini pula para pelaku kejahatan dapat
menikmati dan menggunakan hasil kejahatannya secara bebas seolah-olah tampak
sebagai hasil kegiatan yang legal.
Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka judul penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut : “Kewenangan Badan Pengawas Pasar Modal
(BAPEPAM-LK) Dalam Penanganan Money Laundering di Pasar Modal”.
24 Ibid. 25 Jurnal Hukum Bisnis, “Menyikapi Globalisasi Pencucian Uang”, Op.cit.
12
B. Rumusan Masalah
Mengingat luasnya lingkup tindak pidana di bidang pasar modal, maka ruang
lingkup pembahasan dalam penulisan ini difokuskan pada tindak pidana pencucian
uang di pasar modal Indonesia sebagai predicate crime. Berdasarkan uraian latar
belakang di atas, selanjutnya dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai
berikut :
1. Bagaimana terjadinya praktek money laundering di pasar modal?
2. Bagaimana kewenangan BAPEPAM-LK terhadap penanganan praktek money
laundering di pasar modal?
3. Bagaimana kendala Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang terhadap praktek money
laundering di pasar modal?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui peranan hukum dalam
pembangunan ekonomi di Indonesia terkait dengan Badan Pengawas Pasar Modal
(BAPEPAM-LK). Bertolak dari rumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini,
antara lain :
1. Untuk mengetahui terjadinya praktek money laundering di pasar modal;
2. Untuk mengetahui kewenangan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM-
LK) terhadap penanganan praktek money laundering di pasar modal; dan
13
3. Untuk menganalisis kendala dan hambatan dari Undang-Undang No. 8 Tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
terhadap praktek money laundering di pasar modal.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu :
1. Secara Teoritis
a. Sebagai bahan informasi bagi para akademisi maupun sebagai bahan
pertimbangan bagi penelitian lanjutan.
b. Memperkaya khasanah kepustakaan.
2. Secara Praktis
a. Sebagai bahan masukan bagi Badan Pengawas Pasar Modal
(BAPEPAM-LK) dalam mengambil langkah yang ditempuh untuk
mencegah terjadinya pencucian uang di Pasar Modal Indoensia.
b. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat (pelaku pasar) agar terbentuk
peraturan atau kebijakan yang mampu menciptakan kestabilan,
keterprediksian, dan keadilan bagi seluruh anggota masyarakat.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi dan penelusuran studi kepustakaan khususnya pada
lingkungan Perpustakaan Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, bahwa
penelitian dengan judul “Kewenangan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM-
14
LK) Dalam Penanganan Money laundering di Pasar Modal” sudah pernah dilakukan,
antara lain :
1. Tesis dengan judul “Kebijakan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)
dalam Penanggulangan Pencucian Uang di Pasar Modal” yang dilakukan di
Medan pada tahun 2008 oleh Mega Kartika;
2. Tesis dengan Judul “Penegakan Hukum Pidana di Bidang Pasar Modal”, yang
dilakukan di Medan pada tahun 2009 oleh Budi Satrio; dan
3. Skripsi dengan judul “Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang di Pasar
Modal melalui Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles)
Berdasarkan Keputusan Ketua BAPEPAM-LK No. 476/BL/2009” oleh Ika
Rahayu di Medan pada tahun 2010.
Keduanya memiliki rumusan permasalahan dan kajian yang berbeda.
Penelitian lanjutan ini mengkaji mengenai kewenangan BAPEPAM-LK khususnya
masalah pencucian uang dan upaya penanggulangannya. Penelitian ini juga
menjunjung tinggi kode etik penulisan karya ilmiah, oleh karena itu penelitian ini
adalah benar keasliannya baik dilihat dari materi, permasalahan, dan kajian dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
F. Kerangka Teoritis dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan dalam peneltian ini,
digunakan teori sistem hukum yang dikemukan oleh Lawrence M. Friedman, yang
memandang hukum sebagai suatu sistem yang terdiri dari sub-sistem substansi
15
hukum, struktur hukum dan kultur hukum. Penggunaan teori ini didasarkan pada
pandangan bahwa pembahasan terhadap penegakan hukum anti pencucian uang
(money laundering) tidak bisa disandarkan pada analisis aspek substansi peraturan
perundang-undangan saja, tetapi juga harus dipandang dalam suatu kerangka sistemik
yang juga meliputi pembahasan terhadap struktur hukumnya yang meliputi lembaga-
lembaga terkait dalam penegakannya, seperti PPATK, Kepolisian, Kejaksaan dan
BAPEPAM-LK khusus terkait dengan tindak pidana pencucian uang yang terjadi di
pasar modal. Di samping itu perlu pula diperhatikan aspek kultural, yang dalam
penelitian ini lebih difokuskan pada kultur aparaturnya lebih khusus lagi terkait masih
adanya budaya menerima suap pada oknum aparatur. Dengan pendekatan teori sistem
ini diharapkan didapatkan suatu gambaran (deskripsi) yang utuh tentang berbagai
aspek yang dirumuskan dalam permasalahan.
Dengan demikian, beberapa alasan menggunakan teori sistem hukum dari
Lawrence M. Friedman untuk menjawab permasalahan utama berupa kewenangan
BAPEPAM-LK dalam penanganan money laundering di pasar modal, dapat
dikemukakan sebagai berikut :
(1) Diasumsikan bahwa salah satu letak permasalahan sulitnnya penanganan money
laundering di pasar modal adalah karena lemahnya substansi Undang-Undang
No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang;
(2) Secara struktural lembaga yang berwenang dalam penanganan pemberantasan
tindak pidana pencucian uang adalah PPATK, kepolisian dan kejaksaan. Undang-
16
Undang No. 8 Tahun 2010 secara eksplisit tidak melibatkan BAPEPAM-LK
sebagai otoritas pasar modal.
(3) Masih adanya budaya menerima suap di kalangan oknum aparatur sehingga
membuat tidak efektifnya penegakan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
(4) Menggunakan teori sistem dapat menggambarkan secara utuh aspek substansi,
struktur dan kultur hukum dimaksud.
Teori sistem hukum ini dipergunakan sebagai teori umum, yang diperkuat
oleh sejumlah teori-teori yang dipergunakan untuk menjawab hal-hal yang lebih
bersifat aplikasi/terapan. Teori dimaksud digali dari teori-teori di bidang disiplin ilmu
hukum pasar modal dan hukum tindak pidana pencucian uang.
Lawrence M. Friedman membagi sistem hukum dalam tiga unsur yakni :
struktur, substansi dan kultur hukum. Struktur dari sistem hukum terdiri dari unsur
berikut ini : jumlah dan ukuran pengadilan, yurisdiksinya (yaitu jenis perkara yang
mereka periksa, dan bagaimana serta mengapa), dan cara naik banding dari satu
pengadilan ke pengadilan lainnya. Struktur juga berarti bagaimana badan legislatif
ditata, berapa banyak anggota yang duduk di Komisi Dagang Federal, apa yang boleh
dan tidak boleh dilakukan seorang presiden, prosedur apa yang diikuti oleh
departemen kepolisian dan sebagainya.26
Struktur hukum dengan demikian adalah bagaimana agensi-agensi, organ-
organ, pejabat-pejabat, badan atau lembaga yang mengawasi peraturan hukum dan
26 Lawrence M. Friedman. American Law An Introduction, (Second Edition), diterjemahkan
oleh Wishnu Basuki, Hukum Amerika Sebuah Pengantar, (Jakarta : Tata Nusa, 2001), hal.7
17
melaksanakan fungsi struktural tersebut yang diawasi dengan sebuah sistem
pengawasan yang memadai.27 Setiap peraturan perundang-undangan harus
mempunyai lembaga pengawas untuk menegakkan undang-undang tersebut agar
tegaknya hukum yang dibuat. Struktur hukum disini adalah Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) dan Pusat Pelaporan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK). BAPEPAM-LK untuk mengawasi pasar modal dan
PPATK untuk mengawasi tindak pidana pencucian uang atau money laundering.
Setiap lembaga pengawas tersebut memiliki fungsi, wewenang, dan peran masing-
masing.
Substansi hukum adalah aturan, norma, peraturan perundang-undangan yang
berlaku dalam masyarakat, dan pola prilaku nyata manusia yang berada dalam sistem
itu. Substansi hukum tidak hanya menyangkut peraturan perundang-undangan yang
terdapat dalam kitab-kitab hukum (law in books) dalam hal ini berbicara mengenai
pasar modal dan tindak pidana pencucian uang, maka tidak terlepas dari Undang-
Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan Undang-Undang No. 8 Tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, tetapi
juga pada hukum yang hidup (living law) termasuk di dalamnya ”produk” yang
dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem itu, misalnya keputusan-keputusan
yang mereka keluarkan dan aturan-aturan yang mereka susun.28 Substansi hukum itu
adalah alur jalan atau peraturan untuk melaksanakan aturan main dalam pasar modal
27 Ibid. hal. 9. 28 Ibid. hal. 8.
18
dan tindak pidana pencucian uang. Substansi hukum berguna untuk mencapai
kepastian hukum.
Kultur hukum (budaya hukum) menyangkut sikap manusia terhadap hukum
dan sistem hukum, bisa meliputi persoalan-persoalan kepercayaan, nilai, pemikiran
dan harapan manusia terhadap hukum dan sistem hukum. Budaya hukum dapat
diartikan pula sebagai suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan
bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Budaya hukum sangat
dipengaruhi oleh ”sub-budaya hukum” seperti sub-budaya orang kulit putih, orang
kulit hitam, orang-orang Katholik, Protestan, Yahudi, polisi, penjahat, penasehat
hukum, pengusaha, dan lain sebagainya. Sub-budaya hukum yang sangat menonjol
dan sangat berpengaruh terhadap hukum adalah budaya hukum dari ”orang dalam”
(insiders) yaitu hakim dan para penegak hukum yang bekerja dalam sistem hukum
itu.29 Kultur hukum adalah budaya hukum suatu masyarakat untuk menegakkan
hukum tersebut yang sudah dibuat, diawasi, ditegakkan oleh lembaga-lembaga yang
tersebut di atas. Budaya hukum merupakan ”kunci starter” atas jalannya hukum itu.
Budaya hukum setiap masyarakat jelas berbeda-beda. Inilah yang dituntut oleh
masyarakat agar para pejabat publik yang berfungsi sebagai penyidik dalam hal
money laundering agar memiliki budaya hukum yang baik demi menegakkan
peraturan perundang-undangan.
Unsur-unsur sistem hukum bekerja secara terintegral satu dengan yang
lainnya agar tujuan dari hukum dapat tercapai, yaitu : keadilan, kepastian, dan
29 Ibid. hal. 10.
19
manfaat. Tercapainya tujuan hukum dapat menekan para pelaku kejahatan untuk
melakukan aksinya.
Penelitian tesis ini difokuskan pada aspek sistem hukum dalam penegakan
Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang, khususnya yang terjadi dalam kegiatan pasar modal. Struktur
hukum yang terkait langsung dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang di pasar modal adalah PPATK, kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.
Namun, oleh karena kejahatan yang diteliti ini terkait dengan praktek di pasar modal,
maka mau tidak mau harus bersentuhan dengan BAPEPAM-LK sebagai otoritas
pasar modal. Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di pasar
modal akan efektif dengan adanya keterlibatan aktif dari BAPEPAM-LK sebagai
otoritas di pasar modal. Lembaga ini memiliki banyak hal yang dibutuhkan untuk
tercapainya secara efektif pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian
uang di pasar modal. Permasalahannya adalah substansi hukum yang ada, dalam hal
ini Undang-Undang No. 8 Tahun 2010, kurang melibatkan peran serta aktif dari
BAPEPAM-LK. Dalam konteks ini ingin disampaikan bahwa terdapat kekurangan
dalam subsistim substansi dan struktur hukum dalam pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana pencucian uang di pasar modal. Hal ini diperburuk oleh masih adanya
budaya mau menerima suap dari oknum aparatur.
Selanjutnya teori sistem hukum didukung oleh uraian-uraian teoritis terkait
praktek pencucian uang, sehingga dapat dijelaskan hal-hal yang lebih praktis atau
lebih bersifat hukum terapan.
20
Para pelaku kejahatan di pasar modal sering juga disebut sebagai white collar
crime karena perbuatannya merupakan akumulasi dari berbagai macam faktor antara
lain kecerdikan, kelihaian, jaringan, kekuatan modal, kecepatan informasi, dan
sasaran kejahatannya yang berkaitan dengan nilai keuntungan yang akan didapat oleh
para pelaku kejahatan tersebut. Karena keuntungan yang didapat sangatlah besar,
maka para pelaku kejahatan mempunyai kecenderungan untuk melakukan pratek
pencucian uang sehingga hasil kejahatannya seolah-olah dianggap sebagai uang yang
legal.
Pada umumnya terdapat 3 (tiga) metode yang digunakan dalam pencucian
uang, metode tersebut digunakan secara kumulatif ataupun alternatif. Salah satu dari
tiga tersebut jika dilakukan untuk melakukan tindak pidana money laundering, berarti
sudah bisa dikatakan pencucian uang atau money laundering. Ketiga hal tersebut
antara lain :
a. ”Penempatan (placement) merupakan menempatkan uang tunai yang berasal
dari tindak pidana ke dalam sistem keuangan (financial system) atau upaya
menempatkan uang giral (cheque, wesel bank, sertifikat deposito, dan lain-
lain) kembali ke dalam sistem keuangan, terutama sistem perbankan. Dalam
proses penempatan uang tunai ke dalam sistem keuangan ini, terdapat
pergerakan fisik uang tunai baik melalui penyelundupan uang tunai dari suatu
negara ke negara lain, penggabungan antara uang tunai yang berasal dari
kejahatan dengan uang yang diperoleh dari hasil kegiatan yang sah, atau cara-
cara lain seperti pembukaan deposito, pembelian saham-saham atau juga
mengkonversikannya ke dalam mata uang negara lain;
21
b. Transfer (layering) merupakan upaya untuk mentransfer harta kekayaan,
berupa benda bergerak atau tidak bergerak yang berwujud maupun tidak
berwujud, yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam
sistem keuangan melalui penempatan (placement). Dalam proses ini terdapat
rekayasa untuk memisahkan uang hasil kejahatan dari sumbernya melalui
pengalihan dana hasil placement ke beberapa rekening atau lokasi tertentu
lainnya dengan serangkaian transaksi yang kompleks yang didesain untuk
menyamarkan/mengelabui sumber dana ”haram” tersebut. Layering dapat
pula dilakukan dengan transaksi jaringan internasional baik melalui bisnis
yang sah atau perusahaan-perusahaan ”shell” (perusahaan mempunyai nama
dan badan hukum namun tidak melakukan kegiatan usaha apapun);
c. Menggunakan harta kekayaan (integration), suatu upaya menggunakan harta
kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam
sistem keuangan melalui placement atau layering sehingga seolah-olah
menjadi harta kekayaan “halal”. Proses ini merupakan upaya untuk
mengembalikan uang yang telah dikaburkan jejaknya sehingga pemilik
semula dapat menggunakan dengan aman. Disini uang yang di ‘cuci’ melalui
placement maupun layering dialihkan ke dalam kegiatan-kegiatan resmi
sehingga tampak seperti tidak berhubungan sama sekali dengan aktivitas
kejahatan yang menjadi sumber dari uang tersebut”.30
30 Bismar Nasution, Rejim Anti-Money Laundering di Indonesia, (Bandung : Book Terrace &
Library, 2005).
22
Dengan melihat apa yang telah diuraikan di atas, BAPEPAM-LK sebagai
otoritas di bidang pasar modal harus tanggap dalam menyikapi praktek kejahatan
tersebut. Dengan demikian diperlukan kerjasama yang baik antar lembaga dan aparat
penegak hukum di bidang pasar modal dan bidang lainnya yang terkait, seperti :
PPATK, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), dan lain sebagainya sehingga segala bentuk tindak pidana di bidang pasar
modal dapat diatasi bersama.
2. Kerangka Konsep
Dalam melakukan penelitian tesis ini, perlu dijelaskan beberapa istilah di
bawah ini sebagai definisi operasional dari konsep-konsep yang dipergunakan, yaitu :
1. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK)
adalah suatu badan yang diberi kewenangan dan kewajiban untuk membina,
mengatur dan mengawasi setiap pihak yang melakukan kegiatan di pasar
modal. Semua itu dilakukan dengan tujuan mewujudkan terciptanya kegiatan
pasar modal yang teratur, wajar, dan efisien, serta melindungi kepentingan
pemodal dan masyarakat.31
2. Wewenang BAPEPAM-LK adalah melakukan pembinaan, pengaturan, dan
pengawasan sehari-hari di Pasar Modal Indonesia. Menurut Pasal 5 Undang-
31 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Lembaran Negara Republik
Indonesia No. 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3608, pada Pasal 3-4.
23
Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyebutkan bahwa
BAPEPAM-LK berwenang untuk32 :
a. Memberi :
1) Izin usaha kepada Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan,
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Reksa Dana, Perusahaan
Efek, Penasihat Investasi, dan Biro Administrasi Efek;
2) Izin orang perseorangan bagi Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil
Perantara Pedagang Efek, dan Wakil Manajer Investasi; dan
3) Persetujuan bagi Bank Kustodian.
b. Mewajibkan pendaftaran Profesi Penunjang Pasar Modal dan Wali
Amanat;
c. Menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan dan
memberhentikan untuk sementara waktu komisaris dan atau direktur
serta menunjuk manajemen sementara Bursa Efek, Lembaga Kliring
dan Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
sampai dengan dipilihnya komisaris atau direktur yang baru;
d. Menetapkan persyaratan dan tata cara Pernyataan, Pendaftaran serta
menyatakan, menunda atau membatalkan efektifnya Pernyataan
Pendaftaran;
e. Mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap Pihak dalam
hal terjadi peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap
undang-undang dan atau peraturan pelaksanaannya;
32 Ibid., pada Pasal 1 angka 13.
24
f. Mewajibkan setiap pihak untuk :
1) Menghentikan atau memperbaiki iklan atau promosi yang
berhubungan dengan kegiatan di Pasar Modal; atau
2) Mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi
akibat yang timbul dari iklan atau promosi dimaksud.
g. Melakukan pemeriksaan terhadap :
1) Setiap Emiten atau Perusahaan Publik yang telah atau diwajibkan
menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam; atau
2) Pihak yang dipersyaratkan memiliki izin usaha, izin orang
perseorangan, persetujuan, atau pendaftaran profesi berdasarkan
undang-undang.
h. Menunjuk Pihak lain untuk melakukan pemeriksaan tertentu dalam
rangka pelaksanaan wewenang Bapepam sebagaimana dimaksud huruf
g;
i. Mengumumkan hasil pemeriksaan;
j. Membekukan atau membatalkan pencatatan suatu Efek pada Bursa
Efek atau menghentikan transaksi Bursa atas Efek tertentu untuk
jangka waktu tertentu guna melindungi kepentingan pemilik modal;
k. Menghentikan kegiatan perdagangan Bursa Efek untuk jangka waktu
tertentu dalam hal keadaan darurat;
l. Memeriksa keberatan yang diajukan oleh Pihak yang dikenakan sanksi
oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, atau Lembaga
25
Penyimpanan dan Penyelesaian serta memberikan keputusan
membatalkan atau menguatkan pengenaan sanksi dimaksud;
m. Menetapkan biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, pemeriksaan,
dan penelitian serta biaya lain dalam rangka kegiatan Pasar Modal;
n. Melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian
masyarakat sebagai akibat pelanggaran atas ketentuan di bidang Pasar
Modal;
o. Memberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis atas Undang-
Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal atau peraturan
pelaksanaannya;
p. Menetapkan instrumen lain sebagai Efek selain yang telah ditentukan
dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal; dan
q. Melakukan hal-hal lain yang diberikan berdasarkan Undang-Undang
No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
3. Fungsi BAPEPAM-LK adalah seperti yang dijelaskan dalam Pasal 3
Kepmenkeu RI No. 503/KMK.01/1997 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Badan Pengawas Pasar Modal, antara lain :
a. Penyusunan peraturan di bidang Pasar Modal;
b. Pembinaan dan pengawasan terhadap Pihak yang memperoleh izin
usaha, persetujuan, pendaftaran dari Bapepam dan Pihak lain yagn
bergerak di Pasar Modal;
26
c. Penetapan prinsip-prinsip keterbukaan perusahaan bagi Emiten di
Perusahaan Publik;
d. Penyelesaian keberatan yang diajukan oleh Pihak yang dikenakan
sanksi oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, dan
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian;
e. Penetapan ketentuan akuntansi di bidang Pasar Modal;
f. Pengamanan teknis pelaksanaan tugas pokok Bapepam sesuai dengan
kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Tujuan BAPEPAM-LK adalah memperkuat pengawasan Pasar Modal,
meningkatkan kepastian hukum di Pasar Modal, meningkatkan peran dan
kualitas pelaku Pasar Modal, memperluas alternatif investasi dan pembiayaan
di Pasar Modal, dan mengembangkan Pasar Modal berbasis syariah.33
5. Kepastian hukum adalah landasan hukum yang kukuh, setiap pihak baik
langsung maupun tidak langsung wajib untuk menghormati dan menegakkan
substansi hukum yang berlaku dengan tujuan untuk menjamin dan
meningkatkan kepercayaan pemodal terhadap industri efek nasional.34
33 BAPEPAM-LK, Op.cit, hal. 42-66. 34 Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi, Cet. 3, Ed. Revisi, (Bandung : Book Terrace
& Library, 2009).
27
6. Pencucian Uang atau Money Laundering adalah segala perbuatan yang
memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-
undang.35
7. Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum
dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.36
8. Transaksi adalah seluruh kegiatan yang menimbulkan hak atau kewajiban atau
menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara dua pihak atau lebih,
termasuk kegiatan pentransferan dan/atau pemindahbukuan dana yang
dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan.37
9. Transaksi Keuangan Mencurigakan adalah38 :
a. Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau
kebiasaan pola transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan;
b. Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan
dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang
bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang ini;
c. Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan
menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari Hasil Tindak
Pidana; atau
35 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang, Op.cit., Pasal 1 angka 1. 36 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Op.cit. 37 Loc.cit., angka 3. 38 Ibid., angka 5.
28
d. Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh
Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal
dari hasil tindak pidana.
10. Uang haram adalah uang hasil tindak pidana kejahatan atau uang yang didapat
dari tindakan melawan hukum.
11. Predicate Crime adalah tindak pidana asal dan atau dasar pidana sebelum
terjadinya pencucian uang.
12. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disebut
PPATK adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah
dan memberantas tindak pidana pencucian uang.39
13. Penegakan Hukum adalah proses hukum itu diterapkan untuk menciptakan
kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat.
14. Penyidikan adalah penelitian terhadap suatu kasus tindak pidana, dalam hal ini
adalah TPPU atau money laundering. Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,
penyidikan dilakukan terhadap tindak pidana asal.40
G. Metode Penelitian
39 Ibid., angka 2 40 Ibid., Penjelasan Pasal 74, yang mengatakan bahwa : Yang dimaksud dengan “penyidik
tindak pidana asal” adalah penjabat dari instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan, yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Penyidik tindak pidana asal dapat melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang apabila menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana pencucian uang saat melakukan penyidikan tindak pidana asal sesuai kewenangannya.
29
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan
pendekatan juridis normatif empiris.41 Dengan demikian objek penelitian adalah
norma hukum yang terwujud dalam kaidah-kaidah hukum dibuat dan ditetapkan oleh
pemerintah dalam sejumlah peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang
terkait secara langsung dengan kewenangan Badan Pengawas Pasar Modal
(BAPEPAM-LK) terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang di Pasar Modal Indonesia.
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan
menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dalam
melakukan pengkajian kewenangan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM-LK)
dalam menangani Tindak Pidana Pencucian Uang di Pasar Modal Indonesia.
Pendekatan tersebut berkaitan dengan pendekatan yang dilakukan dengan
menggunakan teori hukum murni yang berupaya membatasi pengertian hukum pada
bidang-bidang hukum saja, bukan karena hukum itu mengabaikan atau memungkiri
pengertian-pengertian yang berkaitan, melainkan karena pendekatan seperti ini
menghindari pencampuradukan berbagai disiplin ilmu yang berlainan metodologi
(sinkretisme metodologi) yang mengaburkan esensi ilmu hukum dan meniadakan
batas-batas yang ditetapkan pada hukum itu oleh sifat pokok bahasannya.42
41 Adapun tahap-tahap dalam analisis juridis normatif adalah : merumuskan azas-azas hukum
dari data hukum positif tertulis; merumuskan pengertian-pengertian hukum; pembentukan standar-standar hukum; dan perumusan kaidah-kaidah hukum. Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rajawali Press, 2010), hal. 166-167.
42 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni : Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien, disunting oleh Nurainun Mangunsong, (Bandung : Nusamedia & Nuansa, Cet. III, 2007).
30
Sifat penelitian adalah penelitian deskriptif analisis yang ditujukan untuk
menggambarkan secara tepat, akurat, dan sistematis gejala-gejala hukum terkait
dengan peranan hukum dalam pembangunan ekonomi studi terhadap kewenangan
Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM-LK) dalam menangani Tindak Pidana
Pencucian Uang di Pasar Modal Indonesia.
2. Sumber Bahan Hukum
Penelitian hukum normatif yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan
dan berdasarkan pada data sekunder, maka sumber bahan hukum yang digunakan
dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu :
1. Bahan hukum primer, meliputi seluruh peraturan perundang-undangan yang
relevan dengan permasalahan dan tujuan penelitian, antara lain : Undang-
Undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, Undang-Undang No. 8
Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang, dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait seperti
Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM-LK).
2. Bahan hukum sekunder digunakan untuk membantu memahami berbagai
konsep hukum dalam bahan hukum primer, analisis bahan hukum primer
dibantu oleh bahan hukum sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber baik
jurnal, buku-buku, makalah, serta karya ilmiah mengenai pasar modal dan
pencucian uang, berita, dan ulasan media, juga sumber-sumber lain yang
relevan dengan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM-LK), Tindak
Pidana Pencucian Uang, dan Pasar Modal.
31
3. Bahan hukum tertier diperlukan dipergunakan untuk berbagai hal dalam hal
penjelasan makna-makna kata dari bahan hukum sekunder dan bahan hukum
primer, khususnya kamus-kamus hukum dan ekonomi.
3. Teknik Pengumpulan Data
Seluruh bahan hukum dikumpulkan dengan menggunakan tehnik studi
kepustakaan43 (library research) dan studi dokumen dari berbagai sumber yang
dipandang relevan, antara lain instansi terkait dan Badan Pengawas Pasar Modal
(BAPEPAM-LK). Perpustakaan yang digunakan adalah Perpustakaan Universitas
Sumatera Utara dan Perpustakaan Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara.
4. Analisis Data
Data-data tersebut di atas berupa bahan-bahan hukum dianalisis dengan
menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Dilihat dari tujuan analisis, maka
ada dua hal yang ingin dicapai dalam analisis data kualitatif, yaitu : 1) Menganalisis
proses berlangsungnya suatu fenomena hukum dan memperoleh suatu gambaran yang
tuntas terhadap proses tersebut; dan 2) Menganalisis makna yang ada di balik
43 Menurut Bambang Sunggono, studi kepustakaan dapat membantu peneliti dalam berbagai
keperluan, misalnya : a) Mendapatkan gambaran atau informasi tentang penelitian yang sejenis dan berkaitan dengan permasalahan yang diteliti; b) Mendapatkan metode, teknik, atau cara pendekatan pemecahan permasalahan yang digunakan; c) Sebagai sumber data sekunder; d) Mengetahui historis dan perspektif dari permasalahan penelitiannya; e) Mendapatkan informasi tentang cara evaluasi atau analisis data yang dapat digunakan; f) Memperkaya ide-ide baru; dan g) Mengetahui siapa saja peneliti lain di bidang yang sama dan siapa pemakai hasil penelitian tersebut, seperti yang dikemukakan Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Rajawali Press, 2010), hal. 112-113.
32
informasi, data, dan proses suatu fenomena.44 Bahan hukum primer yang
terinventarisasi terlebih dahulu disistematisasikan sesuai dengan substansi yang diatur
dengan mempertimbangkan relevansinya terhadap rumusan permasalahan dan tujuan
penelitian. Kemudian dilakukan prediktabilitas hukum, mencari keadilan hukum,
perlindungan hukum, dan lain-lain.45
Analisis dilakukan secara holistik46 dan integral untuk menemukan hubungan
logis antara berbagai konsep hukum yang sudah ditemukan dengan menggunakan
kerangka teoritis yang relevan. Dalam hal ini yang akan diuji hubungan logisnya
antara lain meliputi hubungan antara Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM-
LK), Pasar Modal, peran ekonomi Pelaku Usaha dalam Pasar Modal, Tindak Pidana
Pencucian Uang, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan
lain-lain yang ditemukan dalam penelitian.
Melalui pendekatan holistik dalam ilmu hukum, maka ilmu hukum dapat
menjalankan perkembangannya sebagai suatu ilmu pengetahuan yang lebih utuh dan
tidak terintegrasi ke dalam ilmu-ilmu lain yang nantinya akan berakibat bagi
perkembangan ilmu hukum itu sendiri, oleh sebab itu paradigma tersebut tentunya
akan mengubah peta hukum dan pembelajaran hukum selama ini memandu kita
44 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu
Sosial Lainnya, Ed. 1, Cet. 3, (Jakarta : Kencana, 2009), hal. 153. 45 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Rosda, 2006), hal. 248,
dalam Burhan Bungin, Ibid., hal. 144-145. 46 Menurut Dilthey, holistik adalah hubungan melingkar antara part (bagian) dan whole
(keseluruhan) sebagai perputaran antara bagian dan keseluruhan dalam memahami sesuatu. Bagian yang satu dapat dipahami apabila direlasikan dengan bagian yang lain sehingga membentuk totalitas atau keseluruhan, dalam Yusran Darmawan, ”Membincang Holistik dalam Antropologi”, http://timurangin.blogspot.com/2009/08/membincang-holistik-dalam-antropologi.html., diakses pada 13 Agustus 2010.
33
dalam setiap kajian-kajian ilmu hukum yang lebih baik dalam prinsip keilmuan.47
Pendekatan secara integral maksudnya adalah suatu konsep yang meliputi seluruh
bagian dari Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM-LK) agar menjadikan sebuah
penelitian itu lengkap dan sempurna.48
Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berfikir
deduktif – induktif yaitu dilakukan dengan teori yang digunakan dijadikan sebagai
titik tolak untuk melakukan penelitian. Deduktif artinya menggunakan teori sebagai
alat, ukuran dan bahkan instrumen untuk membangun hipotesis, sehingga secara tidak
langsung akan menggunakan teori sebagai pisau analisis dalam melihat masalah
dalam kebijakan yang dibuat oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM-LK).
Teorisasi induktif adalah menggunakan data sebagai awal pijakan melakukan
penelitian, bahkan dalam format induktif tidak mengenal teorisasi sama sekali artinya
teori dan teorisasi bukan hal yang penting untuk dilakukan. Maka deduktif – induktif
adalah penarikan kesimpulan didasarkan pada teori yang digunakan pada awal
penelitian dan data-data yang didapat sebagai tunjangan pembuktian teori tersebut
apakah : 1) hasil-hasil penelitian ternyata mendukung teori tersebut sehingga hasil
penelitian dapat memperkuat teori yang ada; 2) apakah teori dalam posisi dapat
dikritik karena telah mengalami perubahan-perubahan disebabkan karena waktu yang
berbeda, lingkungan yang berbeda, atau fenomena yang telah berubah, untuk itu perlu
dikritik dan direvisi teori yang digunakan tadi; 3) apakah membantah teori yang
47 Satjipto Rahardjo, “Pendekatan Holistik Terhadap Hukum”, (Jurnal Progresif, Vol. 1 No. 2), hal. 5, dalam Ronny Junaidy K., “Ilmu Hukum dalam Perspektif Ilmu Pengetahuan Modern”, http://www.legalitas.org/content/ilmu-hukum-dalam-perspektif-ilmu-pengetahuan-modern., diakses pada 13 Agustus 2010.
48 Departemen Pendidikan Nasional, “Integral”, Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php., diakses pada 13 Agustus 2010.
34
digunakan untuk penelitian berdasarkan hasil penelitian, maka semua aspek teori
tidak dapat dipertahankan karena waktu, lingkungan, dan fenomena yang berbeda,
dengan demikian teori tidak dapat dipertahankan atau direvisi lagi, karena itu teori
tersebut harus ditolak kebenarannya dengan menggunakan teori baru.49
49 Burhan Bungin, Op.cit., hal. 26-29.
35
BAB II
PRAKTEK TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DI PASAR MODAL
Pasar modal merupakan salah satu bagian dari pasar keuangan (financial
market), di samping pasar uang (money market) yang sangat penting peranannya bagi
pembangunan nasional pada umumnya, khususnya bagi pengembangan dunia usaha
sebagai salah satu alternatif sumber pembiayaan eksternal oleh perusahaan.50 Sama
halnya dengan pencarian sumber dana segar untuk menyelenggarakan bisnis
perusahaan yang dilakukan oleh pelaku usaha dan/atau pengelola perusahaan, dalam
hal ini jajaran direksi. Pasar modal merupakan salah satu dari perkembangan bisnis
dewasa ini. Pasar modal dapat memainkan peranan penting dalam perkembangan
ekonomi di suatu negara, baik sebagai sarana investasi maupun sebagai sumber
pembiayaan bagi para investor.51
Melalui pasar modal, perusahaan dapat mengembangkan instrumen
keuntungan, mendiversifikasikan resiko dan memobilisasi dana masyarakat sehingga
dapat tercipta pengalokasian sumber dana secara lebih efisien dan dapat melahirkan
budaya fairness melalui keterbukaan yang pada akhirnya akan menciptakan ekonomi
yang sehat dari suatu negara.52 Fairness di atas dimaksudkan adalah keadilan dalam
dunia usaha yaitu menguntungkan pengusaha dan pemodal. Tidak ada yang dirugikan
disini, namun jika usaha yang dilakukan mengalami kemunduran atau kerugian maka
50 Nasarudin dan Surya, Op.cit., hal. 13. 51 Perlindungan terhadap investor merupakan satu kata kunci di pasar modal. Perlindungan
merupakan kebutuhan dasar investor yang harus dijamin keberadaannya. Hal ini penting dan mutlak. Bisa dibayangkan bagaimana mungkin investor bersedia menanamkan dananya, jika tidak ada jaminan perlindungan terhadap investasinya. Sumber : I Putu Gede Ary Suta, Peranan Pasar Modal, hal. 91.
52 I Putu Gede Ary Suta, Menuju Pasar Modal Modern, (Jakarta : Yayasan SAD Satria Bhakti, 2000), hal. 51.
36
dapat diambil jalan pembagian kerugian. Dengan kata lain, pemodal juga tidak dapat
menerima untung atau laba saja melainkan kerugian juga ditanggung mereka.
Adapun misi dari pasar modal di Indonesia adalah untuk menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan,
pertumbuhan, dan stabilitas ekonomi nasional ke arah peningkatan kesejahteraan
rakyat.53 Dari uraian di atas, dapat disimpulkan fungsi dari pasar modal, yaitu54 :
1. Sarana untuk menghimpun dana-dana masyarakat untuk disalurkan ke dalam
kegiatan-kegiatan yang produktif;
2. Sumber pembiayaan yang mudah, murah, dan cepat bagi dunia usaha dan
pembangunan nasional;
3. Mendorong terciptanya kesempatan berusaha dan sekaligus menciptakan
kesempatan kerja;
4. Mempertinggi efisiensi alokasi sumber produksi;
5. Memperkokoh beroperasinya mekanisme finansial market dalam menata
sistem moneter, karena pasar modal dapat menjadi sarana ”open market
operation” sewaktu-waktu diperlukan oleh Bank Sentral;
6. Menekan tingginya tingkat bunga menuju suatu ”rate” yang reasonable; dan
7. Sebagai alternatif investasi bagi para pemodal.
Adanya modal yang cukup mengakibatkan perusahaan dapat melanjutkan
bidang usahanya dalam membuka lapangan pekerjaan dengan begitu dapat
menampung banyak masyarakat yang dapat bekerja. Adanya masyarakat yang
53 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Op.cit., dalam Penjelasan Umum. 54 Nasarudin dan Surya, Op.cit., hal. 278.
37
bekerja akan memutar perekonomian negara dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Penegakan hukum tidak boleh terlepas dari kerangka keadilan, karena kalau
tidak, penegakan hukum malah akan menjadi counter productive, yang pada
gilirannya akan menjadi bumerang bagi perkembangan pasar modal. Bagi investor
sebaiknya membekali dirinya dengan pemahaman yang mencukupi sebelum
mengambil keputusan untuk melakukan transaksi efek. Prospektus dan laporan
berkala dan insidentil menjadi pedoman bagi investor untuk dapat melihat dan
mempertimbangkan pengambilan keputusannya.55 BAPEPAM-LK secara tidak
langsung berupaya agar pemegang saham mengetahui dan mempergunakan hak
dalam melindungi kepentingannya menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Perkembangan pasar modal sangatlah pesat sehingga perangkat hukum yang
ada perlu penyempurnaan dan penajaman. Perkembangan dan kemajuan pasar modal
sangat ditentukan oleh adanya kepastian hukum bagi para pelakunya, terutama
masyarakat investor.
Investor, khususnya investor internasional menaruh perhatian yang sangat
besar terhadap aturan hukum (rule of law) disamping adanya aspek disclosure
(keterbukaan informasi). Investor manapun pasti enggan masuk pasar jika pasar yang
bersangkutan tidak memiliki perangkat aturan yang jelas. Apalagi bisnis di pasar
modal dapat dibilang sebagai bisnis yang mengandalkan kepercayaan. Kepercayaan
tersebut akan lebih aman dan terjamin jika dipayungi oleh peraturan yang jelas dan
55 Nasarudin dan Surya, Op.cit., hal. 279.
38
mengikat. Oleh karena itu, sejalan dengan semakin diakuinya peran strategis di
bidang pasar modal, BAPEPAM-LK memiliki kewajiban untuk mengeluarkan
regulasi di bidang pasar modal Standar dan praktek internasional telah mengharuskan
BAPEPAM-LK untuk membuat setiap aturan yang mengacu kepada standar
internasional.56
Hal tersebut diwujudkan dalam kebijakan pembuatan peraturan BAPEPAM-
LK yang pada intinya menetapkan mekanisme pembuatan peraturan yang melibatkan
semua pihak yang terkait. Sebagai hasilnya, telah dibuat peraturan dalam dua bahasa,
Indonesia dan Inggris, dimana keseluruhan peraturan tersebut tertuang dalam buku
Peraturan BAPEPAM-LK (BAPEPAM-LK Rulebook) yang telah menjadi acuan bagi
para pihak yang bergerak di bidang pasar modal.
Tindak pidana dan aktivitas di pasar modal telah semakin kompleks yang
antara lain berdampak pada semakin canggihnya tekhnik yang dilakukan oleh pihak-
pihak tertentu yang melakukan tindak pidana di Pasar Modal. Tantangan yang
dihadapi oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil BAPEPAM-LK sebagai aparat penegak
hukum yang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan saat ini dan pada masa
yang akan datang akan semakin berat, seiring dengan semakin canggihnya tekhnik
tindak pidana, termasuk di dalamnya tindak pidana di bidang pasar modal.57
56 BAPEPAM-LK adalah instansi yang berada di bawah Departemen Keuangan, merupakan
instansi yang setingkat dengan Direktorat Jenderal. Dalam kegiatan pasar modal, BAPEPAM-LK bertindak sebagai wasit yang adil bagi pelaku pasar modal, yakni perusahaan go public (emiten), penjamin emisi (underwriter), investor dan broker/dealer. BAPEPAM-LK berwenang untuk menyiapkan berbagai perangkat aturan (hukum) yang berhubungan dengan aktivitas pasar modal, lihat Marzuki Usman, Singgih Riphat, dan Syahrir Ika, Pengetahuan Dasar Pasar Modal, (Jakarta : Jurnal Keuangan dan Moneter, 1997), hal. 13.
57 Nasarudin dan Surya, Op.cit., hal. 259.
39
Untuk dapat memahami lebih lanjut tentang tindak pidana di bidang Pasar
Modal, berikut ini akan diuraikan lebih rinci jenis-jenis tindak pidana yang dikenal di
Pasar Modal. Tindak pidana di pasar modal terbagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu :
tindak pidana yang berasal dari dalam pasar modal itu sendiri dan tindak pidana yang
berasal dari luar pasar modal.
A. Tindak Pidana Pencucian Uang yang berasal dari dalam (Internal) Pasar Modal
Tindak pidana pencucian uang yang berasal dari dalam (internal) pasar modal
terbagi 2 (dua), yaitu : penipuan dan manipulasi pasar. Penipuan dalam pasar modal,
menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 90 huruf c
adalah :
”membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta material atau tidak mengungkapkan fakta material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi pihak lain untuk membeli atau menjual efek”. Informasi atau Fakta Material adalah informasi atau fakta penting dan relevan
mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga Efek pada
Bursa Efek dan atau keputusan pemodal, calon pemodal, atau Pihak lain yang
berkepentingan yang menjadi nasabahnya.58 Fakta material sebagai salah satu tujuan
dari prinsip keterbukaan.
Larangan ini ditujukan kepada semua pihak yang terlibat dalam perdagangan
efek, bahkan turut serta melakukan penipuan pun tidak terlepas dari jerat pasal ini.
58 Pasal 1 angka 7, Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Op.cit.
40
Bagi kalangan tertentu yang mempunyai kemampuan dan fasilitas teknologi yang
dengan itu semua mereka dapat melakukan penipuan pun tidak lepas dari pasal ini.
BAPEPAM-LK dan PT. Bursa Efek Jakarta selaku regulator dan pengelola kegiatan
perdagangan pasar modal harus mampu menjaga kredibilitas pasar modal Indonesia.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal juga memberikan beberapa
spesifikasi mengenai pengertian penipuan, yaitu terbatas dalam kegiatan perdagangan
Efek yang meliputi kegiatan penawaran, pembelian, dan atau penjualan Efek yang
terjadi dalam rangka Penawaran Umum, atau terjadi di Bursa Efek maupun di luar
Bursa Efek atas Efek Emiten atau Perusahaan Publik.
Berkaitan dengan pengertian tipu muslihat atau rangkaian kebohongan
sebagaimana ditentukan dalam KUHP, Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal menegaskan bahwa hal tersebut termasuk membuat pernyataan yang
tidak benar mengenai fakta material atau tidak mengungkapkan fakta yang material.
Selain penipuan, dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal dikenal pula suatu bentuk tindak pidana lain, yaitu manipulasi pasar. Secara
sederhana manipulasi pasar adalah kegiatan untuk menciptakan gambaran semu atau
menyesatkan mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga Efek di
Bursa Efek atau memberi pernyataan, atau keterangan yang tidak benar atau
menyesatkan sehingga harga Efek di bursa terpengaruh. Ketentuan tentang
manipulasi pasar diatur dalam Pasal 91, 92, dan 93 Undang-Undang No. 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal.
41
Menurut R. J. Shook dan Robert L. Shook dalam The Wall Street Direct
Dictionary, manipulasi pasar adalah59 :
“The illegal buying or selling of security to create the false impression that active trading exist in an effort to convince other people to buy more shares or sell the ones they own. Manipulation is done to influence prices so the person doing the manipulating can achieve a more advantegeous market”. False Impression tersebut mendorong pihak lain melakukan tindakan jual atau
beli suatu efek pada tingkat harga yang diinginkan manipulator. Transaksi yang dapat
menimbulkan gambaran semu antara lain adalah transaksi Efek yang tidak
mengakibatkan perubahan kepemilikan atau penawaran jual atau beli Efek pada harga
tertentu dimana Pihak tersebut juga telah bersekongkol dengan Pihak Lain yang
melakukan penawaran beli atau jual Efek yang sama pada harga yang kurang lebih
sama. Motif dari manipulasi pasar antara lain adalah untuk meningkatkan,
menurunkan atau mempertahankan harga efek.
Beberapa pola manipulasi pasar diantaranya60 :
a. Menyebarluaskan informasi palsu mengenai emiten dengan tujuan untuk
mempengaruhi harga efek perusahaan yang dimaksud di Bursa Efek (false
information). Misalnya suatu pihak menyebarkan rumor bahwa Emiten A
akan segera dilikuidasi, pasar merespon yang menyebabkan harga efeknya
jatuh tajam di Bursa.
b. Menyebarluaskan informasi yang menyesatkan atau informasi yang tidak
lengkap (misinformation). Misalnya, suatu pihak menyebarkan rumor bahwa
59 R. J. Shook dan Robert L. Shook, The Wall Street Direct Dictionary, hal. 234. 60 Nasarudin dan Surya, Op.cit., hal. 260.
42
Emiten A tidak termasuk perusahaan yang akan dilikuidasi oleh pemerintah,
padahal Emiten A termasuk yang diambil alih oleh pemerintah.
Dalam praktek perdagangan Efek dikenal beberapa kegiatan yang dapat
digolongkan sebagai manipulasi pasar, yaitu61 : marking the close; painting the tape;
pembentukan harga berkaitan dengan merger, konsolidasi, dan akuisisi; cornering the
market; pools; wash sales; dan insider trading (perdagangan orang dalam).
Selain bentuk tindak kejahatan di atas, Undang-Undang No. 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal, mengkategorikan sejumlah tindakan lain di bidang pasar modal
sebagai tindakan kejahatan yang diancam pidana, yaitu62 :
1. Setiap pihak yang tanpa izin, persetujuan atau pendaftaran melakukan
kegiatan di bidang pasar modal sebagai :
a. Lembaga Kliring dan Penjaminan atau Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian.
b. Perseroan Reksa Dana.
c. Perusahaan Efek.
d. Penasihat Investasi.
e. Penyelenggara Jasa Kustodian.
f. Biro Administrasi Efek.
g. Wali Amanat.
h. Profesi Penunjang Pasar Modal, seperti Akuntan, Konsultan Hukum,
Penilai, Notaris, dan Profesi Lain yang ditetapkan Pemerintah.
61 Ibid. 62 Ibid., hal. 271.
43
2. Manajer Investasi dan Pihak terafiliasi yang menerima imbalan dari pihak lain
dalam bentuk apapun, langsung maupun tidak untuk melakukan pembelian
atau penjualan efek;
3. Emiten atau Perusahaan Publik melakukan penawaran umum namun tidak
menyampaikan pernyataan pendaftaran atau pernyataan pendaftarannya belum
dinyatakan efektif oleh BAPEPAM-LK (Pasal 70, Undang-Undang No. 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal);
4. Siapa saja yang melakukan penipuan, menyesatkan BAPEPAM-LK,
menghilangkan, memusnahkan, menghapuskan, mengubah, mengaburkan,
menyembunyikan, atau memalsukan catatan dari pihak yang memperoleh izin,
persetujuan dan pendaftaran dari BAPEPAM-LK (Pasal 107, Undang-Undang
No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal);
5. Pihak yang langsung atau tidak mempengaruhi pihak lain untuk melakukan
pelanggaran pasal-pasal Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal diancam pidana seperti ditentukan dalam Pasal 103, 104, 105, 106,
107. (Pasal 108, Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal);
Setiap pelaku kejahatan atau tindakan lain yang dikualifikasikan sebagai
kejahatan di bidang pasar modal, Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal mengancam pidana penjara selama 3 (tiga) sampai 10 (sepuluh) tahun dan
denda sebanyak Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) sampai
Rp. 15.000.000.000,- (lima belas milyar rupiah). 63 Bila dibandingkan dengan KUHP
63 Ibid., hal. 272.
44
Pasal 378, ancaman hukumannya paling lama adalah 4 (empat) tahun penjara bagi
mereka yang terbukti melakukan penipuan. Sedanagkan dalam KUHP Pasal 390,
ancaman hukumannya adalah paling lama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan penjara.
Dalam KUHP Pasal 378 disebutkan bahwa :
”Penipuan adalah tindakan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan cara melawan hukum, mamakai nama palsu atau martabat palsu, tipu muslihat, rangkaian kebohongan, membujuk orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi utang atau menghapuskan piutang”. Dengan tetap memperhatikan ketentuan yang diatur dalam KUHP, Undang-
Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal memberikan beberapa spesifikasi
mengenai pengertian penipuan, yaitu terbatas dalam kegiatan perdagangan efek yang
meliputi kegiatan penawaran, pembelian, dan atau penjualan efek yang terjadi dalam
rangka penawaran umum, atau terjadi di bursa efek maupun di luar bursa efek atas
efek Emiten atau Perusahaan Publik.64
Dari pengertian Penyedia Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat (1) huruf a, Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, beberapa di antaranya merupakan
lembaga yang melakukan kegiatan di pasar modal seperti perusahaan efek, pengelola
reksa dana, kustodian, wali amanat, lembaga penyimpanan dan penyelesaian. Sebagai
lembaga yang termasuk dalam kategori Penyedia Jasa Keuangan, lembaga-lembaga
64 Ibid., hal. 262.
45
ini mempunyai kewajiban untuk menyampaikan laporan kepada Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dalam hal mendapatkan kondisi berikut65 :
a. Transaksi Keuangan Mencurigakan;
b. Transaksi Keuangan Tunai dalam jumlah paling sedikit Rp. 500.000.000,-
(lima ratus juta rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara,
yang dilakukan baik dalam satu kali Transaksi maupun beberapa kali
Transaksi dalam 1 (satu) hari kerja; dan/atau
c. Transaksi Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri.
Dalam hubungannya dengan kewajiban pelaporan perusahaan efek kepada
PPATK, hal yang dilaporkan pada dasarnya adalah : a) mengetahui latar belakang,
keadaan keuangan, dan tujuan investasi nasabahnya; dan b) membuat dan menyimpan
catatan dengan baik mengenai pesanan, transaksi dan kondisi keuangannya.66 Selain
itu, terhadap Perusahaan Efek, Pengelola Reksa Dana, dan Bank Kustodian, Wali
Amanat, dan Lembaga Penyelesaian dan Penyimpanan, berdasarkan ketentuan
Peraturan BAPEPAM No. V.D.10, kewajiban untuk menyampaikan laporan tersebut
lebih difokuskan terhadap transaksi yang mencurigakan. Adapun contoh-contoh
transaksi keuangan yang mencurigakan dalam pasar modal diantaranya67 :
1. Transfer dana tanpa disertai informasi yang jelas mengenai identitas pengirim
atau penyetor dana tersebut;
65 Pasal 23 ayat (1), Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Op.cit. 66 Pasal 36, Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Op.cit. 67 Robinson Simbolon, “Mewaspadai Pencucian Uang Melalui Pasar Modal, dalam Jurnal
Hukum Bisnis, Vol. 22, No. 3, (Jakarta : Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2003), hal. 55.
46
2. Transfer dana, terutama dari luar negeri, untuk tujuan investasi tetapi jumlah
investasinya relatif lebih kecil dibandingkan dengan jumlah dana yang
ditransfer tersebut;
3. Keputusan investasi yang tidak memperhatikan pertimbangan ekonomis
(misalnya menyimpan dana yang besar dalam rekening pasar uang);
4. Nasabah yang mempunyai beberapa rekening atau yang mempunyai rekening
atas nama pihak lain yang tidak mempunyai hubungan bisnis atau alasan yang
tepat lainnya dengan nasabah;
5. Adanya aliran dana yang masuk ke dalam rekening nasabah yang jumlahnya
jauh lebih besar dibandingkan dengan pendapatan atau sumber penghasilan
nasabah;
6. Nasabah yang memperlihatkan kehati-hatian yang berlebihan terutama
terhadap kerahasiaan identitas atau kegiatan usahanya, atau nasabah yang
menunda-nunda untuk memberikan informasi dan dokumen pendukung
mengenai identitasnya;
7. Nasabah yang tidak memperhitungkan resiko dalam berinvestasi termasuk
biaya-biaya yang timbul dalam berinvestasi;
8. Nasabah yang berasal dari atau yang mempunyai rekening di Negara yang
dikenal sebagai tempat pencucian uang atas Negara yang kerahasiaan banknya
sangat ketat;
9. Adanya transfer dana ke dalam suatu rekening yang sangat tinggi secara tiba-
tiba padahal sebelumnya rekening tersebut tergolong tidak aktif;
47
10. Pembayaran transaksi melalui uang tunai, transfer dari rekening atas nama
pihak lain, cek atas nama pihak lain, atau bentuk pembayaran lain yang
sejenis dalam jumlah yang besar; dan
11. Adanya frekuensi transaksi pada rekening nasabah yang sangat tinggi tetapi
frekuensi transaksi efeknya sangat sedikit.
B. Tindak Pidana Pencucian Uang yang berasal dari luar (Eksternal) Pasar Modal
Tindak pidana yang berasal dari luar (eksternal) pasar modal dapat dilihat
pada Pasal 2, Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian uang, yang menyatakan bahwa68 :
(1) “Hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: a. Korupsi; b. Penyuapan; c. Narkotika; d. Psikotropika; e. Penyelundupan tenaga kerja; f. Penyelundupan imigran; g. Di bidang perbankan; h. Di bidang pasar modal; i. Di bidang perasuransian; j. Kepabeanan; k. Cukai; l. Perdagangan orang; m. Perdagangan senjata gelap; n. Terorisme; o. Penculikan; p. Pencurian; q. Penggelapan; r. Penipuan; s. Pemalsuan uang; t. Perjudian;
68 Pasal 2, Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang, Op.cit.
48
u. Prostitusi; v. Di bidang perpajakan; w. Di bidang kehutanan; x. Di bidang lingkungan hidup; y. Di bidang kelautan dan perikanan; atau z. Tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat)
tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.
(2) Harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n”.
Pembagian tindak pidana pasar modal ke internal dan eksternal adalah untuk
memudahkan pemahaman mengenai kejahatan asal dari pencucian uang dilakukan.
Untuk lebih lanjut akan dibahas mengenai contoh kasus pencucian uang. Kasus yang
diangkat dalam penulisan riset penelitian ini adalah Kasus L/C Fiktif Bank BNI’46.
C. Kasus L/C Fiktif BNI’46
Kasus pembobolan Bank BNI menjadi isu yang mengejutkan masyarakat
Indonesia di akhir tahun 2003, dimana Bank BNI mengalami kerugian sebesar Rp.1,7
triliun yang diduga terjadi karena adanya transaksi ekspor fiktif melalui surat Letter
of Credit (disingkat L/C).69 Kasus ini menjadi fenomenal karena selain merugikan
keuangan Bank BNI tetapi juga berimbas pada keuangan negara secara makro. Awal
terbongkarnya kasus, pada saat BNI melakukan audit internal pada bulan Agustus
69 Letter of Credit (disingkat L/C) adalah suatu pernyataan tertulis dari bank atas permintaan
nasabah untuk menyediakan dan menyelesaikan suatu jumlah kewajiban tertentu bagi kepentingan pihak ketiga (beneficiary), dengan syarat-syarat yang ditentukan. Pada umumnya L/C digunakan untuk membiayai penjualan barang jarak jauh antara eksportir dan importir. Lihat Black’s Law Dictionary, http://www.blackslawdictionary.com/Home/Default.aspx., diakses pada 20 Maret 2011.
49
2003. Dari audit itu diketahui bahwa ada posisi euro yang tinggi, senilai 52 juta euro.
Pergerakan posisi euro dalam jumlah besar mencurigakan karena peredaran euro di
Indonesia terbatas dan kinerja euro yang sedang baik pada saat itu.70
Dari audit akhirnya diketahui ada pembukaan L/C yang besar dan negara
bakal rugi lebih dari satu triliun rupiah. Penjelasan mengenai L/C fiktif BNI 46
adalah sebagai berikut71 :
1. Waktu kejadian : Juli 2002 s/d Agustus 2003;
2. Opening Bank72 : RosBank Switzerland, Dubai Bank Kenya
Ltd., The Wall Street Banking Corp., dan
Middle East Bank Ltd.;
3. Total nilai L/C : US$. 166,79 juta dan €. 56,77 juta atau
sekitar Rp. 1,7 triliun;
4. Beneficiary/Penerima L/C73 : 11 Perusahaan di bawah Gramarindo Group
dan 2 Perusahaan di bawah Petindo Group;
5. Objek Ekspor : Pasir Kuarsa dan Minyak Residu;
6. Tujuan Eskpor : Congo dan Kenya;
7. Skim : Usance L/C.74
70 “Indikasi Kejahatan yang dilakukan oleh Kreditur/Bank kepada Debitur/Nasabah”,
http://korup5170.files.wordpress.com/2008/05/money-laundering.pdf., diakses pada 19 Maret 2011. 71 Ibid. 72 Opening Bank atau Issuing Bank atau Bank Penerbit adalah bank yang diminta oleh yang
mengajukan permohonan/applicant untuk menerbitkan L/C. Dalam Black’s Law Dictionary, Op.cit. 73 Beneficiary atau Penerima adalah pihak yang menerima L/C dan biasanya juga adalah
eksportir. Dalam Ibid. 74 Usance L/C adalah L/C yang mensyaratkan pembayaran atas unjuk, dimana kewajiban
bank untuk melakukan pembayaran adalah pada saat dokumen-dokumen diajukan kepadanya. Dalam Ibid.
50
Adapun kronologis kejadian L/C BNI 46 tersebut, adalah sebagai berikut75 :
1. Bank BNI Cabang Kemayoran Baru menerima 156 buah L/C dengan Issuing
Bank : RosBank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd., The Wall Street
Banking Corp, dan Middle East Bank Ltd. Oleh karena BNI belum
mempunyai hubungan koresponden langsung dengan bank yang tersebut di
atas, mereka memakai bank mediator yaitu American Express bank dan
Standard Chartered Bank;
2. Beneficiary mengajukan permohonan diskonto wesel ekspor berjangka (kredit
ekspor) atas L/C-L/C tersebut di atas BNI dan disetujui oleh pihak BNI.
Gramarindo Group menerima Rp. 1,6 triliun dan Petindo Group menerima Rp.
105 miliar;
3. Setelah beberapa tagihan tersebut jatuh tempo, Opening Bank tidak bisa
membayar kepada BNI dan nasabahpun tidak bisa mengembalikan hasil
ekspor yang sudah dicairkan sebelumnya;
4. Setelah diusut pihak Kepolisian, ternyata kegiatan ekspor tersebut tidak
pernah ada terjadi;
5. Gramarindo Group telah mengembalikan Rp. 542 miliar, sisanya (Rp. 1,2
triliun) merupakan potensi kerugian BNI.
Dalam menanggapi kasus ini manajemen Bank BNI mengatakan bahwa tidak
ada ekspor fiktif dan belum ada kerugian, tetapi yang ada hanya potensi kerugian
75 “Indikasi Kejahatan yang dilakukan oleh Kreditur/Bank kepada Debitur/Nasabah”, Op.cit.
51
(potential losses). Minimnya informasi mengenai sistem pembayaran perdagangan
internasional melalui Letter of Credit (L/C) menimbulkan semakin banyaknya
kerugian-kerugian yang akan ditimbulkan di kemudian hari.76
1. Pelanggaran dan Penyimpangan yang Terjadi
Adapun beberapa pelanggaran atau penyimpangan yang terjadi pada kasus
yang sudah dipaparkan di atas, antara lain77 :
1. Pelanggaran terhadap Peraturan Bank Indonesia dan peraturan perundang-
undangan lainnya;
Dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan bank
(prudential banking practice) Bank Indonesia telah membuat ketentuan Batas
Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yaitu 20 % dari modal disetor bank. Modal
disetor BNI per 31 Desember 2003 adalah sebesar Rp 7.042 milyar, sehingga dengan
demikian BMPK untuk kelompok Gramarindo dan Petindo adalah Rp 1,4 trilyun
(20% modal disetor). Nilai L/C yang diberikan kepada Gramarindo transaksi sebesar
Rp. 1,7 triliun jelas merupakan pelanggaran karena pada dasarnya dapat digolongkan
dalam fasilitas pemberian kredit, terutama ketika fasilitas negosiasi tersebut efektif
menjadi kredit karena tidak bisa dibayar oleh Issuing Bank. Diduga telah terjadi
tindak pidana pemalsuan terhadap L/C dan dokumen ekspor (B/L), karena dari
informasi yang ada, ternyata tidak pernah terjadi realisasi ekspor dan pengapalan
barang ke Kenya dan Kongo.
76 Ibid. 77 Ibid.
52
Di samping itu, berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
telah diputuskan terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Korupsi dan Undang-Undang No. 15 Tahun 2002
Pasal 6 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (pada saat kasus diperiksa di
pengadilan masih menggunakan Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang).
2. Pelanggaran terhadap aturan internal Bank;
Semua bank, tidak terkecuali Bank BNI pasti sudah mempunyai aturan baku
dalam menangani transaksi L/C, sehingga apabila semua aturan yang ada
dilaksanakan niscaya kasus seperti Bank BNI tidak akan terjadi. Untuk lebih
memberikan gambaran yang rinci, akan dianalisa kemungkinan pelanggaran pada
setiap tahapan pemrosesan L/C sebagai berikut :
a. Pada saat meneruskan L/C;
Dari nama-nama Issuing Bank sebagaimana disebutkan, tidak terdapat dalam
daftar nama-nama bank yang ada di Bankers Almanac atau setidak-tidaknya tidak
cukup terkenal, untuk tidak mengatakan bahwa nama-nama bank itu hanya fiktif.
Dalam praktek perbankan pada umumnya, kalau Issuing Bank tersebut bukan
korespnden, tentunya pada saat L/C diterima mestinya tidak bisa diproses, karena
tidak bisa dilakukan otentikasi atas kebenaran dan keabsahan L/C dimaksud, terlebih
lagi kalau ternyata L/C itu diterbitkan oleh bank fiktif, jelas bank tidak boleh
melakukan proses selanjutnya.
53
Dalam UCP 50078 Pasal 7 disebutkan bahwa dalam hal advising bank79
memutuskan untuk meneruskan L/C maka harus mengambil langkah-langkah yang
benar dalam memeriksa keabsahan L/C yang diteruskannya dan apabila bank tersebut
memutuskan tidak meneruskan, maka ia harus memberitahukan kepada Issuing
Bank. Pasal 7 lebih lanjut mengatur bahwa apabila tidak bisa memastikan keabsahan
L/C, Advising Bank pada kesempatan pertama harus memberitahukan kepada Issuing
Bank dan apabila Advising Bank memilih untuk meneruskan L/C tersebut, maka ia
harus memberitahukan kepada Beneficiary bahwa ia tidak dapat memastikan
keabsahan L/C tersebut. Ada beberapa kemungkinan atas lolosnya L/C dari bank-
bank tersebut, yaitu :
1) L/C tersebut memang benar-benar asli dan otentik, dalam arti nama bank
memang ada dan Bank BNI dapat melakukan otentikasi atas keabsahan L/C
dimaksud.
2) L/C tersebut asli tapi palsu, dalam artian bukan diterbitkan oleh bank-bank
tersebut,tapi dibuat seolah-olah diterbitkan oleh bank-bank tersebut dan dengan
bantuan oknum-oknum yang ada di Bank BNI dapat diotentikasi dengan
menggunakan sandi otentikasi dari bank-bank tersebut dengan cara-cara illegal.
3) L/C memang tidak diotentikasi sama sekali oleh Bank BNI
4) Satu hal yang juga sudah menjadi praktek standart yang dilakukan oleh bank-
78 UCP 500 adalah peraturan internasional mengenai perdagangan antar negara dengan
menggunakan L/C. Kepanjangannya adalah Uniform Customs and Practice for Documentary Credits. Dikeluarkan oleh ICC (International Chamber of Commerce) di Paris, Perancis. 500 adalah nomor seri keluarannya. Dalam Black’s Law Dictionary, Op.cit.
79 Advising Bank atau Bank Penerus adalah bank koresponden dari Issuing Bank yang diminta untuk meneruskan L/C kepada eksportir. Dalam Ibid.
54
bank diseluruh dunia dan itu mungkin tidak dilakukan dalam kasus Bank BNI,
adalah bahwa untuk nilai transaksi yang cukup besar biasanya dimintakan
klarifikasi ulang kepada Issuing Bank untuk memastikan keabsahan dari L/C.
b. Pada saat proses negosiasi (Diskonto Usance L/C);
Sebelum melakukan negosiasi, bank biasanya melakukan rating terhadap
resiko bank korespondennya dan kemudian dibuatkan commercial line. Ada atau
tidaknya commercial line, dijadikan dasar pertimbangan untuk menegosiasi atau
tidak. Artinya bahwa jika tidak ada commercial line, maka Bank dapat memutuskan
untuk menolak negosiasi. Pada saat dokumen ekspor diajukan kepada bank, maka
bank akan memeriksa untuk meyakini bahwa semua syarat dan kondisi L/C telah
terpenuhi. Dalam memeriksa dokumen bank tidak bertanggung jawab terhadap
kebenaran isi dokumen, sebagaimana diatur dalam UCP Pasal 4 : “dalam pelaksanaan
L/C, bank hanya berurusan dengan dokumen-dokumen dan bukan dengan barang-
barang, jasa-jasa dan atau pelaksanaan lainnya yang berkaitan dengan dokumen yang
bersangkutan”.
Meskipun UCP Pasal 4 mengatur demikian, bukan berarti bank tidak berhak
mengecek apakah memang barang telah benar-benar dimuat di atas kapal, sehingga
bisa diterbitkannya Bill of Lading.80 Dalam kasus BNI, seharusnya karena nilai
dokumennya sangat besar, maka bank harus meyakini bahwa barang memang benar-
benar telah dimuat diatas kapal dengan mengklarifikasi kepada perusahaan pelayaran
80 Bill of Lading adalah surat yang dikeluarkan maskapai pelayaran yang menerangkan bahwa
ia telah menerima barang dari pengirim untuk diangkut sampai ke pelabuhan tujuan dan diserahkan kepada penerima; surat muatan mempunyai tiga fungsi yaitu sebagai perjanjian pengangkutan, tanda bukti penerimaan barang, dan tanda bukti pemilikan barang. Dalam Ibid.
55
atau dengan memeriksa secara langsung di pelabuhan muat. Setelah dokumen
diperiksa lengkap dan sesuai dengan L/C, maka dalam kasus Bank BNI dimana L/C
mensyaratkan pembayaran berjangka, maka tahap selanjutnya adalah memintakan
akseptasi kepada Issuing Bank dan apabila sudah ada akseptasi maka baru bisa
dilaksanakan negosiasi.
c. Penanganan Pasca Negosiasi (Diskonto Usance L/C);
Permasalahan di Bank BNI adalah bahwa setelah jatuh tempo, ternyata pihak
Issuing Bank wanprestasi atau tidak bisa membayar tagihan wesel ekspor
Usance. Sudah menjadi praktek umum di dunia perbankan, apabila terdapat tagihan
wesel yang tidak dibayar oleh Issuing Bank, maka Negotiating Bank harus
mengusahakan agar outstanding tagihan tersebut segera dibayar dan agar tidak terjadi
akumulasi tagihan wesel yang tidak terbayar, maka bank seharusnya untuk sementara
berhenti memberikan fasilitas negosiasi sampai semua tagihan weselnya dilunasi oleh
Issuing Bank. Disamping itu pada saat memberikan fasilitas negosiasi, bank biasanya
mensyaratkan kepada beneficiary untuk menyerahkan semacam surat jaminan yang
dimana jika ternyata wesel ekspornya tidak dibayar oleh bank di luar negeri,
negotiating bank dapat menarik kembali dari beneficiary atau sering disebut dengan
hak regres.
Hak regres adalah hak yang dimiliki oleh Negotiating Bank atas L/C yang
tidak dikonfirmasi, untuk L/C yang dikonfirmasi Negotiating Bank tidak mempunyai
hak regres (Pasal 9.IV UCP 500). Jadi dalam praktek, sebelum melakukan negosiasi
bank akan meminta terlebih dahulu surat jaminan yang nantinya akan digunakan oleh
Negotiating Bank untuk mengeksekusi hak regresnya. Bank juga harus meyakini
56
bahwa pada saat hak regres itu akan dieksekusi, maka rekening nasabah masih
tersedia cukup dana.
Dari penjelasan-penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan telah terjadi
pelanggaran prosedur dalam menangani transaksi L/C tersebut di atas sejak dari tahap
awal penerusan L/C sampai dengan L/C itu kemudian direalisir dan terjadi negosiasi.
Pelanggaran tersebut kemudian berlanjut hingga saat fasilitas negosiasi menjadi
bermasalah karena tidak dibayar oleh Issuing Bank, dimana kemungkinan Bank BNI
kurang cepat dalam melakukan tindakan-tindakan pengamanan atas fasilitas yang
telah diberikan kepada nasabahnya.
3. Pelanggaran terhadap UCP 500;
Dalam kasus Bank BNI, pihak yang wanprestasi adalah Issuing Bank. Dengan
asumsi bahwa nama-nama bank yang disebutkan sebelumnya adalah benar, maka
Issuing Bank dimaksud telah melanggar Pasal 9.A.III, UCP 500 yang antara lain
berbunyi :
“Suatu irrevocable L/C merupakan jaminan yang pasti dari Issuing Bank asalkan dokumen-dokumen yang diminta diserahkan kepada Bank yang ditunjuk Negotiating Bank dan sesuai dengan syarat dan kondisi L/C, untuk :
a. Apabila L/C mensyaratkan pembayaran atas unjuk (sight) – untuk membayar atas unjuk;
b. Apabila L/C mensyaratkan pembayaran kemudian (defferred payment) – untuk membayar pada tanggal jatuh tempo yang ditentukan sesuai dengan yang disyaratkan L/C tersebut;
c. Apabila L/C mensyaratkan akseptasi : 1) Oleh Issuing Bank – untuk mengaksep wesel yang ditarik oleh
beneficiary pada Issuing Bank dan membayarnya pada saat jatuh tempo
2) Oleh bank tertarik lainnya untuk menerima dan membayar pada saat jatuh tempo wesel yang ditarik oleh beneficiary pada Issuing Bank dalam hal bank tertarik yang ditunjuk dalam L/C tidak mengaksep wesel yang ditarik atas bank tersebut, atau membayar wesel yang telah diaksep tetapi tidak dibayar oleh bank tertarik
57
tersebut pada saat jatuh tempo”. 4. Penyimpangan terhadap kebiasaan dan Best Practice di Dunia Perbankan;
Berdasarkan penjelasan pada bagian sebelumnya, maka dapat disimpulkan
telah terjadi penyimpangan terhadap Kebiasaan dan Best Practice di dunia perbankan
sebagai berikut :
a. Tidak dilakukan assessment resiko terhadap Issuing Bank (Commercial Line);
b. Tidak dimintakan konfirmasi dari First Class International Bank, padahal
untuk yang L/C berasal dari high risk country dan nilainya sangat besar
lazimnya dikonfirmasi;
c. Tidak dilakukan assessment terhadap nasabah penerima fasilitas (Gramarindo
& Petindo), dengan analisa 5C (Character, Capability, Capital, Collateral &
Condition) dan Trade Line;
d. Tidak ada pemisahan fungsi manajemen risiko dan fungsi marketing karena
semua keputusan dilakukan oleh satu pejabat yakni Kepala Cabang atau
pejabat lain yang ditunjuk Kepala Cabang, tanpa adanya review dari sisi Risk
Manajemen.
5. Pelanggaran terhadap Etika;
Pegawai Bank BNI Kebayoran Baru lainnya tidak melaporkan adanya indikasi
pelanggaran prosedur diskonto L/C kepada unit yang berwenang, sehingga potensi
kerugian Bank BNI menjadi semakin besar.
6. Vonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan;
Sehubungan dengan persidangan kasus L/C fiktif Bank BNI, Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan telah menjatuhkan vonis sebagai berikut :
58
Vonis terhadap pelaku internal BNI : No. Nama Jabatan Vonis PN
1. Edi Santoso Kabid Pelayanan LN BNI Cab. Kebayoran Baru
Penjara Seumur Hidup
2. Kusadiyuwoon Kepala Cab. BNI Kebayoran Baru
16 Tahun Penjara
Vonis terhadap pelaku nasabah BNI : No. Nama Jabatan Vonis PN
1. Olah Abdullah Agam Direktur PT. Gramarindo Legal Indonesia
15 Tahun penjara dikurangi masa tahanan; Denda Rp. 300 Juta.
2. Aprilla Widharta Direktur Pan Kifros 15 Tahun Penjara dikurangi masa tahanan; Denda Rp. 200 juta
3. Adrian P. Lumowa Direktur Magnetique Esa Indonesia
15 Tahun Penjara dikurangi masa tahanan; Denda Rp. 400 juta.
4. Titik Pristiwanti Direktur Binekatama Pasific 8 Tahun Penjara; Denda Rp. 300 juta.
5. Richard Kuontul Direktur Netrantara 10 Tahun Penjara; Denda Rp. 150 juta.
PASAL YANG DILANGGAR : PRIMAIR :
- Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang No. 20 tahun 2001
tentang perubahan atas Undang-Undang No. 31 tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat (1)
ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
SUBSIDAIR : - Pasal 3 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 25 tahun 2003 tentang perubahan
atas Undang-Undang No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
jo. Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.
LEBIH SUBSIDAIR : - Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No. 25 tahun 2003 tentang Perubahan atas
Undang-Undang No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo.
Pasal 64 ayat (1) KUHP.
59
Penjatuhan sanksi pidana kepada para pelaku baik internal maupun eksternal
pada kasus L/C Fiktif Bank BNI’46 ini adalah terlalu ringan karena dana yang
diambil lebih besar dari yang dijatuhi hukuman. Hal tersebut jelas tidak membuat jera
para pelaku kejahatan. Seharusnya para pelaku kejahatan tersebut dimiskinkan atau
disita seluruh harta bendanya baik atas namanya maupun atas nama anak, saudara dan
3 (tiga) garis keturunan ke bawah. Jika sudah dimiskinkan maka pelaku tidak dapat
berbuat apa-apa lagi untuk naik banding ataupun ingin mengajukan upaya hukum
lainnya. Sehingga kasus tersebut selesai sampai disitu.
2. Analisis Hukum L/C Fiktif Bank BNI’46
Dalam Kasus seperti yang dijelaskan pada sub bab sebelumnya, ada beberapa
indikasi yang dilakukan oleh pihak kreditur bersama dengan para penegak hukum,
yaitu81 :
1. Melaporkan tindak pidana kepada Aparat Kepolisian. Contoh kasus tersebut,
kreditur melakukan penyuapan kepada pihak kepolisian, kejaksaan, dan
pengadilan agar kasus tersebut dapat dipidanakan, sehingga menyeret
beberapa aparat kepolisian masuk penjara karena terlibat penyuapan. Pihak
kejaksaan dan pengadilan belum ditemukan adanya kasus penyuapan karena
terjadi kesepakatan-kesepakatan untuk saling menyelamatkan institusi;
2. Walaupun telah dilaporkan kepada pihak kepolisian, bahwa telah terjadi
tindak pidana, tetapi beberapa Asset yang telah diserahkan karena Debitur
melaksanakan Akte Pengakuan Hutang, dijual sendiri oleh kreditur dengan
81 “Indikasi Kejahatan yang dilakukan oleh Kreditu/Bank kepada Debitur/Nasabah”, Op.cit.
60
alasan melakukan recovery bank atau melakukan negosiasi sendiri apabila
yang dijaminkan oleh debitur adalah Tagihan Piutang pada Pihak ke-III;
3. Polisi seharusnya menyita Asset dari Debitur, karena telah dibuktikan
melakukan tindak pidana, tidak segera menyita, sebaliknya bersama kreditur
ikut melakukan penjualan Asset tersebut tanpa melibatkan Debitur, sehingga
Debitur tidak tahu dengan sebenar-benarnya berapa yang telah dijual dan yang
telah disetorkan kepada pihak Kreditur, contoh kasus L/C BNI tersebut, aparat
polisi bersama-sama dengan kreditur menjual Assets milik Debitur, dengan
hasil penjualan adalah Rp. 5,3 miliar, disetorkan kepada Kreditur hanya Rp. 1
miliar, sisanya hilang begitu saja;
4. Terjadi tarik menarik dan saling menyalahkan, antara pihak kepolisian yang
seharusnya berhak menyita, karena telah dilaporkan adanya tindak pidana,
tetapi Kreditur tidak menyerahkan kepada aparat polisi karena mengharapkan
melakukan recovery sendiri;
5. Kreditur sangat melindungi institusinya dengan mengorbankan pejabat
rendahan. Bahwa pejabat tersebut yang telah bersama-sama dengan debitur
melakukan tindak pidana padahal sistem pada BNI 46 tersebut sangatlah tidak
mungkin apabila pejabat sampai tingkat pusat tidak mengetahui, karena semua
transaksi sangat berpengaruh pada perdagangan Valuta Asing (Valas) yang
bersifat harian dan menggunakan sistem online;
6. Kreditur selalu memberikan biaya operasi kepada setiap tindakan para aparat
hukum, membelikan laptop, handphone, meubelair, uang saku, dan uang
operasional perjalanan untuk melakukan sita administrasi dan biaya-biaya
61
lainnya agar tindak pidana tersebut tidak melebar dan mengarah kepada tindak
pidana yang dilakukan oleh Kreditur, cukup para Debitur dan pegawai
rendahan Kreditur yang dikorbankan;
7. Kreditur rela mengeluarkan uang untuk mengatur media massa, cetak dan
elektronik dalam bentuk pemasangan iklan, sehingga semua pemberitaan
menjadi tidak seimbang, semua pemberitaan menyudutkan debitor hanya
untuk membentuk opini masyarakat;
8. Secara aktif melakukan pendekatan kepada institusi penegak hukum, melewati
pengacaranya dan memberikan informasi kepada penegak hukum baik tertulis
ataupun lisan yang menguntungkan Debitur;
9. Ada kecenderungan penegak hukum (polisi, jaksa, hakim) yang menangani
kasus tersebut tidak begitu paham/pandai melihat kasus yang sebenarnya,
penegak hukum dan Kreditur telah melakukan kolaborasi untuk memidanakan
Debitur dengan alasan telah terjadi Tindak Pidana Korupsi, karena kalau
dikenakan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, penegak hukum
yakin Debitur akan bebas karena alasan pembuktiannya akan lemah sekali dan
mudah dibantahkan oleh Debitur;
10. Ada kecenderungan Kreditur mempengaruhi proses persidangan, bahkan
daftar penyitaan asset yang dilakukan oleh hakim, bukan dari alat-alat bukti
yang diajukan dalam persidangan yang terlebih dahulu telah disita oleh polisi
tetapi daftar asset yang diajukan oleh Kreditur pada saat menjadi saksi dalam
persidangan, dimana daftar asset-asset tersebut harus diteliti lebih dahulu
62
kepemilikannya bahkan kepemilikan pihak ketiga yang tidak terkait kasus
tersebut ikut disita;
11. Ada perlakuan pidana yang tidak sama terhadap para Debitur, walaupun peran
dan pasal yang divoniskan sama, Debitur A divonis ringan, tanpa penyitaan,
Debitur B divonis berat, tanpa penyitaan, Debitur C divonis berat dan tetap
dilakukan penyitaan, dan penghitungan uang pengganti untuk menutu
pkerugian negara, tanpa menggunakan tolok ukur yang benar;
12. Penyitaan asset yang dilakukan, hanya Sita Administrasi karena ada unsur
kesengajaan yang dilakukan Penegak Hukum dan Kreditur untuk tidak segera
melakukan Sita Eksekusi terhadap asset debitur, sehingga asset potensial yang
seharusnya dapat menutup kerugian negara, menjadi terlantar dan terjadi
penurunan nilai ekonomis yang cukup signifikan;
13. Kreditur melakukan window dressing selama lebih dari satu tahun terhadap
neraca keuangannya, karena ada maksud tersembunyi dari pemidanaan para
Debitur yaitu menutupi kejadian Debitur lainnya yang lebih besar, agar
Kreditur tidak ketahuan dan Debitur yang dilindungi dapat mempunyai waktu
untuk melakukan penyelesaian kreditnya.
Dari seluruh poin-poin di atas yang terkait dengan pencucian uang dalam
kasus L/C Fiktif BNI 46 dibuktikan dengan hasil pencucian uang kasus BNI masuk
63
ke pasar modal.82 Menurut keterangan Ketua BAPEPAM, Herwidayatmo, sebagai
berikut :
”Terdapat aliran dana ke pasar modal yang diduga merupakan hasil tindak pidana pencucian uang (money laundering). Jumlahnya sekitar Rp. 11,4 miliar. Berdasarkan laporan dari PPATK aliran dana diduga merupakan bagian dari hasil tindak pidana manipulasi kredit ekspor BNI. Sebagian dimasukkan ke reksadana, sebagian lagi ke pasar saham, dan sisanya dibelikan obligasi korporasi. BAPEPAM-LK sudah mengirim tim ke PPATK untuk mengkaji bahan-bahan dan temuan yang ada untuk ditindaklanjuti. Saat ini sudah ada empat perusahaan yang terindikasi menerima dana tersebut. Perusahaan tersebut harus diperksa apabila diketahui ada transaksi yang mencurigakan, maka berdasarkan peraturan yang ada perusahaan-perusahaan tersebut harus dilaporkan ke PPATK dan BAPEPAM-LK. Berdasarkan Peraturan BAPEPAM No. 5/D/10, perusahaan diwajibkan untuk menerapkan prinsip mengenal nasabah atau Know Your Customer (KYC). Kebanyakan perusahaan-perusahaan tersebut tidak mengetahui bahwa duit yang digunakan untuk membeli surat-surat berharta tersebut adalah uang haram. Sewaktu mengambil uangnya di bank tidak ada masalah karena kasusnya baru terbongkar beberapa waktu kemudian”. Sebelumnya berkas laporan telah terjadi pencucian uang di pasar modal sudah
diserahkan kepada BAPEPAM-LK oleh PPATK. Hal ini diungkapkan oleh Ketua
PPATK, Yunus Husein, sebagai berikut83 :
”Yunus Husein mengakui adanya empat perusahaan sekuritas yang menjadi sarana pencucian uang (money laundering) dana hasil pembobolan BNI. Tetapi kemungkinan besar perusahaan tersebut tidak mengetahuinya.
Sebagian dana hasil pembobolan BNI ternyata disalurkan ke pasar modal. Dana sebesar Rp. 11,4 miliar tersebut digunakan untuk membeli satu obligasi, dua saham, dan satu reksadana. Hal ini terungkap berkat laporan dari bank yang digunakan untuk menyalurkan dana tersebut. Jadi, bank tidak salah.
82 Ahmad Ihsan, “Hasil Pencucian Uang Kasus BNI Masuk Pasar Modal”, Kamis, 19 Februari
2004, http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2004/02/19/brk,20040219-28,id.html., diakses pada 19 Maret 2011.
83 Ahmad Ihsan, “PPATK : Empat Perusahaan Sekuritas Terlibat Pencucian Uang”, http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2004/02/19/brk,20040219-39,id.html., diakses pada 21 Maret 2011.
64
Bank justru yang membantu karena melaporkan adanya transaksi yang mencurigakan tersebut.
PPATK kemudian menemukan adanya empat perusahaan sekuritas yang membantu menyalurkan dana tersebut. Selanjutnya, PPATK melayangkan surat pemberitahuan kepada perusahaan-perusahaan bahwa mereka telah menjadi sarana tindak pidana pencucian uang. Perusahaan tersebut hanyalah sebagai sarana, pelaku sebenarnya adalah yang menyuruh untuk membeli dan sekarang memiliki surat-surat berharga tersebut. Yunus mengakui keempat perusahaan tersebut bersalah karena tidak melaporkan dari awal adanya transaksi keuangan yang mencurigakan tersebut. Barulah setelah dikirimi pemberitahuan oleh PPATK keempatnya melaporkan konfirmasi adanya empat perusahan sekuritas tersebut. Yunus menduga kemungkinan besar mereka memang tidak mengetahui bahwa dana yang disetorkan oleh investornya adalah dana hasil pembobolan BNI. Informasi yang dikumpulkan PPATK menyatakan bahwa aktivitas pembelian surat berharga oleh uang haram tersebut dilakukan pada bulan September, Oktober, dan November 2003. Menurut Yunus Husein, wajar apabila empat perusahaan sekuritas tersebut tidak mencurigai dana dan si investor karena pada saat itu kasus BNI belum terbuka, BI baru menerima laporan dari BNI pada bulan Oktober 2003. Beberapa bank juga tidak mengetahui adanya uang haram hasil pembobolan BNI yang disimpannya. Bagaimana bank bisa curiga karena mereka menggunakan nama badan hukum lain, nama orang lain yang tidak dikenal untuk menyimpan maupun mencairkan uang tersebut. Oleh karena itu wajar saja kalau empat perusahaan sekuritas tersebut tidak menyadari bahwa dana yang diterima adalah uang haram. Bank saja awalnya tidak tahu. Baru setelah dikirimi surat pemberitahuan kemudian menjadi waspada dan berhasil menemukan beberapa rekening yang mencurigakan. Walaupun demikian pemeriksaan tetap dilakukan mengapa keempatnya tidak melaporkan adanya transaksi keuangan yang mencurigakan tersebut. Seluruh berkas laporan sudah diserahkan kepada Bapepam, kini semuanya tergantung dengan mereka. PPATK juga melaporkan temuan ini kepada Kepolisian karena dana tersebut merupakan barang bukti kasus BNI”.
Dalam hal pengejaran atau pencarian aliran dana yang masuk ke pasar modal
dapat dilakukan dengan mengikuti arus aliran dana atau arus aliran saham, seperti
65
yang sudah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya. Hal inilah yang dilakukan PPATK
untuk mengejar para pelaku kejahatan pencucian uang. Pengejaran dimaksud harus
didasarkan dengan laporan dari BAPEPAM-LK terlebih dahulu barulah PPATK
dapat bekerja. Ini yang disebut passive responsive dari institusi PPATK. Dalam
pemberian sanksi kepada perusahaan sekuritas tempat terjadinya pencucian uang
kasus BNI ini diserahkan kembali oleh PPATK kepada BAPEPAM-LK karena
pemberian sanksi bukanlah kewenangan PPATK. Ranah hukumnya adalah
BAPEPAM-LK.
Mengenai budaya hukum yang diutarakan dalam teori Sistem Hukum,
Lawrence M. Friedman terkait dengan kasus L/C Fiktif BNI adalah bahwa belum
adanya budaya anti korupsi di dalam masyarakat dan perbedaan pemahaman
masyarakat (nasabah bank) mengenai praktik pencucian uang. Karena masih banyak
masyarakat yang berpendapat bahwa pencucian uang tidak langsung akan merugikan
masyarakat. Substansi dari sistem hukum adalah norma-norma yang tedapat dalam
undang-undang dan putusan pengadilan. Aparatur atau organ dapat diumpamakan
sebagai mesin yang menghasilkan produk hukum tersebut. Selanjutnya, yang
menentukan berjalannya suatu sistem hukum adalah budaya hukum (legal culture)
masyarakat. Budaya hukum masyarakat ditentukan oleh sub-culture. Sub-Culture
tersebut dipengaruhi, antara lain oleh : agama; pendidikan, posisi atau kedudukan;
kepentingan; dan nilai-nilai yang dianut.
66
Secara umum hambatan yang ada dalam tindak pidana pencucian uang dalam
Kasus L/C Fiktif BNI tersebut, yaitu84 :
1. Kelemahan substansi sistem hukum yang antara lain disebabkan oleh :
a. Materi dan sanksi hukum tidak lengkap;
b. Sanksi hukum tidak menimbulkan efek jera;
c. Hukum hanya mementingkan kepastian hukum dan mengabaikan
keadilan;
d. Tidak mengikuti perkembangan zaman.
2. Kelemahan aparatur negara;
a. Ketidakpastian bank-bank dan penyedia jasa keuangan untuk
melaksanakan kewajiban pelaporan;
b. Ketidakmampuan para petugas penyedia jasa keuangan dalam mendeteksi
transaksi dan rekening yang ada, atau yang menimbulkan kecurigaan;
c. Kinerja atau profesionalitas penegak hukum yang tidak memadai dalam
mengungkapkan kejahatan money laundering;
3. Budaya hukum masyarakat belum mendukung anti pencucian uang.
Agar tindak pidana money laundering dapat diberantas maka harus dilakukan
secara sistematis dengan cara melakukan perubahan pada struktur dan pelaku yang
dualitas hubungan keduanya menentukan wajah sistem tersebut. Upaya memerangi
tindak pidana ini harus digerakkan serta didukung sepenuhnya oleh Presiden dan
pejabat yang menduduki posisi-posisi kunci seperti Menteri, Kepala Kepolisian,
84 “Indikasi Kejahatan yang dilakukan oleh Kreditur/Bank kepada Debitur/Nasabah”, Op.cit.
67
Kepala Kejaksaan, Ketua Mahkamah Agung, dan Ketua-ketua Pengadilan dan
tentunya anggota Komisi Pemberantasan Korupsi. Para penegak hukum tersebut
harus mengedepankan supremasi hukum di atas kekuatan dan kepentingan lainnya.85
Selain itu diperlukan peran serta masyarakat untuk melaporkan setiap
transaksi (perbankan) yang mencurigakan serta lembaga-lembaga suatu ”kelompok
pengawas” yang secara konsisten melakukan pengawasan terhadap penguasa dan
jajaran pemerintahannya misalnya lembaga seperti Indonesian Corruption Watch
(ICW) di setiap Kabupaten/Kota untuk mengawasi perilaku penguasa dan pemerintah
daerah tersebut.86
D. Terjadinya Praktek Pencucian Uang di Pasar Modal
Adapun terjadinya praktek pencucian uang di Pasar Modal dilakukan dengan
2 (dua) cara yaitu : integration dan layering. Integration adalah mengembalikan dana
yang telah tampak sah kepada pemiliknya sehingga dapat digunakan dengan aman.
Layering adalah memindahkan atau mengubah bentuk dana melalui transaksi
keuangan yang kompleks dalam rangka mempersulit pelacakan (audit trail) asal usul
dana.87
Pertama, hasil dari tindak pidana selain tindak pidana pasar modal masuk ke
dalam sistem pasar modal (dicuci melalui transaksi yang dilakukan di pasar modal,
misalnya uang hasil korupsi diinvestasikan dengan cara pembelian saham. Kedua,
85 Ibid. 86 Ibid. 87 Yunus Husein, “Rezim Anti Money Laundering : Aspek Hukum dan Perkembangan
Terkini”, Disampaikan dalam Kuliah Umum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 8 Mei 2009, hal. 8.
68
hasil tindak pidana pasar modal dicuci melalui sistem pasar modal juga. Jika yang
terjadi adalah keadaan yang kedua, maka kejahatan dan proses pencucian uang
dilakukan dalam satu medium yang sama yaitu pasar modal.
69
BAB III
KEWENANGAN BAPEPAM-LK TERHADAP PENANGANAN PRAKTEK MONEY LAUNDERING DI PASAR MODAL
Salah satu kejahatan kerah putih yang sedang naik daun di dunia kejahatan
adalah pencucian uang. Maraknya tindak pidana jenis kerah putih seperti pencucian
uang ini bisa disebabkan oleh sulitnya pendeteksian dini disamping canggihnya
teknologi yang digunakan dalam aplikasi transfer uang melalui sistem perbankan.
Sulitnya upaya pemberantasan tindak pidana pencucian uang terbukti suatu negara
akan dimasukkan dalam daftar negara dan wilayah yang tidak kooperatif dalam
memerangi tindak pidana pencucian uang oleh The Financial Action Task Force
(FATF), sekalipun pemerintah telah memberlakukan Undang-Undang Money
Laundering. Indonesia pernah masuk ke dalam daftar tersebut pada tahun 2003 tetapi
saat ini sudah keluar dari daftar tersebut. FATF adalah sebuah lembaga internasional
intra pemerintah yang didirikan oleh kelompok G-7 di Prancis, Juli 1989, dengan
tujuan untuk mengembangkan dan mempromosikan kebijakan untuk memerangi
pencucian uang.88
Tentu saja penerbitan peraturan tidaklah cukup tanpa diiringi oleh penegakan
hukum terhadap pelaku kejahatan itu sendiri. Namun, paling tidak pemerintah
Indonesia telah dapat menunjukkan iktikad baik dan secara sungguh-sungguh
berusaha memberantas kejahatan pencucian uang melalui penerapan prinsip
88 Robinson Simbolon, “Mewaspadai Pencucian Uang Melalui Pasar Modal”, (DIKTI :
Journal Hukum Bisnis Vol. 22, No. 23, 2003), hal. 52.
70
pengenalan nasabah pada sektor lembaga keuangan seperti : bank, pasar modal,
asuransi, dan sebagainya.89
Untuk melihat apa saja upaya BAPEPAM-LK dalam hal mengurangi money
laundering akan dibahas pada sub-bab selanjutnya. Selanjutnya, akan dibahas
mengenai peran dan kewenangan BAPEPAM-LK.
A. Kewenangan BAPEPAM-LK di Pasar Modal Untuk Melakukan
Penegakan Hukum
BAPEPAM-LK sebagai lembaga pengatur, pengawas, dan pembina disebut
dengan wewenang. Wewenang disebut dengan peran, maka sub-bab ini membahas
mengenai peran BAPEPAM-LK sebagai Regulator, Pengawas, dan Pembina.
Mengingat pasar modal merupakan salah satu sumber pembiayaan dunia usaha dan
sebagai wahana investasi bagi para pemodal, serta memiliki peranan strategis untuk
menunjang pembangunan nasional, kegiatan pasar modal perlu mendapat pengawasan
agar pasar modal dapat berjalan secara teratur, wajar, efisien serta melindungi
kepentingan pemodal dan kelompok. Untuk itu, BAPEPAM-LK diberi kewenangan
dan kewajiban untuk membina, mengatur, dan mengawasi setiap pihak yang
melakukan kegiatan di Pasar Modal. Pengawasan tersebut dilakukan dengan
menempuh upaya-upaya, baik yang bersifat prefentif dalam bentuk aturan, pedoman,
bimbingan, dan arahan maupun secara represif dalam bentuk pemeriksaan,
penyidikan, dan pengenaan sanksi.
Wewenang BAPEPAM-LK tercantum pada Bab II Undang-Undang No. 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang secara garis besarnya mencakup90 :
89 Ibid.
71
Pasal 3, menyebutkan bahwa :
(1) “Pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari kegiatan Pasar Modal dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal yang selanjutnya disebut Bapepam.
(2) Bapepam berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri”. Pasal 4, menyebutkan bahwa :
“Pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilaksanakan oleh Bapepam dengan tujuan untuk mewujudkan terciptanya kegiatan Pasar Modal yang teratur, wajar, dan efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat”.
Pasal 5, menyebutkan bahwa :
“Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, Bapepam berwenang untuk : a. Memberi :
1) Izin usaha kepada Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Reksa Dana, Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, dan Biro Administrasi Efek;
2) Izin orang perseorangan bagi Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil Perantara Pedagang Efek, dan Wakil Manajer Inestasi; dan
3) Persetujuan bagi Bank Kustodian. b. Mewajibkan pendaftaran Profesi Penunjang Pasar Modal dan Wali
Amanat; c. Menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan dan memberhentikan
untuk sementara waktu komisaris dan atau direktur serta menunjuk manajemen sementara Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sampai dengan dipilihnya komisaris dan atau direktur yang baru;
d. Menetapkan persyaratan dan tata cara Pernyataan Pendaftaran serta menyatakan, menunda atau membatalkan efektifnya Pernyataan Pendaftaran;
e. Mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap Pihak dalam hal terjadi peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya;
f. Mewajibkan setiap Pihak untuk : 1) Menghentikan atau memperbaiki iklan atau promosi yang
berhubungan dengan kegiatan di Pasar Modal; atau 2) Mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi akibat
yang timbul dari iklan atau promosi dimaksud.
90 Pasal 3-5, Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Op.cit.
72
g. Melakukan pemeriksaan terhadap : 1) Setiap Emitten atau Perusahaan Publik yang telah atau diwajibkan
menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam; atau 2) Pihak yang dipersyaratkan memiliki izin usaha, izin orang
perseorangan, persetujuan, atau pendaftaran profesi berdasarkan undang-undang ini.
h. Menunjuk Pihak lain untuk melakukan pemeriksaan tertentu dalam rangka pelaksanaan wewenang Bapepam sebagaimana dimaksud dalam huruf g;
i. Mengumumkan hasil pemeriksaan; j. Membekukan atau membatalkan pencatatan suatu Efek pada Bursa Efek
atau menghentikan Transaksi Bursa atas Efek tertentu untuk jangka waktu tertentu guna melindungi kepentingan pemodal;
k. Menghentikan kegiatan perdagangan Bursa Efek untuk jangka waktu tertentu dalam hal keadaan darurat;
l. Memeriksa keberatan yang diajukan oleh Pihak yang dikenakan sanksi oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian serta memberikan keputusan membatalkan atau menguatkan pengenaan sanksi dimaksud;
m. Menetapkan biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, pemeriksaan, dan penelitian serta biaya lain dalam rangka kegiatan Pasar Modal;
n. Melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian masyarakat sebagai akibat pelanggaran atas ketentuan di bidang Pasar Modal;
o. Memberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis atas undang-undang ini atau peraturan pelaksanaannya;
p. Menetapkan instrumen lain sebagai Efek selain yang telah ditentukan dalam Pasal 1 angka 5; dan
q. Melakukan hal-hal lain yang diberikan berdasarkan undang-undang ini”.
Kewenangan BAPEPAM-LK meliputi kewenangan untuk membuat peraturan,
melakukan pemeriksaan dan penyidikan, menjatuhkan sanksi administratif dan denda.
Secara garis besar, fungsi-fungsi yang dimiliki BAPEPAM-LK adalah fungsi
pembuat peraturan (rule-making), pemeriksaan dan penyidikan, dan penegakan
hukum (law enforcement). Fungsi rule-making bersifat quasi-legislatif karena
BAPEPAM-LK bukanlah badan yang dibentuk negara untuk membuat peraturan
perundang-undangan, tetapi diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk
membuat peraturan khusus di bidang pasar modal. Undang-undang memberikan
73
kewenangan kepada BAPEPAM-LK untuk melakukan penegakan hukum dengan
memberikan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan, penyidikan sampai
menjatuhkan denda dan sanksi atas setiap pelanggaran dan kejahatan di bidang pasar
modal.
Untuk kejahatan di bidang pasar modal, fungsi penuntutan ada pada lembaga
kejaksaan. Undang-undang juga memberikan kewenangan kepada BAPEPAM-LK
untuk melakukan tindakan hukum represif dengan melakukan tindakan pemeriksaan,
penyidikan, pengenaan sanksi. Fungsi ini disebut dengan fungsi kekuasaan quasi-
judicial.91 Sehubungan dengan teori-teori tentang pencucian uang di atas, perlu
ditegaskan bahwa dalam hal ini BAPEPAM-LK tidak memiliki kewenangan untuk
melakukan upaya penegakan hukum terhadap perbuatan-perbuatan yang dapat
diidentifikasikan sebagai tindak pidana pencucian uang. BAPEPAM-LK hanya
melakukan kerjasama dengan PPATK dalam melakukan upaya penegakan hukum di
bidang pencucian uang dalam hal ada dugaan terjadinya tindak pidana pencucian
uang di pasar modal.
Pencucian uang melalui Pasar Modal cenderung lebih merupakan tahapan
layering ataupun integration daripada tahapan placement. Namun demikian, hal
tersebut bukan berarti tidak ada transaksi uang tunai di Pasar Modal. Penempatan
uang tunai dalam kegiatan Pasar Modal dimungkinkan pada saat92 :
1. Setoran awal pembukaan rekening nasabah;
2. Kewajiban penyetoran tunai pada saat memenuhi margin call;
91 Ismail Dalla, The Emerging Asian Bond Market, (Washington DC : The World Bank,
1995), hal. 37. 92 M. Tri Agustiyadi, Op.cit.
74
3. Masuknya uang tunai daria Pembeli Siaga dalam proses Right Issue;
4. Transaksi luar bursa.
Adapun proses layering dan atau integration di Pasar Modal dapat dilakukan
melalui93 :
1. Transaksi bursa;
2. Transaksi luar bursa;
3. Penggunaan perusahaan Special Purpose Vehicle dalam transaksi.
Kegiatan-kegiatan tersebut dapat menyamarkan asal-usul dana yang berasal
dari tindak pidana asal dengan adanya perpindahan efek dan atau perpindahan uang
dari satu pelaku ke pelaku yang lain, sehingga akhirnya pelaku dapat menikmati uang
hasil transaksi bursa maupun transaksi luar bursa tersebut seolah-olah merupakan
hasil dari transaksi yang sah.94
Jika BAPEPAM-LK mempunyai wewenang sebagai pengatur, pengawas, dan
pembina maka dalam hal pencucian uang juga BAPEPAM-LK haruslah bertindak
mengatur, mengawasi dan membina setiap orang yang melakukan investasi di Pasar
Modal Indonesia. Hal inilah yang disebut sebagai peran. Untuk mengejar pelaku
pencucian uang di Pasar Modal Indonesia, BAPEPAM-LK menetapkan beberapa
penyidik dari kalangan instansinya sendiri. Cara yang ditempuh untuk menetapkan
penyidik tersebut adalah dengan mengeluarkan Surat Keputusan Kepala BAPEPAM-
93 Ibid. 94 Ibid.
75
LK. Selanjutnya, apabila sudah terbentuk barulah menyelidiki setiap transaksi
keuangan yang mencurigakan.
Menurut Pasal 3 KMK No. 503/KMK.01/1997 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Badan Pengawas Pasar Modal, fungsi BAPEPAM-LK adalah95 :
a. “Penyusun peraturan di bidang Pasar Modal; b. Pembinaan dan pengawasan terhadap Pihak yang memperoleh izin
usaha, persetujuan, pendaftaran dari Bapepam dan Pihak lain yang bergerak di Pasar Modal;
c. Menetapkan prinsip-prinsip keterbukaan perusahaan bagi Emitten dan Perusahaan Publik;
d. Penyelesaian keberatan yang diajukan oleh Pihak yang dikenakan sanksi oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, dan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian;
e. Penetapan ketentuan akuntansi di bidang Pasar Modal; f. Pengamanan teknis pelaksanaan tugas pokok Bapepam sesuai dengan
kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berdasarkan peraturan-perundang-undangan yang berlaku”.
Seharusnya BAPEPAM-LK langsung menindak setiap orang yang sudah
dicurigai oleh PPATK dalam melakukan pencucian uang. Jadi, tidak perlu untuk
menetapkan penyidik. Salah satu caranya adalah dengan membekukan rekening dari
nasabah yang melakukan pencucian uang tersebut agar tidak bisa melakukan
transaksi. Hal ini adalah dengan mencontoh badan pengawas dari negara lain.
Penetapan penyidik yang dilakukan BAPEPAM-LK membutuhkan waktu yang lama
karena terkait dengan birokrasi di Indonesia yang berbelit-belit. Jika langsung
ditindaklanjuti dengan upaya hukum yang dilakukan maka akan tercipta kepastian
hukum bagi pelaku kejahatan pencucian uang di pasar modal Indonesia.
95 Organisasi, http://www.bapepam.go.id/old/profil/organisasi.htm., diakses pada 31 Maret
2011.
76
Apabila BAPEPAM-LK tidak melaporkan bahwa telah terjadi transaksi
keuangan mencurigakan di wilayah kewenangannya maka menurut Undang-Undang
No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang, Pasal 30 ayat (3) mengatakan bahwa96 :
“Sanksi administratif yang dikenakan oleh PPATK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa :
a. Peringatan; b. Teguran tertulis; c. Pengumuman kepada publik mengenai tindakan atau sanksi; dan/atau d. Denda administratif”.
BAPEPAM-LK juga menunggu laporan dari Penyedia Jasa Keuangan yang
berada di bawah wewenangnya. Hal inilah yang menjadikan lambatnya penegakan
hukum yang menjamin kepastian hukum di dalam tindak pidana pencucian uang di
pasar modal. Seharusnya setelah BAPEPAM-LK menerima laporan dari setiap
emiten, bank-bank kustodian, maupun perusahaan efek mengenai transaksi keuangan
mencurigakan BAPEPAM-LK harus menyerahkan laporan secepatnya kepada
PPATK agar dapat ditindaklanjuti dan disidangkan di pengadilan. Selanjutnya,
PPATK memberikan berkas perkara kepada penyidik (sesuai dengan KUHAP).
Bertolak dari kasus L/C Fiktif Bank BNI’46 pada bab sebelumnya, PPATK
tidak menerima laporan dari BAPEPAM-LK mengenai Transaksi Keuangan
Mencurigakan. Laporan yang tidak diterima tersebut menyebabkan para pelaku
kejahatan money laundering leluasa untuk melakukan pencucian uang di pasar modal.
Hal ini disebabkan oleh rendahnya kesadaran hukum BAPEPAM-LK sebagai
lembaga pengawas pasar modal dalam hal pelaporan Transaksi Keuangan
96 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Op.cit.
77
Mencurigakan. Transaksi Keuangan Mencurigakan yang tidak disampaikan
dikarenakan prinsip Know Your Customer tidak jalan. Hal tersebut sudah pasti
mempengaruhi masyarakat dalam hal kepercayaan untuk menginvestasikan dananya
ke pasar modal.
Penyidik disini harus menerapkan azas pembuktian terbalik. Agar dapat
menegakkan hukum dalam hal pencucian uang tersebut. Namun, hal ini sulit
dilakukan karena pihak penyidik masih lemah dalam hal penerapan azas tersebut.
Kesulitan itu dikarenakan azas yang digunakan selama ini untuk kejahatan
konvensional adalah azas praduga tidak bersalah. Dimana setiap orang yang menjadi
tersangka dalam tindak pidana haruslah diduga tidak bersalah untuk menjunjung
tinggi hak azasi manusianya. Namun, hal ini dikecualikan untuk tindak pidana
pencucian uang seperti yang terlihat dalam Pasal 69 Undang-Undang No. 8 Tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.97
Menurut teori Sistem Hukum (Lawrence M. Friedman), jika undang-undang
sebagai substansinya sudah baik maka selanjutnya harus diikuti dengan lembaga
pengawasnya sebagai struktur dari undang-undang tersebut. Selain kedua hal tersebut,
Lawrence M. Friedman juga menyebutkan mengenai Kultur Hukum dari suatu negara
dalam menanggapi kasus-kasus hukum. Dalam konteks pencucian uang yang
dikaitkan dengan kultur hukum ini maka masalah selanjutnya adalah mengenai azas
hukum yang belaku. Azas hukum tersebut adalah berubahnya pengaturan dari azas
praduga tidak bersalah menjadi azas pembuktian terbalik.
97 Ibid.
78
Dengan perubahan azas yang terjadi, para penegak hukum kesulitan karena
tidak adanya sosialisasi dari setiap lembaga seperti PPATK kepada Kepolisian dan
Kejaksaan. Belum lagi dimentahkan dengan budaya korupsi di suatu negara.
Buktinya dapat dilihat pada kasus L/C Fiktif Bank BNI 46 yang sudah dipaparkan di
atas bahwa para pejabat petinggi bank tersebut sama sekali tidak tersentuh hukum.
Bagaimana hukum di Indonesia ditegakkan jika setiap aspeknya tidak mendukung.
Ditinjau dari segi perundang-undangannya bahwa ada kejanggalan dalam penyidikan
yang dilakukan oleh BAPEPAM-LK terkait dengan pencucian uang di bursa efek.
Kejanggalan tersebut adalah BAPEPAM-LK menetapkan kembali penyidik sebagai
pihak internalnya untuk menyelidiki apakah benar telah terjadi pencucian uang atau
tidak. Seharusnya di dalam peraturan mengenai hal itu harus jelas mengenai siapa
yang menyelidiki, menuntut dan menjatuhkan hukuman.
Dalam hal sudah diketahuinya telah terjadi pencucian uang di pasar modal
oleh penyidik BAPEPAM-LK maka pihak BAPEPAM-LK melayangkan surat
kembali pihak yang terlibat di dalamnya. Hal ini membutuhkan waku yang lama dan
sudah pasti berbelit-belit dengan begitu para pelaku yang melakukan tindak pidana
pencucian uang tersebut waspada dan menarik dananya ke tempat lain. Namun, untuk
mencegah hal itu terjadi Ketua BAPEPAM-LK mengeluarkan Keputusan No. Kep-
476/BL/2009 tentang Prinsip Mengenal Nasabah Oleh Penyedia Jasa Keuangan di
Bidang Pasar Modal. Prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer) adalah
prinsip yang diterapkan Penyedia Jasa Keuangan di bidang Pasar Modal untuk
mengetahui latar belakang dan identitas Nasabah, memantau rekening Efek dan
transaksi Nasabah, serta melaporkan transaksi keuangan mencurigakan, dan transaksi
79
keuangan yang dilakukan secara tunai sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang, termasuk transaksi keuangan yang
terkait dengan Pendanaan Kegiatan Terorisme.98
Sebagaimana diatur dalam Pasal 100 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal, BAPEPAM-LK berwenang untuk melakukan pemeriksaan
terhadap setiap pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran
terhadap Undang-Undang Pasar Modal dan atau peraturan pelaksanaannya.99
1. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal, penyidik tersebut mempunyai wewenang untuk menerima laporan,
pemberitahuan, dan pengaduan adanya tindak pidana di bidang pasar modal,
meneliti kebenaran laporan, meneliti pihak yang diduga terlibat, memanggil,
memeriksa, meminta keterangan dan barang bukti, memeriksa pembukuan,
catatan dan dokumen, memeriksa tempat yang diduga terdapatnya barang
bukti serta melakukan penyitaan, memblokir rekening pihak yang diduga
terlibat;
2. Melakukan penggeledahan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, untuk kepentingan penyidikan. Penyidik melakukan
penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan
menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang. Lebih lanjut
ditentukan bahwa yang berwenang untuk mengeluarkan Surat Perintah
Penggeledahan di tempat tertentu adalah penyidik dengan tembusan kepada
98 Angka 1 huruf k., Lampiran Keputusan Ketua BAPEPAM dan LK No. Kep-476/BL/2009
tentang Prinsip Mengenal Nasabah oleh Penyedia Jasa Keuangan di Bidang Pasar Modal 99 M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Op.cit., hal. 276-278.
80
Ketua BAPEPAM-LK dan Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyidikan.
Sebelum melakukan penggeledahan, penyidik BAPEPAM-LK mengajukan
permintaan izin kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk melakkukan
Pemeriksaan di tempat tertentu.
3. Melakukan pemanggilan terhadap pihak yang diduga mengetahui atau terlibat
dalam pelanggaran terhadapUndang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal dan atau peraturan pelaksanaannya atau pihak lain apabila dianggap
perlu.
4. Memeriksa catatan, pembukuan, atau dokumen-dokumen pendukung lainnya.
5. Meminjam atau membuat salinan atas dokumen-dokumen sebagaimana
disebut di atas.
6. Melakukan penyitaan terhadap benda bergerak atau tidak bergera, berwujud
atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penuntutan dengan
izin Ketua Pengadilan Negeri setempat. Dalam keadaan mendesak penyitaan
bisa dilakukan tanpa izin dari KetuaPengadilan Negeri setempat. Benda-benda
yang dapat disita dalam hal ini adalah benda-benda yang telah/sedang/akan
dipergunakan oleh pihak mereka baik secara langsung maupun tidak langsung
untuk melakukan tindak pidana di bidang Pasar Modal dan benda lainnya
yang mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan tindak
pidana yang dilkakukan oleh tersangka. Ditentukan dalam KUHAP bahwa
penyidik berwenang untuk memerintahkan kepada orang yang menguasai
benda yang disita, menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk kepentingan
pemeriksaan dan kepada yang menyerahkan benda itu harus diberikan surat
81
tanda terima. Ketentuan KUHAP menyatakan bahwa benda sitaan disimpan
dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara dan dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang
sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut
dilarang untuk dipergunakan oleh siapapun.
7. Penyelesaian Perkara. Setelah diadakan pemeriksaan ternyata diperoleh
keyakinan bahwa terdapat pelanggaran atas Undang-Undang No. 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal beserta peraturan pelaksanaannya yang dilakukan
oleh pelaku, maka BAPEPAM-LK dapat mengenakan sanksi administratif
ataupun pidana.
8. Penuntutan. Kewenangan BAPEPAM-LK dalam hal penuntutan terhadap
kasus tindak kejahatan di bidang pasar modal berada di tangan kejaksaan.
BAPEPAM-LK tidak berwenang untuk itu. Tugas BAPEPAM-LK adalah
melakukan pemeriksaan dan penyidikan terhadap tindak pidana di bidang
pasar modal, setelah semua hasil pemeriksaan dan penyidikan dibuat,
BAPEPAM-LK akan menyerahkan berkas tersebut kepada kejaksaan.
Selanjutnya pihak kejaksaan akan menindaklanjuti hasil kerja BAPEPAM-LK
tersebut, setelah dikaji, kejaksaan akan memberikan keputusan, berkas perkara
dianggap lengkap dan bisa diteruskan untuk melakukan penuntutan atau
berkas perkara dianggap tidak lengkap, tidak jelas, maka kejaksaan akan
mengembalikan berkas tersebut kepada BAPEPAM-LK untuk
disempurnakan. Namun, tampaknya sampai saat ini kerjasama BAPEPAM-
LK dan pihak Kejaksaan harus lebih ditingkatkan agar titik-titik kelemahan
82
dari hasil kerja kedua instansi tersebut bisa diatasi, sehingga penegakan
hukum atas tindak pidana pasar modal bisa dioptimalkan.
BAPEPAM-LK memiliki struktur organisasi. Struktur yang terakhir
diputuskan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 606/KMK.01/2005
tanggal 30 Desember 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan. Secara ringkas, mencakup100 :
1. ”Ketua BAPEPAM-LK; 2. Sekretaris BAPEPAM-LK, membawahi 5 (lima) bagian yaitu :
a. Bagian Perencanaan dan Organisasi; b. Bagian Kepegawaian; c. Bagian Keuangan; d. Bagian Kerjasama Internasional dan Hubungan Masyarakat; e. Bagian Umum.
3. Biro Perundang-Undangan dan Bantuan Hukum, membawahi 4 (empat)
bagian yaitu : a. Bagian Perundang-Undangan; b. Bagian Penetapan Sanksi; c. Bagian Bantuan Hukum; d. Bagian Profesi Hukum.
4. Biro Riset dan Teknologi Informasi, membawahi 5 (lima) bagian yaitu :
a. Bagian Riset Ekonomi; b. Bagian Riset Pasar Modal; c. Bagian Riset Asuransi, Dana Pensiun dan Lembaga Keuangan Lain; d. Bagian Sistem dan Teknologi Informasi; e. Bagian Pengelolaan Data dan Informasi.
5. Biro Pemeriksaan dan Penyidikan, membawahi 4 (empat) bagian yaitu :
a. Bagian Pemeriksaan dan Penyidikan Pengelolaan Investasi; b. Bagian Pemeriksaan dan Penyidikan Transaksi dan Lembaga Efek; c. Bagian Pemeriksaan dan Penyidikan Emiten dan Perusahaan Publik
Sektor Jasa;
100 BAPEPAM-LK, “Struktur Organisasi BAPEPAM-LK”,
http://www.bapepam.go.id/bapepamlk/organisasi/struktur.htm., diakses pada 17 Mei 2011.
83
d. Bagian Pemeriksaan dan Penyidikan Emiten dan Perusahaan Sektor Riil.
6. Biro Pengelolaan Investasi, membawahi 5 (lima) bagian yaitu :
a. Bagian Pengembangan Kebijakan Investasi; b. Bagian Pengembangan Produk Investasi; c. Bagian Bina Manajer Investasi dan Penasihat Investasi; d. Bagian Pengawasan Pengelolaan Investasi; e. Bagian Kepatuhan Pengelolaan Investasi.
7. Biro Transaksi dan Lembaga Efek, membawahi 5 (lima) bagian yaitu :
a. Bagian Pengembangan Kebijakan Transaksi dan Lembaga Efek; b. Bagian Pengawasan Lembaga Efek; c. Bagian Kepatuhan Lembaga Efek; d. Bagian Pengawasan Perdagangan; e. Bagian Wakil Perusahaan Efek.
8. Biro Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Jasa, membawahi 5 (lima) bagian yaitu :
a. Bagian Penilaian Perusahaan Jasa Keuangan; b. Bagian Penilaian Perusahaan Jasa Non-Keuangan; c. Bagian Pemantauan Perusahaan Jasa Keuangan; d. Bagian Pemantauan Perusahaan Perdagangan dan Perhubungan; e. Bagian Pemantauan Perusahaan Properti dan Real Estate.
9. Biro Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Riil, membawahi 5 (lima) bagian yaitu :
a. Bagian Penilaian Perusahaan Pabrikan; b. Bagian Penilaian Perusahaan Non-Pabrikan; c. Bagian Pemantauan Perusahaan Aneka Industri; d. Bagian Pemantauan Perusahaan Industri Dasar, Logam dan Kimia; e. Bagian Pemantauan Perusahaan Pertambangan dan Agrobisnis.
10. Biro Standar Akuntansi dan Keterbukaan, membawahi 4 (empat) bagian yaitu :
a. Bagian Standar Akuntansi dan Pemeriksaan; b. Bagian Akuntan, Penilai, dan Wali Amanat Pasar Modal; c. Bagian Pengembangan Keterbukaan dan Tata Kelola; d. Bagian Pengembangan Pasar Modal Syariah.
11. Biro Pembiayaan dan Penjaminan, membawahi 4 (empat) bagian yaitu : a. Bagian Lembaga Pembiayaan; b. Bagian Pemeriksaan Lembaga Pembiayaan; c. Bagian Lembaga Penjaminan; d. Bagian Pembiayaan Khusus.
84
12. Biro Perasuransian membawahi 5 (lima) bagian yaitu :
a. Bagian Kelembagaan Perasuransian; b. Bagian Analisis Keuangan Perasuransian; c. Bagian Analisis Penyelenggaraan Usaha Perasuransian; d. Bagian Pemeriksaan Perasuransian; e. Bagian Perasuransian Syariah.
13. Biro Dana Pensiun, membawahi 5 (lima) bagian yaitu :
a. Bagian Kelembagaan Dana Pensiun; b. Bagian Analisis Penyelenggaraan Program Dana Pensiun; c. Bagian Pemeriksaan Dana Pensiun; d. Bagian Pengembangan dan Pelayanan Informasi Dana Pensiun; e. Bagian Analisis, Evaluasi, dan Pelaporan Pengelolaan Dana Program
Pensiun Pegawai Negeri Sipil.
14. Biro Kepatuhan Internal, membawahi 4 (empat) bagian yaitu : a. Bagian Kepatuhan I; b. Bagian Kepatuhan II; c. Bagian Kepatuhan III; d. Bagian Kepatuhan IV”.
Biro-biro yang ada pada BAPEPAM-LK lebih banyak dari yang dimiliki oleh
SEC (Amerika Serikat) dan MAS (Singapura). Dengan kata lain, karyawan dan staff
BAPEPAM-LK sebagai lembaga otoritas pasar modal lebih banyak jadi oleh karena
itu pekerjaan yang diemban juga lebih sedikit.
B. Peran dan Fungsi PPATK dalam Mengejar Pelaku Pencucian Uang
Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, bahwa dewasa ini,
kejahatan kerah putih (white collar crime) sudah pada taraf melintasi batas-batas
negara. Bentuk kejahatan yang semakin canggih dan terorganisir menyebabkan aparat
penegak hukum sulit untuk mendeteksinya. Pelaku kejahatan selalu berusaha
menyelamatkan uang hasil kejahatannya dengan berbagai macam cara, salah satunya
adalah dengan pencucian uang. Dengan cara ini, pelaku kejahatan berusaha
85
mengubah uang yang didapat dengan cara haram (dari hasil kejahatan) menjadi halal
melalui mekanisme-mekanisme tertentu.
Mengenai pengaturan pencucian uang di Indonesia diundangkanlah pada
tanggal 17 April 2002 Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang melalui Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor
30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4191. Undang-undang
tersebut diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 108,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4324. Diubah kembali
dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang melalui Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5164.
Pencucian uang adalah upaya untuk mengaburkan asal-usul harta kekayaan
dari hasil tindak pidana sehingga harta kekayaan tersebut seolah-olah berasal dari
aktivitas yang sah. Jika ada aktivitas yang sah maka ada yang tidak sah. Aktivitas
yang tidak sah101 dalam dunia perbankan, pasar modal, asuransi, narkotika,
psikotropika, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, penculikan, terorisme,
pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, perpajakan,
cukai, lingkungan hidup, kehutanan, korupsi, penyuapan, penyelundupan barang,
101 Aktivitas yang tidak sah disini adalah pidana asal. Dalam Yunus Husein, ”Rezim Anti
Pencucian uang Indonesia Berdasarkan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU”, Desember 2010, http://elearning.ppatk.go.id., diakses pada 17 Maret 2011.
86
penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan imigran, kepabeanan, kelautan dan
perikanan, dan lain sebagainya.102
Cara melakukan pencucian uang adalah dengan cara “placing, receiving or
controlling dirty money”. Pihak yang dapat melaporkan transaksi keuangan
mencurigakan adalah Penyedia Jasa Keuangan atau Penyedia Barang/Jasa lainnya.
Transaksi keuangan mencurigakan merupakan dasar dari pelaporan tindak pidana
pencucian uang.
Setelah melakukan tindak pidana asal selanjutnya para pelaku menempatkan,
mentransfer, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa
ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga
atau perbuatan lain atas harta kekayaan. Pelaku tindakan tersebut adalah setiap orang
yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan,
pengalihan hak-hak atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan.
Selanjutnya setiap hasil tindak pidana kejahatan tersebut yang menerima, menguasai,
menempatkan, mentransfer, membayarkan, menghibahkan, menyumbangkan,
menitipkan, menukarkan, atau menggunakan harta kekayaan adalah disebut dengan
hasil tindak pidana yang tidak sah.103
Adapun tujuan dari pencucian uang adalah memberikan legitimasi pada dana
yang diperoleh secara tidak sah.104 Dengan kata lain tujuannya antara lain :
menyembunyikan uang/kekayaan yang diperoleh dari kejahatan; menghindari
102 Ibid., hal. 6. 103 Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang, Op.cit., Lihat juga Yunus Husein, Loc.cit., hal. 6. 104 Erman Rajagukguk, “Rezim Anti Pencucian Uang dan Undang-Undang Tindak Pidana
Pencucian Uang”, disampaikan pada Lokakarya “Anti Money Laundering”, (Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 15 September 2005), hal. 1.
87
penyelidikan dan/atau tuntutan hukum; menghindari pajak (uang legal disembunyikan
untuk menghindari pajak); meningkatkan keuntungan (uang ilegal diikutsertakan
dalam bisnis legal).105 Walaupun dapat dikatakan tidak ada sistem pencucian uang
yang sama, tetapi pada umumnya proses pencucian uang terdiri dari tiga tahap :
placement, layering, dan integration.106
Pencucian uang diberantas dan dinyatakan sebagai tindak pidana karena ada
tiga alasan menurut pengamatan Guy Skessen. Pertama, karena pengaruh pencucian
uang pada sistem keuangan dan ekonomi berdampak negatif bagi perekonomian
dunia, misalnya terhadap efektifitas penggunaan sumber dana yang banyak digunakan
untuk kegiatan yang tidak sah dan dapat merugikan masyarakat. Kedua, dengan
ditetapkannya pencucian uang sebagai tindak pidana dan adanya sistem pelaporan
transaksi dalam jumlah tertentu yang mencurigakan, maka hal ini lebih memudahkan
bagi aparat penegak hukum untuk menyelidiki kasus pidana sampai kepada tokoh-
tokoh yang ada di belakangnya.107
Ada beberapa aspek yang terkena dampak dari pencucian uang, yaitu108 :
1. Bisnis, dapat merusakkan reputasi karena terlibat masalah hukum dan
mengganggu operasional dan likuiditas bisnis;
105 Yunus Husein, Op.cit., hal. 7. 106 Erman Rajagukguk, Loc.cit. 107 Guy Skessen dalam Bismar Nasution, Rejim Anti-Money Laundering di Indonesia, Op.cit.,
sebagaimana dikutip Nurmalawaty, ”Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) dan Upaya Pencegahannya”, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15240/1/equ-feb2006-3.pdf., diakses pada 19 Maret 2011.
108 Yunus Husein, Op.cit., hal. 10.
88
2. Ekonomi, meningkatkan instabilitas sistem keuangan, terjadi distorsi
ekonomi, menyulitkan otoritas moneter dalam mengendalikan jumlah uang
beredar;
3. Sosial, menciptakan/memperparah ketidakadilan sosial;
4. Internasional, menjadi persoalan dan perhatian dunia.
Selain merugikan masyarakat secara luas, dampak keberadaan pencucian uang
juga mempunyai pengaruh negatif terhadap kegiatan perekonomian, terutama
menyangkut lembaga keuangan (baik perbankan maupun non-perbankan), misalnya :
(a) Merugikan reputasi lembaga-lembaga keuangan apabila diduga dipergunakan
sebagai sarana untuk melakukan pencucian uang;
(b) Menyebabkan terjadinya distorsi dalam hukum penawaran dan permintaan,
sebagaimana yang terjadi di London Real Estate keetika memasuki investasi
mafia dari Rusia;
(c) Menyebabkan kelemahan ekonomi negara (misalnya negara Colombia yang
banyak bergantung pada Drug Money;
(d) Menumbuhkan kecurigaan dan keetidakpercayaan publik pada lembaga
perbankan.109
Selanjutnya Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, menyatakan
bahwa110 pihak pelapor, meliputi :
109 Harkristuti dalam Nurmalawaty, Loc.cit.
89
a. ”Penyedia Jasa Keuangan : 1. Bank; 2. Perusahaan Pembiayaan; 3. Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Pialang Asuransi; 4. Dana Pensiun Lembaga Keuangan; 5. Perusahaan Efek; 6. Manajer Investasi; 7. Kustodian; 8. Wali Amanat; 9. Perposan sebagai Penyedia Jasa Giro; 10. Pedagang Valuta Asing; 11. Penyelenggara Alat Pembayaran menggunakan Kartu; 12. Penyelenggara e-money dan/atau e-wallet; 13. Koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam; 14. Pegadaian; 15. Perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi;
atau 16. Penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang.
b. Penyedia Barang dan/atau jasa lain : 1. Perusahaan Properti/Agen Properti; 2. Pedagang Kendaraan Bermotor; 3. Pedagang Permata dan Perhiasan/Logam Mulia; atau 4. Balai Lelang”.
Tujuan akhir dari Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah dengan mengadakan
pendekatan secara penegakan hukum dan pendekatan anti pencucian uang maka akan
mencegah dan memberantas kriminalitas. Hasilnya kriminalitas dapat menurun. Jika
penegakan hukum berhasil integritas dan stabilitas sistem keuangan juga
meningkat.111
Pencucian uang umumnya dilakukan terhadap uang hasil tindak pidana,
misalnya perdagangan narkotika, korupsi, dan transaksi saham di pasar modal.
Dengan pencucian uang, maka pelaku dapat menyembunyikan asal-usul dari uang
110 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang, Op.cit. 111 Yunus Husein, Loc.cit., hal. 13.
90
hasil kejahatan tersebut. Para pelaku tindak pidana pencucian uang biasanya
menyimpan dananya di suatu lembaga penyedia jasa keuangan misalnya bank, atau
penyedia jasa lain yang terkait dengan keuangan, misalnya melalui instrumen pasar
modal.
Bertolak dari teori Sistem Hukum, Lawrence M. Friedman, maka yang
menjadi badan atau struktur hukum pada Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). PPATK dibentuk berdasarkan
undang-undang tersebut dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. PPATK
tidak berada di bawah suatu Departemen, Kementerian atau Lembaga Negara.
Personilnya berasal dari beberapa instansi terkait. Untuk laporan pelaksanaan tugas
dan fungsinya PPATK berkewajiban untuk melaporkannya kepada Presiden dan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) setiap enam bulan sekali.112
Pasal 40 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, menyatakan bahwa113 :
”Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, PPATK mempunyai fungsi sebagai berikut : a. Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang; b. Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK; c. Pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan d. Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan
yang berindikasi tindak pidana Pencucian Uang dan/atau tindak pidana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)”.
112 Ibid., hal. 14. 113 Pasal 40 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang, Op.cit.
91
Setelah mengetahui fungsinya pada Pasal 41 ayat (1) dijelaskan mengenai
wewenang dari PPATK, Pasal 41 menyebutkan bahwa114 :
”Dalam melaksanakan fungsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf a, PPATK berwenang : a. Meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah
dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi, termasuk dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu;
b. Menetapkan pedoman identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan; c. Mengoordinasikan upaya pencegahan tindak pidana Pencucian Uang
dengan instansi terkait; d. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya
pencegahan tindak pidana Pencucian Uang; e. Mewakili pemerintah Republik Idnonesia dalam organisasi dan forum
internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang;
f. Menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan anti pencucian uang; dan
g. Menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang”.
Pada pasal 41 ayat (2) Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyebutkan bahwa
penyampaian data dan informasi dari instansi terkait pemerintahan ataupun lembaga
swasta harus dikecualikan dari ketentuan kerahasiaan seperti kerahasiaan bank.
Rahasia Bank artinya institusi keuangan harus menjaga informasi yang diterimanya
tentang kliennya dalam rangka rahasia bisnis dan konfidensial. Dikatakan, karena
pencucian uang itu terintegrasi dengan kegiatan kriminal, pada dasarnya adalah bukan
kegiatan yang memiliki legitimasi untuk mengklaim kerahasiaan.115
114 Pasal 41, Ibid. 115 Charles Thelen Plombeek, “Confidentiality and Disclosure : The Money Laundering
Control Act of 1986 and Banking Secrecy”, Vol. 22 No. 1, (Spring : The International Lawyer, 1988), hal. 70., sebagaimana dikutip Erman Rajagukguk, Op.cit.
92
Adapun fungsi analisis dan pemeriksaan oleh PPATK terdapat pada Pasal 44
Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang, yang menyebutkan bahwa :
”(1) Dalam rangka melaksanakan fungsi analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf d, PPATK dapat : a. Meminta dan menerima laporan dan informasi dari Pihak Pelapor; b. Meminta informasi kepada instansi atau pihak terkait; c. Meminta informasi kepada Pihak Pelapor berdasarkan
pengembangan hasil analisis PPATK; d. Meminta informasi kepada Pihak Pelapor berdasarkan permintaan
dari instansi penegak hukum atau mitra kerja di luar negeri; e. Meneruskan informasi dan/atau hasil analisis kepada instansi
peminta, baik di dalam maupun di luar negeri; f. Menerima laporan dan/atau ifnormasi dari masyarakat mengenai
adanya dugaan tindak pidana Pencucian Uang; g. Meminta keterangan kepada Pihak Pelapor dan pihak lain yang
terkait dengan dugaan tindak pidana Pencucian Uang; h. Merekomendasikan kepada instansi penegak hukum mengenai
pentingnya melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
i. Meminta penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana;
j. Meminta informasi perkembangan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal dan tindak pidana Pencucian Uang;
k. Mengadakan kegiatan administratif lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini; dan
l. Meneruskan hasil analisis atau pemeriksaan kepada penyidik. (2) Penyedia Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i
harus menindaklanjuti setelah menerima permintaan dari PPATK”.
Dasar pelaporan kepada PPATK adalah berdasarkan Laporan Transaksi
Keuangan Mencurigakan (LTKM) atau Suspicious Transaction Report (STR).
Berdasarkan Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, bahwa pelaporan
93
oleh Penyedia Jasa Keuangan atau Penyedia Barang/Jasa lainnya dilakukan sesegera
mungkin paling lama tiga hari sejak Penyedia Jasa Keuangan atau Penyedia
Barang/Jasa lainnya mengetahui adanya unsur transaksi keuangan mencurigakan.
Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juga menjerat orang-
orang yang terlibat dalam pencucian uang dalam hal membawa uang tunai ke luar
negeri. Setiap orang yang membawa uang tunai dalam mata uang rupiah dan/asing
dan/atau instrumen pembayaran lain dalam bentuk cek, cek perjalanan, surat sanggup
bayar, atau bilyet giro ke dalam atau ke luar daerah kepabeanan Republik Indonesia
sejumlah Rp. 100 juta atau lebih, atau mata uang asing yang nilainya setara, harus
melaporkan ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Ditjend Bea Cukai).
Penyampaian laporan dari Ditjend Bea Cukai wajib menyampaikan laporan
tentang informasi yang diterimanya tersebut kepada PPATK selama jangka waktu
lima hari kerja. Apabila dilakukan pelanggaran oleh instansi terkait maka akan
dikenakan sanksi denda 10% dari seluruh jumlah, paling banyak Rp. 300 juta.
Dengan menerima laporan tersebut maka Penyedia Jasa Keuangan harus
menghentikan seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai
merupakan hasil tindak pidana, rekening penampungan harta kekayaan berasal dari
tindak pidana, ataupun menggunakan dokumen palsu.
Pihak Penyedia Jasa Keuangan selanjutnya membuat berita acara
pemberhentian transaksi sementara. Paling lama lima hari sejak pembuatan berita
acara, PPATK dapat memperpanjang 15 hari kerja. Apabila dalam waktu 20 hari
tidak ada pihak yang mengajukan keberatan, PPATK menyerahkan penanganan
94
kepada penyidik. Dalam hal pelaku Tindak Pidana tidak ditemukan dalam 30 hari
penyidik dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri untuk
memutuskan harta kekayaan tersebut sebagai aset negara dan dikembalikan kepada
yang berhak yaitu negara.116
Dalam hal prosedur hukum yang harus ditempuh dalam menjerat pelaku
tindak pidana pencucian uang adalah penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di
Pengadilan. Untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di
pengadilan tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya.117 Untuk
kepentingan pemeriksaan, penyidik, penuntut umum atau hakim berwenang meminta
pelapor untuk memberikan keterangan secara tertulis mengenai harta kekayaan dari :
orang yang telah dilaporkan PPATK; tersangka; atau terdakwa. Surat permintaan
tersebut ditembuskan kepada PPATK.118
Mengenai pembuktian di pengadilan menggunakan sistem pembuktian
terbalik, yaitu duga saja seseorang itu melakukan kejahatan pencucian uang barulah
selanjutnya dibuktikan apakah benar melakukan atau tidak. Alat bukti yang
digunakan adalah alat bukti yang dimaksudkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP), ataupun alat bukti berupa informasi yang diucapkan,
dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau alat yang
serupa optik dan dokumen.119
116 Yunus Husein, Op.cit., hal. 23. 117 Pasal 64-Pasal 67 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Op.cit. 118 Pasal 72, Ibid. 119 Pasal 73, Ibid.
95
Penyidik dalam tindak pidana pencucian uang disini adalah dilakukan oleh
penyidik tindak pidana asal, yaitu : Kepolisian; Kejaksaan; Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK); Badan Narkotika Negara (BNN), Direktorat Jenderal Pajak, dan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.120 Dalam hal penyidik menemukan bukti
permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana
asal, penyidik dapat menggabungkan penyidikan tindak pidana asal dan tindak pidana
pencucian uang untuk selanjutnya dilaporkan kepada PPATK.121
Penuntutan dilakukan oleh Penuntut Umum yang wajib menyerahkan berkas
perkara tindak pidana pencucian uang kepada Pengadilan Negeri paling lambat 30
hari kerja sejak diterima berkas perkara yang dinyatakan lengkap. Pengadilan Negeri
wajib membentuk majelis hakim paling lama 3 hari keja. Maksudnya adalah bahwa
proses pelaksanaan persidangan agar tidak diperlambat hanya masalah penentuan
majelis hakim.122
Pada proses pemeriksaan di persidangan terdakwa wajib membuktikan bahwa
harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana.123 Hakim memerintahkan
terdakwa agar membuktikan bahwa harta kekayaan yang terkait dengan perkara
bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana.124 Pembuktian oleh terdakwa
dilakukan dengan mengajukan alat bukti yang cukup.
Jika terdakwa ternyata tidak hadir di dalam persidangan setelah dipanggil
secara sah dan patut tanpa alasan yang sah, perkara pencucian uang dapat diperiksa
120 Pasal 74, Ibid. 121 Pasal 75, Ibid. 122 Pasal 76, Ibid. 123 Pasal 77, Ibid.. 124 Pasal 78, Ibid..
96
dan diputus tanpa hadirnya terdakwa.125 Namun, apabila kehadiran terdakwa sebelum
putusan dijatuhkan, terdakwa wajib diperiksa kembali. Segala keterangan saksi dan
surat-surat dianggap diucapkan dalam sidang selanjutnya. Dalam hal terdakwa
meninggal dunia sebelum putusan dan terdapat bukti yang kuat, hakim atas tuntutan
penuntut umum memutuskan perampasan harta kekayaan yang telah disita.
Perampasan harta kekayaan yang telah disita diumumkan dan tidak dapat dilakukan
upaya hukum lagi. Setiap orang yang berkepentingan dapat mengajukan keberatan
selama 30 hari sejak diumumkannya perampasan harta kekayaan.
Pelaksanaan kewajiban pelaporan oleh pihak pelapor dikecualikan dari
kerahasiaan yang berlaku bagi pihak pelapor yang bersangkutan.126 Dalam
melaksanakan kewenangannya, terhadap PPATK tidak berlaku ketentuan peraturan
perundang-undangan dan kode etik yang mengatur kerahasiaan.127 Dalam meminta
keterangan bagi penyidik, penuntut umum, atau hakim tidak berlaku ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur rahasia bank dan kerahasiaan transaksi
keuangan lainnya.128
Pejabat dan Pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, atau hakim wajib
merahasiakan pihak pelapor dan pelapor. Pelanggaran memberi hak pelapor menuntut
ganti rugi.129 Pihak pelapor, pelapor, dan saksi wajib diberi perlindungan khusus oleh
negara dari ancaman yang membayakan diri, jiwa, dan atau hartanya, termasuk
125 Pasal 79, Ibid. 126 Pasal 28, Ibid. 127 Pasal 45, Ibid. 128 Pasal 72 ayat (2), Ibid. 129 Pasal 83, Ibid.
97
keluarganya.130 Pada sidang pengadilan dilarang menyebutkan atau mengungkapkan
identitas pelapor dan hakim wajib mengingatkan.131 Pelapor dan atau saksi tidak
dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana atas laporan atau kesaksian.132
Pejabat atau Pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, hakim, dan setiap
orang yang memperoleh Dokumen atau Keterangan dalam rangka pelaksanaan
tugasnya menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang wajib merahasiakan Dokumen atau
Keterangan tersebut, kecuali untuk memenuhi kewajiban menurut undang-undang.
Pelanggaran pidana maksimal empat tahun.133 Direksi, Komisaris, Pengurus atau
Pegawai Pihak Pelapor dilarang memberitahukan kepada Pengguna Jasa atau pihak
lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan cara apapun mengenai
Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang sedang disusun atau telah
disampaikan kepada PPATK.134 Pejabat atau Pegawai PPATK atau Lembaga
Pengawas dan Pengatur dilarang memberitahukan Laporan Transaksi Keuangan
Mencurigakan yang akan atau telah dilaporkan kepada PPATK secara langsung atau
tidak langsung dengan cara apapun kepada Pengguna Jasa atau Pihak Lain.135 Pidana
penjara maksimal lima tahun dan denda maksimal satu tahun.
Untuk memberantas aksi pencucian uang maka harus dibentuk kerjasama
antar lembaga. Tujuan dari kerjasama tersebut adalah untuk pertukaran informasi,
pertukaran staf, sosialisasi dan pelatihan bersama, juga kerjasama yang harus
130 Pasal 84 dan Pasal 86, Ibid. 131 Pasal 85, Ibid. 132 Pasal 87, Ibid. 133 Pasal 11, Ibid. 134 Pasal 12 ayat (1), Ibid. 135 Pasal 12 ayat (3), Ibid.
98
dituangkan di dalam M.o.U (Memorandum of Understanding) atau Nota
Kesepahaman. PPATK mengadakan kerjasama di dalam maupun luar negeri.
Setelah kesepakatan bersama dituangkan terlebih dahulu di dalam Nota
Kesepahaman tersebut barulah antara lembaga yang berkesepahaman membuat
perjanjian kerja sama dalam hal pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
C. Monetary Authority of Singapore (MAS) dalam Tindak Pidana Pencucian
Uang di Pasar Modal Singapura
Setelah melihat tindak pidana money laundering di Indonesia berikut akan
dilihat pengaturan pencucian uang pasar modal di Singapura. Lembaga pengawas
pencucian uang di Indonesia adalah Pusat Pelaporan Atas Transaksi Keuangan
(PPATK) dan lembaga yang mengawasi pasar modal Indonesia disebut dengan Badan
Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM-LK). Sedangkan di Singapura lembaga
pengawas pencuciannya adalah Financial Intelligence Unit (FIU-Singapura) dan
lembaga pasar modalnya adalah Monetary Authority of Singapore (MAS).136
Bentuk dan jenis tindak pidana di Singapura mencakup : perdagangan palsu
dan transaksi pasar yang curang; pemalsuan pasar obligasi; pernyataan yang salah
atau palsu; kegiatan manipulasi dan penipuan; menyebarkan informasi mengenai
transaksi illegal; perdagangan palsu, bucketing, pemalsuan harga kontrak dan
pemonopolian; dan sebagainya. Hal ini terdapat dalam Securities and Futures Act.
Chapter 289 secara tegas wilayah berlakunya diterapkan di dalam dan di luar
136 “Financial Investigation Division”,
http://www.cad.gov.sg/topNav/abo/div/Financial+Investigation+Division.htm., diakses pada 31 Maret 2011.
99
Singapura, diantaranya untuk melindungi perusahaan, dan melindungi pasar obligasi
di Singapura.137
Ditinjau dari sisi tindak pidananya perbedaan dengan Undang-Undang No. 8
Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
adalah di Indonesia tidak ada pengaturan mengenai bucketing.138 Dari jenis tindak
pidana, di Indonesia dan Singapura terdiri dari kejahatan dan pelanggaran. Sedangkan
dari segi sanksi pidana, di Indonesia dan Singapura mempunyai sanksi penjara
maksimal dan minimal yang berbeda. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan sistem
hukum berimbas pada perbedaan kekhususan pengelompokan tindak pidana, sehingga
mempengaruhi berat atau ringannyaa sanksi pidana yang dijatuhkan.139
Dalam Pasar Modal Singapura mengenai kewenangan lembaganya yaitu
Monetary Authority of Singapore (MAS). MAS secara de facto adalah bank sentral
Singapura. MAS didirikan berdasarkan Undang-Undang tentang Otoritas Keuangan
Singapura (Monetary Authority of Singapore Act.). Selain mengawasi pasar efek dan
perdagangan berjangka, MAS juga mengawasi industri perbankan dan asuransi.140
MAS adalah otoritas yang berwenang memberikan izin usaha kepada
pemegang izin usaha jasa pasar modal yang diizinkan untuk melakukan kegiatan
usaha dalam bidang-bidang yang telah ditentukan, yaitu kegiatan yang berkaitan
dengan efek, perdagangan kontrak berjangka, perdagangan bursa asing yang
137 Lushiana Primasari, “Studi Perbandingan Formulasi Ketentuan Pidana dalam Undang-Undang Pasar Modal di Indonesia dengan Singapura”, http://www.docstoc.com/docs/25952303/Studi-perbandingan-formulasi-ketentuan-pidana-dalam-undang-undang., diakses pada 31 Maret 2011.
138 Bucketing adalah transaksi penjualan atau pembelian yang tidak jujur atau sah menurut peraturan bisnis dan terlibat dalam transaksi asing yang tidak sah dari kejahatan dan pelanggaran.
139 Loc.cit. 140 Monetary Authority of Singapore Act., Section 17.2.1.,
http://www.singaporelaw.sg/content/CorporateFinance.html., diakses pada 31 Maret 2011.
100
leveraged, manajemen dana (fund management), pemberian nasihat tentang
pembiayaan perusahaan, pembiayaan efek dan/atau pemberian jasa penyimpanan efek
(custodial services for securities). MAS juga memberikan izin usaha kepada
individual dari pihak-pihak yang disebutkan di atas. Izin usaha harus diperbaharui
setiap 3 (tiga) tahun dan dapat diperbaharui untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun
berikutnya.141
MAS berwenang untuk meminta diterbitkannya buku-buku dan informasi-
informasi oleh setiap bursa efek yang telah mempunyai izin, setiap pemegang izin
usaha jasa pasar modal atau perwakilannya dan, tentu saja, setiap orang apabila
terkait dengan hal yang sedang diselidiki. MAS dapat mewajibkan pihak pemegang
izin usaha pasar modal atau orang yang dikecualikan (exempt person) untuk
mengungkapkan nama orang yang berada di belakang suatu pengambilalihan atau
pelepasan efek atau kontrak berjangka. MAS dapat pula mewajibkan seseorang
mengungkapkan sifat instruksi yang diberikan kepadanya sehubungan dengan suatu
pengambilalihan atau pelepasan efek.142
Selain kewenangan untuk memperoleh keterangan dari bursa efek dan orang-
orang yang memiliki izin usaha, MAS dapat pula mewajibkan orang yang telah
memperoleh, memegang atau melepaskan efek untuk mengungkapkan apakah ia
bertindak sebagai trustee atau kuasa (agent) dari orang lain dan apabila demikian
halnya, siapakah orang tersebut dan instruksi apa yang telah diberikan. MAS
mempunyai kewenangan untuk memerintahkan pengungkapan informasi oleh
141 Section 17.2.2., Ibid. 142 Section 17.2.3., Ibid.
101
pegawai suatu perusahaan yang telah tercatat di bursa, apabila hal tersebut perlu
dalam rangka menetapkan suatu larangan perdagangan efek. Jika dianggap perlu,
MAS dapat memerintahkan suatu penyelidikan untuk menemukan apakah telah
terjadi pelanggaran hukum, untuk melaksanakan tugasnya berdasarkan Act. atau
untuk memastikan ketentuan perundang-undangan telah dilaksanakan sebagaimana
mestinya.143
MAS dapat memberikan petunjuk-petunjuk kepada bursa efek untuk
memastikan adanya pasar yang adil dan teratur, memastikan berjalannya manajemen
sistem resiko yang berintegritas dan baik dalam pasar, dan untuk melakukan hal-hal
yang diperlukan untuk kepentingan publik. MAS mempunyai kewenangan untuk
melarang perdagangan efek tertentu untuk melindungi orang-orang yang membeli
atau menjual efek atau dengan alasan untuk kepentingan publik. MAS dapat pula
membuat peraturan yang menentukan hal-hal apa saja yang dianggap bersifat menipu
atau manipulatif berdasarkan Section 201 dari Securities and Futures Act. Pada
awalnya dengan perdagangan orang dalam berdasarkan Securities Industry
(Amendment) Act. 2000 yang kemudian diperluas untuk mencakup semua bentuk
kesalahn tindak (misconduct) di pasar berdasarkan Securities and Futures Act., MAS
telah diberi kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan pelaksanaan perdata
(civil enforcement actions), yaitu MAS dapat memperoleh ganti rugi yang besar
(treble damages) dari pihak yang melanggar.144
143 Section 17.2.4., Ibid. 144 Section 17.2.5., Ibid.
102
Dari peraturan perundangan Singapura mengenai badan pengawas pasar
modalnya yaitu MAS diketahui bahwa, Singapura dan Indonesia sama-sama
menunggu laporan dari penyedia jasa keuangan. Bedanya adalah di Singapura apabila
sudah diketahui ada terjadi pencucian uang di pasar modalnya, MAS langsung
membekukan dana nasabahnya tersebut sehingga terhentilah transaksinya di pasar
modal Singapura. Jika di Indonesia, BAPEPAM-LK sebagai lembaga yang
mengawasi harus menunggu laporan dan apabila sudah dilaporkan harus menetapkan
penyidik dulu dengan Surat Keputusan Ketua BAPEPAM-LK.
Dengan kata lain, MAS berwenang juga untuk mengatur, mengawasi, dan
membina pasar modal di Singapura. Namun, kewenangan mengawasi dan membina
tersebut tercermin dalam tindakan pertama pencegahan mereka adalah membekukan
rekening. Hal ini patut dicontoh oleh BAPEPAM-LK agar bertindak lebih aktif lagi
dalam memberantas tindak pidana money laundering. Dengan tindakan seperti itu,
maka hasil yang akan didapat adalah stabilnya harga-harga saham pada pasar modal
tersebut.
D. Securities Exchange Commission (SEC) dalam Tindak Pidana Pencucian
Uang di Pasar Modal Amerika
Di Indonesia ada BAPEPAM-LK, di Singapura ada Monetary Authority of
Singapore (MAS), maka untuk di Amerika disebut dengan Securities Exchange
Commission (SEC). Adapun tujuan dari dibentuknya SEC ini adalah untuk
melindungi investor, mempertahankan pasar yang wajar, teratur, dan efisien, juga
103
memfasilitasi pembentukan modal.145 Karena semakin berkembangnya pasar modal
Amerika dengan meningkatnya grafik investor, adapun alasan investor mengalihkan
dana ke Pasar Modal Amerika adalah untuk membantu masa depan, membayar
tagihan rumah, menyekolahkan anak-anak, dan lain sebagainya.146
Hukum dan peraturan yang mengatur pasar modal di Amerika Serikat berasal
dari konsep sederhana dan mudah, yaitu : bagi semua investor baik perusahaan besar
ataupun perseorangan, harus memiliki akses terhadap fakta-fakta dasar tertentu
tentang investasi sebelum membelinya dan berapa lama asset tersebut ditahan.147
Untuk mewujudkan hal tersebut SEC mewajibkan seluruh perusahaan publik untuk
mengungkapkan informasi keuangan yang baik bagi masyarakat. Hal ini bertujuan
agar para investor dapat memutuskan sendiri apakah akan menjual, membeli, atau
menahan saham yang dimiliki. Hanya dengan informasi yang akurat dan
komprehensiflah maka investor dapat membuat keputusan investasi yang baik.148
SEC mengawasi seluruh peserta dalam dunia efek, termasuk bursa efek,
pialang saham, dan dealer, penasihat investasi dan reksadana. Setiap tahun SEC
mengeluarkan ratusan keputusan-keputusan dalam hal penegakan hukum kepada
korporasi dan perseorangan yang melanggar peraturan perundang-undangan yang
145 SEC Website, “The Investor’s Advocate : How the SEC Protects Investors, Maintains
Market Integrity, and Facilitates Capital Formation”, http://www.sec.gov/about/whatwedo.shtml., diakses pada 02 Mei 2011.
146 Ibid., hal. 1. 147 Fakta-fakta dasar tertentu yang berlaku di Pasar Modal Amerika Serikat disebut di
Indonesia adalah Fakta Materiel. 148 SEC Website, “The Investor’s Advocate : How the SEC Protects Investors, Maintains
Market Integrity, and Facilitates Capital Formation”, Loc.cit.
104
berlaku. Pelanggaran tersebut termasuk insider trading, penipuan akuntansi, dan
informasi palsu atau menyesatkan.149
Salah satu sumber informasi utama yang dapat diandalkan untuk menegakkan
hukum dalam Pasar Modal Amerika Serikat adalah investor itu sendiri. Hal ini
dikarenakan para investor sudah terdidik dan sangat berhati-hati karena berkaitan
dengan menciptakan pasar yang efisien. Untuk membantu pendidikan para investor
mengenai Pasar Modal Amerika Serikat, SEC menyediakan berbagai macam
informasi pada lembaga tersebut.150
SEC Foundation dibentuk berdasarkan Securities Exchange Commission Act.
1934. Latar belakang dibentuknya peraturan ini adalah sebelum tahun 1929 ada
peristiwa Great Crash. Pada saat itu Pasar Modal Amerika Serikat mengalami
kerugian dikarenakan 20 juta pemegang saham besar dan kecil mengambil
keuntungan dari kemenangan pasca Perang Dunia I. Diperkirakan bahwa lebih dari
US$. 50 miliar dalam sekuritas baru yang ditawarkan selama periode tersebut
menjadi tidak berharga. Ketika pasar saham jatuh pada bulan Oktober 1929,
kepercayaan publik di pasar anjlok. Investor besar dan kecil, serta bank-bank yang
telah menginvestasikan dananya ke pasar modal kehilangan sejumlah besar uang
mereka dalam The Great Depression.151
Ada konsensus bahwa untuk pemulihan ekonomi di Pasar Modal Amerika
Serikat dibutuhkan kepercayaan yang tinggi. Kongres mendengar jajak pendapat yang
mengidentifikasikan masalah dan mencari solusi untuk mengembalikan kepercayaan
149 Ibid., hal. 3. 150 Ibid. 151 Ibid., hal. 4.
105
publik kepada Pasar Modal. Berdasarkan temuan dalam sidang, Kongres
mengeluarkan Securities Act. 1933. Peraturan ini bersama-sama dengan Securities
Exchange Act 1934, yang menciptakan SEC, dirancang untuk memulihkan
kepercayaan investor di pasar modal. Pemulihan kepercayaan tersebut ditempuh
dengan mengakomodasikan fakta-fakta dasar yang benar dan dapat diandalkan,
aturan yang jelas dan dijalankan dengan jujur. Tujuan utama dari Securities Exchange
Act 1934 dapat dilihat pada 2 (dua) gagasan, yaitu152 :
a. Perusahaan publik yang menawarkan efek harus memberitahukan kepada
publik mengenai kebenaran bisnis perusahaan tersebut dengan jujur, efek
yang dijual, resiko yang terlibat dalam investasi dalam hal pembelian efek;
b. Orang yang memperdagangkan efek seperti : broker, dealer, dan foreign
exchange harus memperlakukan investor dengan adil dan jujur,
menempatkan kepentingan investor yang pertama dibanding dengan
kepentingan pribadinya.
Pengawasan Pasar Modal membutuhkan upaya yang sangat terkoordinasi.
Maka dari itu kongres membentuk Securities and Exchange Commission pada tahun
1934 untuk menerapkan peraturan perundang-undangan yang baru, mempromosikan
stabilitas di pasar dan yang paling penting adalah untuk melindungi investor. Presiden
Franklin Delano Roosevelt mengangkat Joseph P. Kennedy, ayah Presiden John F.
Kennedy, untuk menjabat sebagai Ketua pertama dari SEC.153
152 Ibid., hal. 5. 153 Ibid.
106
1. Organisasi SEC
SEC terdiri dari 5 (lima) Komisaris yang ditunjuk oleh Presiden, dengan
jangka waktu jabatan 5 (lima) tahun. Secara hukum tidak lebih dari 3 (tiga) Komisaris
dapat berasal dari Partai Politik yang sama, hal ini untuk memastikan non-partisan.
Untuk menjalankan tanggung jawab fungsional Badan ini terorganisir menjadi 5
(lima) divisi dan 18 kantor, masing-masing yang berkantor pusat di Washington DC.
Sekitar 3.500 Staf Komisi terletak di Washington dan di 11 Kantor Wilayah di
seluruh Amerika Serikat.154
Adapun wewenang SEC, antara lain155 :
a. Menafsirkan undang-undang mengenai efek;
b. Mengeluarkan peraturan pelaksanaan dan mengubah peraturan pelaksanaan
yang ada;
c. Mengawasi pemeriksaan perusahaan sekuritas, pialang, penasehat investasi,
dan badan-badan penafsir harga;
d. Mengawasi peraturan organisasi perusahaan efek di Sekuritas mengenai
akuntansi, dan bidang audit; dan
e. Mengkoordinasikan peraturan perundang-undangan dengan peraturan yang
ada di bawahnya, seperti : peraturan perundang-undangan pusat, federal
(negara bagian), dan otoritas asing (badan pengawas pasar modal di luar
Amerika Serikat).
154 Ibid. 155 Ibid., hal. 6.
107
Komisi menyelenggarakan pertemuan secara berkala yang terbuka untuk
umum dan media pemberitaan kecuali berkaitan dengan diskusi untuk hal-hal yang
rahasia seperti akan menemukan investigasi penegakan hukum.
2. Division of Corporation Finance (Divisi Keuangan Perusahaan)
Division of Corporation Finance membantu Komisi dalam melaksanakan
tanggung jawabnya untuk mengawasi perusahaan dalam mengungkapkan informasi
penting kepada investor. Korporasi harus mematuhi peraturan yang berkaitan dengan
keterbukaan informasi yang harus dibuat ketika IPO (Initial Public Offering) tepatnya
pada saat saham perdana dan kemudian secara berkala dan terus menerus. Staf Divisi
secara rutin mereview dokumen-dokumen mengenai fakta-fakta materiel yang
diajukan perusahaan emiten. Para Staf Divisi juga menyediakan bantuan untuk
menafsirkan peraturan Komisi dan merekomendasikan kepada Komisi aturan-aturan
baru untuk diadopsi.156
Dokumen-dokumen tersebut, meliputi : pendaftaran laporan untuk saham
yang baru ditawarkan; laporan tahunan dan triwulanan (Formulir 10-K dan 10-Q);
bahan proxy dikirim ke pemegang saham sebelum pertemuan tahunan; laporan
tahunan kepada pemegang saham; dokumen tentang penawaran tender; dan
pengajuan yang berkaitan dengan merger dan akuisisi.157 Dokumen-dokumen tersebut
mengungkapkan informasi mengenai kondisi keuangan perusahaan emiten dan
praktek bisnis untuk membantu investor membuat keputusan investasi. Melalui
proses peninjauan Divisi, Staf Pemeriksaan melihat apakah perusahaan publik yang
156 Ibid., hal. 6. 157 Ibid., hal. 6-7.
108
dimiliki adalah memenuhi persyaratan, pengungkapan Staf Pemeriksaan berusaha
untuk menjaga kualitas penjelasan terhadap fakta materiel.158
Division Corporation Finance memberikan interpretasi terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yakni : Securities Act of 1933; Securities
Exchange Act 1934; dan Trust Indenture Act 1939; dan merekomendasikan peraturan
untuk melaksanakan undang-undang. Staf Divisi memberikan bimbingan dan
konseling kepada pendaftar, calon pendaftar, dan masyarakat untuk membantu dalam
hal investasi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sebagai contoh : sebuah
perusahaan mungkin akan bertanya apakah penawaran keamanan tertentu
memerlukan pendaftaran dengan SEC. Division Corporation Finance akan berbagi
penafsiran peraturan sekuritas dengan perusahaan dan memberikan nasihat tentang
kepatuhan dengan persyaratan tersebut.159
Pembuatan peraturan adalah proses dimana agen-agen federal menerapkan
undang-undang yang disahkan oleh Kongres dan ditandatangani menjadi undang-
undang oleh Presiden. Securities Act of 1933, Securities Exchange Act of 1934,
Investment Company Act of 1940, dan Sabanes-Ocley Act memberikan kerangka atau
dasar pijakan bagi SEC dalam hal pengawasan pasar modal. Undang-undang tersebut
disusun secara luas dan menetapkan prinsip-prinsip dasar dan tujuannya. Untuk
memastikan bahwa maksud dan tujuan dari Kongres dapat dilakukan dalam keadaan
tertentu dan mengikuti perkembangan teknologi, memperluas ukuran, dan
158 Ibid. 159 Ibid., hal. 7-8.
109
menawarkan produk-produk dan jasa baru maka SEC terlibat dalam pembuatan
peraturan tersebut.160
Adapun proses pembuatan peraturan SEC dapat dilakukan dalam beberapa
langkah, antara lain161 :
1) Concept Release;
Konsep Rilis adalah proses pembuatan peraturan yang biasanya dimulai
dengan aturan proposal, tapi kadang-kadang permasalahan yang ditemui begitu unik
dan/atau rumit bahwa Komisi keluar mencari masukan dari masyarakat dimana jika
ada pendekatan regulasi yang tepat. Sebuah Concept Realese dikeluarkan dengan
menggambarkan bidang pembiayaan perusahaan efek/fee dalam menjual atau
membeli saham.
2) Rule Proposal; dan
Komisi menerbitkan rinci formal Rule Proposal untuk komentar publik. Tidak
seperti Concept Release, sebuah tujuan aturan mempunyai kemajuan usulan spesifik
dan metode dalam pencapaiannya. Biasanya komisi menyediakan antara 30-60 hari
untuk tinjauan dan komentar. Sama seperti Concept Realese, komentar publik
dianggap penting untuk merumuskan aturan akhir.
3) Rule Adaption.
Pada akhirnya, Komisi mempertimbangkan apa yang telah dipelajari dari
paparan publik mengenai aturan yang diusulkan, dan berusaha untuk menyetujui
kekhususan suatu konsep final. Jika ukuran akhir yang kemudian diadopsi oleh suara
160 Ibid., hal. 8. 161 Ibid.
110
terbanyak dari Komisi, maka itu menjadi bagian dari aturan resmi yang mengatur
Pasar Modal.
3. Division of Trading and Markets (Divisi Perdagangan dan Pasar Modal)
Division of Trading and Markets membantu Komisi dalam melaksanakan
tanggung jawab dalam hal menjaga ketertiban dan keefisiensian pasar yang adil. Staf
Divisi ini menyediakan pengawasan sehari-hari pasar modal, peserta utamanya :
bursa efek, perusahaan sekuritas, Self-Regulatory Organizations (SROs) termasuk
Financial Industry Regulatory Authority (FInRA), The Municipal Securities
Rulemaking Board (MSRB), lembaga kliring dan penjaminan yang membantu
penyelesaian perdagangan, Transfer Agents (pihak yang memelihara catatan dari
pemilik efek), securities information processors, dan lembaga penafsir kredit.162
Divisi ini juga mengawasi Securities Investor Protection Corporation (SIPC),
yang merupakan pihak swasta perusahaan non-profit dalam menjamin efek dan uang
tunai dalam rekening nasabah disebut dengan anggota perusahaan pialang terhadap
kegagalan perusahaan-perusahaan. Penting untuk diingat bahwa asuransi SIPC tidak
menutupi kerugian yang timbul dari penurunan harga efek atau penipuan.163
Adapun tanggung jawab Division of Trading and Markets antara lain164 :
a. Melaksanakan integritas keuangan Komisi dalam program untuk pialang dan
broker saham;
162 Ibid., hal. 9. 163 Ibid. 164 Ibid., hal. 10.
111
b. Meninjau beberapa kasus di bawah kewenangan Komisi untuk mengusulkan
peraturan baru dan perubahan yang diusulkan dalam hal peraturan yang
diajukan oleh SRO;
c. Membantu Komisi dalam menetapkan aturan dan menerbitkan interpretasi
mengenai hal-hal yang mempengaruhi pengoperasian pasar modal; dan
d. Mengawasi pasar modal.
4. Division of Investment Management (Divisi Management Investasi)
Divisi Manajemen Investasi membantu Komisi dalam melaksanakan tanggung
jawabnya untuk perlindungan investor dan untuk mempromosikan pembentukan
modal melalui pengawasan dan peraturan investasi manajemen industri Amerika
US$.26 triliun. Ini bagian terpenting dari Pasar Modal Amerika Serikat karena
meliputi reksa dana dan manajer investasi profesional yang menasehati para investor
besar karena menganalisa penelitian aktiva secara individual dan kelas aset, dan
penasihat investasi untuk nasabah perorangan. Karena konsentrasi tingginya investor
dalam reksa dana, maka dana yang diperdagangnkan di bursa dan investasi lain yang
jatuh dalam lingkup Divisi ini memfokuskan untuk memastikan bahwa pengungkapan
tetang investasi berguna untuk pelanggan ritel, dan bahwa aturan biaya dalam fee
perusahaan efek maka konsumen/nasabah tidak harus membayar mahal untuk itu.165
Adapun tanggung jawab Divisi Pengelolaan Investasi – Division of Investment
Management, antara lain meliputi166 :
165 Ibid. 166 Ibid.
112
a. Membantu Komisi dalam menafsirkan peraturan perundang-undangan dan
peraturan lainnya bagi masyarakat dan SEC dalam menegakkan hukum;
b. Menanggapi permintaan tidak ada tanggapan dan permintaan utnuk bantuan
exemptive;
c. Meninjau perusahaan investasi dan pengajuan penasihat investasi;
d. Membantu Komisi dalam hal penegakan hukum yang melibatkan perusahaan
investasi dan penasihat investasi; dan
e. Memberikan saran kepada Komisi mengenai aturan SEC dalam hal
beradaptasi dengan keadaan yang baru.
5. Division of Enforcement (Divisi Penegakan Hukum)
Divisi Penegakan Hukum membantu Komisi dalam melaksanakan fungsi
penegakan hukum dengan merekomendasikan dimulainya penyelidikan pelanggaran
hukum surat berharga, dengan merekomendasikan bahwa Komisi membawa gugatan
perdata di Pengadilan Federal atau sebelum seorang hakim mengeluarkan hukuman
administrasi, dan menuntut kasus-kasus tersebut atas nama Komisi. Sebagai
tambahan untuk penegakan otoritas sipil SEC, Divisi ini bekerja sama dengan
lembaga penegak hukum lainnya di Amerika Serikat dan seluruh dunia untuk
membawa kasus pidana ke Pengadilan Federal.167
Divisi Penegakan Hukum memperoleh bukti yang cukup untuk dikembangkan
semaksimal mungkin melalui penyidikan informal, wawancara saksi, memeriksa
catatan broker, meninjau data perdagangan, dan menggunakan metode lainnya.
167 Ibid., hal. 11.
113
Setelah melakukan penyidikan, Staf SEC menyajikan temuan-temuan tersebut ke
Komisi untuk direview. Komisi dapat mengotorisasi staf dalam pengajuan kasus
tindak pidana ke Pengadilan Federal atau menjatuhkan tindakan administratif. Dalam
banyak kasus, Komisi dan Pihak Lain yang bersengketa dibebankan untuk
memutuskan menyelesaikan masalah tanpa jalur Pengadilan.168
Pelanggaran umum yang biasa terjadi, menyebabkan SEC melakukan
penyelidikan, antara lain meliputi169 :
a. Misrepresentation informasi atau kelalaian informasi penting tentang efek;
b. Memanipulasi harga pasar dari surat berharga;
c. Mencuri dana nasabah atau surat berharga;
d. Melanggar tanggung jawab antara broker saham dan dealer untuk
memperlakukan investor dengan adil;
e. Insider Trading (melanggar hubungan kepercayaan dengan pedagang pada
fakta materiel, informasi non-publik tentang saham); dan
f. Penjualan surat terdaftar.
Dalam hal memutuskan apakah membawa suatu kasus tindak pidana di pasar
modal ke Pengadilan Federal atau hanya dalam SEC sebelum Hakim Hukum
Administrasi memutuskannya adalah tergantung pada jenis sanksi atau keringanan
yang sedang dicari. Misalnya : Komisi menduga seseorang dari industri broker saham
dalam proses administrasi, tetapi perintah melarang seseorang dari bertindak sebagai
pejabat perusahaan atau direktur harus diperoleh di Pengadilan Federal. Seringkali,
168 Ibid. 169 Ibid., hal. 11-12.
114
ketika peringatan kesalahan tersebut Komisi membawa kedua proses hukum. Kedua
proses tersebut, antara lain170 :
a. Civil Action;
Komisi mengakomodasi keluhan-keluhan dari “orang yang melakukan”
mengenai Pengadilan Distrik Amerika Serikat dan meminta Pengadilan untuk
menjatuhi sanksi dan denda. Seringkali Komisi meminta perintah pengadilan, yang
melarang tindakan lebih lanjut atau praktek-praktek yang melanggar hukum atau
peraturan Komisi. Sebuah perintah juga dapat meminta Auditor, seorang akuntan
untuk melihat kasus penipuan atau pengaturan pengawasan khusus. Selain itu, SEC
dapat mencari hukuman moneter sipil, atau kembali keuntungan ilegal (disebut
disgorgement). Pengadilan juga menunda seseorang dalam menjabat pejabat
perusahaan atau direktur. Seseorang yang melanggar perintah pengadilan dapat
disebut dengan penhinaan terhadap putusan pengadilan dan dapat dikenakan denda
tamabahan atau penjara.
b. Administrative Action.
Komisi dapat mencari berbagai sanksi melalui proses administrasi. Proses
administrasi berbeda dari tindakan pengadilan karena diputuskan oleh Administrative
Law Judge (ALJ),171 yang terlepas dari Komisi. Hakim pada ALJ memimpin,
mendengarkan, dan mempertimbangkan bukti yang ditunjukkan oleh Staf Divisi,
serta setiap bukti yang diajukan oleh pihak yang bersengketa pada proses peradilan
170 Ibid. 171 Administrative Law Judge (ALJ) di Amerika bersifat independen. Tidak di bawah SEC,
sehingga menghasilkan putusan yang objektif. Hal ini terkait dengan independensi kehakiman di Amerika Serikat.
115
tersebut. Setelah mendengar dari ALJ, maka selanjutnya ALJ menerbitkan keputusan
awal yang mencakup temuan fakta dan kesimpulan hukum. Keputusan awal juga
berisi sanksi yang dituntut oleh Staf Divisi Penegakan Hukum. Kedua pihak yang
bersengketa (Staf Divisi Penegakan Hukum dan Terdakwa) bisa mengajukan banding
seluruhnya atau sebagian dari keputusan awal kepada Komisi. Komisi dapat
menegaskan keputusan ALJ, membatalkan keputusan, atau mengembalikan Terdakwa
ke penjara untuk pemeriksaan lanjutan/tambahan. Sanksi administratif yang
diputuskan adalah berupa memberhentikan pesanan, penundaan, atau pencabutan izin
broker-dealer dan mencabut izin pendaftaran investasi penasehat, civil monetary
penalties,172 dan disgorgement.173
6. Division of Risk, Strategy, and Financial Innovation (Divisi Risiko,
Strategi, dan Inovasi Keuangan)
Divisi Risiko, Strategi, dan Inovasi Keuangan didirikan pada bulan September
2009 untuk membantu mengidentifikasikan risiko yang berkembang dan tren di pasar
modal. Divisi baru ini menyediakan analisis canggih yang mengintegrasikan disiplin
ilmu ekonomi, keuangan, dan hukum. Tanggung jawab Divisi ini mencakup 3 (tiga)
172 Civil Monetary Penalties atau denda sipil adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan ketika Negara (Instansi Pemerintah, atau Pihak Swasta) mencari bantuan moneter terhadap individu sebagai restitusi kesalahan oleh individu. Kesalahan ini biasanya ditentukan oleh suatu kodefikasi undang-undang, peraturan, dan keputusan. Denda sipil tidak dianggap sebagai hukuman pidana, melainkan pengganti hukuman untuk mengembalikan keadaan seperti semula. Contohnya : jika seseorang membuang limbah beracun di taman negara, maka negara akan meminta untuk memulihkan taman tersebut seperti sedia kala atau membawa hal tersebut ke pengadilan negeri jika diperlukan. Sumber : Black’s Law Dictionary, Op.cit.
173 Disgorgement adalah upaya paksa untuk menyerahkan seluruh keuntungan yang diperoleh dengan tindakan ilegal atau tidak etis. Pengadilan dapat memerintahkan Terpidana untuk membayar kembali keuntungan ilegal, dengan bunga, untuk mencegah perolehan keuntungan yang tidak adil. Dalam Black’s Law Dictionary, mengatakan disgorgement adalah tindakan memberi sesuatu (seperti keuntungan yang diperoleh secara ilegal atas permintaan atau dengan paksaan hukum. Sumber : Black’s Law Dictionary, Op.cit.
116
bidang yang luas, antara lain : risiko dan analisis ekonomi; riset strategis; dan inovasi
keuangan. Munculnya derivatif, hedge funds, teknologi baru, dan faktor lain telah
mengubah pasar modal menjadi lebih baik terkait dengan Good Corporate
Governance (GCG). Divisi Risiko, Strategi, dan Inovasi Keuangan bekerja untuk
memberikan nasihat kepada Komisi melalui pendekatan interdisipliner yang
diinformasikan oleh hukum dan ekonomi keuangan yang modern, serta
perkembangan produk dunia nyata dan praktek di Wall Street dan Main Street.174
Adapun fungsi dari Divisi Risiko, Strategi, dan Inovasi Keuangan, adalah
sebagai berikut :
a. Analisis strategis dan jangka panjang;
b. Mengidentifikasi perkembangan baru dan tren di pasar modal dan risiko yang
sistemik;
c. Membuat rekomendasi tentang bagaimana perkembangan baru tersebut dan
tren mempengaruhi regulasi kegiatan Komisi;
d. Melakukan penelitian dan analisis sebagai kelanjutan dan mendukung fungsi
Komisi dan Divisi-Divisi; dan
e. Memberikan pelatihan tentang perkembangan baru, baik mengenai tren pasar
dan hal-hal lainnya.
Setelah mengetahui tanggung jawab dan kewajiban BAPEPAM-LK
(Indonesia), MAS (Singapura), dan SEC (Amerika Serikat) maka didapatlah benang
merahnya. Jika ditinjau dengan teori Lawrence M. Friedman – Sistem Hukum –
174 SEC Website, “The Investor’s Advocate : How the SEC Protects Investors, Maintains Market Integrity, and Facilitates Capital Formation”, Op.cit.
117
bahwa secara substansial peraturan perundang-undangan ketiga negara pada dasarnya
sama karena peraturan perundang-undangan tersebut terlihat mirip antar satu negara
dengan negara lain. Ditinjau dari sisi badan hukumnya, ketiga badan hukum tersebut
merupakan otoritas tertinggi dari pasar modal ketiga negara. Namun yang membuat
perbedaan adalah budaya hukumnya, di Indonesia masih mengakar budaya suap
pejabat-pejabat pemerintah. Sedangkan di Negara lain hal ini tidak dapat ditolerir.175
Jika dibandingkan dari kewenangan penanganan money laundering, didapati
SEC dan MAS adalah otoritas keuangan pasar modal yang melaporkan tindak pidana
money laundering ke FIU dan untuk selanjutnya penyelidikan dan penjatuhan
hukuman dilakukan. Sebenarnya BAPEPAM-LK juga wajib menyelidiki kasus
money laundering tersebut jika ada, namun kenyataannya adalah BAPEPAM-LK
tidak bertindak apapun dalam kasus tindak pidana money laundering yang terjadi
pada ranah hukumnya.
Kedudukan dan kewenangan Biro Pemeriksaan dan Penyidikan di
BAPEPAM-LK sebagai lembaga penyidik bukanlah “kelanjutan” dari kedudukannya
sebagai lembaga pemeriksa, melainkan merupakan kewenangan yang “mandiri”.
Sehingga oleh pembentuk Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal,
kewenangan ini dipisahkan yaitu : Kewenangan Pemeriksaan dalam BAB XII dalam
Pasal 100, sedangkan Kewenangan Penyidikan dalam BAB XIII dalam Pasal 101.
175 Dapat dilihat dari survey dari Political & Economic Risk Consultancy (PERC), Hongkong dan Transfarency Internasional, Indonesia merupakan peringkat pertama sebagai negara terkorup diikuti dengan Kamboja di posisi kedua dan Vietnam di posisi ketiga. Sedangkan Amerika Serikat berada di posisi ketigabelas yang merupakan negara bersih, lain halnya dengan Singapura menempati urutan paling akhir menempati urutan keenambelas sebagai negara terbersih. Sumber : Nusantaraku, “Memalukan, Indonesia Negara Terkorup Asia Pasifik”, http://nusantaranews.wordpress.com/2010/03/09/prestasi-terus-naik-indonesia-negara-terkorup-asia-2010/., diakses pada 03 Mei 2011.
118
Karena itu, dapat saja BAPEPAM-LK langsung menggunakan kewenangan
penyidikannya tanpa harus sebelumnya melakukan tindakan yang tergolong ke dalam
Kewenangan Pemeriksaan. Dengan tugas barunya ini berarti BAPEPAM-LK
mempunyai kewenangan yang sama seperti yang dipunyai oleh otoritas pasar modal
di Negara lain seperti SEC di Amerika Serikat. Berdasarkan fungsinya tersebut
seharusnya BAPEPAM-LK dapat mewujudkan tujuan penciptaan kegiatan pasar
modal yang teratur dan efisien serta dapat melindungi kepentingan pemodal dan
masyarakat. Dalam melaksanakan fungsi penegakan hukum, BAPEPAM-LK bersikap
proaktif bila terdapat indikasi pelanggaran peraturan perundang-undangan pasar
modal. Dengan melakukan pemeriksaan dan atau penyidikan yang didasarkan kepada
laporan atau pengaduan dari pelaku-pelaku pasar modal, data tersebut dianalisis oleh
BAPEPAM-LK dan dari hasil tersebut dijadikan konsumsi publik dengan melakukan
pemberitaan melalui media massa.176
Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal juga tidak ada
memberikan kewenangan untuk memberantas money laundering di pasar modal.
Namun, seharusnya BAPEPAM-LK sudah tahu mengenai tugasnya karena money
laundering adalah salah satu tindak pidana perbankan yang dapat dilakukan di sektor
perbankan. Karena Pasar Modal adalah salah satu pasar perbankan, maka sudah
seharusnya BAPEPAM-LK bertindak sebagai penyidik dalam kasus money
laundering di Pasar Modal.
176 Hamud M. Balfas, Tindak Pidana Pasar Modal dan Pengawasan Perdagangan di Bursa
Efek, Jurnal Hukum No. 11, Volume 6., 1999, hal. 93, sebagaimana dikutip Budi Satrio, “Penegakan Hukum Pidana di Pasar Modal”, (Tesis : Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 60-61.
119
BAB IV
KENDALA UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN
UANG DALAM MENCEGAH PRAKTEK MONEY LAUNDERING DI PASAR MODAL
Dalam hal penegakan hukum tindak pidana pencucian uang, PPATK sangat
berperan penting dalam menekan angka pencucian uang. Dengan kata lain, PPATK
sebagai pemegang kunci dari mekanisme pemberantasan tindak pidana pencucian
uang di Indonesia. Jika, PPATK tidak menjalankan fungsinya dengan benar maka
efektifitas dari pelaksanaan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Pencucian Uang tidak akan tercapai. Dari latar belakang falsafah
dibentuknya Rezim Anti Pencucian Uang, maka dapat dikaji beberapa kendala yang
muncul dalam penerapan ketentuan ini di Indonesia. Seperti telah dipahami bahwa
suatu keberhasilan dalam penegakan hukum sangat tergantung pada beberapa faktor
yaitu bagaimana formulasi undang-undangnya, kualitas penegak hukumnya dan
budaya masyarakatnya.177
A. Penegakan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Praktek Money Laundering di Pasar Modal
Pencucian uang sebagai suatu kejahatan mempunyai ciri khas yaitu bahwa
kejahatan ini bukan merupakan kejahatan tunggal tetapi kejahatan ganda. Hal ini
ditandai dengan bentuk pencucian uang sebagai kejahatan yang bersifat follow up
177 Yenti Garnasih, “Anti Pencucian Uang di Indonesia dan Kelemahan dalam
Implementasinya”, http://opinihukumkasus-lc-bni.blogspot.com/2008/07/anti-pencucian-uang-di-indonesia-dan.html., diakses pada 21 Maret 2011.
120
crime atau kejahatan lanjutan, sedangkan kejahatan utamanya atau kejahatan asalnya
disebut sebagai predicate offense atau core crime atau ada negara yang
merumuskannya sebagai unlawful actifity yaitu kejahatan asal yang menghasilkan
uang yang kemudian dilakukan proses pencucian uang. Tujuan pelaku memproses
pencucian uang adalah untuk menyembunyikan atau menyamarkan hasil dari
predicate offence agar tidak terlacak untuk selanjutnya dapat digunakan, jadi bukan
untuk tujuan menyembunyikan saja tapi merubah performance atau asal usulnya hasil
kejahatan untuk tujuan selanjutnya dan menghilangkan hubungan langsung dengan
kejahatan asalnya. Dengan demikian jelas bahwa berbagai kejahatan keuangan
(interprise crimes) hampir pasti akan dilakukan pencucian uang atau paling tidak
harus sesegera mungkin dilakukan pencucian uang untuk menyembunyikan hasil
kejahatan itu agar terhindar dari penuntutan petugas.178
Dari kekhasan jenis kejahatan ini telah melahirkan berbagai definisi tentang
pencucian uang, yang ternyata tidak ada satupun yang bersifat universal serta
komperhensif. Hal ini terlihat dalam pernyataan179 :
“There is no universal or comprehensive definition of money laundering XE “money laundering”. Prosecutors and criminal intelligence agencies, businesspersons and companies, developed and developing countries-each has its own definition based on different priories and perspectives. In general, legal definitions for the purpose of persecution are narrower than definitions for intelligence purposes”.
Dari berbagai definisi yang dibuat masing-masing negara bukan berarti
berbeda sama sekali tetapi terdapat standar minimumnya berkaitan dengan kriteria
kejahatan ini, dan terutama untuk kepentingan dilakukannya mutual legal assistance.
178 Ibid. 179 Ibid.
121
Artinya bahwa masing-masing negara boleh saja tidak menyeragamkan definisi
namun paling tidak terdapat standar yang harus diatur yaitu berkaitan dengan adanya
unsur-unsur intent (maksud atau sengaja), a financial transaction, proceed of crime,
knowledge or reason to know dan proceed of crime or unlawful activity. Dari sifatnya
yang merupakan kejahatan ekonomi maka dipikirkan bahwa praktik pencucian uang
sebagian besar menggunakan sarana lembaga keuangan, maka harus dilakukan upaya
agar lembaga ini tidak digunakan untuk pencucian uang. Selain itu upaya
pemberantasan melalui ketentuan lembaga keuangan dipandang sebagai suatu strategi
dini sebagai penangkapan pelaku dan penyitaan hasil kejahatan dalam kaitannya
dengan upaya preventif.180
Namun demikian, karena sifatnya yang merupakan kejahatan tetap harus
dilakukan upaya represif, maka ditawarkan suatu pemikiran pemberantasan dengan
pendekatan dua jalur yang disebut sebagai twin track against money laundering181 :
“A twin track policy has gradually evolved in the fight against money laundering, consisting of preventive approach, founded in banking law, and repressive approach founded in criminal law. To portray the distinction between the preventive and the repressive approach to money laundering as a dichotomy between criminal and financial law is, however, an oversimplification”. Berkaitan dengan pemberantasan pencucian uang maka kedua pendekatan
tersebut hanya dibedakan tetapi tidak dipisahkan, bahkan dinyatakan antara
pendekatan hukum pidana dan hukum ekonomi merupakan suatu keterpaduan.
Diawali dengan pendekatan preventif yang diletakan pada lembaga keuangan
nampaknya upaya pemberantasan melalui bidang ini dipandang sebagai strategi dini
180 Ibid. 181 Ibid.
122
dan yang paling signifikan. Misalnya pada tahap placement lembaga keuangan (bank)
dimanfaatkan dengan cara yang sederhana sampai yang rumit menggunakan wire
transfer ataupun munculnya Payable Through Accounts (PTAs). 182
Selain itu, dengan perkembangan yang sangat pesat di bidang ekonomi,
ditambah lagi dengan globalisasi ekonomi, maka ketentuan-ketentuan tentang
kegiatan Pasar Modal diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal, dengan tetap mengacu pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, BAPEPAM-LK
mempunyai wewenang dalam hal penyidikan Tindak Pidana yang terjadi di Pasar
Modal sesuai yang diatur dalam Pasal 101 yaitu183 :
(1) “Dalam hal Bapepam berpendapat pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya mengakibatkan kerugian bagi kepentingan Pasar Modal dan atau membahayakan kepentingan pemodal atau masyarakat, Bapepam menetapkan dimulainya tindakan penyidikan.
(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Bapepam diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Pasar Modal berdasarkan ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
(4) Dalam rangka pelaksanaan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bapepam mengajukan permohonan izin kepada Menteri untuk memperoleh keterangan dari bank tentang keadaan keuangan tersangka pada bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan.
(5) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
(6) Dalam rangka pelaksanaan kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bapepam dapat meminta bantuan aparat penegak hukum lain”.
182 Ibid. 183 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Op.cit.
123
Tetapi kenyataannya dalam hal penegakan supremasi hukum di lingkungan
Pasar Modal masih sangatlah membingungkan dimana di dalam Undang-Undang No.
8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal telah diatur bahwa yang menjadi penyidik dalam
hal terjadi tindak pidana di lingkungan Pasar Modal adalah Penyidik Pegawai Negeri
Sipil di lingkungan Bapepam. Sementara menurut Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana Pasal 1 menyatakan bahwa yang menjadi penyidik adalah Pejabat Polisi
Negara RI dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus
oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Sesuai dengan Pasal 101 ayat 6
kedudukan Polri hanyalah sebagai pembantu penyidik BAPEPAM-LK dalam hal
terjadi Tindak Pidana di lingkungan Pasar Modal. Sehingga dalam hal menyidik
maupun memproses Tindak Pidana yang terjadi di Pasar Modal sampai saat ini
sangatlah minim yang berhasil diproses sampai ke Pengadilan. Kasus pelanggaran di
pasar modal Indonesia masih tidak jelas sanksi hukumnya. Contoh yang dapat kita
lihat adalah kasus L/C Fiktif BNI 46 yang merugikan negara Rp. 11,4 miliar yang
sampai saat ini belum jelas apa sanksi hukum yang dijatuhkan.184
Untuk meningkatkan dan mengefektifkan penegakan hukum di lingkungan
BAPEPAM-LK, serta meningkatkan peran Polri dalam upaya membantu BAPEPAM-
LK dalam penegakan hukum maka pada tanggal 19 Pebruari 1998 dilangsungkan
penandatanganan Nota Kesepahaman Bersama (MOU) antara Badan Pengawas Pasar
Modal Departemen Keuangan dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Agar
pasar modal dapat berkembang dibutuhkan adanya landasan hukum yang kukuh
184 Rudi Hartono, “Lemahnya Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pasar Modal”,
http://masroed.wordpress.com/., diakses pada 21 Maret 2011.
124
untuk lebih menjamin kepastian hukum pihak-pihak yang melakukan kegiatan di
pasar modal, serta melindungi kepentingan masyarakat pemodal dari praktik yang
merugikan. Untuk menunjang tatanan hukum tersebut sangat diperlukan upaya-upaya
untuk meningkatkan koordinasi dan kerja sama antara BAPEPAM-LK dan Polri
dalam rangka menjamin terlaksananya penegakan hukum di pasar modal.185
Seharusnya BAPEPAM-LK juga dimasukkan di dalam Undang-Undang No. 8
Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
sebagai suatu lembaga penyidik. Karena menurut Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana, yang menjadi penyidik adalah Kepolisian. Namun, di dalam Undang-
Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang, yang melaporkan tindak pidana pencucian uang adalah PPATK.
BAPEPAM-LK mempunyai kekuasaan yang absolut, karena dapat membuat
peraturan (hak regulasinya), dapat mengawasi, dan dapat memberikan sanksi
administratif. Tetapi kekuasaan yang diberikan tersebut sangat setengah-setengah
dikarenakan proses penuntutan dilakukan oleh Kejaksaan Republik Indonesia yang
sudah pasti hanya mengetahui kejahatan konvensional saja.
B. Faktor-Faktor Penyebab yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
Tindak Pidana Money Laundering di Pasar Modal
Untuk menegakkan hukum terhadap praktik pencucian uang memerlukan
kerja sama yang baik dari semua unsur Sistem Peradilan Pidana (SPP) yang dalam hal
ini terdiri dari Polisi, Jaksa, Hakim dan juga PPATK. Masing-masing unsur SPP dan
PPATK harus bisa berjalan dengan baik terkoordinir dan simultan. Namun,
185 Ibid.
125
nampaknya masih terdapat masalah dalam penegakan hukum terhadap pencucian
uang di pasar modal.186
Tindak Pidana money laundering di Pasar Modal termasuk ke dalam
kejahatan kerah putih (white collar crime). Tingkat kesulitan penegakan hukum pada
kasus money laundering L/C Fiktif Bank BNI’46 memiliki tingkat kesulitan yang
tinggi, berbeda dengan penegakan hukum kejahatan konvensional lainnya. Kenyataan
menunjukkan bahwa kasus tersebut sampai ke pengadilan jauh lebih sulit daripada
membawa kasus-kasus konvensional. Kesulitan ini disebabkan oleh faktor-faktor
sebagai berikut187 :
1. Modus operandi dari white collar crime jauh lebih kompleks dibandingkan
dengan kejahatan konvensional;
2. Pelaku white collar crime jarang yang mempunyai riwayat kriminil seperti
yang umumnya dimiliki oleh pelaku kejahatan konvensional;
3. Kerugian dari white collar crime di pengadilan umumnya seperti orang-orang
innoncent, tidak kelihatan sebagai penjahat karena pelaku white collar crime
umumnya orang-orang terdidik, maka pintar merekayasa dan
menyembunyikan kesalahannya. Para pelaku white collar crime umumnya
adalah orang-orang terpandang dan memiliki banyak teman dan uang, maka
biasanya dapat menyewa pengacara mahal dan handal, yang dapat
membebaskan dari jeratan hukuman. Dengan dasar uang yang banyak dan
relasi yang punya kedudukan maka tidak terlalu sulit bagi seorang white
186 Yenti Garnasih, Op.cit. 187 Munir Fuady, Bisnis Kotor : Anatomi Kejahatan Kerah Putih, Op.cit., hal. 180.,
sebagaimana dikutip Budi Satrio, Op.cit., hal. 55-56.
126
collar crime untuk mendekati aparat penegak hukum, seperti polisi, jaksa,
atau hakim di seluruh tingkat peradilan.
Selain melihat dari faktor-faktor kesulitan dari pengungkapan fakta kejahatan
white collar crime, dapat juga dilihat menggunakan teori Lawrence M. Friedman –
Sistem Hukum, yaitu sebagai berikut :
1. Substansi Hukum
Kewajiban dari pihak Kepolisian selaku koordinator penyidikan, ditentukan
dalam Pasal 107 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, mengatakan
bahwa188 :
“Untuk kepentingan penyidikan, penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf a., memberikan petunjuk kepada penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf b., dan memberikan bantuan penyidikan”.
Dalam praktek, penanganan kasus-kasus pasar modal, jarang sekali pihak
kepolisian memberikan bantuan dalam tingkat penyidikan ini adalah sepanjang
menyangkut tindakan polisionil, seperti : penangkapan; penggeledahan. Sedangkan
pada saat proses proses pelaksanaan penyidikannya sendiri, pihak kepolisian
memberikan kebebasan kepada penyidik BAPEPAM-LK untuk melakukan
penyidikannya. Hal ini terjadi karena masih kurangnya pemahaman dari penyidik
kepolisian tentang kasus-kasus yang terjadi menyangkut kejahatan di pasar modal.189
188 Solahuddin, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Acara Pidana, dan Perdata, Cetakan
Pertama, (Jakarta : Visimedia, 2008). 189 Budi Satrio, Loc.cit., hal. 80-82.
127
Hal ini diakui oleh Sardjito, Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyidikan
BAPEPAM-LK, yang mengatakan bahwa190 :
“… salah satu kesulitan bagi penyidik BAPEPAM-LK, karena fungsi Kepolisian selaku koordinator kurang berperan, sedangkan pihak penyidik BAPEPAM-LK sendiri selaku penyidik dalam kasus-kasus yang terjadi di pasar modal masih harus belajar banyak dalam melakukan proses penyidikan pidana pada kasus-kasus tersebut karena selama ini pihak BAPEPAM-LK lebih sering menggunakan sanksi administratif sebagai senjata untuk menghukum pihak yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan pasar modal”.
Penetapan sanksi administratif tersebut adalah sama dengan yang diterapkan
oleh Securities and Exchange Commission (SEC – Amerika Serikat) dalam
menghadapi kasus-kasus pidana di Pasar Modal. Penjatuhan hukuman tersebut berupa
disgorgement, pencabutan izin usaha, dan civil monetary penalties.
Dalam hal pengejaran pelaku tindak pidana money laundering di Pasar Modal
Indonesia, pihak BAPEPAM-LK tidak dimasukkan di dalam Undang-Undang No. 8
Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang
sebagai penyidik. Maka dari itu pihak BAPEPAM-LK sendiri tidak mempunyai dasar
hukum yang kuat untuk menghukum pelaku kejahatan money laundering.
2. Stuktur Hukum
a. BAPEPAM-LK
Jika ditinjau dari struktur hukumnya kewenangan BAPEPAM-LK dalam
menangani money laundering sebenarnya BAPEPAM-LK mempunyai kewenangan
untuk mengatur, mengawasi dan membina pasar modal di Indonesia. Namun
kenyataannya tidak ada koordinasi antara Kepolisian dan BAPEPAM-LK. Pihak
190 Ibid., hal. 82.
128
BAPEPAM-LK sebagai otoritas pasar modal mengetahui seluk-beluk pasar modal,
sedangkan Kepolisian mengetahui tata cara penyelidikan yang dilakukan. Jadi
sebenarnya, antara BAPEPAM-LK dan Kepolisian saling membutuhkan satu sama
lain. Dasar dari penyelidikan tersebut adalah laporan dari PPATK.
Kerja sama itulah yang tidak ada antar lembaga, setiap lembaga menunjukkan
tidak berkompeten menangani masalah money laundering dengan serius. Seharusnya
di dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan
Tindak Pidana Pencucian Uang memasukkan pihak BAPEPAM-LK sebagai otoritas
pasar modal yang merupakan salah satu tempat tindak pidana money laundering
dilakukan itu sebagai Penyidik.
Menurut Indra Safitri sebagai pengamat hukum pasar modal, mengatakan
bawah191 :
“… salah satu faktor penting untuk mengatasi masalah kejahatan di pasar modal itu adalah peran aktif dan ketegasan BAPEPAM-LK. Satu-satunya lembaga yang mempunyai otoritas di pasar modal Indonesia adalah BAPEPAM-LK dimana untuk memberantas kejahatan di pasar modal harus dengan mengoptimalkan BAPEPAM-LK, yakni : Pertama, BAPEPAM-LK harus menjalankan prinsip-prinsip good governance di lembaga itu, seperti transparansi; Kedua, Sumber Daya Manusia (SDM) dan take home pay. Kalau perangkat hukum bagus, tetapi institusinya belum menjalankan good governance, SDM dan sumber sosialnya tidak baik, penegakan hukum tidak dapat optimal. Sehingga, reposisi BAPEPAM-LK tidak begitu penting lagi untuk dipermasalahkan. Di bawah Presiden sekalipun, sebuah lembaga tidak dapat menjalankan good governance dengan baik maka itu tidak ada gunanya. Sebaliknya, sekalipun di bawah Kementerian, tetapi jika lembaga tersebut menjalankan good governance, memiliki SDM yang bagus dan penggajian yang bagus maka akan lebih efektif”.
Pernyataan tersebut di atas adalah mengkaji penegakan hukum dari aspek
kesejahteraan aparat penegak hukumnya. Sama saja menyebutkan bahwa apabila
191 Ibid., hal. 83.
129
diberi gaji tinggi maka aparat tersebut akan baik bekerja. Sebenarnya semuanya
berasal dari dalam diri masing-masing (law from inside).192 Jika para aparat penegak
hukum mempunyai kesadaran hukum yang tinggi maka, seberapa sulit penegakan itu
dilakukan akan jalan dengan sendirinya.
b. PPATK
PPATK meskipun independen namun fungsinya sangat terbatas yaitu hanya
sebagai fungsi administratif. Di Indonesia PPATK tugasnya mengumpulkan dan
memproses informasi yang berkaitan dengan kecurigaan atau indikasi pencucian
uang. PPATK berfungsi sebagai motor penggerak untuk menganalisis adanya
kecurigaan pencucian uang terutama melalui deteksi dini dalam alur transaksi yang
mencurigakan.193
Namun demikian, badan ini tetap dalam status melakukan tahap
penyelidikanpun sangat awal dan sangat terbatas membantu kepolisian. Hasil analisis
atas transaksi atau kecurigaan adanya pencucian uang kemudian diserahkan kepada
polisi yang ternyata oleh polisi masih dilakukan penyelidikan baru ditindaklanjuti
dengan penyidikan dan proses selanjutnya. Artinya bahwa hasil analisis PPATK ini
bukanlah sebagai alat bukti karena masih harus ditindaklanjuti dalam penyidikan,
selain itu dalam masa penyidikan tersebut PPATK tidak berwenang untuk memblokir,
artinya hasil analisis ini tidak terlalu berarti.194
192 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Op.cit. 193 Yenti Garnasih, Op.cit., hal. 174. 194 Ibid.
130
c. Kepolisian
Dalam ketentuan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang dimaksud penanganan
penyelidikan dan penyidikan tindak pidana pencucian uang berada dibawah
kewenangan Kepolisian Republik Indonesia, disamping itu dibentuk lembaga
(Financial Investigation Unit), yaitu Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK), yang fungsinya antara lain penerima laporan (repository
function) dan penganalisis (analysis function) dan sebagai clearing house yaitu
lembaga yang menyediakan fasilitas untuk pertukaran informasi atas transaksi yang
mencurigakan.195
Berkenaan dengan tugas penyidikan polisi harus memperoleh alat bukti yang
akan diajukan pada jaksa untuk selanjutnya diungkapkan di persidangan, dan untuk
perkara pencucian uang bukanlah masalah mudah, apalagi harus dikaitkan dengan
kejahatan asalnya. Peran polisi juga sangat dominan manakala berkaitan dengan
pengembalian harta kekayaan hasil tindak pidana ini di luar negeri. Kemajuan di
bidang teknologi informasi memungkinkan kejahatan pencucian uang bisa terjadi
melampaui batas kedaulatan suatu Negara, untuk mencegah dan memberantasnya
memerlukan kerjasama antara Negara. Penyidikan juga akan semakin sulit ketika
melibatkan penggunaan jasa wire system, hal ini nampaknya dikarenakan tuntutan
efisiensi, kecenderungan ekonomi, teknologi dan tuntutan kebutuhan pasar terbuka.196
195 Ibid. 196 Ibid.
131
Sejak 1989 dihampir semua negara telah menerapkan wire transfer system
secara internal, antar bank dan lembaga keuangan (transffering fund by electronic
messages between banks-wire transfer), ini merupakan cara untuk memindahkan
dana ilegal dengan cepat dan tidak mudah untuk dilacak oleh jangkauan hukum,
dimana sekaligus pada saat yang sama terjadilah pencucian uang dengan cara
mengacaukan audit trail. Cara ini juga sering disebut sebagai Electronic Fund
Transfer (EFT) atau cyber payment yang merupakan salah satu jasa yang diberikan
oleh electronic banking, yang memungkinkan pembayaran transfer berlangsung
dengan mobilitas tinggi dengan mengoptimalkan jaringan perbankan international
(International Offshore Banking Centers) sebagai lembaga intermediasi. Masalah
wire transfer system yang menyertai money laundering juga semakin mempersulit
pembuktian.197
Selain itu polisi juga harus menemukan fakta untuk dibuktikan jaksa yang
meliputi unsur subyektif atau mens rea dan unsur obyektifnya atau actus reus. Mens
rea yang harus dibuktikan yaitu knowledge (mengetahui atau patut menduga) dan
intended (bermaksud). Kedua unsur tersebut berkaitan dengan unsur terdakwa
mengetahui bahwa dana tersebut berasal dari hasil kejahatan dan terdakwa
mengetahui tentang atau maksud untuk melakukan transaksi. Untuk memenuhi unsur
yang harus dibuktikan jaksa tersebut sangat sulit, mengetahui atau cukup menduga
apalagi bermaksud untuk menyembunyikan hasil kejahatan, benar-benar harus
didukung berbagai faktor terutama dari perilaku dan kebiasaan pelaku.198
197 Ibid. 198 Ibid.
132
Perlu ditekankan bahwa polisi tidak selalu harus menunggu laporan atau hasil
investigasi dari PPATK, bisa saja dan sangat mungkin polisi melakukan penyelidikan
awal terlebih dahulu atas adanya dugaan pencucian uang. Dalam kasus seperti ini
misalnya polisi telah mempunyai bukti awal tentang adanya korupsi atau aliran dana
illegal logging misalnya, justru polisi berinisiatif meminta bantuan PPATK untuk
rekening tertentu. Seperti yang terjadi sekarang ini, begitu banyak kasus korupsi yang
terungkap seharusnya polisi mengambil inisiatif menelusuri aliran dana terlebih
dahulu tidak perlu menunggu dari PPATK. Sebaiknya polisi juga mulai waspada
terhadap praktek pencucian uang yang menggunakan cara-cara manual atau
tradisional yaitu cara pemindahan uang dari bagasi ke bagasi. Nampaknya hal ini
mulai marak di Indonesia, sebagai perbandingan di Amerika sendiri masih terjadi
pencucian uang yang menggunakan cara-cara tradisional seperti hundi.199
Sudah seharusnya mulai dipikirkan bahwa ketika suatu perkara pencucian
uang terungkap maka para pelaku kejahatan itu akan mengevaluasi teknik-teknik
yang mereka lakukan dan pada akhirnya akan menjatuhkan mereka. Mereka akan
selalu mengikuti pemberitaan kasus mereka di media massa, menyimak jalannya
persidangan dan mendengarkan keterangan-keterangan saksi yang dihadirkan serta
mempelajari transkrip-transkrip persidangan untuk mengetahui di mana kelemahan
mereka sehingga terjebak dalam penangkapan polisi. Artinya polisi harus menyadari
bahwa penjahat tidak bisa didikte oleh pemerintah. Apabila di Indonesia saat ini
sedang gencar-gencarnya untuk mengamankan sistem bank sebagai sarana pencucian
199 Ibid.
133
uang, sudah seharusnya polisi lebih mewaspadai proses pencucian uang yang tidak
melalui bank.200
Menghadapi ancaman pencucian uang yang semakin canggih dan dengan cara
sederhana tetapi strategis bukan sesuatu yang mudah. Di berbagai negara hal ini
sangat dipahami, sehingga Amerika mengeluarkan undang-undang yang disebut Stink
Operation (operasi penjebakan). Pada intinya operasi ini adalah untuk mengungkap
jaringan pencucian uang dengan cara penyamaran (undercover inquiring). Jadi polisi
dalam waktu tertentu menyamar sebagai pelaku pencucian uang dengan
menggunakan uang negara, seperti pada pengungkapan tindak pidana narkotika.
Namun untuk operasi penjebakan pencucian uang ini lebih rumit, karena tidak
sekedar penyamaran saja tetapi negara harus menyiapkan sejumlah uang yang akan
digunakan dalam penyamaran tersebut untuk dicuci. Nampaknya tanpa adanya
undang-undang stink operation ini akan sulit terwujud.201
Sampai sekarang ini operasi penyamaran untuk kasus-kasus besar oleh pihak
Kepolisian Republik Indonesia masih kurang dilakukan karena keterbatasan anggaran
dari pemerintah. Untuk menyelesaikan sebuah kasus, seorang polisi hanya dibayar
yang nominalnya tidaklah cukup untuk operasional di lapangan. Bagaimana mungkin
sebuah operasi penyamaran dapat dilakukan di Indonesia tanpa didukung oleh
anggaran yang cukup. Mental polisinya juga harus dipertaruhkan dalam hal ini.
200 Ibid. 201 Ibid.
134
3. Budaya Suap Bagi Penegak Hukum
Budaya hukum Indonesia masih merupakan budaya suap. Hal ini dibuktikan
dengan kasus L/C Fiktif BNI’46, yang dapat dilihat bahwa Komjen Polisi Suyitno
Landung terseret kasus suap terkait dengan kasus tersebut. Adapun kutipan
pernyataan Tim Penyidik Bareskrim Mabes Polri dalam mekanisme penuntasan kasus
BNI’46, sebagai berikut202 :
“…dulu Komjen Pol. Suyitno Landung menjadi atasan hukum (ankum) Penyidik yang terlibat kasus suap BNI. Kini dia malah dijadikan tersangka atas kasus serupa. Kasusnya adalah dugaan suap di tubuh Bareskrim Mabes Polri saat menangani kasus pembobolan BNI melalui letter of credit fiktif. Penetapan mantan Kabareskrim Polri Komjen Pol. Suyitno Landung sebagai tersangka ini terkait kasus penyalahgunaan tugas dan tanggung jawab jabatan di Bareskrim Mabes Polri dalam mekanisme penuntasan kasus BNI. Pemeriksaan masih berlanjut, pihak Bareskrim Mabes Polri menunggu temuan-temuan. Jadi unsur yang mengarah ke tindak pidana dan ketentuan yuridis masih diperiksa”.
Terbukti bahwa lembaga penegak hukumnya saja terseret-seret dari kasus
yang ditanganinya. Bagaimana mungkin sebuah penegakan hukum dapat berjalan
dengan baik, apabila penegak hukumnya masih bisa disuap. Keganjilan lain yang
dapat dilihat dari pernyataan di atas adalah bahwa pihak yang menginterogasi dan
atau menyelidiki kasus tersebut adalah lembaga Kepolisian itu sendiri. Sebuah badan
memeriksa badannya sendiri, kasus ini tidak akan selesai karena tidak terjadi checks
and balances jika pemeriksaan dilakukan oleh Kepolisian itu sendiri. Seharusnya
pemeriksaan dilakukan oleh lembaga lain. Budaya hukum suap inilah yang tidak
dapat menegakkan keadilan.
202 Sirojul Muttaqien, “Komjen Pol. Suyitno Landung Jadi Tersangka Kasus Suap BNI”,
http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2005/bulan/12/tgl/13/time/143429/idnews/497702/idkanal/10., diakses pada 04 Mei 2011.
135
Hal tersebut di atas dapat dilihat lagi dengan bukti lebih lanjut mengenai
statistik survei yang digelar oleh KPK pada April-September 2009 dengan 11.413
responden yang menghasilkan Kepolisian adalah pemilik skor integritas terendah.
Dengan kata lain Kepolisian merupakan lembaga terkorup pada tahun 2009.203
Kewenangan BAPEPAM-LK terhadap tindak pidana money laundering di
pasar modal semakin tidak didukung oleh lembaga penegak hukum lainnya. Sulit
untuk mengungkapkan kasus tindak pidana money laundering di Pasar Modal karena
tidak didukung oleh Substansi Hukum, Struktur Hukum, dan Budaya Hukumnya.
Sebaiknya pihak-pihak penegak hukum diberikan kewenangan untuk menyelidiki
dalam tindak pidana money laundering di pasar modal. BAPEPAM-LK juga
diberikan kewenangan untuk menangani masalah itu. Jadi, revisi dapat dilakukan
terhadap Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan
Tindak Pidana Pencucian Uang agar dapat mencantumkan BAPEPAM-LK sebagai
Penyidik tindak pidana money laundering di Pasar Modal.
203 Monitor Indonesia, “Inilah 15 Lembaga Terkorup Versi KPK”,
http://monitorindonesia.com/2010/01/inilah-15-lembaga-terkorup-versi-kpk/., diakses pada 04 Mei 2011.
136
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian mengenai “Kewenangan Badan Pengawas Pasar
Modal (BAPEPAM-LK) Dalam Penanganan Money Laundering Di Pasar Modal”,
maka kesimpulan yang didapat, sebagai berikut :
1. Terjadinya praktek money laundering di Pasar Modal dapat terjadi melalui 2
(dua) cara : Pertama, melalui hasil tindak pidana pasar modal itu sendiri
kemudian masuk ke sistem pasar modal; Kedua, hasil tindak pidana di luar
pasar modal kemudian masuk ke sistem pasar modal. Kedua hal tersebut lebih
cenderung dengan cara tahapan layering ataupun integration daripada tahapan
placement.
2. BAPEPAM-LK tidak berwenang untuk melakukan penyidikan money
laundering di Pasar Modal, penanganannya hanya dengan melakukan
pencegahan terhadap terjadinya money laundering di Pasar Modal dengan
cara menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer – KYC).
Kewenangan BAPEPAM-LK hanya sebatas melakukan penyidikan terhadap
tindak pidana pasar modal sesuai dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal;
3. Kendala dalam penanganan money laundering di Pasar Modal dalam Undang-
Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
137
Pidana Pencucian Uang adalah tidak melibatkan BAPEPAM-LK sebagai
otoritas pasar modal dalam hal terjadi praktek money laundering di pasar
modal.
B. Saran
Berdasarkan analisis dari kesimpulan di atas, selanjutnya akan disarankan hal-
hal sebagai berikut sebagai pemecahan masalah :
1. Mengantisipasi masuknya money laundering di Pasar Modal agar
BAPEPAM-LK mempelajari modus masuknya money laundering di Pasar
Modal, BAPEPAM-LK perlu meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan
lembaga terkait seperti : PPATK; Kepolisian; Kejaksaan; dan Pengadilan agar
penegakan hukum terhadap pelaku bisa lebih maksimal, serta melakukan
pengawasan terus-menerus terhadap kepatuhan pelaku pasar modal dalam
rangka menjamin terlaksananya law enforcement di bidang Pasar Modal;
2. BAPEPAM-LK agar diberi kewenangan dalam hal penanganan money
laundering di Pasar Modal karena BAPEPAM-LK sesuai dengan Undang-
Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal merupakan Penyidik dalam
penanganan tindak pidana yang terjadi di Pasar Modal dan lebih memahami
tentang kegiatan yang berlangsung di Pasar Modal dalam rangka terciptanya
kepercayaan masyarakat terhadap industri Pasar Modal;
138
3. Melakukan revisi terhadap Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang khususnya
mengenai substansi Pasal 74 yang mengatur mengenai Penyidik tindak pidana
asal, agar dicantumkan BAPEPAM-LK sebagai Penyidik tindak pidana money
laundering di Pasar Modal ataukah Undang-Undang No. 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal diganti dimana penyidiknya bukan lagi BAPEPAM-LK
saja tetapi juga Kepolisian Republik Indonesia.
Demikianlah saran yang diajukan agar kiranya dapat menjadi pertimbangan di
kemudian hari, baik untuk memperkaya khasanah kepustakaan maupun untuk
penelitian lanjutan mengenai BAPEPAM-LK dan money laundering di Pasar Modal.
139
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rajawali Press, 2010.
BAPEPAM-LK, Strategi Pengembangan Pelaku Pasar Modal : Cetak Biru Pasar Modal Indonesia 2000-2004, Jakarta : BAPEPAM-LK, 2000.
------------------., Master Plan Pasar Modal Indonesia 2005 – 2009, Jakarta : Departemen Keuangan Republik Indonesia, 2005.
Bungin, Burhan., Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Ed. 1, Cet. 3, Jakarta : Kencana, 2009.
Dalla, Ismail., The Emerging Asian Bond Market, Washington DC : The World Bank, 1995.
Friedman, Lawrence M., A History of American Law, 3rd Edition, New York : Simon & Schuster, Inc., 2005.
------------------------------., American Law An Introduction, 2nd Edition, diterjemahkan oleh Wishnu Basuki, Hukum Amerika Sebuah Pengantar, Jakarta : Tata Nusa, 2001.
Fuady, Munir., Bisnis Kotor : Anatomi Kejahatan Kerah Putih, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2004.
-----------------., Pasar Modal Modern, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996.
Hukumonline.com, Tanya Jawab Hukum Perusahaan, Cetakan Pertama, Jakarta : Visimedia, 2009.
140
Husein, Yunus., “Rezim Anti Money Laundering : Aspek Hukum dan Perkembangan Terkini”, Disampaikan dalam Kuliah Umum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 8 Mei 2009.
Kelsen, Hans., Teori Hukum Murni : Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien, disunting oleh Nurainun Mangunsong, Bandung : Nusamedia & Nuansa, Cet. III, 2007.
Jurnal Hukum Bisnis, “Menyikapi Globalisasi Pencucian Uang”, Volume 22, No. 3, 2003.
Nasarudin, M. Irsan dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Jakarta : Prenada Media, 2004.
Nasution, Bismar., Keterbukaan dalam Pasar Modal, Jakarta : Universitas Indonesia, 2001.
--------------------., “Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi”, Medan : Pidato Pengukuhan Guru Besar, 2003.
--------------------., “Modul Perkuliahan : Hukum Pasar Modal”, Medan : Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009.
--------------------., Rejim Anti-Money Laundering di Indonesia, Bandung : Books Terrace & Library, 2005.
Rajagukguk, Erman., “Rezim Anti Pencucian Uang dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang”, disampaikan pada Lokakarya “Anti Money Laundering”, Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 15 September 2005.
Sagala, Parluhutan., ”Penyebaran Kepemilikan Saham Pemerintah pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk Menciptakan Perusahaan yang Sehat dan Efisien”, Medan : Disertasi, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2009.
141
Satrio, Budi., “Penegakan Hukum Pidana di Pasar Modal”, Medan : Tesis, Universitas Sumatera Utara, 2009.
Shook, R. J., dan Robert L. Shook, The Wall Street Direct Dictionary.
Simbolon, Robinson., “Mewaspadai Pencucian Uang Melalui Pasar Modal, dalam Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22, No. 3, Jakarta : Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2003.
Soekanto, Soerjono., Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta : Rajawali, tanpa tahun.
Solahuddin, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Acara Pidana, dan Perdata, Cetakan Pertama, Jakarta : Visimedia, 2008.
Sunggono, Bambang., Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : Rajawali Press, 2010.
Suta, I Putu Gede Ary., Menuju Pasar Modal Modern, Jakarta : Yayasan SAD Satria Bhakti, 2000.
Tumanggor, M.S., “Kajian Hukum Atas Insider Trading di Pasar Modal Suatu Antisipasi Terhadap Pengembangan Ekonomi Indonesia (Satu Telaah Singkat)”, Bandung : Disertasi, Program Doktor Universitas Padjajaran.
Usman, Marzuki., Singgih Riphat, dan Syahrir Ika, Pengetahuan Dasar Pasar Modal, Jakarta : Jurnal Keuangan dan Moneter, 1997.
ARTIKEL INTERNET
Agustiyadi, M. Tri., “Praktek Money Laundering pada Pasar Modal (Pasar Modal Bukan Mesin Cuci Uang)”, http://triagus.multiply.com/reviews/item/33., diakses pada 19 November 2010.
142
BAPEPAM-LK, “Struktur Organisasi BAPEPAM-LK”, http://www.bapepam.go.id/bapepamlk/organisasi/struktur.htm., diakses pada 17 Mei 2011.
Black’s Law Dictionary, http://www.blackslawdictionary.com/Home/Default.aspx., diakses pada 20 Maret 2011.
Garnasih, Yenti., “Anti Pencucian Uang di Indonesia dan Kelemahan dalam Implementasinya”, http://opinihukumkasus-lc-bni.blogspot.com/2008/07/anti-pencucian-uang-di-indonesia-dan.html., diakses pada 21 Maret 2011.
Hartono, Rudi., “Lemahnya Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pasar Modal”, http://masroed.wordpress.com/., diakses pada 21 Maret 2011.
Departemen Pendidikan Nasional, “Integral”, Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php., diakses pada 13 Agustus 2010.
Darmawan, Yusran., ”Membincang Holistik dalam Antropologi”, http://timurangin.blogspot.com/2009/08/membincang-holistik-dalam-antropologi.html., diakses pada 13 Agustus 2010.
“F i n a n c i a l I n v e s t i g a t i o n D i v i s i o n”, http://www.cad.gov.sg/topNav/abo/div/Financial+Investigation+Division.htm. diakses pada 31 Maret 2011.
Harian Ekonomi Neraca, “B.E.I Perketat Pencucian Uang”, tanggal 13 Juni 2010, http://www.neraca.co.id/2010/06/13/bei-perketat-pencucian-uang/., diakses pada 21 November 2010.
Hartono, D.T., “Bisakah Pasar Modal Sebagai Lahan Money Laundering?”, http://www.bapepam.go.id/pasar_modal/publikasi_pm/info_pm/warta/2005_pebruari/money_laundering.pdf., diakses pada 19 November 2010.
143
Husein, Yunus., ”Rezim Anti Pencucian uang Indonesia Berdasarkan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU”, Desember 2010, http://elearning.ppatk.go.id., diakses pada 17 Maret 2011.
Ihsan, Ahmad., “Hasil Pencucian Uang Kasus BNI Masuk Pasar Modal”, Kamis, 19 F e b r u a r i 2 0 0 4, http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2004/02/19/brk,20040219-28,id.html., diakses pada 19 Maret 2011.
“Indikasi Kejahatan yang dilakukan oleh Kreditur/Bank kepada Debitur/Nasabah”, http://korup5170.files.wordpress.com/2008/05/money-laundering.pdf., diakses pada 19 Maret 2011.
MAS Website, ”Monetary Authority of Singapore Act.”, http://www.singaporelaw.sg/content/CorporateFinance.html., diakses pada 31 Maret 2011.
Monitor Indonesia, “Inilah 15 Lembaga Terkorup Versi KPK”, http://monitorindonesia.com/2010/01/inilah-15-lembaga-terkorup-versi-kpk/., diakses pada 04 Mei 2011.
Muttaqien, Sirojul., “Komjen Pol. Suyitno Landung Jadi Tersangka Kasus Suap BNI”, http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2005/bulan/12/tgl/13/time/143429/idnews/497702/idkanal/10., diakses pada 04 Mei 2011.
Nurmalawaty, ”Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) dan Upaya Pencegahannya”, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15240/1/equ-feb2006-3.pdf., diakses pada 19 Maret 2011.
Nusantaraku, “Memalukan Indonesia Negara Terkorup Asia Pasifik”, http://nusantaranews.wordpress.com/2010/03/09/prestasi-terus-naik-indonesia-negara-terkorup-asia-2010/., diakses pada 03 Mei 2011.
Organisasi, http://www.bapepam.go.id/old/profil/organisasi.htm., diakses pada 31 Maret 2011.
144
Perkasa, Anugerah., ”PPATK Bisa Menggandeng BAPEPAM-LK Terkait Pencucian Uang di Bursa”, http://bataviase.co.id/node/371225., diakses pada 19 November 2010.
Primasari, Lushiana., “Studi Perbandingan Formulasi Ketentuan Pidana dalam Undang-Undang Pasar Modal di Indonesia dengan Singapura”, http://www.docstoc.com/docs/25952303/Studi-perbandingan-formulasi-ketentuan-pidana-dalam-undang-undang., diakses pada 31 Maret 2011.
Ronny, Junaidy K., “Ilmu Hukum dalam Perspektif Ilmu Pengetahuan Modern”, http://www.legalitas.org/content/ilmu-hukum-dalam-perspektif-ilmu-pengetahuan-modern., diakses pada 13 Agustus 2010.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. KEP-02/PM/2003 tentang Prinsip Mengenal Nasabah.
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. KEP-476/BL/2009 tentang Prinsip Mengenal Nasabah oleh Penyedia Jasa Keuangan di Bidang Pasar Modal.
Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 No. 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4191.
Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 No. 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4324.
Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Lembaran Negara Republik Indonesia No. 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 5164.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Lembaran Negara Republik
Indonesia No. 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3608.