pengelolaan sungai deli dan implementasinya terhadap penanggulangan limbah menurut uu 32 th...
DESCRIPTION
Sungai Deli yang menjadi jantung Kota Medan kini sudah tidak tertolong lagi. Jika saja perizinan mengenai AMDAL dapat dibuat dengan baik, maka limbah pasti akan berkurang. Inilah salah satu dilema bagi pemerintah untuk berusaha memperbaiki diri.TRANSCRIPT
PENGELOLAAN SUNGAI DELI DAN IMPLEMENTASINYA TERHADAP
PENANGGULANGAN LIMBAH MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 32
TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP
Oleh :Agung Yuriandi
Medan2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sungai Deli merupakan salah satu dari delapan sungai yang ada di Kota
Medan. Mulanya, pada masa Kerajaan Deli, sungai merupakan urat nadi perdagangan
ke daerah lain. Saat ini, luas hutan di hulu Sungai Deli hanya tinggal 3.655 ha, atau
tinggal 7,59 % dari 48.162 ha areal DAS Deli. Padahal, dengan luas 48.162 ha,
panjang 71,91 km, dan lebar 5,85 km, DAS Deli seharusnya memiliki hutan alam
untuk kawasan resapan air sedikitnya seluas 140 ha, atau 30 % dari luas DAS.1
Dahulu Sungai Deli memiliki keuntungan bagi masyarakat, yaitu2 :
1. Sumber air bagi pertanian atau irigasi dan usaha perikanan darat;
2. Tempat pengembangbiakan dan penangkapan ikan guna memenuhi kebutuhan
manusia akan protein hewani;
3. Sumber tenaga untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA);
1 “Sungai Deli”, http://id.wikipedia.org/wiki/Sungai_Deli., diakses 20 Januari 2011. 2 Syiham Al Ahmadi, “Keuntungan dan Kerugian Keberadaan Sungai”,
http://www.syiham.co.cc/2010/02/keuntungan-dan-kerugian-keberadaan.html., diakses 20 Januari 2011.
4. Tempat rekreasi, misalnya melihat keindahan air terjun dan bendungan;
5. Untuk kehidupan sehari-hari bagi penduduk yang tinggal di tepi sungai seperti
mencuci, mandi, dan membersihkan perabot rumah tangga;
6. Tempat berolahraga seperti arung jeram dan dayung; dan lain sebagainya.
Sungai deli terletak di Kota Medan, provinsi Sumatera Utara. Medan adalah
muara pertemuan. Dalam bahasa Melayu, Medan berarti tempat berkumpul. Konon
Guru Patimpus orang pertama yang menjejakkan kakinya di kota yang
mempertemukan dua sungai, yaitu : Sungai Deli dan Sungai Babura. Sekitar tahun
1590, cucu Raja Singa Mahraja yang memerintah Negeri Bakerah di dataran tinggi
Karo itu merambah rawa dan semak belukar hingga menjadi tempat berkumpul bagi
masyarakat di sekitarnya, seperti : Hamparan Perak; Suka Piring; Binuang; Tebing
Tinggi; dan Merbau. Hingga peradaban Eropa kemudian menyempurnakannya. Kota
ini menjelma menjadi kampung orang Eropa yang dipinggirnya terdapat kampung-
kampung orang Jawa, Cina, Melayu, Benggali, Madura, Banjar, Batak, dan
Minangkabau. Di Medan, orang-orang yang datang dari berbagai penjuru mata angin
itu berkumpul untuk mengadu nasib, memperdagangkan apa saja : barang, tenaga,
ilmu, dan keahlian.3
Seiring berjalannya waktu berbanding lurus dengan kehidupan masyarakat di
sekitar Sungai Deli di Kota Medan. Pertumbuhan sektor perindustrian telah banyak
menimbulkan masalah pencemaran yang secara langsung menyentuh kesehatan
penduduk kota. Masalah sisa pembuangan di Kota Medan ternyata melibatkan
berbagai industri yang menjadi sumber utama kepada pencemaran. Bahan pencemar
umumnya berbentuk debu, gas, dan sisa benda padat. Pabrik atau industri yang diduga
menyebabkan pencemaran di Kota Medan, antara lain : PT. Growth Sumatera; PT.
3 Emil W. Aulia, Berjuta-Juta Dari Deli : Satoe Hikajat Koeli Contract, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2006), hal. 124.
2
Medan Tropical Canning & Prozen; PT. Mabar Food; PT. Gunung Gahapi Sakti; PT.
Indokarya Tetap Cemerlang; dan PT. Health Care Glopindo. Keenam pabrik atau
industri yang terletak di Kawasan Industri Medan (KIM) ini telah menimbulkan
berbagai jenis pencemaran seperti bunyi bising, pencemaran udara (debu),
pencemaran air (sungai), serta penyakit pernafasan. Keadaan seperti ini dapat dilihat
di 11 (sebelas) lokasi dari tiga kelurahan, yaitu : Kelurahan Mabar; Kelurahan
Tanjung Mulia; dan Kelurahan Kota Bangun. Menurut pengaduan masyarakat kepada
Organisasi Non Pemerintah (NGO), seperti WALHI Sumatera Utara, kerugian yang
ditimbulkan oleh pabrik dan industri tersebut adalah pencemaran yang merusak
ksehatan warga masyarakat, dan tanah yang diambil oleh perusahaan dan industri
tersebut tanpa diberi ganti rugi dan imbalan yang wajar.4
Proses industrialisasi yang semakin berkembang dengan pesat di Kota Medan,
ternyata mempengaruhi tingkat pertumbuhan penduduk. Proses urbanisasi
menunjukkan aliran migrasi yang datang dari luar kota seperti dari Kabupaten
Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Tanah Karo, Asahan, Labuhan Batu, Pematang
Siantar, Nias, dan provinsi Aceh, Riau, dan Sumatera Barat bertambah. Pertumbuhan
ini tentunya menambahkan lagi sisa buangan terutama sisa dari aktivitas rumah
tangga (domestik) dan buangan limbah industri. Hampir setengah dari pengusaha
menyatakan bahwa sisa buangan yang dikeluarkan oleh industri di Kota Medan
adalah sisa benda padat, selebihnya menyatakan sisa buangan industri dalam bentuk
gas. Berbagai industri yang terdapat di Kota Medan pada umumnya tersebar di
sepanjang aliran sungai, antara lain : PT. Native Prima; PT. Gelanggang Ria; dan PT.
Sari Morawa (pabrik kertas) yang berlokasi di bantaran Sungai Belumai, dan PT.
Texaco (pabrik pakaian) yang berlokasi di bantaran Sungai Denai.5
4 Djanius Djamin, Pengawasan & Pelaksanaan Undang-Undang Lingkungan Hidup : Suatu Analisis Sosial, (Jakarta : Obor Indonesia, 2007), hal. 130-131.
5 Ibid.
3
Di sepanjang kawasan aliran Sungai Deli terdapat industri perhotelan dan
rumah sakit, di antaranya Hotel Emerald Garden, Hotel Dharma Deli, Rumah Sakit
Gleni, dan Rumah Sakit Tembakau Deli PTP II. Sisa benda padat pabrik dan
perhotelah merupakan bahan-bahan yang dominan mencemari lingkungan hidup
meliputi pencemaran tanah, udara, dan air sungai. Penelitian mengenai pencemaran di
Sungai Deli yang dilakukan oleh hotel dan rumah sakit tersebut belum ada yang
dipublikasi, namun diyakini bahwa hotel dan rumah sakit tersebut membuang
sampah-sampahnya ke kawasan aliran Sungai Deli. Sampah-sampah yang dibuang ke
Sungai Deli telah menyebabkan pencemaran air. Berdasarkan pengamatan secara
fisik, kini airnya tidak layak lagi digunakan bagi keperluan rumah tangga. Karena itu,
pada masa kini pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mendirikan suatu badan
lingkungan hidup untuk membersihkan air Sungai Deli. Badan ini bertugas untuk
melaksanakan Program Kali Bersih atau “Prokasih” untuk menciptakan keindahan
dan kebersihan kawasan sungai.6
Nama badan yang tersebut di atas adalah Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan Daerah Sumatera Utara (atau disingkat BAPEDALDA SUMUT). Ini
adalah suatu badan yang salah satu tugasnya adalah melakukan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL) terhadap perusahaan-perusahaan yang akan berdiri.
Jika AMDAL sudah dilakukan dengan benar maka tidak akan ada lagi pencemaran-
pencemaran seperti yang dimaksudkan sebelumnya.
B. Perumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang yang dikemukakan di atas, maka selanjutnya
rumusan masalah yang akan dibahas, antara lain :
6 Ibid., hal. 131-132.
4
1. Bagaimana evaluasi yang dilakukan dengan AMDAL oleh badan yang
berwenang untuk itu?
2. Bagaimana implementasi dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terhadap pengelolaan
limbah sungai deli?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)
1. Dasar Hukum
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) diwajibkan oleh Peraturan
Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup. Menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan mengatakan bahwa7 :
“Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan”.
AMDAL pertama kali dicetuskan berdasarkan atas ketentuan yang tercantum
dalam Pasal 16 Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sebagai penjabaran Pasal 16 tersebut,
diudangkan suatu Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1986. Peraturan Pemerintah 29
7 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL), Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59.
5
Tahun 1986 tersebut berlaku efektif pada tanggal 5 Juni 1987 yang mulai selang
waktu satu tahun setelah ditetapkan. Hal tersebut diperlukan karena masih perlu
waktu untuk menyusun kriteria dampak terhadap lingkungan sosial mengingat definisi
lingkungan yang menganut paham holistik yaitu tidak saja mengenai lingkungan fisik
atau kimia saja namun meliputi pula lingkungan sosial.8
Berdasarkan pengalaman penerapan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1986
tersebut dilakukan deregulasi dan untuk mencapai efisiensi maka Peraturan
Pemerintah No. 29 Tahun 1986 diganti dengan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun
1993 yang diundangkan pada tanggal 23 Oktober 1993. Perubahan tersebut
mengandung suatu cara untuk mempersingkat lamanya penyusunan AMDAL dengan
mengintrodusir penetapan usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL dengan
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Dengan demikian tidak diperlukan
lagi pembuatan Penyajian Informasi Lingkungan (PIL). Perubahan tersebut
mengandung pula keharusan pembuatan Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL),
Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), dan Rencana Pemantauan Lingkungan
(RPL) dibuat sekaligus yang berarti waktu pembuatan dokumen dapat diperpendek.
Dalam perubahan tersebut diintrodusir pula pembuatan dokumen Upaya Pengelolaan
Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) ditetapkan oleh
Menteri Sektoral yang berdasarkan format yang telah ditentukan oleh Menteri Negara
Lingkungan Hidup. Dmeikian pula wewenang menyusun AMDAL disederhanakan
dan dihpuskannya dewan kualifikasi dan ujian negara.9
Dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PLH), maka Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun
8 H. J. Mukono, “Kedudukan AMDAL dalam Pembangunan Berwawasan Lingkungan yang Berkelanjutan (Sustainable Development)”, Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No. 1, (Surabaya : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, 2005), hal. 19-20.
9 Ibid., hal. 20.
6
1993 perlu diganti dengan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 yang
diundangkan pada tanggal 7 Mei 1999, yang efektif berlaku 18 bulan kemudian.
Perubahan besar yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999
adalah dihapuskannya semua Komisi AMDAL Pusat dan diganti dengan satu Komisi
Penilai Pusat yang ada di Kementerian Lingkungan Hidup. Di daerah yaitu Provinsi,
mempunyai Komisi Penilai Daerah. Apabila penilaian tersebut tidak layak lingkungan
maka instansi yang penilaian tersebut tidak layak lingkungan maka instansi yang
berwenang boleh menolak permohonan izin yang diajukan oleh pemrakarsa. Suatu hal
yang lebih ditekankan dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 adalah
keterbukaan informasi dan peran masyarakat.10
2. Konsekuensi AMDAL
Implementasi AMDAL sangat perlu disosialisasikan tidak hanya kepada
masyarakat namun perlu juga pada para calon investor agar dapat mengetahui perihal
AMDAL di Indonesia. Karena proses pembangunan digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat secara ekonomi, sosial dan budaya. Dengan implementasi
AMDAL yang sesuai dengan aturan yang ada, maka diharapkan akan berdampak
positif pada pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan
(sustainable development).11
Dengan dilaksanakannya AMDAL yang sesuai dengan aturan maka akan
didapatkan hasil yang optimal dan akan berpengaruh terhadap pembangunan dan
kebangkitan ekonomi. Dalam masa otonomi daerah diharapkan Pemerintah Daerah
menganut paradigma baru, antara lain12 :
10 Ibid.11 Ibid.12 Ibid.
7
1. Sumber daya yang ada di daerah merupakan bagian dari sistem penyangga
kehidupan masyarakat, seterusnya masyarakat merupakan sumber daya
pembangunan bagi daerah.
2. Kesejahteraan masyarakat merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak
terpisahkan dari kelestarian sumber daya yang ada di daerah.
Dengan demikian, maka dalam rangka otonomi daerah, fungsi dan tugas
Pemerintah Daerah seyogyanya berpegang pada hal-hal tersebut di bawah ini13 :
1. Pemda menerima desentralisasi kewenangan dan kewajiban.
2. Pemda meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
3. Pemda melaksanakan ekonomi kerakyatan.
4. Pemda menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya di daerah secara
konsisten.
5. Pemda memberikan jaminan kepastian usaha.
6. Pemda menetapkan sumber daya di daerah sebagai sumber daya kehidupan
dan bukan sumber daya pendapatan.
Sebagai syarat keberhasilan implementasi AMDAL di daerah adalah14 :
1. Melaksanakan peraturan atau perundang-undangan yang ada. Sebelum
membuat dokumen AMDAL, pemrakarsa harus melaksanakan Keputusan
Kepala Bapedal No. 8 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan
Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL, yaitu dengan melaksanakan
konsultasi masyarakat berjalan dengan baik dan lancar, maka pelaksanaan
AMDAL serta implementasi RKL dan RPL akan berjalan dengan baik dan
lancar juga. Hal tersebut akan berimbas pada kondisi lingkungan baik
lingkungan fisik atau kimia, sosial-ekonomi-budaya yang kondusif sehingga
13 Ibid.14 Ibid.
8
masyarakat terbebas dari dampak negatif dari kegiatan dan masyarakat akan
sehat serta perekonomian akan bangkit.
2. Implementasi AMDAL secara profesional, transparan dan terpadu. Apabila
implementasi memang demikian maka implementasi RKL dan RPL akan baik
pula. Implementasi AMDAL, RKL dan RPL yang optimal akan
meminimalkan dampak negatif dari kegiatan yang ada. Dengan demikian akan
meningkatkan status kesehatan, penghasilan masyarakat meningkat dan
masyarakat akan sejahtera. Selain itu pihak industri dan/atau kegiatan dan
pihak pemrakarsa akan mendapatkan keuntungan yaitu terbebas dari tuntutan
hukum (karena tidak mencemari lingkungan) dan terbebas pula dari tuntutan
masyarakat (karena masyarakat merasa tidak dirugikan). Hal tersebut akan
lebih mudah untuk melakukan pendekatan sosial-ekonomi-budaya dengan
masyarakat di sekitar pabrik/industri/kegiatan yang berlangsung.
3. Pencemaran Sungai Deli di Kota Medan dari Limbah Industri
Pencemaran Sungai Deli di Kota Medan diduga kuat berasal dari limbah 50
industri yang beroperasi di sepanjang sungai itu. Hasil kajian Badan Lingkungan
Hidup (BLH) Sumatera Utara. Selain limbah industri, pencemaran air Sungai Deli
juga diakibatkan oleh penumpukan sampah yang juga berada di sekitar sungai
tersebut. Hasil temuan dari BLH Sumut ada 58 tumpukan sampah di sepanjang sungai
itu. Sampah yang tidak dikelola tersebut juga menimbulkan gas metan yang memicu
pemanasan global dan itu menyebabkan air Sungai Deli itu tercemar mulai dari hulu,
tengah hingga hilir. Di hilir didapati pencemaran cuprum dan amoniak, sementara di
9
tengah Sungai Deli ditemukan limbah-limbah organik dari limbah domestik dan hotel,
sementara di hulu sungai pencemaran berasal dari proses erosi.15
BLH Sumut sudah mengupayakan untuk menanggulangi pencemaran di
Sungai Deli itu antara lain membuat Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Deli Belawan
mengingat pengelolaan harus dilakukan secara terpadu.16
Seharusnya pemerintah menindak tegas perusahaan pencemar lingkungan
karena dikhawatirkan berdampak pada tutupnya industri itu yang bisa menimbulkan
dampak negatif bagi pekerja, penerimaan pajak, dan devisa. Tetapi dengan adanya
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, maka sanksi bagi perusahaan atau orang yang mencemari
lingkungan lebih jelas dan tegas. Disinilah peran AMDAL itu berkaitan adalah untuk
mengetahui sejak awal dampak positif dan negatif kegiatan proyek hingga
memberikan informasi dan data bagi perencanaan pembangunan satu wilayah.17
B. Implementasi dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terhadap Pengelolaan
Limbah Sungai Deli
Proyek Kanal Banjir Medan atau Medan Flood Way ternyata tidak memberi
jaminan aman bagi masyarakat Medan dari ancaman banjir akibat luapan Sungai Deli.
Meski proyek Kanal Banjir Medan telah selesai sejak tahun lalu, ternyata sejumlah
besar wilayah di Medan tergenang banjir.18
15 “Pencemaran Sungai Deli Medan dari Limbah Industri”, http://beta.antaranews.com/berita/1276515579/pencemaran-sungai-deli-medan-dari-limbah-industri., diakses 20 Januari 2011.
16 Ibid.17 Ibid. 18 Kompas, “Bangun Bendungan di Hulu Sungai Deli”, (Medan : Harian Kompas, 6 Januari
2011).
10
Memang, banjir terjadi tak hanya akibat luapan Sungai Deli, tetapi beberapa
sungai lain yang melintasi Medan, seperti Sungai Belawan dan Sungai Babura.
Namun, luapan Sungai Deli yang biasanya merendam banyak wilayah di Medan
karena aliran airnya melintasi sedikitnya delapan kecamatan di Medan. Salah satu
wilayah kecamatan yang biasa terkena banjir akibat luapan Sungai Deli adalah
Kecamatan Medan Maimun.19
Kanal Banjir Medan dibangun salah satunya agar luapan banjir Sungai Deli
bisa dikendalikan. Hanya saja, Kanal Banjir Medan tak mampu menampung debit air
Sungai Deli saat terjadi luapan sejak Rabu malam lalu.20
Kanal Banjir Medan pada prinsipnya mengalirkan sebagian luapan air dari
Sungai Deli ke Sungai Percut. Menurut Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu
Pengelolaan Sumber Daya Air Balai Wilayah Sungai Sumatera II Pardomuan Gultom,
maksimal debit air Sungai Deli yang bisa dialirkan ke Sungai Percut hanya 100 meter
kubik per detik meskipun kapasitas Kanal Banjir Medan mengalirkan luapan Sungai
Deli ke Sungai Percut mencapai 150 meter kubik per detik.21
Jika luapan Sungai Deli yang dialirkan ke Sungai Percut dipaksakan hingga
150 meter kubik per detik, yang akan kebanjiran tak hanya warga di sepanjang Sungai
Deli. Tetapi, mereka yang tinggal di dekat Sungai Percut juga akan kebanjiran karena
pada saat yang sama mungkin debit air Sungai Percut juga sedang naik.22
Sebenarnya pemerintah pusat tengah menunggu proses pembebasan lahan dari
pemerintah daerah untuk membangun bendungan di hulu Sungai Deli di Lau Simeme.
Lantas, bagaimana jika Sungai Percut pun pada akhirnya tak mampu menampung
aliran luapan Sungai Deli yang dialirkan lewat Kanal Banjir Medan Harus dibangun
19 Ibid. 20 Ibid.21 Ibid.22 Ibid.
11
juga bendungan di hulu Sungai Percut. Ini memang sudah ada rencana kami karena
bendungan di hulu Sungai Percut juga untuk mengantisipasi siklus banjir 100
tahunan.23
Dua proyek bendungan ini jelas belum akan selesai dalam waktu dekat. Wakil
Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho mengatakan, Pemprov Sumut memang sudah
menyediakan dana sebesar Rp 550 juta dalam APBD 2011 untuk pembebasan lahan
bagi proyek bendungan Lau Simeme.24
Pembangunan proyek tersebut menyerap dana yang tidak sedikit dari
Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD). Hal ini sudah pasti harus
ditenderkan yaitu proses lelang yang tunduk dengan Keppres No. 80 Tahun 2003
tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa. Setiap proyek yang
digelar selalu menimbulkan persekongkolan vertikal yaitu antara pelaku usaha dengan
pejabat daerah. Sehingga menyebabkan dana yang dialokasikan tidak sepenuhnya
untuk pembangunan. Melainkan ada dana-dana taktis yang tidak jelas kemana
larinya.25
Sebenarnya Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, sudah baik adanya. Dengan demikian sebuah aturan
hukum harus memiliki badan pengawas untuk mengawasi law enforcement terhadap
peraturan perundang-undangan tersebut.
Dengan tegaknya hukum mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup tersebut
maka tidak perlu untuk membuat bendungan tersebut. Hal ini dikarenakan prosesnya
telah jalan dan pengawasannya dijalankan dengan baik. Sehingga perusahaan-
perusahaan yang mengotori lingkungan sekitar akan diberikan sanksi untuk
23 Ibid.24 Ibid.25 Agung Yuriandi, “Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam Mengawasi
Tender Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Sumatera Utara”, (Skripsi : Universitas Sumatera Utara, 2007), hal. 74-76.
12
mengembalikan keadaan lingkungan seperti semula. Pengembalian lingkungan seperti
semula tadi harus diawasi oleh pemerintah agar perusahaan pencemar tidak main-
main dalam melaksanakan eksekusi sanksinya.
BAB III
PENUTUP
AMDAL merupakan bagian dari studi kelayakan untuk bidang lingkungan
hidup, yang merupakan alat untuk memprakirakan dan mengelola dampak yang
terjadi. Dalam prakteknya, AMDAL diatur oleh Pemerintah dengan ketentuan yang
sangat rinci, dalam Keputusan Kepala Bapedal No. 9 Tahun 2000 tentang Pedoman
Penyusunan AMDAL. Dalam pedoman penyusunan pedoman RKL dan RPL dapat
dilihat pula uraian yang rinci namun tidak diuraikan pemanfaatan RKL dan RPL
dalam sistem Pengelolaan Lingkungan Hidup. Hal tersebut menunjukkan bahwa
kekakuan peraturan tentang AMDAL dan sistem birokrasinya akan mengakibatkan
terkekangnya tekhnologi AMDAL. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
tekhnologi AMDAL sangat statis. Hal tersebut dapat diketahui bahwa Peraturan
Pemerintah No. 29 Tahun 1986 tentang AMDAL dan peraturan yang terbaru tidak
mengalami perubahan dan perkembangan.26
Sebaik apapun peraturan yang dibuat jika oknum-oknum atau Sumber Daya
Manusia (SDM) tidak mendukung untuk itu maka peraturan tersebut tidak akan
berjalan, sesuai yang dikatakan oleh Lawrence M. Friedman tentang Sistem Hukum
bahwa hukum memerlukan substansi, struktur, dan kultur hukum. Kultur hukum
ibarat dikatakan juga dengan budaya hukum suatu masyarakat dalam menegakkannya.
26 H. J. Mukono, Op.cit., hal. 27.
13
Kekurangan kualitas dari SDM yang ada membuat pencemaran lingkungan di Sungai
Deli Kota Medan tetap terjadi. Prioritas para pejabat pengawas tersebut adalah hanya
keuntungan saja. Tanpa memikirkan efek yang terjadi di kemudian hari, apakah
lingkungan sekitar tempat pabrik tersebut berdiri rusak atau tidak.
DAFTAR PUSTAKA
“Pencemaran Sungai Deli Medan dari Limbah Industri”, http://beta.antaranews.com/berita/1276515579/pencemaran-sungai-deli-medan-dari-limbah-industri., diakses 20 Januari 2011.
Ahmadi, Syiham Al., “Keuntungan dan Kerugian Keberadaan Sungai”, http://www.syiham.co.cc/2010/02/keuntungan-dan-kerugian-keberadaan.html., diakses 20 Januari 2011.
Aulia, Emil W., Berjuta-Juta Dari Deli : Satoe Hikajat Koeli Contract, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2006.
Djamin, Djanius., Pengawasan & Pelaksanaan Undang-Undang Lingkungan Hidup : Suatu Analisis Sosial, Jakarta : Obor Indonesia, 2007.
Kompas, “Bangun Bendungan di Hulu Sungai Deli”, Medan : Harian Kompas, 6 Januari 2011.
Mukono, H. J., “Kedudukan AMDAL dalam Pembangunan Berwawasan Lingkungan yang Berkelanjutan (Sustainable Development)”, Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No. 1, (Surabaya : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, 2005), hal. 19-20.
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL), Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59.
“Sungai Deli”, http://id.wikipedia.org/wiki/Sungai_Deli., diakses 20 Januari 2011.
14
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 5059.
Yuriandi, Agung., “Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam Mengawasi Tender Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Sumatera Utara”, Skripsi : Universitas Sumatera Utara, 2007.
15