klt
DESCRIPTION
labolatoriumTRANSCRIPT
A. Penjerap / Fase diam
Penjerap yang paling sering digunakan pada TLC adalah silika dan serbuk selulosa, sementara
mekanisme sorpsi-desorpsi (suatu mekanisme perpindahan solut dari fase diam ke fase gerak
atau sebaliknya) yang utama pada TLC adalah partisi dan adsorbsi. Lapisan tipis yang digunakan
sebagai penjerap juga dapat dibuat dari silika yang telah dimodifikasi, resin penukar ion, gel
eksklusi, dan siklodekstrin yang digunakan untuk pemisahan kiral. Beberapa penjerap TLC
serupa dengan penjerap yang digunakan pada HPTLC. Kebanyakan penjerap dikontrol keajegan
ukuran partikel dan luas permukaannya. Beberapa prosedur kromatografi, terutama pemisahan
yang menggunkan larutan pengembang anhidrat, mensyaratkan adanya kontrol kandungan air
dalam silika. Kandungan air yang ideal adalah antara 11-12 % b/b.
Lempeng silika gel dapat dimodifikasi untuk membentuk penjerap fase terbalik dengan cara
membacemnya menggunakan parafin cair, minyak silikon, atau dengan lemak. Lempeng fase
terbalik jenis ini digunakan untuk identifikasi hormon-hormon steroid.
Ringkasan berbagai macam agen pembacem silika sbb :4]
Bahan pembacem Tujuan
Carbomer Identifikasi neomisin sulfat
Tetradekana Identifiksi sepradin dan atau
identifikasi sefaklor
Tembaga sulfat
2% dan
etilendiamin 2 %
Pemisahan 7 senyawa barbiturat
Tembaga sulfat
0,1%
Pemisahan obat-obat golongan
sulfonamida
Seng asetat 1% Pemisahan 7 obat golongan
antihistamin
EDTA Pemisahan serotonin, epinefrin, dan
nor-epinefrin
B. Fase Gerak pada KLT
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena
waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut
organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa
sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam
memilih dan mengoptimasi fase gerak :
Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan
teknik yang sensitif.
Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-
0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase
gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai Rf.
Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non
polar seperti metil benzen akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.
Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai
fase geraknya seperti campuran air dan metanol dengan perbandingan tertentu.
Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia masing-masing akan meningkatkan solut-
solut yang bersifat basa dan asam.5]
C. Aplikasi (Penotolan) Sampel
Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh hanya jika menotolkan
sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin. Sebagaimana dalam prosedur
kromatografi yang lain, jika sampel yang digunakan terlalu banyak maka akan menurunkan
resolusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penotolan sampel secara otomatis lebih dipilih
daripada penotolan secara manual terutama jika sampel yang akan ditotolkan lebih dari 15 μl.
Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar dan puncak
ganda. Berdasarkan pada tujuan analisis, berbagai macam jumlah sampel telah disarankan
untuk digunakan dan diringkas pada tabel dibawah ini.
Untuk memperoleh reprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5 μl. Jika
volume sampel yang akan ditotolkan lebih besar dari 2-10 μl maka penotolan harus dilakukan
secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar totolan.
D. Pengembangan
1. Konvensional dan KLT-kinerja tinggi
Pengembangan pelarut biasanya dilakukan dengan cara menaik (ascending), yang mana ujung
bawah lempeng dicelupkan ke dalam pelarut pengembang. Untuk menghasilkan reprodusibilitas
kromatografi yang baik, wadah fase gerak (chamber) harus dijenuhkan dengan uap fase gerak.
Jarak pengembangan fasegerak biasanya kurang lebih 10-15 cm, akan tetapi beberapa ahli
kromatografi memilih mengembangkan lempeng pada jarak 15 – 20 cm. Untuk lempeng KLT-
kinerja tinggi (HPTLC), yang mempunyai ukuran partikel lebih kecil, maka pengembangan
lempeng dilakukan ada jarak antara 3- 6 cm.
2. Pengembangan 2 dimensi
KLT 2 arah atau 2 dimensi ini bertujuan untuk meningkatkan resolusi sampel ketika komponen-
komponen solut mempunyai karakteristik kimia yang hampir sama, karenanya nilai Rf juga
hampir sama sebagaimana dalam asam-asam amino. Selain itu, 2 sistem fase gerak yang sangat
berbeda dapat digunakan secara berurutan pada suatu campuran tertentu sehingga
memungkinkan untuk melakukan pemisahan analit yang mempunyai tingkat polaritas yang
berbeda.
3. Pengembangan Kontinyu
Pengembangan kontinyu (pengembangan terus menerus) dilakukan dengan cara mengalirkan
fase gerak secara terus-menerus pada lempeng KLT melalui suatu wadah (biasanya alas tangki)
melalui suatu lapisan dan dibuang dengan cara tertentu pada ujung lapisan
4. Pengembangan gradient
Pengembangan ini dilakukan dengan menggunakan komposisi fase gerak yang berbeda-beda.
Lempeng yang berisi analit dapat dimasukkan ke dalam bejana kromatografi yang berisi fase
gerak tertentu lalu komponen fase gerak selanjutnya ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam
bejana dan diaduk sampai homogen.
Tujuan utama sistem ini adalah untuk mengubah polaritas fase gerak. Meskipun demikian untuk
memperoleh komposisi fase gerak yang reprodusibel sangatlah sulit sehingga teknik
kromatografi ini kurang begitu popular.
E. Deteksi
Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang tidak berwarna. Untuk
penentuannya dapat dilakukan secara kimia, fisika, maupun biologi. Cara kimia yang biasa
digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan
sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak
adalah dengan pencacahan radioaktif dan fluoresensi sinar ultraviolet. Fluoresensi sinar
ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluoresensi maka bercak akan terlihat jelas.
Jika senyawa tidak dapat berfluoresensi maka bahan penyerapnya akan diberi indikator yang
berfluoresensi, dengan demikian bercak akan kelihatan hitam sedang latar belakangnya akan
kelihatan berfluoresensi. Berikut adalah cara-cara kimiawi untuk mendeteksi bercak :
1. Menyemprot lempeng KLT dengan reagen kromogenik yang akan bereaksi secara kimia
dengan seluruh solut yang mengandung gugus fungsional tertentu sehingga bercak
menjadi berwarna. Kadang-kadang lempeng dipanaskan terlebih dahulu untuk
mempercepat reaksi pembentukan warna dan intensitas warna bercak.
2. Mengamati lempeng di bawah lampu ultra violet yang dipasang panjang gelombang
emisi 254 atau 366 untuk menampakkan solut sebagai bercak yang gelap atau bercak
yang berfluoresesnsi terang pada dasar yang berfluoresensi seragam. Lempeng yang
diperdagangkan dapat dibeli dalam bentuk lempeng yang sudah diberi dengan senyawa
fluoresen yang tidak larut yang dimasukkan ke dalam fase diam untuk memberikan dasar
fluoresensi atau dapat pula dengan menyemprot lempeng dengan reagen fluoresensi
setelah dilakukan pengembangan.
3. Menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat lalu dipanaskan
untuk mengoksidasi solut-solut organik yang akan nampak sebagai bercak hitam sampai
kecoklat-kecoklatan.
4. Memaparkan lempeng dengan uapa iodium dalam chamber tertutup.
5. Melakukan scanning pada permukaan lempeng dengan densitometer, suatu instrumen
yang dapat mengukur intensitas radiasi yang direfleksikan dari permukaan lempeng
ketika disinari dengan lampu UV atau lampu sinar tampak. Solut-solut yang mampu
menyerap sinar akan dicatat sebagai puncak (peak) dalam pencatat (recorder).2,5]
Daftar Pustaka
1. Settle, F (Editor), 1997, Handbook of Instrumental Techniques for Analytical Chemistry,
Prentice Hall PTR, New Jersey, USA.
2. Mulya, M., dan Suherman, 1995, Analisis Instrumen, Airlangga University Press,
Surabaya.
3. Gritter, R.J., Bobbit, J.M., Schwarting, 1991, Introduction to Chromatography,
diterjemahkan oleh Padmawinata, Edisi II, Penerbit ITB Bandung.
4. Adamovics, J.A., 1997, Chromatographic Analysis of Pharmaceuticals, 2nd Edition,
Marcel Dekker, New York.
5. Kealey, D and Haines, P.J., 2002, Instant Notes: Analytical Chemistry, BIOS Scientific
Publishers Limited, New York.