kktm pendidikan tsabit

50
PENDEKATAN KRITIS DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH KONTROVERSIAL DI SEKOLAH MENENGAH ATAS SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN KESADARAN SEJARAH PESERTA DIDIK Karya Tulis Ilmiah Diajukan untuk Mengikuti Kompetisi Karya Tulis Mahasiswa (KKTM) Bidang Pendidikan Tahun 2008 Disusun Oleh : TSABIT AZINAR AHMAD 3101404029 SYAIFUL AMIN 3101404005 KHOIRUL ANWAR 3101407005 JURUSAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2008

Upload: tsabit-azinar-ahmad

Post on 14-Jun-2015

1.013 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: KKTM Pendidikan Tsabit

���������

��������

����

PENDEKATAN KRITIS

DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH KONTROVERSIAL

DI SEKOLAH MENENGAH ATAS SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN

KESADARAN SEJARAH PESERTA DIDIK

Karya Tulis Ilmiah

Diajukan untuk Mengikuti Kompetisi Karya Tulis Mahasiswa (KKTM)

Bidang Pendidikan Tahun 2008

Disusun Oleh :

TSABIT AZINAR AHMAD 3101404029

SYAIFUL AMIN 3101404005

KHOIRUL ANWAR 3101407005

JURUSAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2008

Page 2: KKTM Pendidikan Tsabit

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Karya Tulis : Pendekatan Kritis dalam Pembelajaran Sejarah

Kontroversial Di Sekolah Menengah Atas sebagai Upaya

Mewujudkan Kesadaran Kritis Peserta Didik

Bidang Penulisan : Bidang Pendidikan

Ketua /Penulis Utama

1. Nama Lengkap : Tsabit Azinar Ahmad

2. NIM : 3101404029

3. Jurusan/Fakultas : Sejarah/Ilmu Sosial

4. Universitas : Universitas Negeri Semarang

Anggota Pelaksana : 2 (dua) orang

Dosen Pendamping

1. Nama Lengkap : Arif Purnomo, S.Pd., S.S., M.Pd

2. NIP : 132238496

Karya tulis ini diajukan dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa.

Semarang, 16 Juni 2008

Menyetujui

Ketua Jurusan Sejarah Ketua/Penulis Utama

Arif Purnomo, S.Pd., S.S., M.Pd Tsabit Azinar Ahmad

NIP. 132238496 NIM. 3101404029

Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaaan Dosen Pendamping

Universitas Negeri Semarang

Drs. Masrukhi, M.Pd. Arif Purnomo, S.Pd., S.S., M.Pd

NIP.131764049 NIP. 132238496

Page 3: KKTM Pendidikan Tsabit

iii

RINGKASAN

Ahmad, Tsabit Azinar, Syaiful Amin, Khoirul Anwar. 2008. Pendekatan Kritis

dalam Pembelajaran Sejarah Kontroversial Di Sekolah Menengah Atas

sebagai Upaya Mewujudkan Kesadaran Kritis Peserta Didik.

Semenjak bergulirnya reformasi, perubahan-perubahan terjadi dalam berbagai

aspek, khususnya dalam penulisan sejarah yang kemudian memunculkan sejarah

kontroversial. Adanya sejarah kontroversial ini telah membawa perubahan dalam

bidang pendidikan sejarah dan memunculkan beberapa permasalahan dalam

pembelajarannya. Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah untuk merumuskan

upaya untuk mengatasi permasalahan dalam pembelajaran sejarah kontroversial di

Sekolah Menengah Atas, serta merumuskan strategi penerapan pendekatan kritis

dalam pembelajaran sejarah kontroversial di Sekolah Menengah Atas sebagai

upaya mewujudkan kesadaran sejarah peserta didik. Dengan demikian, secara

teoretis tulisan ini diharapkan menjadi satu kajian ilmiah tentang pembelajaran

sejarah kontroversial di sekolah dan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat

luas tentang adanya perubahan dalam sistem pendidikan sejarah. Penulisan

menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data

menggunakan wawancara dan studi pustaka berbagai surat kabar, buku, dan

internet. Analisis data menggunakan model deskriptif kualitatif untuk memberikan

gambaran tentang pembelajaran sejarah kontroversial dan upaya yang dilakukan

untuk mengatasi permasalahan pembelajaran sejarah kontroversial. Pembahasan

menunjukkan bahwa permasalahan-permasalahan yang ditemui dalam kelas

sejarah secara umum dapat disebabkan oleh dua faktor, yakni faktor intern yakni

adanya perubahan dalam corak historiografi Indonesia postreformasi dan faktor

ekstern yakni faktor-faktor luar yang berasal dari luar sejarah yang mempengaruhi

sejarah dan pendidikan sejarah. Kemudian untuk mengatasi permasalahan

tersebut, diperlukan adanya upaya dari semua komponen penopang pendidikan

sejarah, yakni pemerintah, LPTK/perguruan tinggi, organisasi profesi/keilmuan,

praktisi pendidikan,media massa, dan masyarakat melalui strategi top down dan

bottom up. Oleh karena itu, perlu adanya upaya yang dilakukan oleh semua pihak

secara serempak menuju transformasi pendidikan sejarah menuju pendidikan

sejarah yang memberikan satu pendewasaan masyarakat yang dilandasi kejujuran,

bebas dari kepentingan pribadi, dan semangat membangun kesadaran kritis

masyarakat, tentang informasi kesejarahan terbaru kepada masyarakat dan praktisi

pendidikan. Upaya yang dilakukan oleh guru dalam mengajarkan sejarah

kontroversial sebagai upaya untuk mewujudkan kesadaran kritis peserta didik

tentang sejarah bisa melalui pendekatan kritis dalam pembelajaran sejarah

kontroversial. Pendekatan ini menekankan pada empat aspek, yakni latar

belakang, kronologi, komprehensif, dan kausalitas. Pembelajaran sejarah yang

bersifat kontroversial harus dilakukan dengan menggunakan prinsip

keseimbangan, di mana versi-versi yang muncul harus ditampilkan beserta

argumentasinya, tanpa ada pretensi dan subjektivitas. Melalui pendekatan ini

diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran kritis peserta didik.

Kata kunci: pendekatan kritis, pembelajaran sejarah, sejarah kontroversial

Page 4: KKTM Pendidikan Tsabit

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah, Tuhan yang Maha Kuasa, yang dengan rahmat-Nya

karya tulis dengan judul “Pendekatan Kritis dalam Pembelajaran Sejarah

Kontroversial Di Sekolah Menengah Atas sebagai Upaya Mewujudkan Kesadaran

Kritis Peserta Didik” telah diselesaikan.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan karya tulis ini, keberhasilan bukan

semata-mata diraih oleh penulis, melainkan diraih berkat dorongan dan bantuan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini, penulis bermaksud

menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam

penyusunan karya tulis ini. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan

terima kasih kepada

1. Bapak Arif Purnomo, S.Pd., S.S., M.Pd. selaku pembimbing karya ilmiah atas

segala masukannya

2. Ibu Dra. Ufi Saraswati M.Hum. dan segenap dosen tim pembina karya ilmiah

di Jurusan Sejarah

3. Bapak Drs. Amin Yusuf, M.Si dan Ali Formen Yudha, S.Pd. atas masukan-

masukannya yang berharga

4. Keluarga Besar Jurusan Sejarah FIS Universitas Negeri Semarang

5. Teman-teman Patemon Syndicate atas segala keceriaan dan bantuannya

6. Teman-teman seperjuangan (PMII, HSC, dll) yang memiliki visi perbaikan

yang tidak dapat disebut satu persatu.

Kami menyadari dalam karya tulis ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu

kritik dan saran sangat dibutuhkan sebagai upaya perbaikan. Semoga karya tulis

ini bermanfaat.

Semarang, 17 maret 2008

Penyusun

Page 5: KKTM Pendidikan Tsabit

v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii

RINGKASAN ............................................................................................. iii

KATA PENGANTAR ................................................................................ iv

DAFTAR ISI .............................................................................................. v

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ........................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................... 5

C. Tujuan Penulisan ............................................................................ 5

D. Manfaat Penulisan .......................................................................... 6

BAB II TELAAH PUSTAKA

A. Tujuan Pendidikan Sejarah ............................................................ 7

B. Sejarah yang Bersifat Kontroversial ............................................... 10

C. Pendekatan Kritis dalam Pembelajaran .......................................... 11

D. Strategi Belajar Konstruktivisme ................................................... 12

BAB III METODE PENULISAN

A. Pendekatan Penulisan ..................................................................... 14

B. Sumber Kajian dan Teknik Pengumpulan Data .............................. 14

C. Prosedur Penulisan Karya Tulis Ilmiah ........................................... 15

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

A. Upaya Mengatasi Permasalahan Pembelajaran Sejarah

Kontroversial di Sekolah Menengah Atas ..................................... 16

B. Pendekatan Kritis dalam Pembelajaran Sejarah Kontroversial ..... 22

Page 6: KKTM Pendidikan Tsabit

vi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ......................................................................................... 29

B. Saran ............................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 31

LAMPIRAN

Biodata Penulis ..................................................................................... 33

Silabus .................................................................................................. 36

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ..................................................... 38

Daftar nama Informan .......................................................................... 42

Pedoman Wawancara ........................................................................... 43

Page 7: KKTM Pendidikan Tsabit

vii

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

Gambar 1. Identifikasi penyebab permasalahan pembelajaran sejarah

Kontroversial ......................................................................... 18

Gambar 2. Pola Hubungan Sinergis Enam Komponen Penopang

Pendidikan Sejarah ................................................................ 22

Tabel 1. Posisi Materi Gerakan 30 September di SMA dalam

Kurikulum 2006 .................................................................... 23

Tabel 2. Perumusan materi pokok dan indikator ................................. 24

Tabel 3. Beberapa media dan sumber belajar tentang peristiwa

Gerakan 30 September tahun 1965 ........................................ 25

Tabel 4. Langkah-langkah pelaksanaan pendekatan kritis dalam

pembelajaran materi G 30 S ................................................... 26

Tabel 5. Evaluasi terhadap pembelajaran tentang peristiwa

Gerakan 30 September tahun 1965 ........................................ 28

Page 8: KKTM Pendidikan Tsabit

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semenjak bergulirnya reformasi, perubahan-perubahan terjadi dalam berbagai

aspek kehidupan bangsa Indonesia. Salah satu perubahan yang paling menonjol

adalah dengan terwujudnya satu keadaan yang memungkinkan masyarakat untuk

mengemukakan pendapatnya secara bebas. Adanya kebebasan dalam

mengungkapkan pendapat menjadi satu indikator dari pencapaian iklim yang

demokratis dalam sebuah sistem pemerintahan. Reformasi telah mengubah mind

set atau pola pikir sebagian besar masyarakat menjadi lebih terbuka dan memiliki

keluasan pandangan tentang kondisi diri dan lingkungannya.

Perubahan pola pikir masyarakat yang ditunjang dengan adanya serangkaian

perubahan kebijakan pemerintah posreformasi telah membawa seperangkat

perubahan dalam bidang sejarah. Adanya reformasi telah membawa satu tahapan

baru dalam historiografi Indonesia yang oleh Kuntowijoyo disebut dengan

gelombang ketiga historiografi Indonesia (Adam, 2007:8-9). Gelombang pertama

disebut sebagai dekolonisasi sejarah dan gelombang kedua ditandai dengan

adanya pemanfaatan ilmu sosial dalam sejarah. Sementara itu gelombang ketiga

dalam historiografi Indonesia ditandai dengan adanya upaya pelurusan terhadap

hal-hal kontroversial dalam sejarah yang ditulis semasa Orde Baru.

Perspektif penulisan sejarah posreformasi telah mengalami suatu dinamika. Hal

ini dapat dilihat dengan bermunculannya trend yang disebut sebagai “sejarah

korban” (Adam, 2007:9). Sejarah korban merupakan sejarah yang ditulis

berdasarkan perspektif dari pihak yang merasa dirugikan atau yang menjadi

korban dalam suatu peristiwa sejarah dan penulisannya di kemudian hari. Adam

(2007:9-14) memberikan penjelasan tentang ciri dari gelombang ketiga sejarah

Indonesia yakni (1) penulisan sejarah “terlarang”, (2) penerbitan sejarah akademis

yang kritis, serta (3) penerbitan biografi tokoh terbuang. Dengan adanya hal-hal

tersebut, sejak reformasi telah terjadi pergeseran paradigma dan dinamisasi

penulisan sejarah, dari sejarah yang semula bersifat tunggal versi resmi

Page 9: KKTM Pendidikan Tsabit

2

pemerintah menjadi sejarah yang lebih beragam dengan adanya beberapa versi

yang muncul dalam masyarakat.

Adanya perbedaan pandangan dengan bermunculannya beragam versi ini telah

menjadikan peristiwa sejarah menjadi bersifat kontroversial. Kemunculan sejarah

kontroversial tersebut telah membawa perubahan dalam pendidikan sejarah.

Perubahan tersebut paling tidak nampak pada aspek materi ajar dari Sejarah itu.

Adanya perubahan dalam dunia pendidikan sejarah berkaitan dengan munculnya

sejarah kontroversial, pada dasarnya justru membawa pendidikan sejarah ke arah

pendidikan ideal, yaitu satu tahapan yang mampu membawa peserta didik menuju

ke arah kedewasaan. Hal ini dikarenakan pembelajaran sejarah kontroversial

secara proporsional akan memberikan kemampuan peserta didik untuk berpikir

secara kritis.

Berkaitan dengan pembelajaran sejarah kontroversial, beberapa peristiwa sejarah

yang dapat diklasifikasikan masih bersifat kontroversial antara lain Gerakan 30

September, peristiwa seputar Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar),

Serangan Umum 1 Maret 1949, lahirnya Pancasila, lahirnya Orde Baru, peristiwa

seputar reformasi, sampai permasalahan integrasi Timor-Timur. Akan tetapi,

sejarah kontroversial yang paling banyak diperdebatkan di masyarakat adalah

Gerakan 30 September, Supersemar, dan Serangan Umum 1 Maret 1949 (Adam,

2007:14).

Pembelajaran sejarah kontroversial sebagai satuan dari pendidikan sejarah ini

memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dikarenakan

pendidikan sejarah pada intinya memberikan pengertian kepada masyarakat

tentang pelajaran-pelajaran dan makna dari peristiwa pada masa lampau. Dengan

demikian, pendidikan sejarah yang dilaksanakan berdasarkan kebenaran dan

kearifan maka dapat terwujud masyarakat yang sadar sejarah dan arif dalam

menanggapi masa lampau, dan dapat menata masa depannya secara lebih baik.

Namun demikian, ada beberapa permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran

sejarah kontroversial di sekolah.

Page 10: KKTM Pendidikan Tsabit

3

Dalam pelaksanaannya di dalam kelas, terjadi hal yang berlawanan dengan

semangat reformasi pada pembelajaran sejarah kontroversial. Dalam pembelajaran

sejarah kontroversial, terjadi ketidaksesuaian antara semangat reformasi yang

menunjung tinggi semangat keterbukaan dan kebebasan mengemukakan pendapat

dengan kenyataan pendidikan sejarah pada saat ini, yakni adanya seperangkat

kebijakan pemerintah yang masih belum membuka peluang yang maksimal untuk

pengembangan proses berpikir kritis. Hal ini nampak dikeluarkannya Surat

Keputusan Jaksa Agung Nomor 019/A/JA/03/2007 pada tanggal 5 Maret 2007

yang melarang buku-buku pelajaran sejarah yang tidak membahas pemberontakan

(PKI) tahun 1948 dan 1965. Akibatnya, terjadi penarikan buku ajar besar-besaran

disertai dengan pemusnaham buku tersebut secara massal. Adanya kenyataan

yang seperti ini merupakan salah satu hal yang menghilangkan kaidah sejarah

sebagai ilmu, sekaligus menjadikan sejarah sebagai alat indoktrinasi untuk

menghasilkan pengikut yang penurut (Purwanto, 2006:270). Hal ini justru akan

menimbulkan permasalahan baru dalam masyarakat dengan adanya “dosa sejarah”

berupa vonis bersalah terhadap suatu kelompok masyarakat dan “dendam sejarah”

berupa kebencian terhadap dari suatu kelompok masyarakat kepada kelompok lain

akibat suatu peristiwa sejarah.

Beberapa permasalahan lain yang ditemui dalam pembelajaran sejarah

kontroversial adalah masih terus berkembangnya permasalahan-permasalahan

klasik dalam pembelajaran sejarah. Asvi Warman Adam (2006:ix-xix)

mengidentifikasi beberapa kelemahan dalam pendidikan sejarah di Indonesia,

yaitu (1) adanya paradigma berpikir bahwa belajar sejarah sebatas pada hapalan

(2) ada kecenderungan bahwa kemampuan guru adalah lemah, terutama dalam

bidang evaluasi, serta (3) adanya seperangkat kebijakan yang disusun pemerintah

masih belum membuka peluang yang maksimal untuk pengembangan proses

berpikir kritis. Hal ini nampak dari adanya intervensi yang berlebih dari

pemerintah yang menarik buku ajar sejarah pada tahun 2007 lalu.

Ditinjau dari segi historiografi, permasalahan yang ditemui dalam pendidikan

sejarah adalah tidak adanya bahan ajar atau referensi yang bermutu dan

kemampuan penulis buku ajar dan guru yang kurang meng-up date informasi

Page 11: KKTM Pendidikan Tsabit

4

terbaru (Purwanto, 2006:268). Adanya hal yang demikian dimungkinkan karena

sejarawan itu sendiri, seperti disebut oleh Purwanto (2005), “berdiri di menara

gading”. Akibatnya adalah akses masyarakat, khususnya pihak praktisi pendidikan

sejarah untuk mengetahui informasi kesejarahan menjadi terbatas.

Permasalahan lain berkaitan dengan masalah pendidikan sejarah yang sampai saat

ini masih sering terjadi adalah seperti yang diungkapkan oleh Suharso (1992)

dalam penelitiannya tentang persepsi siswa terhadap guru sejarah. Dalam

penelitiannya dijelaskan bahwa tampaknya faktor cara mengajar guru sejarah

merupakan faktor terpenting dari semakin memburuknya pembelajaran sejarah

tersebut. Kebanyakan guru sejarah ketika mengajar hanya memberikan cerita yang

diulang-ulang, membosankan, menyebalkan, dan guru sejarah dianggap siswa

sebagai guru yang memberikan pelajaran yang tidak berguna (Suharso, 1992:23).

Adanya hal tersebut telah memperkuat persepsi siswa tentang pendidikan sejarah

menjadi satu pelajaran yang membosankan, monton, kurang menyenangkan,

terlalu banyak hapalan, kurang variatif dan sebagainya.

Selain alasan-alasan di atas, ditinjau dari perspektif seorang guru, menurut Ig.

Kingkin Teja Angkasa, guru SMA Kolase De Britto Yogyakarta, permasalahan

dalam pendidikan sejarah yang menjadikan sejarah menjadi kurang menarik

adalah (1) adaya kejenuhan siswa tentang pelajaran sejarah, (2) materi

pembelajaran sejarah yang terkesan usang, serta (3) kurangnya perhatian

pemerintah dalam menempatkan sejarah secara proprsional bila dibandingkan

dengan pelajaran lain, seperti pemberian waktu yang sedikit

(http://www.kompas.com/kompas-cetak/0310/20/Didaktika/633991.htm). Dari

wawancara dengan Drs. Sigit Mardjono dan Sri Utari, S.Pd., guru sejarah di SMA

Negeri 1 Banjarnegara, permasalahan yang melingkupi pembelajaran sejarah yang

kontroversial masih berkutat pada permasalahan minimnya sumber ajar standar

untuk pembelajaran materi, serta minimnya jam ajar sejarah.

Dari uraian di atas, secara keseluruhan permasalahan utama yang ditemui adalah

pola pengembangan pembelajaran kontroversi sejarah masih belum diterapkan

secara maksimal dan permasalahan seputar campur tangan pemerintah yang

Page 12: KKTM Pendidikan Tsabit

5

terlalu jauh dalam pembelajaran Sejarah, serta faktor kepentingan dari pihak-

pihak tertentu juga selalu melingkupi proses pendidikan sejarah. Hal ini terlihat

dari kecederungan guru untuk melakukan pembelajaran berdasarkan buku teks

yang digunakan, tanpa ada upaya perbandingan dengan sumber-sumber lain.

Pendekatan dalam pembelajaran juga masih relatif lama, yakni masih pada

penggunaan model konvensional seperti ceramah. Sistem evaluasinya lebih

cenderung pada pertanyaan-pertanyaan yang bersifat hapalan. Oleh karena itu,

masih perlu diadakan satu perbaikan dan penyempuranaan dalam pembelajaran

Sejarah.

Adanya permasalahan tersebut menjadikan satu pekerjaan yang harus segera

mungkin diselesaikan guna mewujudkan kesadaran sejarah dalam diri peserta

didik. Atas dasar permasalahan dan pemikiran di atas, karya tulis ini berupaya

untuk melakukan identifikasi terhadap permasalahan dalam pembelajaran sejarah,

khususnya materi tentang sejarah kontroversial, sekaligus menawarkan

pendekatan baru dalam pembelajaran sejarah kontroversial. Dengan adanya

identifikasi terhadap masalah pembelajaran sejarah kontroversial diharapkan dapat

dirumuskan adanya solusi yang bertujuan untuk mewujudkan suatu proses

pendidikan sejarah yang ideal.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, rumusan masalah yang diulas

dalam karya tulis ini adalah

1. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan

pembelajaran sejarah kontroversial di Sekolah Menengah Atas?

2. Bagaimana penerapan pendekatan kritis dalam pembelajaran sejarah

kontroversial di Sekolah Menengah Atas sebagai upaya mewujudkan

kesadaran sejarah peserta didik?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun di atas, tujuan dari karya tulis

ini adalah

Page 13: KKTM Pendidikan Tsabit

6

1. Merumuskan upaya untuk mengatasi permasalahan dalam pembelajaran

sejarah kontroversial di Sekolah Menengah Atas.

2. Merumuskan strategi penerapan pendekatan kritis dalam pembelajaran sejarah

kontroversial di Sekolah Menengah Atas sebagai upaya mewujudkan

kesadaran sejarah peserta didik.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, karya tulis ini dapat dijadikan suatu kajian ilmiah tentang

permasalahan yang ditemui dalam pembelajaran sejarah, khususnya sejarah

kontroversial serta pemecahan masalahnya.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, karya tulis ini diharapkan mampu memberikan manfaat berupa

a. Bagi praktisi pendidikan, dapat memberikan gambaran tentang

permasalahan pembelajaran sejarah dan identifikasi penyebab

permasalahan, serta menawarkan alternatif pemecahannya.

b. Bagi pemerintah dapat menjadi satu masukan tentang penentuan kebijakan

pendidikan yang menekankan aspek berpikir kritis pada peserta didik.

Page 14: KKTM Pendidikan Tsabit

7

BAB II

TELAAH PUSTAKA

A. Tujuan Pendidikan Sejarah

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan bertujuan mengembangkan kemampuan yang dimiliki manusia secara

optimal. Agus Salim (2004) menyatakan bahwa pendidikan berusaha membuat

anak didik menemukan jati diri, kemampuan, keterampilan, kecerdasan, dan

kepribadiannnya. Paulo Freire menyatakan bahwa pendidikan yang baik adalah

pendidikan yang membebaskan, yakni pendidikan yang menumbuhkan kesadaran

kritis transitif dari peserta didik, berupa kemampuan dalam menafsirkan masalah-

masalah, percaya diri dalam berdiskusi, mampu menerima dan menolak satu

pendapat, di mana seseorang mampu merefleksi dan melihat hubungan sebab

akibat (Manggeng, 2005:43). Sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,

dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Secara spesifik, tujuan dari pelaksanaan pendidikan sejarah dalam kurikulum

2006 seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22

Tahun 2006 adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut

“(1) membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan

tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan

masa depan, (2) melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta

sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan

metodologi keilmuan, (3) menumbuhkan apresiasi dan penghargaan

peserta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa

Indonesia di masa lampau, (4) menumbuhkan pemahaman peserta didik

Page 15: KKTM Pendidikan Tsabit

8

terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang

panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan

datang, (5) menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai

bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah

air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik

nasional maupun internasional.”

Namun demikian peran penting pendidikan sejarah tidak hanya sebagaimana

terangkum dalam tujuan pendidikan sejarah dalam Permendiknas Nomor 22

Tahun 2006 tersebut, tetapi juga mencakup beberapa alasan filosofis tentang

pentinganya generasi sekarang untuk memahami masa lalu agar dapat menata

masa depan secara lebih baik.

Beberapa pakar seperti Soedjatmoko (1976), Hasan (2007), dan Wineburg (2006)

telah menekankan tujuan dari pendidikan sejarah bagi generasi muda. Wineburg

(2006) menyatakan bahwa “sejarah memiliki potensi untuk menjadikan kita

manusia yang berprikemanusiaan, hal yang tidak dapat dilakukan oleh mata

pelajaran lain dalam kurikulum sekolah.”

Kaitannya dengan upaya untuk mengenali dirinya sendiri, pendidikan sejarah

berarti mengajarkan kepada manusia satu langkah menuju kesadaran. Kesadaran

sejarah merupakan satu kondisi kejiwaan yang menunjukkan tingkat penghayatan

pada makna dan hakikat sejarah bagi masa kini dan masa yang akan datang, serta

menjadi dasar bagi berfungsinya makna sejarah dalam proses pendidikan (Widja,

1989:103). Lebih lanjut lagi Soedjatmoko menyatakan tentang kesadaran sejarah

sebagai berikut

“Suatu orientasi intelektual, suatu sikap jiwa yang perlu untuk memahami

secara tepat paham kepribadian nasional. Kesadaran sejarah ini

membimbing manusia kepada pengertian mengenai diri sendiri sebagai

bangsa, kepada self understanding of nation, kepada sangkan paran suatu

bangsa, kepada persoalan what we are, why we are what we are.”

(Soedjatmoko, 1973:12-13)

Selain pandangan di atas, tujuan dari pendidikan sejarah seperti dikemukakan oleh

Hasan (2007) adalah ditinjau dari mana pendidikan sejarah itu dimaknai. Menurut

Hasan (2007), ada beberapa pemaknaan terhadap pendidikan sejarah itu. Secara

tradisional pendidikan sejarah dimaknai sebagai upaya untuk menransfer

kemegahan bangsa di masa lampau kepada generasi muda. Dengan posisi yang

Page 16: KKTM Pendidikan Tsabit

9

demikian maka pendidikan sejarah adalah wahana bagi pewarisan nilai-nilai

keunggulan bangsa. Melalui posisi ini pendidikan sejarah ditujukan untuk

membangun kebanggaan bangsa dan pelestarian keunggulan tersebut.

Makna kedua pendidikan sejarah terkait dengan upaya memperkenalkan peserta

didik terhadap disiplin ilmu sejarah. Oleh karena itu kualitas seperti berpikir

kronologis, pemahaman sejarah, kemampuan analisis dan penafsiran sejarah,

kemampuan penelitian sejarah, kemampuan analisis isu dan pengambilan

keputusan (historical issues-analysis and decision making) menjadi tujuan penting

dalam pendidikan sejarah (Hasan, 2007). Historical issues-analysis and decision

making menurut National Center for History in The School (NCHS) dalam

Curriculum Standards for Social Studies: Expectations of Excellence seperti

dikutip oleh Hasan (2007) adalah kemampuan menganalisis dan menentukan

apakah tindakan sejarah yang dilakukan oleh para pelaku sejarah tersebut

merupakan keputusan yang baik dan mengapa dianggap sebagai keputusan yang

baik.

Posisi lain dalam pendidikan sejarah seperti diungkapkan Hasan (2007) adalah

bahwa pendidikan sejarah dalam kurikulum pendidikan dasar haruslah

mempersiapkan peserta didik untuk hidup di masyarakat. Oleh karena itu posisi

disiplin ilmu sejarah sebagai sumber materi untuk mengembangkan berbagai

kemampuan yang diperlukan peserta didik.

Dari berbagai tujuan yang yang telah dipaparkan oleh para ahli kaitannya dengan

tujuan dari pendidikan sejarah, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasanya

pendidikan sejarah bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan potensi

yang dimiliki oleh peserta didik dengan mengacu pada pemahaman terhadap

peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau sehingga dalam diri peserta

didik terwujud satu kesadaran sejarah. Adanya kesadaran kritis peserta didik

tentang sejarah inilah yang menjadi tujuan utama dalam pendidikan sejarah yang

ideal.

Page 17: KKTM Pendidikan Tsabit

10

B. Sejarah yang Bersifat Kontroversial

Sejarah didefinisikan sebagai rekonstruksi masa lalu (Kuntowijoyo, 1995:17).

Sejarah yang dimaksudkan dalam tulisan ini mencakup pengertian sejarah sebagai

kisah, yakni catatan dari kejadian yang dilakukan oleh manusia pada masa lampau

(Garraghan, 1957). Sementara itu yang dimaksud dengan kontroversial adalah

“perbedaan pendapat; pertentangan karena berbeda pendapat atau penilaian”

(Badudu dan Zein, 2001:715). Dengan demikian, sejarah kontroversial dapat

diartikan sebagai sejarah yang dalam penulisannya terdapat beberapa pendapat

yang berbeda, yang pada akhirnya memunculkan beberapa versi. Dikatakan

kontroversial karena antara pendapat satu dengan pendapat lainnya masing-

masing memiliki landasan yang menurut penulisnya adalah kuat.

Ada dua jenis sejarah kontroversial. Kategori pertama sejarah yang bersifat

kontroversial adalah kontroversi terhadap sejarah yang terjadinya pada kurun

waktu yang lama dari sekarang. Kategori kedua adalah sejarah kontroversial yang

terjadinya pada masa kontemporer. Namun demikian sejarah kontroversial

kontemporerlah yang sampai saat ini masih memunculkan berbagai masalah. Hal

ini dikarenakan kadar subjektivitas yang terkandung dalam sejarah kontemporer

lebih besar daripada masa-masa sebelumnya. Selain itu, pelaku atau saksi

sejarahnya masih ada dan masih memiliki satu implikasi yang dirasakan oleh

sebagian masyarakat pada masa ini (Ahmad, 2007:3).

Beberapa peristiwa sejarah kontemporer yang termasuk dalam sejarah yang

bersifat kontroversial antara lain kontroversi tentang penetapan tanggal 20 Mei

sebagai hari kebangkitan nasional, peristiwa Madiun 1948, peristiwa Serangan

Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, peristiwa 17 Oktober 1952, Gerakan 30

September, perdebatan seputar Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar),

peristiwa Malari 1974, permasalahan Timor-Timur, sampai dengan peristiwa

seputar reformasi dan jatuhnya Soeharto pada 1998. Akan tetapi yang paling

banyak diperdebatkan di masyarakat adalah Gerakan 30 September, Supersemar,

dan Serangan Umum 1 Maret 1949 (Adam, 2007:14).

Page 18: KKTM Pendidikan Tsabit

11

Dalam pelaksanaanya di kelas sejarah, Abu Su’ud (1993:20-21) menyatakan

bahwa pengembangan pola isu kontroversial dalam kelas Sejarah bertujuan untuk

mencapai (1) peningkatan daya penalaran, (2) peningkatan daya kritik sosial, (3)

peningkatan kepekaan sosial, (4) peningkatan toleransi dalam perbedaan

pendapat, (5) peningkatan keberanian pengungkapan pendapat secara demokratis,

serta (6) peningkatan kemampuan menjadi warga negara yang bertanggung jawab.

Dengan demikian maka pembelajaran kontroversi sejarah di dalam kelas Sejarah

pada dasarnya mampu memberikan seperangkat bekal dan pengembangan potensi

peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan.

Salah satu materi sejarah kontroversial yang diulas dalam karya tulis ini adalah

tentang Gerakan 30 September 1965. Sifat kontroversial ini nampak dari

beragamnya teori tentang peristiwa ini. Beise (2004) menjelaskan ada enam teori

tentang G 30 S, yakni, (1) teori keterlibatan PKI, (2) teori perwira-perwira

progresif, (3) teori keterlibatan Angkatan Darat dan Suharto, (4) teori keterlibatan

CIA, (5) teori keterlibatan Sukarno, serta (6) teori chaos.

C. Pendekatan Kritis dalam Pembelajaran

Pendekatan kritis dalam pembelajaran sejarah kontroversial dilandasi oleh

paradigma pendidikan kritis. Paradigma kritis di sini mengacu pada konsep yang

diutarakan oleh Henry Giroux dan Aronowitz seperti dikutip oleh Fakih

(2001:xiii) yang membagi ideologi pendidikan menjadi tiga aliran, yakni

konservatif, liberal, dan kritis. Jika dalam pandangan konservatif pendidikan

bertujuan untuk menjaga status quo, sementara bagi kaum liberal untuk perubahan

moderat dan cenderung bersifat mekanis, maka paradigma kritis menghendaki

perubahan struktur secara fundamental dalam politik ekonomi masyarakat di mana

pendidikan berada (Fakih, 2001:xvi).

Dalam perspektif kritis, urusan pendidikan adalah melakukan refleksi kritis

terhadap the dominant ideology ke arah transformasi sosial. Tugas utama

pendidikan adalah menciptakan ruang agar sikap kritis terhadap sistem dan

struktur ketidakadilan, serta melakukan dekonstruksi dan advokasi menuju sistem

sosial yang lebih adil. Lebih lanjut lagi Fakih (2001) menjelaskan bahwa tugas

Page 19: KKTM Pendidikan Tsabit

12

utama pendidikan adalah “memanusiakan” kembali manusia yang mengalami

dehumanisasi karena sistem dan struktur yang tidak adil. Pendekatan kritis

berorientasi pada terwujudnya kesadaran kritis dari peserta didik agar mampu

mengidentifikasi ketidakadilan dalam sistem dan struktur yang ada, kemampuan

manganalisis bagaimana struktur dan sistem itu bekerja, serta bagaimana

mentranformasikannya (Fakih, 2001:xvii).

Senada dengan pemikiran di atas, dalam bidang pendidikan sejarah, secara lebih

operasional Kuntowijoyo (1995) menyatakan bahwa pendekatan kritis pada

dasarnya menyangkut tiga hal, yakni aspek (1) mengapa sesuatu terjadi, (2) apa

yang sebenarnya terjadi, serta (3) ke mana arah kejadian-kejadian itu. Dari

pemikiran tersebut, kandungan yang harus terdapat dalam pendekatan tersebut

adalah aspek (1) latar belakang, (2) kronologis, (3) komprehensif, serta (4)

kausalitas.

Dari uraian tersebut, batasan dari pendekatan kritis dalam pembelajaran sejarah

kontroversial adalah suatu pendekatan yang bersifat menyeluruh dalam mengulas

suatu peristiwa sejarah. Keberpihakan dalam pendekatan ini diwujudkan dalam

bentuk pengakomodasian berbagai pendapat yang ada tentang suatu peristiwa

sejarah, sehingga dapat dihindari adanya satu realitas yang dianggap paling benar

yang menafikkan gagasan-gagasan alternatif. Dengan pendekatan ini diharapkan

“dosa sejarah” berupa vonis bersalah terhadap suatu kelompok masyarakat dan

“dendam sejarah” berupa kebencian terhadap dari suatu kelompok masyarakat

kepada kelompok lain akibat peristiwa sejarah tidak akan terulang kembali.

D. Strategi Belajar Konstruktivisme

Konsep belajar konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan dibangun oleh

manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang

terbatas dan tidak sekonyong-konyong (Baharudin dan Wahyuni, 2007:116).

Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap

untuk diambil dan diingat. Siswa harus mengonstruksikan pengetahuan itu dan

memberi makna melalui pengalaman nyata (Trianto, 2007). Dengan menggunakan

pendekatan konstuktivistik, pembelajaran dilakukan bersama-sama oleh guru

Page 20: KKTM Pendidikan Tsabit

13

dengan peserta didik dengan produk kegiatan adalah membangun persepsi dan

cara pandang siswa mengenai materi yang dipelajari, mengembangkan masalah

baru, dan membangun konsep-konsep baru dengan menggunakan evaluasi yang

dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Dalam pembelajaran

akan terjadi suatu proses dialog antara guru dan peserta didik dengan

mengembangkan pengalaman yang telah dimiliki oleh siswa dalam pembelajaran

(Anggara, 2007).

Strategi belajar konstruktivisme yang digunakan dalam pembelajaran sejarah

kontroversial menggunakan strategi yang diungkapkan Slavin seperti dikutip

Baharuddin dan Wahyuni, 2007 (127-129) yakni (1) top down processing, di

mana pembelajaran dimulai dari permasalahan yang kompleks untuk dipecahkan,

kemudian menghasilkan keterampilan yang dibutuhkan, (2) cooperative learning,

yang menekankan pada lingkungan sosial belajar dan menjadikan kelompok

belajar sebagai tempat untuk mendapatkan pengetahuan, mengeksplorasi

pengetahuan, dan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh individu

(Baharuddin dan Wahyuni, 2007:128), (3) generative learning, yang menekankan

pada kemampuan untuk generalisasi dari apa yang diajarkan dengan skemata, baik

melalui pembuatan pertanyaan, kesimpulan, atau analogi-analogi terhadap apa

yang sedang dipelajari.

Page 21: KKTM Pendidikan Tsabit

14

BAB III

METODE PENULISAN

A. Pendekatan Penulisan

Penulisan karya tulis ini menggunakan pendekatan kualitatif sehingga dihasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tentang pembelajaran sejarah kontroversial yang

diamati. Artinya data yang dianalisis di dalamnya berbentuk deskriptif dan tidak

berupa angka-angka seperti halnya pada penelitian kuantitatif (Moleong, 2002:3).

Data diperoleh kajian pustaka. Data yang diperoleh diolah sehingga diperoleh

keterangan-keterangan yang berguna, selanjutnya dianalisis. Analisis data

menggunakan model deskriptif kualitatif yaitu upaya yang berlanjut, berulang dan

terus menerus untuk menjelaskan tentang pembelajaran kontroversi sejarah di

sekolah. Pendekatan yang digunakan dalam melakukan analisis adalah analisis

deduktif, di mana terlebih dahulu dijelaskan tentang upaya secara umum tentang

upaya penyelesaian permasalahan dalam pendidikan sejarah, baru kemudian

upaya yang dilakukan secaca khusus oleh salah satu komponen penopang

pendidikan sejarah sebagai upaya mewujudkan kesadaran sejarah peserta didik.

B. Sumber Kajian dan Teknik Pengumpulan Data

Wawancara dilakukan dengan guru di SMA Negeri 1 Banjarnegara tentang

pelaksanaan pembelajaran sejarah kontroversial pada bulan Mei 2008. Wawancara

tersebut menghasilkan data primer berupa gambaran tentang pelaksanaan

pembelajaran sejarah kontroversial di SMA. Data ini kemudian dijadikan data

awal yang digunakan untuk menganalisis sebab-sebab terjadinya permasalahan

dalam pembelajaran sejarah. dengan menggunakan data ini dilakukan pula suatu

upaya untuk menyelesaikan permasalahan dalam pembelajaran sejarah

kontroversial. Sumber kepustakaan yang digunakan dalam karya tulis ini antara

lain terdiri buku-buku yang relevan dengan tema penulisan, makalah, hasil

penelitian, jurnal, dan data-data relevan lain. Dengan demikian pengumpulan data

menggunakan metode dokumentasi, yakni untuk menyelidiki benda-benda

tertulis.

Page 22: KKTM Pendidikan Tsabit

15

Buku dan tulisan yang digunakan dalam karya tulis ini sebelum dikumpulkan

terlebih dahulu dipilih berdasarkan isinya, kemudian dikelompokkan sesuai

dengan tema tulisan, yakni yang berhubungan dengan sejarah, kontroversi sejarah,

pembelajaran sejarah, serta model dan metode pembelajaran. Sumber-sumber

pustaka yang telah dikumpulkan digunakan sebagai acuan penulis dalam

melakukan analisis terhadap upaya untuk mengatasi permasalahan pembelajaran

sejarah kontroversial kaitannya dengan upaya mewujudkan kesadaran sejarah

peserta didik.

C. Prosedur Penulisan Karya Tulis lmiah

Pedoman penyusunan karya ilmiah ini melalui tahapan-tahapan penulisan yang

sistematis sehingga diharapkan akan dihasilkan karya tulis yang komprehensif dan

terstruktur. Adapun tahapan penulisan karya tulis ini adalah (1) menentukan tema

dan topik penulisan, (2) merumuskan masalah dan tujuan, (3) mengumpulkan

sumber-sumber dan verifikasi. (4) interpretasi data, meliputi analisis dan sintesis,

(5) merumuskan alternatif pemecahan masalah, (6) menarik simpulan dan

merumuskan saran, (7) menyusun karya tulis.

Page 23: KKTM Pendidikan Tsabit

16

BAB IV

ANALISIS DAN SINTESIS

A. Upaya Mengatasi Permasalahan Pembelajaran Sejarah Kontroversial di

Sekolah Menengah Atas

Adanya permasalahan-permasalahan dalam pembelajaran sejarah telah

menyebabkan tidak tercapainya tujuan pendidikan sejarah secara optimal, yakni

kesadaran kritis peserta didik tentang suatu peristiwa sejarah. Namun sebelum

memasuki pembahasan tentang upaya yang dilakukan untuk mewjudkan suatu

proses pendidikan yang dalam pembelajaran sejarah kontroversial, tulisan ini akan

memaparkan faktor-faktor yang menyebabkan munculnya permasalahan. Dengan

adanya identifikasi terhadap faktor-faktor yang menyebabkan munculnya

permasalahan, maka upaya pemecahan masalah akan lebih efektif karena telah

diketahuinya akar dari permasalahan.

Permasalahan-permasalahan yang ditemui dalam kelas sejarah secara umum dapat

disebabkan oleh dua faktor, yakni (1) faktor intern dan (2) faktor ekstern. Faktor

intern yang memunculkan permasalahan dalam pembelajaran sejarah

kontroversial adalah faktor yang berasal dari dalam ilmu sejarah, yakni adanya

perubahan dalam corak historiografi Indonesia posreformasi. Faktor kedua adalah

faktor ekstern yakni faktor-faktor luar yang berasal dari luar sejarah yang

memengaruhi sejarah dan pendidikan sejarah. Antara faktor intern dan ekstern

tersebut tidak berdiri sendiri (independent), tetapi menjadi satu rangkaian yang

memunculkan hubungan kausalitas dan hubungan kebergantungan

(interdependent), di mana faktor intern sangat mempengaruhi faktor ekstern.

Faktor intern yang menyebabkan permasalahan dalam pendidikan sejarah adalah

terjadinya perubahan corak historiografi Indonesia yang memunculkan pendapat-

pendapat yang beraneka ragam tentang satu peristiwa sejarah, seperti

berkembangnya beberapa versi dari Gerakan 30 September tahun 1965. Akan

tetapi, ketika di satu sisi terjadi perubahan corak historiografi Indonesia setelah

jatuhnya Soeharto, hal ini tidak diimbangi dengan kesiapan untuk menerima

perubahan tersebut. Hal ini karena pengaruh tradisi historiografi Indonesia dalam

Page 24: KKTM Pendidikan Tsabit

17

memahami, merekonstruksi, dan memaknai masa lalu masih sangat kuat, sehingga

bagi masyarakat awam, hal ini justru memberikan kebingungan.

Berkaitan dengan perubahan corak historiografi Indonesia, adanya perbedaan

versi dalam penulisan sejarah ini diakibatkan banyak hal, yakni subjektivitas,

pemahaman masyarakat yang keliru, dan faktor kepentingan. Faktor subjektivitas

bisa berasal dari pelaku sejarah atau sejarawan. Selain itu ada pula kemungkinan

terbentuknya satu konstruk pemikiran yang kuat dalam masyarakat tentang satu

pemahaman sejarah, walaupun belum tentu pemahaman yang selama ini diyakini

adalah benar adanya. Hal ini karena masyarakat terpengaruh oleh wacana tertetu

selama terus-menerus, seperti ketika pada pemerintahan Orde Baru masyarakat

selalu diberikan wacana bahwa dalam G 30 S, PKI-lah yang menjadi dalang.

Teori-teori yang berkembang tentang peristiwa 1965 juga tidak diberitakan secara

seimbang pada masa itu. Padahal permasalahan tentang pelaku G 30 S sampai

sekarang masih simpang siur, dan ada beberapa teori lain selain PKI sebagai

dalang yang muncul. Namun demikian, aspek yang paling berpengaruh dalam

faktor intern dari penyebab munculnya permasalahan dalam pembelajaran sejarah

adalah adanya kepentingan-kepentingan yang ada di dalam sejarah. Kepentingan

itu bisa datang dari pihak-pihak yang terlibat dalam satu peristiwa sejarah ataupun

dari pihak-pihak yang ingin memanfaatkan satu peristiwa sejarah untuk tujuan-

tujuan tertentu. Kepentingan yang datang dari pihak pelaku sejarah ataupun

keturunannya dikarenakan pelaku sejarah merasa dirugikan dengan adanya

penulisan sejarah dari pihak tertentu.

Faktor ekstern yang menyebabkan munculnya permasalahan dalam pembelajaran

sejarah yang kontroversial masih berada di seputar (1) lemahnya desain

pembelajaran sejarah, (2) kebijakan tentang pendidikan sejarah yang kurang

mendukung pelaksanaan pendidikan sejarah secara ideal, (3) minimnya informasi

kesejarahan yang up to date bagi praktisi pendidikan, serta (4) faktor kepentingan

terhadap pendidikan sejarah. Faktor kepentingan yang dimaksud adalah adanya

campur tangan yang terlalu banyak dari pemerintah terhadap pendidikan sejarah,

seperti ketika dikeluarkannya Surat Keputusan Jaksa Agung Nomor

019/A/JA/03/2007 pada tanggal 5 Maret 2007 yang melarang buku-buku pelajaran

Page 25: KKTM Pendidikan Tsabit

18

sejarah yang tidak membahas pemberontakan (PKI) tahun 1948 dan 1965.

Walaupun pada dasarnya pendidikan sejarah merupakan alat dari pemerintah

untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air dan nasionalisme, akan tetapi ketika

pemerintah terlalu banyak campur tangan, hal ini dapat menimbulkan satu

anggapan bahwa pendidikan sejarah justru menjadi satu alat legitimasi.

Gambar 1. Identifikasi Penyebab Permasalahan Pembelajaran Sejarah

Kontroversial

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa permasalahan dalam pendidikan sejarah

tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi juga oleh berbagai faktor.

Kemudian apabila dilihat lebih dalam, penyebab permasalahan itu terletak pada

tidak optimalnya peran dari komponen-komponen penopang dalam pendidikan

sejarah, yakni (1) pemerintah sebagai penentu kebijakan, (2) Lembaga Pendidikan

Tenaga Kependidikan (LPTK)/Perguruan tinggi sebagai pusat informasi

pendidikan dan kesejarahan, (3) organisasi profesi sebagai sarana bertukar pikiran,

interdependensi

Faktor penyebab permasalahan

pembelajaran sejarah

Faktor Intern Faktor Ekstern

Perubahan corak historiografi

Indonesia � Lemahnya desain

pembelajaran sejarah

� Kebijakan tentang

pendidikan sejarah yang

kurang mendukung

pelaksanaan pendidikan

sejarah secara ideal

� Minimnya informasi

kesejarahan yang up to date

bagi praktisi pendidikan

� Faktor kepentingan terhadap

pendidikan sejarah

� Perbedaan versi dalam

sejarah

� Ketidaksiapan masyarakat

menerima perubahan corak

tersebut

� Banyaknya kepentingan

dalam penulisan sejarah

Page 26: KKTM Pendidikan Tsabit

19

bertukar informasi, pengembangan profesi (dalam hal ini adalah MGMP

[Musyawarah Guru Mata Pelajaran] untuk guru, serta MSI [Masyarakat

Sejarawan Indonesia] atau organisasi profesi kesejarahan lainnya), (4) praktisi

pendidikan atau guru sebagai pelaksana proses pendidikan, (5) media massa

sebagai media informasi, sekaligus memiliki fungsi kritik bagi pemerintah, serta

(6) masyarakat, yang memiliki fungsi kontrol terhadap kebijakan pemerintah,

menjadi subjek dan objek pengembangan dan transformasi pendidikan sejarah.

Oleh karena itu, untuk mewujudkan pendidikan sejarah yang mewujudkan

kesadaran sejarah peserta didik harus ada peran optimal dari segenap komponen

yang ada. Upaya yang dilakukan oleh keenam komponen di atas harus berjalan

secara serempak dan sinambung, di mana terjadi upaya sadar dari semua

komponen, baik oleh pemerintah melalui strategi top down, ataupun strategi

bottom up oleh komponen lain nonpemerintah. Strategi top down yang dilakukan

pemerintah dengan cara mengeluarkan kebijakan yang mendukung pelaksanaan

pembelajaran sejarah kontroversial, seperti tidak melakukan intervensi yang

terlalu jauh dalam pendidikan sejarah. Selain itu pemerintah harus mengeluarkan

satu bahan ajar standar yang digunakan oleh guru dalam mengajarkan sejarah

kontroversial. Hal ini dikarenakan selama ini belum ada bahan ajar standar yang

dijadikan pegangan oleh guru dalam mengajarkan materi sejarah kontroversial.

Pemerintah perlu melakukan kategorisasi materi-materi sejarah yang dianggap

kontroversial, kemudian melakukan suatu ulasan yang menyeluruh tentang

peristiwa tersebut.

Strategi top down yang juga dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menjaring

aspirasi dari masyarakat serta komponen lainnya secara aktif. Dalam pendidikan

sejarah, intervensi pemerintah hendaknya tidak terlalu dalam dan memberikan

peluang bagi peserta didik untuk berpikir secara kritis. Dalam materi tentang G

30 S misalnya, kebijakan yang ditetapkan pemerintah pada dasarnya justru

menutup kesepatan bagi siswa untuk berpikir secara kritis. Hal ini dikarenakan

sejarah yang diajarkan di sekolah adalah sejarah versi pemerintah, di mana di sana

ditetapkan bahwa PKI menjadi tersangka utama. Hal ini tentu saja belawanan

dengan kaidah keilmuan yang dalam perkembangannya muncul beberapa versi

Page 27: KKTM Pendidikan Tsabit

20

tentang siapa yang ada di belakang peristiwa kelam tahun 1965 tersebut. Alasan

yang dikemukakan oleh pemerintah tentang dituliskannya PKI di belakang G 30 S

menjadi G 30 S/PKI pada kurikulum 2006 ini, dilandasi adanya upaya dari

pemerintah untuk menjaga stabilitas. Akan tetapi yang menjadi permasalahan

adalah bahwa dalam pengajarannya, peserta didik tidak diberikan teori lain selain

teori bahwa yang menjadi dalang adalah PKI. Hal ini mengakibatkan pendidikan

sejarah berkaitan dengan peristiwa tahun 1965 ---dan mungkin beberapa peristiwa

sejarah yang kontroversial lainnya--- menjadi tidak berimbang.

Strategi bottom up yang dilakukan oleh komponen nonpemerintah adalah dari

pihak LPTK/Perguruan tinggi dengan melakukan upaya pemberian informasi

tentang pendidikan dan kesejarahan mutakhir kepada semua pihak, baik secara

langsung ataupun melalui media massa. Pihak organisasi profesi juga memiliki

peran sebagai pengembang profesi, sarana pertukaran informasi dan gagasan.

Melalui organisasi profesi dapat dilakukan pengembangan desain pembelajaran

sejarah, memberikan masukan kepada pemerintah, serta menyebarluaskan

informasi kepada masyarakat melalui media massa. Komponen nonpemerintah

lain yang memiliki peran alam mewujudkan transformasi pendidikan sejarah

menuju pendidikan sejarah yang mewujudkan kesadaran kritis peserta didik

adalah media massa. Media massa merupakan satu sarana yang digunakan oleh

semua komponen untuk menyebarluaskan informasi agar diterima khalayak.

Media massa menjadi jembatan dari semua komponen, baik berupa aspirasi dari

masyarakat kepada pemerintah, sarana komunikasi antarmasyarakat atau

antarkomponen, serta sosialisasi kebijakan dari pemerintah kepada masyarakat.

Komponen lain dari keenam komponen yang memiliki peran penting adalah

masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat inilah yang menjadi sasaran dalam

proses transformasi pendidikan sejarah. Masyarakat juga menjadi objek yang

melakukan transformasi, di mana masyarakat menjadi bagian dari komponen yang

lain, baik itu LPTK, praktisi, organisasi profesi ataupun pihak media massa.

Masyarakat memiliki peran strategis bagi terwujudnya transformasi pendidikan

sejarah. Hal ini dikarenakan tanpa adanya dukungan dari masyarakat yang

memiliki fungsi kontrol terhadap pemerintah, upaya mewujudkan transformasi

Page 28: KKTM Pendidikan Tsabit

21

tersebut tidak akan berhasil. Oleh karena itu, tugas yang utama dan pertama yang

dilakukan oleh semua komponen terhadap masyarakat agar terwujud transformasi

pendidikan sejarah adalah dengan menumbuhkan kesadaran kritis masyarakat

tentang realitas yang terjadi.

Komponen yang terakhir yang melaksanakan strategi bottom up dalam rangka

transformasi pendidikan sejarah menuju pendidikan sejarah yang mewujudkan

kesadaran sejarah peserta didik adalah praktisi pendidikan atau guru. Praktisi

pendidikan merupakan ujung tombak dalam pelakasnaan proses pendidikan

sejarah. Hal ini dikarenakan praktisi pendidikan atau guru sejarah adalah pihak

yang berhubungan langsung dengan masyarakat/peserta didik. Dikaitkan dengan

upaya pengajaran sejarah yang bersifat kontroversial dalam kelas sejarah, peran

guru menjadi sangat penting. Hal ini dikarenakan gurulah yang memberikan

informasi kepada peserta didik tentang sejarah yang kontroversial. Peran guru

menjadi sangat penting dalam proses pendidikan sejarah dikarenakan dalam

kurikulum 2006, guru memiliki wewenang yang luas untuk mengembangkan

materi ajarnya. Oleh karena itu, hal yang dilakukan adalah dengan melakukan

perbaikan desain pembelajaran, mulai dari merumuskan tujuan pembelajaran,

menyusun alat evaluasi, menentukan kegiatan belajar mengajar, mengembangkan

program kegiatan belajar mengajar, dan melaksanakan program belajar mengajar.

Upaya dari aspek guru dalam pembelajaran sejarah akan diulas dalam

pembahasan selanjutnya.

Upaya yang dilakukan dari dua arah ini (top down and bottom up) akan

mempercepat terwujudnya transformasi pendidikan sejarah. Namun demikian,

prasayarat utama yang harus dipenuhi adalah setiap komponen harus terhindar

dari segala bentuk kepentingan pribadi. Antarkomponen penopang memiliki

keterkaitan, kerja sama, dan hubungan yang timbal balik. Apabila hubungan

timbal balik dari tiap komponen itu tidak terjadi maka proses pendidikan sejarah

tidak akan berjalan seperti yang diharapkan. Semua komponen harus menjalankan

tugasnya sesuai dengan tujuan dan fungsinya. Hal ini bertujuan agar proses

transformasi pendidikan sejarah menuju ke arah yang ideal bisa secara mudah

Page 29: KKTM Pendidikan Tsabit

22

diwujudkan. Berikut adalah pola hubungan yang sinergis dari keenam komponen

penopang pendidikan sejarah.

Gambar 2. Pola Hubungan Sinergis Enam Komponen Penopang Pendidikan

Sejarah

B. Pendekatan Kritis dalam Pembelajaran Sejarah Kontroversial

Salah satu upaya yang dilakukan guru untuk mewujudkan kesadaran kritis peserta

didik tentang suatu peristiwa sejarah adalah dengan melakukan perubahan dalam

pendekatan dari pendekatan konvensional menjadi pendekatan kritis. Pendekatan

kritis dalam pembelajaran sejarah adalah suatu pendekatan yang bersifat

menyeluruh dalam mengulas suatu peristiwa sejarah. Dengan adanya pendekatan

tersebut, diharapkan siswa akan mampu memahami suatu peristiwa sejarah secara

menyeluruh serta mampu berpikir secara kritis tentang peristiwa sejarah tersebut.

Berkaitan dengan pelaksanaan pendekatan kritis dalam pembelajaran sejarah

kontroversial, praktisi pendidikan atau guru memiliki peran penting dalam

pelakasnaan proses pendidikan sejarah. Hal ini dikarenakan praktisi pendidikan

atau guru sejarah adalah pihak yang berhubungan langsung dengan

masyarakat/peserta didik. Pada pembelajaran sejarah kontroversial, guru berperan

dalam memberikan informasi kepada peserta didik tentang sejarah yang

kontroversial. Peran guru menjadi sangat penting dalam proses pendidikan sejarah

�����������

������ ��������

�� ����������

�������

�� �����

������ ���

������������

������� ���

����������

Page 30: KKTM Pendidikan Tsabit

23

karena dalam kurikulum 2006, guru memiliki wewenang yang luas untuk

mengembangkan materi ajarnya.

Karya tulis ini mengambil satu sampel peristiwa sejarah kontroversial yang

dijadikan kajian tentang bagaimana cara penyampaiannya di dalam kelas sejarah.

Peristiwa yang akan dijadikan permodelan adalah tentang Gerakan 30 September

yang terjadi pada tahun 1965. Ditinjau dari karakteristiknya, materi Gerakan 30

September termasuk pada sejarah kontroversial kontemporer yang masih

memunculkan perdebatan dalam masyarakat. Posisi materi tersebut dalam

kurikulum 2006 di Sekolah Menengah Atas telah tercantum dalam Standar

Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) sebagai berikut

Tabel 1. Posisi Materi Gerakan 30 September di SMA dalam Kurikulum 2006

SK/

KD IPS IPA BAHASA

SK Menganalisis perjuangan

bangsa Indonesia sejak

proklamasi hingga lahirnya

Orde Baru

Merekonstruksi

perjuangan bangsa

Indonesia sejak

masa Proklamasi

sampai masa

Reformasi

Merekonstruksi

perjuangan bangsa

Indonesia sejak

masa Proklamasi

sampai masa

Reformasi

KD Menganalisis perjuangan

bangsa Indonesia dalam

mempertahankan

kemerdekaan dari ancaman

disintegrasi bangsa terutama

dalam bentuk pergolakan dan

pemberontakan (antara lain:

PKI Madiun 1948, DI/TII,

Andi Aziz, RMS, PRRI,

Permesta, G-30-S/PKI)

Menganalisis

pergantian

pemerintahan dari

Demokrasi

Terpimpin sampai

lahirnya Orde Baru

Menganalisis

pemerintahan dari

Demokrasi

Terpimpin sampai

lahirnya Orde Baru

Pada Kelas XII semester 1 Kelas XI semester 2 Kelas XII smt. 1

Page 31: KKTM Pendidikan Tsabit

24

Langkah awal yang dilakukan dalam penerapan pendekatan kritis pada

pembelajaran sejarah adalah perumusan tujuan pembelajaran dalam rangka

pengembangan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Tujuan

pembelajaran berorientasi pada analisis kebutuhan dari peserta didik. Dalam

konteks pendekatan kritis, peserta didik diharapkan mampu untuk memahami

suatu peristiwa sejarah secara menyeluruh serta mampu mengidentifikasi

ketidakadilan yang terjadi.

Di bawah ini telah dirumuskan tujuan pembelajaran atau indikator dari

pembelajaran sejarah untuk program Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) kelas XII

semester 1 tentang materi G 30 S yang disusun berdasarkan aspek pendekatan

kritis yakni aspek latar belakang, kronologis, komprehensif, dan kausalitas

Tabel 2. Perumusan Materi Pokok dan Indikator

Aspek Indikator

Latar

Belakang

Kronologis

Komprehensif

Sebab Akibat

o Menganalisis situasi politik, ekonomi, sosial masyarakat

Indonesia menjelang peristiwa Gerakan 30 September 1965

o Mendeskripsikan kronologi peristiwa Gerakan 30 September

1965

o Membandingkan beberapa pendapat tentang peristiwa Gerakan

30 September 1965

o Menganalisis dampak-dampak peristiwa Gerakan 30

September

Untuk menunjang pencapaian tujuan pembelajaran, diperlukan analisis terhadap

kebutuhan yang digunakan dalam pembelajaran sejarah kontroversial. Analisis

kebutuhan tersebut mencakup persiapan-persiapan dalam pelaksanaan

pembelajaran, meliputi (1) analisis ketersediaan dan kebutuhan media, (2) analisis

kemampuan guru, (3) analisis kemampuan peserta didik, (4) analisis lingkungan.

Pada pelaksanaan pendekatan kritis dalam pembelajaran sejarah kontroversial,

konstruktivisme dapat dijadikan salah satu landasan dalam pelaksanaan

pembelajaran. Agar pembelajaran menjadi bemakna, maka pembelajaran harus

berpusat pada peserta didik (student centered) artinya adalah guru memberikan

Page 32: KKTM Pendidikan Tsabit

25

peluang dari siswa untuk berapresiasi, bisa dalam bentuk kegiatan diskusi, debat,

tugas mandiri, dan sebagainya. Kemudian, penggunaan variasi model dan media

juga menjadi hal yang diperhatikan dalam pembelajaran agar peserta didik mudah

dalam melakukan visualisasi, interpretasi, dan generalisasi. Dengan demikian,

kesan bahwa kesan bahwa pelajaran Sejarah adalah membosankan bisa teratasi.

Media dan sumber yang dapat dijadikan acuan antara lain

Tabel 3. Beberapa media dan sumber belajar tentang peristiwa Gerakan 30

September tahun 1965

Jenis Contoh

Film Pemberontakan G 30 S/PKI (produksi Perusahaan Film Negara)

dan Gie (produksi Miles Production)

Novel/Cerpen Para Priyayi I & II (karya Umar Kayam), Sri Sumarah

(kumpulan novelet dan cerpen Umar kayam)

Media Massa Surat kabar, majalah, internet

Buku Adam, Asvi Warman. 2007. Seabad Kontroversi Sejarah.

Yogyakarta: Ombak.

Sekretariat Negara RI. 1994. G30S/PKI: Latar Belakang, Aksi

dan Penumpasannya. Jakarta: Setneg RI.

Sulistyo Hermawan. 2001. Palu Arit Di Ladang Tebu. 2001.

Jakarta: KPG

Syamdani (ed). 2001. Kontroversi Sejarah di Indonesia. Jakarta:

Gramedia

Ditinjau dari segi materi, guru harus meng-up date informasi kesejarahan terbaru.

Dikaitkan dengan pembelajaran tentang peristiwa kelam pada 1965, guru harus

bersikap arif dengan memberikan porsi yang berimbang tentang siapa yang ada di

balik G 30 S. Upaya yang berimbang itu bisa dalam bentuk guru memberikan

informasi pada peserta didik tentang adanya beberapa versi, serta menjelaskan

argumen yang melandasi versi-versi tersebut.

Dalam pelaksanaannya, kegiatan pembelajaran terbagi menjadi dua pertemuan,

dengan alokasi waktu tiap pertemuan adalah 2 X 45 menit atau dua jam pelajaran.

Pertemuan pertama mengulas indikator pertama dan indikator kedua atau aspek

Page 33: KKTM Pendidikan Tsabit

26

latar belakang dan aspek kronologi dari peristiwa Gerakan 30 September tahun

1965. Pada pertemuan kedua, guru mengulas indikator ketiga dan keempat atau

aspek komprehensif dan sebab akibat. Secara lebih rinci, langkah-langkah yang

dilakukan guru dalam tiap aspek adalah sebagai berikut

Tabel 4. Langkah-langkah pelaksanaan pendekatan kritis dalam pembelajaran

materi G 30 S

Aspek Langkah-Langkah

Latar

belakang

o Guru memutarkan awal film Gie tentang kondisi sosial ekonomi

masyarakat menjelang peristiwa G 30 S

o Guru mendiskusikan tentang cuplikan film dengan siswa

o Guru menceritakan kondisi ekonomi dan politik menjelang

peristiwa G 30 S

o Guru menerangkan peta kekuatan politik Indonesia pada awal

tahun 1960-an, yakni Sukarno-TNI-Komunis

o Guru mempersilakan siswa memberikan tanggapan mereka

tentang kondisi tersebut kaitannya dengan peristiwa G 30 S

Kronologis o Guru memutarkan salah satu adegan dalam film Pemberontakan

G 30 S/PKI

o Guru menceritakan kronologi peristiwa tanggal 30 September dan

1 Oktober 1965

Kompre-

hensif

o Guru memberikan berbagai teori yang berkembang, yakni PKI,

Soeharto, Sukarno, Klik Angkatan Darat, CIA, dan teori Chaos

o Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok dan

memersilakan siswa mendiskusikan teori-teori yang ada

o Guru mempersilakan siswa mempresentasikan hasil diskusinya

Sebab

akibat

o Guru menerangkan pengaruh tejadinya peristiwa Gerakan 30

September tahun 1965 dalam hal politik (perubahan

kepemimpinan), sosial (adanya gerakan sosial masyarakat),

ekonomi (upaya stabilitasi ekonomi), pembantaian massal

Page 34: KKTM Pendidikan Tsabit

27

Berkaitan dengan pelaksanaan pembelajarannya, guru memberikan berbagai teori

yang berkembang secara berimbang, tanpa ada subjektivitas dan pretensi. Hal

yang patut diperhatikan adalah kearifan guru dalam mengajarkan sejarah

kontroversial. Dengan demikian, proses indoktrinasi tidak terjadi dalam

pendidikan sejarah. Dalam pembelajarannya, guru tidak hanya berfungsi sebagai

sumber informasi, tetapi juga sebagai mediator dan motivator bagi peserta didik

agar peserta didik secara aktif melakukan proses pembelajaran secara mandiri.

Akan tetapi dari sekian hal yang telah dijelaskan, satu hal yang harus diperhatikan

adalah bahwa menjadi guru sejarah merupakan suatu panggilan nurani yang

senantiasa bertujuan agar peserta didik memperoleh satu kesadaran kritis.

Untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran, diperlukan adanya upaya untuk

mengetahui tingkat keberhasilan dalam proses pembelajaran melalui evaluasi.

Alat evaluasi yang diusun ini bertujuan untuk mengendalikan, menjamin, dan

menetapkan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada

setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban

penyelenggaraan pendidikan. Dalam pelaksanaannya, evaluasi tidak hanya

diberikan pada akhir pembelajaran, tetapi juga pada saat pembelajaran (evaluasi

proses), berupa menilai keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran seperti

keaktifan dalam bertanya, menanggapi pertanyaan, menanggapi pernyataan,

mengerjakan tugas, keaktifan dalam diskusi, dan sebagainya.

Penyusunan alat evaluasi tidak hanya sebatas soal ujian, tetapi juga bisa berupa

penugasan-penugasan yang bertujuan untuk mengembangkan kreasi dari peserta

didik melalui pendekatan inquiry, seperti siswa ditugaskan untuk mencari berita

tentang peristiwa Gerakan 30 September kemudian siswa ditugaskan untuk

mengulas isi dan memberikan pendapatnya tentang berita tersebut. Artinya peserta

didik diberikan peluang untuk melakukan suatu proses penemuan terhadap

berbagai data dan fakta tentang peristiwa Gerakan 30 September 1965. Penugasan

diberikan bisa dalam bentuk karya tulis sederhana tentang berbagai pendapat

tentang peristiwa Gerakan 30 September 1965. Berikut adalah rancangan evaluasi

terhadap pembelajarah sejarah kontroversial tentang peristiwa Gerakan 30

September tahun 1965.

Page 35: KKTM Pendidikan Tsabit

28

Tabel 5. Evaluasi terhadap pembelajaran tentang peristiwa Gerakan 30 September

tahun 1965

Aspek Penilaian

Teknik Bentuk

Latar

Belakang

Penugasan

Peserta didik membuat tulisan sebanyak dua halaman

folio tentang kondisi sosial, ekonomi, dan politik

Indonesia menjelang peristiwa G 30 S

Tes tertulis Guru memberikan soal singkat

Kronologis Penugasan

Peserta didik memberikan tanggapan tentang film

Pemberontakan G 30 S/PKI dalam satu halaman folio

Tes tertulis Guru memberikan soal singkat

Kompre-

hensif

Penugasan Peserta didik mencari tulisan di surat kabar atau

internet berkaitan dengan peristiwa G 30 S dan

memberikan tanggapan tentang tulisan tersebut

Sebab

Akibat

Penugasan Peserta didik memberikan resume dan tanggapan

tentang film Gie atau novel-novel atau cerita lainnya

kaitannya dengan peristiwa setelah G 30 S

Tes tertulis Peserta didik mengerjakan soal-soal uraian yang

diberikan guru

Penekanan pembelajaran dengan pendekatan kritis yang membedakan dengan

pembelajaran konvensional terutama terletak pada materi yang disampaikan,

pembelajaran, dan sistem evaluasi. Dalam pendekatan kritis materi baru yang

diajarkan adalah materi teori-teori tentang peristiwa Gerakan 30 September tahun

1965. Selain itu, pembelajaran dilakukan dengan melibatkan siswa secara aktif

untuk berpendapat. Kemudian dalam evaluasi, guru memberikan penilaian tidak

hanya dengan pemberian soal, tetapi juga dengan pemberian tugas mandiri.

Dengan demikian melalui pendekatan kritis, diharapkan kesadaran sejarah peserta

didik akan terwujud, sehingga tidak ada lagi kekhawatiran adanya “dosa sejarah”

berupa vonis bersalah terhadap suatu kelompok masyarakat dan “dendam sejarah”

berupa kebencian terhadap dari suatu kelompok masyarakat kepada kelompok lain

akibat suatu peristiwa sejarah.

Page 36: KKTM Pendidikan Tsabit

29

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Upaya untuk menyelesaikan permasalahan pembelajaran sejarah harus

dilakukan oleh segenap komponen penopang pendidikan sejarah yakni

pemerintah, LPTK/perguruang tinggi, organisasi profesi.keilmuan, praktisi

pendidikan, media massa, dan masyarakat secara serempak agar terwujud

pembelajaran yang memerikan kesadaran sejarah bagi peserta didik.

2. Pendekatan kritis dalam pembelajaran sejarah adalah suatu pendekatan yang

bersifat menyeluruh dalam mengulas suatu peristiwa sejarah. Dengan adanya

pendekatan tersebut, diharapkan siswa akan mampu memahami suatu

peristiwa sejarah secara menyeluruh serta mampu berpikir secara kritis tentang

peristiwa sejarah tersebut. Upaya yang dilakukan dari pihak guru untuk

mewujudkan proses transformasi pendidikan sejarah yang ideal melalui

pelaksanaan pendekatan kritis dalam pembelajaran sejarah kontroversial

adalah dengan melakukan perbaikan desain pembelajaran, peng-up-date-an

informasi kesejarahan terbaru, dan penggunaan variasi pembelajaran dan

media. Dalam pembelajaran sejarah kontroversial, konstruktivisme dijadikan

salah satu landasan dalam pelaksanaan pembelajaran.

B. Saran

1. Perlu digunakan pendekatan kritis sebagai alternatif pembelajaran sejarah

kontroversial guna mewujudkan kesadaran kritis peserta didik.

2. Perlu adanya upaya yang dilakukan oleh semua pihak secara serempak menuju

transformasi pendidikan sejarah menuju pendidikan sejarah yang memberikan

satu pendewasaan masyarakat yang dilandasi kejujuran, bebas dari

kepentingan pribadi, dan semangat membangun kesadaran kritis masyarakat.

3. Perlu adanya sosialisasi tentang informasi kesejarahan terbaru kepada

masyarakat dan praktisi pendidikan.

4. Guru perlu meng-up date informasi kesejarahan terbaru untuk menunjang

penguasaan materi guru tentang peristiwa sejarah.

Page 37: KKTM Pendidikan Tsabit

30

5. Pembelajaran sejarah kontroversial harus dilakukan dengan menggunakan

prinsip keseimbangan, di mana versi-versi yang muncul harus ditampilkan

beserta argumentasinya, tanpa ada pretensi dan subjektivitas.

6. Perlu adanya peningkatan partisipasi MGMP sejarah dalam upaya

penyelesaian permasalahan pembelajaran sejarah kontroversial

Page 38: KKTM Pendidikan Tsabit

31

DAFTAR PUSTAKA

Abu Su’ud. 1993. ’Bila Isu Kontroversial Masuk Kelas Sejarah (Sebuah Alternatif

dalam Pembelajaran Sejarah)’. Pidato Pengukuhan. Diucapkan pada

penerimaan jabatan Guru Besar pada Fakultas Ilmu Pengetahuan Sosial

IKIP Semarang pada 23 Januari 1993.

Adam, Asvi Warman. 2006. ‘Pengantar Berpikir Historis Membenahi Sejarah’.

Kata pengantar dalam Sam Wineburg. 2006. Berpikir Historis:

Memetakan Masa Depan Mengajarkan Masa Lalu. Penerjemah Masri

Maris. Jakarta: Yayasa Obor Indonesia.

--------. 2007 . Seabad Kontroversi Sejarah. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Ahmad, Tsabit Azinar. 2007. ‘Yang Kontemporer Yang Kontroversial’. Dalam

Majalah Sapiens Edisi Khusus bulan September-Oktober tahun 2007. hlm.

2-8

Anggara, Boyi. 2007. ‘Pembelajaran Sejarah yang Berorientasi pada Masalah-

Masalah Sosial Kontemporer’. Makalah pada Seminar Nasional Ikatan

Himpunan Mahasiswa Sejarah (Ikahimsi) XII di Universitas Negeri

Semarang. Semarang, 16 April 2007.

Angkasa, Ig Kingkin Teja. 2007. Membenahi Pembelajaran Sejarah. Dalam

website http:// www.kompas.com/ kompas-cetak/ 0310/20/ Didaktika/

633991.htm (diunduh pada 3 Januari 2008).

Badudu, J.S. dan Sutan Muhammad Zein. 2001. Kamus Umum Bahasa Indonesia.

Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Baharuddin dan Esa Nur Wahyudi. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran.

Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Beise, Kerstin. 2004. Apakah Soekarno Terlibat Peristiwa G 30 S. Yogyakarta:

Penerbit Ombak.

Fakih, Mansour. 2001. ‘Ideologi dalam Pendidikan, Sebuah Pengantar’. Kata

pengantar dalam William F. O’neil. 2001. Ideologi-Ideologi Pendidikan.

Penerjemah Omi Intan Naomi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Garraghan, Gilbert J. 1957. A Guide to Historical Method. New York: Fordham

University Press.

Hasan, Said Hamid. 2007. ‘Kurikulum Pendidikan Sejarah Berbasis Kompetensi’.

Makalah pada Seminar Nasional Ikatan Himpunan Mahasiswa Sejarah

(Ikahimsi) XII di Universitas Negeri Semarang. Semarang, 16 April 2007.

Page 39: KKTM Pendidikan Tsabit

32

Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Penerbit Bentang

Budaya.

Manggeng, Marthen. 2005. ‘Pendidikan yang Membebaskan Menurut Paulo

Freire dan Relevansinya dalam konteks Indonesia. Dalam INTIM, Jurnal

Teologi Kontekstual. Edisi No. 8 Semester Genap 2005. hlm 41-44.

Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi

untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Purwanto, Bambang. 2006. Gagalnya Historiografi Indonesiasentris?!.

Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Purwanto, Bambang dan Asvi Warman Adam. 2005. Menggugat historiografi

Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Sekretariat Negara RI. 1994. G30S/PKI: Latar Belakang, Aksi dan

Penumpasannya. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Salim, Agus (Ed.). 2004. Indonesia Belajarlah; Membangun Pendidikan

Indonesia. Semarang: Gerbang Madani.

Soedjatmoko. 1976. ‘Kesadaran Sejarah dan Pembangunan’ dalam majalah

Prisma (Penerbitan Khusus). No. 7, tahun V. Jakarta: LP3ES.

Suharso, R. 1992. 1992. ‘Persepsi Siswa terhadap Pembelajaran Sejarah’. Jurnal

Paramita . Nomor 3 Tahun 1992.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik:

Konsep, Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya. Jakarta: Prestasi

Pustaka Publisher.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Widja, I Gde. 1989. Sejarah Lokal Suatu Perspektif dalam Pembelajaran Sejarah.

Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Page 40: KKTM Pendidikan Tsabit

33

BIODATA

Ketua

Nama

TTL

Jenis Kelamin

Alamat Rumah

Alamat Semarang

Telefon

E mail

Pendidikan

SD

SMP

SMA

PT

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

Tsabit Azinar Ahmad

Banjarnegara, 24 juli 1986

Laki-laki

Sokanandi, RT 02 RW II No 21 Banjarnegara, Jawa

Tengah 53413

Gedung C2 lantai 1, Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Semarang, Kampus Sekaran Gunung

Pati Semarang 50229

081327694456

[email protected]

SDN 2 Sokanandi

SLTP Negeri 2 Banjarnegara

SMU Negeri 1 Banjarnegara

Jurusan Sejarah, Universitas Negeri Semarang

Karya yang telah dibuat

� Kartun di Surat Kabar sebagai Upaya Peningkatan Kecerdasan Politik

Masyarakat

� Pemanfaatan Museum sebagai Media Pembelajaran untuk Meningkatkan

Pemahaman Pelajar terhadap Materi Zaman Prasejarah

� Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah pada Pelajaran Sejarah

sebagai Upaya Memaksimalakan Pemahaman Siswa

� Peran Puri Klungkung sebagai Media Pelestarian Kebudayaan Bali

� Keistimewaan Puri Klungkung sebagai Daya Tarik Wisata Keagamaan Di

Bali

� Pendidikan Politik dalam Wacana Kartun Editorial di Surat Kabar

� Pendekatan Kritis dalam Pembelajaran Sejarah Kontroversial di Sekolah

Menengah Atas

Prestasi

� Juara 1 Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa bidang Seni tingkat Nasional

tahun 2006

� Finalis Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa bidang Seni tingkat Nasional

tahun 2007

� Finalis Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) XX Bandar Lampung

tahun 2007

� Lolos seleksi naskah Program Kreativitas Mahasiswa Penulisan Ilmiah

(PKMI) Dinas Pendidikan Tinggi (Dikti) tahun 2006

� Juara 3 Lomba Karya Inovatif Produktif Provinsi (LKIP) bidang Sosial

Budaya Provinsi Jawa Tengah tahun 2006

� Juara 2 Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa bidang Pendidikan tingkat

Fakultas FIS Unnes tahun 2007

� Juara 2 Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa bidang Pendidikan tingkat

Fakultas FIS Unnes tahun 2006

� Juara 1 Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa tingkat Jurusan, Jurusan

Sejarah FIS Unnes tahun 2006

Page 41: KKTM Pendidikan Tsabit

34

Anggota Pelaksana I

Nama

TTL

Jenis Kelamin

Alamat Rumah

Alamat Semarang

Telfon

E mail

Pendidikan

SD

SMP

SMA

PT

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

Syaiful Amin

Jepara, 09 Mei 1985

Laki-laki

Desa Muryolobo 03/01 Kec. Nalumsari Kab. Jepara

Gedung C2 lantai 1, Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Semarang, Kampus Sekaran Gunung

Pati Semarang 50229

081326296634

[email protected]

SDN 1 Muryolobo

SLTP Negeri II Mayong

SMU Negeri I Gebog, Kudus

Jurusan Sejarah, Universitas Negeri Semarang

Karya yang telah dibuat

� Kartun di Surat Kabar sebagai Upaya Peningkatan Kecerdasan Politik

Masyarakat

� Pemanfaatan Museum sebagai Media Pembelajaran untuk Meningkatkan

Pemahaman Pelajar terhadap Materi Zaman Prasejarah

� Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah pada Pelajaran Sejarah

sebagai Upaya Memaksimalakan Pemahaman Siswa

� Peran Puri Klungkung sebagai Media Pelestarian Kebudayaan Bali

� Keistimewaan Puri Klungkung sebagai Daya Tarik Wisata Keagamaan Di

Bali

� Pendidikan Politik dalam Wacana Kartun Editorial di Surat Kabar

� Pendekatan Kritis dalam Pembelajaran Sejarah Kontroversial di Sekolah

Menengah Atas

Prestasi

� Juara 1 Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa bidang Seni tingkat Nasional

tahun 2006

� Finalis Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa bidang Seni tingkat Nasional

tahun 2007

� Finalis Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) XX Bandar Lampung

tahun 2007

� Lolos seleksi naskah Program Kreativitas Mahasiswa Penulisan Ilmiah

(PKMI) Dinas Pendidikan Tinggi (Dikti) tahun 2006

� Juara 2 Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa bidang Pendidikan tingkat

Fakultas FIS Unnes tahun 2007

� Juara 2 Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa bidang Pendidikan tingkat

Fakultas FIS Unnes tahun 2006

� Juara 1 Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa tingkat Jurusan, Jurusan

Sejarah FIS Unnes tahun 2006

Page 42: KKTM Pendidikan Tsabit

35

Anggota Pelaksana I

Nama

TTL

Jenis Kelamin

Alamat Rumah

Alamat Semarang

Telfon

E mail

Pendidikan

SD

SMP

SMA

PT

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

Khoirul Anwar

Demak, 31 Agustus 1989

Laki-laki

Jl. Raya Buyaran RT 02 RW 02, Kalikondang, Demak

59551

Gedung C2 lantai 1, Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Semarang, Kampus Sekaran Gunung

Pati Semarang 50229

085290208031

[email protected]

SDN 3 Kalikondang

SLTP Negeri 3 Demak

SMU Negeri Demak

Jurusan Sejarah, Universitas Negeri Semarang

Prestasi

� Siswa Terbaik 2 Kelompok Prov Jawa Tengah

� Lawatan Sejara Regional Prof IY tahun 2006

Page 43: KKTM Pendidikan Tsabit

36

Lampiran 1

SILABUS

Sekolah : Sekolah Menengah Atas

Kelas : XI

Program : Ilmu Pengetahuan Sosial

Mata Pelajaran : Sejarah

Semester : 1 (satu)

Standar Kompetensi : Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia sejak proklamasi hingga lahirnya Orde Baru

Kompetensi Dasar Materi/Pokok

Pembelajaran

Kegiatan

Pembelajaran Indikator

Penilaian Alokasi

Waktu Sumber Belajar

Teknik Bentuk

Penilaian Contoh Instrumen

Menganalisis

perjuangan bangsa

Indonesia dalam

mempertahankan

kemerdekaan dari

ancaman disintegrasi

bangsa terutama

dalam bentuk

pergolakan dan

pemberontakan

(antara lain: PKI

Madiun 1948,

DI/TII, Andi Aziz,

RMS, PRRI,

Permesta, G-30-

S/PKI)

Peristiwa

Gerakan 30

September 1965

Guru

menggambarkan

situasi politik

(kekuatan antara

Sukarno, Tentara,

PKI- kondisi

ekonomi), dan

sosial menjelang

peristiwa Gerakan

30 September `65

yang

melatarbelakangi

terjadinya peristiwa

Gerakan 30

September

Menelaah kronologi

peristiwa Gerakan

30 September 1965

Berdiskusi tentang

Menganalisis situasi

politik, ekonomi,

sosial masyarakat

Indonesia menjelang

peristiwa Gerakan 30

September 1965

Mendeskripsikan

kronologi peristiwa

Gerakan 30

September 1965

Membandingkan

Penu-

gasan

Tes

tertulis

Penu-

Pembu

atan

artikel

Isian

singkat

Kliping

Buatlah tuisan pada

satu halaman folio

tentang kondisi

ekonomi Indoesia

pada awal tahun

1960-an

Cornell Paper

ditulis oleh....

Carilah tulisan

4 X 45

menit

- Surat kabar

- Peta

- Gambar-

gambar

- Film

- Lembar kerja

siswa

- Buku teks

- Buku

referensi

lainya, seperti

- Sekretariat

Negara RI.

1994.

G30S/PKI:

Latar

Belakang,

Aksi dan

Penumpasann

ya. Jakarta:

Sekretariat

Negara

Republik

Page 44: KKTM Pendidikan Tsabit

37

Kompetensi Dasar Materi/Pokok

Pembelajaran

Kegiatan

Pembelajaran Indikator

Penilaian Alokasi

Waktu Sumber Belajar

Teknik Bentuk

Penilaian Contoh Instrumen

bebagai pendapat

mengenai peristiwa

Gerakan 30

September 1965

(teori dalang PKI,

Sukarno, Suharto

dan TNI, Klik

Angkatan Darat,

CIA, teori chaos)

Guru menjelaskan

tentang bebagai

akibat dari

peristiwa Gerakan

30 September

(pembantaian

massal,

penangkapan

naggota PKI, dll.)

beberapa pendapat

tentang peristiwa

Gerakan 30

September 1965

Menganalisis

dampak-dampak

peristiwa Gerakan 30

September

gasan

Tes

tertulis

surat

kabar

Soal

uraian

tentang peristiwa G

30 S di surat kabar

atau internet. Beri

tanggapan tulisan

tersebut dalam satu

halaman folio

Jelaskan salah satu

teori tentng

peristiwa G 30 S!

Indonesia

- Syamdani

(ed). 2001.

Kontroversi

Sejarah di

Indonesia.

Jakarta:

Gramedia

- Adam, Asvi

Warman.

2007. Seabad

Kontroversi

Sejarah.

Yogyakarta:

Penerbit

Ombak.

- Sulistyo,

Hermawan.

2001. Palu

Arit Di

Ladang Tebu.

Jakarta: KPG.

Page 45: KKTM Pendidikan Tsabit

38

Lampiran 2

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Sekolah : Sekolah Menengah Atas

Mata Pelajaran : Sejarah

Kelas/Semester : XI/gasal

Alokasi Waktu : 4 jam pelajaran

Program : Ilmu Pengetahuan Sosial

Standar Kompetensi : Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia sejak

proklamasi hingga lahirnya Orde Baru

Kompeteni Dasar : Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia dalam

mempertahankan kemerdekaan dari ancaman disintegrasi

bangsa terutama dalam bentuk pergolakan dan

pemberontakan (antara lain: PKI Madiun 1948, DI/TII,

Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G-30-S/PKI)

Indikator : - Menganalisis situasi politik, ekonomi, sosial masyarakat

Indonesia menjelang peristiwa Gerakan 30 September

1965

- Mendeskripsikan kronologi peristiwa Gerakan 30

September 1965

- Membandingkan beberapa pendapat tentang peristiwa

Gerakan 30 September 1965

- Menganalisis dampak-dampak peristiwa Gerakan 30

September

A. Tujuan Pembelajaran

1. Siswa mampu menganalisis situasi politik, ekonomi, sosial masyarakat

Indonesia menjelang peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang menjadi

latar belakang terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965

2. Siswa mampu mendeskripsikan kronologi peristiwa Gerakan 30

September 1965

3. Siswa dapat memahami dan membandingkan beberapa pendapat tentang

peristiwa Gerakan 30 September 1965

4. Siswa mampu menganalisis dampak-dampak peristiwa Gerakan 30

September dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat Indonesia

B. Materi Pembelajran

1. Latar Belakang dan Kronologi Peristiwa G 30 S

2. Beberapa pendapat tentag G 30 S dan dampak peristiwa G 30 S

C. Pendekatan dan Metode

1. Ceramah Bervariasi

2. Diskusi

3. Tugas mandiri

Page 46: KKTM Pendidikan Tsabit

39

D. Langkah-Langkah Kegiatan

1. Pertemuan ke-1

Materi Kegiatan Pembelajaran Waktu

Latar

Belakang

dan

Kronologi

Peristiwa

G 30 S

A. Pendahuluan

Apersepsi

o Guru menyampaikan bahan yang

digunakan dalam materi

Motivasi

Guru memutarkan salah satu adegan dalam

Film Gie tentang kondisi menjelang

peristiwa G 30 S.

B. Kegiatan Inti

o Guru mendiskusikan cuplikan film

tentang gambaran kondisi Indonesia

pasca pemilu 1955.

o Guru menerangkan peta kekuatan

politik di Indonesia antara Sukarno-

PKI-Tentara

o Guru menceritakan tentang kondisi

ekonomi Indonesia pada tahun 1960-an

o Guru menceritakan tentang kronlogi

peristiwa G 30 S

o Guru memutarkan salah satu adegan

dalam film “Pemberontakan G 30S

PKI”

o Guru mempersilakan siswa untuk

berpendapat dan mengajukan

pertanyaan

C. Penutup

o Guru memberi penguatan terhadap

materi yang sudah dijelaskan

o Guru menyimpulkan materi

o Guru menyarankan siswa membaca

buku yang mendukung materi

o Guru memberikan penugasan pada

siswa

10 menit

10 menit

10 menit

10 menit

10 menit

20 menit

10 menit

10 menit

2. Pertemuan ke-2

Materi Kegiatan Pembelajaran Waktu

Beberapa

pendapat

tentag G

30 S dan

A. Pendahuluan

Apersepsi

o Guru mengulas secara ringkas materi

pertemuan minggu lalu

10 menit

Page 47: KKTM Pendidikan Tsabit

40

dampak

peristiwa

G 30 S

o Guru menyampaikan bahan yang

digunakan dalam materi

Motivasi

Guru memutarkan salah satu adegan dalam

film “Gie” tentang kondisi Indonesia pasca

G 30 S.

B. Kegiatan Inti

o Guru menerangkan beberapa teori dan

dampak peristiwa G 30 S

o Guru membagi siswa dalam beberapa

kelompok untuk mendiskusikan

masing-masing teori (lima kelompok)

o Tiap kelompok mempresentasikan hasil

diskusi dilanjutkan dengan diskusi

kelas

o Guru mengulas masing-masing teori

ditambah ulasan teori chaos

o Guru menceritakan tentang dampak

peristiwa G 30 S

C. Penutup

o Guru memberi penguatan terhadap

materi yang sudah dijelaskan

o Guru menyimpulkan materi

o Guru menyarankan siswa membaca

buku yang mendukung materi untuk

menambah pengetahuan siswa

o Guru memberikan penugasan untuk

mengulas film “Gie” dan menugaskan

siswa untuk membuat klipig dan

mengulasnya

15 menit

25 menit

25 menit

10 menit

10 menit

5 menit

E. Sumber dan Media Pembelajaran

1. Surat kabar

2. Film (Film G 30 S [produksi Perfini], Gie [prouksi Miles Production])

3. novel Para Priyayi I & II, kumpulan cerita Sri Sumarah (karya Umar

Kayam)

4. Lembar kerja siswa

5. Buku teks

6. Sekretariat Negara RI. 1994. G30S/PKI: Latar Belakang, Aksi dan

Penumpasannya. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia

7. Syamdani (ed). 2001. Kontroversi Sejarah di Indonesia. Jakarta: Gramedia

8. Adam, Asvi Warman. 2007. Seabad Kontroversi Sejarah. Yogyakarta:

Penerbit Ombak.

9. Sulistyo, Hermawan. 2001. Palu Arit Di Ladang Tebu. Jakarta: KPG.

Page 48: KKTM Pendidikan Tsabit

41

F. Penilaian Hasil Belajar

1. Teknik Penilaian

a. Tes tertulis

b. Tes unjuk kerja

2. Bentuk Penilaian

a. Tes formatif atau uraian

b. Makalah

Semarang, .....

Mengetahui,

Kepala Sekolah Guru Mapel

............................ ............................

Page 49: KKTM Pendidikan Tsabit

42

Lampiran 3

DAFTAR NAMA INFORMAN

Informan I

Nama : Drs. Sigit Mardjono

Usia : 45 tahun

Pekerjaan : Guru Sejarah di SMA Negeri 1 Banjarnegara

Posisi : Guru Kelas XII IPA dan IPS

Alamat : Kelurahan Kutabanjar, Kec. Banjarnegara, Kab. Banjarnegara

Informan II

Nama : Sri Utari, S.Pd.

Usia : 40 tahun

Pekerjaan : Guru Sejarah di SMA Negeri 1 Banjarnegara

Posisi : Guru Kelas XI IPA dan IPS

Alamat : Perumahan Gemuruh, Banjarnegara

Page 50: KKTM Pendidikan Tsabit

43

Lampiran 4

PEDOMAN WAWANCARA

Tempat : SMA Negeri 1 Banjarnegara

Waktu : Mei 2008

Informan : 1. Drs. Sigit Mardjono

2. Sri Utari, S.Pd.

1. Bagaimana pengembangan kurikulum sejarah di SMA N 1 Banjarnegara?

2. Bagaimana gambaran pembelajaran sejarah di SMA N 1 Banjarnegara?

3. Apa pendapat anda tentang pembelajaran materi Gerakan 30 September 1965

yang berkembang pada saat ini?

4. Bagaimana pengembangan silabus Gerakan 30 September 1965 di SMA N 1

Banjarnegara?

5. Bagaimana model-model yang diterapkan dalam mengajarkan materi Gerakan

30 September 1965 di SMA N 1 Banjarnegara?

6. Apa kendala-kendala dalam mengajarkan materi Gerakan 30 September 1965

di SMA N 1 Banjarnegara (aspek siswa, guru, ketersediaan media)?

7. Apa upaya yang telah dilakukan dalam mengajarkan materi Gerakan 30

September 1965 di SMA N 1 Banjarnegara?

8. Bagaimana keterlibatan dan peran lembaga keilmuan (MSI) dan MGMP

dalam proses pembelajaran materi Gerakan 30 September 1965 di SMA N 1

Banjarnegara?

9. Bagaimana keterlibatan dan peran LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga

Kependidikan) dalam proses pembelajaran materi Gerakan 30 September 1965

di SMA N 1 Banjarnegara?

10. Bagaimana keterlibatan peran pemerintah dalam proses pembelajaran materi

Gerakan 30 September 1965 di SMA N 1 Banjarnegara?