documentkk

81
TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Kelompok 6 mengucapkan terima kasih yang sebesar-besar nya kepada Dosen pembimbing tutorial skenario E blok 19, sehingga proses tutorial dapat berlangsung dengan baik. Tidak lupa kelompok 6 mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, yang telah memberi dukungan baik berupa materil dan moril yang tidak terhitung jumlah nya sehingga kelompok 6 dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario E blok 19. Ucapan terima kasih juga kepada teman-teman sejawat di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya atas semua semangat dan dukungannya, sehingga perjalanan blok per blok yang seharusnya sulit dapat dilewati dengan mudah. Kelompok 6 menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata mendekati sempurna.Oleh karena itu kelompok 6 mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan di penyusunan laporan berikutnya. Mudah-mudahan laporan ini dapat memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi kita semua. Palembang, 25 September 2013 1

Upload: muhammad-randi-akbar

Post on 09-Nov-2015

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

egwwagf

TRANSCRIPT

TAHUN 2013

KATA PENGANTAR

Kelompok 6 mengucapkan terima kasih yang sebesar-besar nya kepada Dosen pembimbing tutorial skenario E blok 19, sehingga proses tutorial dapat berlangsung dengan baik.

Tidak lupa kelompok 6 mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, yang telah memberi dukungan baik berupa materil dan moril yang tidak terhitung jumlah nya sehingga kelompok 6 dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario E blok 19.

Ucapan terima kasih juga kepada teman-teman sejawat di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya atas semua semangat dan dukungannya, sehingga perjalanan blok per blok yang seharusnya sulit dapat dilewati dengan mudah.

Kelompok 6 menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata mendekati sempurna.Oleh karena itu kelompok 6 mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan di penyusunan laporan berikutnya. Mudah-mudahan laporan ini dapat memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, 25 September 2013

Penyusun,

Kelompok 1DAFTAR ISI

Kata Pengantar

1Daftar Isi

2BAB I

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

3

BAB II

Pembahasan

2.1. Data Tutorial

4

2.2. Skenario Kasus

5

2.3. Paparan

I.Klarifikasi Istilah

7

II.Identifikasi masalah

8

III.Analisis Masalah

10IV.Learning Issues

46V.Kerangka Konsep 54BAB III Penutup

3.1. Kesimpulan

56DAFTAR PUSTAKA

57BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Blok sistem neurologi dan sistem indera merupakan blok 19 pada semester 5 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Penulis memaparkan kasus yang diberikan mengenai epilepsi pada anak akibat meningitis.Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu:

1. Sebagailaporantugaskelompoktutorialyangmerupakanbagiandarisistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.

3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario ini.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DataTutorial

Tutor

: Dra. Hj. Enny Kusumastuti Apt.M.KesModerator

: M. Arisma D.P

Sekretaris Papan: Dwi Juwanita

Sekretaris Meja

: Muhamad Mukhlis

Hari, Tanggal

: Senin, 23 September 2013

Peraturan

: 1. Alat komunikasi di nonaktifkan

2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat

3. Dilarang makan dan minum

2.2 SKENARIO E BLOK 19

Seorang anak laki-laki , usia 3 tahun , berat badan 13 kg, dibawa ke RS dengan keluhan kejang . Dari catatan rekam medis didapatkan penderita masih sering mengalami serangan kejang saat datang ke RS. Setelah diberikan diazepam per rektal dua kali dan intravena satu kali kejang juga belum teratasi. Kejang berhenti setelah diberikan drip fenitoin. Kejang tidak didahului atau disertai demam. Pasca kejang anak tidak sadar.

Setelah delapan jam perawatan di rumah sakit, kesadaran penderita mulai membaik, namun masih malas bicara serta tatapan saringkali kosong.

Dari anamnesis dengan ibu penderita, sekitar dua puluh menit sebelum masuk rumah sakit penderita mengalami bangkitan dimana dimana seluruh tubuh penderita tegang, mata mendelik keatas, kemudian dilanjutkan kelojotan seluruh tubuh. Bangkitan ini berlangsung kurang dari 5 menit. Setelahnya penderita tidak sadar. penderita kemudian dibawa ke RS . sekitar 10 menit setelah bangkitan pertama saat masih dalam perjalanaan rumah sakit , bangkitan serupa berulang sampai penderita tiba di rumah sakit. Jarak antara rumah dan rumah sakit lebih kurang 10 kilometer. Setelah mendapat obat kejang seperti yang telah disebutkan diatas, kejang berhenti. Pasca kejang penderita masih tidak sadar. Sekitar 3 jam di RS penderrita mulai sadar. Orang tua memperhatikan lengan dan tungkai sebelah kanan Nampak lemah dan penderita sering tersedak.

Riwayat Penyakit Sebelumnya :

Saat berusia Sembilan bulan , penderita mengalami kejang dan demam tinggi. Dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal dan penderita didiagnosis mengalami meningitis. Penderita dirawat di RS selama lima belas hari.

Pada usia satu tahun penderita mengalami kejang yang tidak disertai demam sebanyak dua kali. Pada usia delapan belas bulan penderita kembali negalami kejang yang disertai demam tidak tinggi. Penderita berobat ke dokter dan diberi obat asam valproat. Setelah enam bulan berobat , orang tua menghentikan pengobatan karena penderita tidak pernah kejang. Penderita sudah bisa bicara lancer, sudah bisa memakai baju sendiri dan mengendarai seeped roda tiga.

Pemeriksaan Fisik :

Anak Nampak sadar, suhu 37C , TD: 90/45 mmHG(normal untuk usia), nadi 100 x /menit, laju napas 30 x/menit.

Pemeriksaan Neurologis :

Mulut penderita mengot kesebelah kiri. Lipatan dahi masih nampak dan kedua kelopak mata dapat menutup penuh saat dipejamkan. Saat penderita diminta mengeluarkan lidah terjadi deviasi ke kanan dan disertai tremor lidah. Pergerakan lengan dan tungkai kanan Nampak terbatas dan kekuatannya lebih lemah dibanding sebelah kiri. Lengan dan tungkai kanan dapat sedikit diangkat, namun sama sekali tidak dapat melawan tahanan . lengan dan tungkai kiri dapat melawan tahanan kuat sewajar usianya. Tonus otot dan refleks fisiologi lengan dan tungkai kanan meningkat, serta ditemukan refleks babinski di kaki sebelah kanan.

2.3 PaparanI. Klarifikasi Istilah

1. Kejang : suatu kondisi dimana otot tubh berkontraksi dan relaksasi secara cepat dan berulang oleh karena abnormalitas sementara dari aktivitas elektrik di otak dapat karena kelainan intra kranial, ekstra kranial atau metabolic.

2. Diazepam : benzodiazpin yang digunakan sebagai agen antiansietas, sedative, agen antipanik, agen antitremor, relaksan otot rangka, antikonvulsan, dan dalam penatalaksanaan gejala-gejala akibat penghentian pemakaian alcohol.

3. Fenitoin : antikonvulsan yang digunakan untuk mengatasi berbagai bentuk epilepsy dan kejang akiba bedah saraf.

4. Bangkitan : Episode awal timbulnya kejang.

5. Kelojotan : kontraksi otot atau sekelompok otot yang seperti kejang.

6. Meningitis : Radang pada membrane pelindung yang menyelubungi otak dan sumsum tulang belakang, yang secara kesatuan disebut mningen.

7. Cairan serebrospinal : Cairan yang terkandug dalam ventrikel otak, ruang sebarachnoid, dan canalis centralis medulla spinalis.

8. Asam valproate : garam dari asam valproate; garam yang natriumnya memiliki kegunaan yang sama dengan asamnya.

9. Tremor : gemetar atau menggigil yang involunter.

10. Tonus otot : kontraksi otot yang ringan dan terus menerus, yang pada otot-otot rangka membantu dalam pempertahankan postur dan pengembalian darah ke jantung.

11. Refleks fisiologi :

12. Refleks Babinski : Dorsofleksi ibu jari kaki pada perangsangan telapak kaki.

II. Identifikasi Masalah

1. Seorang anak laki-laki, usia 3 tahun, bb 13 kg dibawa ke rs dengan keluhan kejang.

2. Dari catatan dari rekam medis didapatkan penderita masih sering mengalami serangan kejang saat datang ke rs. Setelah diberi diazepam per rektal 2 kali dan intravena sekali kejang juga belum teratasi. Kejang berhenti setelah diberikan drip fenition. Kejang tidak didahului atau disertai demam. Pascakejang anak tidak sadar.

3. Setelah delapan jamperawatan di rs, kesadaran penderita mulai membaik, namun masih malas bicara dan tatapan seringkali kosong.

4. Dari anamnesis dengan ibu, sekitar 20 menit sebelum masuk RS penderita mengalami bangkitan dimana seluruh tubuh penderita tegang, mata mendelik ke atas, kemudian dilanjutkan kelojotan seluruh tubuh. Sekitar 10 menit setelah bangkitan pertama saat masih dalam perjalanan ke rumah sakit, bangkitan serupa berulang sampai penderita sampai di rumah sakit.

5. Sekitar 3 jam di RS, penderita mulai sadar. Orang tua memperhatikan lengan dan tungkai sebelah kanan lemah dan penderita sering tersedak.

6. Saat berusia 9 bulan, penderita mengalami kejang dengan demam tinggi. Dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal dan penderita didiagnosis menderita meningitis. Penderita dirawat di RS selama 15 hari.

7. Pada usia 1 tahun penderita mengalami kejang yang disertai demam sebanyak 2 kali.

8. Pada usia 18 bulan penderita kembali mengalami kejang yang disertai demam tidak tnggi. Penderita berobat ke dokter dan diberi asam valproate.

9. Pemeriksaan fisik:

10. Anak Nampak sadar, suhu 37oc, TD : 90/45 mmHg (normal untuk usia), nadi 100x/menit, laju nafas 30 x/menit.

11. Pemeriksaan neurologis :

12. Mulut penderita mengot ke sebelah kiri. Lipatan dahi masih dampak dan kedua kelopak mata dapat menutup penuh saat dipejamkan. Saat penderita diminta mengeluarkan lidah terjadi deviasike kanan dan disertai tremor lidah. Pergerakan lengan dan tungkai tampak terbatas dan kekuatannya lebih lemah disbanding sebelah kiri. Lengan dan tungkai kiri dapat melawan tahanan kuat sewajar usianya. Tonus otot dan refleks fisiologi lengan dan tungkai kanan meningkat, serta ditemukan refleks Babinski di kaki sebelah kanan.

III. Analisis Masalah

1. Seorang anak laki-laki, usia 3 tahun, bb 13 kg dibawa ke rs dengan keluhan kejang

a) Hubungan usia, bb, dan jenis kelamin pada kasus ini ?

Jawab :

Diperkirakan bahwa 10% orang akan mengalami paling sedikit satu kali kejang selama hidup mereka dan sekitar 0,3% sampai 0,5% akan didiagnosis mengidap epilepsy (didasarkan pada kriteria kejang spontan/ tanpa pemicu). Laporan-laporan spesifik jenis kelamin mengisyaratkan angka yang sedikit lebih besar pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Insidensi berdasarkan usia memperlihatkan pola konsisten berupa angka paling tinggi pada tahun pertama kehidupan, penurunan pesat menuju usia remaja, dan pendataran secara bertahap selama usia pertengahan untuk kembali memuncak pada usia setelah 60 tahun. Lebih dari 76% pasien dengan epilepsy mengalami kejang pertama sebelum usia 20 tahun; apabila kejang pertama terjadi setelah usia 20 tahun, maka gangguan kejang tersebut biasanya sekunder.

b) Apa saja Klasifikasi kejang ?

Jawab :

Klasifikasi International League Against Epilepsy of Epileptic Seizure (ILAE) 1981:

1. Kejang parsial (fokal,lokal)

Kejang fokal sederhana

Kejang parsial kompleks

Kejang parsial yang menjadi umum

2. Kejang umum

Absens

Mioklonik

Klonik

Tonik

Tonik-klonik

Atonik

3. Tidak dapat diklasifikasic) Apa saja etiologi kejang ?

Jawab :

Penyebab tersering kejang pada anak :

Infeksi : meningitis, ensefalitis

Ganguan metabolik : hipoglikemia, hiponatremia, hipoksemia, hipokalsemia, gangguan elektrolit, defisiensi piridoksin, gagal ginjal, gagal hati, gangguan metabolik bawaan.

Trauma kepala

Keracunan : alkohol, teofilin

Penghentian obat anti epilepsy

Lain lain : enselopati hipertensi, tumor otak, perdarahan cranial, idiopatik.

d) Bagaimana mekanisme kejang ?

Jawab :

1. Gangguan pada membran sel neuron

Potensial sel membran neuron bergantung pada permeabilitas sel tersebut terhadap ion natrium dan kalium. Membran neuron permeabel sekali terhadap ion kalium dan kurang permeabel terhadap ion natrium, sehingga didapatkan konsentrasi ion kalium yang tinggi dan konsentrasi ion natrium yang rendah di dalam sel pada keadaan normal. Bila keseimbangan terganggu, sifat semipermeabel berubah, sehingga ion natrium dan kalium dapat berdifusi melalui membran dan mengakibatkan perubahan kadar ion dan perubahan kadar potensial yang menyertainya. Semua konvulsi, apapun pencetus atau penyebabnya, disertai berkurangnya ion kalium dan meningkatnya konsentrasi ion natrium di dalam sel.2. Gangguan pada mekanisme inhibisi presinap dan pascasinap

Transmiter eksitasi (asetilkolin, asam glutamat) mengakibatkan depolarisasi, zat transmiter inhibisi (GABA, glisin) menyebabkan hiperpolarisasi neuron penerimanya. Pada keadaan normal didapatkan keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi. Gangguan keseimbangan ini dapat mengakibatkan terjadinya bangkitan kejang. Gangguan sintesis GABA menyebabkan eksitasi lebih unggul dan dapat menimbulkan bangkitan epilepsi

3. Sel Glia

Sel glia diduga berfungsi untuk mengatur ion kalium ekstrasel disekitar neuron dan terminal presinap. Pada keadaan cedera, fungsi glia yang mengatur konsentrasi ion kalium ekstrasel dapat terganggu dan mengakibatkan meningkatnya eksitabilitas sel neuron disekitarnya. Rasio yang tinggi antara kadar ion kalium ekstrasel dibanding intrasel dapat mendepolarisasi membran neuron. Astroglia berfungsi membuang ion kalium yang berlebihan sewaktu aktifnya sel neuron.

Bila sekelompok sel neuron tercetus maka didapatkan 3 kemungkinan :

1. Aktivitas ini tidak menjalar ke sekitarnya melainkan terlokalisasi pada kelompok neuron tersebut, kemudian berhenti

2. Aktivitas menjalar sampai jarak tertentu, tetapi tidak melibatkan seluruh otak kemudian menjumpai tahanan dan berhenti

3. Aktivitas menjalar ke seluruh otak kemudian berhenti

Pada keadaan 1 dan 2 didapatkan bangkitan epilepsi parsial, sedangkan pada keadaan 3 didapatkan kejang umum. Jenis bangkitan epilepsi bergantung kepada letak serta fungsi sel neuron yang berlepas muatan listrik berlebih serta penjalarannya. Kontraksi otot somatik terjadi bila lepas muatan melibatkan daerah motor di lobus frontalis. Gangguan sensori akan terjadi bila struktur di lobus parietalis dan oksipitalis terlibat. Kesadaran menghilang bila lepas muatan melibatkan batang otak dan talamus. Sel neuron di serebelum, di bagian bawah batang otak dan di medula spinalis tidak mampu mencetuskan bangkitan epilepsi.

Saat terjadi bangkitan kejang, aktivitas pemompaan natrium bertambah, dengan demikian kebutuhan akan senyawa ATP bertambah, dengan kata lain kebutuhan oksigen dan glukosa meningkat, maka peningkatan kebutuhan ini masih dapat dipenuhi. Namun bila kejang berlangsung lama, ada kemungkinan kebutuhan akan oksigen dan glukosa tidak terpenuhi, sehingga sel neuron dapat rusak atau mati.

Mekanisme dasar kejang adalah peningkatan aktifitas listrik yang berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel neuron lain secara bersama-sama melepaskan muatan listriknya. Hal ini disebabkan oleh :

1. kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk melepaskan arus listrik yang berlebihan

2. berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter asam gama amino butirat3. meningkatnya eksitasi sinaptik oleh transmitter asam glutamat dan aspartat melalui jalur eksitasi yang berulang. Status epileptikus terjadi karena proses eksitasi yang berlebihan berlangsung terus menerus, di samping akibat inhibisi yang tidak sempurna.2. Dari catatan dari rekam medis didapatkan penderita masih sering mengalami serangan kejang saat datang ke rs. Setelah diberi diazepam per rektal 2 kali dan intravena sekali kejang juga belum teratasi. Kejang berhenti setelah diberikan drip fenition. Kejang tidak didahului atau disertai demam. Pascakejang anak tidak sadar.

a) Bagaimana farmakologi dari diazepam ?

Jawab :

DIAZEPAM

Diazepam adalah turunan dari benzodiazepine dengan rumus molekul 7-kloro-1,3-dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on.

Diazepam diberikan intravena atau per rectal sangat efektif untuk mengehentikan aktivitas kejang kontinu,terutama status epileptikus umum tonik klonik.Obat ini terkadang diberikan per oral untuk terapi jangka panjang,walaupun penggunaan melalui cara ini dianggap tidak begitu efektif,mungkin akibat cepat terjadinya toleransi. Bentuk gel rectal tersedia untuk pasien-pasien yang refrakter yang membutuhkan kontrol serangan kejang akut.

Diazepam bekerja pada sinaps GABA A ,dan sebagian kerjanya dalam mengurangi spastisitas setidaknya diperantarai di medula spinals karena obat ini sangat efektif pada pasien yang mengalami transeksi medulla spinalis.Walaupun diazepam dapat digunakan pada pasien yang menderita spasme otot hampir untuk sebab apapun(termasuk trauma otot setempat),diazepam menghasilkan sedasi pada dosis yang diperlukan untuk menurunkan tonus otot.

MEKANISME KERJA (FARMAKODINAMIK)Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan neuron GABA. Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin akan bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanya interaksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan ini kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, akan terjadi peningkatan frekuensi terbukanya kanal ion klorida,sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang berkurang.

Katzung : Benzodiazepin berikatan dengan komponen molecular reseptor GABA A di membrane neuron sistem saraf pusat.Reseptor ini,yang berfungsi sebagai kanal ion klorida.Benzodiazepin memperkuat inhibisi GABAergik pada semua tingkat neuroaksis,termasuk medulla spinalis,hipotalamus,hipokampus,substansia nigra dan korteks serebri.Benzodiazepim tampaknya meningkatkan efisiensi inhibisi sinaptik GABAergik.Benzodiazepin tidak menggantikan GABA,tetapi meningkatkan efek GABA secara alosteris tanpa secara langsung mengaktifkan reseptor GABA atau membuka kanal klorida yang terkait.Penguatan konduktansi ion klorida yang dipicu interaksi benzodiazepine dengan GABA menyebabkan peningkatan frekuensi kejadian terbukanya kanal ion klorida.

FARMAKOKINETIK

Secara umum obat ini diabsorbsi baik,terdistribusi secara luas, sangat dimetabolisisasi, menghasilkan banyak metabolit aktif. Diazepam terdistribusi secara cepat dan luas ke dalam jaringan,dengan volume distribusi antara 1L/kg dan 3L/kg.Onset kerjanya sangat cepat. Waktu paruhnya sekitar 20-80jam.

INDIKASIDiazepam digunakan untuk mengatasi gejala yang timbul seperti gelisah yang berlebihan, keluhan gemetar . diazepam,juga dapat digunakan untuk kejang otot, serta sebagai obat penenang dan dapat juga dikombinasikan dengan obat lain.

KONTRA INDIKASI

Hipersensitivitas

Pasien koma

Depresi SSP yang sudah ada sebelumnya

Nyeri berat tak terkendali

Glaukoma sudut sempit

Kehamilan atau laktasi

Diketahui intoleran terhadap alkohol atau glikol propilena (hanya injeksi)

EFEK SAMPINGEfek samping yang sering terjadi, seperti : pusing, mengantuk

Efek samping yang jarang terjadi, seperti : Depresi, Impaired Cognition

Efek samping yang jarang sekali terjadi,seperti : reaksi alergi, amnesia, anemia, angioedema, behavioral disorders, blood dyscrasias, blurred vision, kehilangan keseimbangan, constipation, coordination changes, diarrhea, disease of liver, drug dependence, dysuria, extrapyramidal disease, false Sense of well-being, fatigue, general weakness, headache disorder, hypotension, Increased bronchial secretions, leukopenia, libido changes, muscle spasm, muscle weakness, nausea, neutropenia disorder, polydipsia, pruritus of skin, seizure disorder, sialorrhea, skin rash, sleep automatism, tachyarrhythmia, trombositopenia, tremors, visual changes, vomiting, xerostomia.

b) Apakah kejang pada penderita sudah termasuk dalam kriteria Status Epileptikus ?

Jawab :

Pada kasus ini termasuk criteria status epileptikus

status epileptikus didefinisikan sebagai keadaan aktivitas kejang yang kontinu atau intermitten yang berlangsung selama 20 menit atau lebih saat pasien kehilangan kesadaran.

pada pasien ini, kejang total berlangsung selama 10 menit dengan awitan 2 kali, hal tersebut masuk ke dalam ststus epileptikus dikarenakan adanya kejang berulang yang berlangsung selama 20 menit sampai diberikan obat dan berhenti total dan interictal tidak sadarc) Bagaimana farmakologi dari drip fenitoin ?

Jawab :

FarmakologiFenitoin menghambat zat - zat yang bersifat antiaritmia. Walaupun obat ini memiliki efek yang kecil terhadap perangsangan elektrik pada otot jantung, tetapi dapat menurunkan kekuatan kontraksi, menekan pacemaker action, meningkatkan konduksi antrioventrikular, terutama setelah ditekan oleh glikosida digitalis. Obat ini dapat menimbulkan hipotensi jika diberikan secara intravena. Fenitoin memiliki aktivitas hipnotik yang kecil. (AHFS p.2132).Stabilitas Penyimpanan Sediaan fenitoin tablet dan suspensi oral harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat pada temperatur ruang tidak lebih dari 30C. Sediaan fenitoin lepas lambat harus terhindar dari cahaya dan kelembaban. Sediaan fenitoin suspensi oral tidak boleh dibekukan dan terhindar dari cahaya. Fenitoin injeksi harus disimpan pada suhu 15 - 30C dan tidak boleh dibekukan. Endapan dapat timbul jika injeksi fenitoin didinginkan atau dibekukan, tetapi dapat melarut kembali pada temperatur kamar. Injeksi fenitoin tidak boleh digunakan jika larutan tidak jernih atau terdapat endapan, tetapi larutan injeksi fenitoin kadang berwarna sedikit kekuningan yang tidak mempengaruhi efektivitas obat. Endapan dari fenitoin bebas timbul pada pH 1 jam )

Meningkatnya kecepatan denyut jantungMenurunya tekananan darah Hipotensi disertai berkurangnya aliran darah serebrum sehingga terjadi hipotensi serebrum

Meningkatnya tekanan darahMenurunnya gula darahGangguan sawar darah-otak yang menyebabkan edema serebrum

Meningkatnya kadar glukosaDisritmia

Meningkatnya suhu pusat tubuhEdema paru nonjatung

Meningkatnya sel darah putih

5. Sekitar 3 jam di RS, penderita mulai sadar. Orang tua memperhatikan lengan dan tungkai sebelah kanan lemah dan penderita sering tersedak

a. Mengapa penderita tidak sadar pasca kejang ? dan adakah perbedaan antara tidak sadar pasca kejang setelah diberi obat dan sebelum diberi obat ?

Jawab :

b. Bagaimana mekanisme tungkai dan lengan tampak lemah dan penderita sering tersedak ?

Jawab :

Tungkai dan lengan tampak lemah:

Ada 2 sistem utama lintasan motoris yang digolongkan sebagai sistem piramidalis dan ekstrapramidalis. Traktus piramidalis (traktus kortikospinalis lateralis dan ventralis)merupakan bagian bagian yg serabutnya menyatu dalam MO membentuk piramis,sehingga dnamakan traktus piramidalis.Lintasan motorik desenden umumnya melibatkan 2 neuron utama,yaitu UMN dan LMN. UMN mempunyai badan sel dalam korteks motorik serebri atau daerah subkortikal otak dan batang otak,dan serabut serabutnya menghantarkan impuls dari otak(traktus kortikobulbaris). UMN seluruhnya terletak dalam SSP sedangkan LMN dimulai dari SSP dan mengirimkan serabutnya untuk mempersarafi otot otot.jadi LMN merupakan bagian dari sistem saraf perifer.

Traktus kortikospinalis ventralis dan lateralis merupakan traktus motorik voluntary utama pada MS. Traktus ini berperan dalam proses pengaturan gerakan tangkas ekstremitas.UMN traktus kortikospinalis berasal dari area 4 korteks motorik primer, area 6 korteks premotorik dan berbagai bagian lobus paretalis. Apabila terjadi lesi pada traktus kortikospinalis akan menyebabkan kehilangan kemampuan melakukan gerakan-gerakan tangkas voluntary,terutama segmen distal ekstremitas.

Tersedak:

gangguan keseimbangan membrane sel neuron ( difusi Na dan K berlebih( depolarisasi membrane dan lepas muatan listrik berlebih ( kejang( kesadaran menurun ( reflek menelan menurun ( sering tersedak

akibat gangguan pada N IX6. Saat berusia 9 bulan, penderita mengalami kejang dengan demam tinggi. Dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal dan penderita didiagnosis menderita meningitis. Penderita dirawat di RS selama 15 hari

a. Bagaimana mekanisme kejang yang didahului demam tinggi ?

Jawab :

Infeksi bakteri akan menyebabkan terjadinya rangsangan eksogen seperti eksotoksin dan endotoksin yang akan menginduksi leukosit untuk mengeluarkan pirogen endogen diantaranya IL-1, TNF a, IL-6 dan IFN. Pirogen endogen ini akan bekerja pada sistem saraf pusat pada tingkat Organum Vasculosum Laminae Terminalis (OVLT) yang dikelilingi oleh bagian medial dan lateral nucleus preoptik,hipotalamus anterior,dan septum palusolum.Sebagai respon terhadap sitokin tersebut maka pada OVLT terjadi sintesis prostaglandin,terutama prostaglandin E2 melalui metabolism asam arakidonat jalur siklooksigenase 2 (COX 2) dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh(demam).

Pada keadan demam dengan kenaikan suhu 1 C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10% 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.

Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran sel neuron, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas mutan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel dengan bantuan neurotransmiter yang akan mengakibatkan kejangHubungan antara demam dan kejang belum diketahui secara pasti, diperkirakan bahwa pada keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh.dengan demikian reaksi-reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen akan lebih cepat habis,terjadilah keadaan hipoksia. Transport aktif yang memerlukan ATP terganggu,sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat yang akan menyebabkan potensial membran cenderung turun atau kepekaan sel saraf meningkat.

Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut :

1)demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum matang/imatur

2)timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan gangguan permeabilitas membran sel

3)metabolisme basal meningkat,sehingga terjadi timbunan asam laktat dan CO2 yang akan merusak neuron

4)demam meningkatkan cerebral blood flow serta meningkatkan kebutuhan oksigen dan glukosa,sehingga menyebabkan gangguan pengaliran ion ion keluar masuk sel

b. Bagaimana cara pemeriksaan cairan serebrospinal ?

Jawab :

Pengambilann cairan serebrospinal dapat dilakukan dengan cara Lumbal Punksi, Sisternal Punksi atau Lateral Cervical Punksi. Lumbal Punksi merupakan prosedure neuro diagnostik yang paling sering dilakukan, sedangkan sisternal punksi dan lateral hanya dilakukan oleh orang yang benar-benar ahli.

Indikasi Lumbal Punksi:

1. Untuk mengetahui tekanan dan mengambil sampel untuk pemeriksan sel,

kimia dan bakteriologi

2. Untukmembantu pengobatan melalui spinal, pemberian antibiotika, anti tumor

dan spinal anastesi

3. Untuk membantu diagnosa dengan penyuntikan udara pada

pneumoencephalografi, dan zat kontras pada myelografi

Kontra Indikasi Lumbal Punski:

1. Adanya peninggian tekanan intra kranial dengan tanda-tanda nyeri kepala,

muntah dan papil edema

2. Penyakit kardiopulmonal yang berat

3. Ada infeksi lokal pada tempat Lumbal Punksi

Persiapan Lumbal Punksi:

1. Periksa gula darah 15-30 menit sebelum dilakukan LP

2. Jelaskan prosedur pemeriksaan, bila perlu diminta persetujuan

pasen/keluarga terutama pada LP dengan resiko tinggiTeknik Lumbal Punksi:

1. Pasien diletakkan pada pinggir tempat tidur, dalam posisi lateral decubitus dengan leher, punggung, pinggul dan tumit lemas. Boleh diberikan bantal tipis dibawah kepala atau lutut.

2. Tempat melakukan pungsi adalah pada kolumna vetebralis setinggi L 3-4, yaitu setinggi crista iliaca. Bila tidak berhasil dapat dicoba lagi intervertebrale ke atas atau ke bawah. Pada bayi dan anak setinggi intervertebrale L4-5

3. Bersihkan dengan yodium dan alkohol daerah yang akan dipungsi

4. Dapat diberikan anasthesi lokal lidocain HCL

5. Gunakan sarung tangan steril dan lakukan punksi, masukkan jarum tegak lurus dengan ujung jarum yang mirip menghadap ke atas. Bila telah dirasakan menembus jaringan meningen penusukan dihentikan, kemudian jarum diputar dengan bagian pinggir yang miring menghadap ke kepala.

6. Cairan spinal tersebut dibiarkan naik pada pipa kaca sampai setinggi-tingginya. Jika nilainya naik sampai setinggi 136 mm di atas tingkat jarum tersebut, tekanannya dikatakan 136 mm air atau, dibagi dengan 13,6 yang merupakan berat jenis air raksa, kira-kira 10 mmHg.7. Dilakukan pemeriksaan tekanan dengan manometer dan test Queckenstedt bila diperlukan. Kemudian ambil sampel untuk pemeriksaan jumlah dan jenis sel, kadar gula, protein, kultur baktri dan sebagainya. normal volume anak 80-120 ml.ParameterNilai normal

Jumlah selWBC count/LPreterm: 0-25 (PMN 57%)

Aterm 0-30 hari: 7,3 13,9 (0-130) PMN 61-84%

Anak: 0-7 (PMN 5%)

GlukosaPreterm 24-63 mg/dL (1,3-3,5 mmol/L)

Term 51,2 12,9 mg/dL

Anak 40-80 mg/dL (2,2-4,4 mmol/L)

PerbandinganCSF GlucoseBlood GlucosePreterm 55-105%

Term 44-128%

Anak 50%

Lactic Acid Dehidrogenase5-30 U/L (sekitar 10% kadar serum)

Myelin Basic Protein menimbulkan fenomena kelelahan neuron

Lengan & tungkai kanan lemah

Mengot ke sebelah kiri

Kejang berulang tanpa kesadaran

Kehilangan kesadaran

Status Epileptikus

54