kk (dm) 2015

22
BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG Dokter keluarga adalah dokter yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat personal, primer, lengkap dan berkelanjutan kepada pasiennya yang dihubungkandengan keluarga pasien, komunitas pasien dan lingkungan pasien. Menurut IDI (Ikatan Dokter Indonesia), dokter keluarga adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif, tetapi bila perlu aktif mengunjungi penderita atau keluarganya. Pelayanan dokter diselenggarakan secara holistik, komprehensif, kontinu, dan integratif dengan mengutamakan pencegahan, menimbang peran keluarga dan lingkungan serta pekerjaannya.(Azwar, 1997) Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikmia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. World Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Juni 2015 1

Upload: eithelangel

Post on 10-Nov-2015

18 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Laporan DM Dan Hipertensi Dokter Keluarga[1]ChiieOChiie

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

I. 1 LATAR BELAKANG

Dokter keluarga adalah dokter yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat personal, primer, lengkap dan berkelanjutan kepada pasiennya yang dihubungkandengan keluarga pasien, komunitas pasien dan lingkungan pasien. Menurut IDI (Ikatan Dokter Indonesia), dokter keluarga adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif, tetapi bila perlu aktif mengunjungi penderita atau keluarganya. Pelayanan dokter diselenggarakan secara holistik, komprehensif, kontinu, dan integratif dengan mengutamakan pencegahan, menimbang peran keluarga dan lingkungan serta pekerjaannya.(Azwar, 1997)

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikmia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. World Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.(Sudoyo, 2006)

Menurut Dedi Irawan dalam tesisnya, Amerika Serikat merupakan salah satu negara maju yang mengalami peningkatan prevalensi diabetes melitus yang sangat signifikan. Menurut beberapa penelitian prospektif yang dilakukan di Amerika Serikat seperti National Health and Nutrition Survey (NHANES) II tahun 1976 sampai 1980 mendapatkan bahwa prevalensi diabetes melitus baik yang terdiagnosis maupun yang tidak terdiagnosis adalah sebesar 8,9%, tetapi pada NHANES III (1988 1994) meningkat menjadi sekitar 12,3% pada kelompok umur 40 sampai 74 tahun. Secara keseluruhan prevalensi diabetes melitus di Amerika Serikat pada penduduk berusia 20 tahun keatas adalah sebesar 6,6%. Prevalensi diabetes melitus tertinggi ditemukan pada orang Meksiko Amerika yaitu sebesar 20%, atau 1,5 kali lebih banyak menderita diabetes dibanding dengan orang kulit putih pada kelompok umur yang sama. Peningkatan prevalensi diabetes melitus tidak hanya terjadi pada negaranegara maju seperti Amerika Serikat, bahkan juga terjadi pada negara-negara berkembang. Pada tahun 2000 jumlah penderita diabetes melitus di India sekitar 31,7 juta orang. Di Cina sekitar 26 juta penduduknya menderita diabetes melitus pada tahun 2001. Asia Tenggara dimana sebagian besar negaranya merupakan negara berkembang diperkirakan pada tahun 2025 sekitar 15% sampai 20% penduduknya akan menderita toleransi glukosa terganggu (TGT) ataupun diabetes melitus (Goldstein, Muller, 2008; WHO, 2005 dalam Irawan 2010).

Menurut laporan WHO, Indonesia menempati urutan ke empat terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk sedangkan posisi urutan diatasnya yaitu India, China dan Amerika Serikat. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Foundation (IDF) pada tahun 2009 memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7 juta pada tahun 2009 menjadi 12 juta pada tahun 2030. Dari laporan tersebut, menunjukkan peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030. Hasil penelitian pada rentan tahun 1980-2000 menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh, pada penelitian di Jakarta (daerah urban), prevalensi DM dari 1,7% pada tahun 1982 naik menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan meroket lagi menjadi 12,8% pada tahun 2001. (PERKENI, 2011)

Penulis memilih kunjungan kasus kedokteran keluarga terhadap diabetes melitus karena setiap tahunnya terdapat 3,4 juta penduduk dunia meninggal akibat komplikasi diabetes melitus. Komplikasi yang akan terjadi apabila diabetes melitus tidak ditangani adalah seperti penyakit ketoasidosis diabetik, retinopati diabetik, nefropati diabetik, neuropati diabetik, aterosklerosis, koma diabetikum. Komplikasi penyakit tersebut berakibat fatal. Pengendalian penyakit tersebut lebih diprioritaskan pada pencegahan dini melalui upaya pencegahan faktor resiko oleh edukator dan kader kesehatan dimasyarakat.

Alasan dilakukan kunjungan keluarga terhadap pasien Tn.S karena pasien menderita diabetes mellitus tidak terkendali dan merasa malas berobat dan minum obat secara teratur dalam 1 tahun terakhir. Dimana hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 16 April 2015 menunjukkan hasil gula darap puasa 213 mg/dL ; gula darah 2 jam post prandial 334 mg/dL. Apabila pasien ini tidak dikunjungi, dapat meningkatkan resiko terjadinya komplikasi seperti yang telah disebutkan diatas. I. 2 PERNYATAAN MASALAH

Tn.S dengan Diabetes Mellitus tidak terkendali.

I. 3 PERTANYAAN MASALAH

Apa yang menjadi faktor resiko penyakit Diabetes Mellitus pasien ?

Faktor internal dan eksternal apa saja yang menyebabkan penyakit diabetes mellitus pasien tidak terkendali ? Bagaimana alternatif jalan keluar untuk mengendalikan penyakit diabetes mellitus pasien ?I. 4 TUJUAN

I. 4. 1 TUJUAN UMUM

Terkendalinya kadar gula darah Tn.S sehingga dapat meminimalkan komplikasi

agar mencapai kualitas hidup yang optimal.

I. 4. 2 TUJUAN KHUSUS

Diketahuinya faktor risiko penyakit diabetes mellitus pasien. Diketahuinya faktor internal dan eksternal yang menyebabkan penyakit diabetes mellitus pasien tidak terkendali. Diketahuinya alternatif jalan keluar untuk mengendalikan penyakit diabetes mellitus pasien.BAB IIKERANGKA TEORI

II. 1 DEFINISI DIABETES MELLITUS

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. (PERKENI, 2011)II. 2 FAKTOR - FAKTOR RESIKO DIABETES MELLITUS

Umur Jenis kelamin Faktor genetikKonsumsi alkohol

Stress

DIABETES MELLITUS

Kebiasaan merokokObesitas

Konsumsi serat(buah&sayur)

Kurang aktivitas fisik Pekerjaan

Gambar 1. Kerangka Teori1. Umur

Peningkatan kejadian diabetes melitus sangat erat kaitannya dengan peningkatan usia karena lebih dari 50% diabetes melitus tipe 2 terjadi pada kelompok umur lebih dari 60 tahun (Goldstein, Muller, 2008). Menurut PERKENI batasan umur yang berisiko terhadap diabetes melitus tipe II di Indonesia adalah 45 tahun keatas (PERKENI, 2006). Pengaruh penuaan terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2 terjadi karena adanya perubahan pada sel beta pankreas yang menyebabkan perubahan sekresi insulin karena berhubungan dengan perubahan metabolisme glukosa pada usia tua (Rohmah W, 2002 dalam Rumiyati, 2008). Dengan adanya perubahan metabolisme glukosa tersebut, maka menurut Sukardji, kebutuhan kalori pada usia 40-59 tahun harus dikurangi 5%, sedangkan antara 60-69 tahun dikurangi 10% dan diatas 70 tahun dikurangi 20% (Sukardji, 2009). 2. Jenis Kelamin

Jika dilihat dari faktor resiko, wanita lebih berisiko mengidap diabetes mellitus karena memiliki peluang peningkatan indeks massa tubuh lebih besar. Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca-menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita diabetes melitus tipe II. Selain itu pada wanita yang sedang hamil terjadi ketidakseimbangan hormonal, progesteron tinggi, sehingga meningkatkan sisetem kerja tubuh untuk merangsang

sel-sel berkembang (termasuk pada janin), tubuh akan memberikan sinyal lapar dan pada puncaknya menyebabkan sistem metabolisme tubuh tidak bisa menerima langsung asupan kalori dan menggunakannya secara total sehingga terjadi peningkatan kadar gula darah saat kehamilan (Damayanti dalam Irawan, 2010).

Analisis data Riskesdes 2007 yang dilakukan oleh Irawan mendapatkan bahwa perempuan lebih beresiko untuk menderita DM tipe II dibandingkan laki - laki (Irawan, 2010). Sementara itu, penelitian oleh Ftmawati memberikan hasil yang berbeda. Jenis kelamin tidak berhubungan dengan kejadian Diabetes Mellitus tipe II (Fatmawati, 2010).3. Faktor genetik

Faktor genetik sangat mempengaruhi terjadinya penyakit diabetes mellitus tipe II. Bila terjadi mutasi gen, menyebabkan kekacauan metabolisme yang berujung pada timbulnya DM tipe II. Resiko seorang anak mendapat DM tipe II adalah 15% bila salah satu orang tuanya menderita DM. Jika kedua orang tua menderita DM maka risiko untuk menderita DM sebesar 75%. Orang yang memiliki ibu dengan DM memiliki risiko 10 - 30% lebih besar dari pada orang yang memiliki ayah dengan DM. Hal ini dikarenakan penurunan gen sewaktu dalam kandungan lebih besar dari ibu. Jika saudara kandung menderita DM maka risiko untuk menderita DM adalah 10% dan 90% jika yang menderita adalah saudara kembar identik. (Diabetes UK dalam Fitriani, 2012).

Dalam penelitian yang pernah dilakukan oleh Fatmawati di RSUD Sunan Kalijaga Demak pada tahun 2010 dengan memakai studi kasus kontrol, dari hasil penelitian diperoleh bahwa riwayat keluarga merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian DM tipe II. Orang yang memiliki riwayat keluarga DM memiliki resiko 2,97 kali untuk kejadian DM tipe II dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat keluarga. (Fatmawati, 2010). 4. Obesitas

Obesitas merupakan faktor risiko yang penting terhadap terjadinya penyakit diabetes mellitus. Pada orang dengan obesitas, karena asupan makanan berlebihan, kelenjar pankreas akan bekerja lebih keras untuk menormalkan kadar glukosa darah akibat masuknya makanan yang berlebihan. Mula - mula kelenjar pankreas masih mampu mengimbangi dengan memproduksi insulin yang lebih banyak, sehingga kadar glukosa darah masih dapat dijaga agar tetap normal. Tetapi suatu saat ketika sel beta pankreas mengalami kelelahan dan tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk mengimbangi kelebihan asupan kalori. Akibatnya kadar glukosa darah akan tinggi dan mengalami toleransi glukosa terganggu yang akhirnya akan menjadi diabetes mellitus. (Waspadji dalam Irawan, 2010) 5. Kurang Aktivitas Fisik

Melakukan aktivitas fisik secara teratur sangat penting selain untuk mneghindari kegemukan, juga dapat mencegah terjadinya penyakit akibat pola hidup seperti diabetes, serangan jantung dan stroke. (Johnson dalam Irawan, 2010) Aktivitas fisik sangat berperan dalam mengontrol gula darah. Pada saat tubuh melakukan aktivitas fisik maka sejumlah glukosa akan diubah menjadi energi. Aktivitas fisik mengakibatkan insulin semakin meningkat sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang. Jika seseorang jarang berolahraga (aktivitas fisik), maka zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energi maka anan timbul DM.6. Kebiasaan Merokok

Merokok merupakan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes mellitus. Menurut American Diabetes Associations, asap rokok menyebabkan berkurangnya kadar oksigen dalam jaringan, meningkatkan kadar kolesterol dan tekanan darah serta dapat meningkatkan kadar gula darah sehingga orang yang sering terpapar dengan asap roko memiliki risiko terkena penyakit diabetes mellitus lebih mudah dibandingkan dengan orang yang tidak terpapar dengan asap rokok. Merokok juga menyebabkan meningkatnya kadar gula drah akibat dari terjadinya resistensi insulin yang merupakan awal terjadinya diabetes mellitus. (Norma dalam Irawan, 2010)7. Stress

Stress dapat menjadi faktor risiko terhadap terjadinya diabetes mellitus karena pada keadaan stress akan berkaitan dengan peningkatan berat badan dan inaktif, yang disebabkan karena makan yang tidak terkendali, tidak berolahraga, gangguan secara emosional dan tubuh memproduksi hormon epinephrine dan kortisol yang dapat menghapus kerja insuin sehingga dapat mengingkatkan kadar gula darah.

8. Pekerjaan

Jenis pekerjaan erat kaitannya dengan aktivitas fisik yang dilakukan, tingkat pendapatan dan kemakmuran seseorang. Menurut Suyono (2009) tingkat pendapatan dan kemakmuran suatu bangsa dapat mempengaruhi tingginya prevalensi diabetes mellitus di negara tersebut yang disebabkan karena adanya perubahan gaya hidup.9. Konsumsi serat (buah&sayur)

Terdapat dua macam serat yaitu serat larut dan yang tidak larut. Konsumsi serat terutama serat tidak larut yang tedapat dalam biji-bijian dan beberapa tumbuhan, dapat membantu mencegah terjadinya diabetes dengan cara meningkatkan kerja hormon insulin dalam mengatur gula darah dalam tubuh. Serat larut bersifat larut dalam air dan membentuk suatu materi seperti gel yang diyakini dapat menurunkan kolesterol dan gula darah. Makanan seperti oatmeal dan biji-bijian (kacang, beri, apel,dll) sangat tinggi kandungan serat larutnya. Sedangkan serat tidak larut bersifat tidak larut dalam air dan dapat melewati sistem pencernaan secara keseluruhan dapat berfungsi sebagai pemberi perasaan kenyang dan puas serta membantu mengendalikan nafsu makan dan menurunkan berat badan, membantu buang air besar secara teratur, menurunkan risiko tejadinya penyakit diabetes. (Irawan, 2010)10. Konsumsi Alkohol

Konsumsi alkohol erat kaitannya dengan kegemukan, ketika alkohol masuk tubuh, maka akan dipecah menjadi asetat. Hal ini membuat tubuh membakar asetat terlebih dahulu daripada zat lainnya seperti lemak atau gula. Alkohol juga menghambat proses oksidasi lemak dalam tubuh, yang menyebabkan proses pembakaran kalori dari lemak dan gula terhambat dan akhirnya berat badan akan bertambah (Fitriyani, 2012)

Selain itu, alkohol juga dapat mempengaruhi kelenjar endokrin, dengan melepaskan efinefrin yang mengarah kepada hiperglikemia transient dan hiperlipidemia sehingga konsumsi alkohol kontraindikasi dengan diabetes (Fitriyani, 2012)BAB IIIDATA KLINIS

III.1. Identitas pasien

Nama pasien

: Tn. S

Nama kepala keluarga

: Tn. S

Jenis kelamin

: Laki-laki

Umur pasien

: 63 tahun

Pekerjaan

: Swasta

Alamat : Komplek DPR II Blok D/56 RT11/RW02, Kelurahan

Meruya Selatan, Kec. Kembangan, Jakarta Barat

Agama

: Islam

Suku bangsa

: Jawa

Pendidikan terakhir pasien: SLTAIII. 2. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 7 Mei 2015 di Poli PTM Pusekesmas Kecamatan Kembangan dan pada tangal 11 Mei 2015 di rumah pasien.III. 2. 1 Keluhan Utama

Buang air kecil lebih dari 10x dalam semalam

III. 2. 2 Keluhan Tambahan

Kesemutan pada kedua kaki

III. 2. 3 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Poli Penyakit Tidak Menular Puskesmas Kecamatan Kembangan dengan keluhan sering buang air kecil pada malah hari. Buang air kecil yang dialami oleh pasien biasa mencapai 10x setiap malam, keadaan tersebut sudah berlangsung sejak 1 bulan terakhir. Buang air kecil tersebut lancar, lampias, tidak nyeri dan tidak terasa panas. Pasien juga mengaku sering merasakan lapar di luar jam makan dan makan lebih banyak dari porsi biasa. Selain itu, pasien juga sering merasa haus dan minum banyak lebih dari 10 gelas per hari. Pasien tidak merasa badannya bertambah gemuk ataupun bertambah kurus, baju dan celana yang dipakainya tidak terasa longgar maupun kesempitan. Menurut pasien, sejak kecil hingga sekarang, pasien tidak pernah mengalami kegemukan. Penglihatan jarak dekat maupun penglihatan jauh pasien (jarak >6 meter) masih baik, dan tidak ada gambaran buram yang mengganggu penglihatan. Saat ini tidak ada luka pada tubuh pasien, dan menurut pasien tidak ada riwayat luka yang lama sembuh. Pasien sudah mengetahui dirinya menderita diabetes mellitus sejak 1 tahun yang lalu, akan tetapi pasien tidak pernah kontrol rutin serta pasien hanya minum obat bila psaien merasakan tidak enak badan, setelah pasien merasa keluhan yang dirasakan berkurang pasien menghentikan sendiri pengobatan tersebut.

Pasien juga mengeluh kesemutan pada kedua tungkai bawah hingga kaki yang dirasakan hilang timbul sepanjang hari selama 2 minggu terakhir, tidak ada rasa baal dan rasa nyeri yang dirasakan pasien.

Pasien tidak pernah merasa nyeri ulu hati, tidak merasa sesak ketika berjalan jauh maupun bekerja, tidak pernah terbangun malam hari karena sesak, dan hanya menggunakan 1 bantal kepala saat tidur, pasien tidak pernah didiagnosa sakit jantung dan tidak pernah minum obat untuk penyakit jantung. Pasien tidak pernah terkena batuk lama lebih dari 1 bulan, tidak pernah menjalani pengobatan paru, dan tidak ada anggota keluarga, maupun masyarakat di sekitar rumah dengan keluhan dan riwayat pengobatan paru. Pasien tidak memiliki riwayat sesak napas sejak kecil, tidak ada perubahan cuaca maupun benda-benda yang membuat pasien sesak, dan tidak ada riwayat keluarga dengan keluhan sesak sejak kecil. Pasien tidak pernah merasa gatal, kemerahan, maupun bengkak-bengkak setelah makan obat atau makanan tertentu.Riwayat makan pasien : frekuensi 4x sehari, porsi nasi 1 piring penuh, lauk tahu tempe dan sayur, kadang dengan ikan, daging rendang, nafsu makan pasien baik. Pasien terbiasa minum kopi manis di pagi hari sebelum berangkat kerja, dan di siang hari kadang-kadang setelah makan bila mengantuk. Riwayat buang air kecil (BAK) lancar, lampias, tidak ada rasa nyeri, tidak ada rasa panas, frekuensi > 10x perhari. Riwayat buang air besar (BAB) lancar, frekuensi 1x perhari. Pasien sudah berhenti merokok sejak 20 tahun yang lalu. Pasien selalu bangun subuh untuk sholat, kemudian minum kopi, istirahat, dan berangkat mengantarkan cucu ke sekolah jam 6.30, mengontrol tempat usaha kost-kostan yang dimiliki pasien, pulang sebelum siang hari untuk makan dan beristirahat, kemudian kembali menjemput cucu pulang dari sekolah jam 13.00, lalu setelah sholat jam 16.00 pasien kembali mengontrol ke tempat kost-kostan hingga pulang jam 20.00. Pasien meluangkan waktu untuk berolahraga bulu tangkis 1x dalam seminggu. Biasanya pasien berolahraga 2jam.III. 2. 4 Riwayat Penyakit DahuluHipertensi

: disangkal

Diabetes melitus: (+). Didiagnosa tahun 2014, minum obat metformin 1x500mg

Sakit jantung

: disangkal

TB paru : disangkal

Asma:disangkal

Alergi:disangkalIII. 2. 5 Riwayat Penyakit KeluargaHipertensi

: disangkal

Sakit jantung

: disangkal

Diabetes melitus: ibu pasien, adik pasien

Ginjal:disangkal

Asma:disangkal

Alergi:disangkal

TB paru : disangkalIII. 3 Pemeriksaan Fisik PenderitaIII.3.1Keadaan Umum

Compos mentis, tampak sakit ringan.III.3.2Status Gizi

Berat badan

: 79 kg

Tinggi badan

: 168 cm

IMT

: BB / TB (m) 2 = 79 kg / (1,68 m) 2 = 28,01 kg/m2.Tabel II.3.2. Klasifikasi IMT Menurut Asia Pasifik, 2006

KlasifikasiIMT

Berat badan kurang

Berat badan Normal

Berat badan berlebih

Beresiko

Obese I

Obese II< 18,5

18,5 22,9

> 23,0

23,0 - 24,9

25,0 - 29,9

> 30

Berdasarkan klasifikasi IMT (Indeks Metabolik Tubuh) Asia Pasifik, penderita termasuk kategori : obese II.III.3.3Status Generalis:

Tekanan darah: 120/ 80 mmHg

Nadi

: 84 x / menit, reguler, isi cukup, pulsus defisit ( - )

Respiratory Rate: 20 x / menit, teratur, tipe torakoabdominal

Suhu

: 36,5 oCIII.3.4Kepala

Bentuk normal, tidak teraba benjolan, rambut beruban, terdistribusi merata dan tidak mudah dicabut. Kulit kepala tidak ada kelainan. III.3.5Mata

Bentuk normal, palpebra superior et inferior tidak udem, tidak cekung, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya langsung + / +, reflek cahaya tidak langsung + / +, arcus senilis -/-. Visus 6/6 pada kedua mata.III.3.6Telinga

Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak ada serumen, nyeri tekan tragus - / -, nyeri tarik aurikuler - / -. Kelenjar Getah Bening (KGB) tidak teraba membesar.III.3.7Hidung

Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada sekret.III.3.8Mulut

Tidak ada perioral sianosis, lidah tidak kotor dan tidak berselaput, tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis, uvula di tengah. III.3.9 Gigi

Tidak terdapat caries, tidak ada kalkulus.III.3.10 LeherTrakea di tengah, kelenjar tiroid tidak teraba membesar, KGB supra-infra clavicula dan cervical tidak teraba membesar. III.3.11 Thorax

Paru-paru

Inspeksi : Tampak simetris dalam diam dan pergerakan nafas.

Palpasi

: Stem fremitus kiri samaa kuat dengan kanan baik sisi

depan maupun belakang.

Perkusi : Sonor.

Auskultasi : Vesikuler, ronkhi -/-, wheezing - / -, Jantung

Inspeksi: Tidak tampak pulsasi ictus cordis.

Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V MCL sinistra.

Perkusi: Redup.

Batas jantung atas di ICS II parasternal line sinistra.

Batas jantung kanan di ICS V sternal line dekstra.

Batas jantung kiri di 3 jari lateral dari ICS V MCL

sinistra.

Auskultasi: Bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-).AbdomenInspeksi: Tampak buncit.

Palpasi: Supel, nyeri tekan epigastrium (-), turgor kulit kendor,

hepar-lien tidak teraba membesar.

Perkusi: Timpani, nyeri ketok Costo Vertebra Angle (CVA) (-),

meteorismus (-).

Auskultasi: Bising usus ( + ). III.3.12`Ekstremitas

Oedem (-), reflek fisiologis (+).III. 4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 16 April 2015 di Puskesmas Kecamata Kembangan

GDP

: 213 mg/dL

GD2PP: 334 mg/dLIII. 5 Diagnosis Kerja

Diabetes mellitus tipe II

III. 6 Diagnosis Tambahan

III. 7 Terapi yang Telah Diberikan

Terapi yang diberikan oleh Puskesmas Kecamatan Kembangan adalah Metfomin 3x500 mg ; Pirocxicam 1x1; konsul gizi. DAFTAR PUSTAKAAzwar A. (1997). Pengantar Pelayanan Dokter Keluarga, Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta : 3-5Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, K Simadibrata M, Setiati S. (2006). Metabolik Endoklrin Diabetes Melitus. Dalam: Buku Ajar Ilmu penyakit dalam. Jilid III, Edisi IV, FKUI, Jakarta : 1880Irawan D. (2010). TesisPrevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Daerah Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder Riskesdas 2007)". FKUI, Depok :11Rudianto A, Lindarto D, Decroli E, Shahab A, Tarigan TJE, Adhiarta I. (2011). Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe II. PERKENI, Jakarta Fatmawati, A. (2010). Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Pasien Rawat Jalan Studi Kasus di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak. Tesis Universitas Negeri Semarang.Fitriyani. (2012). Skripsi " Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe II di Puskesmas Kecamatan Citangkil dan Puskesmas Kecamatan Pulo Merak, Kota Cilegon". FKM UI, Depok : 13-20Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat

Juni 2015

15