kinetika_tommys_09.70.0125

38
Acara 1 KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh : Nama : Tommy Sumanto NIM : 09.70.0125 Kelompok E1 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Upload: james-gomez

Post on 10-Sep-2015

10 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Berdasarkan data pengamatan yang disusun dalam grafik tersebut dapat diketahui bahwa semakin lama waktu maka nilai absorbansi akan semakin menurun. Data yang diperoleh tersebut kurang valid. Seharusnya semakin lama waktu inkubasi yang dilakukan, maka nilai absorbansi akan semakin besar karena semakin keruhnya cairan akibat proses fermentasi. 1.1.1. Hubungan antara Jumlah Sel dengan Waktu Berdasar data pengamatan yang disajikan dalam grafik tersebut dapat diketahui bahwa semakin lama waktu maka jumlah mikroorganisme yang terbentuk akan semakin banyak.. Artinya semakin lama waktu inkunbasi, jumlah sel juga semakin tinggi. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Clark (2007) bahwa peningkatan jumlah sel akan sebanding dengan lamanya waktu fermentasi. Akan tetapi seharusnya pada pengamatan N96 mengalami penurunan seperti hasil pengamatan B1karena berada pada fase akhir atau fase kematian dimana mikroorganisme yang ada akan semakin menurun jumlahnya tetapi tidak akan mencapai nol karena mikroorganisme yang masih hidup akan memakan mikroorganisme yang sudah mati dan mikroba yang mati ini yang akan menjadi sumber nutrisi bagi mikroorganisme yang masih hidup (Stanburry & Whitaker, 1984).1.1.2. Hubungan antara Jumlah Sel dengan pHBerdasarkan hasil pengamatan tentang hubungan jumlah sel dengan pH menunjukkan hasil yang sangat fluktuatif. Pada kelompok E1, Jumlah sel terbanyak terdapat pada pH 3,82 sedangkan yang paling sedikit terdapat pada pH 3,5. Pada kelompok E2, Jumlah sel terbanyak terdapat pada pH 3,53 sedangkan yang paling sedikit terdapat pada pH 3,5. Kelompok E3, Jumlah sel paling banyak dan paling sedikt terdapat pada pH yang sama, yaitu 3,47. Pada kelompok E4, Jumlah sel terbanyak terdapat pada pH 3,46 sedangkan yang paling sedikit terdapat pada pH 3,20. Berdasar data yang disajikan dalam grafik tersebut, dapat diketahui bahwa nilai pH yang semakin rendah belum tentu menghasilkan jumlah sel mikroorganisme yang semakin banyak. Hal ini secara keseluruhan sesuai dengan teori dari Roukas (1994) yang menyatakan bahwa pH optimum bagi pertumbuhan Saccharomyces cereviceae adalah pada 3,5-6,5. Semakin banyak jumlah sel mikroorganisme dan semakin lama waktu fermentasi maka pH nya akan semakin rendah. Hal ini disebabkan selama fermentasi akan dihasilkan alkohol dimana semakin banyak alkohol maka pH yang dihasilkan akan semakin rendah. Semakin banyak jumlah sel Saccharomyces cereviceae, maka alkohol yang dihasilkan juga akan semakin banyak.1.1.3. Hubungan antara Jumlah Sel dengan nilai absorbansi (Optical Density (OD))Hasil pengamatan dari praktikum ini tidak sesuai dengan teori yang ada karena grafik yang terbentuk dari jumlah sel dengan OD menunjukkan hasil yang sangat fluktuatif dan acak sehingga tidak dapat dibandingkan dengan teori yang ada. Dalam jurnalnya yang berjudul berjudul “Effect of Growth Conditions on Biosorption of Cadmium and Copper by Yeast Cells”, Anagnostopoulos et al. (2010) berpendapat bahwa semakin tinggi jumlah sel/cc maka kekeruhannya akan meningkat pula. Hal ini juga didukung oleh teori dari Pelezar dan Chan (1986) yang menyatakan bahwa nilai OD akan berbanding lurus dengan jumlah koloni sel mikroorganisme. Menurut Sudarmadji & Suhardi (2000) hal ini disebabkan karena semakin banyak jumlah sel dalam suatu suspensi maka sinar yang dihamburkan akan semakin banyak pula sehingga kekeruhannya meningkat. 1.1.4. Hubungan antara Jumlah Sel dengan Total AsamBerdasar data yang disajikan dalam grafik tersebut, dapat diketahui bahwa nilai total asam yang semakin besar nilainya belum tentu menghasilkan jumlah sel mikroorganisme yang semakin banyak. Ada yang mengalami hasil flukuatif dan juga meningkat seiring bertambahnya jumlah sel mikroorganisme. Akan tetapi bila dicermati tidak ada kaitan yang signifikan antara jumlah sel dengan total asam. Hal ini dibuktikan dengan nilai total asam yang meningkat tidak seiring dengan peningkatan jumlah sel. Menurut pendapat Kwartiningsih & Nuning (2005), hal ters

TRANSCRIPT

KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh :Nama : Tommy SumantoNIM : 09.70.0125Kelompok E1

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

Acara 12

Acara I

2015

1. HASIL PENGAMATAN1.1. Tabel Pengamatan Kinetika Fermentasi dalam Produksi Minuman VinegarHasil pengamatan kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar kloter E1 sampai dengan E5 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kinetika Fermentasi dalam Produksi Minuman VinegarKel.PerlakuanWaktu Mikroba Tiap PetakRata-rata/ tiap petakRata-rata/ tiap ccODpHTotal asam

1234

Sari apel + Saccharomyces cereviceaeN054675,52,29 x 1070,22193,58,640

N247586889084,753,39 x 1081,22403,439,216

E1N4811121415135,2 x 1070,92433,438,640

N7214565222361,44 x 1081,19903,829,024

N965516263332,51,3 x 1081,51893,4711,328

Sari apel + Saccharomyces cereviceaeN0111211910,794,3 x 1070,18833,59,792

N248961947379,253,17 x 1081,00813,539,024

E2N488339504353,752,15 x 1081,55403,479,600

N722854192832,251,29 x 1081,19073,728,832

N9622231437241,41503,4710,368

Sari apel + Saccharomyces cereviceaeN01181312114,4 x 1070,17373,479,408

N244447474846,51,86 x 1081,02123,708,448

E3N48106104122137117,254,69 x 1081,09973,469,024

N723656544748,251,93 x 1081,44803,849,240

N965162514156 x 1080,38463,478,830

Sari apel + Saccharomyces cereviceae

N0136647,252,9 x 1070,17983,479,216

N247251523756,52,26 x 1080,94433,539,024

E4N481318404328,51,14 x 1081,04063,459,216

N7281108145111111,254,45 x 1081,28703,619,408

N962730303229,751,19 x 1080,55483,459,024

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kinetika Fermentasi dalam Produksi Minuman Vinegar (lanjutan)Sari apel + Saccharomyces cereviceaeN01014713114,4 x 1070,17143,469,600

N2497103965888,53,54 x 1081,12813,469,216

E5N4811487989097,253,89 x 1080,91643,209,216

N7255807055652,6 x 1081,06643,408,832

N966983857878,753,15 x 1080,52063,498,640

2

1Berdasarkan hasil pengamatan pada tabel 1, dapat dilhat bahwa sari apel malang yang ditambah dengan Saccharomyces cereviceae memiliki kepadatan dan konsentrasi biomassa yang berbeda pada kelompok E1 sampai dengan E5. Pengukuran jumlah biomassa sel dilakukan selama 5 hari yaitu pada jam ke-0, jam ke-24, jam ke-48, jam ke-96 dan jam ke-120. Pada bagian pengamatan yang pertama, yaitu rata-rata/ tiap petak, diperoleh data yang serupa, yaitu adanya peningkatan jumlah rata-rata/ tiap petak jika dilihat dari N0 terhadap N96, dengan perubahan jumlah rerata tiap petak yang fluktuaif. Bagian pengamatan yang kedua, yatu rata-rata/ tiap cc, sama dengan pengamatan bagian pertama, yaitu diperoleh data yang serupa, yaitu adanya peningkatan jumlah rata-rata/ tiap cc jika dilihat dari N0 terhadap N96, dengan perubahan jumlah rerata tiap cc yang fluktuatif. Pada bagian pengamatan yang ketiga, yaitu pengamatan terhadap nilai OD, diperoleh data yang serpa pula, yaiu adanya peningkatan nilai OD jika dilihat dari N0 terhadap N96, dengan perubahan jumlah rerata nilai OD yang fluktuatif. Pada pengamatan pH, diperoleh data yang berbedabeda antar kelompok. Kelompok yang mengalami penurunan pH jika dilihat dari N0 terhadap N96 adalah kelompok E1, E2 dan E3; kelompok ang tidak mengalami perubahan pH jika dilihat dari N0 terhadap N96 adalah kelompok E3; sedangkan yang mengalami kenaikan nilai pH jika dilihat dari N0 terhadap N96 adalah kelompok E5. Pada bagian pengamatan terakhir yaitu perhitungan total nilai asam (mg/ml) sama halnya dengan pengamatan nilai pH, diperoleh data perhtungan yang fluktuaif. Kelompok yang memiliki kenaikan dalam perhitungan nilai total asam (mg/ml) jika dilihat dari N0 terhadap N96 adalah kelompok E1 dan E2, sedangkan kelompok E3 sampai dengan E5 mengalami penuunan.

1.2. Grafik Pengamatan Kinetika Fermentasi dalam Produksi Vinegar1.2.1. Grafik Hubungan OD dengan WaktuHasil pengamatan hubungan OD dengan waktu dapat dilihat pada Grafik 1.Grafik 1. Hubungan Absorbansi dengan Waktu

Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa hubungan antara nilai absorbansi (optical density (OD)) dengan waktu pada setiap kelompok memiliki hasil yang berbeda-beda. Untuk kelompok E1, grafik cenderung stabil, tidak ada perubahan yang signifikan antara N0, N24, N48, N72, dan N96. Pada kelompok E2, nilai absorbansi tampak mengalami penurunan, tetapi tidak terlalu signifikan. Pada kelompok E3 dan E4 grafik yang diperoleh serupa, nilai absorbansi naik pada N24 tetapi kemudian mengalampi penurunan pada N48, N72, dan N96. Pada kedua kelomok tersebut, perubahan nilai absorbansi terhadap waktu antara N0 dan N96 tidak terlalu signifikan. Sedangkan untuk kelompok E5, garis grafik yang diperoleh menurun secara drastis dari N24, N48, N72, dan N96. Berdasarkan data pengamatan yang disusun dalam grafik tersebut dapat diketahui bahwa semakin lama waktu maka nilai absorbansi akan semakin menurun.

1.2.2. Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan WaktuHasil pengamatan hubungan jumlah sel dengan waktu dapat dilihat pada Grafik 2.Grafik 2. Hubungan Jumlah Sel dengan Waktu

Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat hubungan jumlah sel mikroorganisme dengan waktu. Untuk kelompok E1, jumlah mikroorganisme naik secara signifikan pada N24, lalu turun secara drastis pada N48, kemudian mengalami kenaikan lagi pada N72 dan turun pada N96. Untuk kelompok E2, jumlah mikroorganisme naik secara signifikan pada N24 namun kemudian mengalami penurunan pada N48, N72 dan N96. Kelompok E3 mengalami jumlah peningkatan mikroorganisme pada N24 dan N48 ssecara signifikan, lalu mengalami penurunan yang drastic pada N72 dan N96. Kelompok E4 mengalami kenaikan jumlah mikroorganisme pada N24, kemudian turun pada N48, naik lagi pada N72 dan kemudian turun secara drastic pada N96. Kelompok E5, mengalami peningkatan jumlah mikroorganisme pada N24 dan N48, turun pada N72 dan naik lagi pada N96. Jika dibandingkan secara keseluruhan jumlah mikroorganisme yang terbentuk pada kelompok E1 sampai dengan E5 terhadap waktu N0 dan N96, jumlah mikroorganisme naik. Berdasar data pengamta yang disajikan dalam grafik tersebut dapat diketahui bahwa semakin lama waktu maka jumlah mikroorganisme yang terbentuk akan semakin banyak.

1.2.3. Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan pHHasil pengamatan hubungan jumlah sel dengan pH dapat dilihat pada Grafik 3.Grafik 3. Hubungan Jumlah Sel dengan pH

Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa hubungan jumlah sel dengan pH pada setiap kelompok menghasilkan nilai yang fluktuatif. Pada kelompok E1, Jumlah sel terbanyak terdapat pada pH 3,82 sedangkan yang paling sedikit terdapat pada pH 3,5. Pada kelompok E2, Jumlah sel terbanyak terdapat pada pH 3,53 sedangkan yang paling sedikit terdapat pada pH 3,5. Kelompok E3, Jumlah sel paling banyak dan paling sedikt terdapat pada pH yang sama, yaitu 3,47. Pada kelompok E4, Jumlah sel terbanyak terdapat pada pH 3,46 sedangkan yang paling sedikit terdapat pada pH 3,20. Berdasar data yang disajikan dalam grafik tersebut, dapat diketahui bahwa nilai pH yang semakin rendah belum tentu menghasilkan jumlah sel mikroorganisme yang semakin banyak.

1.2.4. Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan ODHasil pengamatan hubungan jumlah sel dengan OD dapat dilihat pada Grafik 4.Grafik 4. Hubungan Jumlah Sel dengan Optical Density (OD)

Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa hubungan jumlah sel dengan nilai absorbansi (Optical Density (OD)) pada setiap kelompok menghasilkan nilai yang sangat fluktuatif. Pada kelompok E1, Jumlah sel mikroorganisme terbanyak terdapat pada nilai absorbansi 1,1990 sedangkan yang paling sedikit terdapat pada nilai absorbansi 0,2219. Pada kelompok E2, Jumlah Sel Mikroorganisme terbanyak terdapat pada nilai absorbansi 1,0081 sedangkan yang paling sedikit terdapat pada nilai absorbansi 0,1833. Pada kelompok E3, Jumlah Sel Mikroorganisme terbanyak terdapat pada nilai absorbansi 0,3846 sedangkan yang paling sedikit terdapat pada nilai absorbansi 0,1737. Pada kelompok E4, Jumlah Sel Mikroorganisme terbanyak terdapat pada nilai absorbansi 1,2870 sedangkan yang paling sedikit terdapat pada nilai absorbansi 0,1798. Pada kelompok E5, Jumlah Sel Mikroorganisme terbanyak terdapat pada nilai absorbansi 0,9164 sedangkan yang paling sedikit terdapat pada nilai absorbansi 0,1714. Berdasar data yang disajikan dalam grafik tersebut, dapat diketahui bahwa semakin tinggi nilai absorbansi yang diperoleh, maka jumlah sel mikroorganisme juga semakin banyak. .

1.2.5. Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Total AsamHasil pengamatan hubungan jumlah sel dengan total asam dapat dilihat pada Grafik 5.Grafik 5. Hubungan Jumlah Sel dengan Total Asam

Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa hubungan jumlah sel dengan total asam pada setiap kelompok menghasilkan nilai yang fluktuatif. Pada kelompok E1, Jumlah sel mikroorganisme terbanyak terdapat pada nilai total asam 9,024 mg/ml sedangkan yang paling sedikit terdapat pada nilai total asam 8,640 mg/ml. Pada kelompok E2, Jumlah sel mikroorganisme terbanyak terdapat pada nilai total asam 9,024 mg/ml sedangkan yang paling sedikit terdapat pada nilai total asam 9,792 mg/ml. Pada kelompok E3, Jumlah sel mikroorganisme terbanyak terdapat pada nilai total asam 9,408 mg/ml sedangkan yang paling sedikit terdapat pada nilai total asam 8,830 mg/ml. Pada kelompok E4, Jumlah sel mikroorganisme terbanyak terdapat pada nilai total asam 9,408 mg/ml sedangkan yang paling sedikit terdapat pada nilai total asam 9,216 mg/ml. Pada kelompok E5, Jumlah sel mikroorganisme terbanyak terdapat pada nilai total asam 9,216 mg/ml sedangkan yang paling sedikit terdapat pada nilai total asam 9,600 mg/ml. Berdasar data yang disajikan dalam grafik tersebut, dapat diketahui bahwa nilai total asam yang semakin besar nilainya belum tentu menghasilkan jumlah sel mikroorganisme yang semakin banyak.

2. PEMBAHASANVinegar adalah produk fermentasi dari bahan dasar yang mengandung gula atau pati menjadi alkohol yang difermentasi lagi pada proses selanjutnya (Kwartiningsih & Nuning, 2005). Dalam praktikum ini dilakukan percobaan tentang kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar. Bahan yang digunakan dalam pembuatan minuman vinegar ini adalah sari apel dan inokulum yeast Saccharomyces cereviceae dalam media cair, dan akuades steril. Dalam pembuatan produk fermentasi perlu diketahui kinetikanya dimana pertumbuhan dan pembentukan produk oleh suatu mikroorganisme akan diketahui, sehingga dapat mengetahui respon sel dari mikroorganisme tersebut (Utami et al, 1992).

Saccharomyces cereviceae banyak digunakan untuk membuat produk komersil seperti wine, bir, roti, dan sake. Saccharomyces cereviceae memanfaatkan sukrosa, glukosa, fruktosa, maltosa, dan maltotriosa sebagai sumber karbonnya untuk memproduksi alkohol pada kondisi anaerobik (Kulkarni et al., 2011). Menurut Wang et al. (2004), Saccharomyces cereviceae mampu mengkonversi gula menjadi alkohol tanpa menghasilkan off-flavor. Saccharomyces cereviceae dapat menfermentasikan glukosa dalam buah. Hasil pemecahan pati/glukosa akan menghasilkan alkohol dan CO2. Pada proses fermentasi alkohol, bahan berkadar pati tinggi akan mengalami perubahan. Perubahan-perubahan ini dapat disebabkan karena adanya proses seperti sakarifikasi pati oleh enzim amilase dalam tauge yang diproduksi oleh kapang, yang kemudian dilanjutkan dengan proses fermentasi alkohol oleh khamir (Rahman, 1992).

Fermentasi alkohol adalah proses anaerobik dari dekomposisi heksosa yang menghasilkan etanol dan CO2. Fermentasi yeast pada gula menghasilkan larutan yang mengandung alkohol 10-15 %. Minuman yang mengandung alkohol tinggi akan membunuh yeast itu sendiri. Fermentasi alkohol adalah proses anaerobik dari dekomposisi heksosa, menghasilkan etanol dan CO2. Fermentasi ini disebabkan oleh enzim yang diproduksi oleh yeast (Sharma & Caralli, 1989).

2.1. Cara Kerja2.1.1. Pengukuran Biomassa dengan HaemocytometerPengukuran biomassa dapat menggunakan alat haemocytometer di bawah mikroskop. Alat haemocytometer ini digunakan untuk menghitung sel dengan densitas lebih besar dari 104 sel/ml. Haemacytometer mempunyai jumlah ruang yang berbedabeda tergantung produsennya. Biasanya ukuran haemacytometer adalah 1 x 1 mm2 yang kemudian terbagi menjadi sembilan kolom persegi. Penghitungan yeast menggunakan haemocytometer dilakuan dengan cara mula-mula sampel sari buah apel yang telah ditambah dengan Saccharomyces cereviceae diambil dengan pipet dan dimasukkan dalam celah pada haemacytometer yang sebelumnya ditutup dengan kaca preparat. Jumlah sel yang terlihat pada mikroskop kemudian di hitung menggunakan hand counter. Apabila jumlah sel yang terlihat terlalu banyak, maka dapat dilakukan pengenceran menggunakan akuades (Lobban et al.,1988). Apabila dilihat di bawah mikroskop, haemocytometer terbagi menjadi 9 kolom besar yang dibatasi dengan 3 garis di setiap sisinya. Di dalam masing-masing 9 kolom tersebut terdapat 16 kolom kecil. Jumlah sel yang dihitung adalah sel yang terdapat pada 4 kolom besar yang saling berdekatan (Chen & Pei, 2011).

Gambar 1. Kotak pada haemocytometerPengukuran jumlah koloni sel mikroorganisme menggunakan haemocytometer dilakukan dengan cara sebanyak 250 ml sari apel (hasil juicer) dipasteurisasi selama 30 menit di dalam waterbath kemudian didinginkan hingga mencapai suhu ruang. Tujuan pasteurisasi sari apel tersebut yaitu untuk membunuh mikroorganisme patogen, namun tidak dapat membunuh maupun menghancurkan mikroorganisme penghasil spora (Chirlaque, 2011). Setelah mencapai suhu ruang, sebanyak 30 ml inokulum Saccharomyces cereviceae ditambahkan ke dalam erlenmeyer secara aseptis. Metode aseptis ini bertujuan supaya tidak ada bakteri lain yang masuk dan menyebabkan kontaminasi (Hadioetomo, 1993). Setelah itu dilakukan inkubasi selama 5 hari pada suhu ruang (25-30C).

Inkubasi dilakukan dengan menggunakan shaker atau dengan penggoyangan. Setiap 24 jam sekali selama 5 hari dilakukan pengambilan sebanyak 10 ml cairan secara aseptis untuk mengetahui tingkat pertumbuhan sel yeast-nya. Inkubasi pada suhu ruang sangat cocok karena yeast dapat tumbuh pada suhu tersebut sesuai teori dari Fardiaz (1992). Inkubasi dengan shaker bertujuan untuk mendukung jalannya proses fermentasi. Hal ini dikarenakan proses penggoyangan ini akan memperkecil ukuran gelembung udara sehingga diperoleh area yang lebih besar untuk proses transfer oksigen (Said, 1987). Dengan meningkatnya suplai oksigen maka jumlah sel mikroba dalam kultur akan semakin meningkat pula. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno (1980) yang mengatakan bahwa Saccharomyces cereviceae akan tumbuh baik pada kondisi aerob.

2.1.2. Pengukuran Total Asam Selama Fermentasi Pengujian total asam selama fermentasi dilakukan dengan menggunakan metode titrasi. Pengukuran total asam dilakukan dengan cara mengambil sampel sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditetesi dengan indikator PP sebanyak 3 tetes dan dititrasi menggunakan larutan NaOH 0,1 N hingga warnanya berubah menjadi merah jambu (TAT). Penggunaan NaOH 0,1 N telah sesuai dengan pernyataan Petrucci & Suminar (1987) bahwa titrasi dilakukan dengan larutan standar berupa basa atau asam kuat yang diketahui konsentrasinya. Metode yang dilakukan dalam praktikum ini telah sesuai dengan teori dari Kwartiningsih & Nuning (2005) yang mengatakan bahwa uji kuantitatif asam asetat dapat dilakukan dengan cara melakukan titrasi menggunakan larutan NaOH 0,1 N dengan indikator PP. Indikator PP dapat bereaksi dengan basa dan membentuk warna merah muda (Sudarmadji et al., 1989). Rumus untuk menghitung total asam adalah sebagai berikut:

Total asam (mg/ml) :

2.1.3. Pengukuran pH Minuman VinegarPengukuran pH minuman vinegar atau cider apel dilakukan dengan mengambil larutan sampel sebanyak 10 ml kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass. Selanjutnya pH sampel cider apel malang diukur dengan menggunakan pH meter dan hasil dari setiap kelompok dicatat serta dibandingkan.

2.1.4. Penentuan Hubungan Absorbansi Dengan Kepadatan SelPenentuan absorbansi sampel dapat dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer. Nilai absorbansi dari spektrofotometer menggambarkan konsentrasi suatu senyawa berdasarkan kemampuan senyawa tersebut dalam menyerap berkas sinar yang akan meneruskan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu. Nilai absorbansi suatu larutan dipengaruhi oleh konsentrasi dan kejernihannya (Fox, 1991). Cara pengukuran nilai absorbansi ini adalah dengan mengambil 10 ml larutan dan dimasukkan kedalam cuvet dalam spektrofotometer yang panjang gelombangnya telah diatur sebesar 660 nm. Hal ini telah sesuai dengan teori dari jurnal yang berjudul Fermentative Behavior of Saccharomyces Strains During Guava (Psidium Guajava L) Must Fermentation and Optimization of Guava Wine Production dari dari Sevda & Rodrigues (2011), yang berpendapat bahwa pengukuran absorbansi (optical density) untuk Saccharomyces cereviceae optimal dilakukan pada panjang gelombang 660 nm.

2.2. Pembahasan HasilBerdasar percobaan yang dilakukan, diperoleh data kepadatan dan konsentrasi biomassa yang berbeda pada kelompok E1 sampai dengan E5. Pengukuran jumlah biomassa sel dilakukan selama 5 hari yaitu pada jam ke-0, jam ke-24, jam ke-48, jam ke-96 dan jam ke-120. Pada bagian pengamatan yang pertama, yaitu rata-rata/ tiap petak, diperoleh data yang serupa, yaitu adanya peningkatan jumlah rata-rata/ tiap petak jika dilihat dari N0 terhadap N96, dengan perubahan jumlah rerata tiap petak yang fluktuaif. Bagian pengamatan yang kedua, yatu rata-rata/ tiap cc, sama dengan pengamatan bagian pertama, yaitu diperoleh data yang serupa, yaitu adanya peningkatan jumlah rata-rata/ tiap cc jika dilihat dari N0 terhadap N96, dengan perubahan jumlah rerata tiap cc yang fluktuatif. Pada bagian pengamatan yang ketiga, yaitu pengamatan terhadap nilai OD, diperoleh data yang serpa pula, yaiu adanya peningkatan nilai OD jika dilihat dari N0 terhadap N96, dengan perubahan jumlah rerata nilai OD yang fluktuatif. Pada pengamatan pH, diperoleh data yang berbedabeda antar kelompok. Kelompok yang mengalami penurunan pH jika dilihat dari N0 terhadap N96 adalah kelompok E1, E2 dan E3; kelompok ang tidak mengalami perubahan pH jika dilihat dari N0 terhadap N96 adalah kelompok E3; sedangkan yang mengalami kenaikan nilai pH jika dilihat dari N0 terhadap N96 adalah kelompok E5. Pada bagian pengamatan terakhir yaitu perhitungan total nilai asam (mg/ml) sama halnya dengan pengamatan nilai pH, diperoleh data perhtungan yang fluktuaif. Kelompok yang memiliki kenaikan dalam perhitungan nilai total asam (mg/ml) jika dilihat dari N0 terhadap N96 adalah kelompok E1 dan E2, sedangkan kelompok E3 sampai dengan E5 mengalami penuunan.

2.2.1. Hubungan antara Optical Density (OD) dengan Waktu InkubasiHubungan antara optical density (OD) dengan waktu pada setiap kelompok memiliki hasil yang berbeda-beda. Hubungan antara nilai absorbansi (optical density (OD)) dengan waktu pada setiap kelompok memiliki hasil yang berbeda-beda. Untuk kelompok E1, grafik cenderung stabil, tidak ada perubahan yang signifikan antara N0, N24, N48, N72, dan N96. Pada kelompok E2, nilai absorbansi tampak mengalami penurunan, tetapi tidak terlalu signifikan. Pada kelompok E3 dan E4 grafik yang diperoleh serupa, nilai absorbansi naik pada N24 tetapi kemudian mengalampi penurunan pada N48, N72, dan N96. Pada kedua kelompok tersebut, perubahan nilai absorbansi terhadap waktu antara N0 dan N96 tidak terlalu signifikan. Sedangkan untuk kelompok E5, garis grafik yang diperoleh menurun secara drastis dari N24, N48, N72, dan N96. Berdasarkan data pengamatan yang disusun dalam grafik tersebut dapat diketahui bahwa semakin lama waktu maka nilai absorbansi akan semakin menurun.

Data yang diperoleh tersebut kurang valid. Seharusnya semakin lama waktu inkubasi yang dilakukan, maka nilai absorbansi akan semakin besar karena semakin keruhnya cairan akibat proses fermentasi. Kurang validnya data yang diperoleh dapat disebabkan karena beberapa hal seperti: Ukuran kuvet tidak seragam Penempatan kuvet tidak tepat Kuvet kotor atau tergores Panjang gelombang yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang tertera pada alat Kurang sempurna dalam penyiapan larutan sample dan blanko Adanya gelembung udara dalam larutan(Ewing, 1976)

2.2.2. Hubungan antara Jumlah Sel dengan Waktu Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh data untuk kelompok E1, jumlah mikroorganisme naik secara signifikan pada N24, lalu turun secara drastis pada N48, kemudian mengalami kenaikan lagi pada N72 dan turun pada N96. Untuk kelompok E2, jumlah mikroorganisme naik secara signifikan pada N24 namun kemudian mengalami penurunan pada N48, N72 dan N96. Kelompok E3 mengalami jumlah peningkatan mikroorganisme pada N24 dan N48 ssecara signifikan, lalu mengalami penurunan yang drastic pada N72 dan N96. Kelompok E4 mengalami kenaikan jumlah mikroorganisme pada N24, kemudian turun pada N48, naik lagi pada N72 dan kemudian turun secara drastic pada N96. Kelompok E5, mengalami peningkatan jumlah mikroorganisme pada N24 dan N48, turun pada N72 dan naik lagi pada N96. Jika dibandingkan secara keseluruhan jumlah mikroorganisme yang terbentuk pada kelompok E1 sampai dengan E5 terhadap waktu N0 dan N96, jumlah mikroorganisme naik.

Berdasar data pengamatan yang disajikan dalam grafik tersebut dapat diketahui bahwa semakin lama waktu maka jumlah mikroorganisme yang terbentuk akan semakin banyak.. Artinya semakin lama waktu inkunbasi, jumlah sel juga semakin tinggi. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Clark (2007) bahwa peningkatan jumlah sel akan sebanding dengan lamanya waktu fermentasi. Akan tetapi seharusnya pada pengamatan N96 mengalami penurunan seperti hasil pengamatan B1karena berada pada fase akhir atau fase kematian dimana mikroorganisme yang ada akan semakin menurun jumlahnya tetapi tidak akan mencapai nol karena mikroorganisme yang masih hidup akan memakan mikroorganisme yang sudah mati dan mikroba yang mati ini yang akan menjadi sumber nutrisi bagi mikroorganisme yang masih hidup (Stanburry & Whitaker, 1984).

2.2.3. Hubungan antara Jumlah Sel dengan pHBerdasarkan hasil pengamatan tentang hubungan jumlah sel dengan pH menunjukkan hasil yang sangat fluktuatif. Pada kelompok E1, Jumlah sel terbanyak terdapat pada pH 3,82 sedangkan yang paling sedikit terdapat pada pH 3,5. Pada kelompok E2, Jumlah sel terbanyak terdapat pada pH 3,53 sedangkan yang paling sedikit terdapat pada pH 3,5. Kelompok E3, Jumlah sel paling banyak dan paling sedikt terdapat pada pH yang sama, yaitu 3,47. Pada kelompok E4, Jumlah sel terbanyak terdapat pada pH 3,46 sedangkan yang paling sedikit terdapat pada pH 3,20. Berdasar data yang disajikan dalam grafik tersebut, dapat diketahui bahwa nilai pH yang semakin rendah belum tentu menghasilkan jumlah sel mikroorganisme yang semakin banyak.

Hal ini secara keseluruhan sesuai dengan teori dari Roukas (1994) yang menyatakan bahwa pH optimum bagi pertumbuhan Saccharomyces cereviceae adalah pada 3,5-6,5. Semakin banyak jumlah sel mikroorganisme dan semakin lama waktu fermentasi maka pH nya akan semakin rendah. Hal ini disebabkan selama fermentasi akan dihasilkan alkohol dimana semakin banyak alkohol maka pH yang dihasilkan akan semakin rendah. Semakin banyak jumlah sel Saccharomyces cereviceae, maka alkohol yang dihasilkan juga akan semakin banyak.

Di dalam proses fermentasi yeast tidak hanya dihasilkan alkohol saja, tetapi menghasilkan hasil samping (by product) berupa gas CO2. Dengan meningkatnya waktu fermentasi produksi gas CO2 juga makin bertambah meskipun tidak signifikan. Peningkatan produksi gas ini akan diikuti dengan penurunan nilai pH. Dalam jurnal yang berjudul Absorbsi CO2 dari campurannya dengan CH4 atau N2 melalui kontaktor membran serat berongga menggunakan pelarut air, Kartohardjono et al. (2007) menambahkan bahwa gas CO2 sering disebut gas asam (acid whey) karena memiliki sifat yang asam. Oleh karena itu gas CO2 juga berpengaruh terhadap nilai pH. Dalam jurnalnya yang berjudul Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol, pH, dan Produksi Gas Pada Proses Fermentasi Bioetanol dari Whey dengan Substrat Kulit Nanas , Azizah (2012) berpendapat bahwa Saccharomyces cereviceae bersifat homofermentatif sehingga proses fermentasi akan menghasilkan alkohol. Alkohol yang bersifat asam ini jumlahnya akan semakin meningkat seiring dengan lamanya waktu fermentasi. Kondisi ini menyebabkan pH substrat semakin rendah.

Fermentasi minuman vinegar meliputi dua tahapan yaitu:a. Fermentasi pembentukan alkohol (melibatkan Saccharomyces cerevisiae) Reaksi yang terjadi pada pembentukan alkohol dan gas karbondioksida dari glukosa secara anaerob adalah : C6H12O6 2CH3CH2OH + CO2. Hasil fermentasi pembentukan alkohol mencakup etanol, asam laktat, asam asetat, asetaldehid, dan gliserol. b. Fermentasi pembentukan asam asetat dan air (melibatkan Acetobacter aceti) Reaksi pembentukan asam asetat (aerob) adalah: CH3CH2OH + O2 CH3COOH + H2O (Kwartiningsih & Nuning, 2005).

Pada fermentasi pembentukan asam asetat, terjadi pembentukan asam asetat dari etanol melalui pembentukan asetaldehid dengan reaksi sebagai berikut.CH3CH2OH + 12 O2 CH3CHO + H2O Etanol AsetaldehidCH3CHO + 12 O2 CH3COOHAsetaldehid Asam Asetat(Kwartiningsih & Nuning, 2005).

Hasil pengamatan pH yang fluktuatif bisa disebabkan karena fermentasi tahap kedua yang dilakukan oleh Acetobacter aceti belum dilakukan sehingga hanya berlangsung produksi alkohol oleh Saccharomyces cereviceae dimana produksi asam asetat belum berlangsung.

2.2.4. Hubungan antara Jumlah Sel dengan nilai absorbansi (Optical Density (OD))

Hasil pengamtan hubungan antara jumlah sel dengan nilai absorbansi diperoleh data sebagai berikut. Pada kelompok E1, Jumlah sel mikroorganisme terbanyak terdapat pada nilai absorbansi 1,1990 sedangkan yang paling sedikit terdapat pada nilai absorbansi 0,2219. Pada kelompok E2, Jumlah Sel Mikroorganisme terbanyak terdapat pada nilai absorbansi 1,0081 sedangkan yang paling sedikit terdapat pada nilai absorbansi 0,1833. Pada kelompok E3, Jumlah Sel Mikroorganisme terbanyak terdapat pada nilai absorbansi 0,3846 sedangkan yang paling sedikit terdapat pada nilai absorbansi 0,1737. Pada kelompok E4, Jumlah Sel Mikroorganisme terbanyak terdapat pada nilai absorbansi 1,2870 sedangkan yang paling sedikit terdapat pada nilai absorbansi 0,1798. Pada kelompok E5, Jumlah Sel Mikroorganisme terbanyak terdapat pada nilai absorbansi 0,9164 sedangkan yang paling sedikit terdapat pada nilai absorbansi 0,1714. Berdasar data yang disajikan dalam grafik tersebut, dapat diketahui bahwa semakin tinggi nilai absorbansi yang diperoleh, maka jumlah sel mikroorganisme juga semakin banyak. . Hasil pengamatan dari praktikum ini tidak sesuai dengan teori yang ada karena grafik yang terbentuk dari jumlah sel dengan OD menunjukkan hasil yang sangat fluktuatif dan acak sehingga tidak dapat dibandingkan dengan teori yang ada. Dalam jurnalnya yang berjudul berjudul Effect of Growth Conditions on Biosorption of Cadmium and Copper by Yeast Cells, Anagnostopoulos et al. (2010) berpendapat bahwa semakin tinggi jumlah sel/cc maka kekeruhannya akan meningkat pula. Hal ini juga didukung oleh teori dari Pelezar dan Chan (1986) yang menyatakan bahwa nilai OD akan berbanding lurus dengan jumlah koloni sel mikroorganisme. Menurut Sudarmadji & Suhardi (2000) hal ini disebabkan karena semakin banyak jumlah sel dalam suatu suspensi maka sinar yang dihamburkan akan semakin banyak pula sehingga kekeruhannya meningkat.

2.2.5. Hubungan antara Jumlah Sel dengan Total AsamBerdasarkan hasil pengamatan didapatkan hasil yang berbeda pada setiap kelompok. Pada kelompok E1, Jumlah sel mikroorganisme terbanyak terdapat pada nilai total asam 9,024 mg/ml sedangkan yang paling sedikit terdapat pada nilai total asam 8,640 mg/ml. Pada kelompok E2, Jumlah sel mikroorganisme terbanyak terdapat pada nilai total asam 9,024 mg/ml sedangkan yang paling sedikit terdapat pada nilai total asam 9,792 mg/ml. Pada kelompok E3, Jumlah sel mikroorganisme terbanyak terdapat pada nilai total asam 9,408 mg/ml sedangkan yang paling sedikit terdapat pada nilai total asam 8,830 mg/ml. Pada kelompok E4, Jumlah sel mikroorganisme terbanyak terdapat pada nilai total asam 9,408 mg/ml sedangkan yang paling sedikit terdapat pada nilai total asam 9,216 mg/ml. Pada kelompok E5, Jumlah sel mikroorganisme terbanyak terdapat pada nilai total asam 9,216 mg/ml sedangkan yang paling sedikit terdapat pada nilai total asam 9,600 mg/ml.

Berdasar data yang disajikan dalam grafik tersebut, dapat diketahui bahwa nilai total asam yang semakin besar nilainya belum tentu menghasilkan jumlah sel mikroorganisme yang semakin banyak. Ada yang mengalami hasil flukuatif dan juga meningkat seiring bertambahnya jumlah sel mikroorganisme. Akan tetapi bila dicermati tidak ada kaitan yang signifikan antara jumlah sel dengan total asam. Hal ini dibuktikan dengan nilai total asam yang meningkat tidak seiring dengan peningkatan jumlah sel. Menurut pendapat Kwartiningsih & Nuning (2005), hal tersebut mungkin disebabkan akibat total asam lebih berkaitan dengan jumlah sel koloni bakteri Acetobacter aceti yang berperan dalam menghasilkan asam asetat pada produk minuman vinegar. Selain itu pengukuran total asam yang kurang sesuai dapat disebabkan kesalahan dalam menilai TAT (Girindra, 1986).

3. KESIMPULAN

Kadar gula pada sari apel mempunyai peran penting sebagai sumber karbon dalam proses fermentasi yang akan dipecah menjadi alkohol dan CO2. Fermentasi merupakan suatu proses pemecahan senyawa gula menjadi karbon dioksida (CO2) dan alkohol yang disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme. Jenis yeast yang digunakan pada praktikum ini adalah Saccharomyces cereviceae. Yeast Saccharomyces cereviceae tumbuh optimal pada suhu 28-32C dengan pH 3,5-6,5. Analisa kepadatan biomassa yang viskositas sampelnya rendah dapat dilakukan dengan haemocytometer. Pengukuran Optical Density (OD) menggunakan panjang gelombang 660 nm. Fase pertumbuhan suatu sel mikroorganisme dibagi menjadi fase lag, fase log, fase stagnan, dan fase kematian. Semakin banyak jumlah sel Saccharomyces cereviceae maka semakin banyak alkohol yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah sel mikroorganisme dalam larutan yang diuji maka larutan akan makin keruh sehingga nilai OD akan semakin tinggi. Semakin banyak jumlah sel mikroorganisme dan makin lama waktu fermentasi maka pH-nya juga akan semakin rendah karena ada pembentukan alkohol.

Semarang, 9 Juli 2015Asisten dosen: Bernardus Daniel H. Abigail Sharon E. Chaterine MeilaniTommy Sumanto- Metta Meliani 09.70.0125 23

4.

5. DAFTAR PUSTAKAAnagnostopoulos, V.A.; Symeopoulos, B.D. and Soupioni, M.J. 2010. Effect of Growth Conditions on Biosorption of Cadmium and Copper by Yeast Cells. Global NEST Journal, Vol 12 (3) pp 288-295.Azizah, N.; Al-Baarri, N. dan Mulyani, S. 2012. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol, pH, dan Produksi Gas Pada Proses Fermentasi Bioetanol dari Whey dengan Substrat Kulit Nanas. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 1 (2): 72-77. Chang, R. 1991. Chemistry. MC Graw Hill. USA. Chen, Y.W. and Pei, J.C. 2011. Automatic Cell Counting for Hemocytometers through Image Processing. World Academy of Science, Engineering and Technology. Chen, Y.W. and Pei, J.C. 2011. Automatic Cell Counting for Hemocytometers through Image Processing. World Academy of Science, Engineering and Technology.Clark, Jim. (2007). Hukum Beer-Lambert. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/spektrum_serapan_ultraviolet-tampak__uv-vis_/hukum_beer_lambert/Ewing, G.W. 1976. Instrumental Methods of Chemical Analysis. Mc Growhill Book Company. USA. Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan. P.T. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Girindra, A. 1986. Biokimia 1. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hadioetomo, R. S. 1993. Mikobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Kartohardjono, S.; Anggara; Kartohardjono, S.; Anggara; Subihi; dan Yuliusman. 2007. Absorbsi CO2 dari campurannya dengan CH4 atau N2 melalui kontaktor membran serat berongga menggunakan pelarut air. Jurnal Teknologi 11 (2): 97-102.Kulkarni. 2011. Effect of Additives on Alcohol Production and Kinetic Studies of S.cereveciae for Sugar Cane Wine Production. International Journal of Advanced Biotechnology and Research ISSN 0976-2612, Vol 2, Issue 1, 2011, pp 154-158Kwartiningsih, E dan Ln. Nuning S.M. (2005). Fermentasi Sari Buah Nanas Menjadi Vinegar. Ekuilibrium 4(1) : 8-12.Pelezar, M.J. and Chan, E.C.S. 1976. Turbidimetric Measurement of Plant Cell Culture Growth. Massachussets : MIT.Petrucci, R.H. dan Suminar. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Edisi Keempat Jilid 1. Erlangga. Jakarta.Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.Hayes (1995). Roukas, T. 1994. Continous ethanol productions from carob pod extract by immobilized Saccharomyces cereviseae in a packed bed reactor. Journal Chemical Technology Biotech. 59: 387-393.Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.Sevda, S. and Rodrigues, L. 2011. Fermentative Behavior of Saccharomyces Strains During Guava (Psidium Guajava L) Must Fermentation and Optimization of Guava Wine Production. Journal Food Process Technology 2:4.Stanburry, P.F. & Whitaker. (1984). Principles of Fermentation Technology. Pergamon Press. New York.Utami, R.; Andriani, M.A.M.; dan Putri, Z.A. 2009. Kinetika Fermentasi Yoghurt Yang Diperkaya Ubi Jalar (Ipomea Batatas). fp.uns.ac.id/jurnal/caraka%20XXV_1-51-55.pdfWang, D.; Y. Xu; J. Hu; & G. Zhao. (2004). Fermentation Kinetics of Different Sugars by Apple Wine Yeast Saccharomyces cerevisiae. Journal of The Institute of Brewing 110(4), 340-346, 2004.Winarno, F.G.; Fardiaz, S. dan Fardiaz, D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

6. 7. LAMPIRAN7.1. Perhitungan Kelompok E17.1.1. Jumlah Sel

= 0,00025 mm = 0,00000025 cc

N0 Jumlah sel/cc= = 2,2 x 107

N24 Jumlah sel/cc = = 3,39 x 108

N48 Jumlah sel/cc= = 5,2 x 107

N72 Jumlah sel/cc = = 1,44 x 108

N96 Jumlah sel/cc = = 1,3 x 108

7.1.2. Total Asam

N0 Total asam= = 8,640 mg/ml

N24 Total asam = = 9,216 mg/ml

N48 Total asam= = 8,640 mg/mlN72 Total asam = = 9,024 mg/ml

N96 Total asam = = 11,328 mg/ml

7.2. Laporan Sementara7.3. Abstrak Jurnal7.4. Report Viper