kimia analisis air
DESCRIPTION
kandungan air pada mahlik hidupTRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan
fungsinya tidak pernah dapat tergantikan oleh senyawa lain. Air juga merupakan
komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur serta cita rasa makanan kita. Bahkan dalam bahan makanan
yang kering sekalipun, seperti buah kering, tepung, serta biji-bijian terkandung air
dalam jumlah tertentu.
Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda,
baik itu bahan makanan hewani atau nabati. Air berperan sebagai pembawa zat-zat
makanan dan sisa-sisa metaolisme, sebagai media reaksi yang menstabilkan
pembentukan biopolymer,dan sebagainya.
Bila badan manusia hidup dianalisis komposisi kimianya, maka akan
diketahui bahwa kandungan airnya rata-rata 65% atau sekitar 47 liter per orang
dewasa. Setiap hari sekitar 2,5 liter harus diganti dengan air yang baru. Dipekirakan
dari sejumlah air yang harus diganti tersebut 1,5 liter berasal dari air minum dan
sekitar 1 liter berasal dari bahan makanan yang dikonsumsi.
Meskipun sering diabaikan, air merupakan salah satu unsure penting dalam
bahan makanan. Air sendiri meskipun bukan merupakan sumber nutrient seperti
bahanmakanan lain, namun sangat esensial dalam kelangsungan proses biokimiawi
organisme hidup.
Di samping terdapat dalam bahan makanan secara alamiah, air terdapat babas di
alam dalam berbagai bentuk. Air bebas ini sangat penting juga dalam pertanian,
pencucian dan sanitasi umum maupun pribadi, teknologi pangan dan sebagai air
minum.
Salah satu pertimbangan penting dalam penentuan lokasi pabrik pengolahan
bahan makanan adalah adanya sumber air yang secara kuantitatif cukup maupun
secara kualitatif memenuhi syarat. Dalam pabrik pengolahan pangan, air diperlukan
untuk berbagai keperluan misalnya : pencucian, pengupasan umbi atau buah,
penentuan kualitas bahan (tegelam atau mengambang), bahan baku proses, medium
1
pemanasan atau pendinginan, pembentukan uap, sterilisasi, melarutkan dan mencuci
bahan sisa, perlindungan terhadap kebakaran dan keperluan-keperluan lain.
Sumber air dapat digolongkan menjadi dua yaitu : air permukaan (run-off
water) misalnyA air danau, sungai, bendungan, air hujan; dan air dalam tanah
misalnya sumur dan artesis. Dipandang dari kandungan bahan oganiknya, jumlah
mikrobianya dan kandungan mineralnya, air berasal dari daerah permukaan dan
daridalam tanah dapat berbeda. Perbedaan tersebut dapat digambarkan dalam
ringkasan tabel ini.
Tabel III.1. Kandungan bahan organik, jumlah mikrobia, dan mineral dalam air
permukaan, air sumber dan artesis.
Asal Air Bahan Organik Jumlah Mikrobia Mineral
Permukaan
Sumur
Artesis
Dapat tinggi
Dapat tinggi
Rendah
Dapat tinggi
Dapat tinggi
Rendah
Rendah
Biasanya rendah
Tinggi
Dari sifat-sifat umum tersebut air yang akan dipakai untuk keperluan khusus
mungkin harus mengalami perlakuan terlebih dahulu misalnya strelisasi, pengurangan
kesadahan, penurunan Biochemical Oxygen Demand dan sebagainya.
Kualitas air untuk berbagai keperluan, ditentukan berdasarkan tiga faktor
berikut :
1. sifat fisisnya : warna,bau,rasa,kekeruhan.
2. sifat kimiawinya yaitu : padatan dan gas yang terlarut, pH,kesadahan.
3. kandungan mikrobianya misalnya : algae, bakteri pathogen, bakteri bukan
pathogen.
Terutama dalam prosesing bahan makanan, air yang dipergunakan memerlukan
persyaratan kebersihan yang tinggi. Untuk keperluan pengolahan bahan makanan ini,
persyaratan air sama dengan persyaratan air minum (potable water) yaitu tidak
mengandung mikrobia penyebab sakit perut atau penyakit lain (pathogen), tanpa rasa
atau bau yang tak dikehendaki dantak berwarna.
2
Syarat mutu air minum yang ditetapkan oleh the United States Public Health
Service misalnya adalah sebagai berikut :
Sifat fisis : Kekeruhan kurang dari 10 ppm standar silika terlarut. Warna kurang dari
warna ekivalen dari 20 ppm standar warna kobalt. Rasa harus bebas dari
bau dan rasa yang tak dikehendaki.
Sifat kimiawi :
Air dalam suatu bahan makanan terdapat dalam berbagai bentuk :
1. Air bebas, terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan inter-granular dan pori-pori
yang terdapat pada bahan.
2. Air yang terikat secara lemah karena terserap (teradsorbsi) pada permukaan
kolloid makromolekuler seperti protein, pektin pati, sellulosa. Selain itu air juga
terdispersi diantara colloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang ada
dalam sel. Air yang ada dalam bentuk ini masih tetap mempunyai sifat air bebas
dan dapat dikristalkan pada proses pembekuan. Ikatan antara air dengan kolloid
tersebut merupakan ikatan hidrogen.
3. Air dalam keadaan terikat kuat yaitu membentuk hidrat. Ikatannya bersifat lonik
sehingga relative sukar dihilangkan atau diuapkan. Air ini tidak membeku
meskipun pada 0ºF.
4. Air bebas, terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan inter-granular dan pori-pori
yang terdapat pada bahan.
5. Air yang terikat secara lemah karena terserap (teradsorbsi) pada permukaan
kolloid makromolekuler seperti protein, pektin pati, sellulosa. Selain itu air juga
terdispersi diantara colloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang ada
dalam sel. Air yang ada dalam bentuk ini masih tetap mempunyai sifat air bebas
dan dapat dikristalkan pada proses pembekuan. Ikatan antara air dengan kolloid
tersebut merupakan ikatan hidrogen.
6. Air dalam keadaan terikat kuat yaitu membentuk hidrat. Ikatannya bersifat lonik
sehingga relative sukar dihilangkan atau diuapkan. Air ini tidak membeku
meskipun pada 0ºF.
3
PEMBAHASAN
A. DEFINISI AKTIVITAS AIR
Scott (1957) pertama kali menggunakan aktivitas air sebagai petunjuk akan
adanya sejumlah air dalam bahan pangan yang dibutuhkan bagi pertumbuhan
mikrooganisme. Aktivitas air ini juga terkait erat dengan adanya air dalam bahan
pangan.
Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa komponen di
samping ikut sebagai bahan pereaksi. Sedang bentuk air dapat ditemukan sebagai air
bebas dan air terikat. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila terjadi penguapan
atau pengeringan. Sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan cara tersebut.
Sebenarnya air dapat terikat ssecara fisik, yaitu ikatan menurut system kapiler dan air
terikat dalam sistem disperse.
Air yang terdapat dalam bentuk bebas dapat membantu terjadinya proses
kerusakan bahan makanan misalnya proses mikrobiologis, kimiawi, ensimatik,
bahkan oleh aktivitas serangga perusak. Sedangkan air yang dalam bentuk lainnya
tidak membantu terjadinya proses kerusakan tersebut di atas. Oleh karenanya kadar
air bukan merupakan parameter yang absolute untuk dapat dipakai meramalkan
kecepatan terjadinya kerusakan bahan makanan. Dalam hal ini dapat digunakan
pengertian Aw (aktivitas air) untuk menentukan kemampuan air dalam proses-proses
kerusakan bahan makanan.
Pengurangan air baik secara pengeringan atau penambahan bahan penguap air
bertujuan mengawetkan bahan pangan. Kriteria ikatan air dalam aspek daya awet
bahan pangan dapat ditinjau dari kadar air, konsentrasi larutan, tekanan osmotik.
Kelembapan relatif berimbang dan aktivitas air. Kadar air dan konsentrasi larutan
hanya sedikit berhubungan dengan sifat-sifat air yang berada dalam bahan pangan.
Sekarang telah disepakati bahwa aktivitas air ( Aw) merupakan parameter yang
4
sangat berguna untuk menunjukkan kebutuhan air atau hubungan air dengan
mikroorganisme dan aktivitas enzim.
Kandungan air dalam bahan pangan akan berubah-ubah sesuai dengan
lingkungannya, dan hal ini sangat erat hubungannya dengan daya awet bahan pangan
tersebut. Hal ini merupakan pertimbangan utama dalam pengolahan dan pengelolaan
pasca olah bahan pangan.
Aktivitas air didefinisikan sebagai perbandingan antara tekanan uap air dari
larutan dengan tekanan uap air murni pada suhu yang sama :
Aw = P
Po
Dimana :
P = Tekanan Uap Air dari Larutan pada Suhu T
Po = Tekanan Uap Air Murni pada Suhu T
Aktivitas air ini dapat juga dinyatakan sebagai jumlah molekul dalam larutan,
dan menurut hukum Raoult dapat dinyatakan sebagai berikut :
Aw = n2
n1 + n2
Dimana :
n1 = adalah jumlah molekul zat yang dilarutkan
n2 = adalah jumlah molekul air
Setiap bahan bila diletakkan dalam udara terbuka kadar airnya akan mencapai
keseimbangan dengan kelembaban udara disekitarnya. Kadar air bahan ini disebut
dengan kadar air seimbang. Setiap kelembaban relative tertentu dapat menghasilkan
kadar air seimbang tertentu pula. Dengan demikian dapat dibuat hubungan antara
kadar air seimbang dengan kelembaban relatife.
5
Aw = ERH
100
Apabila diketahui kurva hubungan antara kadar air seimbang dengan
kelembaban relative pada hakekatnya dapat menggambarkan pula hubungan antara
kadar air dan aktivitas air. Kurva ini sering disebut Isoterm Sorpi Lembab
(ISL)Gambar III.1. setiap bahan mempunyai ISL yang berbeda dengan bahan lainnya.
Pada kurva tersebut dapat diketahui bahwa kadar air yang sama belum tentu
memberikan Aw yang sama bergantung pada macam bahannya. Pada kadar air yang
tinggi belum tentu memberikan Aw yang tinggi bila bahannya berbeda. Hal ini
dikarenakan mungkin bahan yang satu disusun oleh bahan-bahan yang mudah
mengikat air sehingga air bebas relatif menjadi lebih kecil akibatnya bahan jenis ini
mempunyai Aw yang rendah.
Disamping formula diatas Aw dapat juga dikaitkan dengan tekanan osmotis dan
diformilasikan sebagai berikut :
Tekanan Osmotis = - RT loge Aw
V
Dimana:
R = Konstanta Gas
T = Suhu Absolut
V = Molal Volume Air
Sedang satuan unit yang dipergunakan adalah dynes/cm².
6
Aw dari bahan pangan adalah untuk mengukur terikatnya air pada bahan
pangan atau komponen bahan pangan tersebut. Dimana Aw dari bahan pangan
cenderung berimbang dengan Aw lingkungan sekitarnya.
Air mempunyai tendensi untuk mengadakan ikatan hydrogen dengan gugus
polar fungsional misalnya gugus hidroksil (OH) dari gula, alkohol dan gugus karbonil
oksigen dari aldehid dan keton :
H H R R
O C
║
O
H H
O O
R H
Ikatan hidroksil dengan air Ikatan karbonil dengan air
Aw dapat diukur dengan cara lain yaitu dengan mengikuti hokum Raoult :
Mw
Aw =
Mw + Ms
Mw = jumlah mol air
Ms = jumlah mol zat pelarut
Ini terutama untuk membuat larutan yang mempunyai Aw yang diinginkan.
7
Aktivitas air juga dapat dihitung dengan cara tidak langsung yaitu dengan
menghitung banyaknya air yang terserap dalam kertas saring kering yang telah
diketahui beratnya dalam suatu ruang atau wadah yang berisi zat yang akan diukur
Aw-nya.
Cara ini dengan menempatkan sample dalam alat khusus yang dilengkapi tutup
( gambar 111.2 ). Sebelumnya harus dibuatkan dahulu kurva standar yang
memberikan gambaran hubungan antara Aw dengan berat air yang terserap dalam
kertas saring per 100 gr kertas caranya adalah sebagai berikut :
Mula – mula wadah yang terbuat dari kaca diisi dengan larutan standar yang
telah diketahui Aw- nya ( lihat tabel 111.1 ). Kemudian kertas saring kering beserta
cawan penyangga ditimbang dan selanjutnya dimasukkan kedalam wadah dan ditutup
rapat. Setelah 24 jam kertas saring whatman no.42 5,5 cm beserta cawan
penyangganya ditimbang. Selisih berat sebelum dan sesudah inkubasi tersebut
merupakan bobot air yang terserap. Yang perlu diperhatikan adalah berat kertas
saring yang akan digunakan harus sama. Setelah semua larutan standar dicoba akan
diperoleh hubungan antara banyaknya air yang terserap dengan Aw larutan dan bila
digambarkan berupa grafik standar. ( Gambar 111.3 )
Setelah diperoleh grafik standar selanjutnya dengan cara yang sama dicari Aw
bahan yaitu dengan menempatkan bahan 100 gr dalam wadah sebagai pengganti
larutan standar. Penentuan cara ini tidak dapat digunakan apabila dalam bahan
terdapat senyawa methanol, ethanol, ataupun senyawa yang mudah menguap yang
mudah terserap oleh kertas saring.
Tabel III.2 Hubungan Aw dengan konsentrasi zat
Bahan / zat Aw
NaCL 9,3% (bobot/bobot)
NaCL 19,1% (bobot/bobot)
NaCL 27% (jenuh)
0,94
0,85
0,74
8
NaNO3 (jenuh)
Mg(NO3)2 (jenuh)
Cliserol (jenuh)
0,61
0,51
0,8 – 0,9
65 mm
Tutup gelas
Mangkok/cawan penyangga kertas saring
whatman 42 diameter 5,5 cm
Gelas
bahan / larutan standar
53 mm
Gambar III.2. Alat penentu Aw bahan
M
Berat air
Terserap
Dalam
100 g
kertas
Gambar III.3. Hubungan Aw dengan berat air terserap
Terutama dalam prosesing bahan makanan, air yang dipergunakan
memerlukanpersyaratan kebersihan yang tinggi. Untuk keperluan pengolahan bahan
9
makanan ini, persyaratan air sama dengan persyaratan air minum (potable water)
yaitu tidak mengandung mikrobia penyebab sakit perut atau penyakit lain (pathogen),
tanpa rasa atau bau yang tak dikehendaki dantak berwarna.
B. SIFAT – SIFAT AIR
Kimia Air
Ditentukan oleh tingkat kesadahan. Kesadahan air ini ditentukan oleh kandungan
garam Ca dan Mg. Untuk penentuan tingkat kesadahan, dipakai
standar unit ppm CaCO3.
ppm CaCO3 tingkat kesadahan
0 < 50 air lunak (soft water)
50 – 100 sedikit lunak
100 – 200 sadah
> 200 sadah sekali (hard)
berdasarkan sifatnya, maka kesadahan yang disebabkan oleh garam-garam CaCl2,
MgCl2, CaSO4. MGSO4 disebut sebagai kesadahan tetap, sedangkan yang disebabkan
oleh Ca(HCO3)2 atau Mg(HCO3)2 disebut kesadahan sementara.
Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom oksigen yang berikatan kovalen
dengan dua atom hydrogen. Hydrogen dan oksigen mempunyai daya padu yang
sanagat besar antar keduanya. Keunikan air terjadi berkat ikatan pemadu kedua
unsurnya. Perangakaian jarak atom-atomnya mirip kunci yang masuk lubangnya,
kecocokannya begitu sempurna, sehingga air tergolongkedalam senyawa mantap.
Semua atom dalam molekul air terjalin menjadi satu oleh ikatan yang kuat , yang
hanya dapat dipecahkan oleh perantara yang paling agresif, misalnya energi listrik
atau zat kimia seperti logam kalium.
Sebuah atom oksigen mempunyai sebuah inti dengan delapan proton; kulit
electron bagian dalam berisi dua electron dan sebuah kulit elktron luar hanya berisi
10
enam electron, jadi masih belum penuh atau masih kekurangan dua elektron.
Sedangkan sebuah atom hidrogen mempunyai kulit elektron tunggal disekeliling
intinya, yang berisi hanya satu elektron, jadi masih belum penuh atau kekurangan
satu elektron. Kulit yang belum terisi penuh tersebut tidak mantap dan elektron-
elektronnya cepat bergabung dengan elektron lain untuk memenuhi ruang dalam satu
kulit. Kulit yang telah terisi penuh merupakan bentuk yang mantap, dan setelah hal
itu terjadi, maka akan dilawannya setiap usaha pemisahan.
Kandungan Mikrobiologis
ditentukan dengan standar penentuan jumlah Coliform (termasuk Escherichia coli
dan Aerobacter) yaitu jenis bakteri yang menunjukkan adanya pencemaran kotoran
manusia atau hewanpada air. Jenis bakteri yang terdapat dalam kotoran umumnya
terdiri dari E. coli strain comunis (yang paling banyak). Streptococcus dan
Clostridium welchii. Meskipun tidak berbahaya, organisme non-patogen sering
menimbulkan kerugian misalnya menimbulkan rasa dan bau yang menganggu,
menimbulkan lendir pada pipa air, menyebabkan kontaminasi makanan waktu
pencucian atau pendinginan kaleng yang menyebabkan kerusakan makanan yang
dikalengkan. Oleh sebab itu, upaya harus dilakukan untuk mengurangi jumlah
mikrobia dalam air yang dipergunakan dalam prosesing serendah mungkin.
Air Dalam Kristal Es
Bila suhu air diturunkan, pelepasan panas akan mengakibatkan pergerakan
molekul-molekul air diperlambat dan volumenya mengecil. Bila air didinginkan
sampai suhu 4oC, suatu pola baru ikatan hidrogen terbentuk. Volume air sebaliknya
mengembang ketika air diturunkn suhunya dari 4oC sampai 0oc. ketika panas dilepas
lagi setelah air mencapai 0oc, terjadilah kristal , dan ketika air es berubah menjadi
kristal es, volume mendadak mengembang. Es memerlukan ruang 1/11 kali lebih
banyak daripada volume air pembentuknya, tetapi es bersifat kurang padat bila
dibandingkan air, karenanya es terapung kepermukaan air.
11
Larutan Dalam Air
Air berfungsi sebagai bahan yang dapat mendispersikan berbagai senyawa yang
ada dalam bahan makanan. Untuk beberapa bahan malah sebagai pelarut.air dapat
melarutkan berbagai bahan seperti garam, vitamin yang larut air, mineral, dan
senyawa-senyawa citarasa seperti yang terkandung dalam the dan kopi.
Larutan dalam air dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu yang ionic maupun
yang molekuler. Pada bahan kristal sama halnya seperti garamdapur(NaCl). Atom Na
mndonasikan satu elektron yang berada dilapisan luar kepada atom klorida yang yang
kekurangan satu elektron pada lapisan luarnya sehingga menghasilkan ion Na+ dan
Cl-.
Dalam kristal NaCl, kedua ion tersebut saling terikat dengan daya tarik
elektrostatik. Molekul-molekul air dapat mengurangi daya tarik-menarik antara Na+
dan Cl- sedemikian rupa sehingga tinggal 1% saja dari daya tarik yang terdapat dalam
kristal NaCl. Ion-ion tersebut kemudian terhidrasi dan diungsikan oleh molekul-
molekul air; demikian seterusnya sehingga terjadilah larutan garam.
Keadaan yang sama terjadi pada basa maupun asam seperti halnya garam.
Molekul-molekul atau ion-ion didalam larutan disebut bahan terlarut dan cairan
dimana bahan tersebut larut disebut pelarut.
Molekul-molekul berbagai senyawa terikat satu sama lain melalui ikatan
hydrogen, contohnya molekul gula. Bila sebuah kristal gula melarut, molekul-
molekul air bergabung secara ikatan hydrogen pada Gugus polar molekul gula yang
terdapat dipermukaan air kristal gula tersebut. Molekul-molekul air yang mula-mula
terikat pada lapisan pertama ternyata tidak dapat bergerak, tetapi selanjutnya
molekul-molekul gula akhirnya dikelilingi oleh lapisan air dan melepaskan diri dari
kristal.
Pemanasan air dapat mengurangi daya tarik-menarik antar molekul-molekul air
dan memberikan cukup energi kepada molekul-molekul air itu sehingga dapat
mengatasi daya tarik-menarik antar molekul gula. Karena itu daya kelarutan pada
bahan yang melibatkan ikatan hydrogen seperti pada gula, akan meningkat denan
12
meningkatnya suhu. Karena itu gula lebih cepat melarut dalam air panas daripada
dalam air dingin.
Dispersi
Beberapa bahan kimia dalam makanan tidak dapat membentuk suatu larutan,
tetapi hanya terdispersi dalam air. Kelompok senyawa tersebut membentuk dispersi
koloidal. Perbedaan antara larutan murni dan dispersi koloidal terletak dalam ukuran
molekul dan partikel yang terlibat dan juga luas relative permukaannya.
Dalam bentuk dispersi koloidal, partikel-partikel yang ada dalam air bentuknya
tidak begitu besar sehingga tidak dapat mengendap, tetapi juga tidak cukup kecil
untuk dapat membentuk larutan. Protein biasanya termasuk senyawa yang
membentuk dispersi koloidal. Gelatin misalnya, merupakan suatu protein yang bila
ditambah air panas akan membentuk dispersi koloidal. Berbagai jenis dispersi
koloidal bersifat tidak stabil karena ukurannya besar. Penggumpalan susu misalnya,
disebabkan ketidakstabilan kasein yang terdispersi koloidal.
Suspensi merupakn suatu jenis dispersi. Dalam suspensi partikel-partikel bahan
tersebut berbentuk begitu besar atau begitu kompleks sehingga tidak dapat larut dan
juga tidak dapat membentuk koloid. Salah satu contoh adalah pati dalam air dingin.
Bila pati jagung digunakan untuk mengentalkan puding, pati tersebut disuspensikan
dalam cairan dingin dan suspensinya diaduk dan dipanaskan sampai oati
membengkak sehingga tetap dalam puding.
Ikatan Kovalen Dan Ikatan Antar Molekul Air
Dalam sebuah molekul air dua buah atom hidrogen berikatan dengan sebuah atom
oksigen melalui dua ikatan kovalen, yang masing-masing mempunyai energi sebesar
110,2 kkal per mol. Ikatan kovalen tersebut merupakn dasar bagi sifat air yang
penting, misalnya kebolehan air sebagai pelarut.
Kosong
13
Kulit K
Kulit L
hidrogen
105o
oksigen
(a) (b) (c)
keterangan gambar:
(a). dua atom hydrogen dan sebuah atom oksigen
(b). molekul air, setiap electron hydrogen saling memanfaatkan sepasang electron dengan
oksigen
(c) Terjadinya dua kutub positif dan negative (dipolar).
Kemampuan molekul air membentuk ikatan hidrogen menyebabkan air
mempunyai sifat-sifat yang unik. Ikatan hidrogen yang terjadi antar molekul-molekul
yang berdampingan mengakibatkan air pada tekanan atmosfer bersifat mengalir pada
suhu 0-100oC. kelompok-kelompok kecil molekul air bergabung dengan suatu pola
tertentu, tetapi kelompok-kelompok tersebut bergerak bebas dan menyebabkan
terjadinya pertukaran ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen ini tidak hanya mengikat
molekul-molekul air satu sama lain, tetapi dapat juga menyebabkan pembentukan
14
hidrat antara air dengan senyawa-senyawa lain yang mempunyai kutub O atau N,
seperti senyawa molekul atau karbohidrat yang mempunyai gugus OH (hidroksi).
Es merupakan suatu senyawa yang terdiri dari molekul-molekul H2O yang
tersusun seddemikian rupa sehingga 1 atom H terletak disatu sisi antar sepasang atom
oksigen molekul-molekul air lainnya, membentuk suatu heksagon simetrik. Satu
molekul H2O dapat mengikat 4 molekul H2O yang berdekatan dan jarak atom O-O
yang berdampingan sebesar 2,76Ao.
Ruangan-ruangan dalam kristal es berbentuk sedemikian rupa sehingga
membentuk saluran-saluran dalam jumlah yang sangat besar. Karena itulah es
mempunyai volume 1/11 kali lebih besar dari bentuk cairannya dan kerapatannya
lebih kecil sehingga es mengapung dalam air.
C. AIR DALAM BAHAN MAKANAN
Sampai sekarang belum diperoleh suatu istilah yang untuk air yang terdapat
dalam bahan makanan. Istilah yang umumnya dipakai sekarang ini adalah “air
terikat” (bound water). Walaupun sebenarnya istilah ini kurang tepat, karena
keterikatan air dalam bahan berbeda-beda, bahkan ada yang tidak terikat. Karena itu,
istilah “air terikat” ini dianggap sebagai suatu system yang mempunyai derajat
keterikatan berbeda-beda dalam bahan.
Pembagian Tipe Air Terikat Berdasarkan Derajat Keterikatannya.
Tipe I, adalah molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui
suatu ikatan hydrogen yang berenergi besar. Molekul air membentuk hidrat dengan
molekul-molekul lain yang mengandung atom-atom O dan N seperti karbohidrat,
protein, atau garam. Air tipe ini tidak dapat membeku pada proses pembekuan, tetapi
sebagian air ini dapat dihilangkan dengan cara pengeringan biasa. Air tipe ini terikat
kuat dan sering kali disebut air terikat dalam arti sebenarnya.
Derajat pengikatan air sedemikian rupa sehingga reaksi-reaksi yang terjadi
sangat lambat dan tidak terukur. Reaksi yang nyata dalam bahan makanan dalah
15
peningkatan oksidasi lemak bila setelah air tipe I, air terikat lagi membentuk air tipe
II (Gambar 5).
Oksidasi lemak akan meningkat pada daerah II karena keaktifan katalis
meningkat dengan adanya pengembangan volume akibat penyerapan air.
Tipe II, yaitu molekul-molekul air membentuk ikatan hydrogen dengan
molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dari air
murni. Air jenis ini lebih sukar dihilangkan dan penghilangan air tipe II akan
mengakibatkan penurunan (water activity). Bila sebagian air tipe II dihilangkan,
pertumbuhan mikroba dan reaksi-reaksi browning, hidrolisis, atau oksidasi lemak
akan dikurangi. Jika air tipe II dihilangkan seluruhnya, kadar air bahan akan berkisar
antara 3-7 %, dan kestabilan optium bahan makanan akan tercapai, kecuali pada
produk-produk yang dapat mengalami oksidasi akibat adanya kandungan lemak tidak
jenuh.
Tipe III, adalah yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti
membran, kapiler, serat, dan lain-lain. Air tipe III inilah yang seringkali disebut
dengan air bebas. Air tipe ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk
pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi. Apabila air tipe III ini
diuapkan seluruhnya, kandungan air bahan berkisar antara 12-25 % dengan (water
activity) kira-kira 0,8 tergantung dari jenis bahan dan suhu.
Tipe IV, adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air
murni, sehingga sifat-sifat air biasa dan keaktifan penuh.
Selain tipe-tipe air seperti dasebutkan diatas, beberapa penulis membedakan
pula air imbibisi dan air kristal. Air ambibisi merupakan air yang masuk kedalam
bahan pangan dan akan menyebabkan pengembangan volume, tetapi air ini tidak
merupakan komponen penyusun bahan tersebut. Misalnya air dengan beras bila
dipanaskan akan membentuk nasi, atau pembentukan gel dari bahan pati. Air kristal
16
adalah air terikat dalam semua bahan, baik pangan maupun nonpangan yang
berbentuk kristal, seperti gula, garam, CuSO4, dan lain-lain.
Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan
mekanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan a , yaitu jumlah air
bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisma untuk pertumbuhannya. Berbagai
mikroorganisma mempunyai a :0,90; khamir a : 0,80-0,90; kapang a : 0,60-0,70.
Pada bahan pangan isotherm sorpsi air dapat menggambarkan kandungan air
yang dimiliki bahan tersebut sebagai keadaan kelembaban relatif ruang tempat
penyimpanan.
Isoterm ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian, tergantung dari keadaan air
dalam bahan pangan tersebut.
Tidak ada suatu nilai kelembaban relatif tertentu yang dapat dijadikan ukuran
sebagai batas satu daerah dengan daerah lainnya. Adanya kurva desorpsi
memberikan bukti mengenai hal ini.
Isoterm sorpsi air bahan pangan dapat diperoleh dengan dua cara. Cara
pertama: Bahan makanan dengan kadar air yang diketahui dibiarkan mencapai
keseimbangan dengan sisa ruang dalam wadah tertentu yang tertutup sangat rapat.
Tekanan uap parsial uap airnya diukur dengan manometer, atau RH dari sisa ruang
tersebut diukur dengan hygrometer listrik, point cells, atau psikrometer rambut.
Dengan demikian kita mendapatkan data hubungan kadar air dangan RH dalam
keadaan keseimbangan atau dangan a dari bahan makanan (RH= a x 100).
Cara kedua dilakukan sebagai berikut: Sampel dalam jumlah kecil diletakkan
pada beberapa ruangan yang tetap RH-nya (misalnya dalam desikator yang
mengandung larutan garam jenuh seperti litium klorida untuk RH sekitar 11%,
MgCl2 untuk RH sekitar 32%, NaCl untuk RH sekitar 75%, dan kalium sulfat untuk
RH 97%). Setelah keseimbangan tercapai, kadar air bahan kemudian diukur secara
gravimetris atau cara lain. Dengan demikian kita mendapatkan hubungan antara
kadar air bahan dan RH dalam keadaan keseimbangan.
Untuk memperpanjang daya tahan syatu bahan, sebagian air dalam bahan
harus dihilangkan dengan beberapa cara tergantung dari jenis bahan. Umumnya
17
dilakukan pengeringan, baik dengan penjemuran atau dengan alat pengering buatan;
seperti pada penjemuran padi, ikan asin, pembuatan dendeng, dan lain sebagainya.
Pada bahan yang berkadar air tinggi, susu misalnya, dilakukan evaporasi atau
penguapan. Pembuatan susu kental pada prinsipnya adalah mengurangi kadar air
dengan cara dehidrasi.
D. PENENTUAN KADAR AIR DALAM BAHAN MAKANAN
Kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan berbagai cara antara
lain :
1. Metode pengeringan (Thermogravimetri)
2. Metode destilasi (Thermovolumetri)
3. Metode khemis
4. Metode fisis
5. Metode khusus misalnya dengan kromatografi: Nuclear Magnetic-Resonance.
Penentuan Kadar Air Cara Pengeringan (Thermogravitimetri)
Prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemansan.
Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air sudah
diuapkan. Cara ini relatif mudah dan murah. Kelemahan cara ini adalah :
a. Bahan lain di samping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap
air misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri dan lain-lain.
b. Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah
menguap lain. Contoh guls mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak
mengalami oksidasi dan sebagainya.
c. Bahan yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit
melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan.
Suatu bahan yang telah mengalami pengeringan ternyata lebih bersifat
higroskopis daripada bahan asalnya. Oleh karena itu selama pendinginan sebelum
penimbangan, bahan selalu ditempatkan dalam ruang tertutup yang kering misalnya
dalam eksikator atau dessikator yang telah diberi zat penyerap air. Penyerap air/uap
18
air ini dapat menggunakan kapur aktif; asam sulfat; silica gel; alluminium oksida;
kalium khlorida; kalium hidroksida; kalsium sulfat atau barium oksida.
Silica gel yang digunakan sering diberi warna guna memudahkan apakah bahan
tersebut sudah jenuh dengan air atau belum. Bila sudah jenuh akan berwarna merah
muda dan bila dipanaskan menjadi kering berwarna biru.
Penentuan Kadar Air Cara Destilasi ( Thermovolumetri )
Prinsip penentuan kadar air dengan destilasi adalah menggunakan air dengan “
pembawa “ cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi daripada air dan
tidak dapat campur dengan air serta mempunyai berat jenis lebih rendah dari pada air.
Zat kimia yang dapat digunakan antara lain : toluene, xylem, benzene,
tetrakhlorethilen dan xylol.
Cara penentuannya adalah dengan memberikan zat kimia sebanyak 75 – 100 ml
pada sample yang diperkirakan mengandung air sebanyak 2 – 5 ml, kemudian
dipanaskan sampai mendidih. Uap air dan zat kimia tersebut diembunkan dan
ditampung dalam tabung penampung. Karena berat jenis air lebih besar daripada zat
kimia tersebut maka air akan berada dibagian bawah pada tabung penampung. Bila
pada tabung penampung dilengkapi skala maka banyaknya air dapt diketahui
langsung. Alat yang dipakai sebagai penampung ini antara lain tabung Stark-Dean
dan Sterling – Bidwell.
Cara destilasi ini baik untuk menentukan kadar air dalam zat yang kandungan
airnya kecil yang sulit ditentukan dengan cara thermogravimetri. Penentuan kadar air
cara ini hanya memerlukan waktu 1 jam.
Dengan cara destilasi terjadinya oksidasi senyawa lipid maupun dekomposisi
senyawa gula dapat dihindari sehingga penentuannya lebih cepat.
Untuk bahan yang mengandung gula dan protein yang tinggi sering
ditambahkan serbuk asbes ke dalam bahan, hal ini untuk mencegah terjadinya
superheating yang dapat menimbulkan dekomposisi bahan tersebut. Untuk
memperluas permukaan kontak dengan cairan kimia yang digunakan dan
19
memperlamcar terjadinya destilasi dapat ditambahkan tanah diatomea pada bahan
yang telah ditumbuk halus sebelum destilasi.
Metode Kimiawi
Ada beberapa cara penentuan kadar air dalam bahan secara kimiawi yaitu antara
lain :
a. Cara titrasi Karl Fischer ( 1935 )
Cara ini adalah dengan menitrasi sample dengan larutan iodine dalam methanol.
Reagen lain yang digunakan dalam titrasi ini adalah Sulfur dioksida dan pirdin.
Methanol dan pirdin digunakan untuk melarutkan yodin dan sulfur dioksida agar
reaksi dengan air menjadi lebih baik. Selain itu piridin dan methanol akan mengikat
asam sulfat yang terbentuk sehingga akhir titrasi dapa lebih jelas dan tepat. Selama
masih ada air dalam bahan, iodine akan bereaksi, tetapi begitu air habis maka yodin
akan bebas. Pada saat timbul warna iodine bebas ini, titrasi dihentikan. Yodin bebas
ini akan memberikan warna kuning coklat. Untuk memperjelas perwarnaan maka
dapat ditambahkan metilin biru dan akhir titrasi akan memberikan warna hijau.
Tahapan reaksi yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut :
I2 + SO2 + 2C6H5N C6H5N.SO2
C6H5N.I2 + C6H5N.SO2 + C6H5N + H2O 2(C6H5N.HI) + C6H5N.SO3
C6H5N.SO3 + CH3OH C6H5N (H)SO4CH3
I2 dengan metilin biru akan berubah warnanya menjadi hijau.
Dalam pelaksanaanya titrasi harus dilakukan dengan kondisi bebas dari
pengaruh kelembaban udara. Untuk keperluan tersebut dapat dilakukan dalam ruang
tertutup.
Cara titrasi Karl Fischer ini telah berhasil dipakai untuk penentuan kadar air
dalam alkohol, ester- ester, senyawa lipid, lilin, pati, tepung gula, madu dan bahan
makanan yang dikeringkan, cara inibanyak dipakai karena memberikan harga yang
tepat dan dikerjakan cepat. Tingkat ketelitiannya lebih kurang 0,5 mg dan dapat
ditingkatkan lagi dengan sistem elektroda yaitu dapat mencapai 0,2 mg.
20
b. Cara Kalsium Karbid
Cara ini berdasarkan reaksi antara kalsium karbid dan air menghasilkan gas
asetilin. Cara ini sangat cepat dan tidak memerlukan alat yang rumit. Jumlah asetilin
yang terbentuk dapat diukur dengan berbagai cara :
1. Menimbang campuran bahan dan karbid sebelum dan sesudah reaksi ini
selesai. Kehilangan bobotnya merupakan berat asetilin.
2. Mengumpulkan gas asetilin yang terbentuk dalam ruangan tertutup dan
mengukur volumenya. Dengan volume yang diperoleh tersebut dapat
diketahui banyaknya asetilin dan kemudian dapat diketahui kadar air bahan.
3. Dengan mengukur tekanan gas asetilin yang terbentuk jika reaksi dikerjakan
dalam ruang tertutup. Dengan mengetahui tekanan dan volume asetilin
dapat diketahui banyaknya dan kemudian dapat diketahui kadar air bahan.
4. dengan menangkap gas asetilin dengan larutan tembaga sehingga dihasilkan
tembaga asetilin yang dapat ditentukan secara gravimetri atau volumetri
atau secara kolorimetri.
Reaksi yang terjadi selama pencampuran dapat dituliskan sebagai berikut.
CaC2 + H2O CaO + C2H2
Tiap 1 grol gas asetilin berasal dari 1 grol air. Volume 1 grol gas asetilin dianggap
sama dengan gas ideal yaitu 22,4 liter. Ketelitiannya tergantung pada pencampuran
atau interaksi karbid dengan bahan.
Cara tersebut telah berhasil untuk menentukan kadar air dalam tepung, sabun,
kulit, biji panili, mentega dan air buah.
Penentuan kadar air cara ini dapat dikerjakan sangat singkat yaitu berkisar 10
menit.
c. Cara asetil khlorida
Penentuan kadar air cara ini berdasarkan reaksi asetil khlorida dan air
menghasilkan asam yang dapat dititrasi menggunakan basa. Asetil khlorida yang
21
digunakan dilarutkan dalam toluol dan bahan didispersikan dalam piridin. Reaksi
yang terjadi dapat dituliskan berikut :
H2O + CH3COCl CH3COOH + HCl
Cara ini telah berhasil dengan baik untuk penentuan kadar air dalam bahan minyak,
mentega, margarin, rempah-rempah dan bahan-bahan yang berkadar air sangat
rendah.
Metode Fisis
Ada beberapa cara penentuan kadar air cara fisis ini antara lain :
a. Berdasarkan tetapan dielektrikum
b. Berdasarkan konduktivitas listrik (daya hantar listrik) atau resistansi
c. Berdasarkan resonansi nuklir magnetik (NMR = Nuclear Magnetic Resonance)
a. Penentuan kadar air berdasarkan tetapan dielektrikum
Air mempunyai tetapan dielektrikum sebesar 80. Zat-zat lain mempunyai
tetapan yang tertentu pula misal karbohidrat dan protein lebih kecil dari 10, metanol
sebesar 33, etanol sebesar 24, aseton sebesar 21,4, benzen sebesar 2,3, heksan sebesar
1,9. Kontante dielektrikum dapat dituliskan rumusnya sebagai berikut :
e1 e2
D =
F . r2
F : daya tarik-menarik antara dua ion yang berlawanan
e1 & e2 : muatan ion-ion
r : jarak antara dua ion.
22
Untuk mengetahui kadar air bahan diperlukan adanya kurva standar yang melukiskan
hubungan antara kadar air dan tetapan dielektrikumnya dari bahan yang diselidiki.
Dengan mengetahui tetapan dielektrikum bahan sejenis akan dapat dihitung kadar air
bahan tersebut.
b. Penentuan kadar air berdasarkan daya hantar listrik atau resistensi
Air merupakan penghantar listrik yang baik. Bahan yang mempunyai
kandungan air yang besar akan mudah menghantarkan listrik atau mempunyai
resistensi yang relatif kecil. Suatu zat dilalui aliran listrik, maka apabila diketahui
suatu grafik yang menggambarkan hubungan-hubungan antara kadar air dan
resistensinya, maka bila diketahui resistensi bahan sejenis akan dapat dihitung kadar
air bahan tersebut.
Contoh : bahan gandum berkadar air 13 persen akan mempunyai resitensi hampir
tujuh kali daripada resistensi gandum yang berkaar air 14 persen.
Alat yang digunakan untuk mengukur kadar air bahan sejenis ini disebut
resistensi meter atau moisture tester. Perlu diingat pula bahwa konduktivitas bahan
dapat berubah karena perubahan temperatur. Makin tinggi suhu konuktivitasnya
makin besar atau resistensinya makin kecil. Untuk pengukuran yang tepat perlu
diberikan koreksi terhadap data yang diperoleh pada suhu tersebut. Biasanya skala
yang tercantum dalam alat sudah dirubah langsung bisa menunjukkan kadar air suatu
bahan.
c. Penentuan kadar air berdasarkan resonansi nuklir magnetik
(NMR : Nuclear magnetic resonance)
Penentuan kadar air cara ini berdasarkan sifat-sifat magnetik dari inti atom yang
mampu menyerap enersi. Dengan kondisi yang terkendali absorbsi energi dapat
merupakan index zat yang dikandungnya. Enersi yang diserap oleh intiatom hidrogen
dari molekul air dapat merupakan suatu ukuran dari banyaknya air yang dikandung
oleh bahan tersebut. Untuk ini diperlukan kurva standar yang menggambarkan antara
banyaknya energi yang diserap dengan kandungan air dalam bahan.
23
E. PENGARUH AKTIVITAS AIR
Pada Stabilitas Pigmen
Stabilitas pigmen dalam bahan pangan sangat dipengaruhi oleh berbagai
factor lingkungan. Faktor-faktor tersebut meliputi antara lain ada tidaknya oksigen,
cahaya, substansi oksidasi dan reduksi, unsure logam berat, Aw, pH dan suhu.
Pada umumnya pigmen yang banyak digunakan dalam pengolahan bahan
pangan adalah karoten, klorofil, anthocyanin dan betanin. Apabila ada konsentrasi
oksigen tak terbatas, maka kerusakan pigmen mengikuti pola reaksi kinetik urutan
pertama.
Stabilitas karotenoid umumnya sebagai fungsi oksidasi atau karena
pemanasan, dan hal ini tentunya terkait erat dengan peran air dan Aw. Hal tersbut
dapat ditunjukkan pada bagian daging ikan salmon yang dikeringbekukan. Di sana
ditemukan hubungan langsung antara nilai Aw dan rusaknya karonetoid.
Sebagaimana halnya pada proses oksidasi lemak, kerusakan karotenoid ini juga
melalui proses serupa, yaitu proses oksidasi yang diikuti oleh mekanisme
pembebasan radikal yang sangat dipengaruhi oleh adanya air yang berperan serta
dalam proses oksidasi kerusakan karoten. Nilai Aw di atas lapisan tunggal (nilai Aw
di atas 0,41) hampir dapat memberikan perlindungan sepenuhnya.
Beberapa kegiatan yang terkait dengan sifat perlindungan oleh air adalah
sebagai berikut :
1. Air pada permukaan bahan melindungi dekomposisi hidroperoksida, yang
terbentuk dari ikatan hodrogen pada saat reaksi radikal bebas, sehingga
memperlambat tingkat awal reaksi kerusakan.
2. Air yang bergabung dengan logam trace dan bersifat katalis akan mengurangi
atau menghentikan sama sekali aktvitas katalitiknya.
3. Air dapat membentuk hidroksida logam yang tidak larut, sehingga
mengurangi perannya dalam reaksi.
24
Perannya yang terbesar yang dapat dilakukan air terhadap kerusakan pigmen
ialah apabila nilai kelembapan relatifnya 75 %, dimana nilai separuhnya umur simpan
(half life) untuk β karoten, apo 8΄-karotenal dan canthaxanthin masing-masing adalah
17,3;21,6 dan 49,5 hari (Tabel 9.1)
Jadi, pengaruh perlidungan air terhadap oksidasi karotenoid dapat dijelaskan
sebagai berikut : jumlah radikal bebas yang terbentuk lebih sedikit karena terikat
dengan air, dan penurunan jumlah tersebut akan meningkat dengan bertambahnya
air. Pengaruh air secara keseluruhan sangat tergantung pada komposisi bahan pangan.
Pada paprika halus (paprika powder) kerusakan karoten terjadi dalam tiga
tahap, yaitu: induksi, periode stabil dan periode timbulnya kembali oksidasi. Eriode
stabil dapat diperpanjang bila ditambahkan dengan asam askorbik dan tembaga yang
berperan sebagai prooksidan atau antioksidan tergantung pada konsentrasi dan Aw.
Asam askorbik dalam sitem model dengan nilai Aw rendah (sekitar 0,001) tidak
bersifat prooksidan maupun antioksidan. Pada konsentrasi asam askorbik yang rendah
(5 µmol/g selulosa) sifat prooksidan akan meningkat sejalan dengan kenaikannnilai
Aw, sedangkan pada konsentrasi tinggi (100 µmol/g selulosa) sifat antioksidan yang
terlihat akan lebih nyata bila tembaga ditambahkan.
Dalam system oleoresin-selulosa, akan terjadi kenaikan nilai Aw dari 0,01
sampai 0,75 tanpa adanya antioksidan dalam sistem akan menaikkan periode induksi
dari 6 hari menjadi 12 hari. Dengan adanya zat tambahan akan dapat menaikkan
periode induksi dari 10 hari menjadi 120 hari. Jadi, adanya asam askorbik dan
tembaga yang terlarut dalam produk bernilai Aw tinggi berperan penting dalam
stabilitas karoten, dan diduga bertanggung jawab atas kerusakan warna pada paprika
halus, dimana paprika sendiri mempunyai asam askorbik dan tembaga dalam jumlah
cukup untuk bertindak sebagai antioksidan.
Pada Pertumbuhan Mikroorganisme
Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan salah
satu faktor yang perlu diperhatian, agar agar diperoleh bahan pangan yang bergizi dan
aman bagi kesehatan. Beberapa faktor yang ikut berperan serta dalam pertumbuhan
25
mikroorganisme meliputi suplai zat gizi, waktu, suhu, air, pH, tersedianya oksigen,
dan aktivitas air.
Di dalam kehidupanya semua organisme membutuhkan air. Hubungan antara
air dan mikroorganisme telah dipelajari oleh beberapa pakar. Masing-masing jenis
mikroorganisme membutuhkan jumlah air yang berbeda untuk pertumbuhanya. Pada
nilai Aw tinggi (0,91) bakteri umumnya tumbuh an berkembang biak, khamir (ragi)
dapat tumbuh dan berkembang biak pada nilai Aw 0,87 – 0,91, sedang jamur
(kapang) lebih rendah lagi yaitu pada nilai Aw 0,80 – 0,87.
Beberapa prinsip yang dilakukan scott (1975) dan masih tetap berlakusampai
sekarang adalah :
1. Aw – bukan kadar air – yang menentukan pertumbuhan mikroorganisme.
Sebagaimana telah diuraikan kebanyakan bakteri tidak dapat tumbuh pada
nilai Aw di bawah 0,91 dan kebanyakan jamur tidak dapat tumbuh dibawah
Aw 0,81. beberapa jamur xerofilik telah menunjukkan kemampuan tumbuh
paa nilai Aw dibawah 0,70. nilai Aw 0,70 – 0,75 dinyatakan sebagai batas
terendah bagi jamur.
2. faktor ekstrinsik dan intrinsik mempengaruhi tingkat Aw yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan mikroorganisme (seperti terseianya zat-zat gizi, pH,
oksigen, dan suhu).
3. Pengurangan air atau perubahan fase air dalam bahan pangan oleh
penambahan bahan yang larut dalam air atau pembekuan, dapat
mengakibatkan terjadi penyesuaian terhadap nilai Aw.
4. Penurunan nilai Aw oleh penambahan humektan menunjukkan bahwa zat
yang ditambahkan mempunyai pengaruh yang cukup kompleks terhadap
pengaruh Aw itu sendiri. Misalnya pada suatu nilai tertentu pertumbuhan
mikroba ditekan secara efektif oleh sodium klorida gliserol.
5. Aw – bukan kadar air – yang menentukan pertumbuhan
mikroorganisme. Sebagaimana telah diuraikan kebanyakan bakteri tidak dapat
tumbuh pada nilai Aw di bawah 0,91 dan kebanyakan jamur tidak dapat
tumbuh dibawah Aw 0,81. beberapa jamur xerofilik telah menunjukkan
26
kemampuan tumbuh paa nilai Aw dibawah 0,70. nilai Aw 0,70 – 0,75
dinyatakan sebagai batas terendah bagi jamur.
6. faktor ekstrinsik dan intrinsik mempengaruhi tingkat Aw yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan mikroorganisme (seperti terseianya zat-zat gizi, pH,
oksigen, dan suhu).
7. Pengurangan air atau perubahan fase air dalam bahan pangan oleh
penambahan bahan yang larut dalam air atau pembekuan, dapat
mengakibatkan terjadi penyesuaian terhadap nilai Aw.
8. Penurunan nilai Aw oleh penambahan humektan menunjukkan bahwa zat
yang ditambahkan mempunyai pengaruh yang cukup kompleks terhadap
pengaruh Aw itu sendiri. Misalnya pada suatu nilai tertentu pertumbuhan
mikroba ditekan secara efektif oleh sodium klorida gliserol.
Hubungan tertentu terjadi antara nilai Aw, suhu dan zat gizi. Pada setiap
perubahan suhu, kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh akan menurun sesuai
dngan penurunan nilai Aw. Kisaran nilai Aw dimana mikroorganisme dapat tumbuh
dngan baik pada suhu optimum bagi pertumbuhan mikroorganisme tersebut. Pada
umumnya mikroorganisme menunjukkan ketahanan yang cukup besar terhadap
penurunan nilai Aw pada suhu dekat pertumbuhan secara optimum.
Tersedianya zat gizi juga menaikkan kisaran nilai Aw dimana
mikroorganisme dapat hidup. Oleh karena itu nilai Aw yang ada hanya merupakan
patokan saja, karena perubahan suhu atau kandungan gizi akan memungkinkan
pertumbuhan mikroorgnisme tertentu walaupun pada nilai Aw yang lebih rendah.
Pada umumnya penurunan nilai Aw dibawah optimum meningkatkan tahap
istirahat (lag phase) dari pertumbuhan mikroorganisme dan menurunkan tingkat
petumbuhan serta besarnya populasi akhir. Pengaruh ini diharapkan sebagai hasil dari
pengaruh balik danpenurunan jumlah air pada semua kegiatan metabolik, karena
semua reaksi kimia dalam sel membutuhkan air yang juga berasal dari lingkungan
sekitarnya.
27
Secara keseluruhan pengaruh penurunan nilai Aw pada tersedianya zat gizi
bagi kehidupan mikroorganisme, dan kebutuhan sel akan gizi yang jua diperoleh
melalui cairan akan terhenti sama sekali. Di samping itu pengaruh lainya ialah
berkurangnya cairan yang dibutuhkan membran sel. Diharapkan dengan cara ini
bagian dalam sel akan mongering kerena turunnya nilai Aw sampai batas
keseimbangan air pada sel dengan substratnya. Jika sel mikroorganisme masih dapat
bertahan hidup pada nilai Aw rendah, mungkin disebabkan oleh kemampuannya
memekatkan garam-garam, poliol dan asam amino maupun senyawa lain yang dapat
melindungi sel dari kekeringan, tetapi juga dapat menyerap air dilingkungan sekitar
walaupun nilai Aw lingkungan sekitarnya cukup rendah.
Pada bahan pangan setengah basah yang mempunyai kadar air 15 – 40 % dan
nilai aw antara 0,60 – 0,85 yang pada umumnya cukup awet dan stabil pada
penyimpanan suhu kamar, pengendalian pertumbuhan mikroorganisme bukan saja
hasil kerja Aw saja, tetapi hasil kerja dengan pH, potensial redoks, suhu, dan bahan
tambahan makanan. Tipe dan konsentrasi humektan, juga mikroflora merupakan
saingan yang telah ada dalam bahan pangan. Perlu diperhatikan bahwa kontaminasi
awal atau jumlah jenis mikrorganisme yang telah ada pada bahan pangan atau bahan
baku, maupun selama pengolahan, sangat besar pengaruhnya paa mutu mikrobiologis
produk akhir.
Bakteri
Bakteri termasuk jenis mikroorganisme yang tumbuh dengan cepat apabila keadaan
sekitarnya memungkinkan, dan kondisi ini dapat mengakibatkan kerusakan bahan pangan
maupun penularan penyakit melalui bahan pangan.
Kebanyakan bakteri nonhalofilik mempunyai tingkat pertumbuhan maksimum pada
kisaran nilai Aw 0,980 – 0,997, sedang bakteri halofilik masih dapat tumbuh pada nilai Aw
0,750. tingkat pertumbuhan akan menurun, kadang-kadang secara linear pada nilai Aw
dibawah optimum. Penurunan akan banyak terjadi pada bakteri yang membutuhkan banyak
air pada kehidupannya, sedang bakteri yang lebih tahan pada kekeringan akan sedikit
terpengaruh.
28
Tingkatan Aw dengan tingkat pertumbuhan mencapai maksimal diduga kadang-
kadang membantu memperpendek tingkat istirahat pertumbuhan bakteri, walau biasanya
sangat sulit mengukur tingkat istirahat secara tepat pada nilai Aw tinggi. Pada nilai dekat
dengan tingkat pertumbuhan minimum sudah tentu tingkat istirahatnya diperpanjang.
Populasi yang hidup dapat diturunkan sebanyak 90% atau lebih sebelum perkembangbiakan
dimulai, dan mungkin diperlukan waktu yang cukup lama untuk mencapai kembali jumlah
seperti saat inokulasi dilakukan.
Diantara jenis bakteri akan ditemukan perbedaan keterkaitan antara air dan tingkat
istirahat masa pertubuhannya. Dalam beberapa hal, tingkat istirahat kelihatannya lebih
panjang setelah nilai Aw segera diturunkan dibawah nilai optimum untuk berkembang biak.
Pertumbuhan Clostridium perfringens ditemukan pada nilai Aw minimum yaitu 0,95
– 0,97 bila media pertumbuhan ditambah gliserol. Pertumbuhan spora bakteri ini akan
dihambat apabila nilai Aw dikendalikan dengan menambahkan NaCl dan CaCl, agak
terhambat bila yang ditambahkan adalah glukosa dan sorbotol; serta hanya sedikit sekali
terhambat bila hanya ditambah glisero, etilen, glikol, asetanid dan urea.
Lain halnya dengan bakteri halofilik, yang pada umumnya bakteri ini dapat tumbuh
dengan baik pada konsentrasi garam tinggi, dan jadi tumbuh pada nilai Aw rendah, dan jenis
bakteri ini tidak mungkin tumbuh pada nilai Aw tinggi. Nilai Aw rendah yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan bakteri halofilik harus diperoleh melalui penambahan garam-garam
inorganic dengan kandungan utamanya NaCl. Bakteri halofilik yang terkelompok dalam
jenis moderat membutuhkan 0,2 – 0,5 M NaCl untuk partumbuhan, dan tumbuh optimal kira-
kira pada pada 1,0 M NaCl. Konsentrasi ini kurang lebih setara denga nilai Aw 0,99; 0,96
dan 0,85. Bakteri halofilik yang ekstrem dapat tumbuh pada konsentrasi 4,0 M NaCl (nilai
Aw 0,83), dan umumnya tumbuh pada konsentrasi 3,0 M NaCl (nilai Aw 0,88) sampai
larutan jenuh NaCl (nilai Aw 0,75). Bagi bakteri halofilik yang bersifat moderat 80 – 90%
NaCl yang dibutuhkan dapat diganti sekitar 60 – 70%.
Kebanyakan bakteri gram negatif dapat dihambat perkembangbiakannya pada nilai
Aw lebih rendah dari 0,95; seperti halnya bakterijenis Bacillus dan Clostridium serta
sebagian pertumbuhan spora juga terhambat. Beberapa bakteri gram positif yang dibutuhkan
untuk fermentasi daging seperti jenis Lactobacillus, Pediococcus atau Micrococcus cukup
29
tahan terhadap nilai Aw rendah. Sudah tentu jinis bakteri yang sudah mengalami adaptasi,
misalnya bakteri pada larutan, kurang dapat tumbuh pada nilai Aw dimana bakteri sejenis
yang umum akan terhambat pertumbuhannya.
Bakteri penyebab dari keracunan pada daging seperti Shigelladapat dihambat
pertumbuhannya pada nilai Aw 0,96; sedang Salmonella, Esherichia dan Vibrio baru dapat
dihambat pertumbuhannya apabila nilai Aw di bawah 0,95. Nilai terendah Aw, dimana jenis
jenis bakteri Staphylococcus aureus di bawah kondisi anaerobik dapat tumbuh, adalah 0,91;
sedangkan pada kondisi aerobik di bawah 0,86; produksi toksin bakteri ini akan terhenti bila
nilai Aw substratnya mencapai 0,94.
Nilai Aw maksimum yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan
Staphylococcus aureus dalam sistem adorpsi adalah diatas 0,88; sedang dalam sistem
desorpsi adalah dibawah 0,88. Pada nilai Aw yang sama, ditemukan tingkat kematian
mikroorganisme ini dalam sample yang dipersiapkan secara adsorpsi yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan yang dalam sampel yang dipersiapkan secara desorpsi. Jika produksi
enterotoksin terjadi sebelum proses selesai, maka penurunan nilai Aw sampai 0,86 tidak
menjamin keamanan pangan tersebut.
Oleh karena bahan pangan setengah basah selalu dibuat pada nilai Aw yang cukup
tinggi guna mendapatkan palatabilitas secara optimum, maka masalah yang dihadapi adalah
pertumbuhan Staphylococcus aureus. Hal itu disebabkan mikroorganisme gram positif ini
lebih tahan terhadap tekanan dari nilai Aw rendah daripada mikroorganisme pembusuk
lainnya.
Khamir
Sebagaimana yang diuraikan terdahulu, khamir lebih tahan terhadap penurunan nilai
Aw dibandingkan dengan bakteri. Jenis khamir yang biasanya di temukan tumbuh pada nilai
Aw tinggi adalah jenis khamir yang dipakai untuk menghasilkan alkohol dan dapat
berkembangbiak walau nilai Aw mendekati 0,90.
Kebanyakan khamir osmofilik (Saccharomyces roxii) dapat tumbuh pada nilai Aw
minimal 0,62 dalam sirup fruktosa, dan diantara jenis lainnya yang tahan terhadap garam,
serta memainkan peranan penting pematangan kedelai yang dihancurkan. Pertumbuhan dapat
30
terjadi pada nilai Aw mendekati 0,81. Jenis Saccharomyces, Pichia, Debaromyces,
Torulopsis dan Hansennula terdapat diantara jenis-jenis yang umum dijumpai pada bahan-
bahan pangan dengan kadar garam tinggi. Pada substrat dengan kandungan NaCl jenis (Aw =
0,75) tidak ditemukan adanya khamir.
Pada bahan pangan setengah basah jenis khamir yang mencemari jenis khamir
osmofilik. Pencemaran ini berasal dari kontak langsung dengan bahan pangan yang telah
tercemar atau peralatan yang dipakai kurang bersih.
Semua jenis khamir osmofilik dapat memanfaatkangula-gula sederhana sebagai
sumber karbon, sedangkan beberapa jenis dapat mengubah asam organik, seperti asam laktat
dan asetat, walau beberapa jenis juga dapat dapat menghidrolisis pati. Berbagai jenis khamir
dapat tumbuh pada bahan pangan yang mengandung gula cukup banyak (65 – 70%
berat/berat), dan hanya saccharomyces rouxii yang dapat tumbuh pada bahan pangan yang
mengandung garam cukup banyak.
Dalam penelitian dengan menggunakan campuram langsung (direct mix = DM) dan
sistem yang dikeringbekukan kemudian direhidrasi(freeze dried rehumidified = FDR)
ditemukan adanya Candida cypolitika tumbuh pada nilai Aw 0,92 dalam sampel DM, tapi
akan mati lebih rendah dalam beberapa minggu.batasan nilai Aw lebih rendah dalam
beberapa minggu. Batasan nilai Aw bagi pertumbuhan mikroorganisme dalam sistem model.
Kapang
Beberapa jenis kapang seperti Mukor, Neuruspora dan Rhizopus yang tumbuh cepat
pada bahan pangan yang berkadar air tinggi, tidak menjadi masalah bila nilai bahan pangan
tersbut biturunkan jauh dibawah 0,90. Hanya jenis xerofilik yang dapat tumbuh pada nilai
Aw dibawah 0,85.
Kapang merupakan mikroorganisme yang yang tahan terhadap nilai Aw rendah pada
suhu dekat pertumbuhan optimum. Sebagai contoh Aspergillus rubber, pertumbuhanya dapat
terjadi pada suhu 5* C nilai Aw 0,85, pada suhu 10* C nilai Aw 0,80; pada suhu 30* C nilai
Aw 0,725; pada suhu 35* C nilai Aw 0,80.
Sebagaimana suhu, pH juga merupakan factor yang berpengaruh terhadap nilai Aw
minimal di mana mikroorganisme dapat tumbuh. Pada nilai Aw terendah pertumbuhan
31
Clostridium botulinum tipe B ditemukan pada nilai pH 6,0; 7,0 dan 8,0; sedang untuk pH
optimum adalah 5,0. Saccharomyces cerevisae dapat tumbuh pada semua nilai pH 3,0 - 7,5
dengan kandungan garam sebanyak antara 0 sampai 1,0 M NaCl.
Pengendalian nilai Aw yang akan mempengaruhi larutan dan pertumbuhan
mikroorganisme diduga akan mempengaruhi fungsi tersedianya pelarut, air, dan bukanya
terhadap sifat alami zat-zat yang yang dilarutkan. Jenis khamir nonosmofilik, Saccharomyces
cerevisae, tumbuh pada nilai Aw 0,90 – 0.91 dalam media yang mengandung sakarosa.
Dalam teori histeristis ditunjukkan bahwa nilai Aw dapat diturunkan, bukan saja karena
hidrasi molekul zat yang dilarutkan, tetapi juga oleh adanya interaksi dengan bahan padat.
Interaksi terpenting dalam hal ini adalah pengaruh kapiler. Hasil penelitian beberapa pakar
menunjukkan bahwa tingkat nilai bahan pangan yang diproduksi secara desorpsi,
mikroorganisme memperoleh seperti yg diinokulasi kedalam media dengan nilai Aw yang
sama,pertumbuhan mikroorganisme pada dapat Aw yang jauh lebih tinggi.
F. SORPSI KADAR AIR ISOTERMIS
Hubungan besarnya Aw dan kadar air dalam bahan pangan pada suhu tertentu
digambarkan seperti pada gambar 2.1. bentuk khas kurva sorpsi kadar air isotermis
tergantung pada cara tercapainya kadar air maupun aktivitas air bahan pangan
tersebut, apakah dicapai dengan desorpsi atau adsorpsi.
Pengolahan bahan pangan secara desorpsi yaitu bila dimulai dengan kadar air
yang tertinggi, dimana pada akhir proses bahan pangan mencapai kadar air dan
aktivitas air yang diharapkan. Sedang pada proses adsorpsi adalah sebaliknya.
Kurva diatas menunjukkan bahwa bahan pangan yang mempunyai nilai Aw
yang sama dapat mempunyai kadar air yang berbeda. Daerah A mempunyai nilai Aw
dibawah 0,20 (ERH = 20 %) sedang daerah B mempunyai nilai Aw antara 0,20
sampai 0,60, dan daerah C mempunyai nilai Aw diatas 0,60. ditinjau dari aspek
keterkaitan air maka di daerah A, air terdapat dalam bentuk satu lapis (monolayer),
dengan molekul air terikat sangat erat. Kadar air bahan pangan didaerah A ini
berkisar antara 5 % - 10 %. Didaerah tersebut air sulit sekali diuapkan. Didaerah B air
32
terikat kurang erat dan merupakan lapisan-lapisan. Air yang terdapat didaerah ini
berperan sebagai pelarut, oleh karena itu aktivitas enzim dan pencoklatan
nonenzimatis dapat terjadi. Daerah C disebut juga sebagai daerah kondensasi kapiler.
Didaerah ini terkondebsasi pada struktur bahan pangan hingga kelarutan komponen
menjadi lebih sempurna. Keadaan dimana air dalam kondisi bebas ini dapat
membantu proses kerusakan.
Gambar 2.1. Bentuk umum kurva sorpsi kadar air isotermis. Dari : Labuza and
Saltmarrch (1981).
Sorpsi kadar air isotermis merupakan kurva yang sangat penting dalam
mempelajari hubungan antar kadar air dan aktivitas air. Banyak pakar menyatakan
bahwa kurva ini sangat sesuai untuk mempelajari sifat-sifat air dalam bahan pangan.
Lemak padat yang dicampurkan ke dalam daging sapi menyerap sedikit sekali
uap air pada suhu 30º C, dan produk-produk tersebut mempunyai kelembapan yang
berbeda-beda. Absorpsi ini karena nilainya kecil sekali dapat diabaikan bila
dibandingkan dengan uap air yang diabsorpsi oleh komponen produk bukan lemak.
33
Hal ini menunjukkan bahwa lemak tidak banyak pengaruhnya terhadap tekanan uap
air dari bahan pangan. penemuan lainnya menunjukkan bahwa sayatan daging babi
yang dikeringbekukan (freeze dried) dan mengandung lemak 10 %, 50 % dan 60 %
mempunyai kadar air lebih banyak pada produk dengan kadar lemak terendah pada
nilai Aw yang konstan. Keadaan ini menunjukkan bahwa kadar air dan Aw tidak
dipengaruhi oleh kadar lemak yang dikandungnya.
Adsorpsi isotermis sangat dipengaruhi oleh suhu pada saat pengeringan dan
makin tinggi suhu pengeringan, makin rendah kemampuan menyerap air. Selanjutnya
ditemukan bahwa pemanasan pada suhu 65º C, 80º C dan 95º C menunjukkan bahwa
makin tinggi suhu pemanasan, kemampuan sorpsi semakin turun (Gambar 2.2).
Keadaan di atas juga telihat pada Gambar 2.3, di mana peningkatan suhu
pengolahan akan menurunkan kemampuan menahan air (water holding capacity)
yang mungkin disebabkan oleh perubahan-perubahan akibat pemanasan yang tidak
dapat kemballi lagi.
34
Gambar 2.2. Pengaruh pemanasan dalam keadaan kering terhadap sorpsi kadar
air isotermis pada suhu 30º C dari daging yang telah dimasak.
Dari : Iglesias dan Chirife (1977).
Secara umum bentuk kurva sorpsi kadar air isotermis bahan pangan kering
adalah sigmoid (S), dengan alur kurva desorpsi dan adsorpsi berbeda. Perbedaan
antara kedua kurva ini disebut histeresis.
Beberapa bahan pangan yang menunjukkan sorpsi histeresis yang
menggambarkan nilai Aw yang berbeda, dapat diperoleh pada pengukuran bahan
pangan dengan kadar air yang sama, dan hal ini tergantung bagaimana cara
tercapainya kadar air tersebut. Telah ditemukan bahwa komposisi bahan pangan, suhu
isotermis dan kondisi selama penyimpanan sangat berpengaruh pada sorpsi histeresis
bahan pangan tersebut. Pengaruh kenaikan suhu dilaporkan menurunkan jumlah atau
besarnya histeresis, dan membatasi keberadaannya sepanjang kurva sorpsi kadar air
isotermis.
Pengaruh komposisi bahan pangan telah ditunjukkan oleh apel kering
(Gambar 2.4) dengan kandungan tinggi pectin dan gula yang menyebabkan histeresis
banyak terjadi di daerah monomolekuler. Pada nilai Aw 0,65 tidak terlihat adanya
histeresis, hal ini menunjukkan bahwa kondensasi air yang terjadi di permukaan
bebas sifat kapiler berkaitan dengan pengaruh larutan.
35
Gambar 2.3. Sorpsi kadar air isotermis daging yang dikeringkan pada suhu 70º
C selama 3 jam pada suhu 35º C selama 4,5 jam. Dari: Purnomo (1979).
Pada daging babi yang dikeringbekukan dan mengandung protein dalam
jumlah tinggi, histeresis dimulai di daerah kondensasi kapiler, yaitu pada nilai Aw
kira-kira 0,85. Histeresis total berukuran sedang dan tersebar merata sepanjang kurva
isotermis, keuali pada nilai Aw sekitar 0,15 terlihat sedikit lebih besar (Gambar 2.5).
Gambar 2.4. Sorpsi kadar air isotermis sayatan apel yang dikeringkan dengan
udara panas pada suhu 40º F. Dari : Wolf, Walker and Kapsalis
(1972).
36
Gambar 2.5. Sorpsi kadar air isotermis daging babi yang telah dimasak
kemudian dikeringkanbekukan pada suhu 40º F. Dari : Wolf,
Walker and Kapsalis (1972).
Kedua kurva adalah sigmoid yang merupakan cirri khas kurva isotermis
protein. Lain halnya dengan kurva sorpsi isotermis beras seperti terlihat pada Gambar
2.6. dengan jumlah total hiteresis cukup besar dan mencapai maksimum pada nilai
Aw sekitar 0,65 yaitu pada daerah kondensasi kapiler. Struktur kapiler permukaan
ditinjukkan oleh tertinggalnya air selama proses desorpsi, dan saat kurva desorpsi
memasuki daerah berlapis banyak (multilayer) air akan terikat oleh bagian sorpsi
yang tersedia akibat hubungan langsung dengan tekanan uap air yang cukup tinggi.
Pada bahan seperti dendeng terlihat bahwa bumbu-bumbu termasuk gula
kelapa dan garam membantu menurunkan nilai Aw produk tersebut. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai Aw dendeng yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai Aw
daging yang dikeringkan dengan bantuan alat pengering buatan pada suhu 30º C
37
selama 4,5 jam dan pada suhu 70º C selama 3 jam. Nilai Aw dalam Gambar 2.7.
ditunjukkan sebagai nilai ERH daging mentah yang dikeringkan. Perbedaan ini
disebabkan karena penambahan bahan padat pelarut pada pembuatan dendeng, dan
konsentrasi bahan padatan ini akan meningkat saat produk tersebut dikeringkan. Oleh
karena itu penurunan nilai ERH oleh penambahan bahan padatan terlarut ini
merupakan factor penting dalam meningkatkan daya awet dendeng. Misalnya pada
kadar air konstan 30 % (Gambar 2.7) dendeng mempunyai nilai ERH antara 74 %-76
%, sedang daging mentah yang dikeringkan mempunyai nilai ERH sekitar 90% -
92%.
Gambar 2.6. Sorpsi kadar air isotermis beras yang dikeringkanbekukan pada
suhu 40º F. Dari : Wolf, Walker and Kapsalis (1972).
Bahan pangan yang diolah dengan mengikuti kurva isotermis desorpsi
biasanya mempunyai kadar air yang lebih besar daripada yang disiapkan untuk
mengikuti kurva isotermis adsorpsi pada nilai Aw yang sama. Pada umumnya tipe
isotermis berubah0ubah menurut sifat adsorpsi dan desorpsi yang tergantung pada
bentuk awal dari bahan penyerapan (amorfus atau kristal), transisi yang berlangsung
selama adsorpsi, nilai Aw akhir titk adsorpsi dan tingkatan desorpsi.
38
39
Gambar 2.7. Sorpsi kadar Air isotermis dendeng dan daging mentah yang
dikeringkan pada suhu 35º C. Dari : Punomo (1979).
Sehubungan dengan nilai Aw akhir titik adsorpsidan tingkatan desorpsi
apabila titik kejenuhan dicapai, dan bahan berubah menjadi larutan, maka bentuk
armofusdapat dipertahankan dengan desorpsi yang cepat terjadi karena kejenuhan
yang berlebihan.
Berdasarkan struktur bahan penyerap, sorpsi histeresis dapat digolongkan
sebagai berikut :
1. Histeresis bahan padat berpori-pori. Dalam kelompok ini dasar teorinya
adalah kondensasi pada kapiler.
2. Histeresis pada bahan padat yang tidak berpori-pori. Dalam hal ini dasar
teorinya sebagian pada sorpsi khemis, ketidakmurnian pada permukaan atau
perubahan fase.
3. histeresis pada bahan padat yang tidak kaku (non-rigid). Teori yang
mendasari adalah perubahan struktur, karena perubahan itu menghambat
penembusan keluarnya bahan adsorben.
Histeresis dari kurva sorpsi isotermis suatu produk kering dapat digunakan
sebagai pedoman kerusakan mutu. Sebagaimana yang diuraikan, sorpsi kadar air
tergantung beberapa factor. Di antaranya komposisi kimia, keadaan kimia-fisik
komponen, misalnya tingkat kerusakan atau ikatan silang (cross linking) dan struktur
fisik.
40
41