sifat kimia air
DESCRIPTION
safasdasTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Air adalah senyawa yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui
sampai saat ini di bumi. Air menutupi hampir 71% permukaan bumi. Terdapat 1,4 triliun
kilometer kubik (330 juta mil³) tersedia di bumi. Air sebagian besar terdapat di laut (air
asin) dan pada lapisan-lapisan es (di kutub dan puncak-puncak gunung), akan tetapi juga
dapat hadir sebagai awan, hujan, sungai, muka air tawar, danau, uap air, dan lautan es.
Air dalam obyek-obyek tersebut bergerak mengikuti suatu siklus air, yaitu:
melalui penguapan, hujan, dan aliran air di atas permukaan tanah (runoff, meliputi mata air,
sungai, muara) menuju laut. Air bersih penting bagi kehidupan manusia. Di banyak tempat
di dunia terjadi kekurangan persediaan air. Air dapat berwujud padatan (es), cairan (air) dan
gas (uap air). Air merupakan satu-satunya zat yang secara alami terdapat di permukaan
bumi dalam ketiga wujudnya tersebut.
Pengelolaan sumber daya air yang kurang baik dapat menyebakan kekurangan air,
monopolisasi serta privatisasi dan bahkan menyulut konflik. Kondisi perairan juga sangat
menentukan kelimpahan dan penyebaran organisme di dalamnya, akan tetapi setiap
organisme memiliki kebutuhan dan preferensi lingkungan yang berbeda untuk hidup yang
terkait dengan karakteristik lingkungannya.
Habitat-habitat perairan dibagi dalam tiga kategori utama, yaitu sistem air tawar,
estuarin dan lautan. Walaupun habitat air tawar menempati sebagian kecil dari permukaan
bumi bila dibandingkan dengan habitat lainnya, namun mempunyai arti yang sangat
penting. Sebagai pelarut yang baik, air mengandung zat-zat kimia yang terlarut di
dalamnya. Penggunaan senyawa ini dalam aktivitas metabolik tumbuhan dan hewan
perairan menyebabkan perubuhan susunan kimiawi air, dengan demikian pengetahuan
mengenai keadaan ini penting untuk memahami hubungan yang rumit antara komponen-
komponen biotik dan abiotik.
Badan air tawar dibagi menjadi dua kategori umum, yaitu air diam seperti kolam,
danau, situ, rawa, telaga dan waduk serta air mengalir (sungai). Air diam digolongkan
sebagai sistem lentik sedangkan air mengalir disebut sistem lotik. Studi mengenai air tawar
dikenal sebagai Limnologi. Penelitian-penelitian badan air tawar mencakup kajian sifat-
sifat fisika dan kimia air, tumbuhan serta hewan yang hidup di dalamnya serta tata cara
mereka berinteraksi.
Sifat-sifat fisika dan kimia air sangat penting dalam ekologi. Air merupakan
media pengangkutan yang ideal bagi molekul-molekul melalui tubuh organisme, karena
air merupakan pelarut yang kuat tanpa menjadi sangat aktif secara kimia. Tegangan
permukaan air yang tinggi menyebabkan pergerakan air melewati organisme, dan juga
bertanggung jawab bagi kenaikkan tinggi air tanah. Rapatan air yang nisbi tinggi tidak
hanya mendukung bobot tubuh secara sebagian maupun seutuhnya, namun juga
memungkinkan hadirnya organisme tersuspensi.
Dalam menentukan kualitas air atau baik buruknya perairan dapat ditentukan oleh
berbagai faktor, yaitu : derajat keasaman (pH), oksigen terlarut, karbondioksida bebas, daya
menggabung asam (DMA), salinitas air, dan Chemical Oxigen Demand (COD). Kebutuhan
air untuk berbagai aspek kehidupan menyangkut baik kuantitas maupun kualitasnya.
Apabila jumlah airnya berlebihan atau kurang dari yang dibutuhkan, maka akan
mengganggu demikian juga kualitas airnya harus sesuai dengan peruntukannya. Kondisi
perairan sangat menentukan kelimpahan dan penyebaran organisme di dalamnya, akan
tetapi setiap organisme memiliki kebutuhan dan preferensi lingkungan yang berbeda untuk
hidup yang terkait dengan karakteristik lingkungannya. Nikolsky menyatakan bahwa
setidaknya ada tiga alasan utama bagi ikan untuk memilih tempat hidup yaitu 1) yang
sesuai dengan kondisi tubuhnya, 2) sumber makanan yang banyak, 3) cocok untuk
perkembangbiakan dan pemijahan. Dalam rangka pengelolaan sumberdaya hayati perairan
laut, pemahaman terhadap faktor-faktor fisik laut dan pengaruhnya terhadap perkembangan
biota laut merupakan suatu kebutuhan yang mutlak. Faktor fisika-kimia laut, seperti cahaya,
suhu, salinitas, arus dan pasang surut semenjak semula dipandang sebagai faktor abiotik
pada ekosisitem laut yang memiliki banyak kegunaan dalam proses kelangsungan hidup
ikan, seperti pertumbuhan dan distribusinya.
BAB II
ISI
Kandungan Bahan Kimia dalam Air
Air mempunyai sifat melarutkan bahan kimia. Abel Wolman menyatakan bahwa air
rumusnya adalah: H2O + X, dimana X adalah zat zat yang dihasilkan air buangan oleh
aktivitas manusia selama beberapa tahun. dengan bertambahnya aktivitas manusia, maka
factor X tsb dalam air akan bertambah dan menjadi masalah.
Faktor X merupakan zat zat kimia yang mudah larut dalam air dan dapat menimbulkan
masalah sbb:
- Toksisitas
- Reaksi reaksi kimia yang menyebabkan :
Pengendapan yang berlebihan
Timbulnya busa yang menetap, yang sulit untuk dihilangkan
Timbulnya respon fisiologis yang tidak diharapkan terhadap rasa atau pengaruh laxatif
Perubahan dari perwujudan fisik air
Beberapa faktor kimia perairan yang berperan penting dalam ekosistem perairan
antara lain adalah pH, gas terlarut, garam-garam an-organik, senyawa organik, BOD
biasanya diukur dalam setiap kajian ekologis suatu sistem perairan menggenang. Cara
sederhana yang memberikan perkiraan pengukuran maupun cara canggih untuk
memperkirakan secara sangat teliti dengan menggunakan alat yang mahal, telah
dikembangkan. Cara yang dipilih sangat tergantung pada sifat pekerjaan yang akan
dilakukan.
1. Salinitas
Salinitas adalah banyaknya zat terlarut. Zat padat terlarut meliputi garam-garam
anorganik, senyawa-senyawa organik yang berasal dari organisme hidup, dan gas-gas
terlarut (Nybakken, 1992).
Ciri paling khas pada air laut yang diketahui oleh semua orang ialah rasanya yang
asin. Ini disebabkan karena didalam air laut terlarut garam-garam yang paling utama adalah
natrum klorida (NaCl) yang sering disebut garam dapur. Selain NaCl, di dalam air laut
terdapat pula MgCl2, kalium, kalsium dan sebagainya. Salinitas adalah jumlah berat semua
garam (dalam gram) yang terlarut dalam satu liter air, biasanya dinyatakan dengan satuan
0/00 (permil, gram per liter) (Nontji, 1986)
Di perairan pantai karena terjadi pengenceran misalnya karena pengaruh aliran sungai
salinitas bisa turun rendah. Sebaliknya di daerah dengan penguapan yang sangat kuat,
salinitas bisa meningkat tinggi. Air payau adalah istilah umum yang digunakan untuk
menyatakan air yang salinitasnya antara air tawar dan air laut.
Perairan estuari atau daerah sekitar kuala dapat mempengaruhi struktur salinitas yang
kompleks, karena selain merupakan pertemuan antara air tawar yang relatif ringan dan air
laut yang lebih berat juga pengadukan air sangat menentukan (Nontji, 1986).
2. Derajat keasaman (pH)
Nilai pH air yang normal adalah netral, yaitu antara pH 6 sampai pH 8 (Fardiaz,
1992). Air yang pH-nya kurang dari 7 bersifat asam, sedangkan yang pH-nya lebih dari 7
bersifat basa. Tanah yang bersifat asam akan mengakibatkan pelarutan dan ketersediaan
logam berat yang berlebihan dalam tanah (Darmono, 1995). Perubahan pH yang sangat
asam maupun basa akan mengganggu kelangsungan hidup organisme akuatik karena
menyebabkan terganggunya metabolisme dan respirasi.
Derajat keasaman adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion hidrogen dan
menunjukkan suasana air tersebut apakah bereaksi asam atau basa. Kisaran pH air yang
maksimal untuk produksi ikan adalah 6,5 sampai 9 (Boyd,1981). Fluktuasi pH sangat
dipengaruhi oleh proses respirasi, karena gas karbondioksida yang dihasilkannya. Semakin
banyak karbondioksida yang dihasilkan dari proses respirasi, maka pH akan semakin
rendah. Namun sebaliknya jika aktivitas fotosintesis semakin tinggi maka akan
menyebabkan pH semakin tinggi (Kordi, 2000).
Pengukuran derajat keasaman dilakukan dengan variasi waktu siang dan malam.
Langkah tersebut didasarkan pada perbedaan aktivitas biota pada siang dan malam hari.
Pengambilan lokasi bisa dilakukan dengan berbagai cara, seperti transek pada kedalaman
yang berbeda dan tempat-tempat yang memiliki potensi menimbulkan pencemaran (sumber
pencemaran terpusat).
3. Oksigen Terlarut (DO)
Pemasukan air tawar dan air laut yang teratur ke badan estuari dan ditambah lagi
dengan kedangkalan, turbulensi dan percampuran oleh angin, biasanya suplai oksigen
cukup banyak dalam kolom air. Kelarutan oksigen dalam air menurun jika suhu dan
salinitas meningkat. Jumlah oksigen dalam air akan bervariasi jika parameter suhu dan
salinitas bervariasi (Green, 1968).
Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan di
dalam air. Kehidupan makhluk hidup di dalam air tersebut tergantung dari kemampuan air
untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupannya
(Fardiaz, 1992). Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air, dimana
jumlahnya tidak tetap tergantung dari jumlah tanamannya, dan dari atmosfer (udara) yang
masuk ke dalam air dengan kecepatan terbatas (Fardiaz, 1992). Oksigen terlarut dalam laut
dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk respirasi dan penguraian zat-zat organik oleh
mikroorganisme. Konsentrasi oksigen terlarut dalam keadaan jenuh bervariasi tergantung
dari suhu dan tekanan atmosfer (Fardiaz, 1992).
Oksigen merupakan faktor pembatas dalam penentuan kehadiran makhluk hidup di
dalam air. kepekatan oksigen terlarut bergantung kepada:
a.Suhu.
b.Kehadiran tanaman fotosintesis.
c.Tingkat penetrasi cahaya yang bergantung kepada kedalaman dan kekeruhan air.
d.Tingkat kederasan aliran air.
e.Jumlah bahan organik yang diuraikan dalam air seperti sampah, ganggang mati atau limbah
industri (Sastrawijaya, 2001).
Pengukuran oksigen terlarut bisa dilakukan dengan metode sensor oskigen elektronik
dan titrasi Winkler. Hasil pengukuran berada pada satuan persen (%) dan mg/L.
Pengukuran dilakukan pada variasi siang dan malam serta pada musim yang berbeda.
Penentuan siang malam menentukan disebabkan karena adanya aktivitas respirasi dan
fotosintesis pada siang hari, sedangkan musim untuk mengetahui pengaruh perbedaan
aktivitas makhluk hidup tergantung musim pada kadar oksigen terlarut.
ANALISIS OKSIGEN TERLARUT
(DO)
Oksigen terlarut dapat dianalisis atau
ditentukan dengan 2 macam cara, yaitu :
1. Metoda titrasi dengan cara WINKLER
2. Metoda elektrokimia
1. Metoda titrasi dengan cara WINKLER
Metoda titrasi dengan cara WINKLER secara umum banyak digunakan untuk
menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri.
Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 den Na0H - KI,
sehingga akan terjadi endapan Mn02. Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka
endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2)
yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi
dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S203) dan menggunakan indikator larutan
amilum (kanji).
Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut :
MnCI2 + NaOH→ Mn(OH)2 + 2 NaCI
2 Mn(OH)2 + O2 →2 MnO2 + 2 H20
MnO2 + 2 KI + 2 H2O →Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH
I2 + 2 Na2S2C3→ Na2S4O6 + 2 NaI
2. Metoda elektrokimia
Cara penentuan oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia adalah cara langsung
untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO meter. Prinsip kerjanya adalah
menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang direndam dalarn
larutan elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini biasanya menggunakan katoda perak (Ag)
dan anoda timbal (Pb). Secara keseluruhan, elektroda ini dilapisi dengan membran plastik
yang bersifat semi permeable terhadap oksigen. Reaksi kimia yang akan terjadi adalah :
Katoda : O2 + 2 H2O + 4- →4 HO-
Anoda : Pb + 2 HO- →PbO + H20 + 2e-
Aliran reaksi yang terjadi tersebut tergantung dari aliran oksigen pada katoda. Difusi
oksigen dari sampel ke elektroda berbanding lurus terhadap konsentrasi oksigen terlarut.
Penentuan oksigen terlarut (DO) dengan cara titrasi berdasarkan metoda WINKLER lebih
analitis apabila dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal yang perlu diperhatikan
dalam titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan tiosulfat
dan pembuatan larutan standar kaliumbikromat yang tepat. Dengan mengikuti prosedur
penimbangan kaliumbikromat dan standarisasi tiosulfat secara analitis, akan diperoleh hasil
penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. Sedangkan penentuan oksigen terlarut dengan
cara DO meter, harus diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan
suhu dan salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara
DO meter. Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat yang digital, peranan kalibrasi alat
sangat menentukan akurasinya hasil penentuan. Berdasarkan pengalaman di
lapangan,penentuan oksigen terlarut dengan cara titrasi lebih dianjurkan untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat. Alat DO meter masih dianjurkan jika sifat
penentuannya hanya bersifat kisaran.
Praktek Pengukuran Kadar O2 terlarut (DO):
Pengambilan sampel air dilakukan dengan menggunakan metode Mikro Winkler. Botol
sampel ditenggelamkan perlahan lahan ke dalam air, setelah penuh ditutup dalam posisi
masih dalam air. Ke dalam botol sampel ditambahkan 1 ml MnSO4 (22 tetes) diikuti dengan
1 ml larutan KOH-KI. Kemudian botol sampel ditutup kembali, campuran diaduk dengan
cara dibolak balikan beberapa kali, dibiarkan sebentar hingga terbentuk endapan berwarna
coklat, dengan menggunakan pipet ditambahkan 1 ml larutan H2SO4 pekat melalui
didnding botol. Endapan akan larut dan terbentuk cairan bening kekuningan. Botol
disumbat dan dibolak-balikan, dibiarkan kira-kira 10 menit. Bila titrasi tidak dapat
dilakukan dilapangan botol dapat dibungkus dengan kain basah dan dibawa ke
laboratorium. Air sampel diambil 100 ml kemudian dititrasi dengan Natrium thiosulfat
0,025 N sampai warna kuning muda, kemudian ditambahkan 5 tetes amilum hingga
larutan berwarna biru. Titrasi dilanjutkan kembali sampai warna biru tepat hilang.
Kadar Oxygen terlarut = 1000 : air sampel x ml Na2 S2O3 X N titran X 8 ppm
8 ppm : bobot setara oksigen
Atau dengan cara
Mengambil sampel air yang akan diukur sebanyak 40 cc dengan erlenmeyer, tambahkan
8 tetes MnSO4 digoyang pelan-pelan, tambahkan larutan KOH-KI 8 tetes, tambahkan 0,5
cc larutan H2SO4 pekat pelan-pelan melalui dinding erlenmeyer, digoyang-goyang hingga
endapan coklat hilang dan warna menjadi kuning. Air sampel ditambah hingga volume
menjadi 50 cc dan diamkan kira-kira 10 - 15 menit. Sampel kemudian dititrasi dengan
larutan Na2S2O3 0,025 N hingga warna mwenjadi kuning jerami (kuning pucat).
Teteskan Amilum sebanyak 8 tetes, titrasi dilanjutkan hingga warna biru tepat hilang. Catat
volume titran yang digunakan.
DO = Jumlah skala X 0,05 ppm (untuk disposible spuit 100 skala)
DO = Jumlah skala X 0,04 ppm (untuk disposible spuit 80 skala)
- Pengukuran oksigen terlarut (DO) juga dilakukan dengan menggunakan DO meter
yang digunakan sebagai pembanding
4. Alkalinitas
Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam yang dikenal
dengan sebutan Acid Neutralizing Capacity (ANC) atau kuantitas anion di dalam air yang
dapat menetralkan kation hidrogen. Selain itu alkalinitas juga berfungsi sebagai penyangga
PH. Penyusun alkalinitas yang paling utama di perairan adalah anion bikarbonat (HCO3-),
karbonat (CO3- ) dan hidroksida (OH-).
Perairan dengan nilai alkalinitas tinggi lebih produktif daripada perairan dengan nilai
alkalinitas rendah. Lebih produktifnya perairan ini sebenarnya tidak berkaitan secara
langsung dengan nilai alkainitas akan tetapi berkaitan dengan keberadaan fosfor dan
elemen esensial lainnya yang meningkat kadarnya dengan meningkatnya alkalinitas. Nilai
alkalinitas yang baik berkisar antara 30-500 mg/L CaCO3.
5. Karbondioksida (CO2) bebas
Karbondioksida merupakan produk dari respirasi yang dilakukan oleh tanaman
maupun hewan. Ketersediaan karbondioksida adalah sumber utama untuk fotosintesis, dan
pada banyak cara menunjukkan hubungan keterbalikan dengan oksigen. Meskipun suhu
merupakan faktor utama dalam regulasi konsentrasi oksigen dan karbondioksida, tetapi hal
ini juga tergantung pada fotosintesis tanaman, respirasi dari semua organisme, aerasi air,
keberadaan gas–gas lainnya dan oksidasi kimia yang mungkin terjadi (Goldman dan Horne,
1983).
Ketersediaan karbondioksida terlarut di air dapat bersumber dari air tanah,
dekomposisi zat organik, respirasi organisme air, senyawa kimia dalam air maupun dari
udara namun dalam jumlah yang sangat sedikit (Subarijanti, 1990). Tumbuhan akuatik,
misalnya alga, lebih menyukai karbondioksida sebagai sumber karbon dibandingkan
dengan bikarbonat dan karbonat. Bikarbonat sebenarnya dapat berperan sebagai sumber
karbon. Namun di dalam kloroplas bikarbonat harus dikonversi terlebih dahulu menjadi
karbondioksida dengan bantuan enzim karbonik anhidrase (Boney, 1989 dalam Effendi,
2003).
Pengukuran CO2 Bebas:
Sampel diambil sebanyak 20 cc ke dalam tabung pengukuran CO2. Teteskan indikator
phenolphtalein sebanyak 3 tetes apabila berwarna merah berarti tidak ada CO2 bebas
dan pekerjaan dihentikan. Apabila air sampel tidak berubah warna titrasi dilanjutkan
dengan larutan NaOH 0,02 N hingga timbul warna merah muda, catat volume titran
yang digunakan.
Perhitungan kandungan CO2 beba
CO2 = Jumlah skala X 0,5 ppm (untuk disposible spuit 100 skala)
CO2 = Jumlah skala X 0,4 ppm (untuk disposible spuit 80 skala)
Atau : (pengukuran karbon dioksida bebas dalam jumlah besar)
100 cc air sampel dimasukan dalam labu erlenmeyer ditambahkan 3 tetes indikator
pp dan dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai warna larutan tepat menjadi warna
merah muda, catat volume rtitran yang digunakan.
Konsentrasi CO2 bebas :
1000 : cc sampel x cc NaOH x N NaOH x 44 ppm
6. Nitrat (N-NO3)
Nitrogen selalu tersedia di ekosistem perairan dan melimpah dalam bentuk gas.
Nitrogen hadir dalam bentuk kombinasi dari amonia, nitrat, nitrit, urea, dan senyawa
organik terlarut dalam jumlah yang sedikit. Dari seluruh kombinasi tersebut, nitrat
merupakan yang paling penting. Sel hidup mengandung sekitar 5% total nitrogen dari berat
keringnya. Ketersediaan dari berbagai bentuk nitrogen tersebut dipengaruhi oleh varietas,
kelimpahan dan nutrisi dari hewan maupun tanaman akuatik. Nitrogen sering hadir dalam
jumlah yang dapat menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman. Kondisi ini
umumnya terjadi pada daerah beriklim hangat dan daerah dimana ketersediaan pospor dan
silikon relatif tinggi karena erosi alami dan pencemaran (Goldman dan Horne, 1983).
Nitrat adalah sumber nitrogen dalam air laut maupun air tawar. Bentuk kombinasi
lain dari elemen ini bisa tersedia dalam bentuk amonia, nitrit dan komponen organik.
Kombinasi elemen ini sering dimanfaatkan oleh fitoplankton terutama kalau unsur nitrat
terbatas. Nitrogen terlarut juga bisa dimanfaatkan oleh jenis blue-green algae dengan cara
fiksasi nitrogen (Herawati,1989).
7. Ortofosfat
Fosfor tidak dibutuhkan dalam jumlah besar untuk pertumbuhan tanaman, tidak
seperti karbon, oksigen, hidrogen dan nitrogen. Tapi fosfor merupakan salah satu elemen
pembatas baik di tanah maupun di perairan tawar, karena fosfor sangat langka dan
terkandung dalam batuan dengan jumlah yang sedikit dan fosfor tidak memiliki bentuk gas
dalam siklusnya sehingga tidak dapat difiksasi seperti nitrogen, selain itu fosfor terikat
secara reaktif pada berbagai jenis tanah (Goldman dan Horne, 1983).
Secara umum ada tiga bentuk fosfor di ekosistem akuatik, yaitu fosfat terlarut, fosfor
total terlarut dan fosfor partikulat. Fosfat di danau terdapat baik dalam organik maupun
anorganik. Bentuk anorganik fosfat sebagian besar adalah ortofosfat (PO4-) dan sebagian
lagi bentuk monofosfat (HPO4-) dan dihydrogen fosfat (H2PO4-) (Goldman dan Horne,
1983).
Input utama fosfor ke danau berasal dari aliran sungai dan pengendapan. Air hujan
juga merupakan sumber fosfor namun hanya sedikit mengandung fosfor dari pada nitrogen.
Sebagian besar fosfor terbawa ke danau yang tidak terpolusi sebagai partikel organik dan
anorganik. Hampir setengah dari fosfor yang tekandung dalam limbah rumah tangga
berasal dari detergen (Goldman dan Horne, 1983).
8. Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang
diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik.
Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme
sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi (PESCOD,1973).
Parameter BOD, secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat
pencemaran air buangan. Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri aliran
pencemaran dari tingkat hulu ke muara. Sesungguhnya penentuan BOD merupakan suatu
prosedur bioassay yang menyangkut pengukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh
organisme selama organisme tersebut menguraikan bahan organik yang ada dalam suatu
perairan, pada kondisi yang harnpir sama dengan kondisi yang ada di alam. Selama
pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus bebas dari udara luar untuk rnencegah
kontaminasi dari oksigen yang ada di udara bebas. Konsentrasi air buangan/sampel tersebut
juga harus berada pada suatu tingkat pencemaran tertentu, hal ini untuk menjaga supaya
oksigen terlarut selalu ada selama pemeriksaan. Hal ini penting diperhatikan mengingat
kelarutan oksigen dalam air terbatas dan hanya berkisar ± 9 ppm pads suhu 20°C
Penguraian bahan organik secara biologis di alam, melibatkan bermacam-macam
organisme dan menyangkut reaksi oksidasi dengan hasil akhir karbon dioksida (CO2) dan
air (H2O). Pemeriksaan BOD tersebut dianggap sebagai suatu prosedur oksidasi dimana
organisme hidup bertindak sebagai medium untuk menguraikan bahan organik menjadi
CO2 dan H2O. Reaksi oksidasi selama pemeriksaan BOD merupakan hasil dari aktifitas
biologis dengan kecepatan reaksi yang berlangsung sangat dipengaruhi oleh jumlah
populasi dan suhu. Karenanya selama pemeriksaan BOD, suhu harus diusahakan konstan
pada 20°C yang merupakan suhu yang umum di alam. Secara teoritis, waktu yang
diperlukan untuk proses oksidasi yang sempurna sehingga bahan organik terurai menjadi
CO2 dan H2O adalah tidak terbatas. Dalam prakteknya dilaboratoriurn, biasanya
berlangsung selama 5 hari dengan anggapan bahwa selama waktu itu persentase reaksi
cukup besar dari total BOD. Nilai BOD 5 hari merupakan bagian dari total BOD dan nilai
BOD 5 hari merupakan 70 - 80% dari nilai BOD total (SAWYER & MC CARTY, 1978).
Penentuan waktu inkubasi adalah 5 hari, dapat mengurangi kemungkinan hasil
oksidasi ammonia (NH3) yang cukup tinggi. Sebagaimana diketahui bahwa, ammonia
sebagai hasil sampingan ini dapat dioksidasi menjadi nitrit dan nitrat, sehingga dapat
mempengaruhi hasil penentuan BOD. Reaksi kimia yang dapat terjadi adalah :
2NH3+3 O2→ 2NO2_ + 2 H ++ + 2 H2O
2NO2 + O2 →2 NO3-
Oksidasi nitrogen anorganik ini memerlukan oksigen terlarut, sehingga perlu
diperhitungkan. Dalam praktek untuk penentuan BOD yang berdasarkan pada pemeriksaan
oksigen terlarut (DO), biasanya dilakukan secara langsung atau dengan cara pengenceran.
Prosedur secara umum adalah menyesuaikan sampel pada suhu 20°C dan mengalirkan
oksigen atau udara kedalam air untuk memperbesar kadar oksigen terlarut dan mengurangi
gas yang terlarut, sehingga sampel mendekati kejenuhan oksigen terlarut. Dengan cara
pengenceran pengukuran BOD didasarkan atas kecepatan degradasi biokimia bahan
organik yang berbanding langsung dengan banyaknya zat yang tidak teroksidasi pada saat
tertentu. Kecepatan dimana oksigen yang digunakan dalam pengenceran sampel berbanding
lurus dengan persentase sampel yang ada dalam pengenceran dengan anggaapan faktor
lainnya adalah konstan. Sebagai contoh adalah 10 % pengenceran akan menggunakan
sepersepuluh dari kecepatan penggunaan sampel 100% (SAWYER & MC CARTY, 1978).
Dalam hal dilakukan pengenceran, kualitas aimya perlu diperhatikan dan secara
umum yang dipakai aquades yangtelah mengalami demineralisasi. Untuk analisis air laut,
pengencer yang digunakan adalah standard sea water (SSW). Oerajat keasaman (pH) air
pengencer biasanya berkisar antara 6,5 - 8,5 dan untuk menjaga agar pH-nya konstan bisa
digunakan larutan penyangga (buffer) fosfat. Untuk menentukan BOD, terlebih dahulu
diukur DO nya (DO 0 hari), sementara sampel yang lainnya diinkubasi selama 5 hari pada
suhu 20°C, selanjutnya setelah 5 hari diukur DO nya (DO 5 hari). Kadar BOD ditentukan
dengan rumus :
5 X [ kadar { DO(0 hari) - DO (5 hari) }] ppm
Selama penentuan oksigen terlarut, baik untuk DO maupun BOD, diusahakan seminimal
mungkin larutan sampai yang akan diperiksa tidak berkontak dengan udara bebas. Khusus
untuk penentuan BOD, sebaiknya digunakan botol sampel BOD dengan volume 250 ml dan
semua isinya dititrasi secara langsung.
Perhitungan kadar DO nya :
DO,ml/L = B/B -2 x 5,6 x 10 x N x V
B = volume botol sampel BOD = 250 ml
B - 2 = volume air dalam botol sampel setelah ditambah 1 ml larutan MnCl2 dan 1 ml
NaOH - KI.
5,6 = konstanta yang sama dengan ml oksigen ~ 1 mgrek tiosulfat
10 = volume K2Cr2O7 0,01 N yang ditambahkan
N = normalitas tiosulfat
V = volume tiosulfat yang dibutuhkan untuk titrasi.
Nitrat dan fosfat dalam tubuh air dapat berkontribusi terhadap tingkat BOD yang tinggi.
Yang menyebabkan kehidupan tanaman dan ganggang untuk tumbuh dengan cepat. Jika
tanaman tumbuh dengan cepat, mereka juga mati dengan cepat. Ini berkontribusi pada
limbah organik di dalam air, yang kemudian diurai oleh bakteri. Hal ini menyebabkan
tingkat BOD yang tinggi. Para suhu air juga dapat berkontribusi untuk tingkat BOD yang
tinggi. Seiring dengan peningkatan suhu air, laju fotosintesis oleh ganggang dan tanaman
lainnya di dalam air juga meningkat. Ketika ini terjadi, tanaman tumbuh lebih cepat dan
juga mati lebih cepat. Ketika tanaman mati, mereka jatuh ke bawah di mana mereka terurai
oleh bakteri. Bakteri yang membutuhkan oksigen untuk proses ini sehingga Direksi tinggi
di lokasi ini. Oleh karena itu, peningkatan suhu air akan mempercepat dekomposisi bakteri
dan menghasilkan tingkat BOD lebih tinggi.
BAB III
PENUTUP
Sifat-sifat air sangat penting dalam ekologi. Air merupakan media pengangkutan
yang ideal bagi molekul-molekul melalui tubuh organisme, karena air merupakan pelarut
yang kuat tanpa menjadi sangat aktif secara kimia. Dalam menentukan kualitas air atau
baik buruknya perairan dapat ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu : derajat keasaman
(pH), oksigen terlarut, karbondioksida bebas, daya menggabung asam (DMA), salinitas air,
dan Chemical Oxigen Demand (COD).
Daftar Pustaka
Boyd, C.E. 1981. Water Quality in Warm Water. Fish Pond. Auburn University. Alabama
Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta: Universitas
Indonesia
Effendie. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan
perairan. Kanisius. Jogjakarta
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Goldman, C. R. and A. J. Horne. 1983. Limnology. McGraw-Hill Book Company. United
State of America. America
Herawati, E.Y. 1989. Pengantar Planktonologi (fitoplankton). NUFFIC/ UNIBRAW/
LUW/FISH. Universitas Brawijaya. Malang
Kordi, K. M.G.H. 2000. Budidaya Kepiting dan Ikan Bandeng di Tambak Sistem
Polikultur. Penerbit Dahara Prize. Semarang
Nontji, A. 1986. Coral Reef Pollution and Degradation by LNG Plant in South Bontang bay
(East Kalimantan), Indonesia. In : S. Soemodihardjo (ed.). Proceeding of MAB-
COMAR Regional Workshop on Coral Reef Ecosystems : Their management
Practices and Research/Training Needs. UNESCO : MAB – COMAR and LIPI,
Jakarta : 92-98
Pescod, M. D. 1973. Investigation of Rational Effluen and Stream Standards for Tropical
Countries. A.I.T. Bangkok, 59 pp
Sawyer, C.N and P.L., MC CARTY, 1978. Chemistry for Environmental Engineering. 3rd
ed. Mc Graw Hill Kogakusha Ltd.: 405 - 486 pp.
Subarijanti, H.U. 1990. Limnologi LUW-UNIBRAW-FISH-Fisheries Project UNIBRAW:
Malang