pengaruh kadar air dan pemberian pupuk … · pengaruh kadar air dan pemberian pupuk terhadap...
TRANSCRIPT
PENGARUH KADAR AIR DAN PEMBERIAN PUPUK
TERHADAP DEKOMPOSISI BAHAN GAMBUT
PUTRI OKTARIANI
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Kadar Air
dan Pemberian Pupuk terhadap Dekomposisi Bahan Gambut adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Putri Oktariani
NIM A14090040
ABSTRAK
PUTRI OKTARIANI. Pengaruh Kadar Air dan Pemberian Pupuk terhadap
Dekomposisi Bahan Gambut. Dibimbing oleh GUNAWAN DJAJAKIRANA dan
BASUKI SUMAWINATA.
Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian dan perkebunan dalam skala
besar banyak dilakukan. Teknologi pemanfaatannya pun telah berkembang dan
menunjukkan prospek yang cerah. Namun, pemanfaatan gambut dengan teknologi
tersebut menimbulkan kritikan. Banyak ahli berpendapat bahwa penurunan muka
air tanah pada lahan gambut akan menyebabkan peningkatan emisi CO2, semakin
dalam air tanah diturunkan maka emisi yang terjadi semakin besar. Namun,
pendapat ini hanya didasarkan pada reaksi fisika dan kimia biasa, padahal
faktanya proses dekomposisi ditentukan oleh proses biokimia di mana peran
mikrob sangatlah penting. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
kadar air yang dikombinasikan dengan pemberian pupuk terhadap dekomposisi
bahan gambut dan bahan penyusunnya dari respirasi yang dihasilkan. Respirasi
ditetapkan dengan metode Jar (stoples). Pengukuran respirasi dilakukan 10 hari
sekali sampai laju respirasi konstan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan 2 KAKL memiliki nilai
respirasi tertinggi dibandingkan dengan 1 KAKL dan 0.5 KAKL. Pemberian
pupuk urea baik tunggal maupun yang dikombinasikan dengan SP-36
berpengaruh terhadap besarnya respirasi yang dihasilkan. Adanya penambahan
serasah pada bahan gambut ayakan (GS) maupun pada bahan gambut ayakan yang
dikombinasikan dengan bahan kasar (GBS) juga menunjukkan nilai respirasi yang
tinggi. Tingginya nilai respirasi tersebut dipengaruhi oleh populasi bakteri dan
fungi. Hal ini didukung oleh lingkungan hidup yang sesuai dan ketersediaan
makanan yang cukup. Hasil analisis akhir setelah inkubasi menunjukkan bahwa
nilai C/N dan C/P rasio belum tentu menggambarkan tingkat dekomposisi.
Kata kunci : bahan penyusun gambut, dekomposisi gambut, kadar air, respirasi
ABSTRACT
PUTRI OKTARIANI. The Effect of Water Content and Addition of Fertilizer on
Peat Material Decomposition. Supervised by GUNAWAN DJAJAKIRANA and
BASUKI SUMAWINATA.
Peat land has often been used for large scale farming and plantation. Thus
the technology on its utility has been improved and shows a bright prospect.
However, the use of those technology upon the peat land has received many
critics. Many scientists suggest that the decreasing of ground water levels in peat
land will cause the increase of CO2 emission; the lower the groundwater surface,
the more emission will be. However, this theory is only based on chemistry and
physics reactions, while in fact the decomposition process is determined by
biochemical reactions where microbes hold an important role. The objective of
this research is to know the effect of water content combined with the addition of
fertilizer on the peat decomposition and its composing materials based on its
respirations. The respiration was measured by Jar Method. Respiration
measurement was done every 10 days until the level of respiration rate was
constant.
The result showed that 2 times water holding at field capacity (WHFC)
treatment has the highest respiration value as compared with 1 times WHFC and
0.5 times WHFC. The addition of urea fertilizer whether alone or combined with
SP-36 has an effect to the value of the respiration. The addition of litters on sieved
peat (GS) or the sieved peat combined with woody materials (GBS) also showed
high respirations value. The high value of respiration was affected by the
population of bacteria and fungi. This is supported by suitable environment and
adequate food supply. Result of final analysis after incubation showed C/N and
C/P ratio may not figured the rate of decomposition.
Key word : peat decomposition, peat composing materials, respiration, water
content
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
PENGARUH KADAR AIR DAN PEMBERIAN PUPUK
TERHADAP DEKOMPOSISI BAHAN GAMBUT
PUTRI OKTARIANI
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Pengaruh Kadar Air dan Pemberian Pupuk terhadap Dekomposisi
Bahan Gambut
Nama : Putri Oktariani
NIM : A14090040
Disetujui oleh
Dr Ir Gunawan Djajakirana MSc
Pembimbing I
Dr Ir Basuki Sumawinata M.Agr
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Baba Barus MSc
Ketua Departemen
Tanggal lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat, rahmat,
dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang
dilaksanakan sejak Juni 2013 ini berjudul Pengaruh Kadar Air dan Pemberian
Pupuk terhadap Dekomposisi Bahan Gambut.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Dr Ir Gunawan Djajakirana MSc sebagai pembimbing akademik dan
pembimbing skripsi I yang telah memberikan arahan dan bimbingan
kepada penulis selama menempuh pendidikan dan penyelesaiaan skripsi;
2. Dr Ir Basuki Sumawinata M.Agr sebagai pembimbing skripsi II yang
telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama
menempuh pendidikan dan penyelesaiaan skripsi;
3. Dr Ir Darmawan MSc sebagai dosen penguji yang telah memberikan
masukan dan saran;
4. Bapak Selamat Rianto dan Ibu Neni Rusindarwati atas dukungan moril
maupun materil selama penulis menempuh pendidikan S1;
5. Seluruh staf laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan yang telah membantu selama penelitian;
6. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
yang tidak dapat disebutkan satu per satu
Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dalam perbaikan
skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi nyata
bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Juli 2014
Putri Oktariani
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Hipotesis 2
BAHAN DAN METODE 2
Waktu dan Lokasi Penelitian 2
Bahan dan Alat 2
Pelaksanaan Penelitian 2
HASIL DAN PEMBAHASAN 4
Respirasi Bahan Gambut 4
Populasi Mikrob Bahan Gambut 7
Dekomposisi Bahan Gambut 9
KESIMPULAN 10
SARAN 11
DAFTAR PUSTAKA 11
LAMPIRAN 12
RIWAYAT HIDUP 17
DAFTAR TABEL
1 Skema perlakuan 3
2 Parameter dan metode analisis 4
3 Populasi mikrob berdasarkan kadar air, pupuk, dan komposisi bahan 8
4 Parameter dekomposisi gambut berdasarkan pengaruh kadar air, pupuk,
dan komposisi bahan 9
DAFTAR GAMBAR
1 Respirasi berdasarkan kadar air 5
2 Respirasi berdasarkan komposisi bahan 5
3 Respirasi berdasarkan pemberian pupuk 6
4 Respirasi kumulatif perlakuan kadar air, pemberian pupuk, dan
komposisi bahan 10
DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis biologi dan kimia awal 12
2 Respirasi seri G (mg C-CO2/kg/hari) 12
3 Analisis akhir biologi dan kimia seri G 13
4 Respirasi seri GB (mg C-CO2/kg/hari) 13
5 Analisis akhir biologi dan kimia seri GB 13
6 Respirasi seri GS (mg C-CO2/kg/hari) 14
7 Analisis akhir biologi dan kimia seri GS 14
8 Respirasi seri GBS (mg C-CO2/kg/hari) 14
9 Analisis akhir biologi dan kimia seri GBS 15
10 Nilai rataan respirasi (mg C-CO2/kg/hari) 15
11 Gambar (a) bahan gambut halus ayakan 5mm, (b) bahan kasar, dan (c)
serasah 16
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian dan perkebunan dalam skala
besar banyak dilakukan. Teknologi pemanfaatannya pun telah berkembang dan
menunjukkan prospek yang baik ditinjau dari segi ekonomi dan produksi. Hal ini
tentunya disertai dengan manajemen pupuk dan pengelolaan air (drainase) yang
baik. Namun, upaya tersebut menimbulkan kritikan khususnya dalam segi
pengelolaan air. Banyak ahli berpendapat bahwa penurunan muka air tanah pada
lahan gambut akan menyebabkan peningkatan emisi CO2, semakin dalam air
tanah diturunkan maka emisi yang terjadi semakin besar.
Seiring dengan adanya kritik tersebut, telah banyak penelitian mengenai
emisi CO2 dari lahan gambut yang didrainase di Indonesia. Kebanyakan penelitian
tersebut dilakukan langsung di lapang pada lahan gambut yang telah
dimanfaatkan, khususnya sebagai lahan perkebunan kelapa sawit dan hutan
tanaman industri (HTI). Namun, penelitian tersebut menunjukkan hasil yang
bertentangan. Penelitian Hooijer et al. (2010) menunjukkan penurunan air tanah
100 cm menghasilkan emisi sebesar 91 ton CO2/ha/tahun, sedangkan penelitian
Sumawinata et al. (2012) menunjukkan tidak ada korelasi antara kedalaman muka
air tanah dengan emisi sehingga nilai emisi yang dihasilkan rendah.
Penelitian terdahulu mengenai emisi gambut yang terdekomposisi
umumnya hanya didasarkan pada reaksi fisik dan kimia saja. Padahal, faktanya
dekomposisi gambut ditentukan oleh proses biokimia di mana peran mikrob
sangatlah penting. Tingginya kandungan bahan organik pada gambut sudah tentu
berkorelasi dengan aktivitas biologi di dalamnya. Hal ini berkaitan dengan peran
mikrob dan fauna tanah sebagai pengurai bahan organik. Namun, peranan
aktivitas biologi pada emisi CO2 gambut kurang diperhatikan. Selain peran
aktivitas biologi, pengaruh bahan pembentuk gambut pada penelitian emisi CO2 di
lapang juga jarang diperhitungkan. Kebanyakan pengukuran di lapang hanya
memisahkan komponen serasah pada lapisan atas. Padahal, bila dilihat
berdasarkan bahan pembentuknya, masih banyak komponen di dalam gambut
tropika yang diduga turut berperan pada CO2yang dihasilkan.
Dilihat dari segi biologi, dekomposisi merupakan proses untuk memenuhi
kebutuhan energi bagi dekomposer (Chapin III et al. 2000 dalam Djajakirana et al.
2012). Dekomposisi merupakan hasil dari aktivitas fauna tanah dan mikrob
heterotropik yang memiliki konsekuensi bagi lingkungan. Proses dekomposisi
akibat aktivitas biologi ini haruslah didukung oleh kondisi fisik maupun kimia
tanah yang sesuai, seperti kelembaban tanah, pH, ketersediaan makanan dan
nutrisi. Bervariasinya faktor lingkungan pada pengukuran di lapang menyebabkan
perlu dilakukan pengukuran dalam skala yang lebih kecil. Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian laboratorium mengenai emisi CO2 akibat pengaruh kadar air
dan ketersediaan makanan serta nutrisi bagi mikrob dalam proses dekomposisi
gambut.
2
Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kadar
air yang dikombinasikan dengan pemberian pupuk terhadap dekomposisi bahan
gambut dan bahan penyusunnya dari respirasi yang dihasilkan.
Hipotesis
1. Perlakuan kadar air yang dikombinasikan dengan pupuk dan penambahan
bahan penyusun gambut mempengaruhi nilai respirasi
2. Populasi mikrob akibat perlakuan tersebut mempengaruhi dekomposisi
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2013 sampai Januari 2014.
Inkubasi, analisis biologi, dan analisis kimia dilakukan di Laboratorium
Bioteknologi Tanah dan Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh bahan
gambut dan bahan penyusunnya (bahan kasar dan serasah) yang diambil dari areal
perkebunan HTI Accacia crassicarpa PT Bukit Batu Hutani Alam (BBHA), Riau;
pupuk urea; pupuk SP-36; KOH 1N; dan HCl 1N. Alat yang digunakan antara lain
toples (jar), botol film, erlenmeyer, buret, serta alat pendukung lain seperti
laminar air flow, autoclave, cawan petri, pipet, tabung reaksi, bunsen, jarum oose,
timbangan digital, AAS, Flamefotometer, dan Spectrofotometer UV-VIS.
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu pengambilan contoh
bahan tanah, persiapan contoh bahan tanah, pengukuran respirasi, analisis biologi,
dan analisis kimia. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah laju
respirasi yang dihasilkan pada tahap inkubasi.
Pengambilan contoh bahan tanah. Pengambilan contoh bahan tanah dilakukan
dengan menggunakan cangkul. Bahan tanah diambil secara komposit pada
kedalaman 0-20 cm, kemudian dimasukkan ke dalam karung. Pengambilan contoh
bahan tanah ini disertai pula dengan pengambilan contoh serasah.
3
Persiapan contoh bahan tanah. Pada tahap ini bahan gambut diayak
menggunakan ayakan 5 mm untuk memisahkan gambut halus dengan bahan kasar.
Bahan gambut lolos ayakan 5 mm kemudian dikering udarakan sampai
mendapatkan kadar air yang diinginkan. Sementara itu, bahan kasar dan serasah
yang berukuran besar dipotong-potong menjadi lebih kecil. Hal ini dimaksudkan
agar ukuran bahan kasar dan serasah sesuai dengan ukuran toples pada saat
inkubasi respirasi.
Pengukuran respirasi
Perlakuan. Inkubasi dilakukan sebanyak 4 seri, yaitu 100% bahan gambut asli
tanpa dipisah (G); 90% gambut halus ayakan 5 mm : 10% bahan kasar (GB); 90%
gambut halus ayakan 5 mm : 10% serasah (GS); dan 80% gambut halus ayakan 5
mm : 10% bahan kasar : 10% serasah (GBS). Masing-masing seri diberi perlakuan
utama berupa 0.5x KAKL, KAKL, dan 2x KAKL. Masing-masing kadar air
kemudian diberi perlakuan tambahan berupa tanpa pupuk (N0P0), pupuk SP-36
dosis 0.2% P/g tanah (N0P1), pupuk urea dosis 0.5% N/g tanah (N1P0), dan pupuk
kombinasi dosis 0.5% N/g tanah dan 0.2% P/g tanah (N1P1). Percobaan dilakukan
sebanyak tiga kali ulangan sehingga 1 seri diperoleh 36 rangkaian.
Tabel 1 Skema perlakuan
Inkubasi. Pengukuran respirasi (inkubasi) dilakukan dengan metode Jar (stoples).
Prosedurnya yaitu sebanyak 25 g BKU gambut yang telah ditambahkan pupuk
sesuai dengan dosis dimasukkan ke dalam stoples. Kemudian, dilakukan
penambahan mikrob dengan cara disemprot. Penambahan ini dilakukan untuk
mengantisipasi berkurangnya mikrob yang dikarenakan selang waktu antara
diambilnya contoh bahan tanah gambut dengan waktu inkubasi cukup lama.
Selanjutnya, tabung film berisi 10 ml KOH 1 N dan tabung film yang berisi 20 ml
aquades diletakkan di dalam stoples. Setelah dilakukan penambahan air sampai
mencapai kondisi 0.5x KAKL, KAKL, dan 2x KAKL toples ditutup rapat dan
diinkubasi selama 10 hari. Pada seri GB, GS, dan GBS total 25 g BKU gambut
halus lolos ayakan 5 mm dan bahan penyusun gambut (bahan kasar dan serasah)
diinkubasi setelah diberi perlakuan yang sama dengan seri G. Pengukuran CO2
hasil respirasi dilakukan dengan menggunakan metode titrasi selama 10 hari
sekali sampai konstan.
100% G 90% G : 10% B 90% G : 10% S 80% G: 10% B: 10%S
N0P0 0% N dan 0% P 0% N dan 0% P 0% N dan 0% P 0% N dan 0% P
N0P1 0.2% P 0.2% P 0.2% P 0.2% P
N1P0 0.5% N 0.5% N 0.5% N 0.5% N
N1P1 0.5% N dan 0.2% P 0.5% N dan 0.2% P 0.5% N dan 0.2% P 0.5% N dan 0.2% P
N0P0 0% N dan 0% P 0% N dan 0% P 0% N dan 0% P 0% N dan 0% P
N0P1 0.2% P 0.2% P 0.2% P 0.2% P
N1P0 0.5% N 0.5% N 0.5% N 0.5% N
N1P1 0.5% N dan 0.2% P 0.5% N dan 0.2% P 0.5% N dan 0.2% P 0.5% N dan 0.2% P
N0P0 0% N dan 0% P 0% N dan 0% P 0% N dan 0% P 0% N dan 0% P
N0P1 0.2% P 0.2% P 0.2% P 0.2% P
N1P0 0.5% N 0.5% N 0.5% N 0.5% N
N1P1 0.5% N dan 0.2% P 0.5% N dan 0.2% P 0.5% N dan 0.2% P 0.5% N dan 0.2% P
Perlakuan
0.5 KAKL
KAKL
2 KAKL
4
Analisis biologi. Analisis biologi dilakukan sebelum inkubasi (awal), H+30
inkubasi, dan setelah laju respirasi gambut relatif konstan yaitu sekitar 50-90 hari
inkubasi (akhir). Analisis biologi awal dilakukan pada bahan gambut lolos ayakan
5 mm, bahan kasar, dan serasah secara terpisah. Mikrob yang telah diisolasi ini
kemudian disimpan untuk diaplikasikan pada saat inkubasi. Analisis biologi yang
dilakukan adalah penetapan total mikrob dan fungi gambut dengan metode cawan
hitung. Media yang digunakan adalah Soil Extract Agar (SEA) untuk total mikrob
dan Potato Dextrose Agar (PDA) untuk fungi.
Analisis kimia. Analisis kimia dilakukan sebelum inkubasi (awal) dan setelah laju
respirasi gambut konstan yaitu sekitar 50-90 hari inkubasi (akhir). Analisis awal
dilakukan pada gambut lolos ayakan 5 mm, bahan kasar, serasah, dan pupuk.
Analisis awal dilakukan untuk menentukan dosis pupuk yang akan digunakan
pada saat inkubasi. Analisis kimia awal yang dilakukan adalah penetapan C-
Organik, N-Total, P-tersedia, Ca, Mg, K, dan Na pada gambut, serta P-total dan
N-total pada pupuk. Analisis kima akhir yang dilakukan yaitu penetapan C-
Organik, N-Total, dan P-Total.
Tabel 2 Parameter dan metode analisis
Analisis Metode
Total mikrob dan fungi Cawan hitung
C-Organik Walkley&Black
N-Total Kjeldahl
P-Total HCl 25%
P-tersedia Bray I
K, Na, Ca, Mg NH4OAC pH 7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Respirasi Bahan Gambut
Hasil pengukuran respirasi berdasarkan kadar air, pupuk, dan komposisi
bahan disajikan pada Gambar 1, Gambar 2, dan Gambar 3. Nilai respirasi dari
masing-masing perlakuan tinggi pada awal pengukuran dan menunjukkan
penurunan hingga mencapai kondisi konstan selama inkubasi. Penurunan tersebut
dikarenakan berkurangnya aktivitas mikrob tanah akibat tidak adanya
penambahan nutrisi selama inkubasi, terutama karbon dan nitrogen sebagai bahan
dasar pembentukan tubuh dan energi.
5
Gambar 1 Respirasi berdasarkan kadar air
Respirasi tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan 2 KAKL 459.94 mg C-
CO2/kg/hari, diikuti oleh perlakuan KAKL 285.92 mg C-CO2/kg/hari, kemudian
0.5 KAKL 124.49 mg C-CO2/kg/hari (Gambar 1). Nilai tersebut berangsur
menurun dan mendekati konstan seiring dengan lamanya waktu inkubasi.
Berdasarkan gambar dapat diketahui bahwa semakin tinggi kadar air, semakin
tinggi pula respirasi. Tingginya nilai respirasi pada perlakuan 2 KAKL disebabkan
oleh ketersediaan air dan oksigen yang cukup bagi mikrob ekosistem gambut.
Lingkungan tumbuh yang sesuai akan mengoptimalkan peran mikrob dalam
mendekomposisi bahan organik pada gambut.
Perlakuan 0.5 KAKL menunjukkan nilai respirasi terendah. Hal ini dapat
disebabkan oleh minimnya ketersediaan air yang mendukung aktivitas mikrob
akibat kondisi lingkungan hidup yang terlalu kering. Kondisi lingkungan yang
ekstrim menyebabkan mikrob tidak dapat tumbuh dengan optimal. Sumawinata et
al. (2012) melaporkan flux CO2 tertinggi bertepatan dengan kelembaban tanah di
antara kapasitas lapang (250% b/b) dan titik layu permanen, sedangkan flux CO2
berada pada titik terendah ketika kelembaban tanah diturunkan lebih rendah dari
titik layu permanen (180% b/b).
Gambar 2 Respirasi berdasarkan komposisi bahan
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
10 20 30 40 50 60
mg
C-C
O2/k
g/h
ari
hari
0.5 KAKL KAKL 2 KAKL
0
50
100
150
200
250
300
350
400
10 20 30 40 50 60
mg
C-C
O2/k
g/h
ari
hari
G GB GS GBS
6
Komposisi bahan turut menentukan jumlah CO2 yang dikeluarkan dari
proses respirasi. Dilihat dari Gambar 2, pada pengukuran awal komposisi GBS
menunjukkan nilai respirasi tertinggi 371.35 mg C-CO2/kg/hari, diikuti oleh GS
370.19 mg C-CO2/kg/hari, GB 218.15 mg C-CO2/kg/hari, kemudian G 200.78 mg
C-CO2/kg/hari. Tingginya respirasi GBS dikarenakan adanya andil dari kombinasi
bahan kasar dan serasah di dalam proses respirasi. Vien et al.(2010) menyatakan
pelepasan CO2 tertingi dari lahan gambut berasal dari dekomposisi dan aktivitas
fauna pada serasah. Lahan gambut yang miskin hara makro menyebabkan
konsentrasi kegiatan mikrob pada lapisan serasah lebih kaya akan nutrisi. Secara
umum serasah adalah tumpukan bahan-bahan yang telah mati, terletak di atas
permukaan tanah dan mengalami dekomposisi dan mineralisasi. Komponen-
komponen yang termasuk serasah adalah daun, ranting, cabang kecil, kulit batang,
bunga dan buah. Pada penelitian ini yang dimaksud dengan serasah adalah daun
dan ranting akasia yang telah kering (lampiran 11 c).
Respirasi GS menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda dengan GBS.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses dekomposisi gambut, peran serasah
sangatlah penting. Pada penelitian ini, yang dimaksud dengan bahan kasar adalah
bahan penyusun gambut berupa kayu yang hampir ataupun sudah melapuk tetapi
masih terlihat strukturnya (bahan gambut yang tidak lolos ayakan 5 mm)
(lampiran 11 b). Dibandingkan dengan bahan kasar, kondisi serasah dapat
dikatakan jauh lebih segar, sehingga masih banyak komponen dalam serasah yang
dapat dirombak dan dimanfaatkan oleh mikrob sebagai sumber energi. Pengaruh
adanya serasah terhadap nilai respirasi juga telah dilaporkan oleh Sumawinata et
al. (2012), respirasi tanpa melibatkan akar halus dan serasah pada gambut dangkal
dan dalam, baik gambut murni maupun yang telah dikelola menunjukkan nilai
terendah sekitar 20.31 – 26.38 ton C-CO2/ha/tahun.
Perlakuan G menunjukkan nilai respirasi terendah, namun nilai yang
dihasilkan tidak jauh berbeda dengan GB. Hal ini dikarenakan di dalam perlakuan
G dan GB terdapat komponen bahan kasar. Bahan kasar pada kedua perlakuan
tersebut memberikan sumbangan nutrisi untuk mikrob, namun jumlahnya tidak
sebanyak serasah. Oleh karena itu, nilai respirasi GB lebih tinggi dibandingkan
dengan G, namun masih lebih rendah dibandingkan dengan GS dan GBS.
Gambar 3 Respirasi berdasarkan pemberian pupuk
0
100
200
300
400
500
600
700
10 20 30 40 50 60
mg
C-C
O2/k
g/h
ari
hari
N0P0 N0P1 N1P0 N1P1
7
Gambar 3 menunjukkan respirasi gambut dengan penambahan pupuk urea
(N1P0) memiliki nilai tertinggi sebesar 632.76 mg C-CO2/kg/hari dibandingkan
dengan tanpa pupuk (N0P0), pupuk kombinasi (N1P1), maupun pupuk SP-36
(N0P1) pada pengukuran awal. Tingginya nilai respirasi berkaitan dengan fungsi
nitrogen dalam metabolisme mikrob terutama bakteri. Adanya penambahan
nitrogen dari pemberian pupuk urea akan meningkatkan aktivitas mikrob,
sehingga semakin tinggi pula respirasi yang dihasilkan.
Respirasi terendah ditunjukkan oleh perlakuan N0P1 sebesar 136.23 mg C-
CO2/kg/hari. Nilai yang dihasilkan pun cenderung seragam. Berbeda dengan
perlakuan N1P0, dimana terjadi penurunan yang cukup signifikan pada hari ke 30
inkubasi. Rendahnya nilai respirasi pada perlakuan N0P1 menunjukkan bahwa
aplikasi pupuk SP-36 tidak begitu berpengaruh terhadap aktivitas mikrob sejak
awal inkubasi. Namun, pemberian pupuk SP-36 yang dikombinasikan dengan
urea (N1P1) menunjukkan respirasi yang lebih tinggi sebesar 223.72 mg C-
CO2/kg/hari. Hal ini dapat dikarenakan adanya pengaruh dari ketersediaan
nitrogen dari pupuk urea yang ditambahkan.
Populasi Mikrob Bahan Gambut
Hasil analisis akhir biologi perlakuan kadar air, pupuk, dan komposisi
bahan menunjukkan terjadi penurunan jumlah total mikrob dan fungi
dibandingkan dengan analisis biologi pada hari ke 30 inkubasi (Tabel 3).
Penurunan jumlah mikrob pada saat inkubasi ini berkorelasi dengan nilai respirasi
yang juga menunjukkan penurunan. Hal ini semakin menguatkan argumen bahwa
populasi mikrob mempengaruhi banyaknya CO2 yang dilepaskan.
Pada perlakuan kadar air, jumlah total mikrob perlakuan 0.5 KAKL
menunjukkan nilai terendah. Nilai analisis biologi ini berkorelasi dengan respirasi
yang dihasilkan. Pada perlakuan 0.5 KAKL, populasi mikrob sangat rendah
karena ketersediaan air yang sangat sedikit. Rendahnya populasi mikrob ini
menyebabkan respirasi yang dihasilkan rendah pula. Hal ini menunjukkan bahwa
gambut yang didrainase belum tentu mengeluarkan emisi yang tinggi. Nilai
tertinggi analisis biologi baik total mikrob maupun fungi ditunjukkan oleh
perlakuan 2 KAKL. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan air tanah berperan
dalam penambahan jumlah populasi mikrob yang secara tidak langsung juga
berdampak pada tingginya aktivitas mikrob (respirasi).
8
Tabel 3 Populasi mikrob berdasarkan kadar air, pupuk, dan komposisi bahan
Di samping kadar air, populasi mikrob juga dipengaruhi oleh pemberian
pupuk. Perlakuan N1P0 menunjukkan jumlah total mikrob dan fungi tertinggi.
Tingginya hasil analisis biologi pada N1P0 berkaitan erat dengan peranan nitrogen
dalam metabolisme mikrob. Nitrogen akan dimanfaatkan mikrob sebagai
komponen utama untuk pembentukan dirinya. Menurut Stevenson (1994),
perbandingan C:N:P mikroorganisme yang optimum adalah 100:10:1.
Ketersediaan nitrogen yang cukup akibat adanya penambahan pupuk urea
menyebabkan mikrob lebih cepat berkembang dan bertambah banyak. Banyaknya
populasi mikrob perlakuan N1P0 berkorelasi dengan tingginya aktivitas mikrob
yang dapat dilihat dari respirasi.
Perlakuan N0P1 menunjukkan hasil analisis biologi terendah. Hal ini
karena pada proses metabolisme mikrob, fosfor yang dibutuhkan dalam jumlah
sedikit tidak seperti nitrogen. Minimnya ketersediaan nitrogen pada gambut dan
tidak adanya penambahan pupuk urea pada perlakuan N0P1 menyebabkan
metabolisme mikrob terhambat. Oleh karena itu, populasi mikrob sedikit dan
aktivitasnya pun rendah. Berbeda dengan N0P1, N1P1 menunjukkan populasi
mikrob yang lebih tinggi. Hal ini diduga karena adanya penambahan urea
sehingga ketersediaan nitrogen bagi mikrob cukup. Rendahnya populasi mikrob
pada perlakuan N0P1 dikarenakan fosfor yang ditambahkan melalui pupuk SP-36
bereaksi oleh unsur mikro pada gambut sehingga ketersediaan unsur mikro untuk
mikrob menjadi semakin sedikit. Dibandingkan dengan N0P1, N0P0 tidak
diberikan penambahan unsur apapun, namun populasi mikrob pada perlakuan
tersebut lebih tinggi dibandingkan N0P1. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan
hara pada N0P0 tergolong sudah mencukupi bagi mikrob untuk berkembang.
Pertumbuhan dan populasi mikrob tanah dan fauna tergantung pada
kondisi tanah termasuk pasokan oksigen, kelembaban, suhu, pH, ketersediaan
nutrien, dan karakteristik bahan organik. Perlakuan komposisi bahan GBS
menunjukkan jumlah total mikrob dan fungi tertinggi akibat adanya komponen
bahan kasar dan serasah. Proses dekomposisi bahan kasar dan serasah akan
menghasilkan senyawa organik yang akan menjadi sumber makanan mikrob.
Penelitian Djajakirana et al. (2012) menunjukkan aktivitas biologi yang paling
tinggi ditemukan pada tanah lapisan atas yang banyak terdapat serasah. Hal ini
total mikrob fungi total mikrob fungi
0.5 KAKL 6.64 1.84 4.27 1.23
KAKL 14.66 1.79 5.94 0.69
2KAKL 15.82 1.74 5.05 1.89
N0P0 4.75 1.61 2.09 1.53
N0P1 1.81 1.24 1.26 0.57
N1P0 32.62 2.25 13.45 1.71
N1P1 10.32 2.06 3.56 1.28
G 7.63 1.67 5.32 0.50
GB 8.88 1.05 1.48 0.38
GS 17.68 2.33 7.01 2.06
GBS 15.79 2.15 6.53 2.15
Pupuk
Komposisi bahan
H+30 Akhir
cfu 106/g bkm
Perlakuan Kode
Kadar air
9
menunjukkan bahwa emisi CO2 dari tanah terutama berasal dari dekomposisi
serasah bukan dari dekomposisi gambut.
Berdasarkan hasil analisis biologi diketahui bahwa populasi mikrob yang
tinggi dalam tanah menyebabkan CO2 yang dihasilkan tinggi. Kondisi ini
diakibatkan oleh aktivitas respirasi mikrob tanah yang aktif mengambil O2 dari
udara dan mengeluarkan CO2. Hal ini sejalan dengan Hogberg et al. (2009) yang
mengemukakan bahwa sebagian besar CO2 kembali ke atmosfer melalui respirasi
tanah yang memiliki 2 sumber utama, yaitu respirasi heterotropik (organisme
pengurai bahan organik) dan respirasi autropik (akar, jamur mikoriza, dan mikrob
akar). Pada penelitian ini, respirasi yang dihasilkan murni berasal dari proses
dekomposisi gambut dan bahan pembentuknya akibat aktivitas mikrob tanpa
melibatkan respirasi akar.
Dekomposisi Bahan Gambut
Berdasarkan Tabel 4, nilai C/N dan C/P rasio tertinggi ditunjukkan oleh
perlakuan N0P0, sedangkan nilai terendah ditunjukkan oleh perlakuan N1P1.
Tingginya C/N dan C/P rasio pada perlakuan N0P0 dikarenakan nilai C-organik
pada perlakuan tinggi, sedangkan N total dan P total rendah akibat tidak adanya
penambahan unsur dari pemupukan. Pada perlakuan N1P1, C/N dan C/P rasio
yang diperoleh rendah karena N total dan P total pada perlakuan N1P1 tinggi
akibat adanya penambahan unsur nitrogen dan fosfor melalui pupuk. C/P rasio
biomasa mikrob meningkat dengan rendahnya ketersediaan P, tetapi juga
dikarenakan ketersediaan N yang dikombinasikan dengan ketersediaan C yang
tinggi (Anderson and Domsch 1980 dalam Dion 2010). Selain mempengaruhi
nilai C/N dan C/P rasio, penambahan pupuk juga mempengaruhi aktivitas mikrob
gambut. Hal ini terbukti dengan tingginya nilai respirasi kumulatif yang
dihasilkan oleh perlakuan N1P0 sebesar 23.01 ton C-CO2/ha/tahun.
Tabel 4 Parameter dekomposisi gambut berdasarkan pengaruh kadar air, pupuk,
dan komposisi bahan
Total mikrob Fungi
ton C-CO2/ha/tahun
0.5 KAKL 25.58 1030.32 5.31 4.27 1.23
KAKL 27.46 1182.37 11.74 5.94 0.69
2 KAKL 26.08 1075.82 20.66 5.05 1.89
N0P0 35.62 2542.55 9.82 2.09 1.53
N0P1 34.41 51.39 5.22 1.26 0.57
N1P0 17.68 1742.09 23.01 13.45 1.71
N1P1 17.78 48.65 12.70 3.56 1.28
G 31.09 1241.46 7.61 5.32 0.50
GB 24.08 1230.49 9.15 1.48 0.38
GS 23.32 914.72 16.92 7.01 2.06
GBS 27.00 998.02 17.37 6.53 2.15
Akhir
cfu 106/g bkm
Kadar air
Pupuk
Komposisi bahan
Perlakuan Kode C/N C/PRespirasi kumulatif
10
Gambar 4 Respirasi kumulatif perlakuan kadar air, pemberian pupuk dan
komposisi bahan
Perlakuan kadar air menunjukkan nilai C/N dan C/P rasio yang relatif
seragam, namun respirasi kumulatif yang dihasilkan menunjukkan perbedaan
yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa nilai C/N dan C/P rasio tidak dapat
dijadikan acuan tunggal dalam penetapan dekomposisi gambut. Pada perlakuan
kadar air diasumsikan ketersediaan hara untuk mikrob berkembang mencukupi,
sehingga kadar air menjadi faktor pengendali dekomposisi. Hal ini dapat dilihat
dari respirasi kumulatif yang dihasilkan, di mana nilai respirasi tertinggi
ditunjukkan oleh perlakuan 2 KAKL sebesar 20.66 ton C-CO2/ha/tahun.
Perlakuan komposisi bahan juga menunjukkan hasil yang relatif seragam,
hanya saja dalam rentang yang lebih jauh. G pada perlakuan komposisi bahan
menunjukkan nilai C/N dan C/P rasio tertinggi. Hal ini dikarenakan sudah tidak
ada komponen dalam G yang dapat dimanfaatkan oleh mikrob, sehingga terjadi
proses dekomposisi lanjut yang berjalan lambat. Sementara itu, berdasarkan
respirasi kumulatif yang dihasilkan, GS dan GBS menunjukkan nilai yang lebih
tinggi dibandingkan dengan GB walaupun C/N dan C/P rasio perlakuan tersebut
tidak jauh berbeda. Hal ini membuktikan bahwa komposisi bahan juga turut
menentukan dekomposisi. Hal ini sesuai dengan Djajakirana et al.(2012) yang
mengemukakan bahwa lahan gambut tropis adalah sisa dekomposisi bahan
tanaman berkayu sebagai bahan induk tanah gambut. Oleh karena itu, gambut
tropis mengandung banyak bahan yang sangat sulit diurai oleh mikrob.
KESIMPULAN
1. Respirasi tertinggi dihasilkan oleh perlakuan 2 KAKL, penambahan pupuk
urea, dan penambahan serasah
2. Semakin tinggi populasi mikrob, semakin tinggi pula nilai respirasi yang
dihasilkan
3. Nilai C/N dan C/P rasio tidak dapat dijadikan acuan tunggal dalam penetapan
dekomposisi gambut
0
5
10
15
20
25
0.5 KAKL
KAKL 2 KAKL
N0P0 N0P1 N1P0 N1P1 G GB GS GBS
Kadar Air Pupuk Bahan
ton
/ha/
tah
un
11
SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian serupa dengan kombinasi kadar air, pupuk, dan
komposisi bahan yang lebih beragam, sehingga dapat diketahui seberapa
besar pengaruh komponen tersebut terhadap banyaknya karbon yang dilepas
ke atmosfer
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keragaman jenis mikrob
yang berperan terhadap dekomposisi gambut pada perlakuan tersebut
DAFTAR PUSTAKA
Dion, Patrice. 2010. Soil Biology and Agriculture in The Tropics. Springer-
Verlag : Berlin Heidelberg.
Djajakirana G, Puspasari A, Permatasari M, Susanto M, Maria S. 2012. Pattern of
biological activities in various conditions of planted Accacia crassicarpa on
peatlands in relation to carbon emission. Proceeding of Peatlands in
Balance. Stockholm, Sweden, 3-8 June 2012.
Hogberg P, Bhupinderpal-Singh, Lofvenius MO, Nordgren A. 2009. Partitioning
of soil respiration into its autotrophic and heterotrophic components by
means of tree-girdling in boreal spruce forest. Forest Ecology and
Management J. 257.
Hooijer A, Page SE, Canadell JG, Silvius M, Kwadijk J, Wosten H, Jauhiainen J.
2010. Current and Future CO2 emissions from drained peatlands in
Southeast Asia. Biogeosciences. 7:1505-1514.
Stevenson FJ. 1994. Humus Chemistry. Genesis, composition, reaction. A Wiley-
Interscience Publ. John Wiley & Sons. 2nd
ed. New York. Page 124.
Sumawinata B, Suwardi, Munoz CP. 2012. Emission of CO2 and CH4 from
plantation forest of Accacia crassicarpa on peatlands in Indonesia.
Proceeding of Peatlands in Balance. Stockholm, Sweden, 3-8 June 2012.
Suwardi, Djajakirana G, Sumawinata B, Baskoro DPT, Munoz CP, Hatano R.
2011. Nutrient cycle in acacia crassicarpa plantation on deep tropical
peatland at Bukitbatu, Bengkalis, Indonesia. Proceeding of The 10th
International Conference of The East and Southeast Asia Federation of Soil
Science Societies. Colombo, Sri Lanka, 10-13 October 2011.
Vien DM, Puong NM, Jauhiainen J, and Guong VT. 2010. Carbon dioxide
emission from peatland in relation to hydrologi, peat moisture, humification
at the Vo Doi national park, Vietnam. World Congress of Soil Science, Soil
Solutions for a Changing World. Brisbane, Australia, 1-6 August 2010.
12
LAMPIRAN
Lampiran 1 Analisis biologi dan kimia awal
Analisis Gambut Bahan Kasar Serasah Pupuk Urea Pupuk SP-36
Kadar air % 230.45 - - - -
Total mikrob cfu 10
4/g bkm
4.37 28.98 7.05 - -
Fungi 1.61 3.29 3.9 - -
C-organik % 60.43 38.29 32.97 - -
N-total % 1.59 1.09 2.95 34.48 -
P-total % - 0.03 0.15* - -
P-tersedia % 0.004 - - - -
P2O5 % - - - - 22.89
Ca % 0.33 - 0.91* - -
Na % 0.017 - - - -
K % 0.016 - 1.76* - -
Mg % 0.085 - 0.36* - -
*Suwardi et al. 2011
Lampiran 2 Respirasi seri G (mg C-CO2/kg/hari)
10 20 30 40 50 60 70
N0P0 48.7 36.8 36.8 31.5 30.0
N0P1 69.7 35.3 26.3 22.5
N1P0 315.5 176.9 58.5 51.0 45.0
N1P1 88.5 47.3 40.5 35.3 24.0 23.3
N0P0 47.0 51.6 48.1 47.2
N0P1 66.4 25.2 21.7 20.3
N1P0 509.3 346.8 196.7 150.0 128.4 114.5
N1P1 77.9 32.1 26.4 16.0 16.0
N0P0 108.3 106.3 96.7 88.9 81.2 79.1
N0P1 125.7 34.8 36.7 38.7 40.6
N1P0 815.2 604.6 311.0 253.3 231.8 210.4 201.8
N1P1 137.2 79.2 83.1 62.3 58.0 57.9
0.5 KAKL
KAKL
2 KAKL
13
Lampiran 3 Analisis akhir biologi dan kimia seri G
Lampiran 4 Respirasi seri GB (mg C-CO2/kg/hari)
Lampiran 5 Analisis akhir biologi dan kimia seri GB
total mikrob fungi total mikrob fungi
N0P0 47.92 1.31 0.02 36.56 2545.89 2.87 0.90 1.54 0.36
N0P1 55.22 1.18 0.72 46.86 77.07 1.27 0.58 0.45 0.16
N1P0 52.78 2.28 0.02 23.14 2162.41 14.18 1.57 12.85 0.41
N1P1 48.64 2.04 0.68 23.79 71.31 4.33 1.12 2.33 1.22
N0P0 42.57 0.98 0.01 43.41 2993.10 5.39 3.89 1.84 0.91
N0P1 40.01 1.14 0.71 35.10 56.06 5.82 3.25 0.57 0.45
N1P0 42.48 2.26 0.02 18.83 2049.10 29.74 4.74 21.78 0.77
N1P1 40.07 1.92 0.71 20.85 56.22 4.18 2.01 0.76 0.42
N0P0 37.11 0.90 0.01 41.09 2887.20 2.14 0.93 1.37 0.78
N0P1 35.51 0.90 0.59 39.49 60.60 0.64 0.13 0.26 0.06
N1P0 38.76 1.66 0.02 23.37 1890.22 17.74 0.18 18.91 0.32
N1P1 37.12 1.80 0.77 20.57 48.37 3.20 0.71 1.22 0.17
0.5 KAKL
KAKL
2 KAKL
cfu 106/g bkm
H+30 Akhir
Kode C/P%C-Org %N total %P C/N
10 20 30 40 50 60 70
N0P0 42.8 21.4 18.1 14.0 13.7
N0P1 60.9 13.2 14.8 14.0
N1P0 279.6 264.8 100.3 50.8 49.8
N1P1 62.5 24.7 23.0 17.5 15.5
N0P0 37.6 50.1 65.2 65.3 62.7
N0P1 60.2 30.1 22.6 18.3
N1P0 568.7 383.3 210.4 180.2 114.9 96.6
N1P1 70.2 40.1 40.1 39.2 39.2
N0P0 128.4 145.5 119.8 123.8 107.1 102.6
N0P1 115.5 64.2 47.1 44.6 35.7 30.8
N1P0 1027.5 830.5 441.0 378.9 271.9 209.7 188.0
N1P1 154.1 184.1 158.4 156.1 138.3 128.9
0.5 KAKL
KAKL
2 KAKL
total mikrob fungi total mikrob fungi
N0P0 31.30 1.09 0.01 28.67 3178.88 1.17 0.87 0.27 0.23
N0P1 35.51 1.22 0.73 29.05 48.45 0.73 0.54 0.21 0.27
N1P0 36.63 2.12 0.02 17.24 2230.61 3.62 0.54 2.68 0.68
N1P1 33.86 1.94 0.68 17.41 50.07 1.37 1.07 0.28 0.23
N0P0 42.26 1.21 0.02 34.88 2787.97 6.27 1.48 1.87 0.76
N0P1 46.23 1.15 1.07 40.11 43.21 0.70 0.72 0.33 0.18
N1P0 32.24 2.15 0.02 14.98 1878.02 33.42 1.20 2.96 0.63
N1P1 32.24 2.43 0.88 13.28 36.65 6.82 0.34 0.27 0.27
N0P0 36.47 1.16 0.02 31.45 2303.52 7.00 2.06 0.69 0.46
N0P1 39.36 1.20 1.05 32.82 37.57 1.50 1.13 0.15 0.08
N1P0 32.08 2.24 0.02 14.33 2135.77 36.83 0.89 7.84 0.64
N1P1 30.36 2.06 0.86 14.73 35.19 7.06 1.72 0.27 0.10
Kode
0.5 KAKL
KAKL
2 KAKL
cfu 106/g bkm
H+30 Akhir
%C-Org %N total %P C/N C/P
14
Lampiran 6 Respirasi seri GS (mg C-CO2/kg/hari)
Lampiran 7 Analisis akhir biologi dan kimia seri GS
Lampiran 8 Respirasi seri GBS (mg C-CO2/kg/hari)
10 20 30 40 50 60 70 80 90
N0P0 71.2 33.0 28.9 31.6 30.2
N0P1 75.2 62.0 36.2 38.5 31.6 29.1
N1P0 200.5 182.0 148.9 102.5 72.4 58.2
N1P1 131.9 153.0 150.4 128.5 115.5 102.1
N0P0 221.1 236.4 205.8 143.4 122.5 121.5
N0P1 203.3 149.1 74.3 70.6 51.3 40.5 38.2
N1P0 757.1 616.5 341.4 276.3 207.2 170.9 166.4
N1P1 341.4 355.1 258.2 194.4 171.5 164.7
N0P0 595.2 552.2 470.9 358.9 284.1 224.3 191.2 188.2
N0P1 231.9 141.0 114.7 104.6 77.2 72.2 69.8
N1P0 1092.5 755.4 597.6 515.6 401.1 303.9 219.2 180.8 169.5
N1P1 521.1 664.6 557.0 448.6 356.4 306.5 274.3 250.2 237.6
0.5 KAKL
KAKL
2 KAKL
total mikrob fungi total mikrob fungi
N0P0 31.12 1.06 0.02 29.33 1642.06 7.74 2.13 5.30 2.01
N0P1 32.98 1.23 0.85 26.74 38.81 1.66 1.44 1.68 1.38
N1P0 31.16 2.07 0.03 15.04 1162.08 26.33 4.61 14.96 3.26
N1P1 31.26 1.94 0.68 16.13 46.28 7.88 5.27 5.37 3.12
N0P0 33.14 0.91 0.01 36.54 2620.36 1.80 0.77 1.04 0.50
N0P1 32.80 1.23 0.70 26.66 47.05 1.12 2.77 2.99 1.12
N1P0 32.11 1.71 0.02 18.79 1731.52 40.77 2.11 14.00 1.16
N1P1 32.91 1.72 0.74 19.17 44.28 27.28 0.87 15.09 0.88
N0P0 36.77 1.34 0.02 27.48 2150.30 7.86 2.38 3.71 5.90
N0P1 38.39 1.10 0.61 34.77 62.93 1.72 0.87 2.11 0.48
N1P0 32.62 2.15 0.02 15.16 1378.94 69.65 2.79 12.47 3.59
N1P1 32.78 2.34 0.63 14.00 51.98 18.36 1.95 5.35 1.31
0.5 KAKL
KAKL
2 KAKL
C/P
H+30 Akhir
cfu 106/g bkm
%C-Org %N total %P C/NKode
10 20 30 40 50 60 70 80
N0P0 97.7 87.0 89.7 88.3 86.5
N0P1 89.7 88.4 85.7 79.6 67.5 66.0
N1P0 192.8 182.1 154.0 102.5 68.7 57.9
N1P1 164.7 144.6 151.3 131.1 131.1
N0P0 227.7 299.8 198.7 180.5 123.3 121.0
N0P1 227.7 189.5 104.9 91.4 53.5 48.4
N1P0 758.8 569.8 319.1 297.4 186.0 94.6 74.1
N1P1 390.5 357.1 256.6 177.2 169.8 144.2 140.1
N0P0 387.4 483.7 362.1 301.0 229.7 200.6 194.7 188.8
N0P1 298.7 217.7 177.2 142.5 94.7 88.4 87.1
N1P0 1075.8 706.2 561.9 517.4 398.6 335.3 316.2 308.9
N1P1 544.7 701.7 615.6 483.1 356.4 303.6 281.7 270.6
0.5 KAKL
KAKL
2 KAKL
15
Lampiran 9 Analisis akhir biologi dan kimia seri GBS
Lampiran 10 Nilai rataan respirasi (mg C-CO2/kg/hari)
total mikrob fungi total mikrob fungi
N0P0 33.30 1.08 0.02 30.96 1935.06 1.96 1.23 0.76 2.32
N0P1 32.94 1.07 0.80 30.71 41.27 1.76 1.56 1.07 1.44
N1P0 33.59 1.81 0.03 18.60 1206.74 20.41 2.81 15.34 1.62
N1P1 34.33 1.81 0.71 18.99 48.09 8.89 3.19 3.19 0.99
N0P0 33.03 0.69 0.01 48.06 2855.89 3.22 1.02 3.43 0.80
N0P1 34.69 0.97 0.69 35.81 50.34 0.81 0.87 1.29 0.22
N1P0 29.44 1.63 0.02 18.03 1620.74 46.29 0.93 23.44 0.93
N1P1 32.30 2.18 0.68 14.83 47.45 20.89 1.62 3.39 1.08
N0P0 35.38 0.91 0.01 38.97 2610.40 9.52 1.67 3.20 3.30
N0P1 35.96 1.03 0.67 34.79 53.32 9.79 1.56 3.99 0.98
N1P0 34.95 2.38 0.02 14.71 1458.97 52.44 4.55 14.15 6.54
N1P1 34.30 1.75 0.72 19.57 47.92 13.52 4.85 5.17 5.57
Kode
0.5 KAKL
KAKL
2 KAKL
C/P
H+30 Akhir
cfu 106/g bkm
%C-Org %N total %P C/N
10 20 30 40 50 60 70 80 90
0.5 KAKL 124.49 97.01 72.70 58.70 52.55 49.45
KAKL 285.92 233.89 150.48 124.28 101.87 109.41 104.68
2 KAKL 459.94 391.98 296.93 251.14 197.67 173.12 199.56 231.22 203.50
N0P0 167.76 175.31 145.06 122.86 102.20 128.84 192.93 188.45
N0P1 136.23 88.36 64.98 58.87 50.83 48.54 70.52
N1P0 632.76 468.23 286.74 239.66 181.31 163.97 194.41 244.82 169.45
N1P1 223.72 231.95 196.71 157.44 132.63 146.13 242.58 260.39 237.55
G 200.78 131.39 81.87 68.07 72.78 97.02 201.77
GB 218.15 171.83 106.52 93.64 80.72 113.71 187.96
GS 370.19 325.02 248.69 201.11 160.06 144.91 159.82 206.37 203.50
GBS 371.35 335.62 256.41 216.00 163.83 146.00 182.29 256.07
Kadar air
Pupuk
Komposisi bahan
Perlakuan
17
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta, 28 Oktober 1991, putri dari Ayah Selamat Rianto
dan Ibu Neni Rusindarwati. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara,
adik penulis bernama Surya Darmawan. Penulis menempuh pendidikan di SDS
Kartika XII-2 Jakarta, SMP N 49 Jakarta, selanjutnya SMA N 93 Jakarta. Penulis
diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009 melalui jalur USMI.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai organisasi dan
kepanitiaan. Penulis pernah menjabat sebagai staff Departemen Olah raga dan
Seni, BEM Fakultas Pertanian (2010/2011). Penulis juga pernah menjadi asisten
praktikum Biologi Tanah (2012/2013) dan Bioteknologi Tanah (2012/2013).