khong hucu 3.pdf

68
PERKEMBANGAN AGAMA KHONGHUCU DI INDONESIA PERKEMBANGAN AGAMA KHONGHUCU DI INDONESIA ( Study Kasus di Masyarakat Cina Penganut Agama Khonghucu di Tangerang ) Skripsi Universitas Islam Negeri SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Disusun Oleh : GUNAWAN SAIDI NIM. 104032100985 JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UIN SYARIF HIDAYATULLAH

Upload: aji-derajat-hidayah-tulloh

Post on 21-Nov-2015

14 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • PERKEMBANGAN AGAMA KHONGHUCU DI INDONESIA

    PERKEMBANGAN AGAMA KHONGHUCU DI INDONESIA

    ( Study Kasus di Masyarakat Cina Penganut Agama Khonghucu di Tangerang

    )

    Skripsi

    Universitas Islam Negeri

    SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    Disusun Oleh :

    GUNAWAN SAIDI

    NIM. 104032100985

    JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA

    FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH

  • JAKARATA

    2009

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulilah, segala puji bagi Allah SWT penulis panjatkan sebagai

    ungkapkan rasa syukur atas segala limpahan hidayah, rahmat dan nikmatNya,

    sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam

    semoga Allah SWT limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah

    membimbing umat manusia untuk mengikuti petunjuk dengan risalahnya yakni

    Agama Islam, yang akan menyelamatkan dan menghantarkan pemeluknya menuju

    kebahagiaan di dunia dan akhirat.

    Penulis sadari bahwa tidak ada manusia di bumi ini dapat melakukan sesuatu

    tanpa bantuan manusia lainnya termasuk penulis dalam menyelesaikan penulisan

    skripsi ini. Banyak pihak yang membimbing dan membantu dalam proses penulisan

    skripsi ini. Oleh karena itu ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis

    sampaikan kepada pihak-pihak tersebut, terutama kepada :

    1. Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Dr. M. Amin Nurdin, MA; Ketua

    Jurusan Perbandingan Agama, Dra. Ida Rosyida, Ma; Sekretaris Jurusan,

    Maulana, MA; serta seluruh civitas akademika Fakultas Ushuluddin dan

    Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    2. Prof. Dr. Ihksan Tanggok, Ma sebagai pembimbing dalam penulisan skripsi

    ini yang telah banyak meluangkan waktu dan tenaganya serta kesabaran

  • memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga membuka

    cakrawala berpikir dan nuasa keilmuan yang baru.

    3. Bapak Asyuntapura selaku ketua MATAKIN serta Ibu Lili, Ceng Eng, Kak

    Rudiguna, Victor, Andri dan masyarakat umat Khonghucu yang telah

    memberikan banyak sumber utama skripsi ini serta meluangkan waktunya

    kepada penulis utnuk dapat berdiskusi secara langsung, sehingga skripsi ini

    dapat terselesaikan.

    4. Pimpinan Perpustakaan Utama dan FUF UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

    yang dalam penulisan skripsi ini memberikan andil dalam hal penyediaan

    bahan pustaka dan sumber-sumber bacaan untuk kelancaran penulisan skripsi

    ini.

    5. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang dengan cinta dan kasih sayangnya telah

    membesarkan dan mendidik penulisa hingga sekarang ini. Munajat doanya di

    setiap waktu telah memberikan kekuatan lahir dan batin dalam mengarungi

    bahtera kehidupan.

    6. Kakanda Samini, Saidah, Saminah, Sahwan, Jamaludin, Dika, Aji, Husein,

    Ahmad, Ilyas, Nenih, Sar, Nadil yang telah memberikan dorongan waktu

    kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

    7. Keluarga Besar Beo Tek Bio yang selalu mendorong penulis untuk selalu

    mencintai, mencari dan manambah ilmu sampai akhir hayat.

    8. Teman-teman mahasiswa Jurusan PA anggkatan 2004 (Ray, CIci, Sofyan,

    Dyah, Boim, Breh, Liha, Hesty, Iwenk, Hasby, Putra, Dely, Rina, Oby, Aji,

    Ahmad, Oji, Ayat, Aya, dll)

  • 9. Keluarga besar kepala sekolah SDN Perigi Baru II beserta para staf dan guru-

    guru yang selalu memberikan motivasi dalam penulisan skripsi ini.

    10. Habib Taufik SPd, Ibu Tuti, Ibu Nenty, M. Nafis, Antalalai dan Istri, Ika dan

    Atika, serta Rohim yang telah membantu penulis untuk berbagi pendapat dan

    tenaganya berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

    11. Pihak-pihak lain yang mungkin belum penulis sebutkan.

    Akhirnya penulis hanya bisa berdoa semoga dukungan, bimbingan, perhatian, dan

    motivasi dari semua pihak kepada penulis selama perkuliahan sampai selesainya

    skripsi ini menjadi amal ibadah dan bisa memberikan manfaat pada penulis

    khususnya dan para pembaca karya ini pada umumnya. Amin.

    Jakarta, Februari 2009 M Rabiul Awal 1430 H

    Penulis

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang terdiri dari beribu-

    ribu pulau dengan ke anekaragaman suku bangsa, bahasa, sosial

    budaya dan agama yang senantiasa menjunjung tinggi serta

    menghargai akan adanya perbedaan tersebut.Semboyang bangsa

    Indonesia Bhineke Tunggal Ika yang harus dihargai dan dihayati oleh

    segenap masyarakat Indonesia, dengan demikian terujudlah kedaulatan

    dan kesatuan bangsa Indonesia yang meliputi seluruh wilayah Indonesia.

    Kehidupan beragama di Indonesia secara konstitusi ditegasan dalam

    rumusan pancasila pada pembukaan dan Undang-undang Dasar 1945

    pasal 29, bahwa Negara Republik Indonesia yang bekedaulatan rakyat

    berdasarkan pada ketuhanan yang maha Esa, kemanusian yang adil

    dan beeadab, persatuan Indonesia dan kerakyataan yang dipimpin

    oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta

    dengan mewujudkansuatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

    Kenyataan sisial dan budaya menunjukkan bahwa bangsa Indonesia

    adalah bangsa yang riligius, bangsa yang agamis,bangsa yang percaya

    pada tuhan Maha Esa. Kehidupan Bangsa Indonesia tidak dapat di

    pisahkan dari kehadiran dan perkembangan agama-agama

  • besar.Islam, Kristen, Hindu, dan Buddha. Agama Khonghucu adalah

    salah satu agama besar di Indonesia yang memiliki umat tidak sedikit

    jumlahnya di berbagai peloksok dan pusat-pusat kota seperti halnya di

    Tangerang1

    Ajaran-ajaran Khonghucu ternyata berpengaruh terhadap

    masyarakat luas dari daratan Cina. Rakyat Cina sudah sejak lama telah

    melakukan imigrasi ke berbagai tempat dengan membawa budaya dan

    kepercayaannya termasuk ajaran-ajaran Khonghucu. Indonesia termasuk

    menjadi negara dengan warga pendatang Cina di berbagai wilayah

    Nusantara ini. Mereka tetap melaksanakan ajaran-ajaran Khonghucu

    dengan penuh khidmat.

    Pemerintah Orde Baru mengeluarkan Inpres No. 14 tahun 1967 yang

    menghendaki agar adat, budaya dan kepercayaan yang bercirikan Cina

    dibatasi atau dipersempit ruang geraknya, sehingga agama Khonghucu

    tidak berkembang. Selain itu, pemerintah menghapus mata pelajaran

    agama Khonghucu dalam kurikulum pendidikan Sekolah Dasar yang

    mengakibatkan para siswa anak-anak Khonghucu pada tahun 1977 dipaksa

    mengikuti pelajaran pendidikan agama lain demi memenuhi tuntunan

    kurikulum yang berlaku. Umat Khonghucu sering mengakui beragama lain

    dengan alasan bahwa pada saat itu Khonghucu bukan agama yang

    diakui, sehingga umat Khonghucu tidak diijinkan merayakan hari-hari

    1 Wawancara peribadi dengan Ws Asyuntapura ( ketua Majlis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia)

    Tangerang 16 Maret 2009

  • sucinya di depan masyarakat umum. Umat Khonghucu tidak dibenarkan

    dan tidak diijinkan menyebut dirinya beragama Khonghucu tetapi harus

    mengakui beragama lain yang formal dan tercantum dalam daftar isian

    kartu tanda penduduk hanya diberi tanda ( ).

    Namun jiwa umat Khonghucu begitu semangat walaupun banyak

    rintangan yang perlu dihadapinya. Hal itu bukan masalah bagi umat

    Khonghucu sehingga mereka tidak mudah menyerah. Umat Khonghucu

    semakin semangat dengan adanya larangan kegiatan tersebut, sehingga

    timbul dalam pikiran mereka untuk menciptakan misi dan perkembangan

    agama Khonghucu.

    Keinginan tersebut terwujud pada masa reformasi, dan akhirnya

    semua kegiatan diperbolehkan berkat pemerintahan Presiden

    Abdurrahman Wahid. Pada masa ini dikeluarkan Inpres No. 27 tahun 1998

    dan Kepres No. 6 tahun 2000. Inpres No. 14 tahun 1967 dinyatakan dicabut

    dan semua ketentuan pelaksanaan yang ada akibat Inpres tersebut

    dinyatakan tidak berlaku lagi. Dewan Pengurus Majelis Tinggi Agama

    Khonghucu Indonesia (DP. Matakin) melaksanakan arahan presiden tersebut

    dengan Surat Nomor 171/MATAKIN/SUI/0505 tanggal 3 Mei 2005 ditambah

    dengan surat Komnas HAM Nomor 090/TUA/II/2006 tanggal 26 Februari 2006

    yang ditujukan kepada presiden sebagai berikut:

    Dalam masalah hak-hak sipil umat agama Khonghucu, kami telah

    mengirim surat kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM,

    Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama (Surat Nomor 398/M.

    Seneg/6/2006 tanggal 27 Juni 2005 terlampir) untuk menyampaikan

  • arahan Presiden pada perayaan Tahun Baru Imlek 2556 tanggal 13

    Februari 2005 antara lain mengemukakan bahwa dalam memasuki era

    baru, era reformasi, pemerintah telah mencabut berbagai peraturan

    yang mengandung unsur ketidaksetaraan antar warga negara.

    Pemerintah meminta segenap peraturan Pemerintah dari pusat hingga ke

    daerah-daerah agar dengan konsisten menjalankan kebijakan

    kesetaraan dan menegakkan keadilan yang sebenar-benarnya terhadap

    pemeluk agama Khonghucu. Presiden menegaskan bahwa pemerintah

    menjamin kemerdekaan pemeluk agama tersebut untuk menjalankan

    ibadah agamanya. 2

    Hal tersebut telah membawa angin segar dan memberikan

    semangat baru bagi masyarakat Cina di Indonesia yang merupakan salah

    satu kelompok etnis yang mempunyai hak sama-sama sebagaimana

    kelompok etnis lainnya. Indonesia merupakan negara yang plural dalam

    berbagai hal; suku, etnis, golongan, budaya, dan agama. Pluralitas ini

    sangat disadari sepenuhnya oleh para pendiri bangsa, sehingga muncul

    semboyan 'Bhineka Tunggal Ika' yang artinya meski berbeda-beda namun

    tetap satu jua yaitu sebagai bangsa Indonesia.

    Seperti halnya yang terjadi di berbagai negara yang pluralisik,

    masalah pluraltistas biasanya menjadi pisau bermata ganda; di satu sisi bisa

    dimanfaatkan untuk menambah daya saing atau kekuatan bangsa itu,

    laksana indahnya irama orkes simfoni yang terdiri atas berbagai alat musik.

    Sedangkan di sisi lain bisa menjadi alat pemecahan belah yang sangat

    ampuh. Demikian juga dengan agama, apabila agama digunakan oleh

    2 Yuzril Ihza Mahendra, Menteri Sekretaris Negara, No. B229/M. Sesneg; 3/2006, Hak-Hak

    Sipil Umat Agama Khonghucu, (Jakarta: 29 Maret 2006), h. 1.

  • orang yang mempunyai tujuan negatif, ia bisa menjadi alat pemecah

    belah. Namun apabila agama benar dipelajari, dihayati, diamalkan dan

    diimani oleh para pemeluknya, maka agama merupakan sesuatu yang

    sangat ampuh untuk menyuburkan cinta kasih antara sesama umat manusia

    menuju persaudaraan sejati.

    Negara Indonesia merupakan negara beragama yang memberikan

    legitimasi kepada agama-agama yang berkembang di Indonesia melalui

    Undang-Undang Dasar 1945 dan telah menjamin secara konstitusi bagi

    agama yang berkembang. Jaminan itu dapat dilihat pada pasal 29 UUD

    1945 yang berbunyi :

    Ayat ( 1 ) ; Negara berdasar atas ke -Tuhan Yang Maha Esa

    Ayat ( 2 ) ; Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk

    memeluk agamanya dan untuk beribadah menurut agama dan

    kepercayaannya.

    Agama yang dianut oleh penduduk di Indonesia ialah: Islam, Kristen,

    Hindu, Katholik, Budha, dan Khonghuchu. Hal ini dapat dibuktikan dalam

    sejarah perkembangan agamaagama Indonesia karena ( 6 ) agama ini

    adalah agama yang dipeluk hampir seluruh penduduk Indonesia.

    Pada kenyataannya, agama Khonghucu yang dianut oleh minoritas

    masyarakat Cina Indonesia mengalami problematika yang membutuhkan

    dukungan dan rasa simpatik dari para ilmuwan khususnya ilmuwan

  • Perbandingan Agama, serta para penganut agama-agama lainnya untuk

    mengembangkan sikap toleransi dan kerukunan beragama.

    Problematika tersebut sudah menjadi rahasia umum yang terjadi

    pada umat Konghuchu dan aliran dan kepercayaan yang berkembang

    Indonesia di masa Orde Baru. Di era Reformasi, Khonghucu sebagai sebuah

    agama, tentunya mempunyai hak untuk berkembang dan menjalankan

    ibadah menurut kepercayaannya.

    Untuk itu sesuai dengan latar belakang yang telah diungkapkan

    diatas, penulis ingin mengembangkan kajian lebih mendalam melalui

    sebuah penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul : "Perkembangan

    Agama Khonghucu di Indonesia Pada Masa Reformasi( 1998-2007) (Studi

    Kasus pada Masyarakat China Penganut Agama Khonghucu di Tangerang)".

    B. Perumusan Masalah

    Di era Reformasi semua kegiatan keagamaan yang dilaksanakan

    oleh umat Khongcu diperbolehkan dan diakui di Departemen Agama,

    sehingga umat Khonghucu berkeinginan untuk mengembangkan misi

    Agama Khonghucu. Walaupun di masa Orde Baru umat Khonghucu tidak

    merasa nyaman, akan tetapi di masa reformasi merasa nyaman. Semangat

    ingin mengembangkan misi Agama Khonghucu terutama di Tangerang

    tetap tidak pudar.

    Dari latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi satu

    permasalaan pokok yang akan penulis bahas melalui pertanyaan penelitian

  • di berikut ini: Bagaimana perkembangan umat dan misi agama Khonghucu

    di Tangerang pada masa Reformasi ?

    C. Metode Penelitian

    Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

    analitis, yakni sebuah metode yang menjelaskan masalah-masalah yang

    terjadi dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang

    hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta

    proses-proses yang sedang berlangsung, dan pengaruh-pengaruh dari

    suatu fenomena. Penulis dalam hal ini akan menjelaskan dan

    menggambarkan serta menganalisa perkembangan agama Khonghucu di

    Indonesia khususnya di Tangerang pada masa Reformasi.

    Untuk mempermudah penelitian ini, Penulis menggunakan

    pendekatan historis (sejarah). Pendekatan historis adalah sebuah

    pendekatan yang mengambil latar dari suatu peristiwa masa lalu yang

    merupakan sebuah fakta, perubahan dan perkembangannya, sehingga

    dengan sejarah dapat diketahui asal usul pemikiran, pendapat tertentu dari

    seorang tokoh. 3

    Adapun data yang penulis peroleh adalah dari data di lapangan

    dan kepustakaan. Dalam penelitian lapangan penulis mendapatkan data

    melalui wawancara dan pengamatan langsung untuk memadukan atau

    3Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial Agama (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), h. 65.

  • mencari informasi mengenai perkembangan Agama Khonghucu pada

    masa Reformasi. Sedangkan data kepustakaan, penulis peroleh dari

    beberapa buku primer yang membicarakan sejarah dan perkembangan

    agama Khonghucu di Indonesia pada umumnya dan di Tangerang secara

    khusus.

    Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan buku "Pedoman

    Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta" yang diterbitkan CeQDA (Center For Quality Development and

    Assurance) (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

    D. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini adalah penelitian analisis empirik yang bertujuan untuk

    Memberikan gambaran tentang perkembangan umat dan misi Agama

    Khonghuchu di Tangerang pada masa reformasi

    1. Mencari jawaban dan memberikan gambaran yang rasional dan

    empirik (ilmiah) tentang analisis terhadap perkembangan Agama

    Khonghuchu di Tangerang pada masa Reformasi.

    E. Sistematika Penulisan

    Skripsi ini penulis bagi menjadi empat Bab yaitu:

  • Bab I Pendahuluan berisi latar belakang, pembatasan dan

    perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika

    penulisan.

    Bab II Pembahasan Teoritis, Sejarah Agama Khonghucu; Sejarah

    Lahirnya Agama Khonghucu, Sejarah Perkembangan Agama Khonghucu,

    Sejarah Agama Khonghucu di Tangerang..

    Bab III Perkembangan agama Khonghucu di Inddonesia pada masa

    repormasi, Pengertian reformasi dan kebebasan beragama di Indonesia,

    Kebijaan politik tentang agama dan Perkembangan Agama Khonghucu

    pada Masa Reformasi.

    Bab IV Penutup berisi Kesimpulan dan Saran.

  • BAB II

    PEMBAHASAN TEORITIS

    A. Sejarah Agama Khonghucu

    1. Sejarah Lahirnya Agama Khonghucu

    a. Sebelum Khonghucu lahir

    Sejarah memberikan gambaran atau lukisan keadaan

    perkembangan agama, bangsa, dan masyarakat, lembaga atau

    seseorang pada suatu zaman, yang dapat memahami sejarah,

    mengetahui tentang masa lampau dan perkembangannya.

    Kita tidak dapat mengetahui seperti apa alam pikiran Cina

    sebelum Khonghucu lahir. Kesulitan tersebut karena tidak ada tanda

    bukti atau peninggalan secara tertulis yang menceritakan kondisi pada

    saat itu. Oleh karena itu, kita hanya dapat meraba-raba alam pikiran

    orang Cina sebelum Khonghucu lahir.

    Banyak yang telah diketahui mengenai manusia zaman batu

    yang hidup di Cina, akan tetapi pengetahuan mengenai peradaban

    dan alam pikiran Bangsa Cina tidak begitu banyak diketahui oleh

    kebanyakan ilmuwan terutama pada periode kuno.

    Pada pusat kota pemerintahan raja-raja Shang sekitar 1.400 SM

    terdapat peninggalan inskrip-inskrip singkat tulang dan batu-batuan.

  • Kota ini merupakan pusat dari suatu peradaban yang cukup maju dan

    besar. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya bangunan-bangunan

    yang besar, bejana perunggu yang indah, kain sutra yang ditenun

    sempurna, dan banyak lainnya. Mereka merupakan bangsa yang

    berbudaya tinggi, namun banyak kitab telah musnah, sehingga

    memberi sedikit pengetahuan mengenai upacara-upacara

    keagamaan bangsa Cina yang berliku-liku selain organisasi politik yang

    luas. Akan tetapi tidak cukup untuk memperoleh banyak pengetahuan

    tentang filsafat mereka.4

    Tidak banyak yang diketahui mengenai peradaban Bangsa Cina

    abad Neolitik/Mitikal (2000 SM) dan abad Dinasti Hsia (abad perunggu

    2000-1600 SM). Hal ini sebagaimana yang telah dikemukakan Creel

    bahwa tulisan-tulisan mengenai bangsa Cina sekarang ini berasal dari

    kota-kota pusat pemerintahan raja-raja Dinasti Shang (1550-1030

    SM/1766-1122 SM), dengan ibu kota Anyang sekitar 1.400 SM. Kota ini

    merupakan pusat peradaban yang sudah maju. Keadaan di zaman itu

    sangat makmur dan tentram serta menjadi buah tutur dan kenangan

    manis bagi generasi-generasi belakangan serta diwariskan secara lisan

    dari generasi-generasi, sampai kepada masa Khonghucu 551 SM.5

    4 H.G.Creel, Alam Pikiran Cina, Terj. Soemargono (Yogyakarta: Tiara Wancana 1990), h.

    11. 5 M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Konghucu di Indoensia (Jakarta: Pelita

    Kebajikan, 2005), h. 24.

  • Rakyat Shang yang berbudaya tinggi ditaklukan (pada tahun

    1122 SM menurut penanggalan tradisional) oleh suku liar yang berasal

    dari Cina Barat. Para penakluknya ini dipimpin oleh suatu kelompok

    yang dikenal dengan nama Chou yang mendirikan Dinasti Chau yang

    termasyhur. Mereka tidak mengalami kesulitan dalam menaklukkan

    rakyat Shang dengan kekuatan militer, namun mereka banyak

    mengalami hambatan ketika akan mempertahankan wilayahnya.

    Beberapa tahun setelah terjadinya penaklukan tersebut, Raja

    Chou meninggal. Putranya dinobatkan sebagai penggantinya, namun

    kondisi kerajaan menjadi lain. Ia terlampau muda untuk dapat

    memerintah secara tegas sesuai dengan yang dibutuhkan oleh

    keadaan, maka kemaharajaan mulai terpecah-pecah. Akan tetapi

    kondisi yang tidak mengutungkan ini terselamatkan setelah diambil

    kekuasaannya oleh pamannya. Semula raja yang masih muda mengira

    bahwa dirinya akan dibunuh, tetapi rasa kehawatiran itu tidak

    terlaksana karena pamannya masih menaruh perhatian. Setelah

    kerajaan Chou kembali pada posisi normal, wali raja ini kembali lunak

    dan ia belaku arif serta mau diajak damai. Setelah tujuh tahun ia

    memerintah, ia mengembalikan kekuasaanya pada raja yang masih

    muda untuk memimpin kerajaan Chou.6

    Meskipun kerajan Chou hidup berabab-abad sebelum

    Khonghucu, namun bangsa Cina sangat menghormatinya. Tidak hanya

    6 Tanggok, Mengenal Lebih Dekat., h. 1-2.

  • itu, sebagian orang Cina memandangnya lebih tinggi dari Khonghucu.

    Pada masa raja-raja Shang dan Chou kebudayaan mempunyai

    peranan penting dalam kehidupan suku bangsa Cina.7

    Suasana kemelut, kesewenangan pihak penguasa, kehidupan

    yang pahit, keamanan diri yang tidak terjamin di masa sesudah Dinasti

    Chou membuat orang mengenang kembali akan zaman silam yang

    aman dan makmur itu. Nilai-nilai yang berkembang pada zaman itu

    dipandang sebagai kebenaran-kebenaran yang mutlak yang harus

    dipulihkan. Kaum Bangsawan saling bersaing dan berbuat sekehendak

    hati mereka sendiri sehingga timbullah keadaan yang persis sama

    dengan keadaan di Palestina sewaktu zaman para hakim tidak ada

    raja di Israil dan setiap orang melakukan apa yang dipandangnya

    baik.8

    Pada masa berkuasanya Dinasti Chou dan Shang, hampir setiap

    kehidupan dikuasai oleh kaum ningrat secara turun menurun. Menurut

    keluarga kerajaan, raja-raja Chou merupakan keturunan dari leluhur

    yang bernama Hoi Chi. Secara harfiah kata tersebut dapat diartikan

    sebagai "Miller Ruler" atau lebih tepat seorang dewa pertanian. Cerita

    rakyat Shang dan Chou yang menarik ini bukan hanya cerita tentang

    dewa pertanian, namun mereka menganggap bahwa setelah

    meninggal, para ningrat yang agung dipandang kembali ke surga dan

    7 Joesoef Sou'yb, Agama-agama Besar Di Dunia (Jakarta: PT. Al Husna Zikra, 1996), Cet-ke

    3, h. 175 8 Huston Smith, Agama-agama Manusia (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia 1990), h. 194.

  • dari sini mereka dapat mengawasi perjalanan anak cucu mereka di

    dunia. Tidak hanya itu, mereka juga dipandang dapat memberi

    kemakmuran dan kemenangan dalam peperangan. Dengan demikian

    bangsa Cina sebelum lahirnya Khonghucu sudah mengenal

    kepercayaan kepada Ti (Tuhan atau Dewa tertinggi).

    Ti bagi masyarakat Cina pada waktu itu merupakan suatu

    kekuatan yang dapat menyatu dengan manusia yakni para kaisar

    (Raja). Dalam hal ini, Raja sangat dihormati dan bahkan ditakuti oleh

    rakyat sebab diyakini sebagai wakil Tuhan di Bumi. Pada akhirnya raja-

    raja purba sebelum lahirnya Khonghucu dianggap sebagai penguasa

    serta pembawa ajaran Tuhan. Tampak jelas kiranya bahwa sebelum

    lahirnya Khonghucu telah ada nabi-nabi atau raja-raja suci purba yang

    diturunkan oleh Tuhan untuk menjaga hubungan harmonis antara

    sesama manusia dan Tuhan. Di samping itu, mereka juga mencegah

    terjadinya penyelewengan yang menyebabkan tidak ada kedamaian

    dan menimbulkan stres serta menurunnya moralitas dan etika.

    Khonghucu lahir di kota Tsou, di negeri Lu. Menurut Yoesoef

    Soe'yb, lima belas tahun setelah peristiwa di negeri Lu, Khonghucu

    bersama muridnya terus mengembara untuk mengajarkan moral,

    namun tidak diterima di negeri manapun.

    Khonghucu merupakan seorang yang bermoral dan sangat

    menjujung tinggi nilai-nilai moral. Jika ia melihat seseorang yang tingkah

    lakunya melanggar norma-norma moral, maka ia tidak segan-segan

  • untuk ikut memperbaikinya. Khonghucu sangat prihatin melihat

    kehidupan masa itu, dimana mereka banyak yang senang berfoya-

    foya dan bermabuk-mabukan.

    Khonghucu adalah nabi besar dan tokoh yang

    menyempurnakan ajaran leluhur Cina sebelumnya. Dia tidak sekedar

    membawa ajarannya sendiri, melainkan agama yang telah diturunkan

    Thian (Tuhan Yang Maha Esa). Setelah ia puas dengan kehidupan

    mengembara dan menyebarkan ajarannya, Konghucu wafat pada 479

    SM. Ajarannya dilanjutkan oleh cucunya,Tzu-Szu serta tokoh-tokoh yang

    lain seperti Meng Tze (372-289). Meng Tze adalah seorang komentator

    pada masa itu. Dua setengah abad sepeningal Kung Fu Tze terbentuk

    dinasti Chin (221-207 SM), dengan ibu kota Hsien dan yang berkuasa

    adalah kaisar Shin Hwang Ti (221-210 SM) yang membangun tembok

    besar Cina (Geat Wall). Karena ia ingin melenyapkan kenangan

    kepada kebesaran masa silam dan memulai sejarah kebesaran

    Tiongkok, ia pun memerintahkan untuk mengumpulkan dan membakar

    seluruh karya Khonghucu pada setiap penjuru Tionghoa. Ia memerintah

    dengan tangan besi serta dengan kekuasaanya, ia menuruti ajaran

    legalitas di bawah pimpinan Li Szu. Dari dinasti Chin itulah bermula lahir

    sebutan: Cina (China).

    Sepeninggal dinasti Chin, ajaran Khonghucu berkembang

    kembali di seluruh Tiongkok yang disebarkan oleh Men Tze. Men Tze

    menjabarkan lima asas susila berikut ini :

  • a. Jen (bersikap asih) yaitu hasrat untuk melakukan hal-

    hal yang membawa kebajikan bagi bawahan.

    b. /. (bersikap adil) yakni jangan melakukan perbuatan

    yang tidak disenangi bawahan atau untuk orang lain melainkan diri

    sendiri.

    c. /.i (bersikap ramah terhadap bawahan), yakni

    jangan bersikap angkuh sombong dan congkak.

    d. Chin (berikap bijaksana), yakni menetapkan sesuatu

    keputusan berdasarkan atas pengetahuan dan hikmah.

    e. Hsin, bersikap jujur, karena tanpa kejujuran pihak

    yang berkuasa akan rusak.9

    Sedangkan di dalam buku Mengenal Lebih Dekat Agama

    Khonghocu di Indonesia, Wu Chang (lima sifat yang mulia) terdiri dari:

    a. Ren/Jin: cinta kasih, rasa kebenaran,

    kebajikan, tahu diri, halus budi pekerti (sopan santun) rasa tepo seliro

    serta dapat menyelami kebenaran.

    b. I / Gi, yaitu; rasa solidaritas, senasib,

    sepenanggungan dan rasa menyelami kebenaran.

    c. Li atau Lee: yaitu sopan santun, tata karma,

    dan budi pekerti.

    d. Ce atau Ti, yaitu: Bijaksana atau

    kebijaksanaan (wisdom), pengertian dan kearifan.

    9 Sou'yb, Agama-agama Besar di Dunia, h. 177.

  • e. Sin: kepercayaan, rasa untuk dapat

    dipercaya oleh orang lain serta dapat memegang janji.10

    Walaupun Khonghucu telah meninggal, ajarannya masih

    berkembang dan dirasakan masyarakat Cina hingga sekarang.

    Namanya dikenal didunia dan ajarannya pun tetap dipraktekkan. Ia

    adalah seorang guru yang bijaksana yang mengajarkan kepada

    murid-muridnya tentang arti kehidupan, serta mampu merubah pola

    pikir masyarakat Cina. Dalam hidupnya, ia lebih menekankan belajar,

    karena dengan belajar seseorang akan mendapatkan pengetahuan

    yang banyak dan bisa mengikuti perkembangan zaman.11 Bagi

    Khonghucu, keberhasilan seorang pemimpin bukan diukur dari

    kekuasaan tetapi yang lebih penting adalah akhlak yang mulia.

    2. Sejarah Perkembangan Agama Khonghucu di

    Indonesia

    Pendekatan sejarah kiranya merupakan pendekatan terbaik

    untuk membicarakan serta menyoroti "masalah Cina", karena

    menempatkannya pada tempat serta proporsi yang sebenarnya.

    Dengan melihat masa lampau dimana masalah ini timbul dan

    10 Tanggok, Mengenal lebih Dekat, h. 68.

    11 Tanggok, Mengenal lebih Dekat, h. 21-24.

  • berkembang kepada masa yang akan datang, masalah ini sudah harus

    diselesaikan sesuai dengan cita-cita tentang kebangsaan, yaitu

    kesatuan dan persatuan bangsa yang bersifat Bhineka Tunggal Ika

    berdasarkan Pancasila.

    Para sarjana menemukan bahwa pada zaman akhir pra sejarah

    terdapat sejenis bangsa Melayu purba di Indo Cina (300 M). Bangsa

    tersebut berkebudayaan Neolithicum. Inilah yang kemudian

    dikembangkan mereka hingga menjadi satu kebudayaan sendiri, yang

    oleh para ahli prasejarah dinamakan kebudayaan Dongson

    (Thongson/Tengswa).

    Di Indonesia kedatangan agama Khonghucu diperkirakan sejak

    zaman akhir prasejarah dengan diketemukannya benda prasejarah

    seperti kapak sepatu yang terdapat di Indo Cina, dan tidak terdapat di

    Indonesia dan Asia kecil. Hal ini menunjukan telah terjadi hubungan

    antara kerajaan-kerajaan yang terdapat di daratan yang kini disebut

    Tiongkok dengan Indonesia. Namun dengan proses akulturasi yang

    terjadi dengan lancar menunjukan bahwa kedatangan bangsa

    Tiongkok dapat diterima tanpa hambatan.

    Di Tiongkok sejak tahun 136 SM, Khonghucu ditetapkan di

    sebagai agama resmi, maka dengan demikian orang-orang Tionghoa

    datang ke Indonesia membawa sistem dan nilai-nilai religius agama

    Khonghucu yang mempunyai arti : yang taat yang lembut hatinya. Di

    Indonesia kita menyebut ji, dikarenakan mengikuti istilah yang

  • digunakan para sajana barat. Pada abad ke -17 sebutan resmi bagi

    agama Kong Fu ji adalah agama Ru (Ru jiao). Kong Fu Zi diambil dari

    ejaan pin yin yang merupakan ejaan baku bahasa Mandarin. Agama

    Kong Fu Ji atau Khonghucu sangat dikenal di Indonesia yang diambil

    dari dialek Hokkian (Fujian). Dialek Hokkian berkembang di kalangan

    orang Indonesia yang keturunan Cina di pulau Jawa.

    Agama Khonghucu pernah diakui sebagai salah satu agama

    yang diikuti oleh penduduk bangsa Indonesia sebagaimana

    pemerintah nyatakan. Kondisi politik pada saat itu tidak

    menguntungkan bagi orang Cina, karena kuatnya pemerintah pada

    masa Orde Baru. Keluarnya surat Edaran Menteri dalam Negeri No.

    477/74054/BA.2/4683/95 tanggal 18 November 1978 mengakibatkan

    agama Khonghucu tidak jelas statusnya di Indonesia. Banyak penganut

    Khonghucu pindah ke agama lain seperti Kristen, Katolik dan Buddha,

    padahal kedatangan orang-orang Tionghoa di Indonesia tidak

    menimbulkan kesukaran fisik dan mental.12 Telah terjadi proses tukar

    menukar nilai-nilai budaya, sehingga tercapai satu tingkat akulturasi

    yang sempurna. Selain itu telah terjadi peraturan dan penyesuaian

    unsur-unsur religius dan aspek-aspek seremoni di antara agama.

    Dari masa ke masa sebelum masa Orde Baru, ajaran Khonghucu

    tumbuh dan berkembang dengan berdirinya tempat peribadan

    agama Khonghucu, seperti rumah abu untuk menghormati arwah

    12 Tanggok, Mengenal Lebih Dekat., h. 1.

  • leluhur dan kelenteng-kelenteng yang terdapat di berbagai penjuru

    tanah air. Hal ini memberi bukti adanya perkembangan Khonghucu di

    Indonesia sejak tahun 1688. Kelenteng Thian Ho Kiong dibangun di

    Ujung Pandang pada tahun 1819 dan kelenteng Ban Hing Kiong

    didirikan di Manado. Sedangkan rumah abu Kong Tik Su di Manado

    didirikan pada 1839. Kelenteng tua lainnya antara lain terdapat di

    Ancol Jakarta, Tuban, Rembang dan Lasem. Pada 1883 di Surabaya

    dibangun klenteng Khonghucu dan dibina oleh Majelis Agama

    Khonghucu Indonesia (Makin) Surabaya.

    Kurang lebih tahun 1729 terdapat pula sebuah lembaga

    Khonghucu yaitu semacam pesantren yang terletak di Jakarta dengan

    nama Bing Sing Su Wan, artinya kitab/ Taman pendidikan. Kemudian

    pada tahun 1886 di Jakarta diterbitkan Kitab Hikayat Khonghucu yang

    disusun oleh Lie Kim Hok. Pada tahun 1900 di Sukabumi diterbitkan Kitab

    Thay Hak (ajaran Besar) dan Tiong Yong (tegak sempurna) yang disusun

    oleh Tan Bing Tiong. Kedua kitab tersebut dicetak dalam bahasa lama

    (orang Belanda menyebutnya waktu itu 'Bahasa Melayoe'). Buku ini

    adalah upaya pertama dalam memperkenalkan Khonghucu di

    kalangan para pembaca bahasa Melayu. Bahkan yang lebih tua lagi

    adalah pada tahun 1897 di Ambon, Maluku, telah dicetak kitab Suci

    Thai Hak, Tiong Yong dan Ziaojing (kitab Haww King) yang

    diterjemahkan dalam bahasa Melayu.

  • Dalam perkembangan lebih lanjut, untuk mengokohkan

    organisasi yang bersifat lembaga agama, maka didirikan Khong Khauw

    Hwee-Khong Khauw Hwee atau Majelis-majelis Agama Khonghucu. Di

    Solo diresmikan pada tahun 1918, juga di tempat-tempat lain seperti

    Bandung, Bogor, Malang, Ciamis dan lain-lain. Kemudian pada Tanggal

    12 April tahun 1923 diselenggarakan Kongres di Yogyakarta, pada saat

    itulah diadakan musyawarah dalam rangka membentuk Badan pusat

    Khong Kauw Hwee di Bandung.

    Pada tanggal 25 September 1924 di Bandung, diadakan kongres

    dengan tujuan untuk menyempurnakan tata agama dan peribadatan

    yang dahulu pernah dirintis Tiong Hwa Hwee Koan. Kegiatan Khong

    Khauw Tjong Hwee menjadi beku, baru pada zaman pendudukan

    Jepang peranan Khong Khauw Tjong Hwee sebagai pusat lembaga

    agama Khonghucu bangkit kembali pada tahun 50-an dan lahir

    kembali dengan wajah baru pada konferensi di Solo pada tanggal 16

    April 1955 dengan nama perserikatan Khonghucu Chiao Hui Indonesia.

    Sejak tahun 1967 sampai kini berganti nama menjadi MATAKIN atau

    Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia. Kemudian pada tanggal 20-

    23 diadakan Konferensi di Tangerang untuk membicarakan mengenai

    tata agama, tata cara ibadah dan merealisasikan UU perkawinan.

    Pada saat itu ketua Matakin di Tangerang, Suryo Utomo.13

    13 Wawancara Pribadi dengan Ws. Asyuntapura (Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu

    Indonesia) Tangerang, 25 September 2008.

  • Pada tanggal 25 September 1938 di Solo diadakan konferensi

    pengembangan Khong Kauw Hwee di seluruh Jawa. Dua bulan setelah

    diadakan konferensi Khong Kauw Hwee di Solo pada tanggal 1939,

    diadakan perayaan bersama dalam rangka ulang tahun Khong Kauw

    Hwee di Jawa. Pada tanggal 24 April 1940 kembali digelar konferensi

    dan menghasilkan beberapa kesepakatan, di antaranya: pertama

    harus berdasarkan kitab suci dan semua murid di sekolah Khong Kauw

    Hwee supaya diberikan pelajaran agama dari kitab suci; kedua, hal-hal

    yang berhubungan dengan upacara perkawinan dan kematian agar

    disesuaikan dengan budaya Indonesia.

    Ada sebagian orang yang kurang mendorong perkembangan

    agama Khonghucu di Indonesia antara lain adalah, pertama orang

    Cina tidak mampu bahasa Cina. Kedua, gerakan Islam mengalami

    kemajuan di kalangan warga keturunan Cina. Ketiga, orang Cina totok

    kurang tertarik dengan ajaran Khonghucu. Keempat, iklim politik di

    Indonesia kurang menguntungkan bagi perkembangan agama

    Khonghucu. Kelima, orang Cina tidak dapat memperoleh pendidikan di

    sekolah, karena sekolah Cina ditutup pada saat itu. Pemerintah

    terpaksa tidak mengakui agama Khonghucu sebagai agama pada

    tanggal 27 Januari 1979 dan pernyataan ini diperkuat dengan ucapan

    H. Tarmizi Taher.14 Namun pada zaman reformasi tampaknya agama

    Khonghucu mempunyai peluang yang lebih baik, bahkan Departemen

    14 Mely G. Tan, Etnis Tionghoa Di Indonesia (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), h.

    202-203.

  • Agama mengakui 6 agama, yaitu agama Islam, Katolik, Protestan,

    Hindu, Budha, dan Khonghucu.15 Kemudian diadakan seminar yang

    menyangkut keberadaan Khonghucu di Indonesia terutama di IAIN

    pada pada tahun 1998 di Jakarta.

    Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid

    (Gusdur), Agama Khonghucu mulai mendapat angin segar. Hal ini

    dapat dilihat dari pertemuan Gusdur dengan tokoh-tokoh agama di

    Bali (Oktober 1999), dan dalam pertemuannya dengan Masyarakat

    Cina di Beijing (November 1999). Khususnya di kota Tangerang, semua

    kegiatan dapat dilaksanakan dengan baik, seperti Kompetisi Barongsai

    ASEAN di Junction, BSD City yang diikuti oleh beberapa negara di

    antaranya Malaysia, Indonesia, dan Hongkong. Jadi sudah jelas bahwa

    pada masa Reformasi sudah tidak ada larangan dari pihak manapun.16

    Angin segar bagi agama Khonghucu ini tidak pernah dijumpai pada

    masa Orde Baru, namun pada masa Reformasi umat Khonghucu dapat

    memanfaatkan hak-haknya hingga sekarang.

    Satu hal yang membuat umat Khonghucu di Indonesia ini

    mempunyai harapan besar terhadap masa depan agamanya adalah

    dengan dicabut Instruksi Presiden (Inpres) No. 14 Tahun 1967 oleh

    pemerintah Gusdur yang pada akhirnya umat Khonghucu berlega hati.

    Sebelum pencabutan Inpres tersebut, umat Khonghucu tidak

    15 Seri Prisma, Agama Dan Tantangan Zaman ( Jakarta: LP3ES, 1985), h. 113-115.

    13 Kompetisi Barongsai, '' Radar Serpong, Rabu,10 Desember 2008, h. 3.

  • merayakan tahun baru Imlek secara terbuka dan hanya diperbolehkan

    di rumah atau lingkungan masing-masing. Namun ketika Inpres tersebut

    dicabut umat Khonghucu di Indonesia dengan lega dapat merasakan

    tahun baru Imlek secara terbuka dan tidak ada batasan dalam

    lingkungan sendiri.17

    Setelah dicabut Inpres No. 14 tahun 1967 (pada bulan Februari

    2000), Menteri Dalam Negeri mencabut Surat Edaran tahun 1978

    tentang agama yang lima, sehingga tidak ada lagi dokumen resmi

    pemerintah yang mengatakan agama yang diakui hanya lima. Oleh

    karena itu pemerintah sudah mengakui 6 Agama yaitu: Islam, Kristen,

    Katolik, Buddha, Hindu, Khonghucu. Setelah dicabutnya surat Edaran

    Menteri Dalam Negeri ini, maka pemerintah tidak mempunyai

    kewenangan apapun untuk menentukan mana agama yang resmi dan

    mana yang tidak resmi.18

    Pada perayaan Tahun baru Imlek Nasional 2557 di Jakarta

    Convention Center, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam

    sambutannya telah menegaskan bahwa bangsa Indonesia saat ini

    tidak ingin bersikap diskriminasi. Oleh karena itu presiden dalam

    sambutannya mengingatkan kembali penetapan Presiden No 1 Tahun

    1965 yang diundang-undangkan melalui undang-undang Nomor 5

    17 Wawancara Pribadi dengan Ws, Asyuntapura, (Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu

    Indonesia) Tangerang, 29 September 2008. 18

    Chandra Setiwan, Hak-Hak Sipil Pengalaman Agama Khonghucu, dalam Martin L Sinaga (ed.), Bincang Agama di Udara, Fundamentalisme, Pluralisme, Peran Publik Agama (Jakarta: Radio Pelita Kasih, 2005), h. 277.

  • Tahun 1969 bahwa agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan

    Khonghucu merupakan agama yang dipeluk penduduk Indonesia.

    Dengan perkembangan ini warga Tionghoa penganut Khonghucu

    menyambut gembira. Umat Khonghucu menyatakan kegembiraannya

    dengan memasang iklan ucapan terima kasih di beberapa koran. Umat

    Khonghucu sudah bosan dengan aneka bentuk diskriminasi dan

    merindukan sebuah harmoni sehingga semua etnis di negeri ini bisa

    hidup rukun, saling menghormati keberadaan masing-masing dan

    bebas memeluk agama yang dianut. Selain itu yang lebih penting

    adalah permintaan Presiden kepada kantor catatan sipil di Indonesia

    untuk mencatat perkawinan bagi pemeluk Khonghucu seperti

    pencatatan perkawinan agama lainnya.

    3. Sejarah Agama Khonghucu di Tangerang

    Presiden sudah menetapkan No. 01/1965 yang dengan jelas

    menyatakan bahwa agama yang dianut oleh penduduk Indonesia

    adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Tetapi

    pada kenyataannya Agama Khonghucu yang dianut oleh minoritas

    masyarakat Cina mengalami problematika. Pada saat itu sangat

    membutuhkan perhatian dan rasa simpatik dari para ilmuan, namun

    setelah masuk masa reformasi, keinginan untuk mengembangkan

    agama Khonghucu tercapai dengan adanya mahasiswa, khususnya

  • Jurusan Perbandingan Agama yang sangat membantu Perkembangan

    Agama yaitu Khonghucu.

    Menurut Dewan Kerohanian Matakin, hampir tiga puluh dua

    tahun umat Khonghucu Indonesia merasa terbuang dari saudara-

    saudaranya pemeluk agama lain. Sejak tiga puluh dua tahun umat

    Khonghucu harus mengalami berbagai kenyataan pahit yang sangat

    memperihatinkan pada saat itu. Di antaranya peristiwa pengapusan

    mata pelajaran agama Khonghucu sejak dikeluarkannya kurikulum

    pendidikan Sekolah Dasar. Peristiwa ini mengakibatkan para siswa

    dipaksa mengikuti pelajaran pendidikan agama lain demi memenuhi

    tuntutan kurikulum yang berlaku, bahkan sering dipaksa mengaku

    beragama lain dengan alasan bahwa Khonghucu bukan agama atau

    agama yang tidak diakui atau agama tidak resmi dan sebagainya.

    Agama Khonghucu dikait-kaitkan dengan Inpres No.14/1967 yang pada

    akhirnya tidak diijinkan merayakan hari-hari sucinya di depan

    masyarakat umum. Lembaga atau majelis-majelis agama Khonghucu

    tidak dibenarkan dan tidak diizinkan menyelenggarakan kegiatan yang

    bersifat formal.

    Penyelenggaraan kongres atau konferensi dan pertemuan yang

    sejenispun dibatalkan izinnya atau tidak diberi izin sama sekali. Di dalam

    Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang berfungsi sebagai identitas diri. Umat

    Khonghucu tidak dibenarkan dan tidak diizinkan menyebutkan dirinya

    beragama Khonghucu tetapi diharuskan mengaku beragama lain yang

  • formal dan tercantum dalam daftar isian permohonan kartu penduduk,

    atau hanya diberi tanda ("_") seolah-olah tidak memeluk sesuatu

    agama. Bahkan ada salah satu perguruan tinggi yang memaksa

    seorang calon dokter yang memeluk agama Khonghucu agar bersedia

    melakukan sumpah jabatannya dengan memilih salah satu agama

    yang dianggap resmi. Untungnya tidak semua, bahkan sebagian besar

    perguruan tinggi tidak berbuat hal demikian.

    Hal yang lebih memprihatinkan adalah bahwa Kantor Catatan

    Sipil yang bertugas mencatat perkawinan sebagaimana yang

    ditentukan dalam Undangundang RI No. 01/1974 tentang perkawinan,

    ternyata tidak bersedia dan menolak mencatat perkawinan menurut

    tata cara/hukum bagi umat Khonghucu. Kalau tidak bersedia

    melakukannya maka dikategorikan "kumpul kebo" atau melanggar

    undang-undang perkawinan. Maka untuk mendapatkan pelayanan di

    Kantor Catatan Sipil, mereka harus bersedia mengaku beragama lain

    dan menikah menurut agama yang formal atau resmi, atau mohon

    belas 'kasihan' lembaga agama yang resmi agar mau menerangkan

    bahwa kedua mempelai tersebut sudah melakukan perkawinan

    menurut agama tersebut. Terakhir yang tidak kurang memperhatikan

    bagi umat Khonghucu adalah mereka yang masih berstatus asing bila

  • ingin mengikuti kemudahan kewarganegaraannya, diwajibkan

    mengaku beragama salah satu agama yang dianggap formal.19

    Agama Khonghucu telah memasuki babak baru dalam

    kehidupan ini dengan penuh harapan. Akan tetapi kebahagiaan ini

    agak terusik dengan penolakan Kantor Catatan Sipil (KCS) untuk

    mencatat perkawinan yang telah sah menurut Agama Khonghucu

    sesuai dengan syarat dalam UU perkawinan No. 01/1974. Hal ini

    diketahui saat mendaftarkan pernikahan dengan membawa surat-surat

    yang telah disyaratkan pada tanggal 1 Agustus 1995. Penolakan ini

    dengan alasan bahwa agama Khonghucu dianggap bukan agama

    yang diakui dan dibina Departmen Agama. KCS mengajukan dua

    alternatif yaitu mengganti surat nikah dengan agama lain dan

    mengaku beragama salah satu agama "resmi" pemerintah. Alternatif ini

    ditolak oleh umat Khonghucu mengingat harus mengikuti dan

    mengulangi lagi ritual agama lain yang tidak dimengerti dan diyakini

    sama sekali. Sedangkan anjuran kedua adalah MAKIN (Majelis Agama

    Khonghucu) mengeluarkan surat agar menghilangkan kata "Agama"

    dalam stempel MAKIN dan supaya tertulis "Majelis Khonghucu

    Indonesia" tanpa agama di depan kata Khonghucu, jadi stempel dan

    kop surat nikah harus diganti.20

    19 Wawancara pribadi dengan Andri (umat Khonghucu), Tangerang, 9 Februari 2009.

    20 Wawancara Pribadi dengan Ws, Asyuntapura.

  • Untuk memberi gambaran mengenai sejarah agama Khonghucu

    di Tangerang, pada tahun 1910, di Solo didirikan Khong Kaw Hwee

    sebagai lembaga Agama Khonghucu pertama. Pada tanggal 12 April

    tahun 1923, diadakan kongres pertama Khong Kaw Hwee (lembaga

    pusat Agama Khonghucu) di Yogyakarta dengan kesepakatan memilih

    kota Bandung sebagai pusat kegiatan seluruh umat Khonghucu

    Indonesia pra-kemerdekaan. Pada tanggal 25-26 September 1924, di

    Bandung diadakan kongres kedua yang membahas tentang

    penyeragaman tata agama Khonghucu di seluruh nusantara. Pada

    tanggal 16 April, di Solo diadakan kongres ketiga. Pada saat itu

    lembaga Khong Kaw Hwee berubah namanya menjadi MATAKIN,

    kemudian pada Tahun 1963 diselenggarakan kongres yang keempat di

    Ciamis yang membahas tentang kerohaniwan, namun pada saat itu

    belum ada keputusan tentang kerohaniwan, sehingga baru ada pada

    tanggal 5-6 Desember pada tahun 1964 dan diresmikan di Tasikmalaya.

    Pada tanggal 20-23 Desember pada tahun 1975 diadakan MUKERSIN

    (Musyawarah kerja Nasional seluruh Indonesia) di Tangerang yang

    membahas mengenai kerohaniwan dengan tujuan menyempurnakan

    tata agama, tata cara ibadah, mengatur mengenai keimanan dan

    pengajaran Khonghucu, kebatinan dan tentang perealisasian

    perkawinan.21

    21 Wawancara Pribadi dengan Ws, Asyuntapura.

  • Jelaslah bahwa keberadaan Agama Khonghucu di Tangerang,

    jauh sebelum bangsa Indonesia merdeka. Akan tetapi perkembangan

    Agama Khonghucu resmi melembaga di Tangerang baru terbentuk

    pada tanggal 20 Desember tahun 1975, dengan nama MAKIN (Majelis

    Agama Khonghucu) sebagai penggantian nama lembaga pusat

    agama Khonghucu dan sekarang menjadi MATAKIN (Majelis Tinggi

    Agama Khonghucu Indonesia).

    Tanggal 20 Desember 1975 adalah tanggal yang bermakna

    ganda bagi umat Khonghucu di kota Tangerang yang berarti ajaran

    Khonghucu tidak abstrak dan berpencar-pencar. Tanggal ini adalah

    rentan waktu 35 tahun yang memiliki bobot istimewa dan sarat prestasi

    (kendati organisasi agama Khonghucu di Tangerang tidak terlepas

    Kong kauw Hwee). Bukan hanya tanggal yang bermakna ganda

    namun tiap tokoh yang berkecimpung dalam kelembagaan ini

    diperingatkan bahwa peranan adalah ambivalensi antara kepentingan

    sosial verus keluarga yang merupakan tanggung jawab pribadi.22

    Lepas dari masalah pribadi, Jl. Kisamaun No. 145 Tangerang

    adalah panggung sejarah semua rasa pahit, getir, dan manis. Di sinilah

    tokoh-tokoh lahir kembali, generasi satu hilang namun generasi

    berikutnya datang sehingga sekarang banyak generasi pemuda yang

    belajar tentang agama Khonghucu. Bagi umat Khonghucu, Gusdur

    dianggap sebagai Dewa penyalamat karena mencabut Instruksi

    22 Wawancara Pribadi dengan Victor (driver), Tangerang, 10 Februari 2009.

  • Presiden No. 14 Tahun 1967 tentang agama, kepercayaan, dan adat

    istiadat Cina. Penyelenggaraan kegiatan keagamaan, kepercayaan,

    dan adat istiadat Cina dilaksanakan tanpa memerlukan izin hingga

    berlangsung sampai masa sekarang. Hal ini ditetapkan di Jakarta pada

    tanggal 17 Januari 2000. Kemudian Amin Rais, pada saat penutupan

    sidang umum MPR 1999, telah mengajak semua umat beragama

    termasuk yang beragama Khonghucu untuk berdoa atas keselamatan

    bangsa Indonesia.

    Umat Khonghucu telah merasakan hak-haknya setelah masuk

    masa Reformasi hingga sekarang. Namun umat Khonghucu tidak

    pernah merasakan hak-hak sipilnya pada masa Orde baru, oleh karena

    itu umat Khonghucu menganggap Gusdur sebagai Dewa penyalamat

    bagi umat Khonghucu.

    Pada masa Reformasi tidak ada diskriminasi di pemerintah pusat

    atau daerah, karena elemen masyarakat dan pemerintah sudah

    mengakui agama Khonghucu di Indonesia. Pada tahun 70-an ada

    peraturan yang menimbulkan diskriminasi tentang agama, terutama

    agama Khonghucu yaitu dengan munculnya Inpres Nomor 14 Tanun

    1967. Bagi umat Khonghucu inilah akar masalahnya. Sebetulnya dalam

    Inpres itu tidak ada satu kata pun mengenai Khonghucu, tetapi

    implementasinya pada akhirnya penekan ditujukan kepada umat

    Khonghucu. Oleh karena itu bagi umat Khonghucu Gusdur sebagai

    dewa penyelamat, karena mencabut Inpres tersebut. Pada masa

  • pemerintahan Gusdur hingga sekarang, umat Khonghucu khususnya di

    Tangerang merasa berlega hati dan semua kegiatan diperbolehkan

    dari masa Reformasi hingga sekarang.23

    Pemerintah Tangerang sudah mencatat pernikahan pemeluk

    agama Khonghucu yang berdasarkan undang-undang Nomor 5 Tahun

    1965 yang diperkuat oleh peraturan Presiden Tahun 1969 bahwa

    agama Khonghucu merupakan salah satu agama yang diakui oleh

    pemerintah hingga sekarang. Menurut Asyuntapura, di dalam kartu

    keluarga dan kartu pendudukpun agama Khonghucu sudah

    dicantumkan oleh warga Tangerang.24

    B. Agama Khonghucu Pada Masa Reformasi

    1. Pengertian Reformasi

    Reformasi secara bahasa adalah perubahan pada proses

    bergulirnya sejarah perpolitikan Indonesia. Masa reformasi di Indonesia

    terjadi setelah bergulirnya pemerintahan Orde Baru oleh Presiden

    Suharto. Presiden Suharto telah memimpin bangsa Indonesia selama 32

    tahun dan telah banyak mengeluarkan keputusan yang sangat

    menyakitkan bagi warga etnis Tionghoa. Setelah masa pemerintahan

    Suharto, Orde Baru berubah menjadi masa Reformasi. Masa ini mulai

    23Wawancara Pribadi dengan Ws, Asyuntapura, (Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia) Tangerang, 25 September 2008

    24 Wawancara Pribadi dengan Ceng Eng (Pengamat Budaya Tangerang) Tangerang, 26

    Desember 2008.

  • dipimpin oleh Presiden B.J. Habibie dan diteruskan oleh Abdurrahman

    Wahid, Megawati Soekarno Putri, dan yang sekarang Susilo Bambang

    Yudhoyono.

    Sebutan Khonghucu merupakan istilah pengikut ajaran Kong Fu

    Tse di Indonesia terutama orang-orang Tionghoa yang telah melakukan

    migrasi keluar Negara Cina. Tapi di negara barat dikenal dengan istilah

    Confucianisme yang berarti faham yang mengikuti ajaran Kun Fu Tse.

    Tapi kalau dilihat dari aspek teologi ternyata ajaran yang dibawa oleh

    Kong Fu Tse belum bisa dikategorikan sebagai agama, karena tokohnya

    tidak banyak mengungkap masalah ketuhanan, melainkan fokus pada

    misi moralnya yakni masalah budi perkerti tentang tata susila atau tata

    krama dalam kehidupan sosial.25

    Ajaran Khonghucu sangat diterima oleh penduduk Indonesia. Hal

    ini dibuktikan dengan banyaknya mitologi dan tata cara peribadatan

    kelompok keagamaan yang dilengkapi para pengikutnya. Menurut

    Asyuntapura, ajarannya menyangkut mempercayai terhadap hal gaib,

    yakni mempercayai nenek moyang/leluhur dan sangat menjujung tinggi

    etika serta upacara dalam hidup masyarakat, serta sangat

    mementingkan kehidupan mental. Hal ini selaras dengan ajaran etika

    dalam setiap agama.

    25 Bahri Ghajali, Studi Agama-Agama Dunia Bagian Agama Non Semitik (Jakarta: CV.

    Pedoman Ilmu Jaya, 1994), h. 60.

  • Masa reformasi memberikan keberanian umat Khonghucu untuk

    mengembangkan diri. Surat edaran yang mencabut Inpres No 14 Tahun

    1967 membuat umat Khonghucu berlega hati. Pemerintah daerah,

    Kantor Catatan Sipil sejak dari kecamatan, mulai timbul keberanian. KTP

    dan perkawinan sudah berstatus Khonghucu. Di samping itu,

    Departemen Agama setempat kooperatif, dalam arti, mereka sudah

    diakui keberadaannya bahkan mereka ikut membina forum komunikasi

    antar umat beragama yang berjumlah enam agama.26

    Namun hal ini berbeda dengan Orde Baru yang mana semua

    kegiatan umat Khonghucu terbatas seperti kita ketahui bahwa pada

    tahun 1967 muncul Inpres Nomor 14 Tahun 1967. Inpres ini menurut umat

    Khonghucu yang menjadi akar masalahnya.

    Walaupun begitu peninggalan bersejarah seperti bangunan kuno

    masih yang berarsitek Cina yang sudah berusia 400 tahun bisa dijumpai

    di Tangerang. Meski sangat tua, namun bangunan ini masih berdiri kokoh

    di atas lahan seluas 2,5 hektar dengan luas satu hektar. Di sekeliling

    bangunan itu berdiri rumah-rumah kopel atau asrama mantan tentara

    komando Distrik militer. Pada zaman dulu rumah itu dimiliki oleh Jho Peng,

    seorang mandor keturunan Cina yang mendapatkan kepercayaan

    26 Wawancara Pribadi dengan Ceng Eng (Pengamat Budaya) Kamis 24 September 2008.

  • penuh mengurusi pabrik dan pohon karet oleh pemerintah, dan kini diisi

    oleh keluarga Jho Peng27,

    Pada masa Orde Baru masyarakat keturunan Tionghoa lebih suka

    berwiraswasta dibandingkan menjadi birokrat. Menurut pemerhati

    kebudayaan Tionghoa di Tangerang Oey Tjin Eng, selama ini masyarakat

    Tionghoa tidak mempunyai kesempatan untuk bergabung ke dalam

    Birokrasi, mulai dari pemerintahan sampai kepolisian. Kondisi ini jauh

    berbeda ketika sebelum Orde Baru, karena banyak warga keturunan

    yang ikut kegiatan birokrasi, seperti menjadi polisi hingga sampai duduk

    di pemerintahan bisa diperkirakan 50 persen. Sekarang hampir tidak ada

    satupun warga keturunan Tionghoa yang ikut kegiatan birokrasi.28

    Pada tanggal 21 Mei 1998, akhirnya sang penguasa otoriter Orde

    Baru yaitu Presiden Suharo berhasil dipaksa lengser.29 Dengan lengsernya

    Soeharto itu pula, maka sejarah bangsa Indonesia pun bergerak menuju

    proses perubahan dengan keluarnya kepres No. 6 Tahun 2000 yang

    mencabut Inpres 14 tahun 1967. Menteri dalam Negeri sendiri mencabut

    surat edaran tahun 1978 tentang agama yang lima, sehingga tidak ada

    lagi dokumen resmi pemerintah yang mengatakan agama yang diakui

    hanya lima. Oleh karena itu pemerintah sudah mengakui 6 agama yaitu:

    Islam, Kristen, Katolik Buddha, Hindu, dan Khonghucu. Setelah

    27 Metro, Tangerang Tribun, Senin, 28 Juni 2008, h. 2.

    28 "Pilih Usaha Tangerang Jadi Birokrat" Tangerang Tribun, Rabu, 30 Juni 2008, h. 2.

    29 Abdul Wahib Situmorang, Gerakan Sosial Studi Kasus Beberapa Perlawanan

    (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 59.

  • dicabutnya surat Edaran Menteri dalam Negeri ini, maka pemerintah

    tidak mempunyai kewenangan apapun untuk menentukan mana

    agama yang resmi dan mana yang tidak resmi.

    Di era Reformasi, pemerintah dibawah kepemimpinan Prof. Dr. Ing

    Burhanuddin Joesoef Habibi, telah mengeluarkan Instruksi Presiden nomor

    26 tahun 1998 yang berisi bahwa pemerintah akan memberikan

    perlakuan dan layanan yang sama kepada seluruh warga negara

    Indonesia, dan meniadakan perbedaan dalam segala bentuk, baik ras,

    suku, agama, maupun asal usul. Dalam penyelenggaraan layanan

    tesebut, tidak ada diskriminasi. Harus dijaga sebaik-baiknya agar jangan

    ada sebagian atau sekelompok umat beragama yang merasa

    diperlakukan tidak wajar sudah dirasakan bagi umat Khonghucu dan

    menyambut gembira penyataan tersebut.

    Kemudian pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

    diadakan Kongres Nasional oleh FKUB I yang dibuka secara langsung

    oleh Menteri Agama M. Mafftuh Basuni yang membicarakan tentang

    keberadaan agama Khonghucu di Indonesia pada tanggal 6 s/d 10

    Desember 2007 di Hotel Delaga biru, Cipanas, Jawa Barat. Kongres ini

    sejalan dengan visi dan misi agama yaitu terwujudnya masyarakat

    Indonesia yang taat beragama, maju, sejahtera, cerdas serta saling

    menghormati sesama pemeluk agama sebangsa dan senegara dalam

    persatuan Republik Indonesia. Umat Khonghucu merasa lega dengan

    diadakan kongres tersebut, karena diakui hingga sekarang. Bahkan

  • Presiden menegaskan kembali untuk tidak lagi bersifat diskriminasi

    khususnya status agama Khonghucu di Indonesia.

    Ada beberapa isu yang berkembang akhir-akhir ini yang

    senantiasa dapat memicu konflik di antara umat beragama, oleh karena

    itu perlu diwaspadai dan direspon secara arif. Maka, forum kerukunan

    umat beragama selaku wadah pembina dan pemelihara kerukunan

    umat beragama melakukan pendekatkan sebagai berikut:

    a. Pendekatkan sosiologis dalam menangani konflik secara tuntas

    dalam kehidupan masyarakat.

    b. Pendekatan Theologis-Elitis artinya para pembuka agama jangan

    memposisikan diri sebagai kaum elit, tetapi harus menunjukan

    keteladanan secara aqidah pengamanan ajaran agama secara

    baik benar

    c. Pendekatan sosialnya harus mempunyai jiwa semangat juang

    tinggi sekalipun harus banyak pengorbankan energi.

    Tujuan dari kongres FKUB adalah untuk melakukan silaturahmi

    nasional antara pengurus forum umat agama dan para tokoh antar

    umat beragama. Hal ini dilakukan untuk menyamakan persepsi dan

    merespon persoalan yang tengah dihadapi agama, menciptakan

    suasana konduksif dalam rangka pemeliharaan kerukunan dan

    pemberdayaan umat beragama, merumuskan agenda dan program

  • bersama forum kerukunan umat beragama, serta merespon positif

    terhadap persoalan-persoalan umat beragama.30

    2. Kebebasan beragama Di Indonesia

    Indonesia sebagai negara yang pluralis agama dan etnik, dalam

    konstitusinya telah mengatur secara tegas kebebasan beragama.

    Dengan berdasarkan kepada ketuhanan, maka Indonesia mengakui

    dan percaya kepada adanya Tuhan. Sila ketuhanan yang Maha Esa

    mengandung pengertian bahwa bangsa Indonesia percaya dan takwa

    terhadap Tuhan yang Maha Esa. Hal ini tergambar dalam pembukaan

    Undang-Undang Dasar 1945 alenia ketiga yang berbunyi: ''Atas berkat

    rahmat yang Maha Kuasa dan dengan didorong keinginan luhur, supaya

    berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan

    ini menyatakan kemerdekaannya''.

    Dilihat dari undang-undang sudah ada kebebasan,31 tetapi sila

    Ketuhanan Yang maha Esa, dapat dijabarkan mengandung makna 4

    (empat) butir nilai luhur yang terdiri atas :

    a. Percaya dan taqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa

    sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut

    dasar kemanusian yang adil dan beradab.

    30 Jimmy J. Ranpengan, Memelihara Kerukunan Dan Memberdayakan Umat beragama

    FKUB'', diakses Tanggal 23 Desember 2008 Dari http:/www.kekuskupanbogor.org/mekar/1-2008/news7.htm

    31 Yunianto, Pendidikan Kewarganagaraan (Bojonegoro: CV Pustaka Manggala, 2006), h. 3.

  • b. Hormat-menghormati dan berkerja sama antara

    pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda

    sehingga terbina kerukunan hidup.

    c. Saling menghormati kebebasan menjalankan

    ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.

    Dalam perjalanan sejarah agama-agama besar di dunia,

    terutama Islam dan Kristen, maupun berbagai ajaran Buddha, Hindu,

    Shinto, Taoisme, Zarathustra dan Confucianisme, setiap negara mengatur

    dan menjamin hak dan kebebabasan beragama yang dicantumkan

    dalam konstitusinya.

    Indonesia sebagai bangsa pluralis, dalam konstitusinya mengatur

    masalah kehidupan beragama. Dengan rumusan sila ketuhanan atau

    suatu kepercayaan yang Maha Esa bahwa negara tidak memaksa

    agama atau suatu kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa.

    Sebab kepercayaan dan agama itu berdasarkan keyakinan, jadi tidak

    dapat dipaksakan dan memang kepercayaan dan agama terhadap

    Tuhan yang Maha Esa itu sendiri tidak memaksa manusia untuk

    memeluknya.

    Pancasila dan UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2 menjamin

    kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-

    masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaan itu dan

    perjuangan bangsa Indonesia menuju cita-cita nasional terus berjalan.

    Hasil-hasil perjuangan satu persatu tercapai di berbagai sektor

  • kehidupan. Pada masa Orde Baru lahirlah Penetapan Presiden No. 01

    tahun 1965 yang menjadi undang-undang No. 01 tahun 1969 yang

    merupakan satu produk di sektor hukum. Di dalam undang-undang

    tersebut pemerintah menjamin ketertiban dan kelancaran rumah ibadah

    agama oleh pemeluknya. Namun pada perayaan Imlek Presiden Susilo

    Bambang Yodono kembali menegaskan untuk memberikan hak pemeluk

    agama Khonghucu untuk mencatatkan identitas agamanya pada KTP

    dan mengakui perkawinan, sebagai perkawinan yang sah dan berhak

    untuk dicatat kantor catatan sipil. Selain itu Menteri Dalam Negeri,

    Muhammad Maarup melalui surat edarannya ke seluruh daerah di

    Indonesia yang memantau Kantor Catatan Sipil menambahkan

    keterangan agama Khonghucu pada dokumen administrasi

    kependudukan umat beragama.32

    Penjelasan penetapan presiden ini dengan jelas mengatakan:

    ''Agama yang dipeluk oleh penduduk Indonesia ialah: Islam, Katolik,

    Hindu, Buddha, Kristen dan Khonghucu. Undangan-undang ini berlaku

    di era reformasi pada tahun 2000. Warga Indonesia yang beragama

    Khonghucu khususunya di Banten berjumlah 90.053 ada1ah, 11%.33

    Kebebasan beragama merupakan salah satu hak yang paling asasi di

    antara hak asasi manusia, karena kebebasan beragama itu bersumber

    langsung kepada martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

    32 Jimmy J. Ranpengan, Memelihara Kerukunan Dan Memberdayakan Umat beragama

    FKUB.'' 33

    Leo Suryadinata, Penduduk Indonesia Etis Dan Agama Dalam Era Perubahan Politik (Jakarta: LP3ES, 2003), h. 23.

  • Akan tetapi kebebasan beragama bukan pemberian negara atau

    bukan pemberian golongan.34

    Bagi kerukunan antar agama, kita harus sadar bahwa agama dan

    kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa adalah menyangkut

    hubungan pribadi dengan Tuhan yang Maha Esa yang dipercayai dan

    diyakininya, maka dikembangankanlah sikap saling menghormati

    kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan

    kepercayaannya dan tidak memaksakan suatu agama dan

    kepercayaannya itu kepada orang lain Agama adalah masalah

    keyakinan dan tidak ada satu kekuasaan duniawi yang mampu dah

    berhak mencampuri keyakinan hati seseorang. Apa yang harus kita

    lakukan adalah melayani hajat kehidupan beragama bangsa kita

    dengan sebaik-sebaiknya dan seadil-adilnya.

    Kita ingin kebebasan beragama benar-benar dilaksanakan

    sehingga tidak ada golongan agama betapapun kecil jumlah mereka

    terdiskriminasi. Hal ini secara jelas diungkapkan Presiden Soeharto yang

    menyetujui tentang hak kebebasan beragama di Indonesia. Secara jelas

    pula beliau menyatakan bahwa "Agama adalah masalah keyakinan,

    dan tidak satu kekuasan duniawi yang mampu berhak mencampuri

    keyakinan hati seseorang".

    34 Depertamen Agama RI, Kompilasi Peraturan Perundangan-Undang Kerukunan hidup

    Umat Agama ( Jakarta: Depag 2003), h. 7-11.

  • Kebebasan kehidupan beragama dalam Undang-Undang Dasar

    45 pasal 29 adalah jaminan konstitusional yang humanistik terhadap

    kehidupan beragama di Indonesia. Patut disayangkan jaminan

    konstitusional yang humanistik tersebut pada pelaksanaan bertolak

    belakang. Jika keyakinan seorang kita arahkan untuk memilih agama

    yang dikehendaki oleh pemerintah, berarti kita telah melanggar hak

    kebebasan seorang untuk memeluk agama yang sesuai dengan nilai

    Pancasila dan UUD 1945.

    Pada masa Reformasi agama Khonghucu lebih berkembang di

    tengah-tengah masyarakat di Indonesia, karena hak mereka sudah bisa

    difungsikan dan UUD 1945 sudah dirasakan hingga sekarang. Umat

    Khonghucu di Indonesia sudah dapat memanfaatkan hak-haknya yang

    selama Orde Baru dibatasi.

    Semua sudah dialami oleh umat Khonghucu seperti kepahitan

    selama orde baru, namun masa reformasi membawa rasa gembira

    karena sistem pendidikan serta perkawinan sudah dicatat di Kator

    Catatan Sipil yang berdasarkan UU No 1/1974 tentang perkawinan.

    Departemen Agama juga akan memfasilitas penyediaan guru agama

    Khonghucu untuk mengajarkan agamanya.35

    35 Tomy Su, Koordinatot Masyarakat Pencita Indonesia diakses tanggal 22 Desember 2008

    dari Http://www2.kopas.com/kompas-cetak/0602/24/opini/2441409.htm

  • BAB III

    PERKEMBANGAN AGAMA KHONGHUCU DI INDONESIA MASA REFORMASI

    Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk Indonesia ialah Islam,

    Kristen Katolik, Hindu, Budha, dan Khonghucu (Confucius). Hal ini dapat

    dibuktikan, dalam sejarah perkembangan agama-agama di Indonesia.

    Karena 6 macam agama ini adalah agama-agama yang dipeluk hampir

    seluruh penduduk Indonesia,36 maka tanpa kecuali mereka dapat jaminan

    yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar pasal 29 ayat 2. selain itu

    mereka mendapat bantuan-bantuan dan perlindungan seperti yang

    diberikan oleh pasal ini.37

    Sebagian peraturan pemerintah mengenai agama, kepercayaan,

    dan adat istiadat Cina sangatlah memojokkan mereka (Etinis Cina) yang

    merasa terbuang dari saudara-saudarnya pemeluk agama lain. Oleh sebab

    itu berbagai fenomenapun muncul dan menjadi sebuah kajian terhadap

    peraturan pemerintah yang berkaitan dengan umat Khonghucu mengenai

    pengakuan kebebasan beragama serta masalah sosial yang ditimbulkan.

    Hal ini berlaku tidak hanya di Tangerang melainkan seluruh Indonesia.

    Seperti digambarkan WS Asyuntapura, umat Khonghucu harus mengalami

    berbagai kenyatan pahit yang sangat memprihatikan, di antaranya

    36 Prisma, Agama Dan Tantangan Zaman (Jakarta: LP3ES, 1985), h. 113.

    37 Muhaimin, Damai Di Dunia Damai Untuk Semua, Prespektif Berbagai Agama (Jakarta:

    Pengkajian kerukunan Hidup Umat Beragama, 2004), h. 19.

  • peristiwa penghapusan mata pelajaran agama Khonghucu di sekolah-

    sekolah sejak dikeluarkannya kurikulum sekolah dasar pada tahun 1975.

    Peristiwa ini mengakibatkan para siswa dari anak-anak umat Khonghucu

    pada 1977 dipaksa mengikuti pendidikan agama lain untuk memenuhi

    tuntunan agama yang berlaku, bahkan sering dipaksa mengaku beragama

    lain dengan alasan Khonghucu bukan agama yang diakui dan tidak resmi.38

    Inpres No. 14 tahun 1967 menyebutkan bahwa umat Khonghucu tidak

    diijinkan merayakan hari-hari sucinya di depan masyarakat umum. Lembaga

    atau majelis-majelis agama Khonghucu tidak dibenarkan dan tidak diijinkan

    menyelenggarakan kegiatan apapun yang bersifat formal.

    Penyelenggaraan kongres dan pertemuan yang sejenis dibatalkan ijinnya

    atau tidak atau tidak diberi ijin sama sekali.39 Namun menurut Asyuntapura

    (Bungsu), kegiatan tetap berjalan secara intern dengan sangat sederhana,

    dan dilaksanakan di tempat yang sederhana. Walaupun demikian, untuk

    sementara ini yang terpenting adalah makna dari berbagai kegiatan

    keagamaan itu sendiri.40

    Di dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang berfungsi sebagai

    identitas diri, umat Khonghucu tidak dibenarkan dan tidak diijinkan

    menyebut dirinya agama Khonghucu tetapi terus mengaku beragama lain

    yang formal. Pencantuman ini juga termasuk dalam daftar isian

    38 Wawancara Pribadi dengan WS. Asyuntapura, (Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu

    Indonesia), Tangerang, 29 September 2008. 39

    Wawancara Pribadi dengan Rudi Guna Wijaya (Sekretaris MAKIN), Tangerang, 10 Februari 2009.

    40 Wawancara Pribadi dengan WS. Asyuntapura, Tangerang, 29 September 2009.

  • permohonan kartu penduduk. Hal yang paling memperhatinkan adalah

    pencatatan perkawinan umat Khonghucu, sebagaimana yang sudah

    ditentukan dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 1974

    tentang perkawinan. Ternyata Kantor Catatan Sipil yang bertugas mencatat

    perkawinan tidak bersedia dan menolak pencatatan perkawinan mempelai

    umat Khonghucu sekalipun telah melakukan perkawinan menurut tata

    cara/hukum agama dan lembaga agamanya. Bila tidak bersedia

    melakukannya, maka dikatakan kumpul kebo atau melanggar undang-

    undang perkawinan. Untuk mendapat pelayanan di kantor catatan sipil,

    mereka harus bersedia mengaku beragama lain dan mau menikah menurut

    agama yang formal atau resmi. Jika tidak, mereka harus mohon belas kasih

    lembaga agama yang resmi agar mau menerangkan bahwa mempelai

    tersebut sudah melakukan perkawinan menurut agama tersebut. Terakhir

    yang tidak kurang memperhatinkan, umat Khonghucu yang masih berstatus

    asing bila ingin mengikuti kemudahan kewarganegaraannya, wajib

    mengakui beragama salah satu agama yang dianggap formal. Kemudian

    Keputusan Presiden Kabinet Republik Indonesia Nomor 127/u/Kep/12/1996

    tentang peraturan ganti nama bagi WNI yang memakai nama Cina terjadi

    pula bagi umat Khonghucu di Tangerang.41

    Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gusdur),

    agama Khonghucu mulai mendapat angin segar. Karena mempunyai

    harapan besar terhadap masa depan agamanya di Indonesia, dengan

    41 Wawancara Pribadi dengan Lili (TU MAKIN), Tangerang, 10 Februari 2009.

  • dicabut Instruksi Presiden (Inpres) No. 14 Tahun 1967 oleh pemerintah Gusdur,

    umat Khonghucu boleh berlega hati. Sebelum pencabutan Inpres tersebut,

    umat Khonghucu tidak merayakan tahun baru Imlek secara terbuka dan

    hanya diperbolehkan di rumah atau lingkungan masing-masing. Namun

    ketika Inpres tersebut dicabut umat Khonghucu di Indonesia dengan lega

    dapat merayakan tahun baru Imlek secara terbuka dan tidak ada batasan

    dalam lingkungan sendiri.42

    Seteleh dicabut Inpres No. 14 tahun 1967 (pada bulan Februari 2000).

    Menteri dalam Negeri sendiri mencabut Surat Edaran tahun 1978 tentang

    agama yang lima, sehingga tidak ada lagi dokumen resmi pemerintah yang

    mengatakan agama yang diakui hanya lima.

    A. Kebijakan Politik Tentang Agama

    Beberapa kebijakan politik tentang agama Khonghucu (etnis

    Tionghoa) di Indonesia selama masa Orde Baru adalah sebagai berikut :

    1. Undang-Undang No. I/pn.Ps/1965 tentang pencegahan dan

    penyalagunakan dan/atau penodaan agama Pasal 1 bahwa setiap

    orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan,

    menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum untuk

    melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di

    Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang

    42 Wawancara Pribadi dengan Budi (Masyarakat Tionghoa) Tangerang, 29 September 2008.

  • menyerupai keagamaan dari agama itu dan penafsiran yang

    menyimpang dari pokok-pokok agama itu.

    2. Resolusi MPRS No. III/RES/MPRS/1966. yang pada pokoknya

    menandaskan: percepatan proses integrasi melalui asimilasi warga

    negara keturunan asing dengan menghapuskan segala hambatan

    yang tidak harmonis dengan warga asli.

    3. Keputusan Presidium Kabinet Republik Indonesia No.

    127/U/Kep/12/1966, tentang peraturan ganti nama bagi WNI yang

    memakai nama Cina.

    4. Intruksi Presiden No. 14 tahun 1967 tentang agama, kepercayaan dan

    adat istiadat Cina.

    5. Undang-undang Republik Indonesia No. 01 tahun 1974 tentang

    perkawinan, adanya penolakan pencatatan perkawinan umat

    Khonghucu oleh petugas Kantor Catatan Sipil.

    6. Dikeluarkannya Kurikulum pendidikan Sekolah Dasar dan Lanjutan

    tahun 1975, tentang penghapusan mata pelajaran agama

    Khonghucu, mengakibatkan para siswa anak-anak umat agama

    Khonghucu mulai tahun 1977 dipaksa mengikuti pendidikan agama

    lain.

    7. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 477/74054 tanggal 18

    November 1978 yang menyatakan bahwa hanya ada 5 agama di

    Indonesia.

    Beberapa kebijakan politik tentang agama di Indonesia selama masa

    reformasi adalah sebagai berikut:

  • 1. Intruksi Presiden Nomor 26 tahun 1998 tentang pengapusan istilah

    pribumi dan non pribumi.

    2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2000 tentang

    pencabutan Inpres Nomor 14/1967 tentang agama, kepercayaan

    dan adat istiadat China.

    3. Keputusan Menteri Agama Nomor 13 tahun 2001, tentang penetapan

    Imlek sebagai hari libur fakultatif dan diteruskan dengan pencabutan

    larangan penggunaan bahasa Tionghoa baik lisan maupun tulisan.

    4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 tentang

    ditetapkannya hari tahun baru Imlek sebagai hari Nasional.

    5. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang

    sistem pendidikan Nasional, dan Departemen Agama memfasilitasi

    penyediaan guru agama Khonghucu.

    6. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 dan 9 tahun 2006

    tentang pedoman pelaksanaan tugas Kepala Daerah dalam

    memelihara kerukunan umat beragama.

    7. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor MA/12/2006

    tanggal 25 Januari 2006 tentang penjelasan mengenai status

    Perkawinan umat Khonghucu.

    8. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 55 tahun 2007 tentang

    pendidikan agama dan pendidikan keagamaan.

    9. Keputusan Menteri dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 470/336/sj

    tanggal 24 Februari 2006 tentang Pelayanaan Administrasi

    Kependudukan penganut Agama khonghucu.

  • 10. Surat keputusan Departeman Agama Dalam Negeri Republik

    Indonesia Nomor 470/3553/M tanggal 30 Agustus 2007 tentang daftar

    isian penduduk.43

    B. Trauma Politik dan Perkembangan Agama

    Ketika bangsa Indonesa memasuki gerbang kemerdekaan,

    segalanya tidak lagi dimulai dari awal. Dengan kata lain mereka sama sekali

    tidak berada dalam situasi vakum, melainkan telah mewarisi situasi sosial

    yang telah tercipta sebelumnya. Polarisasi antara pribumi dan warga asing -

    khususnya keturunan Cina- misalnya telah tercipta ratusan tahun

    sebelumnya.44 Perbedaan orientasi ideologis, agama, politik, sosial dan

    budayanya juga telah terbentuk jauh sebelum masyarakat Indonesia

    memproklamasikan diri sebagai sebuah bangsa. Akibatnya, selain

    disebabkan oleh kekurangan pengalaman bangsa Indonesia menghadapi

    berbagai kesulitan dalam menyatukan misi, bangsa Indonesia harus mencari

    kerangka berpikir yang mampu mengatasi perbedaan-perbedaan tersebut.

    Demikian, dalam situasi yang serba sulit itu bangsa Indonesia ternyata

    mampu mengatasi beberapa agenda kebangsaan yang paling mendasar

    setelah melalui liku-liku panjang serta perdebatan sengit, mereka sepakat

    untuk bersama-sama berada dalam suatu negara dan indetitas bangsa.

    Mereka berhasil merumuskan Pancasila dan UUD 1945 yang dipandang

    43 Depertamen Agama RI, Kompilasi Peraturan Perundangan-Undang Kerukunan hidup

    Umat Agama ( Jakarta: Depag 2003), h. 191-196. 44

    Tarmizi Tahir, Masyarakat Cina Ketahanan Nasional Dan Integrasi Bangsa Di Indonesia (Jakarta: Pusat kajian Islam Masyarakat, 1997), h. 7.

  • dapat menjadi acuan kehidupan bersama. Sayangnya, semangat dan

    ketulusan tersebut tidak serta merta menjamin kelancaran proses

    implementasi cita-cita kemerdekaan.

    Sistem kehidupan politik yang kemudian muncul misalnya, belum

    sanggup mengakomodasikan keinginan-keinginan dan tuntunan-tuntunan

    berbagai kelompok dan golongan. Setiap golongan menawarkan konsep

    ideal dan berusaha memenuhi kepentingannya masing-masing. Akibatnya,

    situasi sosial di masa Orde Lama lebih banyak diwarnai oleh proses negosiasi,

    tawar menawar, friksi dan konflik antara kelompok. Ada kalanya perbedaan

    tersebut dapat diatasi dengan baik sebagaimana yang tercermin dalam

    perumusan dan ideologi dan landasan negara, tetapi tidak jarang

    perbedaan itu berkembang menjadi konflik yang kemudian menyebabkan

    munculnya fraksi dan perpecahan.

    Kecenderungan ini akhirnya memuncak ketika Partai Komunis

    Indonesia (PKI) yang melancarkan kudeta tahun 1965 yang sekaligus

    mengakhiri pemerintahan Orde Lama. Kudeta yang dilancarkan PKI,

    memaksa pemerintah Orde Lama untuk menyerahkan kekuasaan penuh

    kepada kekuatan baru yang menamakan diri "Orde Baru". Orde baru tampil

    di panggung kepemimpinan nasional dalam situasi politik bangsa Indonesia

    terancam ambruk. Maka tugas utama pemerintahan Orde Baru adalah

    memulihkan stabilitas keamanan nasional.

    Dalam perkembangan selanjutnya, pemerintahan Orde Baru mulai

    menata masalah-masalah sosial budaya dan keagamaan. Perkembangan

  • Etnis Cina yang notabene beragama Khonghucu mulai mendapat sorotan

    negatif pemerintah, karena selalu dijadikan kambing hitam dan korban

    diskriminasi rasial. Ini berhubungan dengan Cina di Indonesia yang pantas

    menjadi sasaran amarah dan kebencian. Mereka dicap buruk : tidak

    patriotis, eksklusif, tidak sosial, memupuk kekayaan, pemakan babi, dan

    selalu berorientasi ke negeri Cina. Untuk mengatasinya pemerintah

    mengeluarkan Inpres No. 14 tahun 1967 mengenai agama, kepercayaan

    dan adat istiadat Cina. Dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah

    tersebut, maka perkembangan Etnis Cina (umat agama Khonghucu) resmi

    dipasung oleh kebijakan pemerintah Orde Baru.45

    Akibat gencarnya penekanan terhadap keturunan Cina berimbas

    pada perkembangan agama Khonghucu. Jangankan untuk menambah

    kualitas, bahkan umat yang telah adapun berbondong-bondong pindah ke

    agama lain, dengan alasan agar tidak menghadapi masalah-masalah

    sosial kemasyarakatan yang sangat singnifikan. Semua agama di Indonesia

    sudah disetarakan setelah zaman reformasi, Khonghucu sudah mulai

    mendapatkan pengakuannya kembali oleh pemerintah pada tahun 2000

    yang diawali oleh Presiden Abdurrahman Wahid.46

    C. Perkembagan Agama Khonghucu Pada masa Reformasi

    45 Wawacara Pribadi dengan Ws. Asyuntapura.

    46 Budi Santoso Tanuwibowo, Genta Harmoni (Surakarta 2006), h. 7.

  • Semenjak bergulirnya masa reformasi, perkembangan agama

    Konghucu mulai mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan dicabutnya

    Inpres No. 14 Tahun 1967, sehingga segala sesuatu yang berhubungan

    dengan agama Khonghucu diberi hak yang sama dengan masyarakat

    pribumi yang berbeda-beda agama, ras, dan adat istiadat.

    Warga Tionghoa khususnya di Tangerang menyambut gembira dan

    merasakan nafas kebebasan yang terpasung selama 32 Tahun. Kegiatan

    keagamaan umat Khonghucu menyambut kebebasan yang diraihnya

    diawali dengan penyelenggaraan hari besar keagamaan umat Khonghucu,

    yaitu peringatan hari lahir Khonghucu di Tangerang yang merupakan

    kegiatan keagamaan pertama di muka umum dan terbuka bagi seluruh

    elemen masyarakat. Peringatan ini diiringi pula dengan hadirnya budaya

    bernuansa Cina yaitu tarian barongsai, yang di masa Orde Baru dilarang.

    Penyelenggaran kegiatan keagamaan dan peringatan hari-hari

    besar keagamaan yang dulu dilaksanakan hanya di lingkungan sendiri dan

    bersifat tertutup serta harus memperoleh ijin dari Mabes POLRI, kini dapat

    dilaksanakan secara terbuka. Contohnya adalah perayaan Imlek yang

    diselenggarakan pada tahun 2001 dan tahun 2009. Umat Khonghucu

    diberikan kebebasan oleh pemerintah hingga sekarang dan menjadikan

    tahun baru Imlek sebagai hari libur. Presiden Republik Indonesia Megawati

    Soekarno Putri, yang menghadiri peringatan Tahun Imlek di Jakarta pada 17

    Febuari 2002, menetapkan tahun baru Imlek sebagai libur nasional

    menjelang tahun 2003.

  • Pada saat orde baru, proses mengenai pengajaran agama

    Khonghucu di sekolah dasar dan lanjutkan yang dibekukan sejak tahun

    1977, kini mulai diajukan dan menunggu proses dari Depertamen Agama

    dan Pendidikan Nasional. Dalam sambutan Presiden Susilo Bambang

    Yudhoyono tentang perayaan Tahun Baru Imlek Nasional 2557 di Jakarta

    Convention Center berapa waktu lalu, beliau menegaskan bahwa bangsa

    Indonesia saat ini tidak ada diskriminasi. Depertemen Agama juga akan

    memfasilitas penyediaan guru agama Khonghucu untuk mengajarkan

    agamanya.

    Hal diatas menunjukkan bahwa perkembangan agama Konghucu di

    era reformasi sedang melalui proses perbaikan yang dilandasi ketulusan,

    sikap rendah hati, lebih bersemangat dan saling berbagi. perkembangan ini

    dibangun di atas norma-norma luhur, kebijaksanaan, cinta kasih dan

    keberanian. Selain perbaikan kualitas umat, peningkatanpun sudah mulai

    dirasakan pada kuantitas umat di Tangerang.

    Terkait pada pasal 12 A UU No 20/2003 tentang sistem pendidikan

    nasional, Departemen Pendidikan memfasilitasi penyediaan guru agama

    Khonghucu untuk mengajarkan agama Khonghucu bagi murid-muridnya

    yang menganutnya.47 Masyarakat Tionghoa Tangerang menyambut

    gembira tentang undang-undang tersebut, dan pada akhirnya mereka

    memperkenalkan kembali dan mengajarkan agama Khonghucu kepada

    47 Tomy Su, Presiden, Khonghucu, dan Diskriminasi, diakses tanggal 24 Desember 2008

    dari http://wwwr.kompas.com/kompas-cetak/0602/24/opini/2441409.htm

  • anak-anaknya setelah reformasi. Pada umumnya tujuan ajaran Khonghucu

    adalah mengembangkan manusia, untuk itu umat Khonghucu menekankan

    tentang pentingnya pendidikan dan belajar di Tangerang.

    Belajar dikonsepsikan oleh penganut Khonghucu sebagai proses yang

    holistik dari upaya membangun karakter agar terwujud umat yang

    menegakkan firman Thian di muka bumi. Selain itu, belajar bagi mereka

    adalah untuk menggemilangkan kebajikan yang bercahaya yaitu berprilaku

    cinta kasih, teguh pendirian dan menjunjung tinggi keadilan, mempunyai

    keberanian yang dilandasi kebenaran dan harmoni, mempunyai kepekaan

    dan kepedulian sosial yang tinggi, hidup penuh dengan kesusilaan,

    menjunjung tinggi moral etika, serta bijaksana dan selalu dapat dipercaya

    dalam hidup dan kehidupan sehari-hari.

    Selain masalah pendidikan, hal yang sangat penting adalah

    pencantuman agama Khonghucu bagi masyarakat Tionghoa yang

    beragama Khonghucu. Kepala Pemerintah Daerah khususnya Tangerang

    Wahidin Halim menegaskan kepada penduduk Tionghoa (Khonghucu)

    untuk mencantumkan agamanya. Jika masyarakat Tionghoa yang masih

    merasa didiskriminasi soal KTP serta kegiatan sosial, kebudayaan dan

    keagamaannya dilarang, maka mereka bisa melapor kepada kepala

    daerahnya. Kepala daerah itu akan memberikan sanksi kepada pejabat

    yang bersangkutan.

    Aktivitas-aktivitas agama Khonghucu berkembang sangat pesat,

    seperti kegiatan donor darah, santunan, pentas seni serta perkawinan dan

  • -10

    10

    30

    50

    70

    90

    110

    130

    150

    1998-2002 2003-2005 2006-2009

    pendidikan. Semuanya sudah diakui oleh pemerintah daerah maupun

    pusat. Menurut Asyuntapura, negara berkewajiban melayani hajat

    beragama warganya secara adil tanpa diskriminasi, harus dijaga sebaik-

    baiknya agar jangan ada sebagian atau sekolompok umat beragama yang

    merasa diperlakukan tidak wajar dan tidak adil.

    "Kami bersyukur ke hadirat Thian, Tuhan yang Maha Esa, atas

    bimbingan Nabi Khonghucu kami dapat melalui hal tersulit dalam

    pengembangan agama Khonghucu. Ini terbukti dengan dicabutnya Inpres

    No 14 Tahun 1967 oleh Keputusan Presiden No. 6 Tahun 2000 yang

    berdampak baik bagi kualitas dan kuantitas umat Khonghucu di Tangerang

    yang mengalami peningkatan 60% atau 50 menjadi 73 dari jumlah yang

    aktif sekarang.48

    Tabel perkembangan agama Khonghucu di MAKIN Tangerang

    48 Wawancara pribadi dengan WS. Asyuntapura

  • Patut disyukuri, hak asasi manusia di era reformasi mulai membaik

    hingga sekarang. Seiring dengan itu, menurut Asyuntapura agama

    Khonghucu di Tangerang mulai ditata kembali. Perbaikan-perbaikan di

    segala bidang yang ditindaklanjuti dengan mempersiapkan kader-kader

    handal untuk mewujudkan misi-misi perdamaian. Di Tangerang ada

    beberapa misi program kerja menyambut pencabutan Inpres No. 14 Tahun

    1967 oleh Keppres Nomor tahun 2000 :

    1. Membimbing, membina dan memberikan penyuluhan kepada umat

    Khonghucu agar dapat hidup dalam jalan suci, biasanya dilakukan

    pada malam Jumat dan Minggu pagi yang mengajarkan kasih

    sayang terhadap manusia.

    2. Membina umat Khonghucu mengamalkan Susi (kitab Kempat), dan

    Ngo King (Kitab yang Lima); agar senantiasa dapat menjadi insan

    pembaharu yang selalu tanggap dan senantiasa ikut serta aktif

    dalam memberikan kontribusi nyata dan positif pada setiap dinamika

    kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

    3. Membimbing dan membina umat Khonghucu agar selalu

    menghormati orang tua, bersikap dapat dipercaya oleh kawan dan

    sahabat, mencintai dan membimbing generasi muda dan senantiasa

    menjadi warga masyarakat dan warga negara yang baik dan

    berwawasan kebangsaan.

    Program kerja yang selama ini dilakukan oleh umat Khonghucu di

    Tangerang diantaranya adalah:

  • 1. Memberdayakan rohaniawan agama Khonghucu dalam rangka

    memperkuat pondasi keimanan umat Khonghucu menuju

    terciptanya, dialog spiritual yang lebih intens dan kokoh antara umat

    Khonghucu dengan Tuhan yang Maha Esa.

    2. Memberdayakan umat lewat penanaman dan pengembangan nilai

    agama Khonghucu pada setiap individu, sehingga dapat tercapai

    dialog internal dalam diri setiap umat, dalam rangka meningkatkan

    daya tahan keimanan setiap umat Khonghucu, yang pada akhirnya

    mampu membangun jatidiri yang sejati.

    3. Meningkatkan dialog institusional dan saling pengertian yang lebih

    mendalam dengan semua institusi formal, informal, sosial keagamaan

    dan kemasyarakatan; lewat berbagai teknik dan media komunikasi,

    dengan tujuan akhir terwujudnya legalitas institusi dalam artian

    maupun praktis.

    4. Memberdayakan umat Khonghucu di setiap lapisan dan setara

    masyarakat agar dapat menjadi insan Khonghucu yang bermoral

    dan mampu memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat, sehingga

    dapat menciptakan dialog sosial yang nyata dan inklusif.

    5. Secara sitematis, terencana dan terus menerus melakukan berbagai

    kegiatan publikatif, dengan tujuan utama untuk menanamkan

    pemahaman yang lebih mendalam akan hakikat dan nilai

  • Khonghucu, sehingga dapat terjadi dialog kultural yang efektif

    dengan seluruh lapisan dan anggota masyarakat.49

    Selama ini, program kerja tersebut telah dijalankan dengan baik dan

    terus menerus oleh umat Khonghucu di Tangerang.

    49 Wawancara Pribadi dengan Ws. Asyuntapura

  • BAB IV

    PENUTUP

    A. Kesimpulan

    Perkembangan agama Khonghucu di Tangerang pada masa

    reformasi tidak terlepas dari peranan umat dan misi ajaran Khonghucu.

    Dalam perkembanganya agama Khonghucu meliputi kualitas dan

    kuantititas umat Khonghucu yang tidak dibatasi oleh peraturan pemerintah.

    Dalam pada itu, umat Khonghucu sangat berterima kasih kepada

    pemerintah karena perkembangan kualitas serta kuantitas berkembang

    serta penyebaran dan pembinaan agama Khonghucu dilakukan secara

    umum. Pemerintah tidak membatasi ruang gerak umat Khonghucu pada

    masa reformasi yang terjadi di Tangerang, sebagaimana yang terjadi pada

    masa Orde Baru.

    Beber