bab ii_2007tmk-3.pdf

26
II. PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR DI DAERAH IRIGASI JATILUHUR 2.1. Deskripsi Daerah Irigasi Jatiluhur Daerah aliran sungai Citarum yang terletak di wilayah utara Provinsi Jawa Barat, mencakup sekitar 12 ribu kilometer persegi, terdiri atas 12 sungai dari selatan ke utara yang berakhir di Laut Jawa, yakni Bekasi, Cikarang, Cilemahabang, Cibeet, Citarum, Ciherang, Cilamaya, Cijengkol, Ciasem, Cigadung, Cipunegara dan Cipancuh. Total aliran rata-rata per tahun sekitar 12.95 milyar meter kubik dan 7.65 milyar meter kubik yang telah diatur, melalui bendungan, bendung, pintu air dan kanal dan sekitar 5.30 meter kubik yang terus mengalir ke laut. Waduk Jatiluhur (Ir. Juanda) yang dibangun di Sungai Citarum untuk multi tujuan (multy purpose), wilayah tangkapan seluas 4.50 ribu kilometer persegi, luas permukaan 8.20 ribu hektar, tinggi 96 meter, volumenya 2.45 juta meter kubik, volume efektif 1.87 milyar meter kubik kapasitas aliran 8.00 ribu meter kubik per detik. Unit pembangkit listrik H. Juanda terdiri dari 6 turbin, 5 turbin dengan kapasitas terpasang masing-masing turbin 35 MVA x Cos phi 0.92 dan 1 turbin dengan kapasitas 40 MVA x Cos phi 0.62, sedangkan kapasitas terpakai 5 turbin dengan masing-masing 30 MW dan 1 turbin dengan kapasitas terpakai 24 MW. Jaringan irigasinya mengairi 240 ribu hektar, bukan hanya di DAS Citarum tetapi juga DAS Bekasi, Ciasem dan Cipunegara. Penyuplai air domestik dan industri untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya sebesar 16 meter kubik per detik. Sarana penunjang suplai air irigasi dan air bersih Perum Jasa Tirta II dilengkapi dengan stasiun pompa yang terletak di Bendung Curug dan Pengolah

Upload: phungnguyet

Post on 12-Jan-2017

219 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II_2007tmk-3.pdf

II. PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR DI DAERAH IRIGASI JATILUHUR

2.1. Deskripsi Daerah Irigasi Jatiluhur

Daerah aliran sungai Citarum yang terletak di wilayah utara Provinsi Jawa

Barat, mencakup sekitar 12 ribu kilometer persegi, terdiri atas 12 sungai dari

selatan ke utara yang berakhir di Laut Jawa, yakni Bekasi, Cikarang,

Cilemahabang, Cibeet, Citarum, Ciherang, Cilamaya, Cijengkol, Ciasem,

Cigadung, Cipunegara dan Cipancuh. Total aliran rata-rata per tahun sekitar

12.95 milyar meter kubik dan 7.65 milyar meter kubik yang telah diatur, melalui

bendungan, bendung, pintu air dan kanal dan sekitar 5.30 meter kubik yang terus

mengalir ke laut.

Waduk Jatiluhur (Ir. Juanda) yang dibangun di Sungai Citarum untuk

multi tujuan (multy purpose), wilayah tangkapan seluas 4.50 ribu kilometer

persegi, luas permukaan 8.20 ribu hektar, tinggi 96 meter, volumenya 2.45 juta

meter kubik, volume efektif 1.87 milyar meter kubik kapasitas aliran 8.00 ribu

meter kubik per detik.

Unit pembangkit listrik H. Juanda terdiri dari 6 turbin, 5 turbin dengan

kapasitas terpasang masing-masing turbin 35 MVA x Cos phi 0.92 dan 1 turbin

dengan kapasitas 40 MVA x Cos phi 0.62, sedangkan kapasitas terpakai 5 turbin

dengan masing-masing 30 MW dan 1 turbin dengan kapasitas terpakai 24 MW.

Jaringan irigasinya mengairi 240 ribu hektar, bukan hanya di DAS

Citarum tetapi juga DAS Bekasi, Ciasem dan Cipunegara. Penyuplai air domestik

dan industri untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya sebesar 16 meter kubik per

detik.

Sarana penunjang suplai air irigasi dan air bersih Perum Jasa Tirta II

dilengkapi dengan stasiun pompa yang terletak di Bendung Curug dan Pengolah

Page 2: BAB II_2007tmk-3.pdf

14

Air Bersih (PAB), dimana pompa ini membantu menaikkan air ke kanal agar

mencapai tinggi muka air normal.

Tabel 1. Stasiun Pompa Air dan Kapasitasnya di Daerah Irigasi Jatiluhur

Kapasitas (m3/detik) Stasiun Pompa Jenis Pompa

Unit Terpasang Terpakai

Tarum Timur Listrik 8 4 x 17.50 2 x 10.00

4 x 17.50 2 x 10.00

Tarum Barat Hidrolik 17 17 x 5.50 17 x 4.00

PAB Pejompongan Listrik 4 4 x 2.07 3 x 1.83 1 cadangan

Sumber : Perum Jasa Tirta II (2004)

Pemanfaatan air saat ini untuk irigasi, domestik, munipical dan industri,

dan penyimpanan serta transfer air. Permintaan air di wilayah hilir dipengaruhi

oleh transfer antar daerah aliran sungai ke wilayah Jabotabek. Suplai air untuk

Jabotabek akan diberikan oleh sejumlah DAS yang lokasinya di Timur dan Barat,

dengan sistem Citarum sebagai sumber utama. Suplai air di daerah aliran sungai

Citarum akan meningkat dengan makin berkembangnya permintaan air di

wilayah Jabotabek.

2.2. Tata Guna Lahan Daerah Irigasi Jatiluhur

Daerah Irigasi Jatiluhur terdiri dari 3 wilayah sesuai dengan saluran induk

yang ada, yakni Tarum Utara, Tarum Timur dan Tarum Barat. Wilayah Tarum

Barat meliputi Kabupaten dan Kota Bekasi, berbeda dengan 2 wilayah lainnya,

wilayah berkembang mengarah menjadi pusat industri dan pemukiman. Kondisi

ini sangat berbeda dengan wilayah Tarum Utara dan Tarum Timur yang

merupakan wilayah sentra produksi pangan.

Penggunaan lahan di wilayah ini dikategorikan dalam: (1) pemukiman,

(2) sawah irigasi teknis, (3) ladang, (4) padang rumput dan lahan kritis, (5) hutan

rakyat dan negara, (6) lahan industri/pabrik, (7) rawa, empang dan kolam, dan

Page 3: BAB II_2007tmk-3.pdf

15

(8) penggunaan lainnya, yang secara rinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. Tata Guna Lahan di Daerah Irigasi Jatiluhur Tahun 2003

PenggunaanLahan Kota Kabupaten Kara- Subang Indra- Total Jawa Barat

Bekasi Bekasi wang mayu DIJSawahIrigasi Tehnis 228.00 37493.00 80618.00 60031.00 65752.00 244122.00 376865.00

(1.08) (29.43) (45.36) (29.28) (32.24) (33.21) (10.62)Irigasi Semitehnis 36.00 6243.00 5142.00 8367.00 19229.00 39017.00 121964.00

(0.17) (4.90) (2.89) (4.08) (9.43) (5.31) (3.44)Irigasi Sederhana - 889.00 3888.00 2241.00 2769.00 9787.00 10145.00

(0.00) (0.70) (2.19) (1.09) (1.36) (1.33) (0.29)Tadah hujan 547.00 8278.00 3167.00 7732.00 23258.00 42982.00 167421.00

(2.60) (6.50) (1.78) (3.77) (11.40) (5.85) (4.72)Non PU 30.00 2411.00 - 6339.00 2536.00 11316.00 163432.00

(0.14) (1.89) (0.00) (3.09) (1.24) (1.54) (4.61)Lainnya - 675.00 - - 1444.00 2119.00 2869.00

(0.00) (0.53) (0.00) (0.00) (0.71) (0.29) (0.08)Total 841.00 55989.00 92815.00 84710.00 114988.00 349343.00 934046.00Lahan keringPemukiman 6724.00 22205.00 30772.00 24576.00 26480.00 110757.00 393298.00

(31.97) (17.43) (17.31) (11.98) (12.98) (15.07) (11.08)Ladang 12712.00 15717.00 7806.00 27962.00 7395.00 71592.00 784359.00

(60.45) (12.34) (4.39) (13.64) (3.63) (9.74) (22.10)Padang rumput - 4.00 263.00 485.00 - 752.00 31396.00

(0.00) (0.00) (0.15) (0.24) (0.00) (0.10) (0.88)Lahan kritis - 1264.00 421.00 380.00 54.00 2119.00 12270.00

(0.00) (0.99) (0.24) (0.19) (0.03) (0.29) (0.35)Hutan Rakyat - 2632.00 1880.00 12616.00 5866.00 22994.00 218741.00

(0.00) (2.07) (1.06) (6.15) (2.88) (3.13) (6.16)Hutan Negara - - 12719.00 15306.00 23577.00 51602.00 572995.00

(0.00) (0.00) (7.16) (7.46) (11.56) (7.02) (16.15)Lahan Industri - 1013.00 1809.00 21580.00 1158.00 25560.00 318293.00

(0.00) (0.80) (1.02) (10.52) (0.57) (3.48) (8.97)Rawa 8.00 161.00 18.00 421.00 330.00 938.00 10543.00

(0.04) (0.13) (0.01) (0.21) (0.16) (0.13) (0.30)Bangunan Air - 10204.00 11020.00 5010.00 6613.00 32847.00 36218.00

(0.00) (8.01) (6.20) (2.44) (3.24) (4.47) (1.02)Empang 61.00 782.00 782.00 1252.00 636.00 3513.00 23111.00

(0.29) (1.10) (0.92) (1.04) (0.71) (0.91) (0.88)Lainnya 683.00 17417.00 17417.00 10760.00 16873.00 63150.00 213510.00

(3.25) (24.39) (20.51) (8.94) (18.96) (16.37) (8.17)Total 20188.00 71399.00 84907.00 120348.00 88982.00 385824.00 2614734.00Lahan Kering+Sawah 21029.00 127388.00 177722.00 205058.00 203970.00 735167.00 3548780.00Total Prov Jabar (km2) 209.55 1065.35 1533.86 1855.01 1636.51 6298.28 28675.82Sumber : BPS (2003) Keterangan : ( ) nilai persentase; DIJ : Daerah Irigasi Jatiluhur

Luas (hektar)

Tata guna lahan di Daerah Irigasi Jatiluhur didominasi sawah irigasi

tehnis, proporsi tertinggi di wilayah Kabupaten Karawang (45.36 persen) diikuti

Indramayu (32.24 persen), Bekasi (29.43 persen), Subang (29.28 persen) dan

terakhir Kota Bekasi (1.08 persen). Kondisi ini menunjukan sektor yang paling

dominan di wilayah tersebut, seperti Kota Bekasi merupakan wilayah yang terus

berkembang menjadi wilayah perkotaan, seiring dengan peranannya sebagai

Page 4: BAB II_2007tmk-3.pdf

16

wilayah penyangga Jakarta, dan berperan sebagai kota satelit dari Jakarta

(Tabel 2). Begitu juga dalam pengaturan dan penyaluran air baku PAM DKI

dilakukan di Bendung Bekasi serta penggelontoran Sungai Ciliwung guna

pemeliharan saluran.

Proporsi terbesar penggunaan lahan di Kota Bekasi didominasi ladang,

ada dua kemungkinan penyebab terjadinya pengalihan fungsi lahan menjadi

ladang, yakni dari dulunya peruntukannya untuk ladang atau konversi dari sawah

irigasi. Kemungkinan kedua yang paling banyak terjadi, dari pengamatan di

lapang alih fungsi ini sengaja dilakukan sebagai respons dari pertambahan

jumlah penduduk yang pesat serta nilai ekonomi tanah pemukiman yang lebih

tinggi dan terus meningkat. Kota Bekasi akan terus berkembang sebagai wilayah

pemukiman, dimana proporsi pemukiman mencapai 31.97 persen dan bila lahan

kering (ladang) beralih fungsi menjadi pemukiman maka sebagian besar wilayah

tersebut menjadi wilayah perkotaan.

2.3. Kondisi Perekonomian Daerah Irigasi Jatiluhur

Tingkat pertumbuhan ekonomi DI Jatiluhur sebesar 9.30 persen dengan

pertumbuhan tertinggi terjadi di Kabupaten Karawang 19.50 persen, diikuti

dengan Kabupaten Subang sebesar 13.70 persen, bahkan lebih tinggi

dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan provinsi Jawa Barat (11.20 persen).

Wilayah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi tersebut merupakan

wilayah sentra produksi pangan di Daerah Irigasi Jatiluhur atau didominasi sektor

pertanian apabila dihubungkan dengan tata guna lahan di wilayah tersebut,

sedangkan Kota Bekasi memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dibawah dari

kedua wilayah ini. Kabupaten Indramayu tingkat pertumbuhan ekonominya

terendah (5.1 persen), kabupaten ini juga merupakan sentra produksi pangan

Page 5: BAB II_2007tmk-3.pdf

17

dengan proporsi luas sawah irigasi tehnisnya di urutan ke 3 setelah ke 2 wilayah

diatas.

Tabel 3. Kondisi Perekonomian di Daerah Irigasi Jatiluhur Tahun 2000-2003

Kabupaten Tkt Pertdan Kota 2000-2003

2000 2001 2002 2003 (%/thn) (1 )

Kota Bekasi 8 875.60 10 080.20 11 032.39 11 914.29 10.30Bekasi 30 267.21 32 427.58 34 730.73 37 674.86 7.50Karawang 7 532.29 9 620.21 11 346.28 12 867.00 19.50Subang 4 002.86 4 562.85 5 226.74 5 892.97 13.70Indramayu 15 558.92 16 452.33 17 525.16 18 048.85 5.10Total 66 236.88 73 143.18 79 861.30 86 397.96 9.30Jawa Barat 174 915.26 193 296.58 214 302.25 234 450.80 11.20Sumber: BPS.(2004b)Keterangan(1) Harga berlaku

PDRB ( milyar rupiah)

Tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi tidak menggambarkan besarnya

PDRB. Kabupaten Bekasi memiliki PDRB tertinggi, tetapi tingkat

pertumbuhannya tidak tinggi, dan merupakan wilayah pada urutan ke 4 dalam

dominasi sawah irigasinya. Kabupaten Indramayu. dengan tingkat pertumbuhan

ekonomi terendah memiliki PDRB tertinggi dibanding wilayah lainnya. Begitu pula

dengan Kota Bekasi tingkat pertumbuhan berada pada urutan ketiga memiliki

PDRB lebih besar dibandingkan kedua wilayah diatas.

Tabel 4 menggambarkan jumlah penduduk di DI Jatiluhur, dimana total

penduduk 8.61 juta jiwa dan tinggal dalam 1.97 juta rumah tangga. dengan rata-

rata anggota per rumah tangga 4.64 jiwa. Tingkat pertumbuhan penduduk

tertinggi terjadi di wilayah perkotaan seperti Kota dan Kabupaten Bekasi. dimana

pada tahun 2000-2005 antara 21.70 persen dan 24.19 persen. diperkirakan

tingkat pertumbuhan pada tahun 2005-2010 sebesar 20.22 persen dan 23.48

persen. Tingkat pertumbuhan penduduk ini sangat berbeda dibandingkan dengan

tingkat pertumbuhan penduduk di Provinsi Jawa Barat, yang berkisar antara

13.00 persen dan 10.00 persen.

Page 6: BAB II_2007tmk-3.pdf

18

Tabel 4. Distribusi Penduduk di Daerah Irigasi Jatiluhur pada Tahun 2003

Penduduk (jiwa) Kabupaten/Kota Laki-laki Perempuan Total

Rumah tangga

Jumlah Anggota RT

Kota Bekasi 930 143 914 862 1 845 005 430 070 4.29

Kabupaten Bekasi 945 380 913 545 1 858 925 456 738 4.07

Karawang 971 833 910 192 1 882 025 465 847 4.04

Subang 681 128 689 877 1 371 005 383 731 3.57

Indramayu 854 386 798 760 1 653 146 435 871 3.79

Total (%)

4 382 870 (50.90)

4 227 836 (49.10)

8 610 106 (100)

2 172 257 (100)

Sumber ; BPS (2003).

Kabupaten Karawang dengan pertambahan penduduk sebesar 11,17

persen dan diprediksi pada antara tahun 2005 sampai dengan 2010 tingkat

pertambahan penduduknya lebih rendah berkisar 9.15 persen. Kabupaten

Subang dan Indramayu keduanya di atas 4.00 persen pada tahun 2000 sampai

dengan 2005, dan diperkirakan akan menurun diatas 3,00 persen antara tahun

2005-2010 (BPS 2001).

Tabel 5. Pertumbuhan Penduduk Daerah Irigasi Jatiluhur Tahun 2000-2010

Kota Tkt Jumlah Penduduk Tktdan Pertumb (ribu jiwa) Pertumb

Kabupaten 2000 2005 (%) 2010 (%)

Kota Bekasi 1 698.13 2 066.93 21.71 2 484.91 20.22Bekasi 1 701.10 2 112.70 24.20 2 610.13 23.54Karawang 1 773.47 1 971.51 11.17 2 151.84 9.15Subang 1 336.10 1 397.03 4.56 1 447.05 3.58Indramayu 1 597.51 1 663.87 4.15 1 715.00 3.07Total 8 106.31 9 212.04 13.64 10 408.93 12.99Provinsi Jabar 36 174.25 39 956.16 10.45 44 095.04 10.36Sumber : BPS (2001)

Jumlah Penduduk (ribu jiwa)

Hasil sensus tahun 2000, menunjukan dalam lima tahun terakhir telah

terjadi migrasi penduduk ke Kota dan Kabupaten Bekasi, dengan tingkat migrasi

masing-masing 22.29 persen dan 18.53 persen. Kondisi ini sangat berbeda

dengan Kabupaten Karawang dengan tingkat migrasinya 8.99 persen dan 3.23

Page 7: BAB II_2007tmk-3.pdf

19

persen untuk Kabupaten Subang dan Indramayu. Pola migrasi di DI Jatiluhur

khususnya Kota Bekasi, 36.00 persen dari penduduk yang bermigrasi merupakan

penduduk baru atau 6.77 persen dari total penduduk.

Tata guna lahan, pertumbuhan ekonomi dan pertambahan jumlah

penduduk menunjukkan bahwa Kota dan Kabupaten Bekasi merupakan wilayah

yang perkembangannya paling pesat, dari wilayah sentra produksi pangan

menjadi wilayah perkotaan. Penurunan proporsi sawah irigasi tehnis maupun

setengah tehnis, dan peningkatan jumlah penduduk yang tinggi, berarti

menurunkan kebutuhan air irigasi. Penurunan kebutuhan air irigasi bukan berarti

penurunan kebutuhan air baku untuk sektor lainnya, tetapi justru kebutuhan air

non pertanian meningkat secara tajam. Gambaran ini menunjukkan bahwa

wilayah Tarum Barat merupakan wilayah dengan persaingan antar sektor

pengguna air lebih besar dibandingkan dengan 2 wilayah lainnya, dan

dibutuhkan pengelolaan sumberdaya air yang efisien.

2.4. Status dan Perkembangan Pengelolaan Daerah Irigasi Jatiluhur

Pada tahun 1956 Ir. Djuanda sebagai Perdana Menteri terakhir Indonesia

yang mendeklarasikan tentang Proyek Serbaguna Jatiluhur. Tujuan utama

proyek tersebut meningkatkan produktivitas padi untuk menjaga ketahanan

pangan nasional. Proyek pembangunan Waduk Jatiluhur (Proyek Jatiluhur)

dimulai tahun 1957, dibagi dalam dua kegiatan, pertama membangun waduk

yang membendung Sungai Citarum dengan kapasitas 3 juta meter kubik, dengan

pembangkit tenaga listrik berkapasitas 150 MW. Kedua, membangun sistem

irigasi yang mencakup 240 ribu hektar sawah irigasi tehnis di wilayah utara

Provinsi Jawa Barat yang dihubungkan dengan sistem irigasi Walahar dan

Salamdarma, dengan dua kali panen dalam setahun. Proyek ini selesai pada

Page 8: BAB II_2007tmk-3.pdf

20

tahun 1967, waduk ini kemudian dinamakan Waduk Ir. Djuanda sedangkan

wilayah pelayanannya disebut Daerah Irigasi (DI) Jatiluhur.

Pengelola waduk Jatiluhur berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 8/1967

tanggal 24 Juli 1967 diubah menjadi Perusahaan Umum Jatiluhur. Pada tahun

1970 dengan Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1970 diubah menjadi Perum

Otorita Jatiluhur, sebagai perusahaan yang bertujuan memperoleh profit.

Pengelolaan air irigasi merupakan pengelolaan sosial bukan komersial sehingga

terjadi benturan antara tujuan perusahaan untuk mencapai profit dengan tujuan

pembangunan waduk untuk menopang ketersediaan pangan. Pengelolaan

waduk secara efisien dan efektif perlu dilakukan sehingga konflik kepentingan

tidak terjadi.

Berdasarkan alasan diatas pemerintah mengubah status Perum Otorita

Jatiluhur dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah No.35 Tahun 1980,

Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah No.13

Tahun 1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perusahaan Umum, dikeluarkan

Peraturan Pemerintah No.94 Tahun 1999 tentang tugas Perum Jasa Tirta II (PJT

II) memberikan pelayanan umum dan secara simultan mencari keuntungan

sesuai prinsip pengelolaan perusahaan.

Adapun visi PJT II mewujudkan kesejahteraan dan perusahaan

pengelolaan air dan sumberdaya air yang berkualitas tinggi dalam melayani

suplai air secara luas dan berkontribusi pada ketahanan pangan nasional.

Sedangkan misi PJT II untuk mewujudkan visi perusahaan melalui

(1) suplai air baku bagi kebutuhan air minum, pembangkit tenaga listrik,

pertanian, industri, pencucian dan lain-lain, (2) pembangkit tenaga listrik dan

suplai tenaga listrik, (3) pengembangan pariwisata dan pemanfaatan lahan,

(4) menjaga ketahanan pangan dalam artian mensuplai air pertanian dan

mengendalikan aliran untuk kelestarian lingkungan melalui informasi,

Page 9: BAB II_2007tmk-3.pdf

21

rekomendasi dan arahan, dan (5) memaksimumkan profit dan membantu

memperoleh benefit berdasarkan prinsip bisnis, serta menjamin keberlanjutan

aset pemerintah dan keberlanjutan pelayanan publik.

2.5. Sistem Operasi dan Prosedur Operasional Waduk Jatiluhur

Perkembangan sosial ekonomi kota Jakarta setelah 50 tahun DI Jatiluhur

dibangun menyebabkan perubahan permintaan air, terutama pada wilayah

Tarum Barat sebagai penyuplai air wilayah tersebut. Peningkatan permintaan air

diiringi dengan peningkatan jumlah sampah yang dihasilkan yang mencemari

lahan dan air di wilayah Tarum Barat.

Pertumbuhan ekonomi berakibat pada meningkatnya pemakaian lahan

untuk pemukiman dan air permukaan sepanjang saluran Tarum Barat. Perluasan

wilayah pemukiman yang juga disebabkan peningkatan jumlah penduduk,

berakibat pada rusaknya berbagai sarana penyaluran air, dan pengalihan air

secara berlebihan dan tidak teratur. Kegiatan ekonomi telah berakibat pada

peningkatan erosi yang menyebabkan pendangkalan saluran sehingga

menurunkan debit aliran.

Sektor pertanian dalam hal ini kelompok tani atau petani dalam

mempersiapkan input usahataninya berdasarkan pada proporsi lahan yang akan

ditanami, curah hujan dan air yang akan dialokasikan serta intensitas tanam.

Meskipun curah hujan sulit untuk diperkirakan dan hanya sekitar 80 persen air

hujan efektif yang dapat digunakan. petani sangat bergantung pada ketersediaan

air di saluran irigasi. Banyaknya air yang akan dialokasikan ditetapkan oleh

Panitia Tata Pengaturan Air (PTPA).

Perkiran curah hujan berdasarkan pada data historis 4 atau 5 tahun yang

lalu, sehingga seringkali curah hujan aktual melebihi angka perkiraan yang

berakibat pada kelebihan suplai air atau sebaliknya dibawah angka perkiraan

Page 10: BAB II_2007tmk-3.pdf

22

yang berakibat terjadinya kekurangan air. Apabila terjadi kelebihan suplai air

dapat dilakukan penyimpanan atau mengurangi jumlah yang dikeluarkan dari

waduk tetapi apabila terjadi kekurangan menyebabkan jumlah air yang disuplai

lebih besar dari yang direncanakan sehingga mempengaruhi ketersediaan air di

waduk.

Selama musim kering (bulan Mei sampai dengan September) tahun

berjalan, Organisasi Pemakai Air merencanakan areal yang akan ditanami dan

intensitas tanam, dimulai pada bulan Oktober dan akan berakhir pada bulan

September tahun berikutnya. Komisi Irigasi Tingkat Provinsi mengesahkan

rencana yang diajukan Organisasi Pemakai Air. Pemberian air berdasarkan pada

evapotranspirasi, faktor tanaman, perkolasi dan tergantung pada hujan efektif (80

persen) dan efisiensi saluran pada masing-masing wilayah Perkumpulan Petani

Pemakai Air (P3A). PPTPA pada tingkat DAS mendiskusikan rencana dan

merekomendasikan kesimpulannya pada Gubernur bersama dengan rencana

alokasi air untuk pengguna lainnya seperti PLTA, munipical dan industri

termasuk Jakarta.

Perubahan alokasi areal yang akan ditanami secara substansial akan

merubah jumlah air yang akan dialokasikan. Keputusan Gubernur Jawa Barat

tentang alokasi air tiap tengah bulanan merupakan dasar rekomendasi pada

setahun mendatang. Keputusan Gubernur tersebut diteruskan kepada PJT II

yang menanggapinya dengan membuat instruksi operasional sistem pengelolaan

sumberdaya air, yang disebut Keputusan Direktur PJT II. PJT II menyalurkan air

dari Waduk Juanda dan menyalurkan ke Bendung Curug untuk diteruskan

melalui Kanal Tarum Utara, Tarum Barat dan Tarum Timur.

Keputusan Gubernur menetapkan alokasi air selama 12 bulan menjadi

instruksi kepada PJT II untuk pengoperasian waduk, bendung dan saluran induk.

PJT II membagi wilayah kerjanya dalam 5 sub wilayah yang disebut divisi, yakni

Page 11: BAB II_2007tmk-3.pdf

23

1. Divisi I, yang dialiri oleh Saluran Induk Tarum Barat mencakup Kabupaten

dan Kota Bekasi.

2. Divisi II, yang dialiri Saluran Induk Tarum Timur mencakup Kabupaten

Subang dan Indramayu.

3. Divisi III, yang dialiri Saluran Induk Tarum Utara mencakup Kabupaten

Krawang.

4. Divisi IV, Stasiun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).

5. Divisi V, mencakup wilayah disebelah hulu Waduk Juanda.

Divisi membagi wilayahnya menjadi beberapa seksi, yang mencakup

suatu wilayah pengamatannya, tugasnya meliputi operasional bendung, pintu air

dan banyaknya air yang disalurkan. Total pintu sadap dan pembagi pada saluran

primer dan sekunder masing-masing berjumlah 15.10 ribu buah dan 895 buah.

sedangkan total pintu sebanyak 1.10 ribu buah. Operasional dan tanggung jawab

pada saluran tersier menjadi tanggung jawab dari Perkumpulan Petani Pemakai

Air (P3A). Banyaknya P3A di wilayah Tarum Barat. Timur dan Utara masing-

masing sebanyak 570.69 ribu dan 900 buah. P3A cukup menjamin efektifitas

operasional.

Sistem operasional yang dilakukan PJT II dalam menyalurkan air dari

Waduk Juanda, pengendalian ketinggian air dilakukan di Bendung Curug dan

menyalurkannya melalui pompa ke saluran induk Tarum Barat dan Tarum Timur

maupun melalui pengaturan pintu air ke Tarum Utara. Pengaturan tinggi muka air

guna penyaluran air ke Tarum Utara cukup hanya dengan pengaturan pintu air di

Bendung Walahar. Pusat operasional PJT II cepat dalam menanggapi kebutuhan

air di wilayah hilir dan mengatur sistem penyaluran air setiap hari. Data curah

hujan yang terjadi akan mempengaruhi operasional yang dilakukan, yakni

dengan mengubah jumlah air yang disalurkan ke hilir. Prosedur penyaluran yang

dilakukan PJT II dapat dilihat pada skema diatas (Gambar 1).

Page 12: BAB II_2007tmk-3.pdf

24

Gambar 1. Skema Prosedur Operasional Waduk Juanda

Air irigasi ditambah dengan curah hujan efektif dapat memenuhi

kebutuhan tanaman padi. Berdasarkan data dari PJT II, dalam satu tahun

terdapat 120 sampai dengan 130 hari hujan, dengan curah hujan 18 mm sampai

dengan 20 mm atau 2.40 ribu mm per tahun. Sebidang sawah yang menerima air

hujan, kelebihan airnya akan dialirkan ke sawah lainnya pada hari berikutnya. Air

yang diterimanya akan mencukupi kebutuhannya dalam sehari dengan asumsi

setiap harinya air yang dibutuhkan sebanyak 5 mm sampai dengan 10 mm per

hari. Berdasarkan data dari PJT II, bahwa sejak turun hujan sampai digunakan

membutuhkan waktu paling lama 3 hari, hari pertama menerima air hujan, hari

kedua mengalirkannya dan hari ketiga mengkonsumsinya.

KANTOR WADUK JUANDA DIVISI-DIVISI

PJT IIPDAM KANTOR

BENDUNG CURUG

STASIUN CURAH

TMA

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN

DIVISI OPERASI

INSTRUKSI

T M S

PUSAT OPERASI PJT II

PPTPA

KOMISI IRIGASI

GUBERNUR

SKEP

AREAL IRIGASI

Page 13: BAB II_2007tmk-3.pdf

25

Prosedur pemakaian air hujan dalam hari operasional merupakan kondisi

teraman, dalam prakteknya pemakaian air hujan pada hari operasional dengan

asumsi tidak turun hujan pada hari yang keempat. Pengoperasiannya

membutuhkan waktu pengantaran air ke wilayah permintaan, waktu yang

dibutuhkan kurang lebih setengah hari dengan debit 0.6 meter per detik, dengan

kata lain air yang disalurkan dari Bendung Curug akan diterima di wilayah

permintaan pada hari berikutnya.

2.6. Ketersediaan dan Alokasi Sumberdaya Air.

DI Jatiluhur merupakan wilayah yang menerima pelayanan dari jaringan

yang dikelola PJT II, dan sistem pengairan seperti yang terlihat pada Gambar 2.

Wilayah pelayanan DIJ berdasarkan pada tiga saluran induk yakni Tarum

Barat, Tarum Timur dan Tarum Utara. Air keluar dari Waduk Jatiluhur ke

Bendung Curug dan disalurkan ke tiga saluran induk yang ada. Saluran induk

Tarum Utara menghubungkan daerah irigasi yang dilayani Bendung Walahar

yang telah ada sebelum Waduk Jatiluhur dibangun, dan merupakan aliran sungai

Citarum. Suplai utamanya berasal dari Bendung Curug, seluruh kebutuhan

wilayah ini dipenuhi dari Waduk Jatiluhur. Saluran induk Tarum Timur

menghubungkan Bendung Curug dengan Daerah Irigasi Cipunegara, Cimalaya

dengan bendung terhilirnya Bendung Salamdarma, serta bendung-bendung

lainnya dengan kapasitas lebih kecil yang berada di wilayah ini. Saluran induk

Tarum Barat dengan bendung terhilirnya Bendung Bekasi, dibuat bersamaan

dengan Waduk Jatiluhur. Bendung Bekasi ini sebagai pemasok utama air baku

wilayah Jakarta serta mengairi daerah persawahan yang ada dan

penggelontoran sungai Ciliwung.

Page 14: BAB II_2007tmk-3.pdf

26

SKEMA SISTEM PENGAIRAN JATILUHUR

Waduk Ir. H. Djuanda Volume 2.5 Mm3

(+ 107.00 m )

Wadulk SagulingVolume 0.9 M m3

( + 64 3.00 m 3

Waduk Cirata Volume 1.9 Mm3

(+22 000 m)

Citarum

CilalanangS.Cibeet

CiherangCilamay

a

Cipunegara

S CikarangK.Bekasi Ciliwung

Q maks 800 m3/det

B.Curug

B.Barugbug

LAUT JAWA

Q maks 300 3/d t

Cijengkol Cigadung

B.Beet

B.Karang Saluran Tarum Barat

B..Kedung Gede

Saluran Tarum Timur

B.Bekasi

B. Walahar

Saluran Tarum Utara

Saluran Tarum Utara Cab Barat

Saluran Tarum Utara Cab Timur

B.Jengkol

B. Salamdarma

Q maks 1600 m3/det

Q max678 m3/det Q maks

350 m3/det

B. Gadung

Q maks 1050 m3/det

B. LebiahCiasem

C B L

Gambar 2. Skema Sistem Pengairan Jatiluhur

Page 15: BAB II_2007tmk-3.pdf

27

DI Jatiluhur dirancang sebagai sentra produksi padi untuk menopang

ketahanan pangan nasional, namun dalam perkembangannya, bertambahnya

jumlah penduduk pada masing-masing wilayah dan meluasnya wilayah

pemukiman serta meningkatnya sektor industri menyebabkan kebutuhan air non

pertanian terus meningkat dari waktu ke waktu, meskipun sektor pertanian masih

merupakan pemakai air terbesar. Sektor pengguna air yang bersumber dari

Waduk Jatiluhur ini terdiri dari sektor pertanian, industri dan perusahaan daerah

air minum (PDAM).

Apabila dilihat pada neraca penggunaan air tahunan di DI Jatiluhur (Tabel

6), total pemakaian air dibandingkan dengan air yang tersedia baik yang berasal

dari inflow sungai Citarum maupun sumber yang ada pada masing-masing

wilayah dan curah hujan yang terjadi menunjukkan proporsinya antara 43.78

persen sampai dengan 76.43 persen. Setiap tahun selalu terdapat surplus air,

yang berarti menambah stok pada Waduk Jatiluhur, baik pada tahun normal

maupun ketika El Nino terjadi yakni pada tahun 1997 dan 2003. Anomali iklim ini

menurunkan ketersediaan air yakni sekitar 7.88 milyar meter kubik (tahun 1997)

dan 7.91 milyar meter kubik (tahun 2003). Penurunan air yang tersedia ini

berakibat pada meningkatnya proporsi air yang digunakan yakni sekitar 76.43

persen dan 73.39 persen.

Sektor pertanian sebagai pengguna air terbesar yakni sebesar 92.21

persen (tahun 1994), mulai tahun 1999 sampai tahun 2004 proporsi sektor

pertanian terus menurun dari 90.76 persen menjadi 87.31 persen dari total air

yang digunakan. Komoditi utama yang memanfaatkan sumberdaya air tersebut

yakni padi, dengan luas lahan irigasi tehnis berkisar 240 ribu hektar. Pada tahun

2003, dimana merupakan tahun dengan curah hujan lebih sedikit dibanding

tahun-tahun sebelumnya memanfatkan sekitar 87.31 persen dari total air yang

digunakan.

Page 16: BAB II_2007tmk-3.pdf

28

Tabel 6. Neraca Air Daerah Irigasi Jatiluhur Tahun 1994 – 2003

TAHUN Irigasi Domestik Peternakan Industri Total Surplus/Citarum Setempat Total Perikanan Defisit

1994 7235.31 5167.38 12402.69 5418.73 331.30 72.14 54.65 5876.82 6525.87(58.34) (41.66) (92.21) (5.64) (1.23) (0.93)

1995 6544.22 5841.19 12385.41 6113.39 295.29 77.75 69.68 6556.11 5829.30(52.84) (47.16) (93.25) (4.50) (1.19) (1.06)

1996 6864.26 6062.76 12927.02 6789.63 331.27 59.48 78.46 7258.84 5668.18(53.10) (46.90) (93.54) (4.56) (0.82) (1.08)

1997 4644.24 3236.15 7880.39 5472.08 395.30 63.00 92.89 6023.27 1857.12(58.93) (41.07) (90.85) (6.56) (1.05) (1.54)

1998 6661.40 6442.58 13103.98 7151.13 447.37 47.68 101.72 7747.90 5356.08(50.83) (49.17) (92.30) (5.77) (0.62) (1.31)

1999 5587.00 4692.40 10279.40 5685.31 422.85 45.78 110.36 6264.30 4015.10(54.35) (45.65) (90.76) (6.75) (0.73) (1.76)

2000 4966.60 5505.90 10472.50 5978.27 428.03 46.20 118.54 6571.04 3901.46(47.43) (52.57) (90.98) (6.51) (0.70) (1.80)

2001 7122.27 6461.90 13584.17 6317.14 471.24 45.71 150.73 6984.82 6599.35(52.43) (47.57) (90.44) (6.75) (0.65) (2.16)

2002 5540.10 5882.00 11422.10 5781.56 522.21 47.59 156.03 6507.39 4914.71(48.50) (51.50) (88.85) (8.02) (0.73) (2.40)

2003 4294.46 3617.82 7912.28 5069.52 545.33 40.22 151.44 5806.51 2105.77(54.28) (45.72) (87.31) (9.39) (0.69) (2.61)

Sumber : Perum Jasa Tirta II (2004)Keterangan : ( ) nilai persentase

PEMAKAIAN AIR ( juta m3)KETERSEDIAAN AIR (juta m3)SUMBER AIR

Pemakai air terbesar kedua adalah PDAM. dimana PJT II melayani

beberapa PDAM yakni dari Kabupaten Indramayu, Subang, Purwakarta,

Krawang, Bekasi dan DKI Jakarta. Proporsi penggunaan air sektor ini terus

meningkat sejak tahun 1999 sampai dengan 2003 yakni 6.75 persen dan 9.39

persen.

Industri merupakan sektor pemakai air Jatiluhur, dengan total pemakaian

air paling kecil dibandingkan kedua sektor lainnya. Industri yang ada di DI

Jatiluhur sangat bervariasi jenis, skala serta kebutuhan airnya. Proporsi sektor

industri hanya sekitar 0.93 persen pada tahun 1994 dan 2.61 persen pada tahun

2003. Meskipun proporsinya kecil dalam penggunaan air tetapi limbah yang

dihasilkan oleh kegiatan sektor ini mempengaruhi kualitas air di wilayah hilirnya.

Neraca air di Daerah Irigasi Jatiluhur yang terdapat pada Tabel 6

menggambarkan surplus air selama periode 1994-2003, hal ini bertentangan

Page 17: BAB II_2007tmk-3.pdf

29

dengan kenyataan dimana terjadi kelangkaaan air irigasi di wilayah tersebut

terutama pada musim kemarau dan pada saat adanya El Nino (1997 dan 2003).

Neraca air ini dibuat berdasarkan data tahunan yang merupakan kumulatif dari

penyaluran air tengah bulanan, sehingga tidak merefleksikan variasi alokasi air

berdasarkan waktu dan musim.

Wilayah Tarum Utara merupakan wilayah yang sumber air utamanya

berasal dari Waduk Jatiluhur, pada Tabel 7 terlihat behwa terdapat surplus

setiap tahunnya, bukan berarti di wilayah tersebut tidak mengalami kelangkaan

air. Sama seperti gambaran dari neraca DIJ, neraca air per wilayah berdasarkan

layanan saluran induk yang ada merupakan kumulatif tahunan sehingga tidak

dapat mengindikasikan terjadinya surplus atau defisit air sepanjang tahun.

Tabel 7. Ketersediaan dan Pemanfaatan Air di Wilayah Tarum Utara Tahun 1994 – 2004

KETERSEDIAANPERIODE (juta m3)

CURUG IRIGASI PDAM INDUSTRI TOTAL1994 4854.61 1577.53 3.57 3.97 1585.08

(99.52) (0.23) (0.25)1995 4412.42 1854.02 3.65 4.41 1862.08

(99.57) (0.20) (0.24)1996 4620.99 1920.02 3.66 5.39 1929.07

(99.53) (0.19) (0.28)1997 2617.62 1875.11 3.62 5.85 1884.58

(99.50) (0.19) (0.31)1998 4863.85 2275.83 4.86 6.22 2286.90

(99.52) (0.21) (0.27)1999 3674.34 2058.33 5.58 54.97 2118.88

(97.14) (0.26) (2.59)2000 3539.37 1999.19 5.83 36.91 2041.94

(97.91) (0.29) (1.81)2001 4501.91 2097.22 6.11 38.96 2142.29

(97.90) (0.29) (1.82)2002 5101.56 2129.37 6.37 39.13 2174.88

(97.91) (0.29) (1.80)2003 1903.53 1712.51 6.10 32.09 1750.71

(97.82) (0.35) (1.83)2004 2684.51 1927.53 6.11 30.70 1964.34

(98.13) (0.31) (1.56)

Sumber: Perum Jasa Tirta II (2004)Keterangan : ( ) nilai persentase

PEMANFAATAN(juta m3)

Page 18: BAB II_2007tmk-3.pdf

30

Pemakai air paling dominan di wilayah ini adalah sektor pertanian, yakni

sekitar 99.52 persen (tahun 1994) dan 98.13 persen (tahun 2004) sedangkan

PDAM dan industri memanfaatkan 0.31 persen dan 1.56 persen pada tahun

2004. Sektor industri meningkat pesat sejak tahun 1999, selain disebabkan

bertambahnya industri pemakai air tetapi juga ada beberapa pengalihan

pelayanan, pengalihan pelayanan dari Tarum Barat ke Tarum Utara. Proporsi

total penggunaan air terbesar terjadi pada tahun 2003 yakni sebesar 91.97

persen dari air yang disalurkan sedangkan pada tahun-tahun normal hanya

sekitar 47 persen.

Hal ini menandakan bahwa debit sungai Citarum sebagai sumber utama

mengalami penurunan yang berarti sehingga air yang disalurkan hanya sebesar

yang dibutuhkan, sedangkan pada tahun normal kelebihan air dari sungai

Citarum dibuang melalui saluran ini.

Wilayah Tarum Timur merupakan wilayah sentra produksi padi, sehingga

sektor pertanian mendominasi pemakaian air di wilayah ini, sama dengan

wilayah Tarum Utara. Sektor domestik dan industrinya pengguna air dengan

proporsi kecil, dan peningkatan penggunaannya relatif kecil. Selain ketiga sektor

tersebut, di wilayah ini ada sektor pengguna lainnya yakni sektor agroindustri.

Sektor pertanian pada tahun 2004 memanfaatkan sekitar 51 persen dari

air yang tersedia (Tabel 8). PDAM dan industri tidak terlalu pesat

perkembangannya, pada tahun 2004 masing-masing hanya menggunakan 0.16

persen dan 0.66 persen. Sektor industri perkembangannya tidak sepesat di

Wilayah Tarum Utara. Sektor agroindustri menggunakan air sebesar 3.46 persen

(tahun 1994) dan 2.20 persen (tahun 2004). Neraca air wilayah ini menunjukkan

bahwa wilayah Tarum Timur merupakan sentra produksi pangan (khususnya

padi) dan wilayah dengan perkembangan agroindustri yang tidak terdapat di

wilayah lainnya.

Page 19: BAB II_2007tmk-3.pdf

31

Tabel 8. Ketersediaan dan Pemanfaatan Air di Wilayah Tarum Timur Tahun 1994 – 2004

PERIODESBR LAIN CURUG TOTAL IRIGASI AGROIN PDAM INDUSTRI TOTAL

1994 3068.29 1161.54 4229.83 2000.84 72.05 1.90 7.75 2082.54(72.54) (27.46) (96.08) (3.46) (0.09) (0.37)

1995 3411.27 981.86 4393.13 2153.12 76.18 1.36 9.55 2240.20(77.65) (22.35) (96.11) (3.40) (0.06) (0.43)

1996 3116.80 1133.52 4250.32 2222.76 59.33 1.29 8.91 2292.28(73.33) (26.67) (96.97) (2.59) (0.06) (0.39)

1997 1856.45 1126.82 2983.27 2728.75 62.31 1.36 12.07 2804.48(62.23) (37.77) (97.30) (2.22) (0.05) (0.43)

1998 3842.41 1122.53 4964.94 2575.66 47.53 1.44 12.23 2636.86(77.39) (22.61) (97.68) (1.80) (0.05) (0.46)

1999 2823.45 1071.28 3894.73 2098.99 45.17 0.97 10.16 2155.29(72.49) (27.51) (97.39) (2.10) (0.05) (0.47)

2000 3515.97 1194.72 4710.69 2373.60 45.79 1.04 10.94 2431.37(74.64) (25.36) (97.62) (1.88) (0.04) (0.45)

2001 4392.08 1315.93 5708.01 2626.12 45.03 1.38 11.21 2683.74(76.95) (23.05) (97.85) (1.68) (0.05) (0.42)

2002 3529.96 1397.25 4927.21 2103.03 47.59 2.32 14.14 2167.09(71.64) (28.36) (97.04) (2.20) (0.11) (0.65)

2003 2032.90 1284.27 3317.17 2063.07 46.00 3.76 15.70 2128.53(61.28) (38.72) (96.92) (2.16) (0.18) (0.74)

2004 3211.76 1306.02 4517.78 2311.93 52.36 3.89 15.70 2383.88(71.09) (28.91) (96.98) (2.20) (0.16) (0.66)

Sumber : Perum Jasa Tirta II (2004)Keterangan : ( ) nilai persentase

(juta m3)KETERSEDIAAN PEMANFAATAN

(juta m3)

Wilayah yang paling cepat perkembangannya sektor non pertaniannya

adalah wilayah Tarum Barat, wilayah ini berbatasan langsung dengan Jakarta

dan merupakan pemasok air baku untuk PAM DKI. Konversi lahan pertanian

menjadi lahan pemukiman juga meningkat pesat, meskipun sampai saat ini

sektor pertanian masih mendominasi pemakaian air sebesar 79.80 persen pada

tahun 2004 (Tabel 9). Sektor domestik (khususnya PAM DKI) merupakan

pengguna air terbesar kedua yakni sebesar 16.82 persen sedangkan PDAM

lainnya hanya sebesar 1.17 persen. Sektor industri menggunakan air sebesar

2.21 persen dari total air yang digunakan pada tahun 2004.

Proporsi penggunaan air sektor pertanian menurun dari tahun ke tahun,

seiring dengan peningkatan penggunaan dari PAM DKI, industri dan PDAM

lainnya. Perkembangan yang pesat dari kedua sektor non pertanian merupakan

gambaran pertumbuhan penduduk dan perkembangan sektor industri di wilayah

Page 20: BAB II_2007tmk-3.pdf

32

ini, juga meningkatnya wilayah perkotaan. Peningkatan wilayah perkotaan terjadi

dengan mengkonversi lahan pertanian menjadi pemukiman. yang berakibat pada

menurunnya penggunaan air sektor pertanian.

Tabel 9. Ketersediaan dan Pemanfaatan Air di Wilayah Tarum Barat Tahun 1994 – 2004

PERIODESBR LAIN CURUG TOTAL PERTANIAN INDUSTRI PDAM PAM DKI TOTAL

1994 2041.41 1106.35 3147.76 1840.85 9.65 3.30 322.01 2175.81 (64.85) (35.15) (84.61) (0.44) (0.15) (14.80)

1995 2401.44 1079.29 3480.72 2106.24 14.09 4.99 284.60 2409.92(68.99) (31.01) (87.40) (0.58) (0.21) (11.81)

1996 3106.06 1108.25 4214.31 2669.88 19.66 5.66 320.22 3015.42(73.70) (26.30) (88.54) (0.65) (0.19) (10.62)

1997 1505.29 1031.94 2537.23 2010.69 33.05 8.34 378.32 2430.41(59.33) (40.67) (82.73) (1.36) (0.34) (15.57)

1998 2714.69 1063.29 3777.97 2274.13 37.88 9.26 431.97 2753.25(71.86) (28.14) (82.60) (1.38) (0.34) (15.69)

1999 1778.62 1004.50 2783.12 2032.41 26.28 15.03 400.42 2474.13(63.91) (36.09) (82.15) (1.06) (0.61) (16.18)

2000 1989.36 1291.85 3281.21 2204.11 29.19 16.43 403.96 2653.68(60.63) (39.37) (83.06) (1.10) (0.62) (15.22)

2001 2069.82 1294.45 3364.27 1707.16 32.53 19.64 415.02 2174.35(61.52) (38.48) (78.51) (1.50) (0.90) (19.09)

2002 2352.06 1400.01 3752.07 2275.00 45.63 23.51 417.64 2761.78(62.69) (37.31) (82.37) (1.65) (0.85) (15.12)

2003 1584.97 1345.44 2930.41 2030.92 55.15 29.76 437.90 2553.72(54.09) (45.91) (79.53) (2.16) (1.17) (17.15)

2004 2250.54 1397.17 3647.71 2183.90 60.49 31.97 460.41 2736.78(61.70) (38.30) (79.80) (2.21) (1.17) (16.82)

Sumber: Perum Jasa Tirta II (2004)Keterangan : ( ) nilai persentase

(juta m3)PEMANFAATANKETERSEDIAAN

(juta m3)

Wilayah Tarum Barat sebagai wilayah penyangga DKI Jakarta,

merupakan wilayah dengan pertumbuhan non pertanian lebih pesat dari kedua

wilayah lainnya di DIJ. Perkembangan pemakaian air sektor non pertanian

seiring dengan pengalihan lahan dari areal pertanian ke pemukiman dan industri,

konversi lahan akan menggeser fungsi utama wilayah ini, bukan lagi sebagai

sentra produksi pangan tetapi sebagai wilayah perkotaan dan industri. Peralihan

dari fungsi wilayah ini, diduga akan meyebabkan persaingan antar sektor

pengguna air di wilayah tersebut.

Page 21: BAB II_2007tmk-3.pdf

33

2.7. Institusi Terkait dalam Pengelolaan DAS Citarum

DI Jatiluhur sebagai bagian dari DAS Citarum, dalam pengelolaannya

akan sangat terkait dengan pengelolaan DAS Citarum, termasuk institusi yang

terkait. Berbagai institusi yang terlibat dalam pengelolaan sumberdaya air di DAS

Citarum, diantaranya: (1) Departemen Kehutanan, (2) Departemen

Pertambangan dan Energi, (3) Kementerian Lingkungan Hidup, (4) Departemen

Dalam Negeri, (5) Departemen Pekerjaan Umum, (6) Departemen Pertanian,

(7) Departemen Perdagangan dan sebagainya. Berbagai institusi dalam

pembangunan dan rehabilitasi infrastruktur, seperti (1) Perum Jasa Tirta II, (2)

PIPWS Citarum, (3) Proyek Andalan Irigasi Jawa Barat, (4) Dinas/Sub Dinas

Pengairan Kabupaten, (5) PT PLN Persero, (6) Balai Pengelolaan

Sumberdaya Air Wilayah Sungai, (7) Dinas Pengelolan SDA Provinsi Jawa Barat,

(8) Bapedalda, dan (9) Bapeda Provinsi.

Situasi tersebut menyebabkan tugas dan tanggung jawab atau mandat

yang diberikan pada lembaga atau institusi seperti PJT II sebagai operator DAS

Citarum menjadi sulit dan tidak jelas, dimana setiap institusi atau lembaga

memiliki rencana dan program pengelolaan sumberdaya air.

Di wilayah Citarum Hulu, terdapat berbagai program antara lain : Program

Pengendalian Banjir dan Kekeringan, Program Pembangunan Bendungan kecil

di Sungai Cikapundung, Program Pembagian Aliran dari Cibutarua ke Cisangkuy,

Proyek Pengembangan Penanaman Wilayah Hulu di Citarik. Semua rencana dan

program diatas seharusnya dapat dikoordinasikan dalam Rencana Induk

Pengelolan Sumberdaya Air Terpadu Citarum (Master Plan of Integrated Citarum

Water Resources Management). Ringkasan tugas dan tanggung jawab beberapa

lembaga yang terkait dalam pengelolaan sumberdaya air di Citarum dapat dilihat

dengan jelas pada Tabel 10.

Page 22: BAB II_2007tmk-3.pdf

34

Tabel 10. Tanggung Jawab Institusi Pengelola Daerah Aliran Sungai Citarum Tahun 2006

Deskripsi Wil Tang- kapan Air

Kuali-tas Air

Kuanti- tas Air

Lingkung- an Sungai

Banjir dan Kekeringan

Infras- truktur

Pusat dan Lokal √ √ √ √ √ ⎯

Dep. Pertamben √ ⎯ √ √ √ √

Dep. Kehutanan √ ⎯ √ ⎯ √ ⎯

Dep. Pertanian √ ⎯ √ ⎯ √ √

Dep. PU √ √ √ √ √ √

Kementrian LH ⎯ √ √ √ √ ⎯

Dep Perhub. ⎯ ⎯ √ ⎯ ⎯ ⎯

Dep.Industri ⎯ √ √ √ ⎯ ⎯

Dep. Kesehatan ⎯ √ √ √ ⎯ ⎯

Bapedalda ⎯ √ √ √ √ ⎯ Bappeda √ √ √ √ √ ⎯

Sumber : Direktorat SDA Departemen PU (2006) Keterangan : √ : Ya . ⎯ : Tidak

Tabel 11 menggambarkan institusi dan lembaga yang melakukan

perencanaan, operasional, pemeliharaan, rehabilitasi dan pembangunan di DAS

Citarum. Tanggung jawab satu dengan lainnya menjadi tumpang tindih sehingga

wilayah kerja masing-masing institusi tidak jelas. Sebagai contoh dalam

mengevaluasi kualitas air, PJT II sebagai “operator” fasilitas pengelolaan

berdasarkan pada Peraturan Gubernur No.94 tahun 1999 hanya diijinkan

mengambil contoh dan menganalisis sumberdaya air di badan sungai

(instream), dan tidak berhak terhadap sumberdaya air di daratan (off-stream),

meskipun banyak polutan dan limbah terjadi dan berasal dari wilayah tersebut.

Koordinasi pengelolaan sumberdaya air melalui batasan kuantitas air ada

pada Panitia Provinsi Tata Pengaturan Air (PPTPA) yang dibentuk oleh Gubernur

Provinsi Jawa Barat dalam Keputusan Gubernur Jawa Barat

No:614.05/S.K.835.HUK/97, berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

No. 67/PRT/1993 tentang PPTPA dan Panitia Tata Pengaturan Air (PTPA).

PPTPA diketuai oleh Kepala Kantor Koordinasi Wilayah Purwakarata, Wakil

Page 23: BAB II_2007tmk-3.pdf

35

Presiden Direktur PJT II, sedangkan sebagai Sekretaris Panitia adalah Direktur

Opersional PJT II, dan sebagai anggota panitia semua stakeholder yang terlibat

dalam pengelolaan sumberdaya air di DAS Citarum.

Tabel 11. Institusi-institusi Terkait dalam Pengelolaan DAS Citarum Tahun 2006

No Institusi/Lembaga Opera-sional

Pemeli- haraan

Rehabi-litasi

Pengem-bangan

Peman-tauan

Peren-canaan

1. Proyek Pengembangan DAS Citarum

⎯ ⎯ √ √ ⎯ √

2. Proyek Andalan Irrigation Jawa Barat ⎯ √

3. Perum Jasa Tirta II √ √ ⎯ ⎯ √ ⎯ 4. Dinas Pengairan

Kabupaten ⎯

5. Balai Pengelolaan Wilayah Sungai Citarum

6. Dinas Pengelolaan SDA Prov. Jawa Barat

⎯ √

√ √

7. Bapedalda ⎯ ⎯ ⎯ ⎯ √ ⎯ 8. Bappeda Provinsi

Jawa Barat ⎯

9. PT. PLN (Persero) √ √ √ √ √ √ 10 Perhutani ⎯ ⎯ √ √ √ ⎯ 11 PNP ⎯ ⎯ ⎯ √ √ ⎯

Sumber : Direktorat SDA Departemen PU (2006) Keterangan : √ : Ya . ⎯ : Tidak

Panitia menyiapkan program suplai air tahunan untuk berbagai

penggunaan di wilayah hilir Citarum serta menyiapkan dan menetapkan

operasioal terpadu waduk yang ada di Citarum dengan asumsi kondisi hidrolis.

Koordinasi antar institusi ataupun lembaga yang terlibat dalam pengelolan

DAS Citarum tidak dilakukan dengan baik sehingga berbagai program menjadi

tumpang tindih serta tanggung jawab setiap institusi menjadi tidak jelas.

Akibatnya ketika terjadi bencana yang disebabkan pengelolaan yang tidak

terkoordinasi, akan sulit mencari penyebab dab penanggung jawabnya.

Page 24: BAB II_2007tmk-3.pdf

36

2.7.1. Pengelolaan Daerah Tangkapan Air

Guna menjaga kelestarian daerah tangkapan air. pemerintah daerah

merencanakan program koordinasi antar institusi yang terlibat antara lain.

Pemerintah Daerah Kabupaten, Perum Perhutani, PN Perkebunan, Bapedalda,

Tokoh Masyarakat dan PJT II. Program telah menetapkan Arboretum di Wayang

Windu, Air terjun Citarum di Gunung Wayang, Desa Kertasari, Kecamatan

Taruma Jaya, Kabupaten Bandung. Arboretum merupakan percontohan

penghutanan kembali lahan yang telah dijadikan perkebunan secara tidak sah

oleh rakyat setempat. PJT II menyumbang 15.50 ribu pohon yang ditanam

langsung di Wayang Windu, dan memagari sekeliling areal.

Program resettlement Kampung Pasir Peundey, Desa Mekar Jaya,

Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung, di Cisangkuy bagian hulu sungai

Citarum, pada akhir program PJT II menyumbang 6.72 ribu bibit pohon.

Rencana ini diusulkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Warga Peduli

Lingkungan dibawah kordinasi BPLHD Provinsi Jawa Barat.

Seiring dengan program diatas Dirjen Bangda, Departemen Dalam Negeri

mengusulkan Proyek Penanaman dan Pengembangan Tanah Wilayah Hulu di

Citarik (Sub DAS Citarum) dengan pendanaan bersama pemerintah Jepang.

Areal yang menjadi target proyek adalah lahan pribadi atau masyarakat yang

berbatasan dengan areal hutan, proyek ini diperluas ke Sub DAS Cikeruh dan

Cirasea.

2.7.2. Pengelolaan Kualitas Air

Institusi kunci dalam pengelolaan kualitas air yakni jasa lingkungan dan

BAPPEDALDA pemerintah daerah setempat. Institusi ini memonitor kualitas air di

sungai dan drainase, dan bertanggung jawab dalam memelihara kualitas air yang

baik.

Page 25: BAB II_2007tmk-3.pdf

37

PJT II mengimplementasikan Program Air Bersih di Sungai Citarum dan

Bekasi sebagai aktivitas pengelolaan kualitas air, PJT II telah memonitor kualitas

air pada 70 stasiun sepanjang kedua sungai tersebut dan menganalisa sampel di

laboratorium sebulan sekali. Parameter hasil analisa dilaporkan ke institusi terkait

di Provinsi Jawa Barat, lembaga lingkungan hidup provinsi dan kabupaten

menindak lanjuti hasil laporan tersebut. Telah terjadi beberapa kasus, dimana

pemantauan dan laporan tidak tepat waktu sehingga tindak lanjutnya kurang

tepat.

2.7.3. Pengendalian Banjir dan Kekeringan.

Kegiatan pengendalian banjir dikoordinasi oleh Satkorlak tingkat

kecamatan sedangkan pegawai pemerintah dan staf PJT II merupakan anggota

unit tersebut. Kegiatannya meliputi persiapan antisipasi bencana banjir,

penyelamatan dan pemulihan. PJT II memfasilitasi dengan bahan dan fasilitas

yang ada di sistem jaringan Jatiluhur untuk mencegah banjir.

Dalam pengoperasian waduk-waduk di Citarum secara terpadu, PJT II

telah menyiapkan dan menetapkan aturan pelaksanaan harian untuk mengatasi

banjir dan kekeringan. PJT II memberi peringatan dini bila terjadi banjir ke

wilayah bencana, dan tim pengendali banjir untuk mencegah banjir di wilayah

hilir. Analisa pengoperasian waduk dengan berbagai kombinasi kesalahan atau

kejadian luar biasa yang mungkin terjadi pada ketiga waduk di sungai Citarum.

PJT II juga menetapkan dan merancang air yang tersedia selama

kemarau melalui pengenalan cara pemberian air gilir-giring pada saluran

sekunder sistem irigasi. Selanjutnya koordinasi dengan BBPT dan agensi lain

yang berkompeten dalam mempersiapkan dan melakukan pembibitan untuk

melakukan hujan buatan pada beberapa wilayah tertentu.

Page 26: BAB II_2007tmk-3.pdf

38

2.7.4. Pengelolaan Infrastruktur

Tugas dan tanggung jawab PJT II meliputi operasional dan pemeliharaan

infrastruktur sampai ke saluran sekunder sistem irigasi yang ada. PJT II tidak

berwenang memperbaiki infrastuktur karena merupakan aset pemerintah pusat,

semua biaya operasonal dan pemeliharaan dikeluarkan dari anggaran PJT II.

Pembangunan dan rehabilitasi infrastuktur sumberdaya air telah

dilakukan oleh Proyek Pengembangan DAS Citarum, dibawah pengendalian

Direktorat Jenderal Sumberdaya Air, Departemen Pekerjaan Umum. Proyek

bertanggung jawab atas konservasi air, perbaikan sungai dan provisi air baku.

Sedangkan rehabilitasi dan perbaikan saluran sekunder telah dimplementasikan

melalui Proyek Andalan Irigasi Jawa Barat, dan anggarannya berasal dari

Provinsi Jawa Barat.

Banyaknya lembaga atau institusi yang terlibat dalam pengelolaan suatu

DAS menimbulkan berbagai masalah yang diakibatkan oleh tidak adanya

koordinasi serta menyebabkan ketidak jelasan tanggung jawab apabila terjadi

suatu resiko. Selain itu, banyaknya institusi atau lembaga yang terlibat

menyebabkan tingginya biaya pengelolaan serta sulitnya mengevaluasi

pelaksanaan program tersebut. Pengelolaan suatu DAS sebaiknya dilakukan

secara terpadu mulai dari hulu sampai ke hilir karena DAS merupakan suatu

kesatuan dimana kegiatan ataupun program yang diberlakukan pada wilayah

hulu akan mempengaruhi kondisi sumberdaya air di wilayah hilir.