bab 3 landasan teori 3.1 metode pengendalian mututhesis.binus.ac.id/doc/bab3/2007-3-00490-tisi bab...
TRANSCRIPT
20
BAB 3
LANDASAN TEORI
3.1 Metode Pengendalian Mutu
Agar lebih memahami teori-teori yang terdapat dalam konteks Quality
Control, berikut adalah penjelasan mengenai Quality Control ditinjau dari sudut
pandang Teknik Industri.
3.1.1 Definisi Mutu
Banyak orang memiliki pengertian konseptual tentang kualitas, yaitu
dimana kualitas merupakan satu atau lebih karakteristik yang harus dimiliki oleh
produk dan jasa. Kualitas telah menjadi salah satu faktor penting untuk pelanggan
dalam menentukan antara produk dan jasa. Memiliki pengertian dan kemampuan
dalam perbaikan kualitas akan menjadi kunci utama yang dapat membuat suatu
bisnis berkembang, menjadi sukses, dan memperbaiki keunggulan bersaing.
(Montgomery, 2001, p2).
Terdapat banyak definisi dan pengertian tentang kualitas, sementara
definisi dan pengertian tersebut memiliki persamaan yang serupa antara satu
sama lain. Gerald (1995, p16-p22) di dalam bukunya menyebutkan beberapa
pengertian kualitas dari ahli-ahli di bidang mutu. W. Edwards Deming
mengatakan bahwa, kualitas dimulai dari tingkat atas struktur organisasi
dan melewati semua tingkat di struktur tersebut sampai ke lantai produksi.
Sementara Phillip Crosby menyebutkan bahwa, kualitas yang konsisten akan
21
dicapai apabila pihak manajemen menghormati hak konsumen seperti mereka
menghormati hak pemilik, bank, dan pemegang saham.
Menurut Feigenbaum (1991, p7), kualitas bukan merupakan keinginan
teknisi atau operator, bukan keinginan pihak marketing ataupun pihak perusahaan
secara umum, namun merupakan keinginan dari konsumen. Keinginan berdasarkan
pengalaman yang diperoleh pelanggan dari penggunaan produk atau jasa tersebut.
3.1.2 Pengendalian Mutu
Menurut Feigenbaum (1991, p10) control dalam istilah industri dapat
diartikan sebagai suatu proses untuk mendelegasikan tanggung jawab dan
kekuasan untuk suatu aktivitas manajemen, sementara tetap menjaga hasil yang
memuaskan. Pengendalian mutu adalah prosedur untuk mencapai tujuan mutu
industri.
Ada 4 langkah umum dalam menjaga control, yaitu:
1. Setting Standars, menetapkan standar dengan menentukan kualitas
biaya, kinerja, safety (keselamatan), dan reliability untuk produk.
2. Appraising Conformance, membandingkan penerimaan dari produk
yang dimanufaktur atau jasa yang ditawarkan dengan standar yang
telah ditetapkan.
3. Acting when necessary, memperbaiki masalah dan penyebab di dalam
marketing, desain, engineering, produksi, dan maintenance yang
dapat mempengaruhi kepuasan pengguna.
4. Planning for improvements, mengembangkan usaha yang terus
menerus untuk memperbaiki standar biaya, kinerja, safety
(keselamatan), dan reliability.
22
3.1.3 Jenis-Jenis Alat Bantu
Dalam melakukan perhitungan statistik, terdapat beberapa alat bantu yang
dapat memudahkan analisa. Alat bantu tersebut dapat berupa diagram atau gambar
yang dapat mempermudah seseorang dalam melihat hasil perhitungan, dan juga
dapat menunjukkan pattern yang terjadi. Menurut Smith (1995, p5) beberapa alat
bantu tersebut adalah sebagai berikut:
1. Flow Chart: membuat diagram proses dari awal sampai akhir dimana
setiap langkah dari proses akan ditandai.
2. Pareto Chart: jumlah dari terjadinya suatu masalah yang spesifik akan
dimasukkan ke dalam suatu bar chart. Bar yang paling tinggi akan
mengindikasikan masalah utama. Hal tersebut akan diguanakn untuk
menentukan prioritas pemecahan masalah.
3. Check Sheet: lembaran yang digunakan untuk pengumpulan data yang
mengkategorikan masalah atau cacat. Informasi dari check sheet dapat
digambarkan dalam Pareto chart atau apabila terdapat analisa waktu
dapat digunakan untuk menganalisa trend yang terjadi.
4. Cause-and-effect Diagram: suatu masalah (akibat) akan dilacak secara
sistematik sampai penyebab masalah tersebut. Diagram tersebut akan
mengatur pencarian terhadap akar dari penyebab masalah yang terjadi.
5. Histogram: grafik bar yang menunjukkan perbandingan frekuensi dari
suatu pengukuran spesifik. Bentuk dari histogram dapat
mengindikasikan bahwa suatu masalah terjadi pada titik yang spesifik
dalam suatu proses.
23
6. Control Chart: grafik yang menggambarkan bagaimana suatu proses
atau suatu titik dalam proses berlaku. Sampel akan diambil secara
periodik, kemudian diperiksa, atau diukur dan kemudian hasilnya akan
digambarkan pada chart. Chart tersebut dapat menunjukkan bagaimana
suatu ukuran berubah, bagaimana variasi dalam pengukuran berubah,
atau bagaimana proporsi dari bagian yang cacat berubah.
7. Scatterplot: pengukuran dalam bentuk pasangan akan digambarkan
pada sistem koordinat dua-dimensi untuk menentukan apabila terdapat
suatu hubungan antara pengukuran tersebut.
3.1.3.1 Diagram Pareto
Diagram Pareto digunakan sebagai cara untuk membantu pemecahan
masalah, atau untuk menampilkan hubungan kepentingan dari suatu masalah
atau kondisi. Hasil dari diagram tersebut akan digunakan sebagai landasan
awal untuk memilih penyelesaian masalah, memonitor keberhasilan, atau
mengidentifikasi sebab dari suatu masalah.
Langkah-langkah yang digunakan dalam membuat suatu diagram
Pareto adalah:
1. Mengidentifikasi jenis ketidak-sesuaian (nonconformance).
2. Menentukan freukuensi untuk setiap kategori yang ada.
3. Mendaftarkan nonconformity yang terjadi secara menurun
menurut frekuensi yang telah ditetapkan.
4. Menghitung persentase frekuensi untuk setiap kategori dan
persentase kumulatif dari kategori tersebut.
5. Menentukan skala untuk diagram Pareto.
24
6. Menggambarkan frekuensi bar Pareto dan persentase kumulatif
dari frekuensi.
Apabila diagram Pareto digambarkan dengan langkah-langkah diatas,
maka diagram tersebut akan menunjukkan nonconformity atau ketidak-
sesuaian yang paling sering terjadi, namun bukan nonconformity yang paling
penting (Grant dan Leavenworth, 1996, p328)
Pareto Diagram
91
5132 25
12 10 8
41
33,7
52,5
64,4
73,778,1
81,8 84,8
100
0
50
100
150
200
250
G E F B A D C O
Types of Defects
Defe
ct F
requ
ency
0
20
40
60
80
100
Freq
uenc
y Pr
ecen
tage
Gambar 3.1 Contoh Pareto Diagram Sumber: Grant dan Leavenworth (1996)
3.1.3.2 Diagram Sebab-Akibat
Diagram ini dikembangkan oleh Jepang, dan digunakan untuk
menentukan sebab-akibat suatu permasalahan. Dalam conteks Quality
Control setelah suatu jenis cacat di isolasi untuk dipelajari, hal selanjutnya
adalah menganalisa penyebab kecacatan tersebut. Dengan menggunakan
Cause and Effect Diagram, suatu struktur formal dapat dibentuk untuk
mensortir penyebab dan menggabungkannya menjadi hubungan yang mutual.
Diagram cause and effect atau sebab-akibat dapat digambarkan
dengan bentuk tulang ikan (fishbone). Dalam menggambar cause and effect
25
(fishbone) diagram ada beberapa kategori umum di dalam lingkungan
manufaktur yaitu pengelompokkan 5 M dan E, antara lain:
1. Machines (mesin-mesin) dan peralatan: berkaitan dengan tidak
ada sistem perawatan preventif terhadap mesin-mesin produksi,
termasuk fasilitas dan peralatan lain, tidak sesuai dengan
spesifikasi tugas, tidak dikalibrasi, terlalu complicated, terlalu
panas, dll.
2. Methods (metode kerja): berkaitan dengan tidak ada prosedur dan
metode kerja yang benar, tidak jelas, tidak diketahui, tidak
terstandarisasi, tidak cocok, dll.
3. Materials (bahan baku dan bahan penolong): berkaitan dengan
ketiadaan spesifikasi kualitas dari bahan baku dan bahan penolong
yang digunakan, ketidaksesuaian dengan spesifikasi kualitas
bahan baku dan bahan penolong yang ditetapkan, ketiadaan
penanganan yang efektif terhadap bahan baku dan bahan
penolong itu, dll.
4. Men/Women (tenaga kerja); berkaitan dengan kekurangan dalam
pengetahuan (tidak terlatih, tidak berpengalaman), kekurangan
dalam ketrampilan dasar yang berkaitan dengan mental dan fisik,
kelelahan, stress, ketidakpedulian, dll.
5. Measurement (pengukuran): berhubungan dengan pengukuran
yang dilakukan, apakah sesuai dengan spesifikasi yang berlaku,
apakah alat pengukur masih dalam kondisi yang baik, dll.
26
6. Environment (lingkungan): tidak hanya berhubungan dengan
lingkungan dimana produk di manufaktur, namun juga
berhubungan dengan dimana produk tersebut akan digunakan
(Grant dan Leavenworth, 1996, p329).
Gambar 3.2 Contoh Fishbone Diagram Sumber: Grant dan Leavenworth (1996)
3.2 Statistical Process Control
Menurut Smith (1995, p1) statistical process control (SPC) adalah sebuah
kumpulan dari metode produksi dan konsep manajemen, dan aktivitas yang dapat
digunakan dalam suatu perusahaan. SPC melibatkan penggunaan statistika untuk
meningkatkan kinerja dan untuk menjaga kontrol dari produksi pada level kualitas yang
tinggi.
Metode SPC akan membawa penggunanya pada suatu sistem pencegahan, dimana
sistem tersebut akan menggantikan posisi sistem deteksi yang ada sebelumnya. Sinyal
statistika akan digunakan untuk meningkatkan proses secara sistematik sehingga
27
produksi dari material yang dibawah standar akan dicegah. Gambar model deteksi dapat
dilihat pada Gambar 3.3, dan model pencegahan dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Gambar 3.3 Model Deteksi Sumber: Smith (1995)
Gambar 3.4 Model Pencegahan
Sumber: Smith (1995)
3.2.1 Tujuan Statistical Process Control
Berikut adalah tujuan utama dari SPC:
Mengurangi biaya produksi, yaitu dengan cara ”make it right the first
time” (membuatnya dengan benar pertama kali). Cara tersebut dapat
mengeliminasi biaya yang berhubungan dengan pembuatan,
28
pencarian, dan perbaikan atau scrapping produk-produk yang
dibawah standar.
Menjaga konsistensi dari produk dan jasa yang akan memenuhi
spesifikasi produksi dan keingingan pelanggan. Mengurangi variasi
dari produk sampai ke level dimana produk tersebut diterima dalam
batas spesifikasi agar output dari proses akansama dengan kualitas
desain yang diinginkan. Konsistensi ini akan membawa perusahaan
pada proses yang dapat diperkirakan, yang akan
menguntungkanperusahan dengan membantu pihak manajemen dalam
menemukan target kuantitas.
Menciptakan kesempatan untuk semua anggota perusahaan, untuk
memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas.
Membantu manajemen dan pekerja produksi dalam membuat
keputusan yang ekonomis mengenai tindakan yang dapat
mempengaruhi proses. (Smith, 1995, p4).
3.2.2 Peta Kendali (Control Chart)
Berdasarkan Smith (1995, p65) control chart atau peta kendali adalah alat
yang digunakan untuk statistical process control. Penggunaan control chart dapat
memberikan informasi yang lebih banyak mengenai suatu proses daripada seorang
pekerja produksi yang memiliki pengalaman bertahun-tahun.
Grant dan Leavenworth (1996, p6) mengatakan bahwa variasi atau cacat
seperti assignable cause variation atau spesial cause variation dapat dideteksi
dengan menggunakan peta kendali dan penyebab dari variasi tersebut dapat
dieliminasi dengan menggunakan analisa dan tindakan perbaikan.
29
3.2.3 Jenis Peta Kendali
Terdapat dua jenis peta kendali, yaitu variabel dan atribut. Peta kendali
variabel menggunakan pengukuran yang sebenarnya untuk dapat digambarkan
pada peta. Tipe-tipe dari peta kendali variabel adalah sebagai berikut:
1. Peta kendali average and range ( x dan R): peta x-bar dan R terdiri
dari dua chart yang terpisah pada satu halaman yang sama. Grafik
pertama akan melacak sample mean atau x-bar dan grafik yang kedua
akan melacak sample range, R.
2. Peta kendali median and range ( x~ dan R): peta mean dan range mirip
seperti peta x-bar dan R, namun bukan mean-nya yang dicari namun
median dari sampel yang dihitung dan di plot pada peta.
3. Peta kendali average and standard deviation ( x dan s): peta x dan s
akan melacak x-bar pada salah satu sisi peta dan standar deviasi dari
sampel pada sisi yang lainnya.
4. Peta kendali individual and moving range (x dan MR): peta ini akan
menggambarkan pengukuran individu secara berturut-turut (x) pada
satu peta dan variasi satu per satu (MR) pada peta yang lainnya.
Peta kontrol atribut menggunakan informasi lulus atau gagal untuk
penggambarannya. Suatu part akan lolos inspeksi apabila sesuai dengan standar,
part yang tidak sesuai akan gagal inspeksi. Tipe-tipe dari peta kendali atribut
adalah sebagai berikut:
1. Peta p: peta p adalah suatu peta yang melacak persentase dari part
atau benda yang tidak sesuai dengan standar pada setiap sampel.
30
Ukuran sampel biasa berada diatas 100 sampel, dan isi dari sampel
tersebut memiliki jumlah yang berbeda-beda.
2. Peta np: peta np akan menggambarkan jumlah part atau item yang
tidak sesuai dengan standar pada setiap sampel. Namun tidak seperti p
chart, jumlah sampel harus memiliki nilai yang sama.
3. Peta c: peta c menggambarkan total ketidak-sesuaian yang dapat
ditemukan pada setiap part atau unit yang di inspeksi.
4. Peta u: pada peta u sampel akan dikumpulkan dan total ketidak-
sesuaian di dalam sampel akan ditentukan. Peta u melacak rata-rata
jumlah ketidak-sesuaian per unit.
Peta kendali variabel memiliki fungsi yang lebih daripada peta kendali
atribut, namun peta kendali atribut lebih berfungsi pada situasi seperti melacak
cacat pada pengecatan atau pada kehalusan permukaan (Smith, 1996, p65-67).
3.2.4 Prosedur Pembuatan Peta Kendali x dan R
Menurut (Smith, 1996, p123-127) prosedur pembuatan Peta Kendali x dan
R dijabarkan sebagai berikut:
1. Pemilihan proses yang akan diukur
Pilihlah proses yang kritis untuk dilakukan pengukuran.
2. Penurunan Variasi
Hilangkan sumber variasi yang jelas sebelum membuat peta.
Pembuatan peta seharunya dikonsentrasikan pada masalah yang tidak
mudah untuk diketahui.
31
3. Periksa Alat Pengukur
Pastikan alat-alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran bekerja
dengan baik dan variasi dari alat pengukuran seminimum mungkin dan
dapat diterima. Variasi yang muncul pada grafik harus dapat
menggambarkan variasi dari proses. Variasi dari alat pengukuran yang
berlebihan dapat membuat interpretasi dari proses lebih sulit dan
kadang-kadang tidak mungkin.
4. Membuat sample plan
Merencanakan sebuah sample plan terdiri dari dua bagian. Pertama
memilih jumlah sampel. Sampel lebih besar dari 6 atau 7 dapat
mengarah pada pengukuran yang lebih dapat diandalkan namun akan
memakan biaya yang lebih besar. Faktor waktu juga akan menjadi
perhitungan apabila mengambil sampel dalam jumlah yang besar.
5. Mempersiapkan peta kendali dan cacatan proses
Tentukan skala untuk peta kendali x dan untuk peta kendali R. Ketika
menentukan skala, hindari penentuan skala terlalu besar atau terlalu
kecil. Simpan sebuah catatan proses selama melakukan pengendalian.
Ketika masalah terjadi catatan proses akan sangat bermanfaat bagi
operator atau tim pengedali proses ketika mereka mencoba mengisolasi
dan mengeliminasi permasalahan.
6. Siapkan tally histogram
Siapkan tally histogram dengan menggunakan batas-batas spesifikasi
untuk menenetukan skala pengukuran. Arahkan ke sekitar 10 group,
tergantung dari jumlah unit yang berada dalam batas spesifikasi.
32
7. Ambel sampel dan buat peta kendali
Setelah sampel diambil, tulis pengukuran pada peta kendali dan taruh
nilai X pada tally histogram. Hitung x dan R, masukkan nilainya
kedalam grafik.
8. Hitung rata-rata dan batas kontrol
Dengan menggunakan formula Shewart:
Rata-Rata R k
ER ∑=
Batas Kendali RDUCLR 4=
RDLCLR 3=
Rata-Rata x k
xx ∑=
Batas Kendali RAxUCLx 2+=
RAxLCLx 2−=
9. Hitung Kapabilitas
Ketika proses dalam batas kendali statistik, tentukan kapabilitas dari
proses.
10. Melakukan pengawasan terhadap proses
Ketika proses berada dalam batas kendali dan capable, sebuah
pengawasan terhadap proses harus dilakukan, peta kendali yang
berkelanjutan dengan satu atau dua sampel per shift dapat dilakukan.
33
11. Continuous Improvement
Peningkatan kualitas merupakan sebuah proses yang berkelanjutan.
Operator harus tetap waspada terhadap kejadian yang muncul yang
mengarah pada kesalahan atau yang berkaitan dengan pengukuran
variabilitas.
3.2.5 Prosedur Pembuatan Peta Kendali P
Menurut (Smith, 1996, p254-256) prosedur pembuatan Peta Kendali p tidak
berbeda dengan peta variabel, dijabarkan sebagai berikut:
1. Pengumpulan data. Pemilihan besar, frekuensi, dan jumlah sampel.
Ukuran sampel harus cukup besar agar sebagian besar dari sampel tidak
mengandung jumlah cacat sama dengan nol. Peta p akan lebih mudah
diinterpretasi apabila rata-rata cacat 5 atau lebih.
2. Hitung p untuk setiap sampel.
Catat ukuran sampel, n, dan jumlah cacat, np pada tabel. Hitung dan
catat p:
nnpp =
3. Tentukan skala untuk peta kontrol.
Setelah beberapa nilai p dihitung, buatlah skala p dari 0 sampai kira-
kira dua kali besar p. Untuk interpretasi yang lebih mudah, jangan
membuat skala terlalu lebar.
4. Plot nilai p dan hubungkan tiap titik p.
5. Hitung p , nilai rata-rata p, dan batas kontrol setelah kira-kira 20 titik
telah di gambarkan.
34
Jumlah sampel adalah k. Gambar garis pada p dan garis putus-putus
pada batas kontrol.
k
k
nLnnnnpLnpnpnp
nnp
p
++++++++
=
=∑∑
321
321
( )n
pppUCLp−
+=13
( )n
pppUCLp−
−=13
Apabila jumlah sampel konstan, maka denominator untuk formula batas
kontrol diatas adalah n. Apabila sampel yang tidak konstan digunakan,
rata-rata ukuran sampel akan digunakan untuk perhitungan batas
kontrol. Untuk sampel k,
kn
n ∑=
6. Interpretasikan peta
3.2.6 Interpretasi Peta Kendali
Ketika sebuah proses, diluar batas kendali, pola yang terbentuk dari titik-
titik pada peta kendali dapat disebabkan karena suatu hal. Freaks, shifts, trends,
dan cycles adalah beberapa pola dari peta kendali yang dapat dikenali. Satu
peraturan dasar yang harus diingat: selalu berusaha untuk membuat peta kendali R
berada dalam kendali statistik terlebih dahulu. Peta kendali x tidak dapat dianalisa
jika peta kendali R belum berada didalam kendali statistik.
35
Berikut beberapa pola yang digunakan untuk melakukan interpretasi
terhadap peta kendali (Smith, 1996, p288)
1. Freaks
Pola freaks merupakan pola dimana satu titik berada diluar batas
kendali. Ini menunjukkan bahwa sesuatu berubah secara tiba-tiba
didalam proses untuk waktu yang singkat atau ada kesalahan yang
terjadi.
2. Shifts
Pola shifts merupakan kumpulan dari 7 atau lebih titik yang berurutan
yang berada pada salah satu sisi dari garis tengah / center line. Sesuatu
dimasukkan kedalam proses yang dapat merubah keseluruhan dari
proses. Pola Shifts biasanya sementara.
3. Runs dan Trends
Pola runs muncul ketika beberapa titik secara tetap naik atau turun pada
sebuah peta kendali. 7 titik biasanya jumlah yang digunakan untuk
mengindikasi sebuah pola runs. Pada peta kendali R, trend yang
menurun mengindikasikan bahwa variasi yang terjadi pada produk
menurun. Ini memberikan tanda adanya peningkatan dari proses karena
penggunaan SPC, training operator yang lebih baik, atau peningkatan
perawatan. Trend yang menaik pada peta kendali R memberikan tanda
adanya penurunan dari proses bahwa variasi yang terjadi pada produk
mengalami kenaikan.
36
4. Cycles
Pola cycles pada sebuah peta kendali merupakan pola yang berulang.
Pola ini menunjukkan bahwa sesuatu secara sistematik mempengaruhi
proses. Kunci untuk menemukan masalah yang menyebabkan pola
cycles adalah konsentrasi pada faktor-faktor yang merubah proses
secara periodik.
5. Grouping
Ini merupakan kasus lain dimana masalah klasifikasi muncul antara
satu dengan yang lainnya. Grouping atau bunching terjadi ketika titik-
titik pada peta kendali muncul dalam kluster.
6. Instability
Pola yang teratur yang memiliki fluktuasi yang besar pada sebuah peta
kendali diklasifikasikan sebagai instability atau unstable mixture.
7. Stable Mixture
Sebuah pola mixture yang secara teratur naik dan turun mirip seperti
pola instability tapi memiliki beberapa titik yang berada pada bagian
tengah dari peta kendali.
8. Stratification
Dalam sebuah pola stratification, titik-titik berada dekat garis tengah
pada sebuah peta kendali. Bagi yang belum terlatih, sebuah pola
stratification akan diidentifikasikan sebagai proses yang berjalan
dengan baik. Jika proses benar-benar telah ditingkatkan, bagaimanapun
37
juga sebuah trend menurun atau shift pada peta kendali R akan muncul
bersamaan dengan pola stratification pada peta kendali R.
3.3 Failure Mode and Effects Analysis (FMEA)
Menurut Hammet (2000), Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) adalah suatu
alat yang sistematis untuk mengidentifikasi:
pengaruh atau akibat dari produk atau proses yang memiliki kemungkinan
untuk gagal.
metode atau cara untuk mengeliminasi atau mengurangi kemungkinan
terjadinya kegagalan.
FMEA terbukti sangat efektif apabila dilakukan sebelum suatu desain dijalankan
daripada setelah desain diterapkan. FMEA harus lebih difokuskan kepada pencegahan
kegagalan bukan deteksi kegagalan.
3.3.1 Jenis-Jenis FMEA
Analisa kegagalan dan pengaruhnya FMEA terbagi menjadi dua tipe, yaitu:
1. Design FMEA, meneliti fungsi dari komponen, subsistem atau
sistem utama. Tipe FMEA ini akan melihat kemungkinan kegagalan
yang berupa pemilihan bahan baku yang salah, atau spesifikasi yang
salah.
2. Process FMEA, akan meneliti proses yang digunakan untuk
membuat komponen, subsistem atau sistem utama. Potential
Failure pada FMEA ini dapat berupa operator yang meng-assembly
part secara tidak benar, atau variasi yang berlebih pada proses
sehingga membuat produk tidak sesuai spesifikasi (Hammet, 2000).
38
Menurut situs encyclopedia Wikipedia (2007, keyword: “FMEA”), Design
Failure Mode and Effects Analysis (DFMEA) mengidentifikasi potensi kegagalan
pada saat fase desain dari pengembangan produk. Keuntungan terbesar dari FMEA
adalah pencegahan dari kegagalan yang dapat terjadi. DFMEA kemudian akan
menentukan potensi kegagalan, penyebab, seberapa sering dan kapan kegagalan
tersebut dapat terjadi beserta tingkat resikonya.
Process Failure Modes and Effects Analysis (PFMEA) adalah pendekatan
sistematis terhadap:
1. Mengenali dan mengevaluasi potensi kegagalan dari suatu produk/
proses beserta pengaruh kegagalan tersebut.
2. Mengidentifikasi tindakan yang dapat mengeliminasi atau
mengurangi terjadinya kembali kegagalan atau meningkatkan
deteksi dari kegagalan tersebut.
3. Mendokumentasikan proses dan,
4. Melacak perubahan terhadap proses atau hal-hal yang berhubungan
dengna proses untuk menghindari potensi kegagalan.
39
3.3.2 Tahapan dalam FMEA
Gambar 3.5 Tahapan FMEA Sumber: Hammet (2000)
Di dalam penyusunan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) terdapat
beberapa tahapan yang dapat dilakukan untuk mempermudah pengerjaan
(Hammett, 2000). Tahapan yang harus dilalui adalah:
1. Mengidentifikasi kemungkinan kegagalan yang dapat terjadi.
2. Mengidentifikasi kemungkinan efek-efek yang dapat terjadi dari
kegagalan tersebut.
Menentukan Severity, tingkat yang berhubungan dengan
keseriusan akibat terjadinya kegagalan.
40
Tabel 3.1 Contoh Severity Rating
Severity Rating Table Severity Description
10-9 Very High: Item/system inoperable - loss of primary function
8-7 High: Item/system operable, but at a reduced level of performance. Loss of some control functions and/or data
6-5 Low: Item/system operable but a reduced level of performance
4-3 Minor: Item/system functional & performing, but there is(are) loss(es) of some cosmetic function(s).
2-1 None: No effect - item/system is fully functional.
Sumber: Hammet (2000)
3. Mengidentifikasi kemungkinan penyebab-penyebab terjadinya
kegagalan.
Menentukan Occurrence, tingkat dimana sebab dan akibat dari
kegagalan yang terjadi dapat terjadi kembali (terulang) selama
sistem berjalan.
Tabel 3.2 Contoh Occurence Rating
Occurrence Rating Table Occurrence Description
10-9 Very High: Failures must be addressed 8-7 High: Failures cause frequent downtime 6-5 Moderate: Failures cause some downtime 4-3 Low: Failures cause very little downtime 2-1 Remote: Downtime due to failure is unlikely
Sumber: Hammet (2000)
41
4. Mengevaluasi kontrol saat ini atau men-validasi proses desain.
Menentukan Detection, tingkat dimana kemungkinan metode
deteksi atau current controls akan mendeteksi potential failure
mode sebelum meninggalkan lantai produksi.
Tabel 3.3 Contoh Detection Rating
Detection Rating Table Detection Description
10-9
Very High Uncertainty: There is no design control or the design control will not/or cannot detect a potential cause/mechanism & subsequent failure mode.
8-7
High Uncertainty: There is only a remote chance that the design control will detect a potential cause/mechanism & subsequent failure mode.
6-5 Low Uncertainty: There is a good chance that the design control will detect a potential cause/mechanism & subsequent failure mode.
4-3 Very Low Uncertainty: The design control will almost always detect a potential cause/mechanism & subsequent failure mode.
2-1 No Uncertainty: The design control will always detect a potential cause/mechanism & subsequent failure mode.
Sumber: Hammet (2000)
42
5. Menentukan Risk Priority Number (RPN), RPN akan
mengidentifikasi area yang harus diperhatikan. Perhitungan RPN
terdiri dari severity rating, occurrence rating, dan detection rating
untuk kemungkinan kegagalan. Rumus RPN adalah sebagai berikut:
RPN = Severity x Occurrence x Detection
Tabel 3.4 Contoh FMEA Worksheet
Sumber: Hammet (2000)
6. Mengidentifikasi tindakan yang dapat mengarah pada improvement
(perbaikan).
43
3.4 Sistem Informasi
Sistem informasi terdiri dari dua kata yang berbeda dan memiliki arti yang
beragam, seperti yang dijelaskan dibawah ini:
3.4.1 Pengertian Sistem
Sistem diartikan dengan berbagai kata dan kalimat yang berbeda-beda
berdasarkan penilaian orang, namun semuanya itu mempunyai satu kesamaan yaitu
berintikan tujuan yang sama. Seperti yang dikatakan, sistem adalah dua atau lebih
bagian atau suku sistem yang bekerja sama sebagai satu kesatuan organisasi
dengan batasan yang dapat diidentifikasi (Weither & Davis, 1993, p4).
Sistem adalah sekumpulan elemen-elemen yang terintegrasi dengan
maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan. Semua sistem meliputi 3 elemen
utama yaitu input, transformasi, dan output.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli dari atas maka dapat disimpulkan
bahwa definisi dari sistem adalah elemen-elemen yang saling berintegrasi dalam
beroperasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu (McLeod, 1996, p13).
3.4.2 Pengertian Informasi
Informasi adalah data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti
bagi penerima dan bermanfaat dalam mangambil keputusan saat ini atau
mendatang (Davis, 1991, p28).
Informasi adalah data yang telah diproses atau data yang memiliki arti.
Sedangkan data itu sendiri terdiri dari fakta-fakta dan angka-angka yang secara
relatif tidak berarti bagi pengguna.
44
Sifat-sifat penting yang harus dimiliki oleh informasi adalah:
1. Relevan, informasi tersebut berhubungan dengan keputusan yang
akan diambil dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
serta berasal dari fakta-fakta.
2. Dapat diukur, informasi dapat menunjukkan nilai numeric atas suatu
kejadian.
3. Akurat, informasi dapat diandalkan dan disajikan secara tepat.
4. Ringkas, informasi tersebut dapat disimpulkan.
5. Jangkauan, informasi tersebut meliputi semua kejadian yang dapat
dijangkau.
6. Tepat waktu, informasi yang diterima oleh pengguna tidak boleh
terlambat karena informasi yang terlambat menjadi tidak bernilai
(Mcleod, 1996, p18).
3.4.3 Pengertian Sistem Informasi
Sistem Informasi adalah sistem yang menerima sumber data sebagai input
dan memprosesnya menjadi suatu produk informasi sebagai outputnya.
Sistem informasi tergantung kepada sumber daya manusia (pemakai akhir
dan spesialis SI), piranti keras(mesin dan media), piranti lunak(program dan
prosedur), data(data dan ilmu pengetahuan), dan jaringan( media komunikasi dan
jaringan untuk pendukung) untuk melaksanakan input, pemrosesan, output,
penyimpanan, dan kontrol terhadap aktivitas yang mengkonversi sumber data
menjadi produk informasi (O’Brien, 2003, p10).
45
3.4.4 Analisa Sistem
Analisa sistem adalah penelitian atas sistem yang telah ada dengan tujuan
untuk merancang sistem yang baru atau diperbaharui.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengertian dari analisa sistem
adalah melakukan penelitian terhadap berbagai aspek yang terdapat didalam
sebuah sistem dengan tujuan untuk merancang sistem baru yang lebih efektif dan
efisien (McLeod, 1995, p234)
3.4.5 Perancangan Sistem
Definisi dari Perancangan Sistem adalah penentuan proses dan data yang
diperlukan oleh sistem baru, jika sistem tersebut berbasiskan komputer, rancangan
dapat menyertakan spesifikasi jenis peralatan yang akan digunakan (McLeod,
1996, p88)
3.4.6 Pengertian Analisis Desain Berorientasi Objek (OOA&D)
Dalam OOA&D, dasar pembanguan utamanya ialah objek. Selama analisis,
objek digunakan untuk mengorganisasikan pengertian dari system’s context.
Selama desain, objek digunakan untuk mengerti dan menggambarkan system itu
sendiri. Definis objek adalah sebuah entitas dengan identitas, peryataan dan
tingkah laku. Class adalah gambaran dari kumpulan objek yang saling berbagi
struktur, pola tingkah laku dan atribut. Class berguna untuk memahami dan
menggambarkan objek.
Analisis dan Desain sering berbagi objek dan class, meskipun arti dari
objek itu sendiri akan berubah. Identitas analisis objek menunjukkan bagaimana
user membedakan itu dari objek lain dalam konteks. Identitas Desain objek
menunjukkan bagaimana objek lain dalam sistem dapat dikenali dan diakses ke
46
dalamnya. Desain juga memberikan pengembangan untuk class- class baru.
Beberapa class tidak merefleksikan system context, tetapi class- class tersebut
berguna untuk menerapkan sistem pada technical platform. Contohnya : class
“Window”, “List”, “Printer”. Analisis objek menggambarkan fenomena diluar
sistem, seperti manusia dan benda, yang secara tipikal tidak bergantung pada
apapun. Desain objek mengambarkan fenomena didalam sistem yang dapat
dikontrol. Kekuatan lain dari object oriented method adalah hubungan yang erat
antara object oriented analysis, object oriented design, object oriented user
interfaces, dan object oriented programming.
Problem domain : bagian dari sebuah konteks yang diadministrasi,
dimonitor atau dikontrol oleh sistem.
Application domain : Organisasi yang mengadministrasi, memonitor, atau
mengontrol sebuah problem domain.
Problem domain menggambarkan tujuan sistem, sebaik bagian dari
kenyataan bahwa sistem harus menolong administrasi, monitor, atau kontrol.
Application domain adalah bagian dari organisasi user. Sukses atau gagalnya
sistem tergantung pada bagaimana terhubungnya antara application dan problem
domain secara bersama kedalam fungsi keseluruhan.
Object Oriented dapat mendukung dalam semua tipe pengembangan
sistem. Metode OOA&D mempunyai tiap bagian yang berguna dalam
mengembangkan sistem dengan model problem domain dinamis sebagai elemen
kunci. OOA&D dapat juga digunakan untuk mendesain sistem peralatan, seperti
word processors, atau sistem-sistem berdasarkan pada model-model static, seperti
47
untuk memproses data kuisioner. Pada situasi ini, kurang penekanan pada
pengembangan model problem domain dan lebih fokus pada application domain.
Sistem : sebuah koleksi dari komponen yang mengembangkan modeling
requirement, fungsi, dan interface.
Dalam menganalisis dan mendesain, penting untuk mengembangkan
pengertian keseluruhan dari sistem. OOA&D juga menekankan sistem arsitektur
sebagai tantangan kunci, fokus pada kemudahan pengertian, fleksibilitas, dan
kegunaan sebagai kualitas desain yang penting. Sistem arsitektur harus mudah
dimengerti karena sistem arsitektur melayani sebagai basis keputusan dan sebagai
komunikasi dan alat kerja dalam pengembangan kerja kedepan. Sistem arsitektur
harus fleksibel karena pengembangan sistem mengambil tempat dalam lingkungan
turbulent. Arsitektur harus berguna karena kesuksesan sistem tergantung pada
peraturan itu akan dimainkan dalam organisasi user.
Model komponen berisi model dinamis dari sistem problem domain.
Model komponen terstruktur dengan pandangan user dari problem domain, dan
updatenya ketika perubahan penting terjadi. Pada sebuah sistem pengatur lalu
lintas udara, komponen model berisi gambaran pesawat, keberangkatan
penerbangan, koridor penerbangan, posisi, dan hubungan diantaranya.
Function komponen berisi fasilitas melewati update user dan penggunaan
model komponen. Ketika pesawat berubah posisi didaerah udara bandara, radar
mendeteksi pergerakan dan mengirim sinyal ke sebuah sistem fungsi update yang
merubah state komponen model. Jika state komponen model menunjukkan dua
pesawat akan bertabrakan, sebuah fungsi peringatan mengirim sinyal ke
48
pengendalian lalu lintas udara bahwa arah penerbangan pesawat harus dirubah
langsung.
Interface komponen memasangkan sistem pada konteks itu dalam dua
jalan. Pertama, interface termasuk memonitor dengan teks dan grafik, printout,
dan fasilitas lain yang mengajak user mengaktifasi fungsi sistem. Kedua, interface
secara langsung berhubungan dengan sistem teknik lainnya, seperti radar dan
sensor.
OOA&D mencerminkan empat perspektif utama pada sebuah sistem dan
konteksnya : isi informasi sistem, bagaimana sistem akan digunakan, sistem secara
keseluruhan, dan komponen sistem. Perspektif terhubung pada aktifitas utama
OOA&D : analisis problem domain, analisis application domain, desain arsitektur,
dan desain komponen masing-masing.
Empat perspektif itu adalah :
1. Sistem harus menawarkan model problem domain yang berguna. Ini harus
berisi model elemen problem domain yang relevan yang mengajak user
mengadministrasi, memonitor, atau mengontrol problem domain.
Informasi perspektif ini selama analisis adalah predominan. Tapi
perspektif ini juga penting selama desain sejak sistem harus membuat
model tersedia dalam efisiensi dan cara yang berguna.
2. Sistem harus terintegrasi dalam application domain. Orang, peralatan, dan
sistem lain yang akan berinteraksi dengan target sistem harus dimengerti
dan fungsi yang menawarkan aktor-aktor. Hubungan seperti bagaimana,
seberapa cepatnya, seberapa sering, dan dalam pola apa yang berbeda
dengan aktor harus berinteraksi dengan sistem yang penting untuk
49
kegunaan sistem. Fungsi sistem yang baik adalah terintegrasi dengan
sistem lain dan beradaptasi dengan organisasi dan tradisi dalam application
domain.
3. Sistem harus berjalan pada technical platform yang spesifik. Sistem
terbagi menjadi komponen-komponen dengan pertimbangan penting
termasuk proses fisik, unit, hubungan yang membuat technical platform.
Sistem menggunakan platform ini dengan penekanan arsitektur yang
menolong untuk menjelaskan pengambilan keuntungan yang terbaik dari
kemungkinan platform yang ada dan mengatasi keterbatasan itu.
4. Sistem harus menjadi unit fungsi yang baik dari bagian-bagian kooperatif.
Komponen individual dan interface masing-masing dan interaksinya harus
mendesain untuk melayani sebagai basis pengembangan sistem
(Mathiassen, Lars., 2000, p6-18).