bab ii tinjauan pustaka 2.1 penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/38450/3/bab ii.pdfpersonel...
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Syahelmi (2009) menyatakan bahwa metode analisis kualitatif deskriptif
dengan kesimpulan perusahaan dijalankan dengan prinsip integritas,
profesionalisme, kepuasan nasabah, keteladanan dan penghargaan kepada
sumber daya manusia. Prosedur pemberian kredit oleh perusahaan sudah sangat
baik, dimana prosedur pemberian kredit sangat sederhana, tidak berbeli-belit
dan relatif singkat. Dalam menghadapi kredit macet perusahaan sudah
berupaya untuk menyelesaikan kredit tersebut dengan berbagai cara tergantung
dari kondisi nasabah atau penyebab kredit tersebut macet.
Ernawati (2004), hasil dari penelitian yang dilakukan menyatakan secara
umum sistem pengendalian pemberian kredit masih ada kelemahan. Hal ini
bisa dilihat dari sistem pengendalian intern yang masih adanya perangkapan
jabatan karyawan, sehingga tidak ada pembagian tugas yang jelas. Kemudian
tidak diberikannya cuti pada karyawan untuk menghilangkan kejenuhan dalam
bekerja.
Fibriyanti (2006), diperoleh hasil bahwa dalam penyaluran kredit agar
sesuai dengan target yang telah di terapkan masih ada kelemahan. Hal ini dapat
dilihat pada struktur organisasi, prosedur dan sistem kredit, pengendalian intern
pada BPR masih terdapat perangkapan jabatan serta belum adanya pemisahan
6
tugas dan tanggung jawab pada bagian kredit sehingga masing-masing belum
menjalankan tugas secara efektif.
Maryati (2009), menyatakan bahwa hasil penelitian yang dilakukan adalah
pengendalian internal dalam menunjang efektivitas pada perusahaan tidak ada
karyawan yang merangkap jawaban, sistem pengendalian internal yang
diterapkan perusahan sudah baik karena struktur organisasinya sudah
memisahkan dan tanggung jawab wewenang secara jelas.
Firmansyah (2013), hasil dari penelitian yang didapatkan adalah prosedur
pemberian kredit pada PT. BPR Armindo Kencana sudah berjalan dengan baik
namun pada strukturnya tidak terdapat bagian penagihan, perusahaan
mempunyai karyawan yang baik dan sesuai dengan bidangnya.
Aringga (2014), menganalisis pengendalian internal pada fungsi
pemberian kredit PT.Bank Jatim cabang Kepanjen, penelitian ini menggunakan
metode diskriptif dengan pendekatan studi kasus, hasil penelitian ini
menunjukan bahwa sistem pengendalian internal pada perusahaan belum
memenuhi unsur unsur sistem pengendalian internal yang baik, ini dibuktikan
pada struktur organisasi yaitu adanya perangkapan tugas antara pimpinan
cabang dan pimpinan operasional dan kesamaan tugas antara staf pemasaran
dana dan kredit dengan staf analisis kredit.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Sistem Pengendalian Intern
Muhammad dan Wibowo (2011:96) mengemukakan bahwa, pengendalian
internal adalah suatu sistem dan prosedur yang secara otomatis dapat saling
7
memeriksa, dalam arti bahwa data akuntansi yang dihasilkan oleh suatu bagian
atau fungsi secara otomatis dapat diperiksa oleh bagian atau fungsi lain dalam
suatu organisasi atau satuan usaha.
Pengendalian intern memiliki arti yang sangat luas. Menurut Mulyadi
pengendalian intern meliputi struktur organisasi, mengecek ketelitian dan
keandalan data akuntansi mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhi
manajemen. Pengendalian intern meliputi memiliki tujuan untuk menjaga
kekayaan perusahaan memeriksa dan mengawasi kebenaran data akuntansi yang
ada dalam perusahaan.
2.2.2 Tujuan Umum Sistem Pengendalian Intern
Menurut Bank Indonesia dalam Pedoman Standard Sistem Pengendalian
Intern Bagi Bank Umum (2003) meyatakan bahwa tujuan dari pengendalian intern
sebagai berikut:
a. Kepatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku (tujuan
kepatuhan).
Tujuan kepatuhan adalah untuk menjamin bahwa semua kegiatan usaha
bank telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, baik ketentuan yang dikeluarkan oleh pemerintah,
otoritas pengawasan bank maupun kebijakan, ketentuan, dan prosedur intern
yang ditetapkan oleh bank.
8
b. Tersedianya informasi keuangan dan manajemen yang benar, lengkap dan tepat
waktu (tujuan informasi).
Tujuan informasi adalah untuk menyediakan laporan yang benar, lengkap,
tepat waktu dan relevan yang diperlukan dalam rangka pengambilan keputusan
yang tepat dan dapat dipertanggung jawabkan.
c. Efisiensi dan efektivitas dari kegiatan usaha bank (tujuan operasional).
Tujuan operasional dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi dalam menggunakan aset dan sumber daya lainnya dalam rangka
melindungi bank dari risiko kerugian.
d. Meningkatkan efektivitas budaya risiko (risk culture) pada organisasi secara
menyeluruh (tujuan budaya risiko).
Tujuan budaya risiko dimaksudkan untuk mengidentifikasi kelemahan dan
menilai penyimpangan secara dini dan menilai kembali kewajaran kebijakan
dan prosedur yang ada di bank secara berkesinambungan.
2.2.3 Komponen-Komponen Pengendalian Intern
Komponen dalam pengendalian intern menurut Winarno (1994:89), ada
beberapa :
a. Lingkungan pengendalian
Lingkungan pengendalian merupakan pondasi bagi komponen pengendalian
yang lain. Komponen ini paling menonjol adalah gaya manajemen dalam
menjalankan perusahaan.
9
b. Pencegahan resiko
Manajemen harus mengidentifikasi dan kemudian mencegah berbagai resiko
yang mengancam.
c. Kegiatan pengendalian
Kegiatan pengendalian meliputi penerapan berbagai prosedur yang akan
dipatuhi oleh pihak manajemen.
d. Informasi dan komunikasi
Data yang ada dalam perusahaan dikumpulkan dan dikomunikasikan dengan
berbagai pihak yang memerlukan data tersebut dan akan menjadi informasi
perusahan yang disediakan untuk pihak-pihak yang berkepentingan dalam
perusahaan.
e. Pemantauan
Pemantauan adalah kegiatan yang akan menjamin berjalannya kualitas yang
baik dalam perusahaan.
2.2.4 Ciri-ciri Sistem Pengendalian Internal Yang Baik
Menurut Mulyadi (2002:164) ada 4 ciri-ciri Sistem Pengendalian Internal yang
baik, yaitu:
a. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tepat
atau struktur organisasi harus dimiliki oleh setiap perusahaan sesuai dengan
kebutuhan perusahaan. Struktur organisasi yang baik adalah yang sederhana
dan fleksibel. Bila ada perkembangan atau perluasan perusahaan tidak
mengganggu secara berarti struktur yang telah ada, seperti adanya pemisahan
10
yang tegas antara fungsi operasi, fungsi penyimpanan dan fungsi pencatatan
(termasuk pemeriksaan intern). Pemisahan ini menciptakan informasi yang
wajar, mencegah terjadinya manipulasi pencatatan yang dilakukan oleh bagian
operasi. Namun ini tidak berarti bahwa masing-masing bagian dilarang
mengadakan kerjasama yang baik untuk kelancaran operasi perusahaan.
b. Sistem Pemberian Wewenang Serta Prosedur Pencatatan Yang Layak
Penetapan tanggung jawab harus dibarengi oleh pelimpahan wewenang yang
seimbang agar tanggung jawab dapat dipenuhi sewajarnya. Dalam pelaksanaannya
harus memiliki media untuk mengawasi pencatatan dari kegiatan dan transaksi.
Hal ini diciptakan melalui perencanaan daftar-daftar dan formulir yang sesuai,
perencanaan arus pembukuan serta prosedur persetujuan yang logis.
c. Praktik Yang Sehat Harus Diikuti Dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Dari
Setiap Bagian Organisasi
Praktik yang sehat adalah setiap pegawai dalam perusahaan melaksanakan
tugasnya sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Praktik yang sehat diikuti
dalam pelaksanaan tugas dan fungsi setiap bagian dalam organisasi akan besar
sekali pengaruhnya atas efisiensi sistem pengawasan intern dan efisiensi usaha.
Ada beberapa cara yang umumnya ditempuh oleh perusahaan dalam menciptakan
praktik yang sehat, diantaranya sebagai berikut:
a) Penggunaan formulir bernomor urut tercetak yang pemakaiannya harus
dipertanggung jawabkan oleh pihak yang berwenang.
11
b) Pemeriksaan mendadak dilaksanakan tanpa pemberitahuan lebih dahulu
kepada pihak yang akan diperiksa, dengan jadwal yang tidak teratur.
c) Perputaran jabatan diadakan secara rutin agar dapat menjaga independensi
pejabat dalam melaksanakan tugasnya sehingga persekongkolan diantara
mereka dapat dihindari dan sebagainya.
d. Pegawai Yang Kualitasnya Seimbang Dengan Tanggung Jawabnya
Sistem pengawasan intern yang bersifat secara wajar tidak saja tergantung pada
rencana organisasi yang efektif, sistem pemberian wewenang dan prosedur
pencatatan yang memadai dan praktik yang sehat, tetapi juga tergantung pada
kemampuan, pengalaman serta kejujuran pegawai untuk melaksanakan
prosedur yang telah ditentukan secara baik. Pimpinan harus mengadakan
analisis terhadap posisi dan syarat yang dituntut, menyusun program latihan
pegawai dan menetapkan sistem penilaian prestasi karyawan.
Pengendalian intern berfungsi melindungi aset yang dimiliki perusahan,
menjaga ketepatan informasi akuntansi perusahaan.
2.2.5 Unsur-Unsur Sistem Pengendalian Intern
Menurut Mulyadi (2002:175) adapun unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern
yaitu:
12
1. Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian intern merupakan alat untuk menciptakan suasana
pengendalian dalam suatu organisasi dan harus mampu mempengaruhi kesadaran
personel organisasi tentang pengendalian, lingkungan pengendalian
mencerminkan sikap dan tindakan manajemen. Lingkungan pengendalian adalah
menetapkan corak suatu organisasi, mempengaruhi kesadaran pengendalian
orang-orangnya. Lingkungan pengendalian mencakup adanya integritas dan nilai
etika, komitmen terhadap kompetensi, partisipasi dewan komisaris atau komite
audit, filosofi dan gaya operasi manajemen, struktur organisasi, pemberian
wewenang dan tanggung jawab, kebijakan dan praktik sumber daya manusia.
2. Penaksiran Resiko
Penaksiran resiko untuk tujuan pelaporan keuangan adalah identifikasi, analisis
dan pengelolaan, serta resiko entitas yang berkaitan dengan penyusunan laporan
keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. Penaksiran resiko
bagi manajemen juga harus mempertimbangkan masalah biaya dan manfaat yang
akan dicapai. Resiko dapat timbul atau berubah karena keadaan berikut ini:
a. Perubahan dalam lingkungan operasi
b. Personel baru
c. Sistem informasi yang baru atau diperbaiki
d. Pertumbuhan yang pesat
e. Teknologi baru
13
3. Aktivitas Pengendalian
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk
memberikan keyakinan bahwa petunjuk yang dibuat oleh manajemen telah
dilaksanakan, sehingga resiko dalam mencapai tujuan dapat diminimalkan.
Aktivitas pengendalian adalah kebijaksanaan dan prosedur yang membantu
meyakinkan bahwa tindakan yang diperlukan telah dilaksanakan untuk
menghadapi resiko dalam mencapai tujuan entitas. Aktivitas pengendalian
memiliki berbagai tujuan dan diterapkan diberbagai tingkat organisasi dan fungsi.
Umumnya aktivitas pengendalian berkaitan dengan otorisasi transaksi dan
kegiatan yang memadai, pemisahan tugas, desain dan penggunaan dokumen serta
catatan yang memadai, penjagaan asset dan catatan yang memadai, serta
pemeriksaan independen atas kinerja.
4. Informasi dan Komunikasi
Sistem akuntansi yang mengandung prosedur-prosedur yang mesti ditaati oleh
personel perusahaan harus mampu memberikan informasi yang akurat kepada
pihak yang membutuhkannya terutama bagi manajemen dan dapat menjalin
komunikasi antar bagian yang ada sehingga didapat pelaksanaan yang seragam.
Kualitas informasi yang dihasilkan oleh sistem berdampak kemampuan
manajemen untuk mengambil keputusan seharusnya dalam mengelola dan
mengendalikan aktivitas entitas dan untuk menyusun laporan keuangan yang
andal. Sedangkan komunikasi mencakup pemberian pemahaman atas peran dan
tanggung jawab individual berkenaan dengan pengendalian intern atas pelaporan
keuangan. Komunikasi meliputi luasnya pemahaman personel tentang bagaimana
14
aktivitas mereka dalam sistem informasi pelaporan keuangan berkaitan dengan
pekerjaan orang lain dan cara pelaporan penyimpangan.
5. Pemantauan
Pemantauan adalah proses penilaian kualitas kinerja struktur pengendalian
intern yang diterapkan untuk mencapai tujuan dan ditinjau sewaktu-waktu apabila
kelayakannya tidak sesuai lagi dengan situasi yang ada. Sistem pemantauan yang
efektif dan efesien yang akan menghindari timbulnya piutang tak tertagih.
2.2.6 Hubungan Sistem Informasi Akuntansi dengan Pengendalian Intern
Sistem informasi akuntansi merupakan sistem yang direncanakan untuk
mengontrol semua aktivitas akuntansi yang dilakukan dan akan menghasilkan
informasi yang berguna untuk pihak intern dan ekstern perusahaan. sedangan
pengendalian intern adalah aktivitas yang dilakukan untuk mengawasi,
mengevaluasi yang terjadi agar tidak terjadinya penyelewengan dalam
perusahaan. Semakin kecil kesalahan atau menyimpangan yang dilalukan maka
semakin baik sistem pengendalian intern yang ada dalam perusahaan. Pada intinya
sistem informasi akuntansi akan lebih efektif dalam perusahaan bila sistem
pengendalian intern dalam perusahaan tersebut baik. Karena dengan sistem
pengendalian yang baik maka perusahaan dapat mengevaluasi sistem informasi
akuntansi yang baik.
15
2.2.7 Sistem Pengendalian untuk Kredit
Peranan sistem pengendalian intern bank atau lembaga yang mengelola
keuangan dimana aktiva berupa uang adalah sangat penting, dengan adanya sistem
pengendalian intern diharapkan pemberian kredit dapat berjalan dengan baik, hal
hal yang akan diterapkan atas pemberian kredit menurut hartadi (1992:174) adalah
sebagai berikut:
a) Dapat dihindarinya kegagalan dalam pemberian kredit pada kreditur.
b) Akan memudahkan manajemen dalam mengambil kebijakan dalam pemberian
kredit secara tepat dan cepat.
c) Memudahkan manajemen untuk mengetahui dengan cepat dan mencegah
terjadinya kesalahan dan penyelewengan yang merugikan perusahaan.
2.2.8 Standard Operating Procedure Bank
Standard operating procedure dapat didefinisikan sebagai dokumen tertulis yang
memuat prosedur kerja secara rinci, tahap demi tahap dan sistematis bank. SOP
merupakan serangkaian instruksi yang tertulis tentang kegiatan rutin yang
dilakukan oleh sebuah bank. Standard operating procedure memiliki beberapa
fungsi yang dapat dijadikan acuan dalam sebuah bank yaitu :
1. Pedoman pimpinan melakuan pengawasan.
2. Pembanding untuk perubahan yang lebih baik.
3. Dasar hukum yang dapat digunakan untuk kebaikan semua pihak.
16
2.2.9 Pengertian Kredit
Menurut Saraswati (2012:3) istilah kredit berasal dari bahasa Yunani, Credere
yang berarti kepercayaan (Truth atau Faith). Oleh karena itu dasar dari kredit
adalah adanya kepercayaan. Seseorang atau badan usaha yang memberikan kredit
(kreditur) memberikan kepercayaan bahwa penerima kredit (debitur) di masa
mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah disepakati kedua
pihak.
Menurut Kasmir (2002:98-99) aspek-aspek yang perlu dinilai dalam pemberian
suatu fasilitas kredit yaitu:
a. Aspek Yuridis/hukum, tujuannya adalah untuk menilai keaslian dan keabsahan
dokumen-dokumen yang diajukan oleh pemohon kredit. Penilaian aspek ini
juga dimaksudkan agar jangan sampai dokumen yang diajukan palsu atau
dalam kondisi sengketa, sehingga menimbulkan masalah.
b. Aspek Pemasaran, merupakan aspek untuk menilai apakah kredit yang dibiayai
akan laku dipasar dan bagaimana strategi pemasaran yang akan dilakukan.
Dalam aspek ini yang akan dinilai adalah prospek usaha sekarang dan dimasa
yang akan datang.
c. Aspek Keuangan, tujuannya untuk menilai keuangan perusahaan yang diihat
dari laporan keuangan yaitu neraca dan laporan laba rugi (laba tiga tahun
terakhir).
17
d. Aspek teknis atau operasi, dalam aspek ini yang dinilai adalah masalah lokasi,
kemudian kelengkapan sarana dan prasarana yang dimiliki, termasuk lay out
gedung dan ruangan.
e. Aspek Manajemen, untuk menilai pengalaman peminjam dalam mengelola
usahanya, termasuk sumber daya manusia yang dimilikinya.
f. Aspek Sosial Ekonomi, untuk menilai dampak usaha yang diberikan terutama
bagi masyarakat luas baik ekonomi maupun sosial.
g. Aspek AMDAL, aspek ini sangat penting dalam rangka apakah usaha yang
dibuatnya sudah menuai kriteria analisis dampak lingkungan tersebut.
2.2.10 Tujuan Kredit
Menurut Kasmir (2002:105) pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai
beberapa tujuan yang hendak dicapai yang tentunya tergantung dari tujuan bank
itu sendiri. Tujuan pemberian kredit tidak akan terlepas dari misi bank tersebut
didirikan, adapun tujuan kredit adalah:
a. Mencari Keuntungan, tujuan utama pemberian kredit adalah untuk
memperoleh keuntungan. Hasil keuntungan ini diperoleh dalam bentuk bunga
yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang
dibebankan kepada nasabah. Oleh karena itu sangat penting bagi bank untuk
memperbesar keuntungan mengingat biaya operasional bank juga relatif cukup
besar.
18
b. Membantu Usaha Nasabah, adapun tujuannya yaitu untuk membantu usaha
nasabah yang memerlukan dana, baik dana untuk investasi maupun dana untuk
modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak debitur akan dapat
mengembangkan dan memperluas usahanya. Dalam hal ini baik bank maupun
nasabah sama-sama diuntungkan.
c. Membantu Pemerintah, tujuannya adalah membantu pemerintah dalam
berbagai bidang. Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh
pihak perbankan maka semakin baik mengingat semakin banyak kredit berarti
adanya pengeluaran dana dalam rangka peningkatan pembangunan diberbagai
sektor terutama sektor riil.
2.2.11 Unsur-Unsur Kredit
Menurut Abdulkadir dan Rilda (2000:59) adapun unsur-unsur yang
terkandung tersebut dalam pemberian kredit yaitu:
a. Kepercayaan
Analisis yang dilakukan terhadap permohonan kredit yang akan diberikan itu
dapat dikembalikan sesuai dengan persyaratan yang disepakati bersama.
b. Agunan
Setiap kredit yang akan diberikan selalu disertai barang yang berfungsi sebagai
jaminan bahwa kredit yang akan diterima oleh calon debitur pasti akan dilunasi
dan ini meningkatkan kepercayaan pihak bank.
19
c. Jangka Waktu
Pengembalian kredit didasarkan pada jangka waktu tertentu yang layak, setelah
jangka waktu berakhir kredit dilunasi.
d. Risiko
Jangka waktu pengembalian kredit mengandung risiko terhalang, atau
terlambat, atau macetnya pelunasan kredit, baik di sengaja atau tidak sengaja,
risiko ini menjadi beban bank.
e. Bunga Bank
Setiap pemberian kredit selalu disertai imbalan jasa berupa bunga yang wajib
dibayar oleh calon debitur, dan ini merupakan keuntungan yang diterima oleh
bank.
2.2.12 Macam-Macam Kredit
Menurut Aidil (2014:30) Untuk membedakan kredit menurut faktor -faktor
dan unsur-unsur yang ada dalam pengertian kredit, maka perbedaan kredit dapat
dibedakan atas dasar:
a. Sifat penggunaan kredit.
a) Kredit Konsumtif, adalah kredit yang digunakan untuk keperluan konsumsi
atau uang akan habis terpakai untuk memenuhi kebutuhannya.
b) Kredit Produktif, adalah kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha,
baik usaha-usaha produksi, perdagangan maupun investasi.
20
b. Keperluan kredit.
a) Kredit produksi, kredit ini diperlukan perusahaan untuk meningkatkan
produksi baik peningkatan kuantitatif yaitu jumlah hasil produksi maupun
peningkatan kualitatif yaitu peningkatan kuantitas atau mutu hasil produksi.
b) Kredit Perdagangan, kredit ini dipergunakan untuk keperluan perdagangan
pada umumnya yang berarti peningkatan utility of place dari suatu barang,
barang-barang yang diperdagangkan ini juga diperlukan bagi industri.
c) Kredit Investasi, kredit yang diberikan kepada para pengusaha untuk
investasi, berarti untuk penambahan modal dan kredit bukan untuk
keperluan perbaikan ataupun penambahan barang modal atau fasilitas-
fasilitas yang erat hubungannya dengan itu. Misalnya untuk membangun
pabrik.
c. Kredit menurut Jaminan.
Kredit ini pada umumnya ada dua yaitu:
a) Kredit tanpa jaminan, sering juga disebut kredit blangko.
b) Kredit jaminan, kredit jenis inilah yang digunakan oleh kebanyakan bank di
Indonesia yaitu memberikan kredit jaminan. Jaminan kredit dapat berupa
tanah, rumah, pabrik dan atau mesin-mesin pabrik, perusahaan serta surat
berharga.
21
d. Kredit Menurut Jangka Waktu Kredit.
a) Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang berjangka waktu selama-lamanya
satu tahun. Jadi pemakaiannya tidak melebihi satu tahun.
b) Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang jangka waktunya antara satu
sampai tiga tahun.
c) Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang jangka waktunya lebih dari tiga
tahun.
2.2.13 Ruang lingkup perkreditan
Pengambilan keputusan untuk melaksanakan penarikan dan penyaluran kredit
tidak mudah, karena kesalahan kebijakan yang diambil akan dapat membawa
dalam likuiditas yang rendah. BPR yang memberikan hutang juga membawa
resiko yang tinggi, resiko ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya
tingginya biaya penagihan kemungkinan kerugian piutang tak tertagih dan
sebagainya.
2.2.14 Aspek Pertimbangan Pemberian Kredit
Dalam pemberian kredit harus dipertimbangkan resiko kredit yang akan
diambil, seorang manajer kredit yang baik harus dapat memperkirakan
probabilitas kegagalan daripada pemakaian kredit yang akan diberikan. Dalam hal
ini menurut suhardjono (2003:173) mengemukakan beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam penilaian kredit yaitu:
22
a) Character (kepribadian) untuk mengetahui sejauh mana tingkat kejujuran dan
juga tekad dari calon debitur.
b) Capacity (kemampuan) kemampuan debitur untuk melunasi kewajiban dari
kegiatan usaha yang dilakukan dan dibiayai dengan kredit dari lembaga
perkreditan.
c) Capital (modal) dana yang dimiliki sendiri oleh debitur yang harus diteliti oleh
kreditur untuk mengetahui sejauh mana modal yang dimiliki yang digunakan
untuk mengukur tingakt resiko likuiditas dan solvabilitas.
d) Collateral (jaminan) barang jaminan yang akan diserahkan debitur kepada
kreditur sebagai jaminan atas kredit yang diterimanya.
e) Condition of economy (kondisi) situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi,
budaya dan lain lainnya yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada
suatu saat atau kurun waktu yang kemungkinan akan dipengaruhi oleh
kelancaran usaha debitur.
2.2.15 Ukuran Efektivitas Sistem Pengendalian Intern pada Bank
Menurut kamus bahasa besar Indonesia, kata efektif mempunyai arti efek,
pengaruh, akibat atau dapat membawa hasil. Jadi, efektivitas adalah keaktifan,
daya guna, adanya kesesuaian dalam suatu kegiatan orang yang melaksanakan
tugas dengan sasaran yang dituju. Efektivitas pada dasarnya menunjukkan pada
taraf tercapainya hasil, sering atau senantiasa dikaitkan dengan pengertian efisien,
meskipun sebenarnya ada perbedaan diantara keduanya. Efektivitas menekankan
23
pada hasil yang dicapai, sedangkan efisiensi lebih melihat pada bagaimana cara
mencapai hasil yang dicapai itu dengan membandingkan antara input dan
outputnya.
Menurut Sondang dalam Othenk (2008), efektivitas adalah pemanfaatan
sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar
ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan
yang dijalankannya. Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai
tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati
sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya. Sejalan dengan pendapat tersebut,
Abdurahmat dalam Othenk (2008), efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya,
sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan
sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya. Dapat
disimpulkan bahwa efektivitas berkaitan dengan terlaksananya semua tugas
pokok, tercapainya tujuan, ketepatan waktu, dan partisipasi aktif dari anggota
serta merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan
menunjukan derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang
dicapai.
Menurut Bank Indonesia dalam Pedoman Standart Sistem Pengendalian
Intern Bagi Bank Umum (2003) meyatakan bahwa tujuan dari pengendalian intern
sebagai berikut:
a. Kepatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku (tujuan
kepatuhan).
24
b. Tersedianya informasi keuangan dan manajemen yang benar, lengkap dan tepat
waktu (tujuan informasi).
c. Efisiensi dan efektivitas dari kegiatan usaha bank (tujuan operasional).
d. Meningkatkan efektivitas budaya risiko (risk culture) pada organisasi secara
menyeluruh (tujuan budaya risiko).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas sistem
pengendalian intern pada bank dapat diukur dari salah satu ketercapaian tujuan
sistem pengendalian intern bank.