kerusakan traktor r-2

Download Kerusakan Traktor R-2

If you can't read please download the document

Upload: budi-raharjo

Post on 09-Dec-2014

129 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

ABSTRAK Penelitian ini menyajikan kemampuan teknis operator dalam memperbaiki dan menyervis traktor, keberadaan fasilitas pendukung untuk perbaikan dan perawatan traktor, dan cara dimana traktor dirawat dan dipelihara. Data berdasarkan survei lapangan dan interviu dengan 62 pemilik traktor di tiga kabupaten di Propinsi Riau. Hasil menunjukkan bahwa operator traktor mempunyai keterampilan teknis yang sangat rendah dalam memperbaiki dan menyervis traktor sebagai akibat dari kurang pelatihan, pendidikan, dan pengalaman. Tidak ada institusi yang menyediakan pelatihan untuk petani, operator dan mekanik di Riau. Fasilitas pendukung perbaikan dan perawatan traktor juga tidak memadai tersedia di areal pertanian (pedesaan), sehingga traktor seringkali tidak dapat diperbaiki tepat waktu dan suku cadang sulit diperoleh. Petani tidak memiliki catatan servis dan sebagian besar mereka kurang perhatian terhadap perawatan traktor yang baik. Kesulitan ekonomi sebagai akibat dari rendahnya pendapatan usaha tani juga menyebabkan tertundanya perbaikan traktor dan ketidakmampuan menyediakan fasilitas penyimpanan bagi traktor. Kata kunci: Fasilitas perbaikan dan perawatan, jadwal servis, hand traktor, keterampilan teknis. PENDAHULUAN Hand tractor merupakan jenis mesin pertanian yang sangat popular digunakan petani untuk mengolah lahan terutama lahan sawah. Dari sebanyak 830 unit traktor yang ada di Propinsi Riau tahun 2004, 97% diantaranya adalah jenis hand traktor. Jumlah hand traktor tersebut menunjukkan peningkatan yang signifikan selama lima tahun terakhir, yaitu dari 285 tahun 2000 menjadi 804 tahun 2004 atau meningkat lebih dari 2 kali lipat (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Riau, 2005). Penggunaan traktor sebagai teknologi baru pengganti cangkul dan ternak untuk mengolah tanah memerlukan kemampuan manajerial dan keterampilan khusus serta fasilitas pendukung yang memadai. Dalam kenyataannya, seringkali alat dan mesin pertanian diperkenalkan tanpa membuat program memadai untuk melatih petani atau operator dan tanpa menyediakan fasilitas perbaikan dan servis di tingkat petani untuk mendukung penggunaan traktor secara efisien dan ekonomi. Kondisi tersebut menimbul kesulitan ketika traktor mengalami kerusakan dan akhirnya membuat umur ekonomi mesin lebih pendek dari yang diharapkan. Kerusakan traktor merupakan salah satu masalah utama dalam menggunakan traktor di Propinsi Riau (Paman dkk., 2007). Pada pihak lain, memiliki traktor memerlukan modal investasi yang cukup besar dalam usahatani. Untuk pertanian moderen, biaya yang dikeluarkan untuk membeli mesin mencapai 40% dari total investasi usahatani (Henderson and Guericke, 1985). Karena itu, traktor harus dikelola secara baik, sehingga mesin dapat bekerja secara efektif untuk jangka waktu lama tanpa kerusakan dan memberikan keuntungan ekonomi bagi pemiliknya. Bagaimanapun, ketika traktor mengalami kerusakan dan bahkan harus diganti lebih dini akan mengorbankan biaya yang cukup besar, terutama biaya perbaikan. Sebagai ilustrasi, sekitar 53% dari total biaya mesin di negara berkembang adalah biaya perbaikan (Inns, 1978). Sedangkan keuntungan ekonomi dari penggunaan traktor tergantung pada cara penggunaan yang efisien (Rahmoo et al., 1979). Oleh

sebab itu, keberhasilan penggunaan traktor sangat tergantung pada biaya operasi yang pada gilirannya dipengaruhi oleh tingkat perawatan dan pemeliharaan. Sejumlah studi telah melaporkan penyebab tingginya frekuensi kerusakan dan tingginya biaya perbaikan (Kolawole, 1972; Inns, 1978; Bukhari, 1982; Kuyembeh, 1982; Jacob and Harrell, 1983; Bukhari et al., 1984; Aneke, 1994; Adekoya and Otono; 1990; Babatunde, 1996; Paman et al, 2007). Mereka menemukan bahwa tidak terampilnya operator, rendahnya kualitas perawatan dan pemeliharaan, dan kekurangan suku cadang merupakan faktor utama penyebab masalah di atas. Oleh karena itu operator yang terlatih dan mekanik yang terampil idealnya harus ada bersama dengan fasilitas perbaikan dan perawatan lainnya. Cara dimana traktor diperlakukan juga merupakan faktor penting untuk mempertahankan traktor dalam kondisi siap pakai. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi keterampilan teknis operator dan keberadaan fasilitas perawatan dan servis di tingkat petani dan mengevaluasi cara operator tersebut merawat atau memperlakukan traktor. METODOLOGI Survei telah dilakukan di tiga kabupaten di Propinsi Riau, yaitu Kabupaten Kuantan Sengingi, Rokan Hulu dan Siak. Kabupaten tersebut dipilih karena tingginya frekuensi penggunaan traktor dan daerah produksi padi penting serta persiapan (pengolahan) lahan dengan menggunakan traktor. Sebanyak 62 unit traktor sudah diinvestigasi dan pemilik atau operator yang juga petani sudah diinterviu melalui kunjungan langsung kerumah atau ke tempat mereka bekerja pada tahun 2004-04. Data dikumpulkan dari catatan pemilik atau operator (yang sebagian besar juga petani) dan melalui pertanyaan yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu, ketika petani tidak punya catatan servis. Data yang dikumpulkan meliputi pendidikan, pengalaman, dan lama mengikuti pelatihan dari operator, perawatan/cek harian, periode servis, interval penggantian oli mesin, konsumsi bahan bakar dan oli, pembersihan, penggemukan dan cara memproteksi atau menyimpan traktor selama beroperasi dan selama tidak digunakan. Data ditabulasi dan kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif sederhana seperti persentase dan rata-rata. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari total traktor sampel, sebanyak 85% traktor dioperasikan oleh dua orang operator secara bergantian dan selebihnya satu orang operator. Jadi total operator mencapai sebanyak 115 orang. Sebahagian besar operator merupakan sewaan (48%) dan diikuti dari anggota keluarga (37%) dan pemilik sendiri (15%). Operator relatif berbeda dalam umur (berkisar antara 17 sampai 57 tahun), tingkat pendidikan (tanpa pendidikan formal sampai tamatan sekolah menengah atas), dan pengalaman kerja (antara 1 sampai dengan 23 tahun). Keterampilan teknis operator Hasil yang disajikan dalam Tabel 1 menunjukkan bahwa operator hanya mampu memperbaiki atau menyervis komponen yang mudah diperbaiki (sederhana). Ini disebabkan kurangnya pelatihan teknis dan pengalaman dari operator tersebut. Contohnya, sekitar 90% operator mampu

melakukan perbaikan kecil seperti mengganti atau menyetel belt atau memasang roda besi. Mereka umumnya belajar dari operator lain atau diajar oleh anggota keluarga atau petani lain. Sebagian besar operator mempunyai tidak cukup pengalaman (rata-rata kurang dari 5 tahun) dan tingkat pendidikan yang rendah (sebagian tidak sekolah atau tamat sekolah dasar). Rendahnya tingkat pendidikan merupakan faktor pembatas utama dalam mempelajari operator manual dan memahami semua intruksinya. Pada pihak lain, hanya sebagian kecil operator yang mampu melakukan perbaikan berat, seperti memperbaiki dan memasang cincin piston, piston, tangan piston dan metal. Mereka ini adalah operator yang mendapat pelatihan dan punya pengalaman yang agak lebih lama. Hanya sekitar 10% operator yang pernah mendapat pelatihan yang disponsori oleh pemerintah. Namun demikian, dalam beberapa kasus, operator yang berpengalaman dapat memperbaiki kerusakan berat. Servis atau perbaikan yang tidak dapat dilakukan oleh operator, dilakukan oleh mekanik local yang ternyata juga mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang tidak cukup dalam memperbaiki traktor. Ini jelas bahwa lemahnya pengetahuan dan keterampilan teknis operator dan mekanik local disebabkan kurang memadainya program pelatihan yang ada. Tidak ada institusi disediakan untuk pelatihan petani, operator dan mekanik di Propinsi Riau. Program pelatihan yang pernah diikuti beberapa operator dilakukan di luar propinsi Riau. Sementara dealer atau agentnya tidak menyediakan pelatihan yang memadai untuk memperbaiki dan mengoperasikan traktor ketika mesin diserahkan/dijual. Fasilitas perbaikan dan perawatan traktor Fasilitas perbaikan dan perawatan traktor belum berkembang dengan baik dan tersebar secara merata di Propinsi Riau. Tabel 2 menunjukkan bahwa sangat sedikit bengkel perbaikan dan bengkel las tersedia di setiap kabupaten. Kesulitannya, sebagian besar fasilitas berlokasi jauh dari dimana traktor beroperasi. Karena itu, ketika terjadi kerusakan serius, operator mendapat kesulitan dimana traktor harus diperbaiki, karena ketidak tersediaan bengkel lokal. Sebenarnya ada beberapa bengkel pribadi yang biasanya digunakan untuk memperbaiki truk dan mobil menawarkan servis. Tapi sebagian besar bengkel tersebut mempunyai peralatan yang tidak memadai dan mekanik yang tidak kompeten dalam memperbaiki traktor. Karena itu, traktor yang mengalami rusak berat sering dibiarkan berbulan-bulan bahkan semusim karena menunggu diperbaiki. Disamping tidak memadainya perbengkelan, toko penjual suku cadangpun hampir tidak ada di daerah pedesaan dimana traktor beroperasi dan bahkan di ibukota kecamatan. Sering kali suku cadang baru dapat dibeli di ibukota kabupaten atau langsung ke dealer di Pekanbaru seperti yang disajikan pada Tabel 3. Ini menyebabkan biaya mendapatkan suku cadang menjadi tinggi sebagai akibat dari tambahan biaya transportasi dari desa ke ibukota kabupaten atau ke Pekanbaru. Masalah lain adalah jauhnya tempat pengisian bahan bakar (tenki) dari daerah pedesaan. Sehingga operator membeli bahan bakar kepada penjual solar yang ada di daerah pedesaan yang harganya 25% lebih tinggi dari yang dijual di tempat pengisian bahan bakar. Sebaiknya operator membeli bahan bakar di tempat pengisian bahan bakar dengan harga yang lebih murah karena disubsidi pemerintah. Dari 125 kasus kerusakan, sekitar 75% merupakan kerusakan ringan dan sisanya kerusakan berat. Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagain besar kerusakan ringan dapat

diperbaiki sesuai jadwal, hanya 11% yang mengalami penundaan akibat kurangnya fasilitas perbaikan. Sementara 5% ditunda karena kesulitan keuangan. Dipihak lain, sekitar 93% traktor yang mengalami kerusakan berat ditunda untuk diperbaiki, 60% dinataranya karena tidak tersedia suku cadang, bengkel dan mekanik, dan 33% lagi karena kesulitan keuangan. Hanya 7% dari traktor yang rusak berat dapat diperbaiki tepat waktu. Ini juga ditemukan bahwa traktor yang mengalami kerusakan berat tidak dapat diperbaiki selama semusim atau lebih sebagai akibat dari tidak tersedianya fasilitas perbaikan dan suku cadang di daerah pedesaan plus kesulitan keuangan. Cek harian dan jadwal servis Sebenarnya operator atau pemilik traktor bertanggungjawab sepenuhnya terhadap perawatan traktor. Perawatan dan servis yang dipraktekkan oleh operator yang berkaitan dengan ceking harian dan menukar oli mesin telah diinvestigasi. Tabel 5 menujukkan bahwa hanya beberapa operator yang melakukan perawatan secara teratur atau terjadwal, akan tetapi sebagian besar mereka tidak memiliki catatan lengkap tentang jadwal perawatan tersebut. Hasil tersebut menujukkan bahwa kebocoran (slang) mendapat perhatian besar, sebaliknya pembersih udara selalu diabaikan. Sementara praktek pemeliharaan lain, seperti mencek oli, ketegangan belt, dan pelumasan komponen mendapat perhatian lebih kecil dan sering terabaikan. Di pihak lain, sebagian operator tidak mempunyai tradisi untuk menyervis traktor sebelum mengalami kerusakan atau tidak berfungsi sama sekali. Padahal, membawa trakktor untuk diservis sebelum mengalami kerusakan merupakan kunci untuk efisiensi dan aman ketika digunakan (Butterworth, 1984). Tidak semua catatan servis oli mesin diketahui, sehingga data jadwal servis diperoleh dengan mengandalkan daya ingat operator bagi yang tidak mempunyai catatan servis. Karakteristik interval penggantian oli mesin disajikan dalam Tabel 6. Sebagian besar operator (90%) tidak mengikuti buku manual dalam menjadwal interval pertukaran oli, only 10% yang mengikuti intruksi yang ada pada manual tersebut. Ini disebabkan bahwa operator menggunakan sumber yang tak resmi dalam menjadwal interval servis. Berdasarkan hasil penelitian Paman et al. (2007), mereka umumnya tergantung pada pengalaman sebelumnya, test secara manual tentang viscositas oli, atau rekomendasi dari petani lain. Survei yang dilakukan oleh Wertz et al. (1990) di Lancaster County, Nebraska, mencatat bahwa 42% operator tidak mengikuti saran dalam operator manual. Perbedaan sikap perawatan antara operator tersebut dapat menggambarkan perbedaan keterampilan dan pendidikan diantara mereka. Mengacu pada Tabel 6. 47% operator menjadwal penggantian oil lebih panjang dari seharusnya, yaitu setiap 100 jam dan 43% lebih cepat dari interval yang direkomendasikan tersebut. Pada hal traktor yang beroperasi pada kondisi berlumpur dan basah, jadwal servis dapat dikurangi setengahnya (Jacobs and Harrell, 1983). Ini tentunya lebih mahal, tapi biaya yang dibayarkan tersebut dapat secara signifikan mengurangi kerusakan mesin. Hasil tersebut menyarankan bahwa sikap operator terhadap perawatan sangat kurang. Harga oli berbeda antara merek yang satu dengan yang lainnya dan oli impor cederung lebih mahal. Populer merek yang digunakan operator adalah Pennzoil (20%), Mesran (35%), Power plus (40%) and merek lain (5%). Pilihan operator dalam menggunakan oli tersebut adalah berdasarkan kualitas (25%), tingkat ketersediaan secara lokal (35%), dan harga (40%). Petani umumnya menggunakan SAE-40 untuk

oli mesin dengan rataan pemakaian sebanyak 0.04 l/jam. Untuk oli gerbok, operatori umumnya menggunakan Rored SAE-90 dengan rataan pemakaian sebesar 0,01 lt/jam. Pembersihan dan penyimpanan traktor Operator umumnya membersihkan mesin traktor setiap hari selesai kerja dan body dan bajak dibersihkan pada akhir musim. Ini artinya bahwa traktor dibersihkan secara keseluruhan hanya dua kali setahun dan ini dapat menyebabkan karatan pada body, roda besi dan baut. Operator juga tidak secara teratur menggemuki komponen tertentu selama operasi di lapangan. Biasanya operator menggemuk componen hanya pada awal musim. Keamanan dan jarak ke tempat kerja merupakan faktor penting bagi operator apakah traktor dibawa pulang atau diberi pelindung atau tidak. Sekitar 47% operator meninggalkan traktor di lahan yang ditutup dengan plastik atau diletakkan di bawah pohon di sekitar lahan. Sementara 40% dibawa pulang hanya mesinnya saja dan 13% traktor dibawa pulang setelah bekerja. Selama masa tidak beroperasi (istirahat), Tabel 7 menunjukkan bahwa 40% operator menyimpan traktor di dalam gudang khusus, 32% meletakkannya di beranda/teras rumah, dan 28% lagi meletakkannya di luar dengan dan tanpa perlindungan. Hasil survei juga menunjukkan bahwa kurang perhatian operator terhadap perawatan dan servis ternyata disebabkan tidak hanya kurang keterampilan dan pengetahuan teknis, tetapi juga masalah keuangan. Kesulitan keuangan kerena rendahnya pendapatan usahatani menyebabkan kesulitan bagi operator (petani) untuk menyediakan fasilitas perawatan, seperti gudang khusus untuk traktor. Konsekuensinya, petani harus meletakkan traktor di luar walaupun mereka mengetahui efek perlakuan tersebut. KESIMPULAN DAN SARAN Keterampilan teknis operator dalam memperbaiki dan menyervis traktor sangat rendah sebagai akibat dari tidak cukup pelatihan, pendidikan dan pengalaman. Hanya 10% operator yang mendapat pelatihan singkat tentang cara mengoperasikan, memperbaiki dan merawat traktor dengan baik. Petani sulit untuk mengikuti pelatihan karena institusi pelatihan tidak ada di Riau. Fasilitas perbaikan dan perawatan traktor, seperti bengkel, toko suku cadang dan mekanik, tidak memadai untuk menunjang keberhasilan penggunaan traktor, terutama di daerah pedesaan dimana traktor beroperasi. Akibatnya, traktor yang rusak seringkali tertunda diperbaiki, terutama yang mengalami rusak berat. Penundaan juga disebabkan oleh kesulitan ekonomi. Operator tidak membuat catatan servis yang rinci dan sebagian mereka kurang perhatian terhadap perawatan, seperti cek harian, periode servis, dan jadwal menukar oli. Ini terbukti bahwa 90% petani menukar oli mesin tanpa mengikuti seperti yang rekomendasikan perusahaan. Tambahan lagi, beberapa operator juga tidak melaksanakan pemeliharaan dan perawatan yang memadai terhadap traktor dalam pembersihan, penggemukan, dan perlindungan/penyimpanan selama beroperasi di lapangan dan tidak digunakan. Masalah keuangan juga membuat kesulitan petani dalam membuat fasilitas penyimpanan yang lebih baik. Berdasarkan kesimpulan tersebut membawa kita pada saran berikut:

1. Operator traktor (petani) harus dilatih untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis dalam memperbaiki dan menservis traktor dengan baik. 2. Pemerintah, dealer atau institusi lain harus mendirikan fasilitas perbaikan dan perawatan traktor di tingkat petani (areal pedesaan) untuk menjamin perbaikan tepat waktu dan tersedianya suku cadang ketika diperlukan dengan harga terjangkau. 3. Petani harus membuat catatan servis dan menjadwal interval servis secara teratur menurut buku manual. 4. Petani harus didorong untuk melaksanakan pemeliharaan dan perawatan traktor dengan baik dengan melakukan pembersihan, penggemukan, perlindungan/penyimpanan selama beroperasi dan tidak digunakan. 5. Pemerintah harus memberikan lebih banyak dukungan kepada petani dalam hal bantuan keuangan dan teknis lainnya agar program mekanisasi pertanian berhasil dengan baik.