kerangka laporan skenario

38
BAB I PENDAHULUAN i. PERMASALAHAN Masalah yang terdapat pada skenario “Dada Terasa Terbakar” adalah: 1. Penyebab dan patogenesis, patofisiologi dari dada terasa terbakar. 2. Memahami gejala, pemeriksaan fisik, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lain. 3. Memahami macam-macam terapi dan prognosis. 4. Memahami komplikasi yang mungkin terjadi dari keluhan dada terasa terbakar. ii. PENTINGNYA MASALAH TERSEBUT DIBAHAS Mengetahui penyebab, patofisiologi, terapi serta komplikasi dari keluhan dada terasa terbakar. iii. TUJUAN PEMBAHASAN 1.Memahami anatomi, fisiologi, histologi hepar dan vesia felea. 2.Memahami etiologi dan patogenesis, patofisiologi ikterus. 3.Memahami gejala, pemeriksaan fisik, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lain. 4.Memahami macam-macam terapi dan prognosis.

Upload: m-rama-anshorie

Post on 09-Jul-2016

138 views

Category:

Documents


21 download

TRANSCRIPT

Page 1: kerangka laporan skenario

BAB I

PENDAHULUAN

i. PERMASALAHAN

Masalah yang terdapat pada skenario “Dada Terasa Terbakar” adalah:

1. Penyebab dan patogenesis, patofisiologi dari dada terasa terbakar.

2. Memahami gejala, pemeriksaan fisik, laboratorium dan pemeriksaan

penunjang lain.

3. Memahami macam-macam terapi dan prognosis.

4. Memahami komplikasi yang mungkin terjadi dari keluhan dada terasa

terbakar.

ii. PENTINGNYA MASALAH TERSEBUT DIBAHAS

Mengetahui penyebab, patofisiologi, terapi serta komplikasi dari keluhan dada

terasa terbakar.

iii. TUJUAN PEMBAHASAN

1. Memahami anatomi, fisiologi, histologi hepar dan vesia felea.

2. Memahami etiologi dan patogenesis, patofisiologi ikterus.

3. Memahami gejala, pemeriksaan fisik, laboratorium dan pemeriksaan

penunjang lain.

4. Memahami macam-macam terapi dan prognosis.

iv. SKENARIO

DADA TERASA TERBAKAR

Seorang wanita usia 48 tahun, datang berobat ke Rumah Sakit dengan

keluhan rasa panas terbakar di dada. Pasien juga merasa sering sebah, kembung,

dan bersendawa sejak 6 bulan yang lalu. Keluha disertai dengan nyeri di bagian

ulu hati. Pasie merasa nafsu makannya berkurang karena sakit kalau menelan.

Suara pasie juga menjadi serak sejak muntah-muntah. Pasien sering

Page 2: kerangka laporan skenario

mengkonsumsi obat pusing dan sangat menyukai minuman kopi. Pasien juga

memiliki riwayat sakit asma.

Dokter memriksa dengan menggunakan kuisioner kasus refluks dan pasien

diterapi dengan Ppi test. Awalnya pasien memberikan reaksi positif membaik

dengan terapi tersebut. Namun karena akhir-akhir ini pasien sering kambuh,

Dokter melakukan rujukan agar pasien dapat dilakukan pemeriksaan untuk

melihat saluran cerna bagian atas. Setelah dilakukak endoskopi, didapatkan hasil

adanya mucosal break pada esofagus pasien. Kemudian dokter memberikan

edukasi pada pasien agar sakitnya tidak kambuh lagi sehingga tidak terjadi

komplikasi lebih lanjut.

v. HIPOTESIS

Pasien menderita penyakit GERD (gastroesofageal reflux disease)

Page 3: kerangka laporan skenario

BAB II

DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam skenarioDalam skenario kali ini, kami mengklarifikasi istilah-istilah berikut ini:1. Mucosal break : kerusakan tunika mukosa akibat

kenaikan asam lambung.2. PPI test : sebuah test 3. Sebah : rasa nyeri yang timbul akibat adanya

penumpukan udara di salah satu bagian tubuh.4. Endoskopi : pemeriksaan visual lumen dengan

alat endoskop.5. Reflux : arus balik suatu cairan.

B. Langkah II: Menentukan/mendefinisikan permasalahanMasalah yang terdapat pada skenario adalah:

1. Bagaimana patofisiologi keluhan yang dialami oleh pasien?

2. Apa hubungan kebiasaan pasien mengonsumsi obat pusing dan kopi

dengan keluhan pasien?

3. Bagaimana keluhan pasien dengan riwayat keluhan yang dirasakan

sejak enam bulan lalu?

4. Mengapa nafsu makan pasien menurun? Bagaimana mekanismenya?

Bagaimana mekanisme sesak dan muntah yang dialami pasien?

5. Bagaimana faktor risiko keluhan pasien?

6. Bagaimana cara penggunaan kuisioner kasus refluks dan bagaimana

interpretasi hasilnya?

7. Bagaimana pengaruh riwayat asma yang dialami pasien dengan

keluhan pasien saat ini?

8. Apa saja DD keluhan pasien?

Page 4: kerangka laporan skenario

9. Bagaimana komplikasi yang mungkin dialami oleh pasien?

10. Mengapa pasien mengalami kekambuhan setelah awalnya membaik

dengan PPI?

11. Bagaimana alur diagnosis keluhan pasien?

12. Bagaimana terapi terhadap keluhan pasien?

13. Bagaimana edukasi yang diberikan dokter agar pasien tidak kambuh?

14. Bagaimana mekanisme PPI test dan terapi lain terhadap keluhan

pasien?

15. Bagaimana indikasi dan kontraindikasi pemeriksaan endoskopi untuk

melihat mucosal break pada pasien?

16. Apa saha pemeriksaan penunjang keluhan pasien?

17. Bagaimana prognosis keluhan pasien?

C. Langkah III: Menganalisis permasalahan dan membuat pertanyaan sementara mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah II)1. Bagaimana patofisiologi keluhan yang dialami oleh pasien?

GERD merupakan penyakit multifaktorial, di mana esofagitis dapat

terjadi sebagai akibat dari refluks kandungan lambung ke dalam

esofagus apabila:

Terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara

bahan refluksat dengan mukosa esofagus.

Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus,

walaupun waktu kontak antara bahan refluksat dengan esofagus

tidak cukup lama.

Terjadi gangguan sensitivitas terhadap rangsangan isi lambung,

yang disebabkan oleh adanya modulasi persepsi neural

esofageal baik sentral maupun perifer.

Kandungan isi lambung yang menambah potensi daya rusak

bahan refluksat di antaranya adalah: asam lambung, pepsin, garam

empedu, dan enzim pankreas. Dari semua itu yang memiliki potensi

Page 5: kerangka laporan skenario

daya rusak paling tinggi adalah asam lambung. Beberapa hal yang

berperan dalam patogenesis GERD, di antaranya adalah: peranan

infeksi Helicobacter pylori, peranan kebiasaan/gaya hidup, peranan

motilitas, dan hipersensitivitas viseral.

Peranan infeksi Helicobacter pylori (H. pylori)

Peranan infeksi H. pylori dalam patogenesis GERD relatif

kecil dan kurang didukung oleh data yang ada. Namun demikian, ada

hubungan terbalik antara infeksi H. pylori dengan strain virulen

(Cag A positif) dengan kejadian esofagitis, esofagus Barrett dan

adenokarsinoma esofagus. H. pylori tidak menyebabkan atau

mencegah penyakit refluks dan eradikasi dari H. pylori tidak

meningkatkan risiko terjadinya GERD.

Peranan kebiasaan/gaya hidup

Peranan alkohol, diet serta faktor psikis tidak bermakna dalam

patogenesis GERD, namun demikian khusus untuk populasi Asia-

Pasifik ada kemungkinan mempunyai peranan lebih penting

sebagaimana ditunjukkan dalam studi epidemiologi terkini dari Jepang.

Beberapa studi observasional telah menunjukkan bahwa pengaruh

rokok dan berat badan berlebih sebagai faktor risiko terjadinya

GERD.Beberapa obat-obatan seperti bronkodilator juga dapat

mempengaruhi GERD.

Peranan motilitas

Pada pasien GERD, mekanisme predominan adalah transient

lower esophageal spinchter relaxation(TLESR). Beberapa mekanisme

lain yang berperan dalam patogenesis GERD antara lain

menurunnya bersihan esofagus, disfungsi sfingter esofagus, dan

pengosongan lambung lambat.

Page 6: kerangka laporan skenario

Hipersensitivitas viseral

Akhir-akhir ini diketahui peranan refluks non-asam/gas dalam

patogenesis GERD yang didasarkan atas hipersensitivitas viseral.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, hipersensitivitas viseral

memodulasi persepsi neural sentral dan perifer terhadap rangsangan

regangan maupun zat non-asam dari lambung.

Diagnosis Anamnesis yang cermat merupakan cara utama

untuk menegakkan diagnosis GERD. Gejala spesifik untuk GERD

adalah heartburn dan/ atau regurgitasi yang timbul setelah makan.

Meskipun demikian, harus ditekankan bahwa studi diagnostik

untuk gejala heartburn dan regurgitasi sebagian besar dilakukan pada

populasi Kaukasia. Di Asia keluhan heartburn dan regurgitasi bukan

merupakan penanda pasti untuk GERD. Namun, terdapat kesepakatan

dari para ahli bahwa kedua keluhan tersebut merupakan karakteristik

untuk GERD.

Pada RS rujukan, sebelum dilakukan pemeriksaan endoskopi

untuk menegakkan diagnosis GERD, sebaiknya dilakukan

pemeriksaan penunjang lain untuk menyingkirkan penyakit dengan

gejala yang menyerupai GERD (laboratorium, EKG, USG, foto

thoraks, dan lainnya sesuai indikasi).

Para ahli Asia-Pasifik secara aklamasi menyatakan bahwa

strategi diagnostik GERD regional, harus mempertimbangkan

adanya kemungkinan timbulnya GERD bersamaan dengan kondisi

lainnya seperti kanker lambung dan ulkus peptikum. Terkait

pemeriksaan H. pylori untuk menyingkirkan infeksi pada pasien

dengan gejala GERD di daerah dengan prevalensi tinggi untuk kanker

lambung dan ulkus peptikum, para ahli masih bertentangan pendapat.

Namun demikian, pemeriksaan tetap direkomendasikan dengan

mempertimbangkan faktor-faktor risiko termasuk komorbid, usia,

histologi lambung, riwayat keluarga, dan pilihan pasien.

Page 7: kerangka laporan skenario

2. Apa hubungan kebiasaan pasien mengonsumsi obat pusing dan

kopi dengan keluhan pasien?

Hubungan keluahan pasien dengan kebiasaan pasien adalah

karena obat pusing dan kopi megndung senyawa yang dapat

meningkatkan kejadian reflux, oleh sebab itu sebaiknya dikurangi

tingkat konsumsinya

3. Bagaimana keluhan pasien dengan riwayat keluhan yang

dirasakan sejak enam bulan lalu?

Riwayat keluhan pasien yang sudah sejak enam bulan harus

segera dikoreksi keadaannya karena dikhawatirkan bisa terjadi

keganasana yaitu barrett esophagus, yang merupakan omplikasi

dari GERD

Keluhan pasien harus segera ditangani agar reflux tidak

kambuhan, selain dikhawatirkan terjadi keganasan, reflux yang

terjadi juga akan mengurangi kualitas hidup dari pasien, akibat

gejalamual-muntah dan rasa nyeri pada ulu hati yang dirasakan

pasien.

4. Mengapa nafsu makan pasien menurun? Bagaimana

mekanismenya? Bagaimana mekanisme sesak dan muntah yang

dialami pasien?

Berat badan pasien mengalami penurunan karena pasien

kehilahan nafsu makan, hal initerjadi bisa karena rasa mual dan

muntah yang dirasakan oleh pasien akibat dari GERD itu sendiri,

sedang alas an kenapa pasien mengalami mual dan muntah akibat

dari adanya rangsang dari nervus vagus yang mempersarafi organ

vsera abdomen

5. Bagaimana faktor risiko keluhan pasien?

Faktor-faktor risiko yang mengakibatkan GERD termasuk kehamilan,

obesitas, diet lemak tinggi dan sebagainya.

a) Kehamilan dan GERD

Page 8: kerangka laporan skenario

Wanita hamil berada pada risiko GERD. Itu adalah

menemukan bahwa perubahan dalam tingkat hormon selama

kehamilan, terutama kenaikan tingkat progesteron, dapat

melemahkan LES. Selain itu, karena pertumbuhan janin

tekanan ke atas pada perut naik. Ini mungkin mendorong isi

perut ke esofagus.

b) Orang-orang yang kelebihan berat badan dan gemuk

Karena peningkatan tekanan pada LES dan perut mungkin

ada gejala GERD di individu. Ini peningkatan tekanan juga

melemahkan LES.

c) Diet tinggi lemak dan GERD

Orang-orang diet lemak tinggi juga dapat mengembangkan

GERD. Lemak di perut memakan waktu lama untuk dicerna

dan pindah ke dalam usus. Hal ini menyebabkan stagnasi

makanan di perut. Ini meningkatkan tekanan ternyata mundur

dan mungkin melemahkan LES.

d) Tembakau, alkohol dan kafein dan GERD

Merokok tembakau, alkohol, kafein mengandung produk,

seperti kopi atau cokelat, semua santai dan melemahkan LES

menuju gejala GERD.

e) Stres dan marah emosional dan GERD

Stres dan gangguan emosional adalah penyebab untuk

melemahnya LES menuju gejala GERD.

f) Pasien dengan hiatus hernia dan GERD

Pada pasien dengan hiatus hernia ada risiko GERD. Ini

adalah suatu kondisi di mana bagian perut mendorong melalui

diafragma, yang lapisan otot yang memisahkan rongga dada

dari rongga perut. Biasanya di bagian bawah esofagus melewati

sebuah lubang di diafragma ini. Pada pasien dengan hiatus

hernia lubang ini diperbesar dan bagian perut mendorong ke

dalam rongga dada.

Page 9: kerangka laporan skenario

g) Pasien dengan gastroparesis dan GERD

Pada pasien dengan gastroparesis, di mana perut

berlangsung lebih lama untuk membuang perut asam, asam

dapat meresap kembali ke dalam kerongkongan yang

menyebabkan gejala GERD.

Ini terlihat pada pasien dengan diabetes. Penderita diabetes

mempunyai gula darah tinggi yang dapat merusak syaraf yang

mengendalikan otot-otot perut dan kerongkongan.

h) Obat-obatan dan GERD

Beberapa obat dapat juga menyebabkan gejala GERD. Ini

dapat bersantai LES atau dapat meningkatkan sekresi asam

lambung. Mereka termasuk:

i. saluran kalsium Blocker (misalnya, Amlodipine, dll

Nifedipine digunakan dalam kontrol tekanan darah

tinggi)

ii. Penghilang rasa sakit atau steroid anti-inflammatory

drugs obat (NSAID seperti Ibuprofen

iii. antidepresan (inhibitor serotonin selektif reuptake SSRI

misalnya Fluoxetine, Paroxetine dll.)

iv. tricyclic antidepresan (misalnya Amitriptyline),

anticholinergics, Kortikosteron (misalnya Prednisolon)

v. bifosfonat (digunakan dalam penyakit tulang seperti

osteoporosis)

vi. nitrat (digunakan dalam perawatan sakit angina atau

dada)

i) Faktor-faktor lain yang meningkatkan risiko GERD

i. mengenakan pakaian ketat

ii. memiliki besar makanan

iii. memiliki buah jeruk (jeruk, jeruk atau jus cranberry)

iv. bawang putih

v. lada hitam dan bawang

Page 10: kerangka laporan skenario

vi. Mint perasa

vii. makanan pedas

viii. tomat berbasis makanan, seperti saus spaghetti, salsa,

cabai, dan pizza dll.

j) Kondisi penyakit yang meningkatkan risiko GERD termasuk

sklerosis sistemik, esofagus dysmotility, skleroderma,

penurunan produksi salivary dll.

6. Bagaimana cara penggunaan kuisioner kasus refluks dan

bagaimana interpretasi hasilnya?

Kuesioner GERD (GERD-Q) (Tabel 1) merupakan suatu

perangkat kuesioner yang dikembangkan untuk membantu

diagnosis GERD dan mengukur respons terhadap terapi. Kuesioner

ini dikembangkan berdasarkan data-data klinis dan informasi yang

diperoleh dari studistudi klinis berkualitas dan juga dari wawancara

kualitatif terhadap pasien untuk mengevaluasi kemudahan pengisian

kuesioner. Kuesioner GERD merupakan kombinasi kuesioner

tervalidasi yang digunakan pada penelitian DIAMOND. Tingkat

akurasi diagnosis dengan mengkombinasi beberapa kuesioner

tervalidasi akan meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas diagnosis.

Page 11: kerangka laporan skenario

Hasil:

1. Bila poin GerdQ Anda ≤ 7, kemungkinan Anda tidak menderita

GERD

2. Bila poin GerdQ Anda 8-18, kemungkinan Anda menderita

GERD

7. Bagaimana pengaruh riwayat asma yang dialami pasien dengan

keluhan pasien saat ini?

Riwayat asma yang dialami oleh pasien bisa menjadi factor

pemberat dan factor terjadinya GERD. Hal ini bisa terjadi salah

satunya akibat dari anatomis oedophagus yang hanya terdiri atas

musculus sedang trachea terdiri atas cartilage berbentuk C,

sehingga obat-obat asma yang bersifat bronchodilator akan

menyebabkan terjadinya mekanisme berlawana di saluran

pencernaan,

Page 12: kerangka laporan skenario

8. Apa saja diagnosis banding keluhan pasien?

a. Ulkus Peptikum

i. Definisi : Tukak atau ulkus di mukosa

lambung dan duodenum ok ketidakseimbangan fc

defensif dan fc agresif.

ii. patogenesis : fc agresif > fc defensive

iii. Faktor defensive : lapisan mukosa, sekresi bikarbonat

oleh sel epitel, aliran darah adekuat, regenerasi sel

cepat, prostaglandin

iv. Faktor agresif :Asam lambung, pepsin,HP,stress,

rokok, zat kimia/iritan, obat2 OAINS (asetosal dll),

Kortikosteroid (prednison dll)

v. Klasifikasi Ulkus Peptikum

Berdasarkan waktu timbulnya

Akut

Kronis

Berdasarkan letak ulkus

Esofagus, (jarang)

Gaster

Duodenum Jejunum. (jarang)

Berdasarkan bentuk dan besarnya ulkus

Bentuk bulat

Bentuk garis

Bentuk ganda (multiple ulcer).

Berdasarkan dalamnya ulkus

Mukosa

Sub mukosa

Muskularis

Serosa

b. Achalasia

Page 13: kerangka laporan skenario

Akalasia (Kardiospasme, Esophageal aperistaltis,

Megaesofagus) adalah suatu kelainan yang berhubungan

dengan saraf, yang tidak diketahui penyebabnya.

c. Gastritis (radang lapisan lambung)

Gastritis adalah peradangan pada lapisan lambung.

d. Kanker esophagus

Pada kanker kerongkongan adalah squamous sel carcinoma

dan adenocarcinoma, yang terjadi di dalam sel yang melewati

dinding pada kerongkongan. Kanker ini bisa terjadi dimana

saja di dalam kerongkongan dan bisa terlihat sebagai

penyempitan pada kerongkongan (penyempitan), sebuah

pembengkakan, daerah flat yang tidak normal (plaque), atau

jaringan yang tidak normal (fistula).

e. Ulkus Peptikum

Ulkus Peptikum adalah luka berbentuk bulat atau oval yang

terjadi karena lapisan lambung atau usus dua belas jari

(duodenum) telah termakan oleh asam lambung dan getah

pencernaan. Ulkus yang dangkal disebut erosi.

f. Esophagitis

Esophagitis terutama disebabkan oleh GERD. Tetapi dapat

pula disebabkan oleh infeksi, efek obat, terapi radiasi, penyakit

sistemik, dan trauma.

9. Bagaimana komplikasi yang mungkin dialami oleh pasien?

Esofagus barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner metaplastik.Dalam esophagus Barret, kerusakan pada lapisan esofagus – misalnya dengan refluks asam dari GERD – dapat menyebabkan perubahan abnormal pada sel-sel yang melapisi esofagus. Sel-sel normal yang melapisi esofagus rusak dan diganti dengan jenis sel tidak biasanya ditemukan di kerongkongan. Orang dengan esophagus Barrett mungkin berisiko terkena kanker kerongkongan, tetapi kebanyakan orang dengan esophagus Barret tidak mengembangkan kanker kerongkongan.

Page 14: kerangka laporan skenario

10. Mengapa pasien mengalami kekambuhan setelah awalnya

membaik dengan PPI?

Karena bisa jadi meningkatnya asam labung bukanlah akibat dari

proton pumpnya, bisa jadi pada reseptor H2 nya ataupun pada

factor factor yang lain. Sehingga pemberian PPI hanya berefek

sebentar kemudian keluhan pasien akan kembali lagi. Pengobatan

sesuai dengan etiologi perlu dilakukan karena beda etiologi beda

cara pengobatannya.

11. Bagaimana alur diagnosis keluhan pasien?

12. Bagaimana terapi terhadap keluhan pasien?

Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi

gaya hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini

mulai dilakukan terapi endoskopik.Target penatalaksanaan GERD

adalah menyembuhkan lesi esophagus, menghilangkan gejala/keluhan,

mencegah kekambuhan, memperbaiki kualitas hidup, dan mencegah

timbulnya komplikasi.

Non Medikamentosa

anamnesis

kuesioner GERD

score <7

bukan gerd

score 8-18

GERD dengan tanda alarm

PPI

positif terapi 8 minggu

endoskopi dan histopatologi

negatif

GERD tanpa tanda alarm

Page 15: kerangka laporan skenario

Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari

penatalaksanaan GERD, namun bukan merupakan pengobatan primer.

Walaupun belum ada studi yang dapat memperlihatkan kemaknaannya,

namun pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk mengurangi frekuensi

refluks serta mencegah kekambuhan.

Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup, yaitu :

a) Meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta menghindari

makan sebelum tidur dengan tujuan untuk meningkatkan

bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam dari

lambung ke esophagus. Makan makanan terakhir 3-4 jam

sebelum tidur

b) Berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena keduanya

dapat menurunkan tonus LES sehingga secara langsung

mempengaruhi sel-sel epitel

c) Mengurangi konsumsi lemak serta Mengurangi jumlah

makanan yang dimakan karena keduanya dapat menimbulkan

distensi lambung

d) Menurunkan berat badan pada pasien kegemukan

e) Menghindari pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan

intraabdomen

f) Menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh,

peppermint, kopi dan minuman bersoda karena dapat

menstimulasi sekresi asam

g) Jika memungkinkan menghindari obat-obat yang dapat

menurunkan tonus LES seperti antikolinergik, teofilin,

diazepam, opiate, antagonis kalsium, agonis beta adrenergic,

progesterone

Medikamentosa

Terdapat berbagai tahap perkembangan terapi medikamentosa pada

penatalaksanaan GERD ini. Dimulai dengan dasar pola pikir bahwa

sampai saat ini GERD merupakan atau termasuk dalam kategori

Page 16: kerangka laporan skenario

gangguan motilitas saluran cerna bagian atas. Namun dalam

perkembangannya sampai saat ini terbukti bahwa terapi supresi asam

lebih efektif daripada pemberian obat-obat prokinetik untuk

memperbaiki gangguan motilitas.

Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up

dan step down. Pada pendekatan step up pengobatan dimulai dengan

obat-obat yang tergolong kurang kuat dalam menekan sekresi asam

(antagonis reseptor H2) atau golongan prokinetik, bila gagal diberikan

obat golongan penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan masa

terapi lebih lama (penghambat pompa proton/PPI). Sedangkan pada

pendekatan step down pengobatan dimulai dengan PPI dan setelah

berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan

menggunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis reseptor H2 atau

prokinetik atau bahkan antacid.

Menurut Genval Statement (1999) serta Konsensus Asia Pasifik

tentang penatalaksanaan GERD (2003) telah disepakati bahwa terapi

lini pertama untuk GERD adalah golongan PPI dan digunakan

pendekatan terapi step down.

Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi

medikamentosa GERD :

Antasid

Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam

menghilangkan gejala GERD tetapi tidak menyembuhkan

lesi esofagitis. Selain sebagai buffer terhadap HCl, obat ini

dapat memperkuat tekanan sfingter esophagus bagian

bawah. Kelemahan obat golongan ini adalah rasanya

kurang menyenangkan, dapat menimbulkan diare terutama

yang mengandung magnesium serta konstipasi terutama

antasid yang mengandung aluminium, penggunaannya

sangat terbatas pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

Antagonis reseptor H2

Page 17: kerangka laporan skenario

Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah

simetidin, ranitidine, famotidin, dan nizatidin. Sebagai

penekan sekresi asam, golongan obat ini efektif dalam

pengobatan penyakit refluks gastroesofageal jika diberikan

dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus.

Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis

derajat ringan sampai sedang serta tanpa komplikasi.

Obat-obatan prokinetik

Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk

pengobatan GERD karena penyakit ini lebih condong

kearah gangguan motilitas. Namun, pada prakteknya,

pengobatan GERD sangat bergantung pada penekanan

sekresi asam.

Metoklopramid

Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor

dopamine. Efektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala

serta tidak berperan dalam penyembuhan lesi di esophagus

kecuali dalam kombinasi dengan antagonis reseptor H2

atau penghambat pompa proton. Karena melalui sawar

darah otak, maka dapat timbul efek terhadap susunan saraf

pusat berupa mengantuk, pusing, agitasi, tremor, dan

diskinesia.

Domperidon

Golongan obat ini adalah antagonis reseptor

dopamine dengan efek samping yang lebih jarang

dibanding metoklopramid karena tidak melalui sawar darah

otak.Walaupun efektivitasnya dalam mengurangi keluhan

dan penyembuhan lesi esophageal belum banyak

dilaporkan, golongan obat ini diketahui dapat

meningkatkan tonus LES serta mempercepat pengosongan

lambung.

Page 18: kerangka laporan skenario

Cisapride

Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini

dapat mempercepat pengosongan lambung serta

meningkatkan tekanan tonus LES. Efektivitasnya dalam

menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi esophagus

lebih baik dibandingkan dengan domperidon.

Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat)

Berbeda dengan antasid dan penekan sekresi asam,

obat ini tidak memiliki efek langsung terhadap asam

lambung. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan

pertahanan mukosa esophagus, sebagai buffer terhadap HCl

di eesofagus serta dapat mengikat pepsin dan garam

empedu. Golongan obat ini cukup aman diberikan karena

bekerja secara topikal (sitoproteksi).

Penghambat pompa proton (Proton Pump Inhhibitor/PPI)

Golongan obat ini merupakan drug of choice dalam

pengobatan GERD. Golongan obat-obatan ini bekerja

langsung pada pompa proton sel parietal dengan

mempengaruhi enzim H, K ATP-ase yang dianggap sebagai

tahap akhir proses pembentukan asam lambung

Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi

inisial) yang dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan

(maintenance therapy) selama 4 bulan atau on-demand therapy,

tergantung dari derajat esofagitisnya.

13. Bagaimana edukasi yang diberikan dokter agar pasien tidak

kambuh?

Edukasi yang diberikan lebih kepada memperbaiki pola hidup seperti

yang sudah di sampaikan nomer 12, yaitu:

Page 19: kerangka laporan skenario

Meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta

menghindari makan sebelum tidur dengan tujuan untuk

meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah

refluks asam dari lambung ke esophagus. Makan makanan

terakhir 3-4 jam sebelum tidur

Berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena

keduanya dapat menurunkan tonus LES sehingga secara

langsung mempengaruhi sel-sel epitel

Mengurangi konsumsi lemak serta Mengurangi jumlah

makanan yang dimakan karena keduanya dapat

menimbulkan distensi lambung

Menurunkan berat badan pada pasien kegemukan

Menghindari pakaian ketat sehingga dapat mengurangi

tekanan intraabdomen

Menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh,

peppermint, kopi dan minuman bersoda karena dapat

menstimulasi sekresi asam

Jika memungkinkan menghindari obat-obat yang dapat

menurunkan tonus LES seperti antikolinergik, teofilin,

diazepam, opiate, antagonis kalsium, agonis beta

adrenergic, progesterone

14. Bagaimana mekanisme PPI test dan terapi lain terhadap keluhan

pasien?

PPI test dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis pada

pasien dengan gejala tipikal dan tanpa adanya tanda bahaya atau

risiko esofagus Barrett. Tes ini dilakukan dengan memberikan PPI

dosis ganda selama 1-2 minggu tanpa didahului dengan pemeriksaan

endoskopi. Jika gejala menghilang dengan pemberian PPI dan

muncul kembali jika terapi PPI dihentikan, maka diagnosis GERD

dapat ditegakkan.

Page 20: kerangka laporan skenario

Tes dikatakan positif, apabila terjadi perbaikan klinis dalam 1

minggu sebanyak lebih dari 50%. Dalam sebuah studi metaanalisis,

PPI test dinyatakan memiliki sensitivitas sebesar 80% dan spesifitas

sebesar 74% untuk penegakan diagnosis pada pasien GERD dengan

nyeri dada non kardiak. Hal ini menggambarkan PPI testdapat

dipertimbangkan sebagai strategi yang berguna dan memiliki

kemungkinan nilai ekonomis dalam manajemen pasien nyeri dada

non kardiak tanpa tanda bahaya yang dicurigai memiliki kelainan

esofagus.

15. Bagaimana indikasi dan kontraindikasi pemeriksaan endoskopi?

a. INDIKASI ENDOSKOPI

i. Untuk menerangkan perubahan-perubahan radiologis yang

meragukan atau tidak jelas, atau untuk menentukan dengan

lebih pasti atau tepat kelainan radiologis yang didapatkan

pada esophagus, gaster, atau duodenum

ii. Pasien dengan gejala menetap (disfagia, nyeri epigastrium,

muntah-muntah) yang pada Pemeriksaan radiologis tidak

didapatkan kelainan. Bila pemeriksaan radiologis

menunjukkan atau dicurigai suatu kelainan, misalnya tukak,

keganasan atau obstruksi pada esophagus, indikasi endoskopi

yaitu memastikan lebih lanjut lesi tersebut dan untuk

membuat pemeriksaan fotografi, biopsy, atau sitologi .

iii. Perdarahan akut saluran cerna bagian atas memerlukan

pemeriksaan endoskopi secepatnya dalam waktu 24 jam

untuk mendapatkan diagnosis sumber perdarahan yang

paling tepat

iv. Pemeriksaan endoskopi yang berulang-ulang diperlukan

untuk memantau penyembuhan

v. Tukak yang jinak pada pasien-pasien dengan tukak yang

dicurgai kemungkinan adanya keganasan (deteksi dini

karsinoma lambung)

Page 21: kerangka laporan skenario

vi. Pada pasien –pasien pasca gastrektomi dengan gejala atau

keluhan-keluhan saluran cerna bagian atas diperlukan

pemeriksaan endoskopi karena intepretasi radiologis

biasanya sulit. Iregularitas dari lambung dapat dievaluasi

langsung melalui endoskopi

vii. Kasus sindrom dyspepsia dengan usia lebih dari 45 tahun

atau di bawah 45 tahun dengan tanda bahaya (muntah-

muntah hebat, denanm hematemesis, anemia, ikterus, dan

penurunan berat badan), pemakaian obat anti inflamasi non-

steroid (OAINS) dan riwayat kanker pada keluarga

viii. Prosedur terapeutik seperti polipektomi, pemasangan selang

makanan, dilatasi pada stenosis esophagus atau akalasia, dll.

b. KONTRAINDIKASI

i. Kontraindikasi Absolut

Pasien tidak kooperatif atau menolak prosedur

pemeriksaan tersebut setelah indikasinya dijelaskan

secara penuh

Renjatan berat karena perdarahan, dll

Oklusi koroner akut

Gagal jantung berat

Koma

Emfisema dan penyakit paru obstruktif berat

Trismus hebat, stenosis faring, trauma untuk

pemeriksaan laringoskopi

Pada keadaan-keadaan tersebut, pemeriksaan

endoskopi harus ditunda dulu hingga keadaan

penyakitnya membaik.

ii. Kontraindikasi Relatif

Luka korodif akut pada esophagus, aneurisma aorta,

aritmia jantung berat

Kifoskoliosis berat, divertikulum Zenker, osteofit

bear pada tulang servikal, struma besar. Pada

Page 22: kerangka laporan skenario

keadaan tersebut pemeriksaan endoskopi harus

dilakukan dengan hati-hati

Pasien gagal jantung

Penyakit infeksi akut (misal pneumonia, peritonitis,

kolesistitis) Pasien anemia berat misalnya karena

perdarahan, harus diberi transfuse darah terlebih

dahulu hingga Hb minimal 10g/dl

Toksemia pada kehamilan terutama bila disertai

infeksi berat atau kejang-kejang

Pasien pasca bedah abdomen yang baru

Gangguan kesadaran

Tumor mediastinum

16. Apa saja pemeriksaan penunjang keluhan pasien?

a. Esofagografi barium

Walaupun pemeriksaan ini tidak sensitif untuk

diagnosis GERD, namun pada keadaan tertentu pemeriksaan

ini mempunyai nilai lebih dibandingkan endoskopi, yaitu

pada kondisi stenosis esofagus dan hernia hiatal.

b. Manometri esofagus

Tes ini bermanfaat terutama untuk evaluasi pengobatan

pasienpasien NERD dan untuk tujuan penelitian.

c. Tes impedans

Metode baru ini dapat mendeteksi adanya refluks

gastroesofageal melalui perubahan resistensi terhadap aliran

listrik di antara dua elektroda, pada saat cairan dan/atau gas

bergerak di antaranya. Pemeriksaan ini terutama berguna

untuk evaluasi pada pasien NERD yang tidak membaik

dengan terapi PPI, di mana dokumentasi adanya refluks non-

asam akan merubah tatalaksana.

d. Tes Bilitec

Page 23: kerangka laporan skenario

Tes ini dapat mendeteksi adanya refluks gastroesofageal

dengan menggunakan sifat-sifat optikal bilirubin.

Pemeriksaan ini terutama untuk evaluasi pasien dengan

gejala refluks persisten, meskipun dengan paparan asam

terhadap distal esofagus dari hasil pH-metri adalah normal.

e. Tes Bernstein

Tes ini untuk mengukur sensitivitas mukosa esofagus

dengan memasang selang trans-nasal dan melakukan perfusi

bagian distal esofagus dengan HCl 0,1 N dalam waktu kurang

dari 1 jam. Tes ini bersifat pelengkap terhadap pemantauan pH

esofagus 24 jam pada pasien dengan gejala tidak khas dan

untuk keperluan penelitian.

17. Bagaimana prognosis keluhan pasien?

Prognosis dari keluhan pasien tergantung tingkat kekronisan yang

terjadi serta lama dari onset keluhan pasien jika lebih dari lima tahun

maka perlu dilakukan endoskopi dan biopsy karena dikhawatirkan

terjadi keganasan.

Tetapi apa bila onset keluhan pasien belum lama dan kepatuhan

pasien atas edukasi dari dokter maka prognosis pasien baik yang

artinya tingkat terjadinya reflux pada pasien menurun.

D. Langkah IV: Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan sementara mengenai permasalahan pada langkah III

E. Langkah V: Merumuskan tujuan pembelajaranTujuan pembelajaran (learning objectives) pada skenario ini adalah:1. Bagaimana mekanisme H. Pylori untuk menyebabkan keluhan seperti

pada skenario?

Page 24: kerangka laporan skenario

2. Bagaimana definisi, penyebab, faktor risiko serta patofisiologi dari

barret oesophagus?

3. Bagaimana patofisiologi keluhan pasien?4. Bagaimana hubungan jenis kelamin dan umur terhadap

keluhan pasien?5. Bagaimana faktor risiko terhadap keluhan pasien?6. Bagaimana epidemiologi keluhan pasien?7. Bagaimama mekanisme terjadinya kenaikan asam

lambung?8. Bagaimana hungungan riwayat asma dengan keluhan

pasien?9. Bagaimana indikasi serta kontraindikasi dari PPI?10. Bagaimana alur diagnosis keluhan pasien?11. Apa saja komplikasi yang mungkin dialami oleh

pasien?12. Apa saja DD dari keluhan pasien?13. Bagaimana progosis dari keluhan pasien?

F. Langkah VI: Mengumpulkan informasi baruPengumpulan informasi telah dilakukan oleh masing-

masing anggota kelompok kami dengan menggunakan sumber referensi ilmiah seperti buku, jurnal, review, dan artikel ilmiah yang berkaitan dengan skenario ini.

G. Langkah VII: Melaporkan, membahas, dan menata kembali

informasi baru yang diperoleh

Page 25: kerangka laporan skenario

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

i. SIMPULAN

ii. SARAN

Page 26: kerangka laporan skenario

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Dorland WAN (2011). Kamus saku kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.