kerangka berpikir dan hipotesis kerangka...

21
76 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Kerangka berpikir merupakan alur pemikiran proses penelitian yang akan dilakukan. Alur berpikir dimulai dari kenyataan adanya masalah tentang kondisi kapasitas pembudidaya ikan yang umumnya tergolong rendah, di lain pihak terdapat tantangan dan masalah global yang cukup besar baik yang berdimensi ekonomi maupun berdimensi lingkungan. Hipotesis yang ditetapkan diperoleh dengan menggunakan alur berpikir secara deduktif melalui kajian berbagai literatur, sehingga diperoleh pemahaman tentang berbagai teori dan konsep pendukung penelitian. Pada proses penelitian secara empiris, diperoleh temuan atau kesimpulan sebagai suatu bentuk berpikir secara induktif. Pada akhirnya melalui temuan proses empiris ini dapat dijadikan suatu rumusan strategi untuk mengembangkan kapasitas pembudidaya ikan. Pada penelitian ini kerangka berpikir disusun seperti yang terlihat pada Gambar 10. Gambar 10. Kerangka Berpikir Penelitian Globalisasi : - Perubahan preferensi pasar dan tuntutan pasar atas kualitas produk - Krisis pangan dan tuntutan ketahanan pangan Perubahan kondisi lingkungan alam: - perubahan iklim - penurunan kualitas lingkungan perairan Tantangan dan masalah usaha akuakultur Kapasitas Pembudidaya yang tinggi: - Menjalankan fungsi-fungsi usaha - Memecahkan masalah - Merencanakan dan mengevaluasi usaha - Beradaptasi Usaha Berkelanjutan Kinerja Penyuluh: Identifikasi kebutuhan dan penyusunan rencana kerja Pelaksanaan proses pembelajaran Pengembanga kelompok Pengembangan jejaring Pembudidaya ikan yang sejahtera dan bermartabat Lembaga pendukung agribisnis: Lembaga keuangan Lembaga penyedia input. Lembaga penyedia informasi Lembaga pemasaran Kelompok pembudidaya ikan Strategi Pengembangan Kapasitas

Upload: nguyenanh

Post on 20-Aug-2018

247 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

76

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir merupakan alur pemikiran proses penelitian yang akan

dilakukan. Alur berpikir dimulai dari kenyataan adanya masalah tentang kondisi

kapasitas pembudidaya ikan yang umumnya tergolong rendah, di lain pihak

terdapat tantangan dan masalah global yang cukup besar baik yang berdimensi

ekonomi maupun berdimensi lingkungan. Hipotesis yang ditetapkan diperoleh

dengan menggunakan alur berpikir secara deduktif melalui kajian berbagai

literatur, sehingga diperoleh pemahaman tentang berbagai teori dan konsep

pendukung penelitian. Pada proses penelitian secara empiris, diperoleh temuan

atau kesimpulan sebagai suatu bentuk berpikir secara induktif. Pada akhirnya

melalui temuan proses empiris ini dapat dijadikan suatu rumusan strategi untuk

mengembangkan kapasitas pembudidaya ikan. Pada penelitian ini kerangka

berpikir disusun seperti yang terlihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Kerangka Berpikir Penelitian

Globalisasi : - Perubahan preferensi pasar dan tuntutan pasar atas kualitas produk - Krisis pangan dan tuntutan ketahanan pangan

Perubahan kondisi lingkungan alam: - perubahan iklim - penurunan kualitas lingkungan perairan

Tantangan dan masalah usaha akuakultur

Kapasitas Pembudidaya yang

tinggi: - Menjalankan

fungsi-fungsi usaha

- Memecahkan masalah

- Merencanakan dan mengevaluasi usaha

- Beradaptasi

Usaha Berkelanjutan

Kinerja Penyuluh: Identifikasi kebutuhan dan

penyusunan rencana kerja Pelaksanaan proses

pembelajaran Pengembanga kelompok Pengembangan jejaring

Pembudidaya ikan yang sejahtera dan bermartabat

Lembaga pendukung agribisnis: Lembaga keuangan Lembaga penyedia input. Lembaga penyedia informasi Lembaga pemasaran Kelompok pembudidaya ikan

Strategi Pengembangan Kapasitas

77

Pembudidaya ikan dalam menjalankan usahanya tidak lepas dari masalah

yang timbul dari adanya perubahan-perubahan global yang terjadi di sekitarnya,

baik yang terkait dengan perubahan lingkungan hidup maupun perubahan

ekonomi pasar. Perubahan iklim global secara langsung maupun tidak langsung

berpengaruh pada perubahan lingkungan perairan sebagai wahana pertumbuhan

ikan. Perubahan ekonomi pasar yang terbuka mengharuskan pembudidaya ikan

mampu bersaing dengan produk luar baik dari mutu maupun harga. Sebagai

upaya untuk meningkatkan kemampuan pembudidaya ikan menghadapi

tantangan-tantangan tersebut diperlukan kapasitas yang tinggi.

Kapasitas yang tinggi diperlukan untuk dapat menjalankan fungsi-fungsi

usaha akuakultur secara lebih baik, tidak hanya pada aspek produksi saja,

melainkan juga pada aspek usaha yang lain, seperti aspek pengelolaan keuangan,

tenaga kerja, serta pemasaran. Pembudidaya ikan juga harus mampu mengatasi

segala masalah usahanya, mampu merencanakan dan mengevaluasi usaha, serta

beradaptasi dengan perubahan yang dihadapinya. Keseluruhan kapasitas ini

berpotensi menjadikan usahanya berkelanjutan.

Kapasitas dalam diri pembudidaya ikan tersebut tidak terlepas dari

kemampuannya dalam mengambil keputusan yang rasional. Menurut Baron

(1994), keputusan yang rasional diperoleh dari hasil pencarian pembuktian dan

penilaian dari beberapa kemungkinan. Pengetahuan sangat penting dalam

pengambilan keputusan (Ilbery 1978), namun menurut Baron (1994) umumnya

pengetahuan yang dimiliki oleh petani tidak cukup untuk mengambil keputusan

yang rasional, sehingga diperlukan pengetahuan luar yang diperoleh dari para ahli.

Pengambilan keputusan yang rasional menjadikan tindakan yang rasional.

Menurut Popkin (1979) yang menentang teori Scott tentang moral petani, bahwa

petani adalah orang-orang kreatif yang penuh perhitungan rasional bahkan bila

ada kesempatan terbuka maka mereka ingin mendapatkan akses ke pasar.

Pernyataan ini bertentangan dengan Scott yang menyebutkan bahwa kolonialisme

dan kapitalisme merupakan musuh petani karena mengancam eksistensi

komunitas melainkan karena ”eksistensi ekonomi individual”. Pada prinsipnya

petani bersikap mengambil posisi yang menguntungkan dirinya. Terkait dengan

hal ini, pembudidaya ikan akan memperhitungkan untung rugi dalam usahanya.

78

Rasionalitas pembudidaya ikan membutuhkan perspektif pengetahuan

tentang hal-hal yang terkait dengan usahanya, sehingga tujuan yang diinginkan

tercapai secara efektif. Dalam hal ini, peran penyuluh sangat diperlukan untuk

menciptakan proses pembelajaran (learning process) bagi pembudidaya ikan,

sehingga potensi yang ada dalam diri pembudidaya bisa tergali dan secara mandiri

dapat mengatasi permasalahannya, serta dapat meningkat daya kreativitas dan

keinovatifannya.

Peran penyuluh dalam meningkatkan kapasitas pembudidaya ikan dapat

dilihat dari kinerja penyuluh, yang meliputi penggalian masalah dan potensi di

wilayah kerjanya, pengembangan jejaring, pelaksanaan proses pembelajaran, dan

penumbuhkembangan kelompok.

Peran lembaga-lembaga agribisnis juga penting untuk meningkatkan

kapasitas pembudidaya ikan, baik yang bergerak di bidang keuangan (penyedia

modal), penyediaan input produksi, penyediaan informasi dan teknologi, serta

pemasaran. Pengambilan keputusan pembudidaya ikan untuk menjalin kerjasama

dengan lembaga-lembaga tersebut dipengaruhi oleh pandangannya kepada

lembaga-lembaga tersebut. Pengalaman negatif maupun ketidaktahuan tentang

peran lembaga-lembaga ini akan bisa berakibat pada perilakunya untuk tidak

berinteraksi dengan lembaga-lembaga tersebut. Seperti yang dinyatakan oleh

Hegel (1999), pandangan seseorang akan mempengaruhi pemahaman dan

penerimaan kondisi lingkungan, serta perilakunya. Pandangan ini membentuk

kerangka referensi (frame reference) untuk bertindak.

Jaringan sosial berperan dalam membentuk perspektif pengetahuan

individu, karena antar individu dalam suatu komunitas terjadi interaksi.

Haverkort et al. (1993) menyatakan bahwa jaringan (network) sebagai kelompok

yang terdiri dari individu-individu yang mengorganisasikan dirinya secara

bersama-sama yang berbasis sukarela dengan tujuan pertukaran informasi, materi,

pelaksanaan kegiatan bersama, dan pemberdayaan. Engel (Naksung 2003)

menyatakan, networking sebagai proses resultante relasi sosial yang terbangun

dari beberapa orang untuk mencapai tujuan tertentu, karakteristik dan fungsinya

ditentukan oleh misi yang ditetapkan. Jaringan menggambarkan ide komunitas,

dasar bagi individu untuk berbagi ide, berinteraksi satau sama lain dengan basis

79

minat bersama, dan saling percaya, sehingga keberhasilan jaringan sosial

ditentukan oleh sinergi sosial yang ada.

Terkait dengan hal tersebut, kelompok pembudidaya ikan sebagai suatu

jaringan sosial, berperan penting untuk mendukung usaha para anggotanya.

Melalui kelompok kekuatan tawar (bargaining position) pembudidaya ikan

menjadi lebih kuat, dan kelompok bisa sebagai wadah belajar bagi seluruh

anggotanya. Hubungan antar peubah penelitian dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Hubungan antar Peubah Penelitian

Paradigma Kapasitas Pembudidaya Ikan

Konsep kapasitas sering diartikan secara sempit sebagai kemampuan

menjalankan pekerjaan (ability) oleh seseorang, kelompok, atau masyarakat.

X1. Karakteristik internal: X1.1. umur X1.2. pendidikan formal X1.3. pendidikan non

formal X1.4. pengalaman usaha X1.5. pendapatan X1.6. tanggungan

keluarga X1.7. skala usaha

Y1. Kapasitas Pembudidaya Ikan: Y1.1. Menguasai fungsi-

fungsi usaha (produksi, pemodalan, penyediaan input produksi, pemasaran)

Y1.2. Mampu memecahkan masalah

Y1.3. Mampu merencanakan dan mengevaluasi usaha

Y1.4. Memiliki daya adaptasi

Y2. Keberlanjutan usaha:

Y2.1. Perkembangan usaha

Y2.2. Terjaminnya kondisi lingkungan

Y2.3. Peningkatan kesejahteraan

X3. Dukungan kelembagaan agribisnis

X3.1. penyediaan modal X3.2. penyediaan input produksi X3.3. kelancaran pemasaran X3.4. penyediaan informasi

X4. Dukungan kelompok pembudidaya ikan X4.1. Tingkat kedinamisan kelompok X4 2. Peran pemimpin kelompok

X2. Kinerja penyuluh X2.1. Identifikasi

kebutuhan dan penyusunan rencana kerja

X2.2. Pengembangan kelompok

X2.3. Pelaksanaan proses pembelajaran

X2.4. Pengembangan jejaring

80

Beberapa pendefinisian kapasitas, seperti pada Tabel 6 memperlihatkan, kapasitas

memiliki makna yang lebih luas.

Kapasitas mengarah pada beberapa konteks, seperti: (a) kompetensi, yaitu

karakteristik dasar seseorang yang mempengaruhi cara berpikir dan bertindak,

yang dapat diukur dari tingkatan kinerjanya sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan. Pada ranah pengetahuan dan keterampilan dengan lebih mudah

diukur, sedangkan untuk ranah sikap, nilai, dan traits (sifat) lebih sulit dilakukan;

(b) kinerja, yaitu tingkat keberhasilan seseorang dalam menjalankan sesuatu

bidang pekerjaan. Kata kuncinya adalah keberhasilan, jadi tidak hanya semata-

mata melihat kemampuan seseorang dalam mengerjakan suatu pekerjaan (ability);

(c) daya adaptif, terhadap suatu perubahan-perubahan yang muncul di luar kendali

diri seseorang; dan (d) kemampuan menjalankan fungsi, memecahkan masalah,

dan merencanakan suatu hal yang ingin dikerjakan dan mengevaluasinya.

Keterkaitan antara berbagai konsep yang umum dipakai dalam

pengembangan SDM, khususnya penyuluhan, antara lain adalah kemampuan

(ability), kompetensi, kapasitas, dan kemandirian, seperti pada Gambar 12.

Gambar 12. Keterkaitan antara Ability, Kompetensi, Kapasitas, dan Kemandirian

Kemampuan (ability) merupakan inti dari keseluruhan konsep tersebut.

Kemampuan diartikan sebagai kekuatan untuk melakukan suatu pekerjaan, yang

terkandung di dalamnya tiga ranah perilaku, yaitu pengetahuan, sikap, dan

keterampilan. Kemampuan menjalankan suatu pekerjaan dipengaruhi oleh

karakteristik dasar seseorang (kompetensi), oleh karenanya perlu diukur dengan

melihat kinerja orang tersebut sesuai dengan standar yang ditetapkan. Pada

KAPASITAS Daya adaptif, kemampuan menjalankan fungsi, memecahkan masalah, dan merencanakan-mengevaluasi

KOMPETENSI : pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai, traits. Standar kinerja

ABILITY Pengetahuan, sikap

keterampilan

KEMANDIRIAN Mampu bekerjasama dengan pihak lain

81

cakupan yang lebih luas kapasitas sebagai agregat dari kemampuan dan

kompetensi, yang di dalamnya tercakup daya adaptif, serta kemampuan

menjalankan fungsi, memecahkan masalah, dan merencanakan dan mengevaluasi

suatu usaha. Tingkatan kapasitas seseorang akan menentukan kemandiriannya,

yaitu dengan semakin tinggi tingkat kapasitasnya, maka semakin tinggi pula

tingkat kemandiriannya.

Kapasitas pembudidaya ikan yang tinggi diperlukan guna menjadikan

usahanya menjadi berkelanjutan. Perbedaan karakteristik kapasitas pembudidaya

ikan yang tinggi dengan yang rendah dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kapasitas Pembudidaya Ikan dalam Mengelola Usaha Akuakultur No Aspek Kapasitas Rendah Kapasitas Tinggi

1. Kemampuan menjalankan fungsi-fungsi usaha

a. Pengelolaan produksi

Menjalankan produksi berdasarkan kebiasaan yang diturunkan atau kebiasaan masyarakat setempat, dengan penggunaan input produksi terbatas, teknologi sederhana dan di bawah standar mutu kerja

Menjalankan produksi yang bersifat fleksibel dan adaptif terhadap perubahan pasar, penggunaan input produksi, teknologi, dan proses kerja yang bermutu sesuai standar

b. Pengelolaan keuangan

Pengelolaan keuangan usaha dicampur dengan keuangan rumah tangga, tidak melakukan perhitungan finansial dalam perencanaan usaha,tidak mampu mengakses modal dari lembaga permodalan formal, ketersediaan modal sangat terbatas

Melakukan pemisahan keuangan usahdengan keuangan rumah tangga, melakukan perhitungan finansial, mampu mengakses modal, mampu mengembangkan modal usaha.

c. Pengelolaan tenaga kerja

Penggunaan tenaga kerja dari anggota keluargatidak diperhitungkan sebagai biaya. Kurang aktif dalam meningkatkan wawasan dan keterampilan usahanya

Penggunaan tenaga kerja keluarga diperhitungkan sebagai biaya. Aktif mencari informasi yang bermanfaat untuk mengembangkan usahanya

d. Pengelolaan pemasaran

-Tidak menjadikan preferensi konsumen atau permintaan pasar sebagai dasar berproduksi. -Tidak merumuskan strategi pemasaran -Tidak menganggap penting informasi pasar dan informasi harga.

Preferensi konsumen atau permintaan pasar menjadi pijakan utama berproduksi. Merumuskan strategi pemasaran secarefesien dan efektif. Menganggap penting informasi pasar atau informasi harga.

2. Kemampuan memecahkan masalah

-Tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk menghadapi segala masalah -Menganggap masalah bukan sebagai peluang dan tantangan yang harus dihadapi -Tidak memiliki cukup kemampuan untuk bekerjasama dengan pihak lain guna memecahkan masalah

-Memiliki kecakapan dan keterampiladalam memecahkan masalah. -Menjadikan masalah sebagai peluangdan tantangan yang harus dihadapi. -Memanfaatkan pihak lain untuk bekerjasama mengatasi masalah

3. Kemampuan perencanaan dan evaluasi usaha

Tidak melakukan kegiatan perencanaan dan evaluasi atas usaha yang telah dilakukan, sehingga sulit mengukur tingkat efesiensi dan efektivitas usahanya

Melakukan kegiatan perencanaan danevaluasi atas usaha yang telah dilakukan, sehingga bisa mengukur tingkat efesiensi dan efektivitas usahanya

82

Tabel 6

83

Paradigma Penyuluhan Akuakultur

Secara garis besar orientasi pembangunan perikanan mengarah pada dua

hal, yaitu pembangunan untuk meningkatkan produksi ikan, dan pembangunan

untuk meningkatkan kesejahteraan pembudidaya ikan melalui peningkatan

kualitas sumberdaya manusia pembudidaya ikan.

Berkaca dari paradigma pembangunan pertanian dengan peningkatan

poduksi pangan melalui revolusi hijau ternyata tidak otomatis meningkatkan

kesejahteraan petani. Oleh karenanya, konsep pembangunan akuakultur layaknya

mengacu pada paradigma yang kedua yaitu peningkatan kesejahteraan

pembudidaya ikan.

Perbedaan paradigma pembangunan yang digunakan berpengaruh pada

pendekatan penyuluhan yang diterapkan dalam pembangunan. Pembangunan yang

berorientasi pada produksi cenderung menggunakan penyuluhan sebagai alat

untuk meningkatkan produksi ikan sesuai target yang telah ditetapkan, sehingga

pendekatannya cenderung direktif.

Beberapa pendekatan penyuluhan yang tergolong pada paradigma ini

adalah pendekatan komoditas, proyek, LAKU, dan Farming System Development.

Sebaliknya, paradigma pembangunan akuakultur yang mengacu pada peningkatan

kualitas SDM, orientasi penyuluhan untuk meningkatkan kesejahteraan

pembudidaya ikan. Sifat penyuluhan ini lebih partisipatif. Pendekatan penyuluhan

cost sharing dan partisipasi dapat digolongkan pada paradigma pembangunan ini.

Perbandingan berbagai pendekatan penyuluhan pembangunan akuakultur

tersebut berdasarkan dimensinya secara lebih terinci dapat dilihat Tabel 8.

Kinerja Penyuluh

Penyuluh sebagai ujung tombak penyuluhan pembangunan memiliki peran

yang besar dalam keberhasilan pembangunan itu sendiri. Peran utamanya adalah

menciptakan suasana yang kondusif, sehingga memungkinkan partisipan

penyuluhan mengalami proses pembelajaran secara aktif dan mandiri.

Implikasinya di lapang penyuluh harus berperan sebatas fasilitator, mediator, dan

dinamisator bagi proses pembelajaran tersebut, bukan sebagai konseptor maupun

eksekutor yang merencanakan dan memutuskan sesuatu yang dianggap tepat bagi

partisipan.

84

Tabel 8. Perbandingan Pendekatan Penyuluhan Berdasarkan Dimensinya

Dimensi Pendekatan Penyuluhan

Komoditas Proyek Latihan Kunjungan

(LAKU)

Farming System

Development

Cost Sharing Partisipasi

Tujuan Meningkatkan produksi komoditas tertentu

Meningkatkan produksi komoditas tertentu

Meningkatkan produksi komoditas tertentu

Meningkatkan produksi komoditas tertentu

Meningkatkan kesejahteraan melalui pembiayaan bersama

Meningkatkan kesejahteraan melalui peningkatan kapasitas

Perenca-naan

Dibuat pemerintah pusat

Dibuat pemerintah pusat

Dibuat pemerintah pusat

Dibuat pemerintah sesuai dengan agroklimat setempat

Dibuat bersama antara penyuluh dengan pembudidaya ikan

Dibuat bersama antara penyuluh dengan pembudidaya ikan

Pelaksa-naan

Teknik produksi diperkenenal-kan pada pembudidaya ikan melalui demonstrasi

Seringkali biaya dan teknik bersumber dari donor internasional

Secara terjadwal pelatihan penyuluh dan kunjungan ke lapang

Kerjasama peneliti dg penyuluh, analisis dan percobaan lapang milik pembudidaya ikan

Pembudidaya ikan ambil bagian dalam pembiayaan program

Partsipasi aktif pembudidaya ikan untuk penguatan kelompok, dan sharing dalam penggunaan teknologi lokal

Pengawa-san (kontrol)

Dilakukan pemerintah melalui penyuluh

Dilakukan pemerintah bersama donor

Dilakukan pemerintah melalui penyuluh

Bersama antara peneliti, penyuluh, pemb.ikan

Bersama antara penyuluh dengan pembudidaya ikan

Bersama antara penyuluh dengan pembudidaya ikan

Indikator kesuksesan

Peningkatan produksi komoditas

Perubahan jangka pendek (short term)

Peningkatan produksi komoditas yang diprogram-kan

Tingkat adopsi dan keberlanjutan adopsi

Kemauan dan kemampuan pembudidaya ikan dalam membiayai program

Peningkatan kapasitas pembudidaya ikan, jumlah yang berpartisipasi, tingkat sumbangan dari pembudidaya ikan, tingkat manfaat yang diterima pembudidaya ikan, dan keberlanjutan program

Sifat komunikasi

Top down Top down Top down Top down Bottom up Konvergen

Kelemahan Perhatian pada komoditas bukan ke orangnya

Ide-ide berasal dari pihak luar

Biaya besar untuk supervisi teknik dan fasilitas

Biaya besar dan membutuhkan waktu yang lama untuk melihat hasilnya

Ada unsur paksaan pada yang tidak mampu

Membutuhkan usaha yang lebih keras dari penyuluh untuk menumbuhkan motivasi pemb. ikan

Kelebihan Integrasi berbagai fungsi: penyuluhan, teknologi, input, pasar dll

Pembiayaan dan bantuan teknis tercukupi

Pelayanan terpadu dan penyuluh langsung terjun ke lapang

Hubungan erat penyuluh dan peneliti, komitmen pemb. ikan mengembang-kan teknologi

Menimbulkan rasa tanggung jawab keberlangsung-an program

Program sesuai dengan kebutuhan, biaya lebih murah, efesien

85

Kinerja penyuluh diartikan sebagai pencapaian hasil yang diukur dari

pencapaian tujuan yang ditetapkan. Mengacu dari kedua jenis kinerja, maka

kinerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) identifikasi masalah dan

penyusunan rencana kerja penyuluhan, (2) pelaksanaan proses pembelajaran, (3)

pengembangan kelompok, dan (4) pengembangan jejaring. Secara lebih jelas

komponen kinerja ini dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Indikator Kinerja Penyuluh

Kinerja Penyuluh menurut Nuryanto (2008)

Kinerja Penyuluh menurut Suhanda (2008)

Kinerja Penyuluh dalam Penelitian

1. Pada aspek persiapan penyuluhan: tersusunnya rumusan hasil pengumpulan data dan potensi wilayah dan agrosistem, kebutuhan teknologi, programa penyuluhan, dan rencana kerja penyuluhan

2. Pada aspek pelaksanaan penyuluhan: penyusunan materi, penerapan metode, perkembangan kelompok

3. Pada aspek evaluasi dan pelaporan penyuluhan: pembuatan pelaporan dan evaluasi hasil kegiatan, dan evaluasi dampak

4. Pada aspek pengembangan penyuluhan: penyususnan pedoman teknis dan pelaksanaan penyuluhan, rumusan hasil kajian dan kebijakan penyuluhan, rumusan hasil konsep baru metode penyuluhan

5. Pada aspek pengembangan profesi penyuluhan: adanya hasil karya tulis ilmiah, publikasi karya tulis, karya saduran dan terjemahan

6. Pada aspek penunjang penyuluhan: kesempatan mengikuti kegiatan seminar, pelatihan, mengajar, penghargaan prestasi kerja

1. Pelibatan tokoh masyarakat 2. Penumbuh-kembangan

kelompok tani 3. Penyusunan rencana kerja

penyuluhan 4. Penerapan metode

penyuluhan 5. Penyusunan programa 6. Penyusunan materi 7. Penumbuhan keswadayaan

dan keswakarsaan 8. Tata laksana kantor 9. Penumbuhan kelembagaan

ekonomi 10. Analisis potensi dan

kebutuhan 11. Evaluasi dan pelaporan 12. Pengembangan jejaring 13. Pengembangan

profesionalisme

1. Identifikasi masalah dan penyusunan rencana kerja penyuluhan

2. Pelaksanaan proses pembelajaran

3. Pengembangan kelompok

4. Pengembangan jejaring

Paradigma penyuluhan yang baru menuntut adanya partisipasi dalam

setiap kegiatan penyuluhan. Oleh karenanya, kinerja penyuluh yang baik antara

lain diukur dari tingkatan kegiatan penyuluhan yang didasari dan dilaksanakan

dengan pendekatan partisipatif.

Pendekatan partisipatif didasari pada filosofi bahwa menolong partisipan

penyuluhan agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, dan partisipan bukan

sebagai objek penyuluhan tetapi sebagai subjek program penyuluhan dengan

bekerjasama dengan penyuluh, dengan demikian komunikasi yang dilakukan

86

bersifat konvergen antara kedua belah pihak. Kriteria kinerja penyuluh yang

dilakukan secara dogmatis dan partisipatif dapat dilihat dari Tabel 10.

Tabel 10. Paradigma Kinerja Penyuluhan yang Bersifat Dogmatis dan Partisipatif

No Aspek Dogmatis Partisipatif 1. Identifikasi masalah dan

penyusunan rencana kerja penyuluhan

Lebih banyak dilakukan oleh penyuluh

Dilakukan bersama-sama antara penyuluh dan masyarakat pembudidaya ikan

2. Pelaksanaan proses pembelajaran

Materi belajar ditetapkan oleh penyuluh, dan lebih didasarkan pada program dari atas

Metode penyuluhan kurang variatif, tidak bersifat praktek langsung, cenderung metode satu arah (ceramah, kuliah), dan kurang menggunakan media atau alat bantu

Suasana belajar kurang dinamis, peserta penyuluhan cenderung sebagai objek dan pasif, bersifat pengarahan dari penyuluh

Ditetapkan bersama antara penyuluh dan masyarakat pembudidaya ikan, dan lebih didasarkan pada potensi, masalah, dan kebutuhan pembudidaya ikan

Metode penyuluhan variatif, bersifat praktek langsung, cenderung metode dua atau banyak arah (diksusi, bainstorming), dan menggunakan media atau alat bantu yang cukup

Suasana belajar dinamis, semua peserta penyuluhan terlibat aktif dalam pembelajaran atau sebagai subjek pembelajaran, dan bersuasana demokratis

3. Penumbuhkembangan

kelompok Kelompok dibentuk dan dikembangkan dengan tujuan lebih kepada kepentingan pihak lain, memperoleh bantuan program atau untuk tujuan lomba

Kelompok dibentuk dengan tujuan untuk kepentingan pembudidaya ikan itu sendiri, seperti meningkatkan posisi tawar, sarana belajar dan komunikasi antar anggota

4. Pengembangan jejaring Kurang aktif melakukan kerjasama dengan pihak lain atau lembaga pendukung agribisnis guna meningkatkan kapasitas pembudidaya ikan

Aktif melakukan kerjasama dengan pihak lain atau lembaga pendukung agribisnis guna meningkatkan kapasitas pembudidaya ikan

Dukungan Kelembagaan Agribisnis Akuakultur

Pengembangan agribisnis akuakultur dicirikan dari upaya memperoleh

keuntungan usaha melalui pemeliharaan ikan yang berorientasi pada pasar, bukan

87

berproduksi untuk menghasilkan ikan sebanyak mungkin tanpa pertimbangan nilai

keuntungan yang akan diperoleh. Pengabaian pasar seringkali menjadikan ikan

yang dihasilkan tidak terserap pasar, yang akhirnya pembudidaya ikan merugi.

Selain faktor pasar sebagai aspek hilir agribisnis, faktor penting lainnya dalam

rantai agribisnis akuakultur yang harus diperhatikan adalah pada aspek hulu. Pada

sisi hulu, diperlukan kelembagaan pendukung usaha produksi pembudidaya ikan

yang terkait dengan penyediaan input produksi, informasi dan teknologi, serta

penyediaan modal.

Kelembagaan input produksi berperan dalam menyediakan berbagai jenis

input yang dibutuhkan dalam berproduksi. Beberapa jenis input produksi

akuakultur adalah: (a) Pakan ikan baik yang berupa pakan alami maupun pakan

buatan (pelet); (b) Pupuk dan kapur. Pupuk berguna untuk menyuburkan lahan

sawah atau kolam tanah yang bermanfaat bagi tumbuhnya jasad renik sebagai

pakan ikan, sedangkan kapur untuk meningkatkan pH tanah sehingga sesuai bagi

pertumbuhan ikan; (c) Obat-obatan, berupa obat-obatan yang diperlukan untuk

mencegah maupun mengobati ikan yang sakit karena serangan virus, jamur atau

bakteri, dan ovaprin sejenis hormon yang diperlukan untuk pemijahan; (d)

Peralatan usaha, dengan berbagai jenis bergantung pada jenis usaha yang

dijalankan; dan (e) Benih ikan, yang berkualitas dan tersedia cukup, khususnya

pada usaha pendederan dan pembesaran. Sumber benih bisa diperoleh dari

pembenih rakyat maupun dari BBI (Balai Benih Ikan) milik pemerintah.

Keberadaan kelembagaan informasi penting untuk menyediakan informasi

teknologi maupun pasar. Kelembagaan ini dapat berasal dari pemerintah daerah

dan pusat maupun swasta. Lembaga-lembaga pemerintah yang berada di bawah

kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan diantaranya Badan Penelitian

Ikan Air Tawar (Balitanwar), BBAT, dan BBI berperan menyediakan informasi

teknologi akuakultur. Penyuluh perikanan juga berperan sebagai sumber informasi

bagi pembudidaya ikan. Sumber informasi yang lain adalah ketua kelompok,

tengkulak, dan sesama pembudidaya ikan

Modal juga menjadi masalah yang umumnya dihadapi oleh pembudidaya

ikan. Oleh karenanya, kelembagaan yang menyediakan modal yang dapat diakses

oleh pembudidaya ikan sangat diperlukan. Umumnya modal milik sendiri atau

88

pinjaman dari sesama teman terbatas, sehingga sulit digunakan untuk

mengembangkan usaha yang lebih besar. Oleh karenanya, diperlukan sumber

modal yang lebih kuat dengan tingkat bunga yang rendah. Beberapa skim kredit

telah dikucurkan oleh pemerintah untuk usaha mikro, kecil, dan menengah

(UMKM) yang juga dapat diakses oleh pembudidaya ikan yang umumnya

berskala usaha kecil. Namun, pada kenyataannya tidak semua pembudidaya ikan

mampu mengaksesnya, dengan berbagai alasan seperti minimnya informasi,

terbatasnya jumlah kredit yang tidak sebanding dengan jumlah calon nasabah

yang membutuhkan, tidak mau ”repot” mengurusnya dan sebagainya.

Peran kelembagaan agribisnis dalam pengembangan usaha akuakultur

harus dilandasi oleh paradigma bahwa peran kelembagaan tersebut hanya sebagai

pendukung usaha bukan sebagai pelaku utama dalam pengembangan akuakultur,

karena pada dasarnya aktor utama pembangunan akuakultur adalah pembudidaya

ikan itu sendiri. Dengan demikian, prinsip kemandirian pembudidaya ikan yang

harus dikembangkan. Konsekuensinya adalah lembaga-lembaga pendukung

tersebut tidak memberi bantuan yang bersifat sebagai ”pemberi ikan” tetapi

memberikan modal ”pancing” kepada pembudidaya ikan untuk mampu ”mencari

ikan” lebih banyak dan lebih besar. Sebagai gambaran perbedaan antara kedua

pendekatan ini dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Paradigma Dukungan Lembaga Agribisnis Akuakultur

Dimensi Dihindari Diterapkan Orientasi nilai Mementingkan keuntungan sebesar-

besarnya pada satu pihak, dengan mengabaikan kepentingan pihak lain

Perhatian pada kepentingan kedua belah pihak (lembaga pendukung agribisnis dan pembudidaya ikan) dengan konsep win-win solution .

Peran Lembaga pendukung agribisnis sebagai pelaku utama dalam pembangunan akuakultur, yang seharusnya pelaku utamanya adalah pembudidaya ikan

Lembaga pendukung agribisnis sebagai pendukung pembangunan akuakultur, termasuk dalam pengembangan kapasitas pembudidaya ikan

Kedudukan Kedudukan lembaga pendukung agribisnis lebih tinggi dibandingkan pembudidaya ikan

Kedudukan pembudidaya ikan sejajar dengan lembaga pendukung agribisnis

Sifat bantuan Sebagai kebutuhan utama, sehingga jika bantuan tidak ada maka perkembangan usaha terhenti

Sebagai stimulus, yang berfungsi sebagai modal awal untuk perkembangan usaha selanjutnya

Dampak Kebergantungan pembudidaya ikan kepada lembaga-lembaga pendukung agribisnis

Kemandirian pembudidaya ikan

89

Paradigma Keefektifan Kelompok

Kelompok usaha pembudidaya ikan diartikan sebagai kumpulan orang-

orang yang mempunyai usaha budidaya ikan yang memiliki tujuan

mengembangkan usahanya. Peran kelompok sangatlah besar, disamping sebagai

wadah untuk saling berinteraksi, berbagi pengalaman, bertukar pikiran dan

sebagainya juga sebagai wahana untuk memperkuat posisi tawar pembudidaya

ikan.

Keberadaan kelompok akan dirasakan penting oleh para anggotanya

apabila kelompok tersebut bersifat dinamis dan memberi manfaat bagi

anggotanya. Sifat dinamis kelompok akan muncul jika di dalamnya ditumbuhkan

kekuatan-kekuatan yang akan mendorong pada upaya tujuan kelompok.

Peran pemimpin kelompok juga sangat penting dalam pencapaian tujuan

kelompok. Pada hakekatnya pemimpin adalah orang yang memiliki kemampuan

mempengaruhi orang lain untuk bertindak seseuai dengan yang diinginkan,

termasuk dalam hal ini kemampuan mempengaruhi anggota-anggota kelompok

untuk bersama-sama mengarahkan segala kemampuannya mencapai tujuan

kelompok. Pemimpin yang efektif harus bisa memilih gaya kepemimpinannya

secara tepat. Pada kelompok pembudidaya ikan, gaya kepemimpinan yang

bersifat situasional dengan pendekatan yang lebih bersifat kekeluargaan lebih

tepat diterapkan, karena pada umumnya kelompok ini umumnya bersifat informal

dan ikatan antara pemimpin dan anggota masih bersifat tradisional. Beberapa

aspek yang terkait dengan kelompok dan kepemimpinan pada penelitian secara

lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 12.

Keberlanjutan Usaha

Keberlanjutan usaha dapat dilihat dari dimensi bisnis, lingkungan hidup

dan sosial. Indikator keberlanjutan dimensi bisnis jika usaha mengalami

perkembangan dan memberikan keuntungan yang maksimal. Keberlanjutan

lingkungan hidup berarti, adanya daya dukung lingkungan perairan terhadap

usaha. Keberlanjutan sosial berarti, usaha berdampak pada kesejahteraan

masyarakat pembudidaya ikan. Pada Tabel 13 diuraikan tentang perbedaan

kriteria antara usaha akuakultur yang bersifat keberlanjutan dan yang tidak

berkelanjutan.

90

Tabel 12. Paradigma Keefektifan Kelompok Berdasarkan Aspek-aspeknya Aspek Keefektifan Kelompok

Tidak Efektif Efektif Tujuan kelompok

Tujuan kelompok tidak identik dengan tujuan anggota

Tujuan kelompok identik dengan tujuan anggota

Struktur kelompok Peran, kekuasaan, hak dan kewajiban pada setiap posisi tidak jelas dan struktur dibuat seragam sesuai aturan yang dibuat oleh pihak di luar kelompok

Peran, kekuasaan, hak dan kewajiban pada setiap posisi jelas dan struktur dibuat sesuai dengan tujuan, masalahan, kebutuhan dari anggota kelompok

Fungsi tugas Ketidakjelasan tugas yang harus dilakukan pada setiap posisi dalam struktur organisasi dan berorientasi pada tujuan pribadi dari individu yang menduduki posisi tertentu

Kejelasan tugas yang harus dilakukan pada setiap posisi dalam struktur organisasi dan berorientasi pada tujuan kelompok

Pembinaan dan pemeliharaan kelompok

Tidak aktif melakukan upaya-upaya untuk mempertahankan keberadaan kelompok dan mengembangkannya

Aktif melakukan upaya-upaya untuk mempertahankan keberadaan kelompok dan mengembangkannya

Kekompakan kelompok Kurang aktif menjaga kekompakan kelompok melalui kegiatan bersama dan tidak segera mengatasi konflik yang timbul

Menjaga kekompakan kelompok dengan memperkuat rasa solidaritas, loyalitas, kohesivitas antar anggota melalui kegiatan bersama dan segera mengatasi konflik yang timbul

Suasana Kelompok Kurang menjaga suasana kelompok yang nyaman, aman, demokratis, toleran bagi setiap anggota

Menjaga suasana kelompok yang nyaman, aman, demokratis, toleran, bebas dari tekanan bagi setiap anggota

Tekanan Kelompok Tidak mampu meminimalisir dampak negatif dari kondisi yang menekan kelompok,atau sebaliknya tidak mampu menciptakan tekanan kelompok yang bersifat mendinamisasikan kelompok

Mampu meminimalisir dampak negatif dari kondisi yang menekan kelompok, atau sebaliknya mampu menciptakan tekanan kelompok yang bersifat mendinamisasikan kelompok

Keefektivan kelompok Pencapaian tujuan kelompok tidak dapat dicapai keseluruhan, karena kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan tidak fokus pada tujuan

Tujuan kelompok dapat dicapai dengan efesien dan efektif melalui kegiatan-kegiatan yang fokus pada tujuan

Hubungan pemimpin dan anggota

Hubungan pemimpin dengan anggota secara formal maupun informal berjalan kurang baik, dan komunikasi tidak berjalan efektif

Hubungan pemimpin dengan anggota secara formal maupun informal berjalan dengan baik, dan komunikasi berjalan efektif

Proses pengambilan keputusan Pengambilan keputusan cenderung otoriter, dengan peran ketua kelompok lebih banyak dalam mengambil keputusan.

Pengambilan keputusan secara demokratis, kesempatan yang sama bagi anggota maupun ketua kelompok menyampaikan pendapat

Sistem pemilihan ketua kelompok

Ketua kelompok dipilih atas dasar penunjukan dari luar kelompok dan kurang didasarkan pada kompetensi.

Ketua kelompok dipilih secara demokratis dan berdasarkan kriteria yang jelas yang mengarah pada kualitas atau kompetensi

Kemampuan memimpin Ketua kelompok kurang memiliki kompetensi dan karakter sebagai seorang pemimpin yang baik, misalnya tidak memiliki visi memajukan kelompok, kurang dipercaya anggota, berorientasi pada tujuan pribadi dan sebagainya

Ketua kelompok memiliki kompetensi dan karakter sebagai seorang pemimpin yang baik, misalnya memiliki visi memajukan kelompok, dipercaya anggota, berorientasi pada tujuan kelompok dan sebagainya

91

Tabel 13 Karakteristik Keberlanjutan Usaha Akuakultur Air Tawar

Kriteria Usaha Tidak Berkelanjutan Usaha Berkelanjutan Aspek bisnis Keuntungan Keuntungan diperoleh sesaat, dan

tidak mampu mempertahankan keuntungan yang diperoleh, karena ketidakmampuan dalam meningkatkan penerimaan ataupun menekan biaya

Keuntungan rata-rata per masa tanam meningkat, yang diperoleh dari meningkatknya penerimaan dan menurunnya biaya produksi

Tingkat produksi Tidak terjadi peningkatan produksi rata-rata per tahun

Produksi rata-rata per tahun meningkat

Jaminan pasar Tidak semua hasil produksi terserap pasar.

Hasil produksi semuanya terserap pasar

Skala Usaha Skala usaha cenderung stagnan bahkan berkurang dari tahun-tahun sebelumnya.

Peningkatan skala usaha dari tahun-tahun sebelumnya

Aspek Lingkungan

Kondisi perairan Jumlah dan kualitas air dan tanah kurang baik

Jumlah dan kualitas air cukup baik

Kondisi hama penyakit

Terjadi serangan hama penyakit yang signifikan menyebabkan kematian banyak ikan

Hama penyakit ikan terkendali, sehingga tidak menyebabkan kematian ikan yang tinggi

Aspek sosial Kesejahteraan Kesejahteraan rumah tangga

pembudidaya ikan tidak meningkat Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga pembudidaya ikan, yang diindikasikan dari peningkatan pendapatan, pendidikan dan kesehatan

Paradigma Pembangunan Akuakultur

Krisis pangan global yang mengancam negara-negara di dunia, termasuk

di Indonesia perlu dicarikan upaya untuk mengatasinya. Salah satu caranya

dengan menggali dan mencari sumber-sumberdaya yang bersifat terbaharukan

guna mendapatkan pangan yang bersifat berkelanjutan. Sumberdaya kelautan dan

perikanan merupakan sumberdaya terbaharukan yang memiliki potensi yang besar

untuk dikembangkan.

Akuakultur merupakan salah satu sub sektor perikanan yang dapat menjadi

alternatif penyediaan sumber pangan, khususnya sumber protein yang bernilai gizi

92

tinggi. Ikan dapat menjadi alternatif pengganti ataupun sebagai substitusi daging

dan produk turunannya. Dalam kondisi harga pangan dunia yang melonjak tinggi

saat ini, ketergantungan tersebut dapat mengancam ketahanan pangan sekaligus

kedaulatan pangan bangsa Indonesia.

Selain sebagai alternatif penyedia sumber pangan, akuakultur juga

berperan dalam menyediakan lapangan kerja, sumber devisa negara, dan sebagai

jalan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya para

pembudidaya ikan. Beberapa jenis ikan hasil akuakultur yang memiliki prospek

tinggi untuk diekspor antara lain rumput laut, kerapu, kakap putih, abalone,

lobster, udang, artemia, bandeng, nila, patin, lele, dan gurame, serta komoditas

baru yakni Ganggang Merah (Rhodophyceae) untuk menghasilkan pulp (bubur

kertas), sidat, dan mutiara. Dari berbagai jenis ikan tersebut yang dihasilkan dari

perairan darat atau air tawar adalah nila, patin, lele, dan gurame. Selain jenis ikan

konsumsi di atas, ada berbagai jenis ikan hias yang prospektif untuk diekspor.

Pembangunan akuakultur yang hanya berorientasi pada peningkatan

produksi akan menimbulkan kegagalan pencapaian pembangunan itu sendiri.

Berkaca dari pengalaman program-program peningkatan produksi pertanian pada

revolusi hijau ternyata tidak menimbulkan kemandirian petani, tetapi justru

mengakibatkan kebergantungan petani pada unsur-unsur di luar dirinya. Oleh

karenanya, orientasi pembangunan akuakultur harus diarahkan kepada unsur

peningkatan kapasitas sumberdaya manusia (SDM). Dengan kapasitas yang

tinggi diharapkan pembudidaya ikan akan mampu secara mandiri menyelesaikan

masalah-masalah yang dihadapinya.

Pembangunan SDM menjadi sangat relevan mengingat bahwa pelaku

usaha akuakultur di Indonesia, seperti halnya juga di negara-negara berkembang

adalah pembudidaya skala kecil, yang dicirikan oleh kualitas sumberdaya manusia

yang rendah. Ciri-ciri tersebut antara lain: tingkat pendidikan rendah, pendapatan

rendah, daya keinovatifan dan kreativitas rendah, tidak melakukan perencanaan

usaha dengan baik, orientasi usaha jangka pendek dan sebagainya.

Paradigma pembangunan yang menekankan pada aspek SDM selain

menjamin kemandirian pembudidaya ikan, juga menjamin keberlanjutan program

pembangunan itu sendiri. Pembangunan akan diupayakan keberlangsungan oleh

93

masyarakat, karena mereka telah menguasai strategi atau cara-cara untuk

menjalankan program, karena sebelumnya telah mengalami proses pembelajaran

terkait dengan keterlibatannya dalam program pembangunan. Secara lebih jelas

perbedaan kedua paradigma ini dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Perbedaan Paradigma Pembangunan Akuakultur Menekankan pada Aspek Produksi dengan Aspek SDM

No Aspek Aspek Produksi Aspek SDM 1. Pendekatan Menekankan pada aspek peningkatan

produksi melalui inovasi teknologi dari luar diri pembudidaya ikan.

Menekankan pada aspek peningkatan SDM melalui jalur pendidikan

2. Orientasi usaha Cenderung untuk memenuhi kebutuhan masyarakat luas (konsumen) dan sumber devisa negara

Orientasi pada kesejahteraan pembudidaya ikan

3. Peran Pembudidaya Ikan

Sebagai objek pembangunan Sebagai subjek pembangunan

4. Peran pemerintah Dominan dalam menetapkan suatu program, mulai dari perencanaan hingga evaluasi

Kurang dominan, hanya sebatas pada untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi masyarakat berpartisipasi

5. Sifat keberlanjutan

Cenderung jangka pendek sebatas pada pencapaian produksi dan masa proyek

Jangka panjang, karena kapasitas SDM yang diciptakan akan menjamin keberlanjutan ini.

6. Isu lingkungan Cenderung mengabaikan faktor lingkungan yang tergredasi akibat pencemaran, penggunaan bahan kimia

Memperhatikan dampak proses produksi terhadap kerusakan lingkungan

7. Dampak Kebergantungan pembudidaya pada inovasi teknologi dari luar

Kemandirian pembudidaya ikan

Dalam pengembangan akuakultur tidak lepas dari berbagai masalah, antara

lain penyediaan input produksi, penyediaan kredit, degradasi lingkungan,

pemasaran, keterbatasan modal, dan informasi. Kesemua masalah tersebut perlu

dicari alternatif pemecahannya. Pada Tabel 15 diperlihatkan berbagai masalah

atau isu dan alternatif penanganannya.

94

Tabel 15. Dimensi Isu dan Alternatif Penanganan Pengembangan Akuakultur

No Dimensi Isu Alternatif Penanganan 1 Ketersediaaan benih Jumlah dan kualitas benih

yang terbatas Meningkatkan produksi benih dari BBI (Balai Benih Ikan), pembenihan rakyat, dan restocking di waduk

2 Ketersediaan pakan Harga yang meningkat dan kadang-kadang tidak tersedia pada saat dibutuhkan.

Membantu kelancaran distribusi pakan, menggunakan pendekatan kelompok dalam penyediaan pakan, penggunaan pakan alami

3 Ketersediaan pupuk dan kapur

Harga yang meningkat Memperlancar distribusi, meningkatkan peran kelompok dalam penyediaan pupuk dan kapur, penggunaan pupuk organik

4 Kualitas air Kualitas air yang buruk Memberdayakan pembudidaya dalam mengetes kualitas air dan memberikan informasi cara penanganan kualitas air yang buruk

5 Ketersediaan alat produksi

Harga yang meningkat Memberdayakan kelompok sebagai penyedia alat produksi

6 Serangan hama penyakit

Mewabahnya hama penyakit ikan, dan keterbatasan pengetahuan pembudidaya ikan untuk mengatasinya

Meningkatkan pengetahuan dan kerjasama untuk mengendalikan hama penyakit

7 Degradasi lingkungan

Daya dukung perairan terbatas akibat pencemaran dari pupuk dan obat-obatan, pakan

Penataan tata ruang , penegakan hukum, kampanye penggunaan pupuk organik.

8 Pemasaran produk Posisi tawar pembudidaya ikan rendah, akibat keterbatasan informasi pasar, modal, biaya transportasi,d an skala usaha yang kecil

Memberdayakan kelompok dalam memasarkan produk, dan akses informasi pasar.

9 Ketersediaan kredit Terikat pada ”pelepas uang” dengan tingkat bunga tinggi, akses pada bank dan skim kredit usaha kecil rendah

Meningkatkan informasi tentang skim kredit dan memperlancar akses skim kredit

10 Akses informasi Akses informasi teknologi dan pasar rendah. Sumber informasi terbatas.

Meningkatkan peran penyuluh sebagai fasilitator akses informasi.

95

Hipotesis Penelitian

Hipotesis dinyatakan sebagai suatu pernyataan dugaan tentang hubungan

antara dua peubah atau lebih, yang dinyatakan dalam suatu kalimat (Kerlinger

2003). Berdasarkan atas masalah dan tujuan penelitian yang telah ditetapkan,

maka hipotesis penelitian adalah kapasitas pembudidaya ikan yang tinggi menuju

tercapainya keberlanjutan usaha dipengaruhi secara nyata oleh karakteristik

individu pembudidaya ikan, kinerja penyuluhan, dukungan kelembagaan

agribisnis, dan dukungan kelompok pembudidaya ikan. Adapun hipotesis kerja

penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1) Terdapat perbedaan nyata antara kedua lokasi studi pada peubah-peubah

karakteristik pembudidaya ikan, dukungan lembaga agribisnis, kinerja

penyuluh, dan dukungan kelompok.

(2) Terdapat perbedaan nyata tingkat kapasitas pembudidaya ikan dalam

mengelola usahanya di antara dua wilayah penelitian.

(3) Terdapat perbedaan nyata tingkat keberlanjutan usaha pada kedua lokasi

penelitian

(4) Kapasitas pembudidaya ikan dipengaruhi secara nyata positif oleh faktor

internal yaitu karakteristik individu pembudidaya ikan, dan faktor

eksternal yang meliputi kinerja penyuluh, dukungan kelembagaan

agribisnis, dan dukungan kelompok pembudidaya ikan.

(5) Keberlanjutan usaha dipengaruhi secara nyata positif oleh kapasitas

pembudidaya ikan, karakteristik individu, kinerja penyuluh, dukungan

kelembagaan agribisnis, dan dukungan kelompok pembudidaya ikan.

96

Tabel 6. Definisi Kapasitas

Linell Morgan WCO Philbin Liou Milen Easterling UNDP Penelitian

Kapasitas menekankan pada sumberdaya manusia yang mengarah pada usaha melakukan sesuatu untuk mengembangkan keterampilan pada tingkat individu.

Kapasitas sebagai aset dan keterampi-lan yang diperlukan dalam implementasi program pembangunan.

Sebagai aspek

pengorgani-sasian infrastruktur kolektif dari keterampilan, kepandaian dan pemecahan masalah dan efeknya bagi kehidupan masyarakat itu sendiri

Kapasitas sebagai pengeta-huan, kemampuan, keterampilan, perilaku seseorang, dan memperbaiki struktur dan proses organisasi sehingga misi dan tujuannya tercapai secara berkelanjutan

Kapasitas sebagai keteram-pilan, naluri, kemampuan, daya juang, adaptif

Kapasitas mengarah pada konteks performa, kemam-puan (ability), kapabilitas dan potensi kualitatif suatu objek atau orang

Kapasitas sebagai kemampuan individu, organisasi atau sistem untuk menjalan-kan secara tepat fungsi-fungsinya secara efektif, efesien, dan berkelanjutan.

Kapasitas berhubungan dengan kinerja yang ditetapkan, dan ketepatan dalam menjalankan fungsi dan tugas, misalnya sejauh mana kontribusi seseorang dalam mencapai tujuan yang ditetapkan

Kapasitas komunitas sebagai kemampuan untuk mendefinisikan dan memecah-kan masalahnya sendiri

Keterampilan, aset, dan kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi yang dimiliki kelompok komunitas sebaiknya disiapkan mereka untuk mencapai tujuannya

Kapasitas sebagai kemampuan individu, lembaga atau masyarakat dalam menjalankan fungsi-fungsinya, memecahkan masalah, dan dalam menyusun dan mencapai tujuan yang berkelanjutan

Kapasitas pembudidaya ikan diartikan sebagai: - daya adaptif - kemampuan dalam menjalankan fungsi-fungsi usaha (pengelolaan produksi, keuangan, sumberdaya manusia, pemasaran ) ,

- memecahkan masalah,

- merencanakan dan mengevaluasi usaha untuk mencapai berkelanjutan usaha.