kerangka acuan - dinas kebudayaan & pariwisata...

60
Penjabaran bab pendahuluan dari pekerjaan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi Maluku Utara akan dibagi dalam beberapa sub bab yang menjelaskan. Bagian-bagian dari bab pendahuluan yang perlu dijabarkan lebih lanjut antara lain: 1. Latar Belakang 2. Tujuan dan Sasaran 3. Lingkup Kegiatan 4. Alur Pikir dan Pendekatan Perencanaan Secara detil tanggapan terhadap aspek-aspek tersebut diatas dapat diuraikan sebagai berikut: Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 1 1 PENDAHULUAN BAB

Upload: tranminh

Post on 20-Mar-2018

221 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Penjabaran bab pendahuluan dari pekerjaan Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan Daerah Provinsi Maluku Utara akan dibagi dalam beberapa sub bab yang

menjelaskan. Bagian-bagian dari bab pendahuluan yang perlu dijabarkan lebih lanjut

antara lain:

1. Latar Belakang

2. Tujuan dan Sasaran

3. Lingkup Kegiatan

4. Alur Pikir dan Pendekatan Perencanaan

Secara detil tanggapan terhadap aspek-aspek tersebut diatas dapat diuraikan sebagai

berikut:

1.1. LATAR BELAKANG

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 1

1PENDAHULUAN

BAB

Indonesia merupakan negara yang kaya dengan beraneka ragam daya tarik wisata

baik alam, budaya dan buatan manusia yang tersebar di seluruh wilayah nusantara

yang dapat dimanfaatkan sebagai modal sektor kepariwisataan Indonesia untuk

mampu menarik minat kunjungan wisatawan mancanegara serta meningkatkan

penyebaran pergerakan wisatawan nusantara ke seluruh wilayah nusantara.

1.1.1. DINAMIKA KEPARIWISATAAN NASIONAL

Pariwisata yang semula disebut turisme mempunyai makna kegiatan perjalanan

dari suatu tempat ke tempat lain. Definisi ini kemudian berkembang menjadi “... suatu (kegiatan) perjalanan seseorang dari tempat asalnya ke suatu tempat/ lingkungan yang berbeda dengan kondisi lingkungan asalnya untuk suatu tujuan tertentu seperti rekreasi, bisnis, silaturahmi/ kunjungan keluarga atau tujuan lainnya, yang memerlukan waktu lebih dari 24 jam serta memanfaatkan unsur-unsur pendukung/ fasilitas penunjang kepariwisataan (al: transportasi, akomodasi, rumah makan, hiburan, dstnya) ... “.

Kegiatan kepariwisataan Indonesia dapat dikatakan dimulai dengan dibentuknya

Badan Pusat Hotel Negara (BPHN) yang merupakan organisasi perhotelan

pertama di Indonesia pada bulan November 1946, yang kemudian dengan

Maklumat Presiden No.1/H/47 tanggal 1 Juli 1947 diubah menjadi Badan Hotel

Negara dan Turisme (HONET). Badan inilah yang mengatur tempat perundingan

antara Pemerintah RI dan Kolonial Belanda di Kaliurang yang dikenal sebagai

Perundingan Roem-Rooyen. Tahun 1952 lahir Serikat Gabungan Hotel dan

Turisme Indonesia (SERGANTI) yang bertugas mengusahakan terbukanya

Indonesia sebagai daerah tujuan wisata (DTW). Selanjutnya pada bulan Mei 1953

dibentuk PT Natour yang merupakan perusahaan negara dalam bidang perhotelan

yang bersifat komersial dan dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan

pariwisata di masa mendatang. Konferensi Asia Afrika tahun 1955 di Bandung yang

merupakan cikal bakal Gerakan Non Blok (GNB) adalah tonggak yang bersejarah

bagi perkembangan kepariwisataan Indonesia. Saat itu lahir Yayasan Turisme

Indonesia (YTI) yang bertujuan membina dan mengembangkan industri pariwisata

secara lebih efektif guna menunjang perekonomian Indonesia. Dari hasil

musyawarah YTI pertama pada bulan Juni 1957 di Tugu Jawa Barat, terbentuk

Dewan Turisme Indonesia (DTI) yang akan bertindak sebagai

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 2

badan/lembaga/yayasan di daerah untuk membantu dan mendampingi pemerintah

dalam hal pengurusan soal-soal kepariwisataan.

Perubahan kata turisme menjadi kata pariwisata adalah merupakan salah satu hasil

musyawarah DTI kedua pada tahun 1959. DTI berhasil meyakinkan Dewan

Perancang Nasional (DEPPERNAS) untuk memasukkan pariwisata sebagai bagian

dari Pembangunan Semesta Berencana. Kemudian melalui musyawarah DTI ketiga

pada bulan Agustus 1961 DTI diubah menjadi DEPARI (Dewan Pariwisata Republik

Indonesia).

Kurun waktu tahun 1960-1966 merupakan periode "batu loncatan" bagi pariwisata

Indonesia yaitu dengan diresmikannya Hotel Indonesia sebagai hotel pertama yang

bertaraf internasional pada bulan Agustus 1962 bersamaan dengan dibukanya

Asian Games IV di Jakarta. Mulai saat itu Indonesia memasuki era dunia

perhotelan modern. Setelah itu berturut-turut didirikan tiga hotel bertaraf

internasional lainnya, yaitu Samudera Beach Hotel di Pelabuhan Ratu, Ambarukmo

Palace Hotel di Yogyakarta, dan Hotel Bali Beach di Sanur, Bali.

Dalam rangka pengintegrasian, pengusahaan dan pengawasan hotel-hotel

pemerintah bertaraf internasional ini, maka pada tanggal 17 Agustus 1966 dibentuk

sebuah badan usaha sebagai pengelolanya yaitu PT Hotel Indonesia Internasional

(PT. HII). Bersamaan dengan itu dibentuk pula Lembaga Kepariwisataan Republik

Indonesia (GATARI) yang kemudian diubah lagi namanya menjadi Lembaga

Pariwisata Nasional (LPN). Pariwisata kini telah menjadi penghasil devisa yang

besar dan telah turut memberikan andil dalam memperluas kesempatan kerja,

meningkatkan dan memeratakan pendapatan masyarakat di daerah, serta

memperkenalkan Indonesia di luar negeri.

Berdasarkan data tahun 1998 sampai dengan tahun 2008, tercatat kunjungan

wisatawan mancanegara ke Indonesia telah mencapai sekitar 6,4 Juta kunjungan,

dengan tingkat pertumbuhan mencapai 17% dari tahun sebelumnya. Angka

kunjungan tersebut. merupakan yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir.

Dari angka tersebut, telah menghasilkan nilai devisa mencapai 7,4 Juta USD.

Perolehan devisa ini juga merupakan pencapaian tertinggi bidang pariwisata (dari

pembelanjaan wisman) dalam satu dekade terakhir. Pertumbuhan yang dicapai

juga sangat signifikan mencapai 38% pada tahun 2008. Pencapaian nilai devisa ini

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 3

pula yang menyebabkan peran sektor pariwisata terhadap perekonomian nasional

sangat penting. Kedudukan sektor pariwisata berada diuruan ke-3 sebagai

kontributor perolehan devisa nasional, setelah migas dan minyak kelapa sawit.

Tabel 1.1. Kontribusi Devisa dari Sektor Pariwisata dibandingkan dengan Sektor Lainnya, Tahun 2004-2008 (dalam juta USD)

SECTOR 2004 SECTOR 2005 SECTOR 2006 SECTOR 2007 SECTOR 2008

1 Oil & Gas 15,59 Oil & Gas 19,23 Oil & Gas 21,21 Oil & Gas 22,09 Oil & Gas 27,71

2 Tourism 4,70 Garments 4,96 Garments 5,61 Plam Crude oil 7,87 Plam Crude oil 11,64

3 Garments 4,27 Tourism 4,52 Processed Rubber

5,46 Processed Rubber

6,18 Tourism 7,37

4 Electricity equipment

3,41 Electricity equipment

4,36 Plam Crude oil 4,82 Garments 5,71 Garments 5,25

5 Textile 3,23 Plam Crude oil 3,76 Electricity equipment

4,45 Tourism 5,35 Electricity equipment

4,68

6 Plam Crude oil 3,23 Textile 3,70 Tourism 4,45 Electricity equipment

4,84 Textile 3,84

7 Processed Rubber

3,14 Processed Rubber

3,54 Textile 3,32 Textile 4,18 Processed paper 3.52

8 Processed wood

2,85 Processed wood

3,08 Processed wood

2,86 Chemical 3,40 Processed food 2.75

SECTOR 2004 SECTOR 2005 SECTOR 2006 SECTOR 2007 SECTOR 2008

1 Oil & Gas 15,59 Oil & Gas 19,23 Oil & Gas 21,21 Oil & Gas 22,09 Oil & Gas 27,71

2 Tourism 4,70 Garments 4,96 Garments 5,61 Plam Crude oil 7,87 Plam Crude oil 11,64

3 Garments 4,27 Tourism 4,52 Processed Rubber

5,46 Processed Rubber

6,18 Tourism 7,37

4 Electricity equipment

3,41 Electricity equipment

4,36 Plam Crude oil 4,82 Garments 5,71 Garments 5,25

5 Textile 3,23 Plam Crude oil 3,76 Electricity equipment

4,45 Tourism 5,35 Electricity equipment

4,68

6 Plam Crude oil 3,23 Textile 3,70 Tourism 4,45 Electricity equipment

4,84 Textile 3,84

7 Processed Rubber

3,14 Processed Rubber

3,54 Textile 3,32 Textile 4,18 Processed paper 3.52

8 Processed wood

2,85 Processed wood

3,08 Processed wood

2,86 Chemical 3,40 Processed food 2.75

Sumber : BPS 2009, diolah

Untuk lebih jelasnya data kunjungan wisman ke Indonesia dapat dilihat pada tabel

di bawah ini.

Tabel 1.2. Jumlah Kunjungan Wisman, Rata-Rata Pengeluaran, Lama Tinggal dan Penerimaan Devisa Tahun 2000 – 2008

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 4

Rata-rata Pengeluaran per

Orang (USD) Tahun Kunjungan Wisman

Per Kunjungan Per Hari

Rata-rata Lama

Tinggal (hari)

Penerimaan Devisa

(juta USD)

2001 5,153,620 1,053.36 100.42 10.49 5,428.62

2002 5,033,400 893.26 91.29 9.79 4,496.15

2003 4,467,021 903.74 93.27 9.69 4,037.02

2004 5,321,165 901.66 95.17 9.47 4,797.87

2005 5,002,101 904.00 99.86 9.05 4,521.90

2006 4,871,351 913.09 100.48 9.09 4,447.98

2007 5,505,759 970.98 107.70 9.02 5,345.98

2008*) 6,234,497 1,178.54 137.38 8.58 7,347.60

2009**) 4,619,483 995.93 129.57 7.69 -

Sumber : Statistical Report on Visitor Arrivals to ndonesia, 2009

Secara visual perkembangan kunjungan wisman dalam 10 tahun terakhir dapat

dilihat pada Gambar 1 berikut ini, dimana pertumbuhan yang sangat fluktuatif

terjadi pada periode pasca krisis ekonomi tahun 1998 hingga akhir tahun 2007

(selama kurang lebih 10 tahun). Sementara itu, pertumbuhan tren yang positif mulai

tampak pada awal – akhir tahun 2008. Tren ini diharapkan akan terus tumbuh

secara positif, meskipun dampak krisis keuangan global diperkirakan masih akan

terus terjadi dan diperkirakan membaik dalam 4 – 5 tahun ke depan (sampai

dengan tahun 2012).

Bagi Indonesia juga negara-negara Asia pada umumnya, krisis keuangan dapat

dikatakan belum berdampak buruk. Namun demikian, kondisi ini perlu disikapi

dengan berbagai perencanaan dan strategi yang matang. Di sektor pariwisata krisis

keuangan selain perlu diwaspadai dampaknya, juga dapat dijadikan sebagai

peluang untuk memposisikan diri sebagai destinasi wisata alternatif (murah)

khususnya bagi wisatawan Intra Asia (antar negara-negara di Asia).

Tabel 1.3. Rata-Rata Pengeluaran Dan Lama Tinggal Wisman Di Indonesia Berdasarkan Asal Negara Tempat Tinggal Pada Tahun 2008

Source Markets Avg. Expenditure per Trip (USD)

Avg. Length of Stay (days)

Avg. Expenditure Per Day

Total Revenues (USD millions)

Singapore 818.07 5.01 163.34 1,142.89

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 5

Malaysia 684.86 5.20 131.77 765.30Japan 1,196.94 7.44 160.89 654.38Australia 1,484.34 10.79 137.58 668.22PR China 1,112.71 7.49 148.59 375.08South Korea 1,014.68 6.48 156.52 325.52Taiwan 1,044.24 6.73 155.16 234.11USA 1,675.41 14.01 119.56 292.08Philippines 1,131.81 9.29 121.79 180.00UK 1,456.84 11.64 125.17 219.13Netherlands 1,719.98 16.24 105.88 242.12Germany 1,617.92 12.95 124.92 223.04France 1,478.65 12.89 114.69 185.15India 1,205.63 10.32 116.78 123.19Hong Kong 1,261.13 6.96 181.20 102.24Thailand 1,069.17 8.76 122.00 82.16Russia 2,133.65 12.79 166.76 148.56Saudi Arabia 2,266.06 9.82 230.76 107.59Canada 2,070.23 16.79 123.32 82.36Spain 1,388.45 10.11 137.30 46.38Top 20 Total 1,391.54 10.09 142.20 6,199.50All Markets 1,178.54 8.58 137.38 7,347.60

Sumber: Statistical Report on Visitor Arrivals to Indonesia 2008. MOCT. (2009).

Pada gambar berikut ini, terlihat terdapat perbedaan pola musim kunjungan wisman

ke Indonesia, berdasarkan asal negara tempat tinggal:

0250005000075000

100000125000150000175000200000225000250000275000300000

ASEAN Other Asia Europe Oceania

Americas M. East Africa

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 6

Gambar 1.1. Pola Musim Kunjungan Wisman ke Indonesia, Berdasarkan Asal Negara Tempat Tinggal,

2008, Sumber: Statistical Report on Visitor Arrivals to Indonesia 2008. MOCT. (2009)

Berdasarkan data dari Passanger Exit Survey tahun 2008, dijelaskan bahwa

setelah mengunjungi Indonesia, wisatawan mancanegara memberikan persepsi

yang positif terhadap beberapa aspek pariwisata Indonesia, yaitu sebagai berikut:

A. Persepsi mengenai keamanan sebelum dan sesudah mengunjungi

Indonesia:

a. Buruk dan sangat buruk: 9.28% sebelum dan 3.43% setelah.

b. Sangat baik dan baik: 50.09% sebelum dan 69.87% setelah.

B. Persepsi mengenai kenyamanan sebelum dan setelah mengunjungi

Indonesia:

a. Buruk dan sangat buruk: 10.69% sebelum dan 4.29% setelah.

b. Sangat baik dan baik: 47.39% sebelum dan 67.81% setelah.

C. Persepdi mengenai kebersihan sebelum dan setelah mengunjungi

Indonesia:

a. Buruk dan sangat buruk: 18.88% sebelum dan 17.22% setelah.

b. Sangat baik dan baik: 35.04% sebelum dan 46.29% setelah.

D. Persepsi mengenai keragaman atraksi sebelum dan setelah mengunjungi

Indonesia:

a. Buruk dan sangat buruk: 10.88% sebelum dan 9.25% setelah.

b. Sangat baik dan baik: 49.18% sebelum dan 60.69% setelah.

Salah satu kendala masuknya wisatawan internasional ke Indonesia adalah pada

masalah aksesibilitas. Indonesia memiliki ketergentungan yang sangat tinggi

dengan Hub seperti Singapura, karena sedikitnya penerbangan langsung yang

dapat masuk ke Indonesia. Hal ini terutama terjadi pada pasar-pasar long haul

(Eropa, Amerika).

Saat ini Indonesia hanya memiliki 3 pintu masuk utama yang mampu menampung

pesawat-pesawat berbadan lebar yang merupakan maskapai-maskapai asing, dan

menempuh penerbangan jarak jauh. Ketiga pintu masuk tersebut adalah Jakarta,

Batam, dan Bali. Bali merupakan pintu masuk dengan jumlah kedatangan

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 7

wisatawan terbanyak (32%), kedua adalah Jakarta (21%), dan ketiga adalah Batam

(20%).

Gambar 1.2. Tiga Pintu Masuk Utama Wisman Tahun 2008

Sumber : www.bps.go.id, 2009; diolah

Pola ketergantungan terhadap akses masuk tersebut juga berpengaruh terhadap

pola distribusi wisatawan ke berbagai daerah di Indonesia. Sebagian besar

wisatawan mancanegara di Indonesia masih terkonsentrasi di 3 wilayah pintu

masuk tersebut, khususnya kota-kota besar di Jawa, sedangkan di daerah-daerah

lain relatif sangat terbatas.

Pasar wisatawan mancanegara adalah segmen pasar internasional yang

berkunjung ke Indonesia. Kategori pasar ini utamanya adalah yang tergabung

sebagai Top 10 Market (Singapura, Jepang, Malaysia, Australia, Taiwan, Cina,

Korea, Belanda, USA, dan Inggris) dan pasar potensial (emerging market) yaitu

Rusia, India, dan Timur Tengah.

Pasar Internasional (wisman) yang berkunjung ke Indonesia, secara umum masih

didominasi oleh pasar-pasar tradisional yang merupakan sumber-sumber pasar

utama Indonesia sejak puluhan tahun sebelumnya. Di akhir tahun 2007, dominasi

pasar tradisional mulai bergeser dengan masuknya Cina sebagai bagian dari Top

10 Market. Masuknya pasar Cina tersebut kemudian menggeser posisi pasar

Belanda yang tidak lagi masuk dalam kategori 10 besar.

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 8

Cina menjadi emerging market yang paling progresif di dunia. Pasar ini tidak saja

menjadi incaran bagi destinasi-destinasi di kawasan Asia, tetapi juga di hampir

semua destinasi di dunia (khususnya Eropa dan Amerika). Dari sekitar 1,3 milyar

penduduk Cina, ada kurang lebih 3% atau berjumlah kira-kira 35 juta orang yang

rutin melakukan perjalanan ke luar negeri setiap tahunnya (outbound traveller).

Keberangkan para outbound traveller Cina ini diperkirakan akan terus meningkat

sejalan dengan semakin membaiknya perekonomian di Cina, yang berdampak

pada tinggi pendapatan per kapita masyarakat. Cina juga dikenal sebagai pasar

dengan kemampuan pembelanjaan yang cukup tinggi (highly spender).

1.1.2. PERAN DAN POSISI STRATEGIS SEKTOR PARIWISATA DALAM PEMBANGUNAN

Pariwisata sebagai sebuah sektor telah mengambil peran penting dalam

pembangunan perekonomian. Kemajuan dan kesejahteraan yang makin tinggi

telah menjadikan pariwisata sebagai bagian pokok dari kebutuhan atau gaya hidup

manusia, dan menggerakkan jutaan manusia untuk mengenal alam dan budaya ke

belahan atau kawasan-kawasan dunia lainnya. Pergerakan jutaan manusia

selanjutnya menggerakkan mata rantai ekonomi yang saling kait mengkait menjadi

industri jasa yang memberikan kontribusi penting bagi perekonomian, serta

peningkatan kesejahteraan ekonomi di tingkat masyarakat lokal.

Dalam lingkup global, pariwisata sebagai industri yang berkembang pesat telah

mencatat angka lebih kurang 715 juta perjalanan internasional yang menghasilkan

lebih dari US$ 475 triliun dari pengeluaran wisatawan. Dengan pertumbuhan

pariwisata global rata-rata 4% pertahunnya, World Tourism Organisation (WTO) atau badan pariwisata dunia memperkirakan bahwa mobilitas wisatawan dunia

akan mencapai angka 1 milyar wisatawan pada tahun 2010. WTO lebih lanjut

menggarisbawahi bahwa kawasan Asia Pasifik (termasuk Indonesia didalamnya)

akan menjadi kawasan tujuan wisata utama yang mengalami pertumbuhan paling

tinggi diantara kawasan-kawasan lain di dunia.

Prospek yang sangat strategis sektor pariwisata tersebut tentu menjadi peluang

yang sangat berarti bagi provinsi Maluku Utara, sebagai sebuah kabupaten yang

memiliki kekayaan alam dan budaya yang sangat besar dan beragam. Dalam

konteks tersebut diatas, maka pengembangan sektor pariwisata harus digarap

secara serius, terarah dan profesional agar pengembangan dan pemanfaatan aset-

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 9

aset pariwisata dapat memberi kontribusi signifikan dalam mewujudkan peran

sektor pariwisata sebagai andalan pembangunan di masa depan.

1.1.3. POTENSI KEPARIWISATAAN PROVINSI MALUKU UTARA

Provinsi Maluku Utara, merupakan salah satu provinsi yang berada pada wilayah

perbatasan Indonesia dengan negara tetangga (dalam hal ini Filipina). Secara

geografis Provinsi Maluku Utara terletak di antara 3° Lintang Utara - 3° Lintang

Selatan dan 124° - 129° Bujur Timur dengan batas-batas wilayah : Samudera

Pasifik di sebelah Utara, Laut Seram di sebelah Selatan, Laut Halmahera di

sebelah Timur, Laut Maluku di sebelah Barat. Provinsi Maluku Utara mempunyai

luas wilayah 145.818,1 km², terdiri dari 45.087,66 km² (30,92 %) wilayah daratan

dan 100.731,44 km² (69,08 %) wilayah perairan.

Gambar 1.3. Peta Lokasi Provinsi Maluku Utara

Provinsi Maluku Utara terbagi menjadi 7 (tujuh) Kabupaten dan 2 (dua) Kota, yaitu:

a. Kabupaten Halmahera Utara

b. Kabupaten Halmahera Timur

c. Kabupaten Halmahera Barat

d. Kabupaten Halmahera Tengah

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 10

e. Kabupaten Halmahera Selatan

f. Kabupaten Kepulauan Sula

g. Kabupaten Morotai

h. Kota Ternate

i. Kota Tidore Kepulauan

Sebagai wilayah perbatasan provinsi Maluku Utara menyandang peran dan posisi

strategis dari sisi geopolitik maupun ekonomi. Oleh karena potensi unggulan yang

dimiliki provinsi Maluku Utara perlu dibangkitkan dan dikembangkan untuk menjadi

pilar pembangunan perekonomian provinsi tersebut.

Gambar 1.4. Peta Sebaran Daya Tarik Wisata Provinsi Maluku Utara

Dalam konteks kepariwisataan, provinsi Maluku Utara memiliki potensi

kepariwisataan yang cukup besar dan beragam, baik berupa daya tarik wisata alam

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 11

(utamanya bahari/ kepulauan) maupun budaya (peninggalan sejarah maupun adat

tradisi kehidupan masyarakat). Gambaran potensi daya tarik wisata provinsi Maluku

Utara tersebut, antara lain:

1. GUNUNG GAMALAMAGunung Gamalama merupakan salah satu gunung api yang ada di Provinsi Maluku Utara ini memiliki ketinggian sekitar 1.715 m dpl. Gunung yang berdiameter 11 km ini, memiliki danau kawah dan kawah ganda.

2. DANAU TOLIREDanau Tolire yang berada di bawah kaki Gunung Gamalama terbagi menjadi dua bagian, yakni Tolire besar dan Tolire kecil. Jarak dari Danau Tolire besar dan Danau Tolire kecil hanya 200 meter.

3. BENTENG TOLOKOBenteng yang mula-mula dikenal dengan nama Tolukko dan kemudian lebih dikenal dengan nama Benteng Hollandia ini, dibangun pada tahun 1540 oleh Francisco Serao, seorang panglima Portugis. Benteng ini juga dijadikan sebagai tempat untuk menggiring rakyat yang melarikan diri dari serangan Spanyol.

4. ISTANA KESULTANAN TERNATEIstana Kesultanan Ternate terletak di dataran pantai di Kampung Soa-Sio, Kelurahan Letter C, Kodya Ternate, Provinsi Maluku Utara. Letak Istana Kesultanan Ternate tidak jauh dari pusat kota

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 12

5. MUSEUM SONYINE MALIGEDalam bangunan megah berwarna kuning ini tersimpan benda-benda bersejarah. Satu di antaranya adalah Mahkota Berambut Kesultanan Ternate. Dipercaya, rambut yang melekat pada bagian atas mahkota tumbuh setiap tahun.

6. MASJID SULTAN TERNATEMasjid Sultan Ternate terletak di kawasan Jalan Sultan Khairun, Kelurahan Soa Sio, Kecamatan Ternate Utara, Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara. Masjid ini menjadi bukti keberadaan Kesultanan Islam pertama di kawasan timur Nusantara ini.

7. UPACARA ADAT KOLOLI KIEUpacara Adat Kololi Kie mempunyai arti yaitu sebuah kegiatan ritual masyarakat tradisional untuk mengitari atau mengililingi gunung Gamalama sambil menziarahi beberapa makam keramat yang ada di sekeliling pulau kecil yg memiliki gunung berapi.

8. FESTIVAL LEGU GAMLegu Gam atau pesta rakyat berasal dari tradisi adat istiadat Maluku Utara. Secara historis pesta rakyat yang melibatkan pihak kerajaan / kesultanan ini dilakukan dalam bentuk tari-tarian atau biasa disebut Tarian Legu.

9. PAPEDA TERNATEPapeda Ternate adalah makanan Khas Maluku utara. Sepintas tampak seperti bubur sumsum biasa, warnanya putih, dan teksturnya lengket seperti bubur. Papeda ini biasa dimakan bersama dengan gulai atau sup ikan. Rasa papeda sendiri tawar.

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 13

10. PANTAI SULAMADAHAPantai berpasir hitam ini menyuguhkan pemandangan yang indah, yakni Pulau Hiri di seberang pantai. Dulunya, Pulau Hiri merupakan tempat persembunyian Sultan Ternate Muhammad Djabir

Wisata lainnya yang terdapat di Provinsi Maluku Utara, antara lain:

1. Wisata Alam (bahari, hutan alam), antara lain : Pulau Dodola, Pantai Manaf,

Danau Duma dan Makete, Danau Ngade dan Danau Tolire, Air Terjun

Cibicebi, Kepulauan Gura Ici Kayoa, Pulau Bobale, Kao , Pantai Kupa-kupa

dan Luari, Pantai Cobo, Pulau Zum-zum, Goa Sagea, Cagar Alam Gunung

Sibela di Pulau Bacan, Cagar Alam di Pulau Obi, Cagar Alam Taliabu di

Pulau Taliabu dan Cagar Alam di Pulau Seho.

2. Wisata Budaya (peninggalan sejarah dan tradisi kehidupan masyarakat),

antara lain: Sasadu, Benteng Oranye, Benteng Kalumata , Benteng

Bernaveld, Benteng Santosa, Benteng Jenderal Mc. Arthur, Benteng De

Verwachting, Meriam antik dan Bunker; Upacara Coka Iba Coka Iba, Tarian

Dadansa, Tarian Legu Kadato, Tarian Soya-soya, Gala).

Potensi daya tarik wisata tersebut tersebar di wilayah provinsi Maluku Utara

meliputi wilayah kota Ternate, Tidore, Kabupaten Halmahera Barat, Kabupaten

Halmahera Tengah, Kabupaten Halmahera Selatan, dan Halmahera Utara.

Tabel 1.4. Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Domestik di Maluku Utara 2008

Tahun Wisman Wisnus

2005 415 8725

2006 196 9454

2007 162 5201

2008 201 2786

Sumber: Maluku Utara dalam Angka 2009

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 14

Dari tabel kunjungan wisatawan di atas dapat di liat bahwa kunjungan wisatawan

baik wisatawan nusantara maupun mancanegara mengalami penurunan setiap

tahun mulai sejak tahun 2005 sampai 2008, terutama pada jumlah kunjungan

wisatawan nusantara mengalami penurunan yang sangat pesat + 86 %, dari 8.725

wisatawan pada tahun 2005 menjadi 2.786 pada tahun 2008.

1.1.4. ISU DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI MALUKU UTARA

Terdapat sejumlah isu dan tantangan strategis dalam kaitannya dengan

pengembangan kepariwisataan Provinsi Maluku Utara, antara lain:

1. Lokasi geografis yang berada di wilayah perbatasan, dan gugusan wilayah

kepulauan memiliki peran dan potensi strategis dalam konteks nasional

maupun regional.

2. Sumber daya lingkungan yang rentan, menuntut pengelolaan yang cermat

dan berkelanjutan

3. Keterbatasan aksesibilitas, baik dari sisi sarana, prasarana maupun sistem

jejaringnya secara internal maupun eksternal dengan hub nasional.

4. Keterbatasan pengembangan dan pengelolaan produk kepariwisataan di

Provinsi Maluku Utara

5. Keterbatasan ketersediaan dan dukungan fasilitas kepariwisataan bagi

kemudahan dan kenyamanan kunjungan wisatawan

6. Keterbatasan sumber daya manusia pendukung sektor pariwisata

7. Belum terintegrasinya secara baik kebijakan dan program pengembangan

lintas sektor dan daerah dalam mendukung upaya pembangunan

kepariwisataan.

Mencermati kembali isu dan tantangan pembangunan Provinsi Maluku Utara dalam

penyusunan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi

Maluku Utara ini perlu digarisbawahi dan diperjelas sebagai berikut:

1. Belum adanya arahan secara sistematis dan terpadu dalam pengelolaan

serta perencanaan kepariwisataan di Provinsi Maluku Utara.

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 15

2. Lokasi strategis Provinsi Maluku Utara yang berada di daerah perbatasan

yang rawan konflik sehingga perlu dikembangankan untuk menjaga keutuhan

dan kedaulatan negara.

1.1.5. PENTINGNYA RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI MALUKU UTARA

Sejalan dengan perkembangan industri pariwisata yang semakin kompetitif dan

tren pasar dunia yang semakin dinamis, maka pembangunan kepariwisataan

Provinsi Maluku Utara harus didorong pengembangannya secara lebih kuat dan

diarahkan secara tepat untuk meningkatkan keunggulan banding dan keunggulan

saing kepariwisataan Provinsi Maluku Utara dalam peta kepariwisataan regional,

nasional maupun Internasional.

Oleh karena itu, dengan mendasarkan pada:

1) Tantangan pengembangan kepariwisataan yang semakin ketat pada tataran

lokal, regional, nasional maupun Internasional.

2) Keinginan kuat seluruh stakeholders pariwisata untuk meningkatkan

keunggulan saing dan keunggulan banding kepariwisataan Provinsi Maluku

Utara yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan dengan provinsi/

destinasi pariwisata lain.

Maka Pemerintah Provinsi Maluku Utara menyadari pentingnya menyiapkan grand design pengembangan pariwisata Provinsi Maluku Utara dalam wujud Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi Maluku Utara.

Langkah strategis dalam bentuk penyiapan Dokumen Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Maluku Utara tersebut akan menjadi

pondasi dan dasar yang sangat penting bagi pengembangan dan pengelolaan

sumber-sumber daya pariwisata budaya dan alam di Provinsi Maluku Utara saat ini

dan masa mendatang. Dokumen ini secara konkret akan memberikan arah dan visi

serta rencana yang jelas bagi pengembangan daya tarik wisata unggulan maupun

potensial di seluruh Provinsi Maluku Utara. Dokumen Rencana Induk ini sekaligus

akan memberikan guidance atau arahan bagi stakeholders yang terkait di daerah,

baik pemerintah/ sektor publik, swasta dan masyarakat dalam melaksanakan upaya

pembangunan kepariwisataan secara terarah, tepat sasaran serta berkelanjutan.

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 16

1.2. TUJUAN DAN SASARAN

1.2.1. TUJUAN

Menyiapkan arah kebijakan dan strategi pembangunan kepariwisataan nasional

untuk kurun waktu 5 sampai dengan 10 tahun ke depan, dalam format keterpaduan

pembangunan kepariwisataan baik secara lintas sektor maupun lintas wilayah/

regional yang berorientasi pada 3 (tiga) tujuan:

1. Meningkatkan keunggulan banding dan keunggulan saing kepariwisataan

provinsi Maluku Utara dalam peta kepariwisataan nasional maupun lingkup

yang lebih luas.

2. Membangun sektor pariwisata sebagai salah satu pilar utama pembangunan

perekonomian provinsi Maluku Utara yang berkelanjutan.

3. Membangun sektor pariwisata sebagai instrumen strategis dalam rangka

pengembangan wilayah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di

wilayah provinsi Maluku Utara.

1.2.2. SASARAN

Sasaran dari pelaksanaan pekerjaan Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan Daerah Maluku Utara, antara lain:

1. Tersusunnya Arah kebijakan, Strategi dan indikasi program pembangunan

Kepariwisataan provinsi Maluku Utara untuk kurun waktu 5 sd 10 tahun ke

depan, yang akan menjadi acuan/ pedoman pembangunan kepariwisataan

oleh pemangku kepentingan terkait di provinsi Maluku Utara.

2. Tersusunnya pedoman atau arahan pola keterpaduan pembangunan

kepariwisataan nasional dalam format keterpaduan lintas sektor dan lintas

wilayah/ regional yang dapat digunakan sebagai acuan bagi pembangunan

kepariwisataan di daerah.

3. Tersusunnya Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Induk

Pengembangan Kepariwisataan Provinsi Maluku Utara.

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 17

1.3. LINGKUP KEGIATAN

Serangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan untuk dapat mengakomodasikan

tujuan, sasaran dan keluaran pekerjaan ini, mencakup:

1. Studi kepustakaan;

2. Penyusunan rancangan pelaksanaan, meliputi:

a. Penyiapan Tim Pelaksana pekerjaan

b. Identifikasi isu dan permasalahan strategsi;

c. Metodologi dan kerangka konsep analisis;

d. Penyiapan instrumen penlitian;

e. Pengumpulan data dan informasi awal;

f. Penyiapan rencana kerja.

3. Survey (observasi lapangan, FGD/ interview), meliputi:

a. Observasi lapangan untuk mengamati secara langsung kondisi sumber

daya yang ada;

b. Interview dengan tokoh, pelaku atau aparat dari berbagai

instansi/lembaga, tokoh masyarakat, dan pelaku industri pariwisata.

4. Pengolahan data dan analisis serta perancangan visi, misi, tujuan, sasaran, arah kebijakan, strategi, indikasi program.

a. Analisis Konsep arahan kebijakan pengembangan pariwisata Daerah

Provinsi Maluku Utara. Profil awal fisik dan non fisik Provinsi Maluku

Utara, mencakup :

1) Gambaran kondisi dan karakteristik fisik Geografis, topografis

wilayah perbatasan;

2) Gambaran kondisi dan karakteristik sosial ekonomi, sosial

budaya dan kependudukan di wilayah perbatasan;

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 18

3) Profil kepariwisataan wilayah Provinsi Maluku Utara: Profil

potensi dan kondisi obyek dan daya tarik wisata (atraksi), Profil

potensi dan kondisi fasilitas penunjang pariwisata, profil potensi

dan kondisi aksesibilitas dan infrastruktur, Profil Kunjungan

Wisatawan, Profil Segmentasi Pasar

b. Analisis data hasil temuan survei, baik hasil observasi lapangan,

interview maupun penyebaran kuesioner;

c. Analisis lingkungan strategis baik internal maupun eksternal dengan

SWOT Untuk menghasilkan berbagai rekomendasi kebijakan;

d. Analisis penyusunan rancangan konsep kebijakan dan strategi

pengembangan

5. Penyusunan Laporan, meliputi:

a. Laporan Pendahuluan, yang didalamnya akan mencakup:

1) Pendekatan, metode dan kerangka konsep analisis,;

2) Rencana kerja dan menyusun jadwal penelitian;

3) Identifikasi permasalahan;

4) Profil awal fisik dan non fisik Provinsi Maluku Utara, mencakup:

a) Gambaran kondisi dan karakteristik fisik Geografis,

topografis wilayah perbatasan.

b) Gambaran kondisi dan karakteristik sosial ekonomi, sosial

budaya dan kependudukan di wilayah perbatasan.

c) Profil kepariwisataan Provinsi Maluku Utara.

b. Laporan Kemajuan, yang didalamnya akan mencakup:

1) Analisis Hasil Identifikasi, Review dan analisis konsep dan

arahan kebijakan pengembangan pariwisata Provinsi Maluku

Utara yang dituangkan dalam bentuk bahan atau materi

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 19

rancangan Pra Raperda Kebijakan pengembangan Pariwisata

Provinsi Maluku Utara;

2) Perumusan draft arah kebijakan, strategi, dan indikasi program,

yang mencakup: perumusan visi dan misi serta arahan strategi

dan rencana pengembangan produk wisata, yang mencakup di

dalamnya: Pengembangan Destinasi (Perwilayahan, Daya Tarik,

Aksesibilitas, Fasilitas, Pemberdayaan Masyarakat, Investasi),

Pemasaran, Industri, dan Kelembagaan (Organisasi, SDM).

c. Laporan Akhir, yang didalamnya akan mencakup:

1) Rancangan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Pembangunan

kepariwisataan Provinsi Maluku Utara

2) Arah kebijakan, strategi, dan indikasi program Pembangunan

kepariwisataan Provinsi Maluku Utara, yang mencakup:

Pengembangan Destinasi (Perwilayahan, Daya Tarik,

Aksesibilitas, Fasilitas, Pemberdayaan Masyarakat, Investasi),

Pemasaran, Industri, dan Kelembagaan (Organisasi, SDM).

3) Arahan implementasi atau pelaksanaan program pembangunan

yang dijabarkan dalam prioritas dan tahapan waktu, pola

koordinasi (kelembagaan) antarpelaku/sektor yang terlibat dalam

kegiatan pembangunan.

4) Draft rancangan Peraturan Daerah Tentang Pembangunan

Kepariwisataan Provinsi Maluku Utara

d. Executive Summary

6. Pelaksanaan pembahasan Laporan dengan tim narasumber/tim pengarah, berisi tentang:

a. Penyempurnaan dan Penajaman Arah kebijakan, strategi, dan indikasi

program.

b. Masukan dari tim narasumber/tim pengarah mengenai penyempurnaan

laporan

7. Workshop/ Seminar

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 20

8. Finalisasi Laporan

9. Penyusunan Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Maluku Utara.

10. Pembahasan Raperda

11. Finalisasi Naskah Akademik dan Raperda.

1.4. ALUR PIKIR DAN PENDEKATAN

PERENCANAAN

1.4.1. ALUR PIKIR

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 21

Gambar 1.5. Diagram Pelaksanaan Pekerjaan

1.4.2. PENDEKATAN PERENCANAAN

Secara umum tujuan pendekatan perencanaan pengembangan pariwisata Provinsi

Maluku Utara terdiri atas tercapainya pertumbuhan (growth), pemetaan (equity) dan

keberlanjutan (sustainability) dimana konsep pendekatan perencanaan, mengacu

pada pariwisata berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, dimana manifestasi

strategi implementasinya bisa kedalam berbagai tingkatan, nasional regional atau

pada level kawasan.

Pengembangna pariwisata Provinsi Maluku Utara harus mampu mempertahankan

keberlangsungan hidup (sustainability) sumber – sumber daya yang dimilikinya baik

sumber daya alam (narutral resources) seperti panorama alam, kondisi topografi,

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 22

flora dan fauna serta iklim maupun aneka sumbedaya budaya (cultural resources)

yang berupa budaya fisik dan budaya non fisik (living culture).

Selain itu, pengembangan pariwisata Provinsi Maluku Utara juga harus mampu

memberikan pertumbuhan baik pertumbuhan lokal ( local growth) pada level

komunitas dan pertumbuhan secara menyeluruh dalam pariwista Provinsi Maluku

Utara (regional growth). Pertumbuhan lokal diharapkan dapat terlihat dengan

munculnya daerah – daerah strategis baru yang belum berkembang / tumbuh

sehingga dapat terjadi dekonsentrasi kegiatan dari pusat – pusat pertumbuhan

yang telah jenuh sekarang ini.

Pemerataan dan keseimbangan pemanfaatan ruang dapat terjadi dengan

pembagaian wilayah pengembangan disertai dengan penentuan karakteristik

pengembangan sesuai untuk masing – masing wilayah pariwisata Provinsi Maluku

Utara. Sehingga diharpkan sektor pariwisata dapat berinteraksi secara sinergis

dengan berbagai sektor lain untuk meningkatkan kesejahtraan di Pariwisata

Provinsi Maluku Utara.

Dalam Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah Provinsi

Maluku Utara, pendekatan perencanaan yang digunakan, meliputi:

1. Pendekatan Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism Development)

2. Pendekatan Good Tourism Governance

3. Pendekatan Kesesuaian antara Permintaan dan Penawaran (Demand and Supply)

4. Pendekatan Pengembangan Wilayah

5. Pendekatan Budaya

6. Pendekatan Ekowisata

7. Pengembangan Pariwisata Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (Community Based Tourism)

1.4.2.1. PENDEKATAN PARIWISATA BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE TOURISM DEVELOPMENT)

Pariwisata berkelanjutan atau sustainable tourism adalah sebuah konsep turunan

dari konsep pembangunan berkelanjutan yang ada pada laporan World

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 23

Commission on Environment and Development, berjudul Our Common Future (atau

lebih dikenal dengan the Brundtland Report) yang diserahkan ke lembaga PBB

pada tahun 1987 (Mowforth dan Munt 1998). Pembangunan berkelanjutan

merupakan suatu proses pembangunan yang berusaha untuk memenuhi

kebutuhan sekarang dan selanjutnya diwariskan kepada generasi mendatang.

Singkat kata, dengan pembangunan berkelanjutan generasi sekarang dan generasi

yang akan datang mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk menikmati

alam beserta isinya.

Sedangkan pariwisata berkelanjutan sendiri adalah sebuah proses dan sistem

pembangunan pariwisata yang dapat menjamin keberlangsungan atau keberadaan

sumber daya alam, kehidupan sosial-budaya dan ekonomi hingga generasi yang

akan datang. Intinya, pariwisata berkelanjutan adalah pariwisata yang dapat

memberikan manfaat jangka panjang kepada perekonomian lokal tanpa merusak

lingkungan.

Salah satu mekanisme dari pariwisata berkelanjutan adalah ekowisata yang

merupakan perpaduan antara konservasi dan pariwisata, yaitu pendapatan yang

diperoleh dari pariwisata seharusnya dikembalikan untuk kawasan yang perlu

dilindungi untuk pelestarian dan peningkatan kondisi social ekonomi masyarakat di

sekitarnya.

Sementara itu, menurut United Nations Environment Programme on Tourism,

sustainable tourism merupakan pengembangan pariwisata yang mempertemukan

antara kebutuhan wisatawan pada saat ini dengan tetap mempertimbangkan,

melindungi dan mempertinggi potensi asset untuk masa yang akan datang. Hal ini

juga berarti mempertimbangkan potensi masa yang akan datang dalam segala

sektor, termasuk di dalamnya adalah faktor ekonomi, sosial, dan budaya yang akan

dipenuhi, yang didukung oleh sistem integrasi kebudayaan, proses ekologi yang

esensial, keragaman biologi, dan life support.

Mekanisme pembangunan secara keseluruhan yang berlangsung pada suaut

wilayah tertentu akan selalu memiliki pengaruh terhadap semua aspek

pembangunan pada suatu wilayah, berupa efek langsung (direct effect), efek tak

langsung (indirect effect), maupun efek ikutan (induced effect). Sehubungan

dengan hal tersebut kebijakan serta arahan dan program – program implementasi

yang direkomendasikan akan bertumpu pada tatanan:

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 24

1. Layak secara ekonomi (economically visible)

2. Berwawasan lingkungan (enviromentaly sustainable)

3. Diterima secara sosial (socially acceptable)

4. Dapat diterapkan secara teknologis (tecnologically appropriate)

Gambar 1.6. Skema Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan

1.4.2.2. PENDEKATAN GOOD TOURISM GOVERNANCE

Istilah “governance” sudah dikenal dalam literature adminstrasi dan ilmu politik

hamper 120 tahun, wacana tentang governance dalam pengertian yang telah

diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah sebagai bentuk dari tata

pemerintahan, penyelenggaraan pemerintah atau pengelolaan pemerintah, tata

pamong. Setelah berbagai lembaga pembiayaan menetapkan good governance sebagai persyaratan utama untuk setiap program bantuan meraka. Oleh para

teoritisi dan praktisi adminisitrasi Negara Indonesia ; istilah “good governance” telah

diterjemahkan ke berbagai istilah, misalnya ; penyelengaraan pemerintahan yang

amanah (Bintarao Tjokroamidjojo), tata-pemerintahan yang baik (UNDP), dan ada

juga yang mengartikan secara sempit sebagai pemerintahan yang bersih (clean government).

Ada tiga pokok pendukung kemampuan suatu bangsa dalam melaksanakan good governance, yakni : pemerintah (the state), civil society (masyarakat adab,

masyarakat madani, masyarakat sipil) dan pasar atau dunia usaha.

Penyelengaraan pemerintahaan yang baik dan bertanggung jawab baru tercapai

bila dalam penerapan otoritas politik,ekonomi dan administrasi ketiga unsur

tersebut memiliki jaringan dan interaksi yang setara dan sinerjik. Interaksi dan

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 25

kemitraan seperti itu biasannya baru dapat berkembang subur bila ada

kepercayaan (trust), transparansi, partisipasi, serta tata aturan yang jelas dan pasti,

good governance yang sehat juga akan berkembang sehat dibawah kepemimpinan

yang beribawa dan memiliki visi yang jelas.

Seperti pernah dikemukakan oleh Mahathir dan Ishihara (1995) yang mengatakan

bahwa; Pengalaman telah menunjukan bahwa dalam rangka mewujudkan

kepemerintahan yang baik (good governance), ternyata sangat memerlukan

terciptanya kondisi ideal dari ketiga petaruh (stakeholders) sebagai berikut:

1. Partisipatif ; Dalam arti semua anggota/ warga masyarakat mampu

memberikan suaranya dalam pengambilan keputusan, langsung ataupun

melalui lembaga perantara yang diakui mewakili kepentingannya. Partisipasi

yang luas dibangun atas kebebasan berorganisasi dan menyampaikan

pendapatnya secara konstruktif.

2. Penegakan dan kepatuhan pada peraturan perundangan; Dalam arti hukum

harus ditegakkan atas dasar keadilan tanpa memandang golongan dan

perbedaan yang ada.

3. Transparansi; Dalam arti adanya aliran informasi yang bebas, serta adanya

kelembagaan dan informasi yang langsung dapat diakses oleh berbagai

pihak yang berkepentingan. Disamping itu, informasi juga harus cukup

tersedia untuk dimengerti dan dipantau oleh semua fihak yang

berkepentingan.

4. Daya tanggap (responsiveness); dalam arti adanya kemampuan

kelembagaan dari pemerintah untuk memproses dan melayani keluhan dan

pendapat semua anggota masyarakat.

5. Orientasi pada konsesus; Di sini kepemerintahan yang baik dituntut harus

dapat menjembatani perbedaan kepentingan antar warga masyarakat untuk

mencapai konsesus yang luas dan mampu mengakomodasi kepentingan

kelompok serta mencari kemungkinan dalam penentuan kibijakan dan

prosedur yang dapat diterima.

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 26

6. Bersikap adil; Dalam arti harus diupayakan bahwa semua warga masyarakat

mempunyai kesempatan untuk meperbaiki dan memelihara

kesejahteraannya.

7. Efektivitas dan efisiensi; Disini berarti setiap kinerja kelembagaan yang ada

dan prosesnya mampu membuahkan hasil yang memadahi untuk memenuhi

kebutuhan dengan pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana (best use).

8. Akuntabilitas dan pertanggungjawaban; Harus selalu diupayakan bahwa

pengambilan keputusan pada institusi pemerintah, sektor swasta dan

organisasi kemasyarakatan bisa dipertanggungjawabkan kepada publik dan

segenap stakeholders. Kadar dan takaran akuntabilitas ini memang berbeda

antara satu organisasi dengan organisasi yang lain serta tergantung juga

pada apakah kebijakan itu diambil untuk keperluan internal atau eksternal.

9. Visi strategik: disini berarti bahwa pemimpin dan publik harus sama sama

memiliki perspektif yang luas dan jauh kedepan tentang pemerintahan yang

baik, pengembangan manusia dan kebersamaan serta mempunyai kepekaan

atas apa yang diperlukan untuk pembangunan dan perkembangan bersama.

Secara diagramatis, visi penyelenggaraan pemerintahan yang baik, dengan

bersendikan kepada proses kolaborasi sinergis antara para stakeholders dalam

penyelenggaraan pengembangan kebudayaan dan pariwisata ini dapat

digambarkan dalam model bagan alir (flow chart) berikut ini:

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 27

Gambar 1.7. Diagram Good Tourism Governance Model

1.4.2.3. PENDEKATAN KESESUAIAN ANTARA PERMINTAAN DAN PENAWARAN (DEMAND AND SUPPLY)

Perencanaan pengembangan pariwisata pada dasarnya adalah mencari titik temu

antara permintaan (demand) dan penawaran (supply). Dengan mengacu pada sisi

permintaan dan penawaran yang ada, maka akan diketahui tingkat perkembangan

yang telah dicapai.

Pendekatan Demand and Supply dilakukan melalui pasar wisatawan (domestik dan

mancanegara) yang akan menuntut barang/obyek yang baik, yang disertai dengan

pelayanan yang baik. Disamping obyek wisata yang menarik, obyek tersebut harus

didukung oleh sarana dan prasarana yang memuaskan wisatawan. Wisatawan

akan menuntut pelayanan transportasi yang baik, akomodasi yang baik, hiburan

yang segar, makanan – minuman yang menarik sesuai selera, dan pelayanan lain –

lainnya. Jika supply (obyek wisata) sudah ditingkatkan dan dikemas dengan baik

sesuai dengan tuntutan permintaan pasar (wisatawan), maka dapat diperkirakan

bahwa arus wisatwan akan meningkat di masa depan.

Aspek-aspek yang akan dikaji dalam tinjauan terhadap komponen penawaran

(supply), akan mencakup:

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 28

1. Kualitas dan kuantitas (jenis dan jumlah) atraksi wisata yang telah

berkembang dan dikunjungi/ dimanfaatkan wisatawan

2. Kualitas dan kuantitas ameniti (akomodasi, restoran, informasi dan fasilitas

yang lain) menurut wisatawan

3. Kualitas dan kuantitas akses terhadap atraksi wisata (sistem transportasi)

menurut wisatawan

4. Sistem promosi dan pemasaran yang telah dilakukan, direncanakan dan

efektifitasnya terhadap tingkat kunjungan dan motivasi wisatawan

5. Jumlah, jenis, dan asal wisatawan (jumlah kunjungan), Length of Stay, pola/

besaran pengeluaran.

Gambar 1.8. Diagram kesesuaian permintaan dan penawaran

1.4.2.4. PENDEKATAN PENGEMBANGAN WILAYAH

Tiga konsep utama pengembangan wilayah yang mengacu pada penataan ruang

yaitu pusat pertumbuhan (growth pole), integrasi fungsional (functional integration)

dan pendekatan desentralisasi (decentralization approach) merupakan teori yang

relevan untuk diterapkan dalam program pengembangan pariwisata. Sebagai

sebuah komoditi, pariwista dimaksudkan menjadi penggerak kegiatan

perekonomian wilayah dalam pengertian yang luas, sehingga perlu disediakan

secara lengkap fasilitas – fasilitas pelayanan regional untuk memfasilitasinya.

a. Pusat pertumbuhan

Konsep pusat pertumbuhan adalah mengembangkan wilayah sebagai pusat

pertumbuhan berdasarkan potensi yang dimilikinya (area strategis, ekonomi,

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 29

produk, image dan sebagainya) serta mengintegrasikan pusat tersebut dalam

pengembangan sistem infrastruktur pendukung yang efisien.

b. Integrasi fungsional

Konsep integrasi fungsional adalh merupakan alternatif pendekatan yang

mengutamakan adanya integrasi yang diciptakan secara sengaja di berbagai

pusat pertumbuhan karena adanya fungsi – fungsi yang komplementer.

c. Desentralisasi

Konsep desentralisasi adalah mencegah terjadinya aliran yang keluar

(outflow) dari sumber daya manusia (braindrain). Melalui konsep ini

diharapkan pengelola wilayah (dengan daerah yang lebih kecil) memiliki

kewenangan lebih dalam memutuskan jenis strategi dan kebijakan untuk

daerahnya.

Gambar 1.9. Konsep Pengembangan Wilayah Berdasar pada Penataan Ruang

1.4.2.5. PENDEKATAN BUDAYA

Pariwisata budaya adalah kegiatan kepariwisataan yang memanfaatkan dan

mengembangkan secara selektif, terencana dan terprogram, berbagau asset

budaya masyarakat, baik berupa tata nilai, adat – istiadat, mapun produk budaya

fisik sebagai daya tarik wisata. Termasuk dalam pengertian tata nilai budaya

adalah segala nilai – nilai/norma – norma kehidupan masyarakat yang masih ada

dan digunakan sebagai pegangan hidup maupun yang telah ditinggalkan.

Termasuk dalam pengertian adat – istiadat adalah segala bentuk perilaku dan

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 30

tingkah laku kehidupan masyarakat sehari – hari yang dilakukan berdasar tata nilai

yang dianut dan yang berlaku.

Dr. Heddy Shri Ahimsa – Putra (2000) menjelaskan bahawa pengembangan wisata

budaya pada dasarnya tidak hanya mencakup obyke wisata ataupun paket wisata

itu sendiri, tetapi juga unsur – unsur lain yang terkait di dalamnya, yang juga tidak

dapat diabaikan, jika pengembangan tersebut diinginkan keberhasilannya. Paling

tidak ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan wisata budaya;

(1) pengembangan obyek wisata itu sendiri; (2) pengembangan paket wisata

budaya; (3) pengembangan pelayanan wisata budaya ; (4) pengembangan promosi

wisata budaya tersebut. Tiga hal ini terkait satu sama lain. Kegagalan yang satu

akan dapat menyebabkan terjadinya kegagalan pada keseluruhan.

Pendekatan budaya dalam perencanaan pariwisata Provinsi Maluku Utara melalui:

a. Mengidentifikasi wisata budaya yang potensial dikembangkan berdasarkan

kajian budaya dalam bentuk obyek wisata maupun atraksi wisata budaya.

b. Pengamatan langsung pada sosial budaya masyarakat tradisional terutama

dalam bentuk obyek dan atraksi budaya yang ada di Provinsi Maluku Utara

c. Melakukan wawancara dennga para budayawan – budayawan yang ada di

Provinsi Maluku Utara terutama budayawan dari suku Ternate dan Tidore

1.4.2.6. PENDEKATAN EKOWISATA

Rumusan 'ecotourism' sebenarnya sudah ada sejak 1987 yang dikemukakan oleh

Hector Ceballos-Lascurain yaitu sbb:

"Nature or ecotourism can be defined as tourism that consist in travelling to relatively undisturbed or uncontaminated natural areas with the specific objectives of studying, admiring, and enjoying the scenery and its wild plantas and animals, as well as any existing cultural manifestations (both past and present) found in the areas."

"Wisata alam atau pariwisata ekologis adalah perjalanan ketempat-tempat alami

yang relatif masih belum terganggu atau terkontaminasi (tercemari) dengan tujuan

untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan, tumbuh-tumbuhan

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 31

dan satwa liar, serta bentuk-bentuk manifestasi budaya masyarakat yang ada, baik

dari masa lampau maupun masa kini."

Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan prinsip

konservasi, bahkan dalam strategi pengembangan ekowisata juga menggunakan

strategi konservasi. Dengan demikian ekowisata sangat tepat dan berdayaguna

dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih

alami. Bahkan dengan ekowisata pelestaraian alam dapat ditingkatkan kualitasnya

karena desakan dan tuntutan dari pada eco – traveler.

Sementara itu destinasi yang diminati wisatwan ecotour adalah daerah alami.

Pendekatan lain bahwa ekowisata harus dapat menjamin kelestarian lingkungan.

Maksud dari menjamin kelestarian ini seperti halnya tujuan konservasi (UNEP,

1980) sebagai berikut:

1. Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung

sistem kehidupan

2. Melindungi keanekaragaman hayati

3. Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya.

Untuk mengembangkan ekowisata dilaksanakan dengan cara pengembangan

pariwista pada umumnya, ada dua aspek yang perlu dipikirkan, pertama aspek

destinasi, kemudia kedua adalah aspek market. Untuk pengembangan ekowisata

dilaksanakan dengan konsep product driven. Meskipun aspek market perlu

dipertimbangkan namun macam, sifat dan perilakuk obyek dan daya tarik wisata

alam dan budaya diusahakan untuk menjaga kelestarian dan keberadaannya.

Pada hakekatnya ekowisata yang melestarikan dan memanfaatkan alam dan

budaya masyarakat, jauh lebih ketat dibanding dengan hanya keberlanjutan.

Pembangunan ekowisata berwawasan lingkungan jauh lebih terjamin hasilnya

dalam melestarikan alam dibanding dengan keberlanjutan pembangunan. Sebag

ekowisata tidak melakukan eksploitasi alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam

dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan fisik dan psikologi

wisatawan. Ekowisata bukan menjual destinasi tetapi menjual filosofi. Dari aspek

inilah ekowisata tidak akan mengenal kejenuhan pasar.

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 32

1.4.2.7. PENGEMBANGAN PARIWISATA BERBASIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (COMMUNITY BASED TOURISM)

Community-based tourism merupakan suatu pendekatan yang menyeluruh dari

pariwisata yang menyatukan dampak aspek lingkungan, sosial, budaya, dan

ekonomi dari pariwisata.

Pada bulan Juli 2000, Bank Dunia mulai memikirkan bagaimana caranya

menanggulangi masalah kemiskinan melalui sektor pariwisata yang kemudian

dikenal dengan “ community-based tourism ” (CBT). Selanjutnya diidentifikasi

adanya tiga kegiatan pariwisata yang dapat mendukung konsep CBT yakni

adventure travel , cultural travel dan ecotourism.

CBT akan melibatkan pula masyarakat dalam proses pembuatan keputusan, dan

dalam perolehan bagian pendapatan terbesar secara langsung dari kehadiran para

wisatawan. Sehingga dengan demikian CBT akan dapat menciptakan kesempatan

kerja, mengurangi kemiskinan dan membawa dampak positif terhadap pelestarian

lingkungan dan budaya asli setempat yang pada akhirnya diharapkan akan mampu

menumbuhkan jati diri dan rasa bangga dari penduduk setempat yang tumbuh

akibat peningkatan kegiatan pariwisata. Jadi sesungguhnya CBT adalah konsep

ekonomi kerakyatan di sektor riil, yang langsung dilaksanakan oleh masyarakat dan

hasilnyapun langsung dinikmati oleh mereka.

Pentingnya peran masyarakat atau komunitas lokal juga digarisbawahi oleh

Wearing (2001) yang menegaskan bahwa sukses atau keberhasilan jangka

panjang industri pariwisata sangat tergantung pada tingkat penerimaan dan

dukungan dari komunitas lokal. Karena itu, untuk memastikan bahwa

pengembangan pariwisata di suatu tempat dapat dikelola dengan baik dan

berkelanjutan, maka hal mendasar yang harus diwujudkan untuk mendukung tujuan

tersebut adalah bagaimana memfasilitasi keterlibatan yang luas dari komunitas

lokal dalam proses pengembangan dan memaksimalkan nilai manfaat sosial dan

ekonomi dari kegiatan pariwisata. Ilustrasi yang dikemukakan oleh Wearing

tersebut menegaskan bahwa masyarakat lokal memiliki kedudukan yang sama

pentingnya sebagai salah satu pemangku kepentingan (stakeholders) dalam

pengembangan pariwisata, selain pemerintah dan swasta.

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 33

Gambar 1.10. Pemangku Kepentingan dalam pengembangan pariwisata

Pendekatan perencanaan pariwista pada masyarakat ini melalui proses dialog

antara wisatawan sebagai guest dan masyarakat sebagai host, yaitu

pengembangan pariwisata memandang masyarakat lokal sebagai sumber daya

yang berkembang dinamis untuk berperan sebagai subyek dan bukan sekedar

obyek. Dalam kaitan ini pengembangan pariwisata pada dasarnya adalah

pengembangan masyarakat dan wilyah yang selanjutnya didasarkan pada kriteria

sebagai berikut:

a. Memajukan tingkat hidup masyarakat sekaligus melestarikan identitas

budaya dan tradisi lokal;

b. Meningkatkan tingkat pendapatan secara ekonomis sekaligus

mendistribusikan secara merata pada penduduk lokal;

c. Berorientasi pada pengembangan wirausaha berskala kecil dan menengah

dengan daya serap tanaga kerja besar dan berorientasi pada teknologi

kooperatif;

d. Memanfaatkan pariwisata seoptimal mungkin sebagai penyumbang tradisi

budaya dengan dampak negatif yang seminimal mungkin.

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 34

1.1. LATAR BELAKANG 2

1.1.1. DINAMIKA KEPARIWISATAAN NASIONAL 2

1.1.2. PERAN DAN POSISI STRATEGIS SEKTOR PARIWISATA DALAM PEMBANGUNAN 9

1.1.3. POTENSI KEPARIWISATAAN PROVINSI MALUKU UTARA 10

1.1.4. ISU DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI MALUKU UTARA 15

1.1.5. PENTINGNYA RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI MALUKU UTARA 16

1.2. TUJUAN DAN SASARAN 18

1.2.1. TUJUAN 18

1.2.2. SASARAN 18

1.3. LINGKUP KEGIATAN 19

1.4. ALUR PIKIR DAN PENDEKATAN PERENCANAAN 22

1.4.1. ALUR PIKIR 22

1.4.2. PENDEKATAN PERENCANAAN 23

1.4.2.1. PENDEKATAN PARIWISATA BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE TOURISM DEVELOPMENT) 25

1.4.2.2. PENDEKATAN GOOD TOURISM GOVERNANCE 26

1.4.2.3. PENDEKATAN KESESUAIAN ANTARA PERMINTAAN DAN PENAWARAN (DEMAND AND SUPPLY) 29

1.4.2.4. PENDEKATAN PENGEMBANGAN WILAYAH 30

1.4.2.5. PENDEKATAN BUDAYA 31

1.4.2.6. PENDEKATAN EKOWISATA 32

1.4.2.7. PENGEMBANGAN PARIWISATA BERBASIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (COMMUNITY BASED TOURISM) 34

GAMBAR 1.1. POLA MUSIM KUNJUNGAN WISMAN KE INDONESIA, BERDASARKAN ASAL NEGARA TEMPAT TINGGAL, 2008,

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 1

SUMBER: STATISTICAL REPORT ON VISITOR ARRIVALS TO INDONESIA 2008. MOCT. (2009) 7

GAMBAR 1.2. TIGA PINTU MASUK UTAMA WISMAN TAHUN 2008 8

GAMBAR 1.3. PETA LOKASI PROVINSI MALUKU UTARA 11

GAMBAR 1.4. PETA SEBARAN DAYA TARIK WISATA PROVINSI MALUKU UTARA 12

GAMBAR 1.5. DIAGRAM PELAKSANAAN PEKERJAAN 23

GAMBAR 1.6. SKEMA PEMBANGUNAN PARIWISATA BERKELANJUTAN 26

GAMBAR 1.7. DIAGRAM GOOD TOURISM GOVERNANCE MODEL 29

GAMBAR 1.8. DIAGRAM KESESUAIAN PERMINTAAN DAN PENAWARAN 30

GAMBAR 1.9. KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH BERDASAR PADA PENATAAN RUANG 31

GAMBAR 1.10. PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM PENGEMBANGAN PARIWISATA 35

TABEL 1.1. KONTRIBUSI DEVISA DARI SEKTOR PARIWISATA DIBANDINGKAN DENGAN SEKTOR LAINNYA, TAHUN 2004-2008 (DALAM JUTA USD) 4

TABEL 1.2. JUMLAH KUNJUNGAN WISMAN, RATA-RATA PENGELUARAN, LAMA TINGGAL DAN PENERIMAAN DEVISA TAHUN 2000 – 2008 5

TABEL 1.3. RATA-RATA PENGELUARAN DAN LAMA TINGGAL WISMAN DI INDONESIA BERDASARKAN ASAL NEGARA TEMPAT TINGGAL PADA TAHUN 2008 6

TABEL 1.4. JUMLAH KUNJUNGAN WISATAWAN MANCANEGARA DAN DOMESTIK DI MALUKU UTARA 2008 15

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 2

Laporan Akhir RIPPARDA Provinsi Maluku Utara I - 3