keputusan kepala badan karantina pertanian nomor...

55
1 KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN NOMOR 1856/KPTS/KR.120/K/08/2018 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN LAYANAN PRIORITAS KARANTINA HEWAN DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 1949/Kpts/KR.120/K/II/2017 telah ditetapkan Pedoman Penilaian Layanan Prioritas Karantina Hewan; b. bahwa dengan perubahan kriteria penilaian, pembobotan penilaian dan efisiensi layanan prioritas, serta efektifitas pengawasan perkarantinaan pertanian dalam membangun keterpaduan manajemen risiko antar Kementerian/ Lembaga, Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 1949/Kpts/KR.120/K/II/2017, sudah tidak sesuai lagi; c. bahwa untuk memberikan kepastian dan kelancaran dalam penilaian layanan prioritas karantina hewan dan tumbuhan, diperlukan pedoman penilaian layanan karantina hewan dan tumbuhan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian tentang Pedoman Penilaian Layanan Karantina Hewan dan Tumbuhan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482); 2. Undang – undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5038); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4002);

Upload: others

Post on 22-Mar-2020

33 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

1

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN

NOMOR 1856/KPTS/KR.120/K/08/2018

TENTANG

PEDOMAN PENILAIAN LAYANAN PRIORITAS KARANTINA HEWAN DAN

TUMBUHAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN,

Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 1949/Kpts/KR.120/K/II/2017 telah ditetapkan Pedoman Penilaian Layanan Prioritas Karantina

Hewan;

b. bahwa dengan perubahan kriteria penilaian, pembobotan

penilaian dan efisiensi layanan prioritas, serta efektifitas pengawasan perkarantinaan pertanian dalam membangun keterpaduan manajemen risiko antar Kementerian/

Lembaga, Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 1949/Kpts/KR.120/K/II/2017, sudah tidak sesuai lagi;

c. bahwa untuk memberikan kepastian dan kelancaran dalam penilaian layanan prioritas karantina hewan dan

tumbuhan, diperlukan pedoman penilaian layanan karantina hewan dan tumbuhan;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian tentang

Pedoman Penilaian Layanan Karantina Hewan dan Tumbuhan;

Mengingat Mengingat

: 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun

1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);

2. Undang – undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 112,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 5038);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2000 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4002);

2

4. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 2002

Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4196);

5. Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);

6. Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2015 Tentang

Kementerian Pertanian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 85);

7. Keputusan Presiden Nomor 75/M Tahun 2015 tentang

Pemberhentian dan Pengangkatan Dari Dan Dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Kementerian

Pertanian;

8. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 22/Permentan/ OT.140/4/ 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit

Pelaksana Teknis Karantina Pertanian;

9. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pelayanan

Dokumen Karantina Pertanian Dalam Sistem Elektronik Indonesia National Single Window (INSW);

10 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/ OT.110/8/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian;

11 Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 1831/KPTS/KR.020/08/2018 tentang Layanan Prioritas Karantina Pertanian Dalam Kerangka Indonesia National

Single Window.

MEMUTUSKAN: Menetapkan :

KESATU : PEDOMAN PENILAIAN LAYANAN PRIORITAS KARANTINA

HEWAN DAN TUMBUHAN

KEDUA : Pedoman Penilaian Layanan Prioritas Karantina Hewan sebagaimana dimaksud dalam diktum KESATU tercantum

pada Lampiran I merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini.

KETIGA Pedoman Penilaian Layanan Prioritas Karantina Tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam diktum KESATU tercantum pada Lampiran II merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Keputusan ini.

KEEMPAT : Pedoman Penilaian Layanan Prioritas Karantina Hewan dan

Tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam diktum KESATU sebagai acuan bagi petugas Karantina dalam melakukan penilaian dalam rangka penetatapan Layanan Prioritas

Karantina Hewan dan Tumbuhan.

3

KELIMA Pada saat Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian ini berlaku, Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian nomor

1949/Kpts/KR.120/K/II/2017 tentang Pedoman Penilaian Layanan Prioritas Karantina Hewan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

KEENAM : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan,

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 28 Agustus 2018

KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN,

TTD

BANUN HARPINI

Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth. :

1. Para Pejabat Eselon II Lingkup Badan Karantina Pertanian; dan 2. Para Kepala Balai Besar/Balai/Stasiun Karantina Pertanian di Seluruh

Indonesia.

4

LAMPIRAN I KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN

NOMOR : 1856/KPTS/KR.120/K/08/2018

TANGGAL : 28 Agustus 2018

PEDOMAN

PENILAIAN LAYANAN PRIORITAS KARANTINA HEWAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi transportasi berpengaruh dalam meningkatkan

arus perdagangan internasional, termasuk lalu lintas media pembawa

Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK). Hal ini akan meningkatkan

risiko masuk dan tersebarnya HPHK yang dibawa melalui media pembawa

HPHK. Badan Karantina Pertanian sebagai institusi yang berwenang di

tempat pemasukan (bandar udara, pelabuhan/ penyeberangan, pos lintas

batas negara) mempunyai tugas untuk mencegah masuk dan tersebarnya

HPHK, sehingga setiap pemasukan media pembawa karantina perlu

diawasi untuk dilakukan tindakan karantina.

Disisi lain Pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi XI

dimana pada butir 3 disebutkan tentang pengendalian risiko terpadu

untuk memperlancar arus barang di tempat pemasukan (pelabuhan) yang

dikenal dengan sebutan Indonesia Single Risk Manajemen atau ISRM.

Dalam paket kebijakan ini, instansi pemerintah yang bertugas di tempat

pemasukan dituntut mempercepat pelayanan kegiatan impor, efisiensi

waktu dan biaya perizinan serta menurunkan dwelling time melalui

peningkatan efektifitas pengawasan melalui integrasi pengelolaan risiko

diantara kementerian/lembaga terkait.

Menyikapi hal tersebut perlu dilakukan suatu perubahan pola

tindakan karantina hewan terhadap media pembawa tertentu yang

semula dilakukan di tempat pemasukan (gate keeper) menjadi tindakan

karantina dengan menerapkan manajemen risiko (risk management),

dalam hal ini tindakan karantina dilakukan dengan memilih dan memilah

risiko berdasarkan kriteria atau parameter tertentu, seperti jenis media

pembawa, negara asal (country of origin) dan tingkat kepatuhan pengguna

jasa melalui implementasi Layanan Prioritas Karantina Hewan (LPKH).

5

Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut di atas, perlu

disusun Pedoman Penilaian Layanan Prioritas Karantina Hewan untuk

memberikan kepastian dan mendukung kelancaran dalam pelaksanaan

penilaian layanan prioritas Karantina Hewan oleh petugas karantina

hewan di UPT Karantina Pertanian.

1.2 Maksud dan Tujuan

1.2.1 Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi petugas karantina

hewan dalam melakukan penilaian dan penetapan layanan

prioritas karantina hewan.

1.2.2 Pedoman ini bertujuan agar pelaksanaan penilaian layanan

prioritas karantina hewan sesuai dengan kaidah ilmiah dan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

1.3 Ruang Lingkup

1.3.1 Persyaratan Mendapat Layanan Prioritas Karantina Hewan:

1.3.1.1 Persyaratan Teknis.

1.3.2 Prosedur Penetapan Layanan Prioritas Karantina Hewan

1.3.2.1 Prosedur penetapan fasilitas LPKH melalui mekanisme

permohonan;

1.3.2.2 Tim Penilai KH;

1.3.2.3 Tim Analisis KH; dan

1.3.2.4 Sekretariat Pusat LPKH.

1.3.3 Penilaian Persyaratan Layanan Prioritas Karantina Hewan

1.3.3.1 Aspek Penilaian;

1.3.3.2 Kriteria;

1.3.3.3 Parameter; dan

1.3.3.4 Bobot Penilaian.

1.3.4 Prosedur Penilaian

1.3.4.1 Penilaian Registrasi Awal; dan

1.3.4.2 Pemuhtakhiran Data Transaksional.

1.3.5 Monitoring dan Evaluasi

1.3.6 Aplikasi ISRM Karantina Hewan (APIS KH)

6

1.4 Pengertian

Dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan:

1.4.1 Layanan Prioritas Karantina Hewan yang selanjutnya disingkat

LPKH adalah fasilitas layanan di bidang Karantina Hewan yang

diberikan oleh Badan Karantina Pertanian kepada pengguna jasa

karantina dalam rangka percepatan arus barang di pelabuhan.

1.4.2 Sekretariat Pusat Layanan Prioritas Karantina Hewan yang

selanjutnya disingkat Sekretariat Pusat LPKH adalah

penyelenggara proses administrasi penetapan LPKH di Kantor

Pusat Badan Karantina Pertanian.

1.4.3 Kepala Badan Karantina Pertanian yang selanjutnya disebut

Kepala Badan adalah pimpinan tertinggi di Badan Karantina

Pertanian.

1.4.4 Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian yang selanjutnya

disingkat UPT adalah Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan

Badan Karantina Pertanian, yang berada dibawah dan

bertanggung jawab kepada Kepala Badan Karantina Pertanian.

1.4.5 Kepala Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian yang

selanjutnya disebut Kepala UPT adalah pimpinan tertinggi di UPT

Karantina Pertanian.

1.4.6 Tim Penilai Karantina Hewan yang selanjutnya disingkat Tim

Penilai KH adalah tim yang terdiri dari pejabat fungsional dan

jajaran manajemen Karantina Hewan di UPT Karantina Pertanian

yang bertugas menilai kecukupan dan kesesuaian terhadap

pemenuhan persyaratan, menganalisa berkas permohonan dan

laporan hasil penilaian persyaratan teknis, serta mengambil

keputusan rekomendasi penetapannya.

1.4.7 Tim Analisis Karantina Hewan yang selanjutnya disingkat Tim

Analisis adalah tim yang terdiri dari pejabat fungsional dan

jajaran manajemen di Kantor Pusat Karantina Hewan dan

Keamanan Hayati Hewani, serta Kepala Sub Bidang Kepatuhan

Karantina Hewan yang bertugas melakukan analisa terhadap

laporan hasil dan rekomendasi Tim Penilai KH, mengambil

keputusan penetapannya, serta melakukan evaluasi dan

monitoring terhadap implementasi LPKH di lapangan.

7

1.4.8 Pengguna Jasa Karantina adalah orang perseorangan atau badan

hukum yang bertanggung jawab atau kuasanya terhadap

pemasukan dan/atau pengeluaran media pembawa Hama dan

Penyakit Hewan Karantina (HPHK).

1.4.9 Pemohon adalah Pengguna Jasa Karantina yang mengajukan

permohonan untuk memperoleh penetapan mendapatkan

fasilitas LPKH.

1.4.10 Penerima atau pemegang fasilitas LPKH adalah Pengguna Jasa

Karantina yang menerima atau memperoleh penetapan

mendapatkan fasilitas LPKH.

1.4.11 Pejabat Fungsional adalah Dokter Hewan Karantina dan

Paramedik Karantina yang diberi tugas untuk melakukan

tindakan karantina berdasarkan undang-undang.

1.4.12 Badan Karantina Pertanian yang selanjutnya disingkat Barantan

adalah badan yang berada di bawah Kementerian Pertanian

Republik Indonesia yang bertugas menyelenggarakan fungsi

perkarantinaan hewan, tumbuhan, dan pengawasan keamanan

hayati.

1.4.13 Petugas Karantina adalah pegawai negeri tertentu yang diberi

tugas untuk melakukan tindakan karantina berdasarkan

undang-undang.

8

BAB II

PERSYARATAN LAYANAN PRIORITAS KARANTINA HEWAN

2.1. Persyaratan Teknis

2.1.1. Persyaratan Teknis yang menjadi penilaian adalah:

2.2.1.1. Media Pembawa;

2.2.1.2. Negara Asal; dan

2.2.1.3. Pemohon (Pengguna Jasa Karantina).

2.2.2. Media pembawa sebagaimana dimaksud pada Point 2.2.1.1

berupa:

2.2.2.1. media pembawa yang akan dimasukkan termasuk

kategori risiko rendah; dan

2.2.2.2 media pembawa yang yang akan dimasukkan tergolong

dalam Hasil Bahan Asal Hewan (HBAH) atau Benda Lain.

2.2.3. Penilaian Media Pembawa sebagaimana dimaksud pada Point

2.2.1.1 dilakukan terhadap potensi media pembawa tersebut

membawa HPHK.

2.2.4. Penilaian Negara Asal sebagaimana dimaksud dalam Point 2.2.1.2

berupa penilaian status situasi penyakit hewan di negara asal.

2.2.5. Penilaian Pemohon (Pengguna Jasa Karantina) sebagaimana

dimaksud pada Point 2.2.1.3, dilakukan terhadap tingkat

kepatuhan dari Pengguna Jasa Karantina (selaku importir) dalam

mengikuti ketentuan, persyaratan dan prosedur Karantina, antara

lain meliputi:

2.2.5.1. Eksistensi

Penilaian dilakukan untuk menunjukkan keberadaan

perusahaan/pemohon berdasarkan legalitasnya, kondisi

di lapangan, status sertifikasi yang dimiliki, dan informasi

relevan lainnya.

2.2.5.2. Catatan histori

Penilaian dilakukan untuk menganalisa catatan kegiatan

karantina yang dilakukan dalam 1 (Satu) tahun terakhir

antara lain rata-rata frekuensi dan volume pemasukan,

tempat pemasukan, cara pengangkutan dan status

penggunaan PPK on line.

9

2.2.5.3. Sarana Prasarana

Penilaian dilakukan untuk menganalisa terkait

ketersediaan sarana dan prasarana untuk pelaksanaan

tindakan karantina.

Diutamakan Pemohon yang memiliki sendiri dan tidak

sewa sarana-prasarana untuk tindakan karantina (kantor,

gudang, tempat pemeriksaan, dll), serta tidak

memanfaatkan fasilitas PLB.

2.2.5.4. Aspek Kewasdakan

Penilaian dilakukan untuk menganalisa catatan atau

informasi terkait:

2.3.6.1.1 pelanggaran karantina, khususnya 3P

(Penahanan, Penolakan, dan Pemusnahan);

2.3.6.1.2 Tingkat Kepatuhan Pengguna Jasa Karantina

(Pemohon) mentaati peraturan perkarantinaan,

termasuk patuh dan tidak pernah melakukan

pelanggaran atau ketidaksesuaian pelaporan,

selalu melapor sebelum kedatangan atau pada

saat kedatangan alat angkut (kapal sandar),

berperilaku baik dan sopan, dll.;

2.3.6.1.3 Informasi intelijen atau NHI (Nota Hasil

Intelijen) dari berbagai sumber seperti dari Bea

Cukai, kepolisian, dll

10

BAB III

TIM PENILAI DAN TIM ANALISIS LPKH

3.1. Penilaian persyaratan teknis pada point 2.3.1.1., 2.3.1.2. dan 2.3.1.3.

dilakukan oleh Tim Penilai di UPT, dan dianalisa oleh Tim Analisis di

Kantor Pusat.

3.2. Tim Penilai

3.2.1. Tim Penilai terdiri dari pejabat fungsional dan jajaran manajemen

Karantina Hewan di UPT Karantina Pertanian yang ditetapkan

oleh Kepala UPT setempat.

3.2.2. Tim Penilai memiliki tugas antara lain:

3.2.2.1. Melakukan penilaian on desk dan on site terhadap:

3.2.2.1.1. pemenuhan persyaratan administrasi dan

teknis sebagaimana dimaksud dalam Point

2.2 dan Point 2.3;

3.2.2.1.2. kesesuaian dan kelayakan dari lokasi,

bangunan gudang beserta peralatan dan

sarana pendukung, serta kapasitas Tempat

Tindakan Karantina.

3.1.1.1. Melakukan verifikasi lapangan terhadap data dan

informasi terkait Pemohon. Persyaratan administrasi

dan atau teknis, serta keberadaan prasarana-sarana

tindakan karantina.

3.1.1.2. Dengan segera membuat laporan tertulis, dan

rekomendasi LAYAK / TIDAK LAYAK berdasarkan hasil

penilaian lapangan terhadap berkas permohonan beserta

lokasi Tempat Tindakan Karantina calon penerima

fasilitas LPKH. Laporan dan rekomendasi ditujukan

kepada Kepala Badan Karantina Pertanian cq. Kepala

Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani

melalui Kepala UPT.

3.1.1.3. Berkomunikasi dengan Pemohon demi kelancaran

pelaksanaan penilaian ke lapangan.

3.1.2. Selama penilaian ke lapangan, Tim Penilai Persyaratan wajib:

3.1.2.1. menjaga nama baik organisasi;

3.1.2.2. beretika yang baik, sopan, obyektif selama penilaian.

11

3.3. Tim Analisis

3.3.1 Tim Analisis terdiri dari pejabat fungsional dan jajaran

manajemen Karantina Hewan di Kantor Pusat Karantina

Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, serta Kepala Sub

Bidang Kepatuhan Karantina Hewan.

3.3.2 Tim Analisis memiliki tugas antara lain

3.3.2.1 Terhadap berkas permohonan yang masuk:

3.3.2.1.1 melakukan verifikasi awal terhadap

pemenuhan persyaratan administrasi dan

teknis sebagaimana dimaksud dalam Point

2.2 dan Point 2.3.;

3.3.2.1.2 memberi masukan kepada Tim Penilai terkait

hal-hal yang harus dicermati pada saat

penilaian ke lapangan;

3.3.2.1.3 menyampaikan hasil verifikasi sebagaimana

dimaksud pada Point 3.4.2.1.1 kepada

Sekretariat Pusat LPKH, khususnya terkait

persyaratan administrasi dan atau teknis

yang belum terpenuhi.

3.3.2.2 Terhadap berkas Laporan Hasil Penilaian Lapangan:

3.3.2.2.1 mempelajari dan melakukan analisa terhadap

laporan hasil dan rekomendasi Tim Penilai

KH;

3.3.2.2.2 mengambil rekomendasi keputusan

penetapannya; dan

3.3.2.2.3 melakukan evaluasi dan monitoring terhadap

implementasi LPKH di lapangan.

3.3.3 Tim Analisis, wajib:

3.3.3.1 menghadiri rapat atau pertemuan terkait LPKH;

3.3.3.2 menjaga nama baik organisasi;

3.3.3.3 menjaga rahasia seluruh proses penetapan; dan

3.3.3.4 beretika yang baik, sopan, obyektif selama proses

penetapan.

12

3.4 Sekretariat Pusat LPKH

Dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugas Tim Analisis, perlu adanya

Sekretariat Pusat LPKH di kantor pusat.

Sekretariat Pusat LPKH memiliki tugas antara lain:

3.4.1 Penyelenggaraan proses administrasi penetapan LPKH di Kantor

Pusat Badan Karantina Pertanian:

3.4.1.1 mengagendakan berkas permohonan;

3.4.1.2 memproses surat Kepala Badan Karantina Pertanian

kepada Kepala UPT terkait menunjuk Tim Penilai;

3.4.1.3 menyelenggarakan rapat atau pertemuan terkait LPKH;

3.4.1.4 memproses SK Penetapan LPKH;

3.4.1.5 memproses Surat Pemberitahuan Penolakan permohonan

LPKH;

3.4.1.6 mengarsipkan dokumen dan surat terkait LPKH;

3.4.1.7 menyusun program monitoring dan evaluasi implementasi

LPKH; dan

3.4.1.8 menyusun program dan rencana anggaran biaya terkait

implementasi LPKH.

3.4.2 Anggota Sekretariat Pusat LPKH, wajib:

3.4.2.1 menjaga nama baik organisasi;

3.4.2.2 menjaga rahasia seluruh proses penetapan; dan

3.4.2.3 beretika yang baik, sopan, obyektif selama proses

penetapan.

13

BAB IV

PENILAIAN PERSYARATAN

LAYANAN PRIORITAS KARANTINA HEWAN (LPKH)

Dalam melakukan penilaian persyaratan layanan prioritas karantina

terdapat 3 aspek penilaian, yaitu komoditi, negara asal dan kepatuhan

pengguna jasa, atau disingkat menjadi 3C (Comodity, Country, Company).

Masing-masing aspek tersebut diatas dijabarkan berdasarkan kriteria

tertentu, dimana setiap kriteria memiliki parameter tersendiri. Masing-masing

parameter dijabarkan dan memiliki nilai tersendiri.

Dengan adanya aspek, kriteria, dan parameter ini diharapkan penilaian

terhadap layanan prioritas karantina hewan dapat lebih objektif dan

komprehensif. Dalam melakukan penilaian ini dibutuhkan data, informasi

maupun referensi lain. Hal ini berpegang pada prinsip bahwa dalam penilaian

harus berdasarkan landasan ilmiah yang jelas, obyektif dan transparan.

4.1. ASPEK PENILAIAN

Penilaian layanan prioritas karantina hewan terdiri dari 3 aspek, yaitu:

4.1.1. Komoditas

Komoditas atau dalam istilah karantina disebut media pembawa

merupakan aspek penting yang berpengaruh terhadap masuk

dan tersebarnya HPHK. Media pembawa terdiri dari hewan,

bahan asal hewan (BAH), hasil bahan asal hewan (HBAH), dan

benda lain. Dari segi risiko masuknya HPHK melalui media

pembawa, hewan merupakan media pembawa yang berisiko

paling tinggi karena agen penyakit hidup dan berkembang pada

mahluk hidup. BAH memiliki risiko sedang karena belum melalui

proses lebih lanjut. HBAH dan benda lain memiliki risiko rendah

karena sudah melalui tahap pemrosesan menjadi produk jadi.

Namun demikian, terhadap aspek komoditi ini perlu ditinjau juga

dari sisi lain seperti cara pemrosesan, cara pengemasan dan lain-

lain. Sisi inilah yang disebut sebagai kriteria penilaian. Kriteria

dari aspek penilaian komoditas akan diuraikan pada butir 4.2.1.

Terkait penilaian prioritas karantina hewan khususnya yang

akan dimasukkan dalam paket ISRM, saat ini diprioritaskan

untuk media pembawa yang tergolong media pembawa risiko

rendah, yaitu hasil bahan asal hewan dan benda lain. Aspek

komoditi memiliki bobot 20%.

14

4.1.2. Negara Asal

Selain komoditi, negara asal merupakan aspek penilaian yang

penting, karena ada jenis HPHK yang merupakan airborne

disease (penyakit yang ditularkan melalui udara), sehingga

apabila suatu negara sedang terkena wabah, jenis HPHK tersebut

bisa terbawa melalui media pembawanya. Selain itu terdapat

kemungkinan negara wabah akan mempengaruhi rantai

distribusi dari media pembawa.

Penilaian terhadap aspek negara asal terutama terkait status

situasi negara tersebut berdasarkan data dan informasi di

website OIE atau informasi resmi lain. Kriteria lainnya terkait

negara asal yang menjadi penilaian layanan prioritas diuraikan

pada butir 4.2.2. Mengingat pentingnya aspek status negara

maka dalam penilaian layanan prioritas ini memiliki bobot

tertinggi yaitu 40%.

4.1.3. Kepatuhan perusahaan/importir

Kepatuhan perusahaan atau importir merupakan aspek yang

menjadi perhatian dalam penilaian, dalam hal ini rekam jejak

(track record) importir selama melakukan transaksi di karantina.

Tingkat kepatuhan ini dilihat dari sisi eksistensi perusahaan,

catatan histori, sarana prasarana fasilitas tempat pemeriksaan

karantina, dan informasi lainnya misalnya Nota Hasil Intelejen

(NHI) dan catatan pelanggaran karantina. Tingkat kepatuhan

merupakan aspek yang penting, dalam hal ini diprioritaskan

merupakan produsen yang tidak memiliki catatan pelanggaran

karantina. Tingkat kepatuhan memiliki bobot 40%.

4.2. KRITERIA

Kriteria adalah faktor-faktor yang mempengaruhi aspek penilaian. Dari

tiga aspek penilaian tersebut diatas berikut kriterianya:

4.2.1. Kriteria Komoditas

4.2.1.1. Efektifitas prosesing dalam membunuh agen penyakit

Adalah proses yang telah dilalui suatu media pembawa

atau komoditi dan seberapa efektif proses tersebut

mampu membunuh agen HPHK (tingkat efektifitas

membunuh agen HPHK). Bobot 65%.

15

4.2.1.2. Tingkat Prosesing

Adalah tingkat prosesing MP yang diimpor menuju produk

akhir, jika masih membutuhkan beberapa tahapan maka

risiko menjadi lebih besar. Bobot 5%.

4.2.1.3. Cara pengemasan

Adalah cara komoditi dikemas (dikemas/tidak dan jumlah

lapisan kemasan). Bobot 10%.

4.2.1.4. Kondisi kemasan

Adalah keadaan kondisi kemasan yang dapat mencegah

kontaminasi terhadap komoditi (vakum, kedap atau tidak

kedap). Bobot 5%.

4.2.1.5. Cara handling

Cara handling yang dimaksud disini adalah tingkat

kehomogenan isi kontainer yang memuat komoditi,

semakin beragam jenis komoditi dalam satu kontainer

maka risiko akan semakin besar. Bobot 5%.

4.2.1.6. Pemanfaatan (bahan baku industri atau tidak)

Adalah tujuan importasi suatu komoditi tersebut, apakah

diimpor sebagai bahan baku atau untuk langsung dijual.

Bobot 4%.

4.2.1.7. Peruntukan (pangan atau non pangan)

Adalah peruntukan komoditi yang diimpor, merupakan

bahan pangan atau non pangan. Bobot 4%.

4.2.1.8. Penilaian unit usaha/tempat produksi/PSI

Adalah bukti bahwa produsen di negara asal telah

dilakukan penilaian unit usaha. Komoditi yang telah

dilakukan penilaian unit usaha di negara asal maka

risikonya semakin rendah dalam membawa agen HPHK.

Bobot 2%.

4.2.2. Kriteria Negara Asal

4.2.2.1. Status - situasi penyakit hewan (HPHK) di negara asal

Merupakan status situasi penyakit HPHK berdasarkan

data dari OIE. Bobot 65%.

16

4.2.2.2. Memiliki program nasional pengendalian HPHK

Adalah data keberadaan program pengendalian penyakit

HPHK yang dilakukan oleh otoritas veteriner minimal 2

tahun terakhir. Bobot 20%.

4.2.2.3. Anggota OIE

Adalah Status keanggotaan negara asal di OIE. Bobot 4%.

4.2.2.4. Protokol karantina

Adalah kesepakatan MoU dengan negara asal tentang tata

cara pelaksanaan tindakan karantina baik di negara asal

maupun di tempat pemasukan. Bobot 2%.

4.2.2.5. Kerjasama fasilitas e-Cert

Adalah kerjasama terhadap fasilitas pertukaran data

elektronik dalam hal ini sertifikat elektronik. Apakah ada

fasilitas pertukaran data atau tidak. Bobot 2%.

4.2.2.6. Profil negara sebagai eksportir ke Indonesia

Adalah profil negara asal sebagai eksportir, apakah

merupakan negara yang baru melakukan ekspor atau

negara tersebut sudah lama melakukan ekspor ke

Indonesia. Bobot 4%.

4.2.2.7. Terjadi keadaan kahar/bencana*)

Merupakan kondisi darurat atau bencana alam yang

berpengaruh terhadap risiko masuknya HPHK melalui

komoditas/ media pembawa HPHK, kriteria ini bersifat

kondisional. Dalam keadaan normal bobotnya 0%.

4.2.3. Kriteria kepatuhan perusahaan/importir

4.2.3.1. Eksistensi

merupakan kriteria yang berisi bukti keberadaan suatu

perusahaan, memiliki bobot 5%. Adapun kriteria yang

dinilai dalam eksistensi perusahaan yaitu:

4.2.3.1.1. Aspek legalitas dengan bobot 40%, berisi beberapa dokumen yang

menyatakan keberadaan suatu perusahaan. Dokumen yang dinilai

yaitu: SIUP, SITU, AKTA PERUSAHAAN, HO, IMB, TDP, dan NPWP;

17

4.2.3.1.2. Status Importir dengan bobot 30%,

merupakan informasi tentang status kegiatan

usaha inportir, apakah merupakan Produsen

atau hanya sebagai trader murni;

4.2.3.1.3. Penggunaan PPJK dan track record-nya

dengan bobot 10%, terkait penggunaan pihak

ketiga dalam pengurusan dokumen karantina.

Apakah importir tersebut mengggunakan

PPJK atau mengurus sendiri. Apabila

menggunakan PPJK maka dilihat rekap jejak

PPJK tersebut dalam mematuhi ketentuan

karantina. Apakah PPJK memiliki rekam jejak

baik atau tidak.

4.2.3.1.4. Kedudukan Perusahaan dengan bobot 5%

yaitu kedudukan perusahaan yang

melakukan kegiatan karantina di tempat

pemasukan, apakah merupakan induk

perusahaan atau cabang perusahaan.

4.2.3.1.5. ISO/Sertifikasi yang setara dengan bobot 5%

yaitu status perusahaan dalam upaya

menjamin mutu produk atau pelayanannya,

hal ini dapat dilihat dari sertifikat ISO

(Internasional Standar Organization) maupun

sertifikat lain yang setara.

4.2.3.1.6. Struktur Organisasi dengan bobot 5%, untuk

mengetahui apakah perusahaan memiliki

struktur organisasi yang kuat dan jelas,

dibuktikan dengan melampirkan struktur

organisasi.

4.2.3.1.7. Bentuk Badan Usaha dengan bobot 5%, yaitu

bentuk badan usaha perusahaan importir,

apakah merupakan perusahaan milik negara,

perusahaan terbuka, atau perusahaan

tertutup.

18

4.2.3.2. Catatan History

Yaitu sejumlah informasi dasar atau catatan tentang

perusahaan dalam melakukan kegiatan perkarantinaan

selama 3 tahun terakhir. Catatan history memiliki bobot

10%. Adapun kriteria yang dinilai yaitu:

4.2.3.2.1. Frekuensi kegiatan, dengan bobot 15%

merupakan frekuensi pemasukan media

pembawa yang dilakukan oleh perusahaan

tersebut.

4.2.3.2.2. Rata-rata Volume per bulan dengan bobot

10% merupakan rata-rata volume pemasukan

komoditi yang dilakukan perusahaan

tersebut.

4.2.3.2.3. Entry Point dengan bobot 20% merupakan

tempat pemasukan dimana perusahaan

tersebut melakukan kegiatan perkrantinaan,

apakah hanya melalui satu tempat

pemasukan atau beberapa tempat

pemasukan.

4.2.3.2.4. Cara pengangkutan MP dengan bobot 10%

yaitu cara penganggkutan komoditi dari

negara asal ke Indonesia, apakah dilakukan

secara langsung atau transit di negara lain.

4.2.3.2.5. Penggunaan PPK On line dengan bobot 45%

yaitu penggunaan aplikasi PPK on line dalam

melakukan kegiatan perkarantinaan. Apakah

perusahaan tersebut memiliki dan

menggunakan PPK on-line sendiri atau

menggunakan pihak ketiga.

4.2.3.3. Sarana-Prasarana

Yaitu keberadaan tempat maupun fasilitas yang dimiliki

perusahaan untuk melakukan tindakan karantina,

memiliki bobot 25%. Adapun kriteria yang dinilai yaitu:

19

4.2.3.3.1. Memiliki tempat tindakan karantina hewan

dengan bobot 65%. Perusahaan memiliki

tempat untuk melakukan tindakan karantina

atau TPK yang telah ditetapkan oleh UPT

4.2.3.3.2. Status kepemilikan sarana tindakan

karantina hewan dengan bobot 10%,

merupakan status kepemilikan TPK yang

digunakan, apakah merupakan milik sendiri

atau sewa.

4.2.3.3.3. Pemanfaatan Fasilitas PLB dengan bobot 25%,

yaitu pemanfaatan Pusat Logistik Berikat oleh

perusahaan. Apakah perusahaan dalam

melakukan kegiatan karantina menggunakan

fasilitas PLB atau tidak.Hal ini terkait dengan

mekanisme tindakan karantina di PLB.

4.2.3.4. Aspek Kewasdakan

Yaitu aspek pengawasan dan penindakan terkait catatan

pelanggaran karantina atau aspek lain yang

menunjukkan kepatuhan perusahaan terhadap

pemenuhan persyaratan karantina. memiliki bobot 60%.

Adapun kriteria yang dinilai yaitu:

4.2.3.4.1. Catatan pelanggaran karantina (3P) dengan

bobot 25% yaitu catatan pelanggaran

meliputi penahanan, penolakan dan

pemusnahan yang terjadi dalam setahun

terakhir

4.2.3.4.2. Catatan/informasi kewasdakan dengan

bobot 70% yaitu catatan berdasarkan tingkat

kepatuhan terhadap ketentuan peraturan

perundang-undangan karantina dan catatan

pernah atau tidak terkena wajib lapor.

4.2.3.4.3. Informasi Intelijen (NHI) dengan bobot 5%

sesuai tingkat keparahan pelanggaran

berdasarkan informasi dari berbagai sumber

atau institusi lain

20

4.3. PARAMETER DAN PENILAIAN

Terhadap masing-masing kriteria diatas berikut parameter dan

penilaiannya.

4.3.1. Parameter dan Penilaian Komoditi

Komoditas atau Media Pembawa dinilai berdasarkan

keamanannya terhadap kemungkinan

membawa/menyebarkan/terkontaminasi HPHK. Jika komoditas

tersebut berdasarkan kriteria dan parameter penilaian di bawah

ini aman dari kemungkinan

membawa/menyebarkan/terkontaminasi HPHK maka diberikan

nilai maksimal yaitu 10. Semakin besar nilai yang diberikan maka

akan semakin aman komoditas tersebut dari kemungkinan

membawa HPHK.

4.3.1.1. Efektifitas prosesing dalam membunuh agen penyakit

Kriteria ini menilai komoditas berdasarkan efektifitas

prosesing atau tingkat olahan suatu komoditas dalam

mematikan HPHK atau agen penyakit lainnya. Semakin

aman suatu komoditas maka akan semakin besar nilai

yang diberikan.

4.3.1.1.1. Proses produksi efektif mematikan agen 100%,

diberi nilai 10;

4.3.1.1.2. Proses produksi efektif mematikan agen 90%

diberi nilai 9;

4.3.1.1.3. Proses produksi efektif mematikan agen 80%

diberi nilai 8;

4.3.1.1.4. Proses produksi efektif mematikan agen 70%

diberi nilai 7;

4.3.1.1.5. Proses produksi efektif mematikan agen 60%

diberi nilai 6;

4.3.1.1.6. Proses produksi efektif mematikan agen 50%

diberi nilai 5;

4.3.1.1.7. Proses produksi efektif mematikan agen 40%

diberi nilai 4;

4.3.1.1.8. Proses produksi efektif mematikan agen 30%

diberi nilai 3;

4.3.1.1.9. Proses produksi efektif mematikan agen 20%

diberi nilai 2;

21

4.3.1.1.10. Proses produksi efektif mematikan agen 10%

diberi nilai 1.

4.3.1.1.11. Proses produksi tidak mematikan agen sama

sekali diberi nilai 0.

4.3.1.2. Tingkat Prosessing komoditas yang dimasukkan

Kriteria ini menilai komoditas berdasarkan tingkat

prosesing. Media pembawa yang di masukan ke Indonesia

dalam keadaan dapat langsung dipakai atau sudah di

proses sepenuhnya (full process) lebih aman terhadap

kemungkinan terbawanya HPHK dibandingkan Media

Pembawa yang akan diproses lagi di Indonesia.

4.3.1.2.1. Media pembawa sudah proses full diberi nilai

10;

4.3.1.2.2. Media pembawa perlu satu tahap menuju full

process diberi nilai 8;

4.3.1.2.3. Media pembawa perlu dua tahap menuju full

process diberi nilai 6;

4.3.1.2.4. Media pembawa perlu tiga tahap menuju full

process diberi nilai 4;

4.3.1.2.5. Media pembawa perlu empat tahap menuju full

process diberi nilai 2;

4.3.1.2.6. Media pembawa diimpor merupakan Bahan

mentah/bahan dasar diberi nilai 0.

4.3.1.3. Cara pengemasan media pembawa

Kriteria ini menilai komoditas berdasarkan cara

pengemasan media pembawa. Media pembawa yang

dikemas beberapa lapisan lebih aman dari kemungkinan

membawa/menyebarkan/kontaminasi HPHK,

dibandingkan media pembawa yang tidak dikemas.

4.3.1.3.1. Terkemas berlapis > 2, aman mencegah

kerusakan dan kontaminasi diberi nilai 10;

4.3.1.3.2. Terkemas berlapis 2, aman mencegah

kerusakan dan kontaminasi diberi nilai 9;

4.3.1.3.3. Terkemas berlapis 1, aman mencegah

kerusakan dan kontaminasi diberi nilai 8;

22

4.3.1.3.4. Terkemas berlapis >2, tapi kurang aman

mencegah kerusakan dan kontaminasi diberi

nilai 7;

4.3.1.3.5. Terkemas berlapis 2, tapi kurang aman

mencegah kerusakan dan kontaminasi diberi

nilai 6;

4.3.1.3.6. Terkemas berlapis 1, tapi kurang aman

mencegah kerusakan dan kontaminasi diberi

nilai 5;

4.3.1.3.7. Tidak dikemas diberi nilai 0.

4.3.1.4. Jenis Kemasan media pembawa

Kriteria ini menilai komoditas berdasarkan jenis kemasan

media pembawa. Jenis kemasan yang aman dari

kontaminasi diberikan nilai maksimal (nilai 10),

dibandingkan jenis kemasan yang rentan kontaminasi.

4.3.1.4.1. Kemasan vakum dan kedap udara diberi nilai

10;

4.3.1.4.2. Kemasan kedap udara diberi nilai 8;

4.3.1.4.3. Tanpa kemasan atau curah diberi nilai 0.

4.3.1.5. Cara penangkutan dan penanganan (handling)

Kriteria ini menilai komoditas berdasarkan cara

pengangkutan dan penanganan media pembawa dalam

kontainer. Suatu media pembawa dikatakan aman dari

kemungkinan membawa/menyebarkan/terkontaminasi

HPHK jika diangkut dengan kontainer yang berisi satu

jenis barang (full container loading) dan memenuhi

persyaratan selama pengangkutan.

4.3.1.5.1. Keadaan FCL dan persyaratan selama

pengangkutan terpenuhi diberi nilai 10;

4.3.1.5.2. Keadaan FCL dan persyaratan selama

pengangkutan kurang terpenuhi diberi nilai 6;

4.3.1.5.3. Keadaan LCL dan persyaratan selama

pengangkutan kurang terpenuhi diberi nilai 4;

4.3.1.5.4. Keadaan FCL dan persyaratan selama

pengangkutan tidak terpenuhi diberi nilai 2;

4.3.1.5.5. Keadaan LCL dan persyaratan selama

pengangkutan tidak terpenuhi diberi nilai 0.

23

4.3.1.6. Pemanfaatan media pembawa

Kriteria ini menilai komoditas berdasarkan

pemanfaatannya. Suatu Media Pembawa dikatakan lebih

aman dari kemungkinan membawa/ terkontaminasi

HPHK jika langsung dikonsumsi/dipasarkan

dibandingkan digunakan untuk bahan baku industri.

4.3.1.6.1. Merupakan produk akhir untuk langsung

dipasarkan diberi nilai 10;

4.3.1.6.2. Merupakan bahan baku industri hilir diberi

nilai 8;

4.3.1.6.3. Merupakan bahan baku industri hulu diberi

nilai 6;

4.3.1.6.4. Merupakan bahan baku industri untuk dijual

kembali diberi nilai 4;

4.3.1.6.5. Tidak jelas pemanfaatannya diberi nilai 0.

4.3.1.7. Peruntukkan (pangan atau non pangan)

Kriteria ini menilai komoditas atau MP berdasarkan

peruntukannya. Media Pembawa yang diperuntukan

sebagai bahan pangan lebih aman dari kemungkinan

membawa HPHK dibandingkan bahan non pangan.

4.3.1.7.1. Merupakan bahan pangan diberi nilai 10;

4.3.1.7.2. Merupakan bahan non pangan diberi nilai 9;

4.3.1.7.3. Merupakan bahan pangan sekaligus non

pangan diberi nilai 8;

4.3.1.7.4. Tidak jelas peruntukkannya diberi nilai 0.

4.3.1.8. Penilaian unit usaha/tempat produksi/PSI

Kriteria ini menilai komoditas berdasarkan penilaian unit

usaha di negara asal. Unit usaha yang telah dinilai oleh

pemerintah Indonesia lebih aman dibandingkan yang

belum dinilai.

4.3.1.8.1. Media pembawa telah dilakukan PSI dan

memiliki Est. Number diberi nilai 10;

4.3.1.8.2. Media pembawa telah dilakukan PSI tapi belum

memiliki Est. Number diberi nilai 8;

4.3.1.8.3. Media pembawa belum dilakukan PSI diberi

nilai 4;

24

4.3.1.8.4. Media pembawa tidak ada informasi atau tidak

jelas informasinya diberi nilai 0.

4.3.2. Parameter dan Penilaian Negara Asal

Negara asal Media Pembawa dinilai berdasarkan situasi penyakit

hewan dan program pengendalian penyakit hewan di negara asal

yang berhubungan dengan Media pembawa yang diimpor ke

Indonesia. Jika negara asal tersebut berdasarkan kriteria dan

parameter penilaian dibawah ini, aman dari kemungkinan

membawa HPHK maka diberikan nilai maksimal yaitu 10.

Semakin besar nilai yang diberikan maka akan negara asal

tersebut dinilai aman dari kemungkinan membawa HPHK.

4.3.2.1. Status - situasi penyakit hewan (HPHK) di negara asal

Kriteria ini menilai negara asal berdasarkan status dan

situasi penyakit hewan. Negara yang sedang tidak wabah

lebih aman dibandingkan negara yang sedang wabah atau

endemis HPHK tertentu.

4.3.2.1.1. Bebas, sedang tidak terjadi wabah, dan bukan

daerah endemis, diberi nilai 10;

4.3.2.1.2. Bebas, sedang tidak terjadi wabah tapi daerah

endemis, diberi nilai 9;

4.3.2.1.3. Bebas, tapi sedang terjadi wabah diberi nilai 6;

4.3.2.1.4. Status negara di OIE tidak diketahui

(undetermined), berbatasan dengan negara

bebas, diberi nilai 5;

4.3.2.1.5. Status negara di OIE tidak diketahui

(undetermined), berbatasan dengan negara

tertular, diberi nilai 4;

4.3.2.1.6. Tidak bebas, merupakan negara wabah diberi

nilai 0.

4.3.2.2. Memiliki program nasional pengendalian HPHK

Kriteria ini menilai negara asal berdasarkan program

pengendalian penyakit hewan yang dimiliki. Negara asal

Media Pembawa yang memiliki program nasional

pengendalian penyakit hewan lebih aman dibandingkan

negara asal yang tidak memiliki program pengendalian.

25

4.3.2.2.1. Negara asal memiliki program pengendalian

nasional HPHK dan sudah berjalan dengan

baik, diberi nilai 10;

4.3.2.2.2. Negara asal memiliki program pengendalian

HPHK tapi belum berjalan dengan baik, diberi

nilai 8;

4.3.2.2.3. Negara asal memiliki program pengendalian

HPHK tapi tidak berjalan dengan baik atau

tidak jelas, diberi nilai 6;

4.3.2.2.4. Negara asal tidak memiliki program nasional

pengendalian HPHK, diberi nilai 0.

4.3.2.3. Anggota OIE

Kriteria ini menilai negara asal berdasarkan keanggotaan

OIE. Jika negara asal terdaftar sebagai anggota OIE maka

negara asal lebih aman dibandingkan negara yang tidak

terdaftar OIE.

4.3.2.3.1. Negara asal merupakan anggota OIE, diberi

nilai 10;

4.3.2.3.2. Negara asal bukan merupakan anggota OIE,

namun terdapat perjanjian bilateral, diberi

nilai 5;

4.3.2.3.3. Negara asal bukan merupakan negara anggota

OIE, dan tidak terdapat perjanjian bilateral,

diberi nilai 0.

4.3.2.4. Protokol karantina

Kriteria ini menilai negara asal berdasarkan perjanjian

atau protokol karantina. Jika suatu negara telah

membuat protokol karantina dengan Indonesia dalam hal

pemasukan Media Pembawa yang dimaksud maka negara

asal tersebut dinilai lebih aman dibanding yang tidak

memiliki protokol karantina.

4.3.2.4.1. Negara asal dengan badan karantina pertanian

telah memiliki protokol karantina, diberi nilai

10;

4.3.2.4.2. Protokol karantina dengan negara asal sedang

dalam proses penyusunan atau pembahasan,

diberi nilai 5;

26

4.3.2.4.3. Tidak terdapat protokol karantina dengan

negara asal, diberi nilai 0.

4.3.2.5. Kerjasama fasilitas e-Cert

Kriteria ini menilai negara asal berdasarkan fasilitas e-

Cert. Jika suatu negara telah membuat perjanjian e-Cert

dengan karantina dalam pemasukan Media Pembawa

yang dimaksud maka negara asal tersebut dinilai lebih

aman dibanding yang belum memiliki fasilitas e-Cert.

4.3.2.5.1. Negara asal dengan Badan Karantina Pertanian

telah memiliki kerjasama fasilitas e-cert, diberi

nilai 10;

4.3.2.5.2. Kerjasama fasilitas e-cert dengan negara asal

sedang dalam proses penyusunan atau

pembahasan, diberi nilai 5;

4.3.2.5.3. Tidak terdapat kerjasama fasilitas e-cert

dengan negara asal, diberi nilai 0.

4.3.2.6. Profil negara sebagai eksportir ke Indonesia

Kriteria ini menilai negara asal berdasarkan profil negara

sebagai eksportir ke Indonesia. Jika suatu negara telah

lama sebagai eksportir ke Indonesia maka negara asal

tersebut dinilai lebih aman dibanding yang baru ekspor

ke Indonesia.

4.3.2.6.1. Negara asal telah melakukan kegiatan ekspor

ke Indonesia LEBIH dari 3 tahun dan memiliki

catatan BAIK, diberi nilai 10

4.3.2.6.2. Negara asal melakukan kegiatan ekspor ke

Indonesia KURANG dari 3 tahun dan memiliki

catatan BAIK, diberi nilai 9

4.3.2.6.3. Negara asal melakukan kegiatan ekspor ke

Indonesia LEBIH dari 3 tahun tetapi memiliki

catatan KURANG baik, diberi nilai 8

4.3.2.6.4. Negara asal melakukan kegiatan ekspor ke

Indonesia KURANG dari 3 tahun tetapi

memiliki catatan KURANG baik, diberi nilai 7

27

4.3.2.6.5. Negara asal merupakan negara BARU

melakukan kegiatan eskpor ke Indonesia, dan

berdasarkan informasi terhadap ekspor produk

lain memiliki catatan yang BAIK, diberi nilai 6

4.3.2.6.6. Negara asal melakukan kegiatan ekspor ke

Indonesia LEBIH dari 3 tahun tetapi memiliki

catatan TIDAK baik, diberi nilai 5

4.3.2.6.7. Negara asal melakukan kegiatan ekspor ke

Indonesia KURANG dari 3 tahun tetapi

memiliki catatan TIDAK baik, diberi nilai 4

4.3.2.6.8. Negara asal merupakan negara baru

melakukan kegiatan eskpor ke Indonesia, dan

berdasarkan informasi terhadap ekspor produk

lain memiliki catatan yang KURANG baik,

diberi nilai 2

4.3.2.6.9. Negara asal merupakan negara baru

melakukan kegiatan eskpor ke Indonesia, dan

berdasarkan informasi terhadap ekspor produk

lain memiliki catatan yang TIDAK baik, diberi

nilai 0

4.3.2.7. Terjadi keadaan kahar/bencana*) 0%

Kriteria ini menilai negara asal berdasarkan kondisi

darurat atau bencana alam yang berpengaruh terhadap

risiko masuknya HPHK melalui komoditas/ media

pembawa HPHK, kriteria ini bersifat kondisional.

4.3.2.7.1. Negara asal dalam kondisi darurat dinyatakan

aman terhadap risiko masuknya HPHK, diberi

nilai 10

4.3.2.7.2. Negara asal dalam kondisi darurat dinyatakan

tidak aman terhadap risiko masuknya HPHK,

diberi nilai 0

28

4.3.3. Parameter dan Penilaian Kepatuhan Perusahaan/Importir

Kepatuhan Perusahaan/importir dinilai berdasarkan eksistensi

keberadaan perusahaan, data pemasukan, penggunaan PPJK, dan

lain sebagainya. Jika kepatuhan perusahaan/importir tersebut

berdasarkan kriteria dan parameter penilaian dibawah ini, aman

terhadap kemungkinan terjadi pelanggaran maka diberikan nilai

maksimal yaitu 10. Semakin besar nilai yang diberikan maka

perusahaan tersebut dinilai aman dari kemungkinan membawa

HPHK

4.3.3.1. Eksistensi

Kriteria ini menilai perusahaan berdasarkan eksistensi

perusahaan. Jika suatu suatu perusahaan memiliki

kelengkapan administrasi yang baik maka perusahaan ini

dinilai aman.

4.3.3.1.1. Aspek legalitas

4.3.3.1.1.1. Semua dokumen persyaratan ada

lengkap benar dan sah, diberi nilai

10;

4.3.3.1.1.2. Tidak semua dokumen

persyaratan ada, tapi NPWP, IMB,

HO, akta pendirian perusahaan

ada lengkap benar dan sah, diberi

nilai 8;

4.3.3.1.1.3. Dokumen persyaratan tidak ada,

diberi nilai 0.

4.3.3.1.2. Status importir

4.3.3.1.2.1. Status importir produsen diberi

nilai 10;

4.3.3.1.2.2. Status importir sebagai peodusen

sekaligus sebagai trader diiberi

nilai 6;

4.3.3.1.2.3. Status importir merupakan trader

murni diberi nilai 0.

29

4.3.3.1.3. Penggunaan PPJK dan track record -nya

4.3.3.1.3.1. Perusahaan mengurus sendiri, dan

track recordnya baik diberi nilai

10;

4.3.3.1.3.2. Perusahaan mengurus sendiri tapi

track recordnya kurang baik diberi

nilai 8;

4.3.3.1.3.3. Perusahaan mengurus sendiri dan

track recordnya tidak baik diberi

nilai 6;

4.3.3.1.3.4. Perusahaan menggunakan PPJK,

tapi track recordnya nya baik

diberi nilai 4;

4.3.3.1.3.5. Perusahaan menggunakan PPJK

tapi track recordnya kurang baik

diberi nilai 2;

4.3.3.1.3.6. Perusahaan menggunakan PPJK

dan track recordnya tidak baik

diberi nilai 0.

4.3.3.1.4. Kedudukan perusahaan

4.3.3.1.4.1. Kedudukan perusahaan

merupakan kantor induk diberi

nilai 10;

4.3.3.1.4.2. Kedudukan perusahaan

merupakan kantor cabang diberi

nilai 8;

4.3.3.1.4.3. Kedidukan perusahaan

merupakan kantor perwakilan

diberi nilai 6;

4.3.3.1.4.4. Kedudukan kantor perusahaan

tidak jelas diberi nilai 0.

4.3.3.1.5. ISO/sertifikasi yang setara

4.3.3.1.5.1. Memiliki ISO atau sertifikasi setara

diberi nilai 10;

4.3.3.1.5.2. Tidak memiliki ISO atau sertifikasi

setara diberi nilai 0.

30

4.3.3.1.6. Stuktur organisasi

4.3.3.1.6.1. Memiliki struktur organisasi yang

jelas diberi nilai 10;

4.3.3.1.6.2. Tidak memiliki stuktur organisasi

yang jelas diberi nilai 0.

4.3.3.1.7. Bentuk badan usaha

4.3.3.1.7.1. Merupakan badan usaha yang

jelas, BUMN, PT, CV diberi nilai 10;

4.3.3.1.7.2. Tidak berupa badan usaha atau

perseorangan diberi nilai 5;

4.3.3.1.7.3. Tidak jelas diberi nilai 0.

4.3.3.2. Catatan History

Kriteria ini menilai perusahaan berdasarkan data

frekuensi, volume pemasukan media pembawa, jumlah

tempat pemasukan dan cara pengangkutan. Jika suatu

perusahaan memiliki catatan pemasukan yang baik maka

perusahaan ini dinilai aman

4.3.3.2.1. Frekuensi kegiatan

4.3.3.2.1.1. Rutin dilakukan pemasukan

minimal sebulan sekali diberi nilai

10;

4.3.3.2.1.2. Rutin dilakukan kegiatan

pemasukan minimal dua bulan

sekali diberi nilai 8;

4.3.3.2.1.3. Rutin dilakukan kegiatan

pemasukan minimal tiga bulan

sekali diberi nilai 7;

4.3.3.2.1.4. Rutin dilakukan kegiatan

pemasukan minimal empat bulan

sekali diberi nilai 6;

4.3.3.2.1.5. Rutin dilakukan kegiatan

pemasukan minimal enam bulan

sekali diberi nilai 5;

4.3.3.2.1.6. Rutin dilakukan kegiatan

pemasukan minimal tujuh bulan

sekali diberi nilai 0;

31

4.3.3.2.1.7. Tidak rutin atau transaksional

diberi nilai 0.

4.3.3.2.2. Rata-rata volume per bulan

4.3.3.2.2.1. Rata-rata lebih dari 20 kontainer

per bulan diberi nilai 10;

4.3.3.2.2.2. Rata-rata 10-19 kontainer per

bulan diberi nilai 9;

4.3.3.2.2.3. Rata-rata 5-9 kontainer per bulan

diberi nilai 8;

4.3.3.2.2.4. Rata-rata kurang dari 4 kontainer

per bulan diberi nilai 7;

4.3.3.2.2.5. Rata-rata 0 kontainer per bulan

diberi nilai 0.

4.3.3.2.3. Entry point

4.3.3.2.3.1. Hanya melalui satu tempat

pemasukan diberi nilai 10;

4.3.3.2.3.2. Terdapat dua tempat pemasukan

diberi nilai 8;

4.3.3.2.3.3. Terdapat tiga tempat pemasukan

diberi nilai 6;

4.3.3.2.3.4. Terdapat lebih dari 3 tempat

pemasukan diberi nilai 4;

4.3.3.2.3.5. Tempat pemasukannya tidak jelas

diberi nilai 0.

4.3.3.2.4. Cara pengangkutan MP

4.3.3.2.4.1. Pengangkutan langsung dari

negara asal ke Indonesia diberi

nilai 10;

4.3.3.2.4.2. Pengangkutan melalui transit di

satu negara diberi nilai 7;

4.3.3.2.4.3. Pengangkutan melalui transit di

dua negara diberi nilai 4;

4.3.3.2.4.4. Pengangkutan melalui transit lebih

dari tiga negara diberi nilai 0.

32

4.3.3.2.5. Penggunaan PPK on-line

4.3.3.2.5.1. Menggunakan PPK on-line sendiri

diberi nilai 10;

4.3.3.2.5.2. Penggunaan PPK on-line melalui

pihak ketiga diberi nilai 0.

4.3.3.3. Sarana Prasarana

Kriteria ini menilai perusahaan berdasarkan sarana

prasarana yang dimiliki perusahaan. Jika suatu suatu

perusahaan memiliki kelengkapan sarana prasarana yang

baik maka perusahaan ini dinilai aman.

4.3.3.3.1. Memiliki tempat tindakan karantina

4.3.3.3.1.1. Memiliki tempat tindakan

karantina sendiri, sarana

prasarananya lengkap dan dapat

digunakan diberi nilai 10;

4.3.3.3.1.2. Memiliki tempat tindakan

karantina sendiri tapi sarana

prasarananya kurang lengkap tapi

dapat digunakan diberi nilai 8;

4.3.3.3.1.3. Memiliki tempat tindakan

karantina sendri tapi sarana

prasarananya kurang lengkap dan

ada yang tidak dapat digunakan

diberi nilai 6;

4.3.3.3.1.4. Tidak memiliki tindakan karantina

sendiri (sewa), tapi sarana

prasarananya lengkap dan dapat

digunakan diberi nilai 4;

4.3.3.3.1.5. Tidak memiliki tempat tindakan

karantina sendiri (sewa) dan

sarana prasarananya tidak

lengkap dan ada yang tidak dapat

digunakan diberi nilai 2;

33

4.3.3.3.1.6. Tidak memiliki tempat tindakan

karantina sendiri (sewa), dan tidak

ada sarana prasarananya diberi

nilai 0.

4.3.3.3.2. Status kepemilikan sarana tindakan karantina

4.3.3.3.2.1. Sarana tindakan karantina milik

sendiri diberi nilai 10;

4.3.3.3.2.2. Sarana tindakan karantina

merupakan sewa diberi nilai 5;

4.3.3.3.2.3. Tidak memiliki sarana tindakan

karantina diberi nilai 0.

4.3.3.3.3. Pemanfaatan fasilitas Pusat Logistik Berikat

(PLB)

4.3.3.3.3.1. Tidak mengggunakan fasilitas PLB

diberi nilai 10;

4.3.3.3.3.2. Menggunakan fasilitas PLB diberi

nilai 0.

4.3.3.4. Aspek Kewasdakan

Kriteria ini menilai perusahaan berdasarkan aspek

kewasdakan perusahaan. Jika suatu suatu perusahaan

memiliki kepatuhan terhadap peraturan perkarantinaan

yang baik serta tidak memiliki catatan pelanggaan maka

perusahaan ini dinilai aman.

4.3.3.4.1. Catatan pelanggaran karantina 3P

4.3.3.4.1.1. Tidak terdapat catatan

pelanggaran karantina dalam

setahun terakhir diberi nilai 10;

4.3.3.4.1.2. Dalam setahun terakhir terdapat

catatan pelanggaran karantina 3P

sebanyak 1 sampai 2 kali;

4.3.3.4.1.3. Dalam setahun terakhir terdapat

catatan pelanggaran karantina 3P

sebanyak 3 sampai 4 kali;

4.3.3.4.1.4. Dalam setahun terakhir terdapat

catatan pelanggaran karantina 3P

sebanyak 5 sampai 6 kali;

34

4.3.3.4.1.5. Dalam setahun terakhir terdapat

catatan pelanggaran karantina 3P

sebanyak 7 sampai 8 kali;

4.3.3.4.1.6. Dalam setahun terakhir terdapat

catatan pelanggaran karantina 3P

lebih dari 9 kali.

4.3.3.4.2. Catatan/ informasi kewasdakan

Skala penilaian 0-10 diberikan berdasarkan

tingkat kepatuhan terhadap ketentuan

peraturan perundang-undangan dan catatan

pernah/ tidak terkena wajib lapor.

4.3.3.4.3. Informasi intelejen (NHI)

Skala penilaian 0-10 diberikan sesuai tingkat

keparahan berdasarkan informasi dari berbagai

sumber atau instansi lain.

35

BAB V

PROSEDUR PENILAIAN

5.1 Penilaian Registrasi Awal

5.1.1 Penilaian Registrasi Awal merupakan penilaian on desk dan atau

on site awal yang dilakukan terhadap berkas permohonan LPKH.

5.1.2 Penilaian Registrasi Awal sebagaimana dimaksud pada Point 5.1.1

dilakukan oleh Tim Penilai, dan hasilnya dianalisa oleh Tim

Analisis.

5.1.3 Prosedur Penilaian Registrasi Awal dilaksanakan sebagaimana

dimaksud dalam ketentuan Point 3.1 dan Point 3.2.

5.2 Pemutakhiran Data Transaksional

5.2.1 Pemutakhiran Data Transaksional merupakan evaluasi terhadap

implementasi LPKH melalui performa data transaksional tindakan

karantina, khususnya aspek kepatuhan dari Pengguna Jasa

Karantina sebagai penerima fasilitas LPKH, profil perusahaan,

profil komoditas (media pembawa), profil Perusahaan Pengurus

Jasa Kepabenanan (PPJK) dan staff PPJK, dan profil lainnya.

5.2.2 Pemutakhiran Data Transaksional sebagaimana dimaksud pada

Point 5.2.1 dilakukan oleh Tim Penilai di setiap UPT dan atau Tim

Analisis di kantor pusat.

5.2.3 Rekapitulasi dan catatan hasil Pemutakhiran Data Transaksional

selanjutnya secara kesisteman dikirim ke Barantan untuk diolah

dan dianalisa oleh Tim Analisis.

5.2.4 Mekanisme Pemutakhiran Data Transaksional:

5.2.4.1 Data atau informasi setiap transaksional tindakan

karantina Pengguna Jasa Karantina pemegang

(penerima) fasilitas LPKH dikumpulkan dan dianalisa.

5.2.4.2 Data atau informasi sebagaimana dimaksud pada Point

5.2.4.1 bersumber dari:

5.2.4.2.1 internal Barantan berupa data atau informasi

yang diperoleh melalui kegiatan surveillance,

monitoring, atau penerimaan informasi dari

UPT; dan atau

36

5.2.4.2.2 eksternal Barantan berupa data atau informasi

yang diperoleh dari laporan masyarakat/

institusi/lembaga, atau sumber eksternal

lainnya.

5.2.4.3 Surveillans sebagaimana dimaksud pada Point 5.2.4.2.1

dilaksanakan dengan kegiatan pengamatan terhadap

orang (pengguna jasa, importir, staff PPJK, dll), tempat

(IKH, tempat pelaksanaan tindakan karantina, dll),

media pembawa, sarana pengangkut, dan atau obyek

lainnya secara berkesinambungan pada periode tertentu

yang dilakukan secara tertutup dan atau terbuka dalam

rangka pengumpulan atau pendalaman data atau

informasi yang dapat menunjukkan adanya indikasi

pelanggaran perkarantinaan.

5.2.4.4 Monitoring sebagaimana dimaksud pada Point 5.2.4.2.1

dilaksanakan dengan kegiatan pengamatan dan

penilaian terhadap data atau catatan transaksi

pelayanan dan pengawasan pelaksanaan tindakan

karantina.

5.2.5 Bagian Informasi Badan Karantina Pertanian wajib membangun

aplikasi elektronik (Aplikasi ISRM Karantina Hewan atau disingkat

APIS-KH) untuk kelancaran proses penetapan, pertukaran data

hasil pemutakhiran data transaksional, dan implementasi LPKH di

lapangan.

5.2.6 Seluruh UPT bertanggung jawab dalam Pemutakhiran Data

Transaksional.

37

BAB VI

MONITORING DAN EVALUASI

6.1 Pengawasan terhadap terhadap penerima fasilitas LPKH yang telah

ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Point 3.1.8.1 dan Point 3.2.6.1

oleh Tim Penilai dan atau Tim Analisis dilakukan secara:

6.1.1 langsung; dan

6.1.2 tidak langsung.

6.2 Pengawasan sebagaimana dimaksud pada Point 6.1 dilakukan terhadap

penerima fasilitas LPKH dan setiap transaksional tindakan karantina

pemegang (penerima) fasilitas LPKH untuk menjamin agar pemberian

fasilitas LPKH implementasinya dapat berjalan seperti yang diharapkan

sesuai ketentuan.

6.3 Pengawasan sebagaimana dimaksud pada Point 6.1 dilakukan:

6.3.1 terhadap penerima fasilitas LPKH;

6.3.2 setiap transaksional tindakan karantina pemegang (penerima)

fasilitas LPKH;

6.3.3 dengan metode on desk review dan atau on site review;

6.3.4 oleh Tim Penilai dan atau Tim Analisis;

6.3.5 untuk mengetahui apakah pemegang (penerima) fasilitas LPKH

melaksanakan kewajiban yang telah ditetapkan; dan

6.3.6 sebagai bahan masukan dalam pemberian fasilitas LPKH dan

kebijakan implementasinya.

6.4 Pengawasan secara langsung sebagaimana dimaksud pada Point 6.1.1

dilakukan dengan cara monitoring dan evaluasi minimal setiap 6 (enam)

bulan sekali.

6.5 Pengawasan secara langsung sebagaimana dimaksud pada Point 6.4

dapat dilakukan sewaktu-waktu, apabila:

6.5.1 ada indikasi atau informasi pelanggaran peraturan

perkarantinaan; atau

6.5.2 terjadi keadaan kahar (force majeure).

6.6 Waktu pelaksanaan pengawasan terhadap setiap transaksional tindakan

karantina pemegang (penerima) fasilitas LPKH sebagaimana dimaksud

dalam Point 6.3.2 dilakukan setiap saat ada transaksional tindakan

karantina dalam bentuk Pemutakhiran Data Transaksional.

38

6.7 Pengawasan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada Point

6.1.1 dilakukan melalui pelaporan pemasukan media pembawa sesuai

Surat Keputusan Penetapan sebagaimana dimaksud dalam Point 3.1.8.1

dan Point 3.2.6.1.

6.8 Pelaporan sebagaimana dimaksud pada Point 6.7 wajib disampaikan

oleh Pemilik dan/atau penanggung jawab Penerima Fasilitas LPKH

kepada Kepala UPT Setempat setiap 6 (enam) bulan sekali.

6.9 Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada Point 6.1 dilaporkan

oleh Kepala UPT Setempat kepada Kepala Badan Karantina Pertanian

melalui Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani.

6.10 Berdasarkan hasil Pengawasan sebagaimana dimaksud pada Point 6.1,

serta hasil Pemutakhiran Data Transaksional, setiap 6 (enam) bulan

sekali Tim Analisis melakukan review status kelayakan pemegang

(penerima) fasilitas LPKH.

39

BAB VIII

PENUTUP

Pedoman ini dibuat untuk dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN,

TTD

BANUN HARPINI

40

LAMPIRAN II KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN

NOMOR : 1856/KPTS/KR.120/K/08/2018

TANGGAL : 28 Agustus 2018

PEDOMAN

PENILAIAN LAYANAN PRIORITAS KARANTINA TUMBUHAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan teknologi transportasi berpengaruh dalam meningkatkan

arus perdagangan internasional, termasuk lalu lintas media pembawa

Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) dan Pangan Segar

Asal Tumbuhan (PSAT). Hal ini akan meningkatkan risiko masuk dan

tersebarnya OPTK dan/atau Cemaran PSAT melalui lalu lintas media

pembawa tersebut. Badan Karantina Pertanian sebagai institusi yang

berwenang di tempat pemasukan (bandar udara, pelabuhan/

penyeberangan, pos lintas batas negara) mempunyai tugas untuk

mencegah masuk dan tersebarnya OPTK dan Cemaran PSAT, sehingga

setiap pemasukan media pembawa perlu dilakukan tindakan karantina

dan pengawasan keamanan pangan.

Pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi XI, pada butir

3 disebutkan tentang pengendalian risiko terpadu untuk memperlancar

arus barang di tempat pemasukan (pelabuhan) yang dikenal dengan

Indonesia Single Risk Management atau ISRM. Dalam paket ini,

instansi pemerintah yang bertugas di tempat pemasukan dituntut

mempercepat pelayanan kegiatan impor, efisiensi waktu dan biaya

perizinan serta menurunkan dwelling time melalui peningkatan

efektifitas pengawasan melalui integrasi pengelolaan risiko diantara

kementerian/lembaga terkait.

41

Menyikapi hal tersebut perlu dilakukan suatu perubahan pola tindakan

karantina tumbuhan dan pengawasan keamanan pangan terhadap

media pembawa OPTK dan/atau PSAT yang semula dilakukan di tempat

pemasukan (entry point) menjadi tindakan karantina dan pengawasan

keamanan pangan dengan menerapkan manajemen risiko (risk

management).

Dalam hal ini tindakan karantina dan pengawasan keamanan pangan

dengan melakukan kategorisasi risiko berdasarkan kriteria atau

parameter tertentu, seperti jenis media pembawa (commodity), negara

asal (country of origin) dan tingkat kepatuhan perusahaan (compliance)

melalui implementasi Layanan Prioritas Karantina Tumbuhan (LPKT).

Atas dasar beberapa pertimbangan tersebut di atas, perlu disusun

Pedoman Penilaian LPKT untuk memberikan kepastian dan mendukung

kelancaran dalam pelaksanaan penilaian penetapan LPKT oleh Tim

Penilai di Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian (UPT KP) dan Pusat

Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati (Pusat KT dan

Kehati).

B. Maksud dan Tujuan

Pedoman ini:

1. dimaksudkan sebagai acuan bagi Tim Penilai dalam melakukan

penilaian dan penetapan LPKT.

2. bertujuan agar pelaksanaan penilaian penetapan LPKT efektif, efisien

dan dapat dipertanggungjawabkan.

C. Ruang Lingkup

1. Persyaratan Mendapatkan LPKT.

2. Tata Cara Penilaian Persyaratan LPKT.

3. Tata Cara Penetapan LPKT.

4. Monitoring, Evaluasi dan Pengawasan.

42

D. Pengertian

1. Badan Karantina Pertanian yang selanjutnya disebut Barantan

adalah lembaga yang berada di bawah Kementerian Pertanian

Republik Indonesia yang bertugas menyelenggarakan fungsi

perkarantinaan hewan, tumbuhan, dan pengawasan keamanan

hayati.

2. Cemaran PSAT adalah cemaran kimia dan cemaran biologi pada

Pangan Segar Asal Tumbuhan.

3. Instalasi Karantina Tumbuhan yang selanjutnya disebut IKT adalah

tempat beserta segala sarana yang ada padanya yang digunakan

untuk melaksanakan tindakan karantina tumbuhan.

4. Layanan Prioritas Karantina Tumbuhan yang selanjutnya disebut

LPKT adalah pengelolaan risiko terpadu terhadap pemasukan media

pembawa yang memiliki risiko rendah untuk memperlancar arus

barang di tempat pemasukan.

5. Organisme Pengganggu Tumbuhan yang selanjutnya disebut OPT

adalah semua organisme yang dapat merusak, menggangu

kehidupan dan/atau menyebabkan kematian tumbuhan.

6. Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina yang selanjutnya

disebut OPTK adalah semua organisme pengganggu tumbuhan yang

ditetapkan oleh Menteri untuk dicegah masuknya ke dalam dan

tersebarnya di dalam wilayah negara Republik Indonesia

7. Pangan Segar Asal Tumbuhan yang selanjutnya disebut PSAT adalah

pangan asal tumbuhan belum mengalami pengolahan dapat

dikonsumsi secara langsung dan/atau dapat menjadi bahan baku

pengolahan pangan

8. Pemohon adalah Perusahaan yang mengajukan permohonan untuk

mendapatkan fasilitas LPKT.

9. Pengawasan keamanan pangan adalah serangkaian tindakan untuk

memastikan PSAT yang dimasukkan ke wilayah Negara Republik

Indonesia memenuhi persyaratan keamanan pangan.

10. Perusahaan adalah badan hukum yang memiliki media pembawa

dan/atau bertanggung jawab atas pemasukan, pengeluaran atau

transit Media Pembawa.

43

11. Petugas Karantina Tumbuhan adalah Pegawai Negeri Sipil tertentu

yang diberi tugas untuk melakukan tindakan karantina tumbuhan

dan pengawasan keamanan pangan berdasarkan peraturan

perundang-undangan.

12. Tempat lain adalah suatu tempat di luar instalasi karantina

tumbuhan yang dipergunakan sebagai tempat pelaksanaan tindakan

karantina tumbuhan.

13. Tim Penilai LPKT UPT yang selanjutnya disebut Tim Penilai UPT

adalah tim yang terdiri dari petugas karantina tumbuhan dan

pejabat struktural di UPT karantina pertanian yang ditetapkan oleh

Kepala UPT.

14. Tim Penilai LPKT Pusat yang selanjutnya disebut Tim Penilai Pusat

adalah tim yang terdiri dari petugas karantina tumbuhan dan

pejabat struktural di Kantor Pusat Badan Karantina Pertanian yang

ditetapkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian.

15. Tindakan Karantina Tumbuhan yang selanjutnya disebut tindakan

karantina adalah tindakan yang dilakukan Petugas Karantina

Tumbuhan berupa tindakan pemeriksaan, pengasingan,

pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan

dan/atau pembebasan terhadap media pembawa.

16. Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian yang selanjutnya disebut

UPT-KP adalah unit pelaksana kegiatan teknis yang berada di bawah

Badan Karantina Pertanian yang bertugas melaksanakan kegiatan

teknis perkarantinaan hewan, tumbuhan, dan pengawasan

keamanan hayati.

44

BAB II

PERSYARATAN MENDAPATKAN FASILITAS LPKT

Persyaratan untuk memperoleh fasilitas LPKT yang harus dipenuhi oleh

pemohon meliputi persyaratan adminstrasi dan persyaratan teknis.

A. Persyaratan Teknis

Persyaratan teknis meliputi aspek:

1. Media Pembawa

Media pembawa yang mendapatkan fasilitas LPKT merupakan:

a. kategori risiko rendah;

b. tergolong dalam hasil tumbuhan yang sudah diolah.

2. Negara Asal

Negara Asal bukan dalam status wabah (out break).

3. Kepatuhan Perusahaan

Fasilitas LPKT diberikan kepada perusahaan dengan profil sebagai

berikut:

a. memiliki tingkat kepatuhan yang baik terhadap ketentuan atau

persyaratan karantina tumbuhan dan keamanan pangan;

b. tidak memiliki catatan pelanggaran karantina dan keamanan

pangan;

c. ketersedian sarana dan prasarana yang layak sebagai LPKT;

d. sudah ditetapkan sebagai Instalasi Karantina Tumbuhan

(IKT)/tempat lain;

e. memiliki tenaga teknis yang memiliki pengetahuan dan

memahami perkarantinaan tumbuhan;

f. perusahaan yang mendapat layanan LPKT memiliki rekam jejak

baik selama minimal 2 tahun berturut-turut dengan frekuensi

paling kurang 10 kali pemasukan.

45

BAB III

TATA CARA PENILAIAN

A. Tim Penilai UPT

Tim Penilai UPT memiliki tugas antara lain:

1. Melakukan penilaian dokumen persyaratan:

a. kelengkapan dokumen;

b. kebenaran dan keabsahan dokumen.

2. Melakukan penilaian persyaratan teknis ke lapangan:

a. kesesuaian terhadap aspek persyaratan teknis yang meliputi

media pembawa, negara asal, profiling perusahaan dan fasilitas;

b. ketersediaan dan kelayakan dari fasilitas yang dimiliki;

c. membuat laporan hasil penilaian secara tertulis yang ditujukan

kepada Kepala Badan Karantina Pertanian cq. Kepala Pusat

Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati melalui

Kepala UPT;

d. melakukan monitoring dan evaluasi secara mandiri dan/atau

bersama Tim Penilai Pusat.

B. Tim Penilai Pusat

Tim Penilai Pusat memiliki tugas antara lain:

1. melakukan penilaian dan analisis terhadap laporan hasil penilaian

Tim Penilai UPT;

2. melakukan verifikasi lapangan jika diperlukan;

3. menyampaikan rekomendasi kepada Kepala Badan Karantina

Pertanian;

4. melakukan monitoring dan evaluasi terhadap implementasi LPKT di

lapangan bersama Tim Penilai UPT.

46

C. Tata Cara Penilaian Dalam melakukan penilaian ini dibutuhkan data,

informasi maupun referensi lain. Hal ini berpegang pada prinsip bahwa

dalam penilaian harus berdasarkan landasan ilmiah yang jelas, obyektif

dan transparan. Penilaian meliputi aspek sebagai berikut:

1. Penilaian Media Pembawa

Media pembawa yang mendapatkan fasilitas LPKT berupa hasil

tumbuhan sudah diolah yang memiliki risiko rendah karena telah

melalui tahap pengolahan. Hal yang perlu diperhatikan dalam

menentukan penilaian terhadap aspek media pembawa yaitu cara

pengolahan dan pengemasan. Penilaian aspek media pembawa ini

memiliki bobot 30%.

2. Penilaian Negara Asal

Penilaian terhadap negara asal antara lain:

a. Status OPTK di negara asal termasuk mencermati bioekologi

OPTK;

b. Informasi terjadinya wabah (outbreak) di negara asal

berdasarkan data dan informasi pada website International Plant

Protection Convention (IPPC), European Plant Protection

Organization (EPPO), North American Plant Protection

Organization (NAPPO) dan informasi lainnya yang disampaikan

oleh National Plant Protection Organization (NPPO) negara asal;

c. Status keamanan pangan di negara asal berdasarkan informasi

dari CODEX Alimentarius Commission (CAC).

Penilaian aspek negara asal memiliki bobot 30%.

3. Penilaian Kepatuhan Perusahaan

Penilaian profil Perusahaan dilakukan terhadap tingkat kepatuhan

dan rekam jejak selama mendapatkan layanan karantina, meliputi:

eksistensi perusahaan pemohon, status kepemilikan sarana

prasarana, ketersediaan sumber daya manusia (SDM), fasilitas

tempat pemeriksaan karantina, catatan pelanggaran karantina, dan

informasi intelejen. Penilaian aspek Kepatuhan Perusahaan memiliki

bobot 40%.

47

D. Kriteria Penilaian

1. Media Pembawa

a. Proses pengolahan Media Pembawa

Proses pengolahan media pembawa secara efektif dapat

membebaskan OPTK dan/atau mengurangi Cemaran PSAT dari

media pembawa tersebut. Bobot 65%.

b. Pengemasan Media Pembawa.

Media pembawa dikemas memiliki tingkat risiko lebih rendah

membawa OPTK dan/atau Cemaran PSAT dibandingkan

komoditas tanpa dikemas. Bobot 15%.

c. Jenis Kemasan Media Pembawa.

Kemasan merupakan bukan media pembawa memiliki tingkat

risiko lebih rendah membawa OPTK dan/atau Cemaran PSAT

dibandingkan kemasan merupakan media pembawa. Bobot 10%.

d. Peruntukan Media Pembawa.

Media pembawa sebagai bahan baku industri memiliki tingkat

risiko lebih rendah membawa OPTK dan/atau Cemaran PSAT

dibandingkan media pembawa bahan baku non industri. Bobot

10%.

2. Negara Asal

a. Status OPTK dan Keamanan Pangan di Negara Asal.

Negara bebas OPTK dan diakui sistem pengawasan keamanan

pangan memiliki tingkat risiko lebih rendah dibandingkan negara

endemis OPTK dan sistem pengawasan keamanan pangan belum

diakui. Bobot 60%.

b. Terjadinya Wabah (outbreak), Kahar (force majeure)

Negara tidak terjadi wabah dan/atau keadaan kahar memiliki

tingkat risiko lebih rendah dibandingkan negara terjadi wabah

dan/atau kahar. Bobot 30%.

c. Anggota IPPC dan/atau CAC

Negara anggota IPPC dan/atau CAC dan memiliki tingkat risiko

lebih rendah dibandingkan negara bukan anggota IPPC. Bobot 5%.

48

d. Memiliki Protokol Impor

Negara yang memiliki kesepakatan dengan Indonesia di bidang

karantina tumbuhan dan keamanan pangan memiliki tingkat

risiko lebih rendah dibandingkan negara tanpa kesepakatan

meliputi: pertukaran data elektronik; dan/atau sertifikat

elektronik. Bobot 3%.

e. Hubungan Diplomatik

Negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia

memiliki tingkat risiko lebih rendah dibandingkan negara tanpa

hubungan diplomatik. Bobot 2%.

3. Kepatuhan Perusahaan

a. Eksistensi

Perusahaan memiliki legalitas dan fasilitas tindakan karantina

jelas, benar dan sah memiliki tingkat risiko lebih rendah

dibandingkan yang tidak jelas, tidak benar dan/atau tidak sah.

Bobot 5%.

b. Status

Perusahaan yang mengimpor media pembawa OPTK dan/atau

Cemaran PSAT untuk kebutuhan sendiri memiliki tingkat risiko

lebih rendah dibandingkan dengan importir untuk pihak lain.

Bobot 10%.

c. Pengurusan Dokumen Persyaratan

Perusahaan yang mengurus sendiri dokumen persyaratan

karantina memiliki tingkat risiko lebih rendah dibandingkan yang

menggunakan jasa pengurusan. Bobot 10%.

d. Penerapan ISO/Sistem Sertifikasi Setara ISO

Perusahaan bersertifikat ISO atau Sistem Sertifikasi Setara ISO

memiliki tingkat risiko lebih rendah dibandingkan perusahaan

tidak bersertifikat. Bobot 5%.

e. Struktur Organisasi

Perusahaan dengan strukur organisasi jelas memiliki tingkat

risiko lebih rendah dibandingan dengan Perusahaan tanpa

struktur organisas. Bobot 5%.

49

f. Rekam Jejak

Perusahaan dengan rekam jejak baik selama 2 tahun berturut-

turut memiliki tingkat risiko lebih rendah dibandingkan

Perusahaan dengan rekam jejak tidak baik. Bobot 15%.

g. Rekam Jejak Pelanggaran

Perusahaan yang tidak pernah melakukan pelanggaran peraturan

perundangan karantina tumbuhan memiliki tingkat risiko lebih

rendah dibandingkan dengan Perusahaan yang pernah

melanggar. Bobot 50%.

E. Parameter Penilaian

Terhadap masing-masing kriteria tersebut di atas, berikut parameter

penilaiannya.

1. Media Pembawa

Media pembawa dinilai berdasarkan besar tidaknya kemungkinan

membawa/menyebarkan/terkontaminasi OPTK dan/atau Cemaran

PSAT. Jika media pembawa tersebut berdasarkan kriteria dan

parameter penilaian di bawah ini tidak ada kemungkinan

membawa/menyebarkan/terkontaminasi OPTK dan/atau Cemaran

PSAT maka diberikan nilai maksimal yaitu 10. Semakin besar nilai

yang diberikan maka semakin kecil kemungkinan membawa OPTK

dan/atau Cemaran PSAT. Parameter penilaian media pembawa

meliputi:

a. Proses pengolahan media pembawa dalam membebaskan OPTK

dan/atau Cemaran PSAT

Tingkat efektifitas pengolahan media pembawa dalam

membebaskan OPTK dan/atau Cemaran PSAT dinilai sebagai

berikut:

1) Metode proses pengolahan efektif dapat membebaskan

OPTK dan/atau Cemaran PSAT 100% seperti karbonisasi,

pemasakan (perebusan, pemanasan, mocrowave),

pewarnaan, ekstraksi, fermentasi, malting, pemrosesan

dengan banyak metoda, pasteurisasi, pengawetan dengan

50

cairan (berdasarkan Annex 1, International Standard for

Phytosanitary Measures (ISPM) No. 32), diberi nilai 10;

2) Metode proses pengolahan tidak efektif membebaskan OPTK

dan/atau Cemaran PSAT 100% seperti pemotongan menjadi

ukuran lebih kecil, penghancuran secara fisik, pengeringan,

pelapisan dengan lak, pernis, pelepasan lapisan luar epidermis

dan pensosohan/penggosakan permukaan biji-bijian

(berdasarkan Annex 2, ISPM No. 32), diberi nilai 0.

b. Pengemasan Media Pembawa

1) Media pembawa dikemas diberi nilai 10;

2) Tidak dikemas/curah (bulk) diberi nilai 0.

c. Jenis Kemasan Media Pembawa

1) Kemasan merupakan bukan media pembawa OPTK, diberi

nilai 10;

2) Kemasan merupakan media pembawa OPTK, diberi nilai 0.

d. Peruntukan Media Pembawa

1) Media pembawa sebagai bahan baku industri, diberi nilai

10;

2) Media pembawa sebagai bahan baku non industri, diberi

nilai 0.

2. Negara Asal

a. Status OPTK dan Keamanan Pangan di Negara Asal.

1) Negara bebas OPTK dan sistem pengawasan keamanan

pangan diakui, diberi nilai 10;

2) Negara bebas OPTK dan sistem pengawasan keamanan

pangan belum diakui, diberi nilai 5;

3) Negara tidak bebas OPTK dan sistem pengawasan keamanan

pangan diakui, diberi nilai 5;

4) Negara tidak bebas OPTK dan sistem pengawasan pangan

belum diakui, diberi nilai 0.

51

b. Terjadinya wabah (outbreak), keadaan kahar (force majeure)

1) Negara tidak terjadi wabah (outbreak) dan/atau keadaan

kahar (force majeure), diberi nilai 10;

2) Negara terjadi wabah (outbreak) dan/atau keadaan kahar

(force majeure), diberi nilai 0.

c. Anggota IPPC dan/atau CAC

1) Negara anggota IPPC dan/atau CAC, diberi nilai 10;

2) Negara bukan anggota IPPC dan/atau CAC, diberi nilai 0.

d. Protokol Impor

1) Negara memiliki Protokol Impor, diberi nilai 10;

2) Negara belum memiliki Impor, diberi nilai 0.

e. Hubungan Diplomatik

1) Negara memiliki hubungan diplomatik, diberi nilai 10;

2) Negara tidak memiliki hubungan diplomatik, diberi nilai 0.

3. Kepatuhan Perusahaan

a. Eksistensi

1) Perusahaan memiliki legalitas jelas, benar dan sah, serta

fasilitas tindakan karantina milik sendiri, diberi nilai 10;

2) Perusahaan memiliki legalitas jelas, benar dan sah, dan

fasilitas tindakan karantina dengan sewa, diberi nilai 8;

3) Perusahaan memiliki legalitas jelas, benar dan sah, serta

tidak memiliki fasilitas tindakan karantina, diberi nilai 6;

4) Perusahaan tidak memiliki legalitas, diberi nilai 0.

b. Status

1) Perusahaan untuk kebutuhan sendiri, diberi nilai 10;

2) Perusahaan untuk kebutuhan sendiri dan pihak lain, diberi

nilai 8;

3) Perusahaan untuk kebutuhan pihak lain, diberi nilai 2.

52

c. Pengurusan Dokumen Persyaratan

1) Perusahaan mengurus sendiri dokumen, diberi nilai 10;

2) Perusahaan menggunakan jasa pengurusan yang patuh,

diberi nilai 5;

3) Perusahaan menggunakan jasa pengurusan yang tidak

patuh, diberi nilai 0.

d. Penerapan ISO/Sistem Sertifikasi Setara ISO

1) Perusahaan bersertifikat ISO, diberi nilai 10;

2) Perusahaan bersertifikat setara ISO, diberi nilai 8;

3) Perusahaan menerapkan sistem manejemen mutu tetapi

belum bersertifikat, diberi nilai 5;

4) Perusahaan belum menerapkan sistem manajemen mutu,

diberi nilai 0.

e. Struktur Organisasi

1) Perusahaan memiliki struktur organisasi jelas, diberi nilai

10;

2) Perusahaan tidak memiliki struktur organisasi jelas, diberi

nilai 0.

f. Rekam Jejak

1) Perusahaan memiliki rekam jejak baik selama 2 tahun

berturut-turut dengan frekuensi pemasukan paling kurang

10 kali, diberi nilai 10;

2) Perusahaan memiliki rekam jejak baik selama 2 tahun

berturut-turut dengan frekuensi pemasukan kurang dari 10

kali, diberi nilai 0.

g. Rekam Jejak Pelanggaran

1) Perusahaan tidak pernah melakukan pelanggaran peraturan

perundangan karantina tumbuhan dan/atau keamanan

pangan, diberi nilai 10;

2) Perusahaan melakukan pelanggaran peraturan

perundangan karantina tumbuhan dan/atau keamanan

pangan satu kali, diberi nilai 5;

53

3) Perusahaan melakukan pelanggaran peraturan

perundangan karantina tumbuhan dan/atau keamanan

pangan dua kali, diberi nilai 3;

4) Perusahaan melakukan pelanggaran peraturan

perundangan karantina tumbuhan dan/atau keamanan

pangan lebih dari dua kali, diberi nilai 0.

BAB IV

MONITORING, EVALUASI DAN PENGAWASAN

Monitori, evaluasi dan pengawasan terhadap perusahaan penerima fasilitas

LPKT dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

A. Monitoring

1. Untuk mengetahui konsistensi pemenuhan persyaratan LPKT oleh

perusahaan penerima LPKT.

2. Dilakukan secara berkala paling kurang 1 (satu) kali setahun di tempat

perusahaan penerima LPKT.

3. Dilakukan paling kurang 2 (dua) orang Tim Penilai Pusat dan/atau Tim

Penilai UPT berdasarkan surat tugas.

4. Tim Penilai sebagaimana dimaksud dalam angka 3, menyampaikan

laporan tertulis hasil monitoring kepada Kepala Badan Karantina

Pertanian paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah selesai melakukan

monitoring dengan tembusan kepada Ka. UPT KP setempat.

5. Monitoring dapat dilakukan sewaktu-waktu apabila ada informasi

ketidaksesuaian dengan penetapan LPKT.

B. Evaluasi

1. Berdasarkan hasil monitoring sebagaimana huruf A kepala Badan

Karantina Pertanian menugaskan Tim Penilai Pusat melakukan

evaluasi terhadap perusahaan penerima layanan fasilitas LPKT.

2. Tim Penilai Pusat menyampaikan laporan tertulis hasil evaluasi

beserta rekomendasi kepada Kepala Badan Karantina Pertanian.

3. Berdasarkan rekomendasi Tim Penilai Pusat, Kepala Badan Karantina

Pertanian dapat:

a) meneruskan fasilitas LPKT sesuai dengan penetapannya; atau

b) mencabut fasilitas LPKT dan mengembalikan layanan secara

reguler.

C. Pengawasan

Pengawasan terhadap perusahaan penerima LPKT dilakukan sesuai

dengan ketentuan dan tugas bidang kewasdakan.

BAB VIII

PENUTUP

Pedoman ini dibuat untuk dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN,

TTD

BANUN HARPINI