bbkpsoetta.com€¦ · keputusan kepala badan karantina pertanian . nomor : 385/kpts...
TRANSCRIPT
KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN NOMOR : 385/Kpts /KP.430/L/5/2010
TENTANG PEDOMAN PENGUJIAN LABORATORIUM UNTUK PENYAKIT BAKTERIAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN,
Menimbang : a. bahwa Indonesia merupakan negara dengan berbagai
sumber daya alam termasuk beraneka ragam jenis hewan yang merupakan salah satu modal dasar pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka peningkatan taraf hidup, kemakmuran serta kesejahteraan rakyat, oleh karena itu perlu dijaga dan dilindungi;
b. bahwa salah satu ancaman yang dapat merusak kelestarian sumber daya alam, khususnya hewan adalah serangan hama penyakit hewan karantina. Kerusakan tersebut sangat merugikan karena akan menurunkan produk hewan/ternak baik kuantitas maupun kualitas, bahkan dapat mengakibatkan musnahnya jenis-jenis hewan/satwa tertentu yang bernilai ekonomis;
c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka Karantina mempunyai peranan yang sangat strategis dalam upaya mencegah masuk/keluarnya dan menyebarnya Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) serta bahan berbahaya (hazard) lainnya ke dalam/keluar dan antar area negara Republik Indonesia;
d. bahwa karantina perlu melakukan pengujian laboratorium sebagai peneguhan diagnosa dalam pengambilan keputusan pelaksanaan tindakan karantina yang dilakukan oleh dokter hewan karantina di lapangan;
e. bahwa sebagai acuan petugas karantina hewan di laboratorium dalam melakukan pengujian laboratorium, perlu suatu pedoman untuk pemeriksaan laboratorium terhadap agen penyakit meliputi viral, bakteri, mikal dan bakteri;
f. bahwa untuk itu perlu disusun Pedoman Pengujian Laboratorium untuk Penyakit Bakterial, sebagai salah satu rangkaian pedoman pengujian laboratorium terhadap agen penyakit yang akan ditetapkan oleh Badan Karantina Pertanian.
2
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan;
2. Undang-Undang Nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482);
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3656);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3253);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2000 tentang Karantina Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482);
6. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 51/Permentan/ OT.140/10/2006 tentang Pedoman Tata Hubungan Kerja Fungsional Pemeriksaan, Pengamatan dan Perlakuan Penyakit Hewan Karantina;
7. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 3238/Kpts/PD.630/9/2009 tentang Penggolongan Jenis-jenis Hama Penyakit Hewan Karantina, Penggolongan dan klasifikasi Media Pembawa.
MEMUTUSKAN MENETAPKAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN
TENTANG PEDOMAN PENGUJIAN LABORATORIUM UNTUK PENYAKIT BAKTERIAL;
KESATU : Pedoman Pengujian Laboratorium untuk Penyakit Bakterial sebagaimana tersebut dalam lampiran surat keputusan ini;
KEDUA : Pedoman sebagaimana dimaksud dalam diktum KESATU merupakan pedoman bagi petugas laboratorium karantina hewan di Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian dalam melakukan pemeriksaan dan pengujian hewan dan produk hewan terhadap penyakit asal bakterial;
KETIGA : Pedoman yang telah ada dan sepanjang tidak bertentangan dengan keputusan ini masih tetap berlaku;
KEEMPAT : Keputusan ini agar dilaksanakan sebaik-baiknya dengan penuh tanggungjawab.
3
KELIMA : Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan
dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapat
kekeliruan akan diubah dan diperbaiki sebagaimana
mestinya. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal :
Tembusan disampaikan kepada Yth, 1. Menteri Pertanian; 2. Para Pejabat Eselon I Departemen Pertanian; 3. Para Pejabat Eselon II Badan Karantina Pertanian; 4. Para Kepala Balai Besar/Balai/Stasiun Karantina Pertanian di seluruh
Indonesia.
4
Lampiran I Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor : Tanggal :
PEDOMAN PENGUJIAN LABORATORIUM UNTUK PENYAKT BAKTERIAL
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang Dalam menghadapi era globalisasi dan pasar bebas yang dimulai dengan AFTA tahun 2003 dan APEC Tahun 2010, Laboratorium Bakteriologi mempunyai peranan sangat penting dalam pelayanan diagnosis kesehatan/penyakit hewan maupun perlindungan keamanan pangan asal hewan. Agar fungsi pelayanan berjalan optimal dan hasilnya akurat, teliti dan dapat dipercaya, maka di semua lini organisasi laboratorium bakteriologi harus ditunjang dengan sarana dan prasana serta sumberdaya manusia yang handal, sehingga kinerja laboratorium bisa diukur baik kualitatif maupun kuantitatif. Karena itu perlu tersedianya standar diagnosis, termasuk di dalamnya pengambilan spesimen, pengiriman, penyimpanan dan pemerosesan, sehingga dapat mengurangi adanya bias dalam diagnosis. Bakteri penyebab penyakit dapat diketahui apabila dapat diisolasi dan diidentifikasi serta dikarakterisasi isolatnya melalui serangkaian kegiatan pemeriksaan yang meliputi mikroskopis (pewarnaan), pemupukan (culture), uji biologis pada hewan percobaan, pola kepekaannya terhadap antibiotik dan uji secara molekuler.
2. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan penyusunan pedoman ini adalah:
a. Menyediakan pedoman bagi petugas karantina dalam melaksanakan
pengujian laboratorium untuk penyakit-penyakit parasit, khususnya
untuk uji-uji diagnostik cepat.
b. Adanya keseragaman dalam teknik dan metoda pengujian yang
dilakukan oleh laboratorium karantina hewan terhadap media pembawa
HPHK, yang mengacu pada standar nasional dan internasional.
c. Meningkatkan kepercayaan masyarakat pengguna jasa terhadap
tindakan karantina yang dilakukan berdasarkan landasan ilmiah.
5
3. Ruang Lingkup Ruang lingkup yang diatur dalam pedoman ini meliputi:
• Pengambilan, pengiriman dan penyimpanan sampel
• Media untuk isolasi bakteri
• Metode pengujian
• Pemeriksaan/diagnosis penyakit bakterial
6
BAB II PENGAMBILAN, PENGIRIMAN DAN PENYIMPANAN SAMPEL
a. PENGAMBILAN SAMPEL
a. Jaringan dan organ.
Sampel harus diambil secara aseptik dan ditempatkan dalam wadah /
botol tertutup, atau kantong plastik steril dan terpisah untuk setiap
spesimen. Apabila sampel organ ukurannya kecil dapat dimasukkan
seluruhnya. Apabila lesi yang ditemukan tersebar meluas, diambil hanya
bagian jaringan yang terserang berikut jaringan di sekitarnya yang masih
nampak sehat. Apabila tidak ada lesi tetapi dicurigai adanya infeksi oleh
suatu penyakit, kirimkan sampel berupa potongan hati, limpa, paru-paru
dan darah jantung dalam kontener terpisah. Semua spesimen harus
dikirmkan dalam keadaan dingin dalam box dan usahakan sampai
laboratorium kurang dari 48 jam. Jika kemungkinan diperiksa lebih dari 48
jam sebaiknya di simpan dalam freezer.
b. Fetus yang keguguran dan selaput fetus.
Untuk fetus dari hewan agak kecil seperti kambing, domba, babi, seluruh
fetus termasuk selaputnya dibawa ke laboratorium dibungkus dengan
kantong plastik dan dalam keadaan dingin. Fetus hewan yang lebih besar
yang tidak mungkin dibawa ke laboratorium, maka diambil sampel secara
aseptik dari berbagai organ dalam botol steril. Preparat ulas dari membran
fetus harus dibuat.
c. Tinja dan swab rektum.
Sampel feses diambil minimal 10 gram langsung dari rektum dan
dimasukkan ke botol tertutup /plastik steril. Swab rektum yang penuh
dengan tinja harus dimasukkan ke dalam transpor media yang sesuai.
Kirimkan sampel tersebut dalam keadaan dingin (4oC)
d. Usapan mukosa usus.
Buatlah beberapa usapan pada bagian usus yang dicurigai. Keringkan di
udara dan bungkus secara terpisah. Biarkan sebagian obyek gelas tetap
bersih untuk menulis identitas (kode) spesimen.
e. Isi usus.
Isi usus harus ditempatkan dalam botol tertutup yang steril untuk
menghindarkan kontaminasi. Swab usus harus ditempatkan dalam
transpor media yang sesuai. Kirimkan sampel tersebut dalam keadaan
dingin (4oC)
7
f. Air susu.
Cuci ambing sampai bersih dan keringkan dengan kertas (tissue). Apabila
ambing diduga masih mengandung kontaminasi, bersihkan dengan
alkohol 70%. Keluarkan air susu dengan memerah puting susu. Hasil
perahan pertama dibuang. Perahan berikutnya sebanyak 10-20 ml
ditampung dalam botol McCartney steril ukuran 30 ml atau botol plastik
yang steril. Pada waktu memerah susu peganglah botol hampir mendatar
(horisontal) dan hindarkan agar puting susu tidak menempel pada botol.
Sampel harus dikirim ke laboratorium dalam keadaan dingin.
g. Semen.
Semen harus diambil secara aseptik dan dihindarkan kontaminasi dari
preputium. Sampel yang diambil dengan artificial vagina sering
terkontaminasi apabila tidak dipupuk dengan segera. Sebanyak 0,5
sampai 1,0 ml sudah cukup untuk pemeriksaan bakteriologik. Upaya untuk
mendapatkan semen lebih banyak dengan cara menampung semen
beberapa kali, memungkinkan terjadi kontaminasi lebih besar.
h. Urine.
Untuk pemeriksaan bakteriologik (pupukan) sampel urine harus segera
mungkin disimpan pada suhu 4 oC dan tidak boleh di suhu ruang lebih dari
1 jam dan segera mungkin tiba dilaboratoirum untuk diperiksa. Apabila
diperlukan pemeriksaan langsung untuk leptospira dengan medan gelap
(darkfield), 1,5 ml larutan formalin 10 % ditambahkan ke dalam 20 ml
urine.
i. Sampel lendir vagina.
Lendir vagina dapat dikumpulkan dari ventral vornix vagina dan os externa
cervix menggunakan pipet IB (inseminasi buatan) yang dituntun oleh
tangan per rectal, kemudian disedot secara perlahan-lahan ke bagian
ujungnya. Cairan vagina untuk pemeriksaan bakteri Campylobacter fetus
sebaiknya segera mungkin dikultur (6-8 jam) atau dimasukkan dalam
transport medium (Clarks,s) atau thyoglycolate broth. Apabila waktu yang
diperlukan lebih lama, maka gelembung udara harus dikeluarkan dari
sampel dalam pipet, kemudian pipet ditutup dengan cara pemanasan dan
spesimen dikirim ke laboratorium dalam keadaan dingin menggunakan dry
ice.
8
b. PENYIMPANAN SAMPEL SEBELUM DIKIRIMKAN
Secara umum semua sampel untuk pemeriksaan bakteriologik, kecuali preparat usapan harus disimpan dalam keadaan sejuk dingin (4-7oC), tetapi jika akan diperiksa lebih dari 48 jam sebaiknya di simpan dalam freezer, sejak diambil sampai tiba di laboratorium terutama untuk sampel organ / jaringan / serum. Hal ini akan menghambat pertumbuhan bakteria kontaminan. Kontener berisi es, atau kantong plastik dengan pecahan es perlu dibawa di dalam mobil, apabila melakukan penyidikan lapangan.
Ada beberapa pengecualian atas penyimpanan di atas, yaitu:
a. Swab dalam Amies charcoal medium untuk pemeriksaan Contagious
Equine Metritis (CEM) harus disimpan pada suhu kamar daripada
didinginkan atau dibekukan.
b. Sampel yang dikirimkan dalam transpor media Campylobacter enrichment
tidak dibekukan atau didinginkan, tetapi disimpan dalam suhu 18-37o C.
c. Sampel lendir vagina untuk pemeriksaan Campylobacter fetus harus
dikirimkan dalam dry ice dalam kontainer tertutup rapat.
c. PENGIRIMAN SAMPEL
Apabila mengirimkan sampel untuk pemeriksaan bakteriologik, maka persyaratan berikut harus dipenuhi:
a. Semua sampel harus dimasukkan dalam wadah / plastik tertutup dan
dimasukkan dalan box / steroform yang ditambah dengan es pack or dry
ice.
b. Sampel dari kasus antraks / tuberkulosis atau kuman berbahaya (risk
group 3) harus dikemas dalam tiga wadah tahan pecah dengan
menuliskan tanda bahaya pada wadah paling luar.
c. Surat pengantar hendaknya dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk
menghindari kontaminasi dan kerusakan oleh air.
9
d. Untuk pengiriman harus mengikuti standar WHO / IATA, alamat identitas
pengirim harus jelas, hubungi dahulu laboratorium rujukan, alamat
laboratorium rujukan harus jelas dan usahakan tiba di laboratorium
dalam waktu 24 – 48 jam.
d. PENYIMPANAN SPESIMEN DI LABORATORIUM
Apabila sampel yang dikirimkan telah tiba di laboratorium, namun sampel tidak segera dikerjakan karena berbagai kondisi (hari libur, petugas berhalangan, dll), maka secara umum sampel tersebut disimpan pada ruang yang mempunyai suhu antara 4-7oC, TIDAK DIBEKUKAN. Tempat penyimpanan ini harus khusus untuk bahan infektif dan terpisah dari bahan-bahan lain yang masih steril.
Ada beberapa pengecualian atas penyimpanan di atas, yaitu:
a. Swab dalam Amies charcoal medium untuk pemeriksaan Contagious
Equine Metritis (CEM) harus disimpan pada suhu kamar daripada
didinginkan atau dibekukan.
b. Sampel yang dikirimkan dalam Campylobacter enrichment transpor
medium, tidak dibekukan atau didinginkan, tetapi disimpan dalam suhu
18-37o C.
c. Sampel lendir vagina untuk pemeriksaan Campylobacter fetus harus
dikirimkan dalam dry ice dalam kontener tertutup rapat.
e. MEDIA UNTUK ISOLASI BAKTERI
Ada beberapa media yang dapat digunakan untuk diagnosa beberapa jenis/macam penyakit bakterial. Beberapa macam media yang lazim digunakan untuk diagnosa bakteriologis antara lain:
a. Agar darah (Blood agar)
b. Herrold’ Egg Yolk Agar w/ and w/o mycobactin
c. Trypticase / Tryptose Soy Agar
d. Brillian green agar
e. Serum dextrose agar (DSA) untuk Brucella
f. Chocolate agar
g. Dorset egg medium
h. Elastin agar
i. Farrells agar
j. MacConkey agar
k. Nutrient agar
10
l. Saboround dextrose agar
m. Potato dextrose agar
n. Rappaports medium (untuk Salmonella)
o. Simmons citrate agar
p. TAS agar
q. Treponema agar
r. Triple sugar iron agar (TSIA)
s. Urea agar
t. Bile agar
u. Dermasel agar
11
f. METODE PENGUJIAN
A. METODE PEWARNAAN 1. Pewarnaan GRAM
Bahan/Reagen : a. Ammonium oxalat - crystal violet
Larutan A : Crystal violet 10 g
Ethanol (95%) 100 ml
Larutan B :
Ammonium oxalat 1% aq.sol.
Campurkan 20 ml larutan A dengan 80 ml larutan B
b. Lugols' iodine Iodine 5 gr
Potassium iodide (KI) 10 gr
Aquadest 100 ml
Larutkan KI dan iodine dalam 10 ml aqudest, dan tambahkan aquadest
sampai volume 100 ml.
Untuk pemakaian encerkan 1/5 dengan aquadest.
c. Acetone-iodine decolorizer Strong iodine solution
Iodine 10 gr
Potasium iodine 6 gr
Aquadest 10 ml
Ethanol (90%) to 100 ml
Campuran Acetone – iodine
Strong iodine sol. 3,5 ml
Acetone 96,5 ml
d. Carbol fuchsin strong Larutan A Basic Fuchsin 10 g
Ethanol (95%) 100 ml
Campur dalam botol tertutup dan simpan semalam pada suhu 37 oC
Larutan B Phenol 5 g
Aquadest 100 ml
Untuk penggunaan tambahkan 10 ml larutan A dengan 100 ml larutan B
12
e. Carbol fuchsin encer (1:10) Strong carbol fuchsin 10 ml
Aquadest sampai 100 ml
f. Safranin
0,5% larutan dalam air
Prosedur pewarnaan 1. Usapan (smear) dikeringkan (difikasi) dengan panas
2. Teteskan ammonium oxalat -crystal violet di atas usapan selama 1/2
menit
3. Cuci dengan air
4. Teteskan dengan Lugol's iodine diamkan selama ½ menit
5. Buang iodine tanpa pencucian
6. Teteskan sedikit aceton untuk menghilangkan warna (pada umumnya
hanya 1-2 detik)
7. Cuci dengan air kran
8. Warnai dengan carbol fuchsin encer atau safranin selama ½ menit
9. Cuci dengan air kran
10. Keringkan dan periksa di bawah mikroskop dengan oli emersi
Pewarnaan modified GRAM 1. Fiksasi usapan dengan cara pemanasan
2. Teteskan ammonium oxalat -crystal violet di atas usapan selama 1/2
menit
3. Cuci dengan Lugol's iodine
4. Teteskan Lugol's iodine diamkan selama ½ menit
5. Cuci dengan aceton-iodine
6. Teteskan aceton-iodine diamkan selama ½ menit
7. Cuci dengan air
8. Counter stain dengan carbol fuchsin encer (0,1%) selama 30 detik
9. Cuci dengan air, keringkan dan periksa
Hasil :
Bakteria Gram positif : berwarna Biru
Bakteria Gram negatif : berwarna Merah
2. Pewarnaan ZIEHL NEELSEN
Pewarnaan untuk bakteria tahan asam
13
Reagen : a. Strong carbol fuchsin
Larutan A
Basic Fuchsin 10 g
Ethanol (95%) 100 ml
Campur dalam botol tertutup dan simpan semalam pada suhu 37 oC
Larutan B
Phenol 5 g
Aquadest 100 ml
Untuk penggunaan tambahkan 10 ml larutan A dengan 100 ml larutan B
b. Asam alkohol
Asam klorida ( HCl ) pekat 3 ml
Ethanol ( 95% ) 97 ml
c. Counter stain 1. Methylene blue 0,5 %
2. Loeffler’s methylene blue
d. Malachite green 0,5 %
Prosedur pewarnaan : 1. Buat usapan yang akan diperiksa dan keringkan dengan pemanasan.
2. Warnai dengan strong carbol fuchsin.
3. Panaskan obyek gelas sehingga timbul asap (jangan samapai mendidih dan
jangan biarkan zat warna mengering). Ulangi setelah 3-4 menit kemudian.
4. Setelah 7-10 menit setelah pewarnaan dimulai, cuci dengan air mengalir
5. Hilangkan kelebihan warna dengan asam alkohol sehingga bekas-bekas
warna merah menghilang (bisa dilakukan berulang setelah dicucui dengan
air).
6. Cuci baik-baik dengan air kran
7. Counter stain dengan polychrome methylene blue atau malachite green
0,5% selama 1 menit.
8. Cuci dengan air kran dan keringkan (blot dry)
9. Periksa di bawah mikroskop dengan oli emersi
Hasil :
Bakteria tahan asam : Merah
Bakteria tidak tahan asam : Biru
14
3. Modified ZIEHL NEELSEN (Stamp, 1950)
Reagen: a. Carbol fuchsin encer b. Acetic acid decolouriser 0,5%
Asam asetat glasial 1 ml
Aquadest 200 ml
c. Counter stain
Methylene blue 1 %
Prosedur pewarnaan : 1. Buat usapan yang tipis
2. Warnai dengan carbol fuchsin encer, selama 5 menit
3. Cuci dengan air kran
4. Hilangkan kelebihan warna dengan 0,5% asam asetat glacial selama 30
detik atau kurang
5. Cuci baik-baik dengan air.
6. Counter stain dengan 1 % methylene blue selama 1,5 menit
7. Cuci, keringkan dan periksa di bawah mikroskop dengan oli emersi
Hasil : a. Brucella sp. nampak sebagai covobacilli atau batang berwarna merah
dengan latar belakang biru. Pada material patologi bakteria pada
umumnya terdeteksi dalam kelompok di dalam sel (intracellular).
b. Campylobacter akan berwarna merah dan nampak sebagai huruf "koma"
burung laut atau bentuk spiral. Chlamydia terlihat sebagai titik-titik
berwarna merah intracellular.
4. Pewarnaan KAPSUL
A. Metode Maneval
Reagen: a. Cairan Congo red 1%
Congo red 1 gr
Aquadest 100 ml
b. Counter stain Cairan phenol 5% 60 ml
Asam asetat glasial (aq) 20% 18 ml
15
Cairan Ferri chlorida 30% 8 ml
Cairan acid fuchsin 1% 3 ml
Prosedur pewarnaan : 1. Berikan 1 tetes pewarna 1 (Congo red 1%) pada obyek gelas
2. Campurkan sedikit bagian dari koloni bakteri pada zat pewarna
3. Sebarkan agar menjadi usapan tipis
4. Counter stain dengan zat pewarna II selama 2 menit
5. Buang zat warna dan keringkan (blot dry)
6. Periksa di bawah mikroskop dengan oli emersi
Hasil: Mikroorganisme akan berwarna Merah, latar belakang Biru dan kapsul
nampak sebagai Zona Bening [Reff: Corstvet, R.E. et al., J. Clin. Microbiol
(1983) 16:1123-1126]
B. Metode Muir’s Mordant
Reagen: Larutan HgCl2 7 % 20 ml
Larutan Potasium Alum 12 % 50 ml
Larutan Tannic Acid 20 ml
Campur dengan baik
Prosedur pewarnaan : 1. Warnai slide strong carbol fuchsin dan panaskan 1 menit
2. Cuci dengan ethanol dan selanjutnya dengan air
3. Warnai dengan Muir’s mordant selama ½ menit
4. Cuci dengan air dan selanjutnya dengan etanol selama ½ menit
5. Cuci dengan air
6. Counterstain dengan Loeffler’s methylene blue selama ½ menit
7. Cuci dan keringkan
Hasil Bakteri berwarna merah dan kapsul berwarna biru
5. Pewarnaan CASTANEDA
Dipergunakan untuk pemeriksaan terhadap elementary body RICKETTSIA
atau CHLAMYDIA.
16
Reagen: a. Buffer (pH 7,5)
Potasium dihydrogen phosphate KH2PO4. 2 H2O 1 gr
Disodium hydrogen phosphate Na2HPO4. 12 H2O 25 gr
Aquadest 1000 ml
b. Stain Methylene blue 1 gr
Methyl alcohol 100 ml
c. Counter stain
Cairan safranin 0,2% 25 ml
Cairan asam asetat 0,1% 75 ml
Prosedur pewarnaan: 1. Buatlah cairan SEGAR sebanyak 20 ml, terdiri dari 0,15 ml cairan B dan
sisanya cairan A. Warnai usapan selama 3 menit
2. Buang cairan pewarna, tanpa mencuci
3. Counter-stain dengan cairan C selama 5 detik
4. Cuci dengan air kran dan keringkan (blot dry)
Hasil:
Protoplasma dan intisel berwarna: Rickettsia dan elementary body: berwarna
Biru [Reff.:
Handbook of bacteriological technique 2 nd edition. F.J. Baker pp, 19, 41]
6. Pewarnaan MACHIAVELLO
Untuk menunjukkan rickettsia yang berada ekstra maupun intra selular, dan elementary body psittacosis.
Reagen: a. Basic fuchsin 0,5%
Larutkan 0,5 gr basic fuchsin dalam 100 ml phosphate buffer saline
(PBS) pH 7,4 dan filter
apabila akan dipergunakan.
b. Asam sitrat Larutkan 1 gr asam sitrat dalam 200 ml aquadest yang mendidih
c. Methylene blue 1 % Larutkan 1 gr methylene blue dalam 100 ml aquadest
17
Prosedur pewarnaan : 1. Keringkan usapan (smear) di udara, kemudian fiksasi sedikit dengan
panas.
2. Warnai dengan basic fuchsin selama 45 menit dan keringkan zat pewarna.
3. Celupkan dalam asam sitrat selama 30 detik, kemudian cuci baik-baik
dengan air kran selama 2-5 menit.
4. Warnai dengan methylene blue selama 30 detik, kemudian cuci dengan air
kran.
5. Keringkan diudara dan lihat dibawah mikroskop menggunakan oli emersi.
Hasil : Rickettsia akan berwarna : MERAH dengan latar belakang berwarna biru.
7. Pewarnaan POLYCHROME METHYLENE BLUE
Dipergunakan untuk: Pewarnaan Bacillus anthracis dan Pewarnaan inclusion
Mycoplasma
Reagen: Methylene blue (Cl 52015) 10 gr
Sodium hydrogen carbonate NaHCO3 2,5 gr
Aquadest 1000 ml
Larutkan bahan-bahan di atas dalam aquadest dan panaskan
sampai mendidih selama 10 menit, kemudian dinginkan dengan
segera. Inkubasikan pada 37o C dengan tutup agak longgar. Kocok
sewaktu-waktu sampai terjadi polychrome (Biarkan selama 1 bulan
sebelum dipakai).
Prosedur pewarnaan Bacillus anthracis Proses mengerjakan pewarnaan ini harus menggunakan sarung tangan
karena bakteri ini amat patogen bagi manusia. Semua pengerjaan harus
dilakukan dalam hiohazard cabinet. Apabila pemeriksaan telah selesai semua
peralatan dan sisa slide harus disterilisasi pada 121o C selama 20 menit.
1. Keringkan usapan sampel di udara. Jangan Dikeringkan dengan
Pemanasan (terutama untuk pewarnaan kapsul). Fiksasi dengan metanol
absolut.
2. Letakkan usapan dalam petri dish dan gelas obyek ada di atas batang
gelas, petri dish diletakkan diatas baki dari logam untuk menampung
setiap cipratan cairan bila mungkin terjadi
18
3. Tuangkan zat warna polyhrome methylene blue ke atas usapan. Biarkan
beraksi selama 5 menit.
4. Cuci zat warna ke dalam petri dish dengan air yang disediakan khusus
untuk pencucian
5. Keringkan (blot dry)
6. Letakkan usapan pada gelas obyek yang lain, sehingga setiap spora yang
infektif tidak berkontak langsung dengan mikroskop
7. Periksa di bawah mikroskop menggunakan oli emersi.
Hasil: Bacillus anthracis akan berwarna biru tua dan kapsulnya berwarna merah
muda. Bentuk batang menunjukkan pinggir yang tajam dan pada umumnya
mempunyai rantai pendek, kecuali yang dari pupukan rantainya panjang.
Catatan: Kapsul tidak akan muncul jika ditumbuhkan secara aerobik dengan media
standar, kapsul dapat diinduksi dengan menumbuhkan pada bikarbonat agar 0,7% atau media agar yang ditambah dengan serum kuda. Inkubasi pada 37 oC dengan 5 – 20% CO2.
Prosedur untuk pewarnaan inclusion Mycoplasma 1. Buat usapan tipis dan keringkan di udara
2. Fiksasi dengan methanol selama 4 menit
3. Warnai dengan polyhrome methylene blue selama 10 menit
4. Cuci dengan air kran
5. Keringkan (blot dry) dan periksa di bawah mikroskop dengan oli emersi.
Hasil:
Inclusion Mycoplasma berwarna Merah Muda dan berbentuk spheris,
[Refference: An introduction to Mycoplasma E. Broughton and C. Thorns,
laboratory Practice DEC, 1978. pp. 1052-1055.]
8. Pewarna Auramine O
(Pewarnaan flurescent untuk mendeteksi Mycobacteria)
Reagen: a. Zat pewarna Auramin O
Auramin O 3 gr
Glycerol 70,0 ml
Phenol (cair) 32,0 ml
Aquadest 900 ml
19
Saring beberapa kali dengan kapas menggunakan corong gelas.
Sebaiknya air ditambahkan lebih dulu untuk mempermudah
pelarutan. Simpan pada 4o C dalam keadaan gelap.
b. Alkohol 80% c. Alkohol 90% d. Larutan asam sulfat 20% e. Larutan Ferri Chlorida 10%
Prosedur pewarnaan: 1. Pergunakan kontrol usapan pada setiap batch
2. Buat usapan dan fiksasi dengan panas
3. Warnai dengan Auramin O selama 10 menit
4. Hilangkan warna dengan asam sulfat 20% selama 10 detik (waktu ini amat
krisis)
5. Tempatkan usapan dalam alkohol 80% selama 1 menit
6. Tempatkan usapan dalam ferri chlorida 10% selama 5 menit
7. Tempatkan usapan dalam alkohol 95% selama 1 menit
8. Keringkan (blot dry) dan segera periksa, karena fluorescent akan
memudar dengan cepat.
Hasil:
"Mycobacterial-like organism" akan berupa batang berfluorescent
dengan morfologi khas dan memancarkan warna putih terang
dibandingkan dengan latar belakang fluorescent yang disebabkan
oleh bahan-bahan yang lain seperti deposit kalsium yang akan
mengambil warna hijau keruh.
9. Pewarnaan GIEMSA
Reagen Giemsa powder 0,3 g
Gliserin 25 ml
Methanol 25 ml
Campur dan larutkan dengan baik, tetapi jika belum larut dapat dilakukan
filtrasi. Untuk pemakaian
larutan diatas dilarutkan dulu dengan aquadest (1:10).
Prosedur Pewarnaan 1. Preparat difiksasi dengan metanol 3-5 menit, keringkan di udara.
2. Warnai preparat dengan larutan giemsa selama 20 – 30 menit.
3. Cuci dengan aquadest.
20
4. Keringkan di udara dan periksa di bawah mikroskop.
10. Pewarnaan LOEFFLER’S METHYLENE BLUE
Dipergunakan untuk: Pewarnaan cepat Bacillus anthracis
Reagen: Larutan Jenuh (Ethalonic Methylene Blue) Methylene blue 1 gr
Ethanol ( 95 % ) 100 ml
Larutan Pewarna Loeffler’s Methylene Blue
Larutan KOH 1% 1 ml
Aquadest 99 ml
Ethalonic Methylene Blue 30 ml
Campur larutan di atas, reagen ini harus dimatangkan dengan
proses oksidasi (dalam waktu beberapa bulan atau dipercepat
dengan proses aerasi). Isi larutan dalam botol seharusnya
setengah volume botol, tutup dikendorkan atau diganti dengan
kapas yang dibungkus kertas dan sering dilakukan pengocokan.
Prosedur Pewarnaan:
Buatlahlah preparat ulas darah, keringkan dan fiksasi dengan metanol absolut selama 3 menit
Letakkan kaca preparat tersebut dalam cawan petri dan tuangkan zat warna Loeffler’s methylene bluee selama 2 – 5 menit
Cuci preparat dengan air dan keringkan Semua sisa pewarnaan harus direndam dalam formalin 10 % atau sodium
hipochoride 10 % atau diatutoclave. Lihat di bawah mikroskop : Bacillus anthracis berbentuk batang dengan ujung
siku, kapsul berwarna pink dan bakteri berwarna biru gelap, rantai pendek (in vivo), rantai panjang (in vitro).
1. Pewarnaan SPORA
A. Modifikasi Moeller
Reagen: Carbol fuchsin strong
Ethanol ( 70 – 90%)
Loeffler’s Methylene Blue
Prosedur pewarnaan 1. Keringkan usapan sampel di udara / dipanaskan.
2. Warnai preparat dengan carbol fuchsin strong dan panaskan (jangan
sampai mendidih)
21
3. Setealah 5 menit cuci dengan air.
4. Decolorize dengan menggunakan ethanol
5. Cuci kembali dengan air
6. Counterstain dengan Loeffler’s methylene blue selama 2 menit.
7. Cuci dengan air dan
8. Periksa di bawah mikroskop menggunakan oli emersi.
Hasil : Bakteri berwarna biru dan spora berwarna merah
B. Metode Schaeffer dan Fulton’s
Reagen: Larutan malachite green 5 %
Larutan safranin 0,5 %
Prosedur pewarnaan 1. Keringkan usapan sampel di udara / dipanaskan.
2. Warnai preparat dengan malachite green dan panaskan (jangan sampai
mendidih) selama 1 menit
3. Cuci dengan air mengalir
4. Counterstain dengan safranin selama ½ menit
5. Cuci dengan air dan keringkan
6. Periksa di bawah mikroskop menggunakan oli emersi.
Hasil : Bakteri berwarna merah dan spora hijau
B. UJI KIMIA BAKTERIA 1. Uji katalase
Metode 1
Uji ini harus dilakukan di dalam kontainer seperti botol polikarbonat,
untuk menghindari percikan bakteria.
Prosedur: 1. Ambil sebagian dari koloni bakteri dari medium padat dan tempatkan
pada dinding dalam
kontainer atau pada objek gelas.
2. Tambahkan 1 tetes H2O2 (hidrogen peroxidase) 3% ke dalam koloni
dalam butir 1.
Hasil:
Ada gelembung gas : Positif
Tidak ada gelembung gas: Negatif
Metode 2
22
Tumbuhkan bakteri pada nutrient agar slope dan aliri atau teteskan dengan 1
ml H2O2 3%, segera amati dan setelah 5 menit akan muncul gas jika positif
atau tidak jika negative.
Metode 3
Tumbuhkan bakteri pada nutrient broth, setelah diinkubasikan semalam
tambahkan dengan 1 ml, H2O2 3%, segera amati dan setelah 5 menit akan
muncul gas jika positif atau tidak jika negative.
Metode 4 (untuk vibrio)
Tumbuhkan bakteri pada media semisolid, dinkubasikan 3 hari, tambahkan 5
ml H2O2 3% ke dalam kulture, segera amati apakah adanya gelembung gas
jika positif akan muncul 2-3 gelembung gas atau jika tidak ada gelembung gas
maka negative.
2. Uji koagulase
Tujuan : untuk mendeteksi Staphylococcus aureus koagulase positif
Kontrol : positif (Staphylococcus aureus), negative ( S. epidermidis)
Medium: Nutrient broth steril
Plasma kelinci steril
NaCl fisiologis
Metode Tabung (mendeteksi koagulase ekstraselular atau bebas) Metode 1 (Cowan, 1938b)
Campur 0,5 ml plasma kelinci (tanpa pengenceran) dengan volume sama dari
kultur dalam broth (yang telah diinkubasi 18-24 jam) dan diinkubasikan 37 oC
selama 4 jam kemudian diamati setelah 1 dan 4 jam. Hasil negative harus
diinkubasikan semalam pada suhu kamar dan diamati kembali.
Hasil: Positif : medium mengalami koagulasi
Negatif : medium tetap cair
Metode 2 (Gillespie, 1943) Campur 0,5 ml plasma kelinci (dilarutkan 1/10 dalam NaCl fisiologis) dengan
0,1 ml dari kultur dalam broth (yang telah diinkubasi 18-24 jam) dan
diinkubasikan 37 oC kemudian diamati setelah 1, 3 dan 6 jam. Hasil negative
harus diinkubasikan semalam pada suhu kamar dan diamati kembali
Hasil:
Positif : medium mengalami koagulasi
Negatif : medium tetap cair
23
Metode Slide (mendeteksi enzym koagulase yang terikat) 1. Siapkan suspensi bakteria yang pekat dalam larutan garam fisiologik.
2. Tambahkan plasma kelinci sebanyak 1 loupe penuh
3. Agglutinasi akan terjadi dalam tempo 1 menit apabila bakteria yang
diperiksa mempunyai koagulase positif. Hasil yang negatif harus
dilanjutkan dengan uji tabung.
3. Uji Indol
Kontrol : positif (Escherichia coli), negative (Enterobacter cloace)
Medium: a. Medium 1
Tryptone 1 gr
Beef ekstraks 0,3 gr
Aquadest ad 100 ml
24
b. Medium 2
Trytophan 0,03 gr
Peptone 0,1 gr
K2HPO4 0,5 gr
Aquadest ad 100 ml
Semua media dilarutkan dan pH dijadikan 7,4, bagi – bagi ke botol
McCartney sebanyak 10 ml dan diautoclave pada 121 oC selama 15
menit. Media ini dipergunakan sebagai substrat untuk memproduksi indol.
Indol diproduksi oleh bakteria yang mempunyai kemampuan untuk
memecahkan asam amino tryptophan.
c. Reagen Kovac's p-dimethylaminobenzaldehyde 5 gr
Amyl-alcohol 75 ml
Asam hidroklorida pekat 25 ml
Larutkan aldehyde dalam alkohol dengan memanaskan secara
hati-hati di dalam water bath suhu 50-55o C. Dinginkan dan
tambahkan asam perlahan-lahan. Bagi-bagi dalam jumlah kecil,
simpan dalam lemari es, terlindunga cahaya dan kocok sebelum
dipakai.
Metode 1 Inokulasi media di atas dan diinkubasikan selama 48 jam (inkubasi dapat
diperpanjang untuk bakteria yang tumbuh lambat). Tambahkan reagen
Kovac’s 0,5 ml, kocok dengan baik dan amati setelah 1 menit
Hasil : positif ditandai dengan munculnya warna merah / merah muda pada
lapisan atas reagen.
Catatan: Pada uji yang positif enzym tryptophanase menyerang tryptophan
yang bercampur dengan substrate dan dirubah menjadi indol.
Adanya indol dideteksi oleh reaksinya dengan p-dimethylamino-
benzaldehyde dan memberikan warna merah muda.
Metode 2 Inokulasikan pada media di atas dengan kultur (fase logaritmik /tumbuh)
dan diinkubasikan 37 oC dalam water bath selama 1 – 2 jam. Teteskan
reagen Kovac’s sebanyak 4 tetes, kocok dengan baik dan amati segera
25
setelah 1 menit. Reaksi positif ditandai dengan munculnya warna merah /
merah muda pada lapisan atas reagen.
4. Deteksi H2S
Uji ini dipergunakan untuk mendeteksi produksi H2S. Pb asetat
sangat sensitif untuk mendeteksi sejumlah kecil H2S pada bakteria,
selain Enterobacteriacea.
Kontrol : positif ( Proteus vulgaris ), negatif ( Shigella sonnei )
26
Reagen: Nutrient broth
Peptone water
Lead acetate paper / strip
Prosedur: 1. Inokulasi nutrient broth atau peptone water dengan bakteria yang diuji
2. Letakkan lead acetat paper / strip ke dalam kontener/botol sehingga
berjarak sekitar 10 mm di atas permukaan broth. JANGAN
MENCELUPKAN STRIP KEDALAM BROTH.
3. Lipatlah ujung strip pada mulut botol, kemudian kencangkan tutup botol.
4. Inkubasi 37o C dan periksa setiap hari sampai 7 hari.
Hasil :
H2S positif: strip berwarna HITAM atau kecoklatan
H2S negatif: tidak ada perubahan pada strip
Catatan:
Pada reaksi negatif perlu diperiksa kemungkinan bahwa H2S terlarut
dalam medium. Untuk itu ditambahkan 2 tetes 2N HCl dan keluarkan
lead acetate strip. Periksa perubahan warna setelah beberapa menit.
[Reference:Cowan & Steele, 1973. Identification of medical bacteria. 2nd
edition. Cambridge Univer. Press. U.K; Mac Faadin, 1980. Biochemical
test for identidfication of medical bacteria. 2nd edition. William & Wilkins
Baltimore.]
5. Uji hipurat
Uji hipurat dipergunakan untuk mendeteksi hidrolisa dari sodium hipurat
oleh Streptococcus dan Campylobacter.
Kontrol : positif ( Streptococcus agalactiae), negatif (S.salivarius)
Metode 1
Reagen: a. Reagen ninhydrin
Ninhydrin 3,5 gr
Acetone:Butanol (1:1) 100 ml
Masa kedaluwarsa 6 bulan
27
Sodium hippurat 1%
Sodium hippurat 1 gr
Aquadest 100 ml
Dibagi-bagi dalam volume 1 ml dalam tabung yang mempunyai sumbat
dan disimpan dalam keadaan beku.
Masa kedaluarsa 6 bulan.
Prosedur: 1. Cairkan tabung berisi sodium hippurat 1%
2. Inokulasi dengan koloni berumur 18-24 jam (1 ose penuh), sampai
menghasilkan suspensi seperti susu.
3. Inkubasi pada 37o C selama 2 jam
4. Tambahkan 0,5 ml reagen ninhydrin dan masukkan kembali ke inkubator
37o C selama 10-15 menit.
5. Keluarkan tabung dan periksa perubahan warna.
Hasil :
Reaksi Positif : warna Ungu Tua menandakan ada hidrolisa hippurat.
Reaksi Negatif : tidak ada perubahan warna.
Metode 2 (Carter, 1973)
Reagen: Ferric chloride (FeCl3.6H2O) 12 gr
Asam klorida (HCl) 2 % 100 ml
Medium: Sodium hippurate 10 gr
Heart infusion broth 1000 ml
Campur sodium hippurate dengan broth, masukkan 1 ml dalam tabung dan
disterilisasi 121 oC selama 15 menit.
Prosedur Pindahkan 0,8 ml culture ke tube kecil, kemudian tambahkan 0,2 ml reagen,
campur secepatnya dan amati setelah 10 – 15 menit. Adanya presipitasi
menunjukkan adanya asam benzoate hasil dari hidrolisis hippurate.
6. Uji CAMP
Uji Camp dipergunakan untuk membedakan species streptococcus yang
menimbulkan mastitis, misalnya: Streptococcus agalactiae dan
Streptoccus dysgalactiae.
Metode 1
28
Prosedur: 1. Bagi agar plate menjadi 4 bagian dengan 2 goresan Staphylococcus
aureus.
2. Buat goresan dari koloni Streptococcus yang dicurigai pada bagian yang
luas dari media tersebut, namun jangan sampai menyentuh goresan
Streptoccoccus.
3. Inkubasi plate pada 37o C selama 1 malam dan diperiksa esok harinya.
Hasil
Positif: Terjadi peningkatan hemolysis dari beta Staphylococcus aureus
hemolysis.
Negatif: Tidak terjadi peningkatan hemolysis sekitar zona hemolysis
Staphylococcus aureus.
Metode 2
Prosedur: 1. Buat garis memotong tengah – tengah dari plate agar darah
2. Goreskan kultur Streptococcus dari sudut kanan atas sampai memotong
garis
3. Goreskan kultur Staphyloccous beta hemolitik memotong plate langsung
melalui garis
4. Inkubasikan pada 37 oC selama 18 – 24 jam dan dilakukan pengamatan.
Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya zona terang (hemolisis)
pada zona hemolisis dari staphylococcus (peningkatan zona hemolisis).
Keterangan:
S. agalactiae : camp positif
S. dysgalactiae : camp negatif
S. uberis : camp negatif
7. Uji GELATIN
Kontrol : positif ( Aeromonas hydrophila ), negatif (E. coli)
Reagen: Nutrient gelatin (BBL)
Prosedur: 1. Nutrien gelatin diinokulasi dengan bakteria yang diperiksa.
2. Inkubasikan pada 37o C selama 1 jam
3. Periksa esok harinya terhadap adanya pencairan gelatin oleh enzym
gelatinase.
Hasil :
29
Positif : nutrien gelatin menjadi CAIR meskipun diletakkan pada lemari es
Negatif : nutrien gelatin tetap dalam bentuk gel.
7. DEKONTAMINASI LABORATORIUM BAKTERIOLOGI
Dekontaminasi laboratorium dianjurkan dilakukan pada akhir pekan, agar
ruangan dapat dipergunakan kembali hari Senin berikutnya.
a. Tidak seorangpun boleh masuk ke dalam ruangan selama dilakukan
dekontaminasi.
b. Bersihkan tempat yang kotor dengan savlon.
c. Matikan air conditioner.
d. Tutup ruangan rapat-rapat. Pergunakan isolasi tape untuk menutup
pintu yang retak atau lubang kecil bila ada.
e. Letakkan paraformaldehyde dalam panci, kemudian panaskan dengan
panas kecil. Jumlah paraformaldehyde yang dipergunakan adalah 0,3
gr/meter kubik volume ruangan.
f. Biarkan 1 malam.
g. Hidupkan exhaust fan selama 2 jam.
h. Ruangan dapat dipergunakan kembali.
BAB III PEMERIKSAAN/DIAGNOSIS PENYAKIT BAKTERIAL
1. ANTRAKS
a. Pendahuluan Bacillus anthracis adalah bakteri berbentuk batang, bersifat gram positif,
berspora dan biasanya tidak bergerak. Bakteri ini menyebabkan penyakit hewan
menular yang disebut radang limpa. Radang limpa dapat bersifat akut, sub akut
ataupun kronis. Hewan yang biasanya terserang adalah sapi, babi, kuda,
kambing dan domba. Pada berbagai hewan tersebut, penyakit ini dapat
menyebabkan kematian tanpa memperlihatkan gejala penyakit terlebih dahulu.
Pada manusia penularan penyakit dapat terjadi secara aerogenik pada
industri kulit atau bulu domba, sehingga nama lain ialah wool sorter’s disease
(anthrax paru-paru). Bila menyerang kulit diseut karbunkel malignan (anthrax
kulit). Selain itu dapat pula menyerang saluran pencernaan (anthrax usus).
Pada kejadian penyakit tersangka anthrax, bangkai hewan tidak boleh dibuka,
oleh karena spora tidak akan terbentuk dalam bangkai yang tidak dibuka.
Laboratorium untuk pemeriksaan antraks harus mempunyai :
a. Biosafety Cabinet (Class II Type A)
b. Inkubator 37 oC
30
c. Waterbath
d. Refrigerator
e. Freezer
f. Vortex
g. Autoclave
h. Kaca mata pelindung
i. Jas laboratorium
j. Masker
b. Prosedur Pengujian
Isolasi dan Identifikasi
Pemeriksaan Mikroskopik Pada hewan yang mati tersangka antraks tidak boleh dilakukan nekropsi dan
perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopik dari preparat ulas darah perifer dengan pewarnaan cepat polychrome methylen blue, Giemsa atau Wright (Standar Pewarnaan Bakteri).
Buatlahlah preparat ulas darah, keringkan dan fiksasi dengan metanol absolut selama 3 menit
Letakkan kaca preparat tersebut dalam cawan petri dan tuangkan zat warna polychrome methylene blue selama 2 – 5 menit
Cuci preparat dengan air dan keringkan Semua sisa pewarnaan harus direndam dalam formalin 10 % atau sodium
hipochoride 10 % atau diatutoclave. Lihat di bawah mikroskop : Bacillus anthracis berbentuk batang dengan ujung
siku, kapsul berwarna pink dan bakteri berwarna biru gelap, rantai pendek (in vivo), rantai panjang (in vitro).
Kapsul tidak akan muncul jika ditumbuhkan secara aerobik dengan media standar, kapsul dapat diinduksi dengan menumbuhkan pada bikarbonat agar 0,7% atau media agar yang ditambah dengan serum kuda. Inkubasi pada 37 oC dengan 5 – 20% CO2.
31
Isolasi Bakteri Antraks Sampel : sisa organ, kulit, tulang, bulu, swab luka, swab darah perifer, swab
eksudat, sisa pakan dan tanah. Media : Agar darah ( 5 % sheep blood agar), nutrient agar, bikarbonat agar 0,7%, nutrient broth dan BHI broth.
Bila sampel berupa tanah atau sisa pakan, dilakukan prosedur pemeriksaan sebagai berikut:
a. Timbanglah 10 gram sampel (tanah atau pakan), masukkan ke dalam labu
Erlenmeyer berukuran 250 ml, kemudian tambahkan 100 ml aquadest
steril.
b. Labu tersebut tempatkan pada mesin pengocok (shaker) dan dikocok
selama 60 menit. Sesudah itu, diamkan labu tadi selama 10 menit
berikutnya, sehingga terjadi supernatan dan sedimen.
c. Supernatan diambil 10 ml dan masukkan ke dalam tabung sentrifus steril
dan dilakukan sentrifugasi 2.000 – 3.000 rpm selama 10 menit.
d. Supernatan dibuang, sedimen diambil dan larutkan dengan menambahkan
aquadest steri sebanyak 2 ml.
e. Larutan tersebut selanjutnya dipanaskan dalam waterbath selama 15 menit
pada suhu 62,5 – 65 oC, selanjutnya didinginkan.
f. Suspensi diatas diambil 0,1 ml dan dinokulasikan pada media agar darah,
diinkubasikan pada 37 oC selama 16 – 24 jam.
32
Bila sampel berupa sisa organ, tulang, kulit, bulu, swabs luka / darah perifer ataupun esksudat.
Sampel dibuat suspensi dengan menambahkan aquadest / NaCl fisiologis sebanyak 5 – 10 ml, vortek sampai tercampur dengan baik.
• Untuk mengurangi kontaminasi, suspensi tersebut dapat dipanaskan
dipanaskan dalam waterbath selama 15 menit pada suhu 62,5 – 65 oC,
selanjutnya didinginkan.
• Suspensi diatas diambil 0,1 ml dan dinokulasikan pada media agar darah,
diinkubasikan pada 37 oC selama 16 – 24 jam.
Pada agar darah koloni Bacillus anthracis terlihat kasar (rough), suram, datar,
abu-abu dan non hemolitik, tepi tidak rata dan beraturan (medusa head), non
motil dan konsistensinya liat.
Pada media nutrient / BHI broth (inkubasi 37 oC selama 18 – 24 jam) koloni
Bacillus anthracis seperti kapas dan akan melayang jika digoyang serta media tampak bening. Jika ditumbuhkan pada media agar bikarbonat 0,7 % (inkubasi 37 oC dengan 5 – 20 % CO2 selama 18 – 24 jam), koloni antraks yang berkapsul akan terlihat berlendir (mukoid) , halus (smooth), abu – abu, cembung dan berkilat. Jika
33
tidak berkapsul dan genus bacillus lain akan terlihat kasar, abu – abu dan tidak mukoid.
Deteksi Secara Imunologi : Uji Ascoli Pada dasarnya uji Ascoli merupakan hasil reaksi dari presipitinogen (yang ada
pada ekstrak dari spesimen tersangka) dengan presipitin (yang terdapat dalam serum imun antraks bertiter tinggi yang sudah disediakan). Dua gram sampel ditambahkan dengan 5 ml asam acetadt (konsentrasi kahir 1/100) panaskan selama 5 menit, didinginkan dan saring dengan kertas saring. Masukkan 0,2 ml serum ascoli kedalam tabung ascoli secara hati – hati melalui dinding dengan menggunakan pipet pasteur. Kemudian ekstraks sampel dimasukkan ke dalam tabung yang sama sebanyak 0,2 ml dengan cara yang sama. Hasil reaksi positif ditandai dengan terlihatnya cincin putih yang terbentuk pada batas pertemuan kedua bahan tadi dalam waktu kurang dari 15 menit sesudah direaksikan.
34
Uji Patogenitas
Uji ini dilakukan dengan menyuntikan suspensi jaringan, darah ataupun isolat pada
hewan marmot (dosis 1 ml secara IP) atau tikus (0,2 – 0,3 ml secara IP). Hewan
tersebut akan mati diatas 24 jam ( biasanya antara 48 - 72 jam ). Selanjutnya,
adakan pengisolasian kuman penyebab kematian dari darah jantung serta
pembuatan preparat sentuh dari potongan limpa hewan percobaan yang
bersangkutan. Preparat yang disebutkan terakhir dimaksudkan untuk
menunjukkan adanya kapsul bakteri secara pemeriksaan mikroskopik. Bangkai
marmot yang mati karena antraks terlihat menggembung dan pada autopsi
terlihat adanya infiltrasi bersifat gelatin pada bawah kulit (subkutis) serta
pembengkakan limpa yang amat nyata. Kematian pada hewan percobaan yang
terjadi kurang dari 24 jam pascainokulasi dapat disebabkan kuman lain selain
antraks.
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Teknik ini selain untuk deteksi (langsung dari spesimen ataupun isolat) juga dapat
digunakan sebagai uji virulensi. Primers yang biasa digunakan adalah
chromosoaml (spesies-specific primers), toksin (PA) dan kapsul. Ekstraksi DNA
dapat dilakukan dengan menggunakan komersial kit (QIAmp DNA mini kits )
ataupun konvensional.
35
Ekstraksi DNA dari kultur (bentuk vegetatif) : Ambil kultur dari nutrient / blood
agar satu ose penuh dan larutkan dalam 50 – 100 ul nuclease free water,
kemudian panaskan 95 oC selama 20 – 30 menit, dinginkan pada suhu 4 oC dan
selanjutnya disentrifugasi 5.000 rpm selama 10 menit, supernatan diambil untuk
PCR.
Ekstraksi DNA dalam bentuk spora : buatlah suspensi spora dengan
menggunakan nuclease free water (1 ml ), kemudian panaskan 100 - 125 oC
selama 60 menit (inaktivasi spora) atau diautoclave 121 oC selama 15 menit,
dinginkan pada suhu 4 oC dan selanjutnya dipanaskan kembali pada suhu 95 oC selama 30 menit dan disentrifugasi 5.000 rpm selama 10 menit, supernatan
diambil untuk PCR.
Amplifikasi DNA : Prosedur amplifikasi PCR fragmen DNA dilakukan dengan menggunakan primers
chromosomal Ba813 (R1 5’-TTA ATT CAC TTG CAA CTG ATG GG -3’ dan R2 5’-
AAC GAT AGC TCC TAC ATT TGG AG-5’), Toksin (PA / pag) (pag-67 5’-CAG
AAT CAA GTT CCC AGG GG-3’ dan pag-68 5’-TCG GAT AAG CTG CCA CAA
GG-3’) dan Kapsul (cap-17 5’-GAA ATA GTT ATT GCG ATT GG-3’ dan cap-18 5’-
GGT GCT ACT GCT TCT GTA CG-3’). PCR dilakukan dengan total volume 50 µl
larutan reaksi yang terdiri dari 33.75 µl aquadest (DNAse, RNAse free), 5 µl 10 X
PCR buffer (Vivantis), 1,5 µl MgCl2 (Vivantis, 50 mM), 1.0 µl dNTP (vivantis, 10
mM), 2 µl primers (Midland, 10 pmol/µl), 0,25 µl Taq Polymerase (Vivantis, 5 U/µl
) dan 5 µl DNA templat. Kontrol positif dan negatif harus diikutkan dalam setiap
amplifikasi. PCR dilakukan dengan siklus sebagai berikut, 1 siklus pada suhu 94 oC selama 2 menit, 35 siklus pada suhu 94oC selama 1 menit, 55oC selama 1
menit dan pada suhu 72oC selama 1 menit, dan dilanjutkan dengan 1 siklus pada
suhu 72oC selama 5 menit. Produk PCR (amplikon) diambil 10 µl dan dicampur
dengan 2 µl loading dye (Vivantis), selanjutnya diseparasi menggunakan 2%
agarose (Promega) yang telah ditambahkan ethidium bromide (Applichem) 0,5
µg/ml pada tegangan 120 V selama 50 menit dengan menggunakan marker 100
bp DNA ladder (Vivantis). Hasil elektroforesis selanjutnya dilihat dengan
menggunakan Gel Documentation System (Vilber Lourmat). Posisi hasil
amplifikasi dengan primers Ba813 (152 bp), pag (747 bp) dan capBCA (873 bp)
2. JOHNE’S DISEASE / PARATUBERKULOSIS a. Pendahuluan
Paratuberculosis atau lebih dikenal Johne’s Disease merupakan penyakit
enteritis granuloma kronik terutama menyerang ternak ruminansia. Penyakit ini
36
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium avium subspesies paratuberculosis (M.
paratuberculosis). M. paratuberculosis termasuk dalam kelompok Mycobacterium
aviumcomplex, dan anggota dari jenis ini adalah M. avium, M. paratuberculosis, dan
M. silvicatum. Bakteri ini merupakan bakteri gram positif, berbentuk batang dengan
ukuran 0,2-0,7 x 1,0-2 µm, non motil, bakteri tahan asam, pertumbuhannya sangat
lambat 4-24 minggu dan mampu tumbuh pada konsentrasi garam kurang dari 5%
serta pH 5,5. Bakteri ini sangat tergantung oleh senyawa mycobactin untuk
pertumbuhan secara in vitro, karena M. paratuberculosis tidak mempunyai
kemampuan untuk mensintesis senyawa ini dalam jumlah yang cukup.
Gejala klinis penyakit pada ternak ruminansia pada umumnya bersifat enteritis
kronis, antara lain diare, penurunan berat badan pada kondisi penyakit yang progresif,
penurunan produksi susu sapi sehingga sangat merugikan secara ekonomi.
Paratuberculosis bersifat zoonosis potensial, karena M. paratuberculosis dilaporkan
juga dapat menginfeksi manusia.
Diagnosa penyakit paratuberkulosis pada umumnya berdasarkan
pemeriksaan laboratorium. Uji untuk penyakit ini dibedakan dalam 3 kategori,
yaitu :
a. Identifikasi M. paratuberculosis, yang meliputi: nekropsi, mikroskopik,
kultur, DNA probe dan PCR
b. Uji serologi, yang meliputi: Complement Fixation Test (CFT), Enzyme
Linked ImmunosorbentAssay (ELISA) dan Agar Gel Immunodiffusion Test
(AGID)
c. Uji Cell~Mediated Immunity (CMI), yang meliputi : Gamma Interferon
Assay dan Delayed Type Hypersensitivity (OIE 2004).
b. Prosedur Pengujian
1) Identifikasi M. paratuberculosis (kultur): Isolasi dan identifikasi M. paratuberculosis dilakukan dari sampel feses,
organ atau susu dengan menggunakan media Herrold’s Egg Yolk Medium
Agar (HEYM) dengan mycobactin J dan HEYM tanpa mycobactin J.
Sampel Feses
Metode kultur yang digunakan sesuai dengan standar OIE (2008) dengan
langkah sebagai berikut:
sampel feses sebanyak 1 gram diambil dan dimasukkan ke dalam tabung
50 ml yang berisi 20 ml aquadest steril, kemudian divorteks untuk
mencampur. Kemudian dilakukan shaking selama 30 menit menggunakan
horizontal shaker dan didiamkan pada suhu ruang selama 30 menit.
Suspensi yang paling atas diambil 5 ml dan dimasukkan ke dalam tabung
37
50 ml baru yang berisi 20 ml hexadecylpyridinium chloride (HPC) 0,75%,
kemudian tabung dibolak – balik beberapa kali agar larutan tersebut
tercampur dengan baik dan diinkubasikan pada suhu ruang selama 18
jam. Setelah masa inkubasi selesai, diambil 0,1 ml lapisan pelet yang
paling atas secara hati~hati dengan menggunakan pipet pasteur steril dan
diinokulasikan pada media tersebut diatas (0,1 ml untuk tiap media) dan
kemudian diratakan pada permukaan media. Pelet juga diambil dan dibuat
preparat untuk pewarnaan Ziehl~Neelsen dengan tujuan untuk melihat
kuman tahan asam secara mikroskopik. Tabung media selanjutnya
diposisikan miring atau horisontal selama 1 minggu pada suhu 37oC
dengan tutup dikendorkan. Setelah 1 minggu, selanjutnya tabung media
diposisikan tegak, tutup dirapatkan dan diinkubasikan kembali selama 12
–24 minggu dengan pengamatan 1 minggu sekali. Secara
mikroskopik terlihat bakteri tahan asam yang kuat, batang kecil dan
bergerombol. Gambaran morfologi koloni M. paratuberculosis awal
tumbuh pada media HEYM adalah kecil, tidak berwarna – keputian,
permukaan halus, tepi bulat dan berkilauan.
Sampel Organ (mukosa usus atau limfoglandula mesenterika) Empat gram mukosa ileocaecum / limfoglandula mesenterika masukkan
pada blender steril / stomacher yang mengandung 50 ml trypsin (2,5%).
Campuran dinetralisasi dengan menambahkan NaOH 4% dengan
menggunakan kertas pH untuk pengecekan, distir selama 30 menit,
kemudian disaring menggunakan kain kasa lembut. Filtrat disentrifugasi
dengan kecepatan 3.000 rpm selama 30 menit. Pelet diambil dan
ditambahkan dengan HPC 0,75 % sebanyak 20 ml, diinkubasikan selama
18 jam pada suhu kamar. Setelah masa inkubasi selesai, diambil 0,1 ml
pelet secara hati~hati dengan menggunakan pipet pasteur steril dan
diinokulasikan pada media tersebut diatas (0,1 ml untuk tiap media) dan
kemudian diratakan pada permukaan media. Pelet juga diambil dan dibuat
preparat untuk pewarnaan Ziehl~Neelsen dengan tujuan untuk melihat
kuman tahan asam secara mikroskopik. Tabung media selanjutnya
diposisikan miring atau horisontal selama 1 minggu pada suhu 37oC
dengan tutup dikendorkan. Setelah 1 minggu, selanjutnya tabung media
diposisikan tegak, tutup dirapatkan dan diinkubasikan kembali selama 12
–24 minggu dengan pengamatan 1 minggu sekali. Secara
mikroskopik terlihat bakteri tahan asam yang kuat, batang kecil dan
38
bergerombol. Gambaran morfologi koloni M. paratuberculosis awal
tumbuh pada media HEYM adalah kecil, tidak berwarna – keputian,
permukaan halus, tepi bulat dan berkilauan.
Sampel Susu
Susu diambil waktu pagi hari secara aseptik sebanyak 20 ml, selanjutnya
dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 3.000 - 5.000 rpm selama 30
menit. Pelet diambil dan ditambah dengan HPC 0,75 % sebanyak 20 ml
dan diinkubasikan selama 18 jam pada suhu kamar. Setelah masa
inkubasi selesai, diambil 0,1 ml pelet secara hati~hati dengan
menggunakan pipet pasteur steril dan diinokulasikan pada media tersebut
diatas (0,1 ml untuk tiap media) dan kemudian diratakan pada permukaan
media. Pelet juga diambil dan dibuat preparat untuk pewarnaan
Ziehl~Neelsen dengan tujuan untuk melihat kuman tahan asam secara
mikroskopik. Tabung media selanjutnya diposisikan miring atau horisontal
selama 1 minggu pada suhu 37oC dengan tutup dikendorkan. Setelah 1
minggu, selanjutnya tabung media diposisikan tegak, tutup dirapatkan dan
diinkubasikan kembali selama 12 –24 minggu dengan pengamatan 1
minggu sekali. Secara mikroskopik terlihat bakteri tahan asam yang kuat,
batang kecil dan bergerombol. Gambaran morfologi koloni M.
paratuberculosis awal tumbuh pada media HEYM adalah kecil, tidak
berwarna – keputian, permukaan halus, tepi bulat dan berkilauan.
39
40
41
2) Identifikasi M. paratuberculosis (PCR) : . Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA dari sampel feses menggunakan komersial kit (QIAmp stool
mini kit) dan untuk sampel organ, susu atau isolat (QIAmp blood and tissue
mini kit)
Amplifikasi DNA Prosedur amplifikasi PCR fragmen DNA dilakukan dengan menggunakan
primers IS900, forward (TJ1) 5’~GCT GAT CGC CTT GCT CAT~3’ dan
reverse (TJ2) 5’~CGG GAG TTT GGT AGC CAG TA~3’ dan juga
menggunakan primers F57, yaitu forward (F57) 5’~CCT GTC TAA TTC GAT
CAC GGA CTA GA~3’dan reverse (R57) 5’~TCA GCT ATT GGT GTA CCG AAT
GT~3’. PCR dilakukan dengan total volume 50 µl larutan reaksi yang terdiri dari
34.25 µl aquadest (DNAse, RNAse free), 5 µl 10 X PCR buffer (Vivantis), 1,5
µl MgCl2 (Vivantis, 50 mM), 1.0 µl dNTP (Vivantis, 10 mM), 1.5 µl primers
(Midland, 10 pmol/µl), 0,25 µl Taq Polymerase (Vivantis, 5 U/µl ) dan 5 µl
DNA templat. Kontrol positif dan negatif harus diikutkan dalam setiap
amplifikasi. PCR dilakukan dengan siklus sebagai berikut, 1 siklus pada suhu
94 oC selama 2 menit, 40 siklus pada suhu 94oC selama 1 menit, 58oC
selama 1 menit dan pada suhu 72oC selama 3 menit, dan dilanjutkan dengan
1 siklus pada suhu 72oC selama 7 menit. Produk PCR (amplikon) diambil 10
µl dan dicampur dengan 2 µl loading dye (Vivantis), selanjutnya diseparasi
menggunakan 2% agarose (Promega) yang telah ditambahkan ethidium
bromide (Applichem) 0,5 µg/ml pada tegangan 120 V selama 50 menit
dengan menggunakan marker 100 bp DNA ladder (Vivantis). Hasil
elektroforesis selanjutnya dilihat dengan menggunakan Gel Documentation
System (Vilber Lourmat). Posisi hasil amplifikasi DNA dengan primers IS900
(356 bp) dan F57 (432 bp).
3) Uji serologi (ELISA) : Uji ini menggunakan screening kit dari LSIVET
Perancis, dengan prosedur sebagai berikut : Pre~incubation, pada tahap ini
serum sampel dan serum kontrol (positif dan negatif) diabsorbsi terlebih
dahulu dengan menggunakan antigen M. phlei yang ada dalam dilution
buffer. Pengenceran serum sampel dan kontrol adalah 1/20 dan
diinkubasikan selama 15 menit pada suhu kamar. Serum kontrol positif
dimasukkan kedalam lubang plat B1 dan C1 sebanyak 100 µl, sedangkan
serum kontrol negatif dimasukkan pada lubang A1 dengan jumlah yang
sama. Sampel dimasukkan sebanyak 100 µl ke dalam lubang plat yang lain
42
secara single. Plat ditutup dengan plastik adesif dan diinkubasikan selama 2
jam pada suhu 37 oC. Setelah itu, plat dicuci sebanyak 4 kali dengan
menggunakan washing solution. Konjugat dilarutkan dalam Conjugat Dilution
Buffer (1/50) dimasukkan ke dalam lubang plat sebanyak 100 µl , tutup
dengan plastik adesif dan diinkubasikan selama 30 menit pada suhu 37 oC.
Plat dicuci kembali dengan menggunakan washing solution sebanyak 4 kali.
Setelah itu larutan substrat dimasukkan ke dalam semua lubang plat
sebanyak 100 µl, diinkubasikan selama 10 menit pada suhu kamar dan
ditempatkan pada tempat yang gelap, kemudian tambahkan stop solution
sebanyak 100 µl pada tiap lubang plat untuk menghentikan proses reaksi.
Pembacaan dilakukan dengan menggunakan ELISA reader pada panjang
gelombang 450 nm. Hasil Elisa kemudian dikonversi menjadi S/P ratio (OD
sampel –OD Nc / OD Pc –OD Nc). Intepretasi hasil dikonversikan menjadi
titer (S/P x 100).
Intepretasi Hasil :
Titer Intepretasi Hasil
Titer < 60 Negatif
60 ≤ Titer < 70 Doutbful (Meragukan)
70 ≤ Titer < 200 Positif +
200 ≤ Titer < 300 Positif ++
300 ≤ Titer ≤ 400 Positif +++
Titer > 400 Positif ++++
4) Uji
43
serologi (CFT) : Siapkan mikroplate 96 well U bottom. Serum sampel
sebanyak 50 ul dimasukkan pada lubang A1~A10 dan serum kontrol positif
dan negatif masing – masing pada lubang A11 dan A12. Diluent ( veronal
buffer) sebanyak 25 ul dimasukkan pada lubang B~H, tutup plate dengan
plastik adesif dan diinkubasikan pada suhu 60 oC selama 30 menit.
Selanjutnya serum diambil 0,25 ul dari lubang A, dipindahkan ke lubang B
dan dilakukan pengenceran serial sampai ke lubang H. Tambahkan antigen
sebanyak 25 ul pada tiap lubang kecuali lubang A dan B (anti~
komplementer). Selanjutnya tambahkan komplemen 25 ul pada setiap lubang
kecuali lubang A, tutup plate dengan plastik adesif dan diinkubasikan selama
30 menit pada suhu 37 oC atau 4 oC selama 1 malam. Kemudian tambahkan
sel darah merah domba yang telah disensitisasi sebanyak 25 ul pada setiap
lubang kecuali lubang A, tutup dengan plastiktik adesif dan diinkubasikan
pada suhu 37 oC selama 30 menit. Baca hasil dengan melihat ada tidanya
hemolisis dan intepretasi hasil : 100 % fiksasi : 4+, 75 % fiksasi = 3+, 50 %
fiksasi = 2+, 25 % fiksasi = 1+ dan 0= hemolisis penuh. Hasil positif jika pada
pengenceran 1/8 nilainya 2+.
5) Intradermal Test (Tuberkulinasi) : Ukur ketebalan kulit daerah yang akan
disuntik (kulit bagian leher atau caudal fold) dengan kutimeter. Bersihkan
dengan alkohol dan suntik secara intradermal pada bagian tersebut dengan
0,1 ml PPD Johnin / PPD avium. Setelah 72 jam ukur kembali bagian kulit
yang disuntik dan apabila ada peningkatan ketebalan 2 mm atau lebih
(oedema sesaat) menunjukkan ada reaksi DTH.
3. LEPTOSPIROSIS
a. Pendahuluan
Leptospirosis adalah penyakit menular pada hewan dan manusia yang
disebabkan oleh bakteri spirochaete dari genus Leptospira. Penyakit ini
bersifat akut dan kronik, pada kasus akut ditandai dengan terhentinya
produksi susu secara mendadak (sapi perah / kambing / domba), ikterus,
hemoglobinuria, meningitis dan kerusakan gijal, sedangkan pada kasus
kronik ditandai dengan kejadian abortus, kelahiran prematur, kemandulan,
kersukan ginjal dan hati yang bersifat kronik.
Leptospira yang bersifat patogen dikelompokkan dalam Leptospira
interrogans dan yang tidak patogen dalam kelompok L. biflexa. Spesies L.
interrogans, berbentuk batang helikoidal yang lentur dengan diameter 0,1 µm
dan panjang 10 – 20 µm. Spesies ini bergerak dengan gerakan yang khas
44
yaitu berotasi secara bolak-balik sepanjang sumbu memanjangnya
bersamaan dengan gerakan maju-mundur searah dengan arah sumbu
memanjangnya.
Diagnosa laboratorium dibagi dalam 2 grup, yaitu deteksi antibodi anti-
leptospira dan deteksi agen penyebab (leptospira, antigen leptospira atau
asam nukleat leptospira dari jaringan atau cairan tubuh)
b. Prosedur Pengujian 1. Deteksi Agen Penyebab A . Uji Mikroskopik secara langsung dengan mikroskop medan gelap
Uji ini kepekaannya rendah, hanya suspensi jaringan atau cairan tubuh dengan kandungan leptospira lebih dari 2x104 / ml mudah diagnosis. Leptospira berbentuk spiral dengan ukuran 6 - 20 µm x 0,1 µm, yang masih hidup lebih mudah didiagnosis dari pada yang sudah mati, karena memiliki gerakan yang khas, yaitu sambil berotasi sepanjang poros memanjang tubuhnya juga bergerak maju mundur searah dengan poros memanjang tubuhnya tersebut. Oleh karena itu, pemeriksaan ini lebih baik dilakukan pada spesimen yang segar (Leptospira belum mati). Hasil negatif pada uji ini harus diteguhkan dengan uji serologis dan atau isolasi.
45
a. Darah.
Leptospira terdapat di dalam plasma darah pada minggu pertama setelah infeksi atau selama demam berlangsung.
Cara pemeriksaan
Setetes darah segar (kira-kira 10-20 µl) pada kaca objek, kemudian ditutup dengan kaca penutup dan diperiksa dengan mikroskop medan gelap pada pembesaran 100 x, yang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan pada pembesaran 400x untuk melihat bentuk dan gerakan yang khas dari leptospira. Untuk darah dalam zat antikoagulan (0,5 ml Na oksalat 1% dalam 5 ml darah), cara pemeriksaannya dilakukan seperti tersebut di atas, jika hasilnya negatif, maka dilakukan cara pemeriksaan sebagai berikut: Darah dalam zat antikoagulan tersebut diputar dengan relative centrifugal force (RCF) 1000 g selama 10 menit. Kemudian supernatannya (plasma darah) diputar lagi dengan RCF 3000-4000 g selama 20-30 menit, dan bagian sedimennya disuspensi, diperiksa dengan mikroskop medan gelap seperti tersebut di atas.
b. Urine.
Leptospira berada di dalam urine pada saat fase leptospiruria terjadi (mulai minggu kedua setelah infeksi terjadi).
Cara pemeriksaan Metode 1 Segera setelah urine diambil, sebanyak 9 bagian volume kemih ditambah satu
bagian volume PBS pH 7,5 (lihat apendik), lalu segera dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop medan gelap seperti di atas. Jika pemeriksaan tidak segera dilakukan, maka kemih tersebut harus diawetkan dengan formalin 1% (konsentrasi akhir).
Metode 2 Urine sebanyak 5 ml dimasukkan ke tabung sentrifuse (gradual tube 15 ml )
disentrifugasi 1000 – 1500 rpm selama 5-10 menit, supernatan dibuang dan endapan diambil satu tetes dengan pipet pasteur diletakkan pada obyek gelas dan diperiksa dengan mikroskop medan gelap sperti di atas.
c. Ginjal, hati dan otak.
Leptospira berada di dalam hati dan otak pada saat fase leptospiraemia, dan berada di ginjal pada saat fase leptospiruria.
Cara pemeriksaan
46
Kira-kira 10 g jaringan disuspensikan dalam 50 ml PBS pH 7,5 kemudian dilakukan pemutaran dengan RCF 1000 g selama 10 menit. Supernatannya diperiksa dengan mikroskop medan gelap. Jika hasilnya negatif, supernatan tersebut diputar lebih lanjut pada RCF 3000-4000 g selama 20-30 menit, dan sedimennya disuspensikan dengan PBS pH 7,5 (kira-kira volumenya menjadi 0,1 ml) dan diperiksa dengan mikroskop medan gelap.
B. Isolasi dan Identifikasi a. Secara langsung (in vitro)
Sampel Urine : Leptospira terdapat dalam urine pada fase
leptospiruria. Segera setelah urine ditampung simpan pada suhu 2-5 oC. Untuk pengiriman ke laboratorium perlu transpor medium (larutan
bovine serum albumin (BSA) 1% yang ditambah dengan 5-
fluorouracil 100-200 ug/ml (BSAD), yaitu sebanyak 1 ml urine
ditambahkan ke dalam 9 ml transpor medium di atas dan dibawa ke
laboratorium dalam keadaan dingin (ice box). Media yang digunakan
untuk kultur adalah semisolid (0,1 – 0,2 % agar) yang mengandung
BSA dan tween 80 atau menggunakan medium EMJH. Sampel di atas
sebanyak 1- 2 tetes (50 – 100 ul) dinokulasikan pada 5 ml media
EMJH semisolid dan sampel urine dengan pengenceran seri 10 kali
dan 100 kali juga diinokulasikan pada medium EMJH semisolid lain
dengan volume yang sama. Medium yang telah diinokulasi dengan
urine diinkubasi pada suhu 28 - 30 °C dan selama kurang lebih 8 - 16
minggu dan dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop medan gelap
setiap 1-2 minggu. Kemungkinan setelah 7 – 10 hari pasca inokulasi
leptospira dapat terdeksi (serovar Pomona dan Grippotyphosa)
47
sedangkan serovar lain mungkin akan lebih lama (serovar Hardjo dan
Bratislava). Identifikasi serogroup leptospira: Leptospira yang terlihat pada
pemeriksaan tersebut di atas harus segera dilakukan subkultur pada
medium EMJH cair. Subkultur pada medium EMJH cair dilakukan
beberapa kali sampai didapatkan biakan leptospira yang memenuhi
syarat sebagai antigen. Biakan tersebut kemudian direaksikan secara
aglutinasi mikroskopik dengan antisera-antisera yang mewakili
serogroup-serogroup leptospira. Sebagai kontrol antigen homolog
direaksikan dengan antisera tersebut. Titer antisera tertinggi yang dapat
mengaglutinasi biakan tersebut menunjukkan bahwa biakan tersebut
termasuk dalam serogroup yang sama dengan serogroup antisera
tersebut.
Sampel ginjal: Leptospira terdapat dalam ginjal mulai minggu ke-2
setelah infeksi terjadi. Prosedurnya adalah sebagai berikut: Kapsul ginjal
dibuka, permukaan ginjal dibakar dengan spatula panas, kemudian
dengan pipet Pasteur sedikit jaringan korteks ginjal (1-3 mm) diambil dan
diinokulasikan ke dalam 4 botol medium EMJH semisolid. Inkubasi,
pemeriksaan dan identifikasi sama seperti tersebut di atas.
Sampel darah: Sampel darah segar diinokulasikan ke dalam 5 ml
medium EMJH sebanyak 1 – 2 tetes (50 – 100 ul). Untuk setiap
sampel digunakan 4 buah botol medium. Pemeriksaan dilakukan seperti
yang dilakukan untuk pemeriksaan urine tersebut di atas.
48
49
b. Secara tidak langsung (in vivo)
Isolasi secara tidak langsung ini menggunakan marmot muda (berat 100-150 gram). Sebanyak 1-2 ml urine, darah, atau suspensi jaringan diinokulasikan secara intraperitoneal pada marmot tersebut. Untuk setiap spesimen digunakan dua ekor marmot. Pengisolasian leptospira dari marmot-marmot tersebut dilakukan dengan cara langsung seperti tersebut di atas dari spesimen darah dari marmot-marmot yang menunjukkan kenaikan suhu tubuh 40°C atau lebih; suspensi jaringan hati, limpa, dan otak dari marmot-marmot yang mati pada minggu pertama dan kedua setelah inokulasi dilakukan; dan suspensi korteks ginjal dari marmot-marmot yang dibunuh pada hari ke-28 setelah inokulasi dilakukan.
c. Uji Aglutinasi Cepat Prosedur uji ini adalah sebagai berikut : Serum (serum harus jernih tidak
terlalu hemolisis dan tidak terkontaminasi dengan bakteria). Antigen. Sebagai antigen dapat digunakan antigen:
1. Leptospira Antigen Pool 1 (mengandung antigen-antigen ballum, canicola,
icterohae
morrhagiae).
2. Leptospira Antigen Pool 2 (mengandung antigen-antigen bataviae,
grippotyphosa,
pyrogenes)
3. Leptospira antigen Pool 3 (mengandung antigen-antigen autumnalis,
pomona, wolffii)
4. Leptospira antigen Pool 4 (mengandung antigen-antigen australis, hyos,
tarassovi,
georgia).
5. Leptospira Antigen Pool 5 (mengandung antigen-antigen cynopteri,
celledoni, javanica).
Sebelum digunakan pada pengujian, antigen harus dikocok dengan baik, dan
jangan digunakan jika antigen menunjukkan reaksi positif (terjadi penggumpalan) pada kontrol negatif, dan bereaksi negatif (tidak terjadi penggumpalan) pada kontrol positif. Antigen harus disimpan pada suhu 2-8° C (jangan dibekukan).
Cara pengujian:
50
1. Sebelum dilakukan pengujian, antigen, antisera kontrol, dan sera yang
akan diperiksa
suhunya disesuaikan dengan suhu kamar.
2. Sebanyak 0,01 ml serum diteteskan pada lingkaran (luas 1 inci2)
dan ditambahkan 0,065 ml antigen.
3. Dengan pengaduk (tusuk gigi), aduk kedua campuran tersebut, dan
kemudian digoyang dengan "mechanical rotator" selama 4 menit
pada kecepatan 125 rpm.
4. Segera setelah campuran serum-serum digoyang selama 4 menit
dilakukan pembacaan secara makro sebagai berikut:
a. Positif (+): jika terdapat gumpalan yang nyata
b. Dubius (+): jika terdapat sedikit gumpalan
c. Negatif (-): jika tidak terdapat gumpalan
5. Butir 2 dan 3 tersebut di atas dikerjakan masing-masing untuk
kelima jenis antigen tersebut di atas
6. Jika serum menunjukkan reaksi positif (+), atau dubius, maka untuk
serum tersebut harus dilakukan uji aglutinasi mikroskopik dengan
antigen hidup.
2. Uji Serologi Uji Aglutinasi Mikroskopik (MAT)
Uji ini merupakan uji serologi yang menggunakan antigen hidup dengan spesifitas yang tinggi (tidak ada reaksi silang dengan bakteri lainnya)
Prosedur Antigen: sebagai antigen digunakan biakan serovar-serovar
icterohaemorrhagigae (RGA), Javanica (Veldrat Batavia 46), celledoni
(Celledoni), canicola (Hond Utrecht IV), ballum (Mus 127), pyrogenes
(Salinem), cynopteri (3522 C), rachmati (Rachmat), australis (Ballico),
pomona (Pomona), grippotyhosa (Moskva V), hardjo (Hardjoprajitno),
bataviae (Van Tienen), tarassovi (perepelicin), dan semaranga (Veldrat
Semarang 173) dalam medium EMJH cair yang telah diinkubasi pada
suhu 28 -30° C selama 4 (tidak boleh lebih dari 8 hari). Leptospira
dalam biakan yang digunakan sebagai antigen mempunyai kandungan 2 x
108/ml, dan biakan harus murni, dan homogen (tidak terdapat
gumpalan/"breeding nest" Leptospira).
Serum: Serum untuk uji ini harus tanpa zat pengawet, tidak tercemar
dengan bakteria pencemaran, tidak terlalu hemolisis, dan selama dalam
51
perjalanan ke laboratorium dalam kondisi dingin (dalam termos berisi es).
Jika tidak segera dilakukan pemeriksaan, maka serum harus dibekukan (-
20° C). Untuk pemeriksaan ini serum yang akan diperiksa diencerkan
dengan PBS pH 7,5
Pemeriksaan pendahuluan: Sebanyak 0,05 ml enceran serum 1: 50
diisikan pada lubang Microtiter Plate, kemudian tambahkan 0,05 ml antigen,
dan diinkubasi pada suhu 28 - 30° C selama 2 – 4 jam. Dengan ose
campuran serum antigen dipindahkan ke kaca objek (tidak ditutup dengan
kaca penutup) dibaca dengan mikroskop medan gelap pada pembesaran
400 x. Jika hasil akhir dari pengenceran serum yang menunjukkan reaksi 50
% aglutinasi atau lebih maka dilakukan titrasi.
Titrasi: Sebanyak 0,05 ml enceran serum ( 1:50, 1:100, 1:400 dan 1:1600)
masing-masing diteteskan dalam lubang-lubang Microtiter Plate, dan
kemudian masing-masing enceran tersebut ditambahkan 0,05 ml antigen
yang menunjukkan reaksi positif pada pemeriksaan pendahuluan, dan
diinkubasi pada suhu 28 - 30° C selama 2 – 4 jam. Pembacaan dilakukan
seperti pada pemeriksaan pendahuluan. Titik akhir percobaan adalah 50 %
aglutinasi / atau 50% Leptospira yang tidak teraglutinasi, dan titer
didefinisikan sebagai enceran akhir tertinggi serum dalam campuran serum
antigen yang menunjukkan 50 % aglutinasi atau lebih.
Penafsiran: Titer 1:100 atau lebih adalah positif
Kontrol: Pada setiap pemeriksaan disertakan kontrol positif, yaitu antigen
direaksikan dengan antisera homolog; dan kontrol negatif, yaitu antigen
diencerkan 1 : 2 dengan PBS pH 7,5 sebagai kontrol pembacaan (-) (tidak
terjadi aglutinasi), dan diencerkan 1:4 sebagai kontrol pembacaan (+2)
atau 50% aglutinasi.
Intepretasi Hasil :
1. Uji mikroskopis secara langsung
Spesimen urin, darah dan ginjalTerlihat bentuk dan gerakan khas dari
Leptospira, bergerak maju mundur searah dengan proses memanjang
tubuhnya.
2. Uji aglutinasi test
Hasil positif akan terlihat gumpalan atau terjadi aglutinasi
3. Titrasi
Titer menunjukkan 1 : 100 atau lebih adalah positif
4. Identifikasi serogroup
52
Titer antisera tertinggi yang dapat mengaglutinasi biakan tersebut
menunjukkan bahwa biakan tersebut termasuk dalam serogroup yang
sama.
Media EMJH NH4Cl 25 gr MgCl2 6H2O 1,5 gr FeSO4 7H2O 0,5 gr Glycerol 10 gr Thiamin HCl 0,5 gr Aquadest 1000 ml ZnSO4 7H2O 0,4 gr CaCl2 2H2O 1,5 gr Sod Pyruvate 10 gr Tween 80 10 gr Cyanocabalamin 0,2 gr Kemudian ditambahkan 10 gr Bovine Serum Albumin, 50 ml aquadest. Komposisi media tersebut dicampur kemudian ditambahkan ke dalam tabung, dan disterilkan dengan autoclave 121°C selama 15 menit. Catatan : media EMJH sudah ada yang tinggal campur dan pakai, EMJH
Leptospira Medium Base dan EMJH Leptospira Enrichment (Difco)
53
4. BRUCELLOSIS
a. Pendahuluan
Diagnosa terhadap penyakit brucellosis didasarkan pada beberapa uji yang
sering dipakai, antara lain isolasi dan identifikasi, uji serologi dan uji lain (milk
ring test). Kuman brucella merupakan golongan risk grup 3 (berbahaya)
sehingga pengerjaannya terutama isolasi dan identifikasi dilakukan dalam
biohazard (Biosafety Cabinet Class II Type A)
b. Prosedur Pengujian
A. Uji Lapang Untuk mendeteksi ada tidaknya brucellosis pada sapi harus dilakukan uji
penyaringan / screening dengan rose bengal plate test (RBPT). Serum yang positif RBPT harus diperiksa lebih lanjut dengan uji yang lebih khusus dan menentukan, yaitu dengan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan complement fixation test (CFT). Pada kelompok sapi perah milk ring test (MRT), disarankan digunakan sebagai uji penyaringan untuk menduga adanya reaktor dalam kelompok tersebut. Apabila terdapat sampel susu (bulk) yang bereaksi positif MRT, maka harus dilakukan pemeriksaan serologik terhadap sapi-sapi pada kelompok itu.
B. Uji Laboratorium Uji di laboratorium yang dilakukan adalah isolasi dan identifikasi terhadap kuman
brucella dan uji serologi (CFT dan ELISA). Apabila pada salah satu dari dua uji tersebut memberikan hasil positif, maka dinyatakan positif brucellosis. Apabila pada uji RBPT hasilnya +++ (+ 3) dan ++ (2) tetapi pada ELISA dan CFT keduanya negatif, maka harus diadakan pengujian ulang terhadap hewan tersebut setalah 30-60 hari kemudian. Apabila pada RBPT hasilnya + (+1), tetapi ELISA dan CFT keduanya negatif, maka dinyatakan negatif, brucellosis.
Identifikasi Agen Penyebab Pewarnaan Langsung Buat preparat dari organ atau cairan tubuh, keringkan dan fiksasi dengan
pemanasan atau dengan methanol absolute. Lakukan pewarnaan Gram atau Modified Ziehel-Neelsen (Stamp’s). Lakukan
pengamatan di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 x.
Morfology kuman brucella adalah Gram negative, berbentuk coccobacili, batang pendek dengan panjang 0,6 – 1,5 µm dan lebar 0,5 – 0,7
54
µm, berwarna merah (Stamp’s ), nonspora, nonmotil, nonflagella,nonfili dan tidak menunjukkan bentuk bipolar.
c. Isolasi (Kultur)
Sampel yang digunakan untuk isolasi dan identifikasi meliputi :
1. Air susu dari 4 quarter
2. Swab vagina (setelah aborsi / melahirkan)
3. Jaringan fetus (limpa, paru-paru, cairan rumen).
4. Membran fetus (cotyledon).
5. Daerah kepala: lgl. parotidae, lgl. submaxilliaris, lgl
retropharyngealis medialis
6. Daerah badan: lgl. prescapula dan suprascapula, lgl. prefemoralis,
lgl iliaca medial dan internal, lgl supramammaria, lgl inguinalis
superficialis.
7. Organ dalam: lgl. mediastinalis belakang, lgl, mesenterica, lgl.
hepatica, limpa (5-10 g), uterus (caruncula), ambing.
8. Untuk sapi jantan diambil juga: testes, epididymis, ampula,
vesicula seminalis.
Prosedur Uji 1. Sampel air susu:
a. 20 ml air susu dalam tabung senterifuse diputar dengan kecepatan
6000 rpm selama 15 menit
b. Cairan yang di atas dibuang ketempat penampungan yang berisi
desinfektan.
c. Krim dan sedimennya ditanam pada media selektif (Farrel’s medium )
atau media dasar (Trypticase Soy Agar / Brucella agar) dalam cawan
petri dengan menggunakan swab dari kapas. Kemudian diinkubasi
pada suhu 37oC dengan penambahan 5-10% gas CO2, diperiksa
setelah 4 hari.
55
d. Untuk lebih baik dalam pengisolasian perlu dilakukan enrichment
dengan menginokulasikan sampel pada median TSA broth / Serum
Dextrose broth / Brucella broth, diinkubasikan pada suhu 37 oC dengan
penambahan 5 – 10 % CO2 selama 6 minggu. Selanjutnya diinokulasi
pada TSA / DSA / Brucella agar dan diinkubasikan pada suhu 37oC
dengan penambahan 5-10% gas CO2, diperiksa setelah 3-4 hari.
2. Sampel swab vagina (setelah aborsi dan melahirkan)
a. Sampel swab bias langsung digoreskan pada media padat (TSA / DSA
/ Brucella agar) dan diinkubasikan seperti di atas.
b. Jika tidak langsung ditumbuhkan sebaiknya diinokulasikan pada
medium cair (TS broth / DS broth / Brucella broth), diinkubasikan pada
suhu 37 oC dengan penambahan 5 – 10 % CO2 selama 6 minggu.
Selanjutnya diinokulasi pada media padat (TSA / DSA / Brucella agar)
dan diinkubasikan pada suhu 37oC dengan penambahan 5-10% gas
CO2, diperiksa setelah 3-4 hari.
3. Sampel jaringan (limphoglandula)
a. Kelenjar pertahanan dipisahkan dari lemak / jaringan yang
membalutnya dengan menggunakan pinset dan gunting yang steril.
b. Permukaan kelenjar dihapushamakan dengan cara mencelupkan ke
dalam 95% ethanol, seterusnya diuapkan di atas nyala api.
c. Jaringan digerus dengan menggunakan stomacher sampai lembut.
d. Cairan spesimen diulaskan ke media padat (TSA / DSA / Brucella
agar) atau media selektif (Farrel’s medium ) menggunakan swab dari
kapas. Selanjutnya diinkubasikan pada suhu 37oC dengan
penambahan 5 - 10% gas CO2, diperiksa setelah 3-4 hari
4. Sampel cotyledon:
a. Cotyledon dicuci dengan phosphate buffered saline (PBS).
b. Dipotong kecil-kecil terus digerus dengan stomacher sampai lembut.
c. Cairan spesimen diencerkan 10 dan 100 kali terus ditanam pada
media media padat (TSA / DSA / Brucella agar) atau media selektif
(Farrel’s medium ) menggunakan swab dari kapas. Selanjutnya
diinkubasikan pada suhu 37oC dengan penambahan 5 - 10% gas CO2,
diperiksa setelah 3-4 hari
5. Sampel jaringan fetus (limpa dan paru-paru)
a. Permukaan jaringan dihapushamakan dengan cara mencelupkan ke
dalam 95% ethonol dan diuapkan di atas nyala api.
56
b. Jaringan dipotong kecil-kecil lalu dimasukkan ke kantong plastik steril
yang ditambah dengan PBS, kemudian digerus dengan stomacher.
c. Sampel selanjutnya ditanam pada media media padat (TSA / DSA /
Brucella agar) atau media selektif (Farrel’s medium ) menggunakan
swab dari kapas. Selanjutnya diinkubasikan pada suhu 37oC dengan
penambahan 5 - 10% gas CO2, diperiksa setelah 3-4 hari
d. Cairan lambung diambil langsung dari dalam lambung dengan pipet
Pasteur yang kemudian diinokulasi seperti tersebut di atas.
6. Produk dari Susu (keju)
a. Sampel dipotong kecil – kecil dan distomacher secara steril sampai
hancur
b. Selanjutnya diinkulasikan sperti tersebut di atas.
7. Isolasi dengan menggunakan hewan percobaan:
Isolasi kuman B. abortus dengan menggunakan hewan percobaan
tidak diharuskan, karena isolasi dengan menggunakan media
seperti di atas sudah mewakilinya, namun demikian, apabila akan
dilakukan, hewan percobaan yang dapat digunakan adalah marmot
dan mencit.
Cara isolasi: a. Untuk hewan marmot sampel disuntikkan secara subkutan, sedangkan
unutk mencit disuntikan secara intraperitonium / intravena.
b. Untuk mencit 7 hari pasca inokulasi, limpa di ambil dan dikultur seperti
di atas. Sedangkan unutk marmot serum diuji pada minggu ke -3 dan
ke-6 dan selanjutnya limpa diambil dan dilakukan kultur seperti di atas.
Untuk isolasi (kultur) sebelum diinokulasi ke media padat atau selektif
sebaiknya sampel diinokulasikan pada media broth (TS broth / DS broth /
Brucella broth) untuk penyuburan (enrichment)
b. Identifikasi dan Typing
Identifikasi Brucella didasarkan beberapa uji dan pengamatan,
antara lain : morfologi secara mikroskopik (pewarnaan Gram dan
Stamp’s), morfologi koloni, karakteristik pertumbuhan, uji urease, oksidase
dan katalase dan uji aglutinasi slide dengan serum anti-Brucella. Untuk
penentuan spesies dan biovar dilakukan dengan uji phage lysis dan
aglutinasi denangan anti A, M dan R
Koloni kuman Brucella setelah masa inkubasi 4 hari, akan terlihat
bulat, batas halus, diameter 1-2 mm, koloni jernih berwarna madu pucat
(kekuningan), setelah inkubasi agak lama koloni menjadi lebih besar ,
57
berwarna kecoklatan dengan permukaan cembung. Koloni Brucella ada
yang halus (smooth) dan kasar (rough), hal ini terjadai selama
pertumbuhan terutama setelah disubkultur. Untuk yang koloni halus dicek
dengan anti A dan M monospesifik serum, sedangkan yang kasar dicek
dengan anti R monospesifik serum. Koloni yang positif dengan aglutinasi
dengan serum anti-Brucella dianggap positif brucella.
Koloni yang diduga kuman brucella dipindahkan ke dextrose serum
agar slope, kemudian diinkubasi 37o C, 72 jam dengan penambahan 5-
10% CO2, selanjutnya baru dilakukan biotyping.
58
59
Isolasi dan identifikasi kuman Brucella merupakan cara diagnosis yang paling
akurat. Namun demikian, untuk brucellosis pada sapi diagnosis secara serologik merupakan cara yang paling murah dan paling banyak digunakan, karena cara ini mempunyai keakuratan sampai lebih dari 98%.
c. Uji Serologi 1. Rose Bengal Test
60
Bahan dan penyediaannya a. Cawan hemaglutinasi WHO (WHO haemglutination plate) atau
lempeng kaca atau porselin.
b. "Rotary agglutination" digunakan untuk memutar cawan HA, dan
untuk lempeng kaca digunakan alat penggoyang (shaker).
c. Sesudah digunakan cawan, lempeng kaca dan tip plastik
direndam dengan diterjen laboratorium sedikitnya 2 jam dan jika
mungkin semalam. Kemudian baru dicuci dengan air yang mengalir
dan setelah bersih alat-alat tersebut dikeringkan dalam oven/lemari
pemanas.
d. Antigen yang digunakan ialah yang telah disahkan Ditjennak
(Direktorat Jenderal Peternakan).
e. Serum dan antigen sebelum digunakan untuk pengujian harus
disesuaikan dengan suhu kamar.
Prosedur Uji 1. Teteskan 0,025 ml serum yang diuji secara berturut-turut ke dalam
lubang-lubang cawan dengan menggunakan micropipettor yang
menggunakan ujung pipet plastik ("disposable tip")
2. Kemudian teteskan 0,025 ml antigen ke dalam lubang yang telah berisi
serum.
3. Dengan kedua belah tangan pegang cawan itu erat-erat, kemudian
gerakkan secara berputar 6 kali ke kanan dan ke kiri.
4. Kemudian cawan digoyang di atas "ratory agglutinator" selama 4
menit.
5. Gunakan kontrol serum positif dan negatif pada setiap penguji.
6. Baca hasil reaksinya di atas sumber cahaya putih dengan
memperlihatkan kriteria-kriteria sebagai berikut:
• Negatif (-) : terlihat penggumpalan yang halus dan
batas pinggir dan campuran
antigen dan serum setiap homogen.
• + (+1) : terlihat penggumpalan yang halus dan batas
pinggir terjadi seperti garus
putus-putus.
• ++ (+2) : terlihat jelas penggumpalan yang halus dengan
garis tepi yang lebar.
• +++ (+3) : terlihat penggumpalan yang kasar/besar dan cairan
menjadi jernih.
61
62
2. Complement Fixation Test (CFT) Prosedur Uji
1. Setiap lubang cawan mikro yang berdasar U ( U bottom) pada baris
A masing-masing diisi serum sebanyak 0,05 ml (termasuk serum
kontrol negatif dan positif), kemudiandiinaktivasi pada suhu 58o C
selama 30 menit di dalam penangas air.
2. Setiap lubang cawan kecuali baris A diisi diluen barbital buffered
saline (BBS) sebanyak 0,025 ml.
3. Serum diencerkan dalam BBS dengan cara memindahkan 0,025 ml
serum dari lubang baris A ke lubang di baris B, begitu seterusnya
sampai baris H, sehingga diperoleh enceran serum 1/2, 1/4, 1/8,
1/16 dan sterusnya.
4. Setiap lubang cawan mikro mulai baris C sampai dengan H masing-
masing diisi antigen sebanyak 0,025 ml.
5. Mulai baris B sampai H masing-masing lubang ditambah 0,025 ml
komplemen
6. Semua lubang cawan pada baris B ditambah diluen 0,025 ml dan
digunakan sebagai kontrol terhadap adanya aktivitas
antikomplemeter.
7. Cawan-cawan ini kemudian diinkubasi pada temperatur 37o C
selama 30 menit
8. Setelah masa inkubasi berakhir, setiap lubang cawan mulai dari
baris B sampai dengan H masing-masing ditambah 0,025 ml
eritrosit yang telah disensitifkan dengan hemolisin. Selanjutnya
cawan-cawan ini diinkubasikan lagi pada temperatur 37o C
selama 30 menit sambil dikocok dengan alat pengocok (shaker).
9. Cawan-cawan mikro diputar pada kecepatan 2000 rpm selama 5
menit atau didiamkan pada suhu 4o C semalam, lalu hasil
reaksinya dibaca dengan kriteria sebagai berikut:
• Negatif (-) : Terjadi hemolisis sempurna, cairan dalam
lubang, cawan
berwarna merah, tidak ada endapan eritrosit
di dasar cawan.
• + (+1) : Terjadi hemolisis hampir sempurna, cairan
dalam lubang
63
cawan berwarna merah, ada sedikit endapan
eritrosit di dasar cawan.
• ++ (+2) : Sebagian besar hemolisis, cairan berwarna
merah
endapan eritrosit agak melebar dengan tepi
tidak rata.
• +++ (+3) : Sebagian besar eritrosit tidak lisis, warna
cairan agak
merah, endapan eritrosit terlihat jelas.
• ++++(+4) : Tidak terjadi hemolisis, cairan dalam cawan
bening,
endapan eritrosit terlihat nyata dengan batas
pinggir rata.
64
Interpretasi hasil
• Hasil reaksi ditentukan berdasarkan terjadinya 50%
hemolisis pada pengenceran serum tertinggi. Serum
dengan titer CFT 1:4 (1/4) atau lebih dikatagorikan positif.
3. Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA) Teknik ELISA dikerjakan mengikuti Placket et al. (1986) yang dimodifikasi oleh
Sudibyo dan Patten (1989) dengan cara sebagai berikut: Mikroplate Elisa (Nunc, Maxisorp) 96 lubang dengan dasar berbentuk
U diisi 50 µl antigen lipopolysaccharide (LPS) yang dibuat dari kuman
Brucella abortus yang dilarutkan dalam coating buffer, kemudian
diinkubasi 4o C semalam. Larutan antigen dibuang dan mikroplat
dicuci 4 kali dengan phosphate buffered saline yang mengandung
0,05% Tween-20 (PBST). Sampel serum dengan enceran 1:200
(dilarutkan dalam PBST) sebanyak 50 µl masing-masing diisikan ke
dalam 2 lubang cawan (duplo). Setiap cawan memakai serum kontrol
negatif dan positif. Mikroplat diinkubasi pada temperatur kamar
selama 1 jam, kemudian dicuci 4 kali dengan PBST. Kemudian setiap
lubang cawan diisi 50 µl conjugate (sheep antibovine IgG horse radish
peroxidase) dengan enceran optimum di dalam PBST Casein 0,2%,
diinkubasi pada temperatur kamar selama 1 jam. Selanjutnya mikroplat
dicuci 4 kali dengan PBST. Setiap lubang mikroplat tadi diisi dengan
100 µl substrat 1 mM 2,2-azino 3 ethyl-benzithiazoline sulphonate acid
(ABTS) dengan 2,5 mM H2O2 dalam 0,1 M citrate / phosphate buffer
pH 4,2 kemudian mikroplat diinkubasi pada temperatur kamar selama
1 jam sambil dikocok secara perlahan-lahan. Kemudian hasil reaksinya
dibaca dengan mesin pembaca ELISA (Multiskan EX) pada filter 405
atau 414 nm. Intepretasi hasil reaksi ditentukan dengan
65
membandingkannya dengan serum kontrol positif (New South Wales,
NSW) pada enceran 1:32000 yang ditetapkan sama dengan 64 ELISA
Unit. Serum dengan titer ELISA 64 unit atau lebih dikatagorikan positif
66
d. Uji Lain (screening test) Milk Ring Test (MRT) atau Uji Cincin Susu
Sampel susu dan penyiapannya a. Sampel susu dapat berupa "bulk sample" ataupun berasal tiap individu
b. Sebelum dilakukan pengujian susu disimpan dahulu pada suhu 4° C
selama 16- 20 jam.
c. Sampel susu dengan pengawet (formalin 10%) yang diterima setalah
48 jam dapat langsung dikerjakan
d. Sebelum dikerjakan susu dan antigen disesuaikan dahulu dengan
suhu kamar dan dikocok.
Cara Uji Cincin Susu
1. Isikan 1 ml susu ke dalam tabung reaksi
2. Tambahkan 0,03 ml antigen MRT ke dalam susu itu dan dikocok
sampai bercampur.
3. Inkubasi pada suhu 37o C selama 1 jam, kemudian dibaca reaksinya
dengan kriteria sebagai berikut:
a. Negatif (-) : Lapisan krim di bagian atas berwarna
putih dan
bagian susu di bawahnya berwarna biru
semua
b. +(+1) : Lapisan krim berwarna sama dengan
bagian susu di
bawahnya
c. ++(+2) : Warna biru pada cairan krim lebih tua
dibandingkan
dengan warna susu di bawahnya
d. +++(+3) : Cincin krim jelas berwarna biru dengan
sedikit warna
biru yang ada pada bagian susu di
bawahnya
e. ++++(+4) : Cincin krim jelas berwarna biru dan
bagian susu di
bawahnya berwarna putih.
Intepretasi Hasil
67
Sampel susu yang bereaksi + dikatogorikan negatif
Sampel susu yang bereaksi ++, +++, ++++ dikatagorikan sebagai
tersangka yang menunjukkan kelompok sapi itu tersangka tertular.
5. SALMONELLOSIS a. Pendahuluan
Salmonellosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman
Salmonella, yaitu bakteri berbentuk batang langsing tidak membentuk spora,
tidak berkapsul, bersifat motil kecuali S. pullorum dan S. gallinarum dan
bersifat gram negatif. Kuman penyebab penyakit dapat menimbulkan berbagai macam
manifestasi penyakit pada hewan dan demam enterik serta gastro enteritis
pada manusia.
Di alam, kuman Salmonella tidak tahan hidup lama, terutama bila keadaan
sekitarnya kering. Pada suhu kamar tahan hidup 148 hari. Kuman
Salmonella dalam suspensi yang diletakkan di bawah sinar matahari akan
mati setelah bebeapa jam, sedang di kamar gelap tahan 20 hari. Kuman ini
mati dalam 10 – 20 menit dalam KMnO4 1% dan matidalam 3 menit dalam
1:20.000 HgCl2.
b. Prosedur Pengujian
Pemeriksaan Salmonellosis dilakukan dengan uji serologi dan dapat
dilanjutkan dengan kultur. Kultur mempunyai tahap pra pengkayaan,
pengkayaan pada media agar, uj biokimia, pewarnaan dan uji serologi.
Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, tabung
reaksi, pipet ukuran 1 ml, 2 ml, 5 ml, 10 ml; botol media, gunting,
pinset, jarum inokulasi (ose), stomacher, pembakar Bunsen, pH meter,
timbangan, magnetic stirrer, pengocok tabung (vortex), inkubator,
penangas air, autoklaf, lemari sucihama (clean bench), lemari pendingin
(refrigerator), freezer.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lactose broth (LB,
Oxoid, England); selenite cystine broth (SCB, Oxoid, England); tetrathionate
broth (TTB, Oxoid, England); rappaport vassiliadis (RV, Oxoid, England);
xylose lysine deoxycholate agar (XLDA, Oxoid, England); hektoen enteric
agar (HEA, Oxoid, England); bismuth sulfite agar (BSA, Oxoid, England),
triple sugar iron agar (TSIA, Oxoid, England); lysine iron agar (LIA, Oxoid,
68
England); brain heart infusion broth (BHIB, Oxoid, England); lysine
decarboxylase broth (LDB, Oxoid, England); kalium cyanida broth (KCNB,
Oxoid, England); methyl red-voges-proskauer (MR-VP,Oxoid, England);
tryticase soy tryptose broth (TSTB, Oxoid, England); sulphide indol motility
(SIM, Oxoid, England); reagen kovac (Oxoid, England); urea broth (Oxoid,
England); malonate broth (Oxoid, England); phenol red (Oxoid, England );
phenol red sucrose broth (Oxoid, England); dulcitol broth (Oxoid, England);
phenol red lactose broth (Oxoid, England); simmon’s citrate agar (SCA,
Oxoid, England); kristal keratin; larutan bromcresol purple dye 0,2%; larutan
physiological saline 0,85%; PBS pH 7,4, larutan formalinized physiological
saline; Salmonella polyvalent somatic (O) antiserum A-S (Oxoid, England);
Salmonella polyvalent flagellar (H) antiserum fase 1 dan 2 (Oxoid, England);
Salmonella somatic grup (O) monovalent antisera : Vi (Oxoid, England,
Isolat murni S. Enteritidis.
Metode Pengujian
Ada dua macam metode pengujian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu uji
kualitatif sesuai dengan Metode SNI yang diacu dari Isolation and Enumeration
dalam Bacteriological Analytical Manual, Food and Drug Administration. AOAC
International (BAM 2001); dan yang kedua adalah Salmonella latex test.
A. Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI
Metode pengujian yang digunakan adalah uji kualitatif diambil dari Metode
Standar Nasional Indonesia yang mengacu pada Bacteriological Analytical
Manual, Food and Drug Administration, AOAC International (BAM 2001). Setiap
proses pengujian selalu disertai dengan kontrol positif dan negatif.
a. Pra-pengayaan
Kotak pengangkutan DOC dengan luas 10 x 10 cm2 di-swab menggunakan
swab sucihama yang sebelumnya telah dibasahi dengan PBS pH 7,4. Swab-
swab tersebut dipindahkan ke dalam Erlenmeyer atau wadah sucihama yang
berisi lactose broth. Kemudian diinkubasikan pada suhu 35 0C selama 24 jam ±
2 jam.
b. Pengayaan
Biakan pra-pengayaan diaduk secara perlahan kemudian diambil,
dipindahkan masing-masing 1 ml ke dalam 10 ml media TTB, dan 0,1 ml ke
69
dalam 10 ml media RV. Untuk contoh dengan dugaan cemaran Salmonella spp.
tinggi (high microbial load), maka media RV diinkubasikan pada suhu 42 0C ± 0,2 0C selama 24 jam ± 2 jam, sedangkan untuk media TTB diinkubasi pada suhu
43 0C ± 0,2 0C selama 24 jam ± 2 jam. Untuk contoh dengan dugaan cemaran
Salmonella spp. rendah (low microbial load), maka media RV diinkubasikan pada
suhu 42 0C ± 0,2 0C selama 24 jam ± 2 jam, sedangkan untuk media TTB
diinkubasi pada suhu 35 0C ± 2 0C selama 24 jam ± 2 jam.
c. Isolasi dan Identifikasi
Sebanyak dua atau lebih biakan bakteri diambil dengan jarum öse dari
masing-masing media pengayaan yang telah diinkubasikan, dan diinokulasikan
pada media HE, XLD dan BSA. Selanjutnya media-media tersebut diinkubasi
pada suhu 35 0C selama 24 jam ± 2 jam. Bila masa inkubasi telah tercapai dan
koloni yang tumbuh di Media BSA belum jelas, maka inkubasi dilanjutkan lagi
selama 24 jam ± 2 jam. Pengamatan dilakukan terhadap koloni Salmonella pada
media HE, yakni koloni yang terlihat berwarna hijau kebiruan dengan atau tanpa
titik hitam (H2S). Pada media XLD pengamatan diarahkan kepada koloni yang
terlihat merah muda dengan atau tanpa titik mengkilat atau terlihat hampir
seluruh koloni hitam. Pada media BSA pengamatan diarahkan kepada koloni
yang terlihat keabu-abuan atau kehitaman, kadang metalik, media di sekitar
koloni berwarna coklat dan semakin lama waktu inkubasi akan berubah menjadi
hitam.
Tahap selanjutnya adalah mengambil koloni yang diduga Salmonella dari
ketiga media tersebut dan diinokulasikan ke media TSIA dan LIA. Inokulasi
dilakukan dengan cara menusukkan jarum inokulasi ke dasar media agar dan
selanjutnya digores pada bagian miring agar. Kedua media diinkubasi pada suhu
35 0C selama 24 jam ± 2 jam. Setelah masa inkubasi tercapai, dilakukan
pengamatan terhadap koloni yang mengarah kepada koloni Salmonella dengan
menggunakan hasil reaksi seperti yang tercantum pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil uji Samonella spp. pada TSIA dan LIA
Media
Bagian Miring Agar (Slant)
Bagian Dasar Agar (Buttom)
H2S
Gas
TSIA Alkalin / K (merah)
Asam / A (kuning)
Positif (hitam)
Negatif/ positif
LIA Alkalin / K (ungu)
Alkalin / K (ungu)
Positif (hitam)
Negatif/ positif
70
d. Uji Biokimiawi - Uji Urease
Koloni yang positif Salmonella dari TSIA diinokulasikan dengan öse ke urea
broth. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 35 0C selama 24 jam ± 2 jam. Hasil uji
positif ditandai dengan perubahan warna kuning menjadi merah. Hasil uji negatif
ditandai dengan tidak adanya perubahan warna. Hasil uji khas Salmonella adalah
negatif uji urease.
- Uji Indole
Koloni dari media TSIA yang menunjukkan reaksi positif Salmonella,
diinokulasikan pada SIM dan diinkubasi pada suhu 35 0C selama 24 ± 2
jam. Sebanyak 0,2-0,3 ml Reagen Kovacs ditambahkan ke atas permukaan
media setelah masa inkubasi tercapai. Hasil uji positif ditandai dengan
adanya cincin merah di permukaan media. Hasil uji negatif ditandai dengan
terbentuknya cincin kuning. Hasil uji khas Salmonella adalah negatif uji
Indole.
- Uji Voges-Proskauer (VP) Biakan dari media TSIA yang menunjukkan reaksi positif Salmonella,
diambil dengan öse lalu diinokulasi ke tabung yang berisi 10 ml media MR-
VP dan diinkubasi pada suhu 35 0C selama 48 ± 2 jam. Sebanyak lima
mililiter MR-VP dipindahkan ke tabung reaksi dan larutan α-naphthol
sebanyak 0,6 ml dan 0,2 ml KOH 40% ditambahkan ke dalamnya setelah
masa inkubasi tercapai. Tabung digoyang sampai tercampur merata dan
didiamkan. Untuk mempercepat reaksi ditambahkan kristal kreatin. Hasil
dibaca setelah empat jam. Hasil uji positif apabila warna larutan berubah
menjadi berwarna merah jambu sampai merah delima. Umumnya
Salmonella memberikan hasil negatif untuk uji VP (tidak terjadi perubahan
warna pada media).
- Uji Merah Metil (Methyl Red, MR)
Sebanyak 5 ml media MR-VP, yaitu setengah bagian dari pengujian
VP digunakan untuk uji MR. Sebanyak 5-6 tetes indikator merah metil
ditambahkan ke dalam larutan setelah masa inkubasi tercapai. Hasil uji
positif ditandai dengan adanya difusi warna merah kedalam media. Hasil uji
71
negatif ditandai dengan terjadinya warna kuning pada media. Umumnya
Salmonella memberikan hasil positif untuk uji MR.
- Uji Sitrat
Koloni dari TSIA yang menunjukkan reaksi positif Salmonella,
diinokulasikan ke dalam SCA dengan öse. Kemudian diinkubasi pada suhu
35 0C selama 96 jam ± 2 jam. Hasil uji positif ditandai adanya pertumbuhan
koloni yang diikuti perubahan warna dari hijau menjadi biru. Hasil uji negatif
ditandai dengan tidak adanya pertumbuhan koloni atau tumbuh sangat
sedikit dan tidak terjadi perubahan warna. Umumnya Salmonella
memberikan hasil positif pada uji sitrat.
- Uji Lysine Decarboxylase Broth (LDB)
Sebanyak satu öse koloni dari TSIA yang menunjukkan reaksi positif
Salmonella, diambil dan diinokulasikan k edalam LDB. Kemudian diinkubasi
pada suhu 35 0C selama 48 ± 2 jam dan diamati setiap 24 jam. Salmonella
memberikan reaksi positif yang ditandai dengan terbentuknya warna ungu
pada seluruh media dan hasil reaksi negatif memberikan warna kuning. Jika
hasil reaksi meragukan (bukan ungu atau bukan kuning), maka ke dalam
media ditambahkan beberapa tetes 0,2 % bromcresol purple dye dan
diamati perubahan warnanya.
- Uji Potasium Sianida (KCN)
Sebanyak satu öse biakan dari TSIA yang menunjukkan reaksi positif
Salmonella, diinokulasikan ke media TB dan diinkubasi pada suhu 35 0C
selama 24 ± 2 jam. Sebanyak satu öse koloni dari TB diambil dan
diinokulasikan ke dalam KCNB. Inkubasi pada suhu 35 0C selama 48 ± 2
jam. Hasil uji positif ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan koloni yang
ditandai dengan terjadinya kekeruhan. Hasil uji negatif ditunjukkan dengan
tidak adanya pertumbuhan pada media. Umumnya Salmonella memberikan
hasil negatif untuk uji KCN.
- Uji Gula-Gula
a) Phenol Red Dulcitol Broth atau Purple Broth Base dengan 0,5% Dulcitol
Koloni dari TSIA yang menunjukkan reaksi positif Salmonella,
diambil dan inokulasikan pada médium dulcitol broth. Kemudian
72
diinkubasi pada suhu 35 0C dan diamati setiap 24 jam selama 48 jam ±
2 jam. Reaksi positif oleh Salmonella ditandai dengan pembentukan gas
dalam tabung Durham dan warna kuning (pH asam) pada media. Reaksi
negatif oleh Salmonella ditandai dengan tidak terbentuknya gas pada
tabung Durham dan pada media terbentuk warna merah (pH basa)
untuk indikator phenol red atau ungu untuk indikator bromcresol purple.
b) Uji Malonate Broth Sebanyak satu öse dari TB dipindahkan ke dalam malonate broth.
Kemudian diinkubasi pada suhu 35 0C dan diamati setiap 24 jam selama
48 jam ± 2 jam. Hasil uji positif ditunjukkan dengan adanya perubahan
warna menjadi biru. Reaksi negatif Salmonella yang ditandai dengan
adanya warna hijau atau tidak ada perubahan warna.
c) Uji Phenol Red Lactose Broth Koloni dari TSIA yang menunjukkan reaksi positif Salmonella,
diinokulasikan ke dalam phenol red lactose broth. Kemudian diinkubasi
pada suhu 35 0C dan diamati setiap 24 jam selama 48 jam ± 2 jam. Hasil
reaksi positif ditandai dengan dihasilkannya asam (warna kuning)
dengan atau tanpa gas. Hasil reaksi negatif Salmonella ditandai dengan
tidak ada perubahan warna dan pembentukan gas.
d) Uji Phenol Red Sucrose Broth Koloni dari TSIA yang menunjukkan reaksi positif Salmonella,
diinokulasikan ke dalam phenol red sucrose broth. Kemudian diinkubasi
pada suhu 35 0C selama 48 jam ± 2 jam dan diamati setiap 24 jam.
Hasil uji positif ditandai dengan adanya asam yang disertai perubahan
warna (kuning) dan dengan atau tanpa pembentukan gas. Hasil uji
negatif Salmonella ditandai dengan tidak ada perubahan warna dan
pembentukan gas.
B. Uji Serologik
- Uji Polyvalent Somatik (O)
Sebanyak satu öse koloni dari TSIA atau LIA yang menunjukkan
reaksi positif Salmonella, diletakkan pada gelas obyek dan ditetesi satu
tetes larutan garam fisiologis (NaCl 0,85%) sucihama dan diratakan
dengan biakan Salmonella spp.. Sebanyak satu tetes antiserum
73
Salmonella polyvalent somatic (O) diberikan di samping suspensi koloni.
Suspensi koloni dicampur ke antiserum sampai tercampur sempurna.
Gelas objek dimiringkan ke kiri dan ke kanan dengan latar belakang gelap
sambil diamati adanya reaksi aglutinasi. Kontrol negatif dibuat dengan
mencampur hanya larutan garam fisiologis dan antiserum.
74
- Uji Polyvalent Flagelar (H)
Koloni dari TSIA yang memberikan hasil uji urease negatif
diinokulasikan ke dalam BHIB dan diinkubasi pada suhu 35 0C selama 4-6
jam atau ke dalam TSTB dan inkubasi pada suhu 35 0C selama 24 ± 2
jam. Sebanyak 2,5 ml larutan garam fisiologis berformalin (formalinized
physiological saline) ditambahkan ke dalam lima mililiter dari salah satu
biakan di atas. Sebanyak 0,5 ml larutan antisera Salmonella Polyvalent
flagellar (H) diambil dengan menggunakan pipet dan dimasukkan ke
dalam tabung serologik ukuran 10 x 75 mm. Kemudian ditambahkan 0,5
ml antigen yang akan di uji. Larutan garam fisiologis kontrol disiapkan
dengan mencampurkan 0,5 ml larutan garam fisiologis berformalin dengan
0,5 ml antigen berformalin (formalinized antigen). Kemudian diinkubasi
kedua campuran tersebut dalam penangas air pada suhu 48-50 0C.
Pengamatan dilakukan terhadap ada-tidaknya penggumpalan setiap 15
menit selama satu jam. Hasil uji yang positif ditandai dengan adanya
penggumpalan, sedangkan pada kontrol tidak terjadi penggumpalan.
Interpretasi Hasil Salmonella spp. Interpretasi hasil uji biokimiawi Salmonella spp. terpapar pada Tabel berikut:
Reaksi biokimiawi Salmonella
No Uji substrat Hasil reaksi
Positif Negatif Salmonella
1 Glucose (TSI) Bagian dasar agar kuning
Bagian dasar agar merah +
2 Lysine decarboxylase (LIA)
Bagian dasar agar ungu
Bagian dasar agar kuning +
3 H2S (TSI dan LIA) Hitam Tidak hitam +
4 Lysine decarboxylase broth
Warna ungu Warna kuning +
5 Phenol red dulcitol broth
Warna kuning dan atau dengan gas
Tanpa berubah warna dan tanpa terbentuk gas
+a)
6 KCN broth Ada pertumbuhan Tidak ada pertumbuhan -
7 Malonat broth Warna biru Tidak berubah warna -b
8 Uji Urease Warna merah Tidak berubah warna +
75
9 Uji Indole Permukaan warna merah
Permukaan warna kuning -
10 Uji polyvalent flagelar Aglutinasi Tidak aglutinasi + 11 Uji polyvalent somatik Aglutinasi Tidak aglutinasi + 12 Phenol red lactose
broth Warna kuning dengan/tanpa gas
Tidak terbentuk gas dan tidak berubah warna
-b)
13 Phenol red sucrose broth
Warna kuning dengan/tanpa gas
Tidak terbentuk gas dan tidak berubah warna
-
14 Uji voges-proskauer pink sampai merah Tidak berubah warna -
15 Uji methyl red Merah menyebar Warna kuning menyebar +
16 Simmon’s sitrat Pertumbuhan warna biru
Tidak ada per-tumbuhan dan tidak ada perubahan
-
Keterangan : a) Mayoritas dari pembiakan S.arizonae adalah negatif b) Mayoritas dari pembiakan S.arizonae adalah positif
Sumber : BAM (2001)
Pengujian Salmonella spp. dengan Salmonella Latex Test
Contoh dibiakkan melalui teknik pra-pengayaan dan pengayaan sebelum diuji
menggunakan Salmonella latex test kit. Reagen latex dibawa ke suhu ruangan yaitu
berkisar ± 27 0C. Sebanyak satu tetes larutan NaCl fisiologis 0,85% yang terdapat pada
kit, dimasukkan ke dalam satu lingkaran tes dalam kartu reaksi. Hal yang sama juga
dilakukan untuk kontrol positif dan negatif. Isolat Salmonella spp. dari media Blood Agar
diambil dan dilarutkan dalam larutan NaCl fisiologis 0,85% di kartu reaksi. Kemudian
reagen latex diteteskan disamping suspensi tersebut. Kedua larutan dicampurkan dan
kartu uji digoyang-goyang dengan gerakan melingkar selama dua menit. Dilakukan
pengamatan ada-tidaknya reaksi aglutinasi
Reaksi dinyatakan positif jika terjadi aglutinasi dalam waktu dua menit dan
tidak terjadi aglutinasi dalam waktu dua menit pada kontrol latex.