isi meningitis bakterial

70
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan terjadinya gejala perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai peningkatan jumlah leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS). Berdasarkan durasi dari gejalanya, meningitis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Meningitis akut memberikan manifestasi klinis dalam rentang jam hingga beberapa hari, sedangkan meningitis kronik memiliki onset dan durasi berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Pada banyak kasus, gejala klinik meningitis saling tumpang tindih karena etiologinya sangat bervariasi. B. TUJUAN Adapun tujuan pembuatan makalah ini terbagi atas dua, yakni tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memahami setiap materi yang di berikan dosen-dosen, sehingga dapat berguna kelak dalam memahami materi- materi berikutnya, yang berupa pemahaman akan Syndrome Metabolik. Sedangkan tujuan khusus nya

Upload: berliana-kurniawati-nur-huda

Post on 22-Jan-2016

27 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

meningitis bakteri

TRANSCRIPT

Page 1: Isi Meningitis Bakterial

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan

terjadinya gejala perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk,

fotofobia disertai peningkatan jumlah leukosit pada liquor cerebrospinal

(LCS). Berdasarkan durasi dari gejalanya, meningitis dapat dibagi menjadi

akut dan kronik. Meningitis akut memberikan manifestasi klinis dalam rentang

jam hingga beberapa hari, sedangkan meningitis kronik memiliki onset dan

durasi berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Pada banyak kasus, gejala

klinik meningitis saling tumpang tindih karena etiologinya sangat bervariasi.

B. TUJUAN

Adapun tujuan pembuatan makalah ini terbagi atas dua, yakni tujuan

umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah

untuk memahami setiap materi yang di berikan dosen-dosen, sehingga dapat

berguna kelak dalam memahami materi-materi berikutnya, yang berupa

pemahaman akan Syndrome Metabolik. Sedangkan tujuan khusus nya adalah

sebagai pemenuhan tugas PBL yang diberikan oleh tutor.

Page 2: Isi Meningitis Bakterial

2

BAB II

ISI

A. PEMERIKSAAN

Dalam rangka menegakkan diagnosis, berbagai pemeriksaan perlu

dilakukan. Pada anak pemeriksaan sistem saraf pusat (SSP) terutama ditujukan

terhadap fungsinya. Karena itu erat sekali hubungannya dengan pemeriksaan

mental, tumbuh kembang fisik, dan tingkah laku nya. Pemeriksaan tidak boleh

dibatasi menurut aturan-aturan tertentu, dan sepanjang wawancara pemeriksa

secara tidak langsung harus tetap memperhatikannya, melihat bagaimana

reaksinya terhadap orang tuanya, orang asing dan lingkungan disekitarnya.

Akan tetapi sementara pemeriksa harus tampak tegas dan berusaha

memperoleh petunjuk-petunjuk penting pada setiap saat ada kesempatan,

dalam pikirannya sudah harus terpatri pemeriksaan apa saja yang harus

dikerjakan, disesuaikan dengan usia anak, sepanjang dapat dilakukan.1

a. ANAMNESIS

Seorang dokter harus melakukan wawancara yang seksama

terhadap pasiennya atau keluarga dekatnya mengenai masalah yang

menyebabkan pasien mendatangi pusat pelayanan kesehatan. Wawancara

yang baik sering kali sudah dapat mengarahkan masalah pasien ke

diagnosis penyakit tertentu.

Perpaduan keahlian mewawancarai dan pengetahuan yang

mendalam tentang gejala (symptom) dan tanda (sign) dari suatu penyakit

akan memberikan hasil yang memuaskan dalam menentukan diagnosis

kemungkinan sehingga dapat membantu menentukan langkah pemeriksaan

selanjutnya, termasuk pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.2

Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama,

riwayat penyakit dahulu, riwayat obstetric dan ginekologi (khusus wanita),

riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan system dan

Page 3: Isi Meningitis Bakterial

3

anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan,

obat-obatan, lingkungan). Pada pasien usia lanjut perlu pula dievaluasi

status fungsionalnya. Pasien dengan sakit menahun, perlu dicatat pasang

surut kesehatannya, termasuk obat-obatannya dan aktivitas sehari-harinya.2

Seni membuat anamnesis yang baik termasuk membiarkan pasien

menceritakan kisahnya, dan pada waktu yang sama mengajukan

pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada gejala-gejala klinis yang dapat

memberikan informasi yang berhubugan dengan usaha menegakkan

diagnosis dan menetapkan terapi. Sering secara tidak sadar pasien

memberitahukan informasi klinis yang amat diperlukan dengan ungkapan

sepele yang mungkin tidak akan diperoleh jika pengambilan anamnesis ini

berupa pertanyaan-pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya, atau

lebih parah lagi, berupa kuesioner yang harus diisi pasien. Kesabaran

mendapatkan anamnesis yang jelas dari kata-kata pasien sendiri dan dalam

waktu yang cukup bebas, merupakan bagian penting dalam latihan klinis.

Dengan semakin meningkatnya keterampilan seorang klinisi, proses diatas

dapat dicapai dalam waktu yang relative pendek. Berdasarkan

pengalaman, informasi yang berguna juga dapat diperoleh dari sumber

lain, seperti sikap pasien, tingakah laku, emosi, dan pakaian.3

Anamesis diperoleh dengan menitik beratkan kepada masalah yang

terlihat oleh orangtua anak, dilanjutkan dengan :1

Riwayat obsetri, terutama rincian mengenai riwayat kehamilan,

persalinan. Berat lahir dan masa gestasi seringkali juga berguna untuk

ditanyakan, demikian pula keadaan pasca kelahiran, terutama apakah

ada sianosis atau kejang, aktivitasnya, dan daya isapnya.

Untuk anak kecil, harus ditanyakan bagaimana tumbuh kembangnya

dan dilakukan pemeriksaan singkat terhadap hal tersebut. Jika terdapat

kelainan, pemeriksaan harus dilakukan lebih lengkap. Utnuk anak yang

berusia lebih tua, harus pula ditanyakan prestasi sekolahnya. Kadang-

kadang diperlukan ujian khusus untuk status intelegensianya.

Page 4: Isi Meningitis Bakterial

4

Pertanyaan juga harus diajukan untuk hal yang menyangkut trauma

atau terjatuh, riwayat kejang dan riwayat kejang dalam keluarga,

riwayat meningitis, ensefalitits, atau riwayat pemberian obat-obatan

yang mungkin berpengaruh terhadap SSP.

Riwayat keluarga, anggota keluarga lainnya, perilaku belakangan ini,

dan kemampuan motoriknya juga patut ditanyakan. Riwayat

pemberian makanan juga penting

Contoh pertanyaan yang dapat ditanyakan pada orang yang

mengetahui kondisi si anak (allo-anamnesis) yakni apakah ada :

Trauma kepala

Gangguan konvulsif (kejang), epilepsy

Perubahan mengenai suasana hati (mood), tingkah laku, pikiran,

depresi

Penggunaan obat

Alergi, gigitan serangga, syok anafilaktik

Penyakit terdahulu yang berat serta perawatan dirumah sakit

sebelumnya

b. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk

memperkuat temuan-temuan dalam anamnesis. Terdiri atas inspeksi,

palpasi, perkusi, dan auskultasi. Sikap sopan santun dan rasa hormat

terhadap tubuh dan pribadi pasien yang sedang dipriksa harus diperhatikan

dengan baik oleh pemeriksa.4

Pemeriksaan fisis harus selalu dimulai dengan penilaian keadaan

umum pasien. Dengan penilaian keadaan umum ini dapat diperoleh kesan

apakah pasien dalam keadaan distress akut yang memerlukan pertolongan

segera, atau pasien dalam keadaan yang relative stabil sehingga

pertolongan dapat diberikan setelah dilakukan pemeriksaan fisik yang

lebih lengkap.5

Pemeriksaan harus mencakup :6,7

Page 5: Isi Meningitis Bakterial

5

1. Gejala vital. Periksan jalan nafas, kadaan respirasi dan sirkulasi.

Pastikan bahwa jalan nafas terbuka dan pasien dapat bernafas. Otak

membutuhkan pasokan oksigen yang kontinu, demikian glukosa.

Tanpa oksigen sel-sel otak akan mati dalam waktu 5 menit. Karena itu,

harus ada sirkulasi darah untuk menyampaikan oksigen dan glukosa ke

otak. Jadi waktu untuk memulihkan pernafasan dan sirkulasi darah

adalah singkat.

2. Kulit. Perhatikan tanda trauma, simata penyakit hati, bekas suntikan,

kulit basah karena keringat (misalnya pada hipoglikemi, syok), kulit

kering (misalnya pada koma diabetic), perdarahan misalnya demam

berdarah, DIC).

3. Kepala. Perhatikan tanda trauma, hematoma di kulit kepala,

hematoma disekitar mata, perdarahan di liang telingan dan hidung.

4. Thoraks, jantung, paru, abdomen, ekstremitas.

c. PEMERIKSAAN NEUROLOGI

Pada tiap penderita koma atau kesadaran menurun harus dilakukan

pemeriksaan neurologis.perhatikanlah sikap penderita waktu berbaring

apakah tenang dan santai yang menandakan bahwa penurunan kesadaran

tidak dalam. Adanya gerakan menguap dan menelan menandakan bahwa

turunnya kesadaran tidak dalam. Kelopak mata yang terbuka dan rahan

yang tergantung di dapatkan pada penurunan kesadaran yang dalam. Perlu

diketahui bahwa tidak ada batasan yang tegas antara tingkat kesadaran.

Secara umum data dikatakan bahwa semakin kuat rangsang yang

dibutuhkan untuk membangkitkan jawaban, semakin dalam penurunan

tingkat kesadaran.7

1. GCS (GLASGOW COMA SCALE)

GCS digunakan untuk memperhatikan tanggapan (respons)

penderita terhadap rangsang dan member nilai pada respons tersebut.

Tanggapan / respons penderita yang perlu diperhatikan adalah :7

Page 6: Isi Meningitis Bakterial

6

Page 7: Isi Meningitis Bakterial

7

2. CRANIAL NERVE 1-12

Saraf-saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan

tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang dinamakan

foramina, terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dengan

nama atau dengan angka romawi. Saraf-saraf tersebut adalah

olfaktorius (I), optikus (II), Okulomotorius (III), troklearis (IV),

trigeminus (V), abdusens (VI), fasialis (VII), vestibula koklearis

(VIII), glossofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), hipoglosus

(XII). Saraf kranial I, II, VII merupakan saraf sensorik murni, saraf

kranial III, IV, XI dan XII merupakan saraf motorik, tetapi juga

mengandung serabut proprioseptif dari otot-otot yang dipersarafinya.

Saraf kranial V, VII, X merupakan saraf campuran, saraf kranial III,

VII dan X juga mengandung beberapa serabut saraf dari cabang

parasimpatis sistem saraf otonom.

Page 8: Isi Meningitis Bakterial

8

1) Cranial Nerve I (Olfaktorius)8

Saraf ini tidak diperiksa secara rutin, tetapi harus

dikerjakan jika terdapat riwayat tentang hilangnya rasa pengecapan

dan penciuman, kalau penderita mengalami cedera kepala sedang

atau berat, dan atau dicurigai adanya penyakit-penyakit yang

mengenai bagian basal lobus frontalis.

Untuk menguji saraf olfaktorius digunakan bahan yang

tidak merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau rempah-

rempah. Letakkan salah satu bahan-bahan tersebut di depan salah

satu lubang hidung orang tersebut sementara lubang hidung yang

lain kita tutup dan pasien menutup matanya. Kemudian pasien

diminta untuk memberitahu saat mulai terhidunya bahan tersebut

dan kalau mungkin mengidentifikasikan bahan yang di hidu.

2) Cranial Nerve II (Optikus) 8

Pemeriksaan meliputi penglihatan sentral (Visual acuity),

penglihatan perifer (visual field), refleks pupil, pemeriksaan fundus

okuli serta tes warna.

i. Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)

Penglihatan sentral diperiksa dengan kartu snellen, jari

tangan, dan gerakan tangan.

Kartu Snellen

Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter

antara pasien dengan tabel, jika tidak terdapat ruangan

yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan

cermin. Ketajaman penglihatan normal bila baris yang

bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh setiap mata

(visus 6/6).

Page 9: Isi Meningitis Bakterial

9

Jari Tangan

Normal jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi

bisa melihat pada jarak 2 meter, maka perkiraan visusnya

adalah kurang lebih 2/60.

Gerakan Tangan

Normal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 2 meter

tetapi bisa melihat pada jarak 1 meter berarti visusnya

kurang lebih 1/310.

ii. Pemeriksaan Penglihatan Perifer

Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan

informasi tentang saraf optikus dan lintasan penglihatan

mulai dair mata hingga korteks oksipitalis. Penglihatan

perifer diperiksa dengan tes konfrontasi atau dengan

perimetri / kompimetri.

Konfrontasi

Jarak antara pemeriksa – pasien : 60 – 100 cm. Objek

yang digerakkan harus berada tepat di tengah-tengah

jarak tersebut. Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa /

ballpoint) di gerakan mulai dari lapang pandang kahardan

kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata lain

dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus

menatap lururs kedepan dan tidak boleh melirik kearah

objek tersebut. Syarat pemeriksaan lapang pandang

pemeriksa harus normal.

Perimetri / Kopimetri

Lebih teliti dari tes konfrontasi. Hasil pemeriksaan di

proyeksikan dalam bentuk gambar di sebuah kartu.

Page 10: Isi Meningitis Bakterial

10

iii. Refleks Pupil

Saraf aferen berasal dari saraf optikal sedangkan saraf

aferennya dari saraf occulomotorius. Ada dua macam refleks

pupil.

Respon Cahaya Langsung

Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping

(sehingga pasien tidak memfokus pada cahaya dan tidak

berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat

reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi kedua pupil dan

ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan

normal pupil yang disinari akan mengecil.

Respon Cahaya Konfensional

Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak

pupil lainnya mengecil dengan ukuran yang sama.

iv. Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi)

Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri

maka fokus dapat diarahkan kepada fundus, kekeruhan lensa

(katarak) dapat mengganggu pemeriksaan fundus. Bila retina

sudah terfokus carilah terlebih dahulu diskus optikus.

Caranya adalah dengan mengikuti perjalanan vena retinalis

yang besar ke arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari

diskus optikus.

v. Tes warna

Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus.

Page 11: Isi Meningitis Bakterial

11

3) Cranial Nerve III(Okulomotorius) 8

Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil

i. Ptosis

Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka

batas kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang

sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak

mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain,

atau bila pasien mendongakkan kepal ke belakang / ke atas

(untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata

secara kronik pula.

ii. Gerakan bola mata

Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau

ballpoint ke arah medial, atas, dan bawah, sekligus

ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat

ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola

mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus

(juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.

iii. Pupil

Pemeriksaan pupil meliputi :

Bentuk dan ukuran pupil

Perbandingan pupil kanan dan kiri

Perbedaan pupil sebesar 1mm masih dianggap normal

Refleks pupil

o Refleks cahaya langsung (bersama N. II)

o Refleks cahaya tidak alngsung (bersama N. II)

o Refleks pupil akomodatif atau konvergensi

Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat

hidungnya sendiri) kedua otot rektus medialis akan

berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ini disebut

Page 12: Isi Meningitis Bakterial

12

konvergensi. Bersamaan dengan gerakan bola mata

tersebut maka kedua pupil akan mengecil (otot siliaris

berkontraksi) (Tejuwono) atau pasien disuruh

memandang jauh dan disuruh memfokuskan matanya

pada suatu objek diletakkan pada jarak 15 cm

didepan mata pasien dalam keadaan normal terdapat

konstriksi pada kedua pupil yang disebut reflek

akomodasi.

4) Cranial Nerve IV(Troklearis) 8

Meliputi :

i. Gerak mata kelateral bawah

ii. Strabismus Konvergen

iii. Diplopia

5) Cranial Nerve V (Trigeminus) 8

i. Sensibilitas

Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula.

Pemeriksaan dilakukan pada ketiga cabang saraf tersebut

dengan membandingkan sisi yang satu dengan sisi yang lain.

Mula-mula tes dengan ujung yang tajam dari sebuah jarum

yang baru. Pasien menutup kedua matanya dan jarum

ditusukkan dengan lembut pada kulit, pasien ditanya apakah

terasa tajam atau tumpul. Hilangnya sensasi nyeri akan

menyebabkan tusukan terasa tumpul. Daerah yang

menunjukkan sensasi yang tumpul harus digambar dan

pemeriksaan harus di lakukan dari daerah yang terasa tumpul

menuju daerah yang terasa tajam. Juga dilakukan dari daerah

yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga

lakukan tes pada daerah di atas dahi menuju belakang

melewati puncak kepala. Jika cabang oftalmikus terkena

Page 13: Isi Meningitis Bakterial

13

sensasi akan timbul kembali bila mencapai dermatom C2.

Temperatur tidak diperiksa secara rutin kecuali mencurigai

siringobulbia, karena hilangnya sensasi temperatur terjadi

pada keadaan hilangnya sensasi nyeri, pasien tetap menutup

kedua matanya dan lakukan tes untuk raba halus dengan

kapas yang baru dengan cara yang sama. Pasien disuruh

mengatakan “ya” setiap kali dia merasakan sentuhan kapas

pada kulitnya.

ii. Motorik

Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi

otot-otot temporalis dan masseter. Kemudian pasien disuruh

mengatupkan giginya dan lakukan palpasi adanya kontraksi

masseter diatas mandibula. Kemudian pasien disuruh

membuka mulutnya (otot-otot pterigoideus) dan pertahankan

tetap terbuka sedangkan pemeriksa berusaha menutupnya.

Lesi unilateral dari cabang motorik menyebabkan rahang

berdeviasi kearah sisi yang lemah (yang terkena).

iii. Refleks

Jaw Refleks (Refleks Rahang)

Untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar) penderita

membuka mulut secukupnya (jangan terlalu lebar)

kemudian dagu diberi alas jari tangan pemeriksa diketuk

mendadak dengan palu refleks. Respon normal akan

negatif yaitu tidak ada penutupan mulut atau positif

lemah yaitu penutupan mulut ringan. Sebaliknya pada lesi

UMN akan terlihat penutupan mulut yang kuat dan cepat.

Refleks Kornea

Kornea mata disentuh dengan sepotong kapas yang ujung

nya dibuat runcing. Hal ini mengakibatkan

Page 14: Isi Meningitis Bakterial

14

dipejamkannya mata (m.Orbicularis okuli). Pada

pemeriksaan ini harus dijaga agar datang nya kapas ke

mata tidak diketahui oleh pasien, misalnya dengan

menyuruh nya melirik kearah yang berlawanan dengan

arah datang nya kapas. Pada gangguan nervus V sensorik,

reflex ini negative atau berkurang. Sensitifitas kornea

diurus oleh nervus V sensorik cabang oftalmik.

6) Cranial Nerve VI (Abdusens) 8

Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus

konvergen dan diplopia tanda-tanda tersebut maksimal bila

memandang ke sisi yang terkena dan bayangan yang timbul

letaknya horizonatal dan sejajar satu sama lain.

7) Cranial Nerve VII (Fasialis) 8

i. Tes kekuatan otot

Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.

Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri)

kemudioan pemeriksa mencoba membuka kedua mata

tersebut bandingkan kekuatan kanan dan kiri.

Memperlihatkan gigi (asimetri)

Mencucukan bibir dan menggembungkan pipi

ii. Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah

Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang

disentuhkan pada salah satu sisi lidah.

8) Cranial Nerve VIII (Vestibula Koklearis / Akustikus) 8

i. Pemeriksaan Pendengaran

Inspeksi meatus akustikus akternus dari pasien untuk mencari

adanya serumen atau obstruksi lainnya dan membrana

timpani untuk menentukan adanya inflamasi atau perforasi

Page 15: Isi Meningitis Bakterial

15

kemudian lakukan tes pendengaran dengan menggunakan

gesekan jari, detik arloji, dan audiogram. Audiogram

digunakan untuk membedakan tuli saraf dengan tuli konduksi

dipakai tes Schwabach, Rinne dan Weber.

Test Schwabach

Garpu tala di bunyikan kemudian ditempatkan dekat

telinga penderita. Setelah penderita tidak mendengarkan

bunyi lagi, garpu tala tersebut diletakkan didekat telinga

pemeriksa. Bila masih terdengar bunyi oleh pemeriksa,

maka dikatakan tes Schwabach lebih pendek (untuk

konduksi udara). Kemudian garpu tala dibunyikan lagi

dan pangkal nya di tekankan pada tulang mastoid

penderita. Suruh ia mendengarkan bunyinya. Bila sudah

tidak terdengar lagi, maka garpu tala ditempatkan

ditulang mastoid pemeriksa. Bila pemeriksa masih

mendengarnya, maka dikatakan bahwa Schwabach lebih

pendek (untuk konduksi tulang).

Test Rinne

Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan

pada prosesus mastoideus, dibelakang telinga, dan bila

bunyi tidak lagi terdengar letakkan garpu tala tersebut

sejajar dengan meatus akustikus oksterna. Dalam keadaan

norma anda masih terdengar pada meatus akustikus

eksternus. Pada tuli saraf anda masih terdengar pada

meatus akustikus eksternus. Keadaan ini disebut Rinne

negatif.

Test Weber

Garpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi

dalam keadaan normal bunyi akan terdengar pada bagian

tengah dahi pada tuli saraf bunyi dihantarkan ke telinga

Page 16: Isi Meningitis Bakterial

16

yang normal pada tuli konduktif bunyi tedengar lebih

keras pada telinga yang abnormal.

ii. Pemeriksaan Vestibuler

Pemeriksaan fungsi vestibuler meliputi :

Untuk Menilai Nistagmus

o Hallpike Manouver

Pada tes ini pasien disuruh duduk ditempat tidur

periksa. Kemudian ia direbahkan sampai kepalanya

tergantung di pinggir dengan sudut sekitar 30O di

bawah horizon. Selanjutnya kepala ditolehkan ke kiri,

kepala diluruskan kembali, lalu ditolehkan ke kanan.

Penderita disuruh agar tetap embuka matanya agar

pemeriksa dapat melihat sekitarnya munul nistagmus.

Perhatikan kapan nistagmus muncul, berapa lama

berlangsung serta jenisnya. Kemudian tanyakan pada

pasien apa yang ia rasakan.

o Elektronistagmografi

Pada pemeriksaan dengan alat ini diberikan stimulus

kalori keliang telinga dan lamanya serta cepatnya

nistagus timbul dapat dicatat pada kertas,

menggunakan teknik yang mirip dengan

elektrokardiografi.

Untuk menilai keseimbangan

o Stepping Test

Penderia disuruh berjalan ditempat dengan mata

tertutup sebanyak 50 langkah dengan kecepatan

seperti jalan biasa. Sebelumnya dikatakan kepada nya

bahwa ia harus berusaha agar tetap ditempat, dan

Page 17: Isi Meningitis Bakterial

17

tidak ebranjak dari tempanya selama tes ini. Hasil tes

dianggap abnormal bila kedudukan akhir penderita

berjarak lebih dari 1 meter dari tempat semulanya,

atau badan terputar lebih dari 30O.

o Past Pointing

Penderita disuruh merentangkan lengannya dan

telunjuknya menyentuh telunjuk pemeriksa.

Kemudian ia disuruh menutup mata mata,

mengangkat lengannya tinggi-tinggi sampai vertical)

dan kemudian kembali ke posisi semula. Pada

gangguan vestibular didapatkan salah tunjuk

(deviasi), demikian juga dengan gangguan cerebral.

9) Cranial Nerve IX (Glossofaringeus) & Cranial Nerve X (Vagus)

Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan

maka biasanya dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi

kesedak / keselek (kelumpuhan palatom), kesulitan menelan dan

disartria(khas bernoda hidung / bindeng). Pasien disuruh membuka

mulut dan inspeksi palatum dengan senter perhatikan apakah

terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut “ah”

jika uvula terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya

kelumpuhan nervus X unilateral perhatikan bahwa uvula tertarik

kearah sisi yang sehat.

Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX

adalah komponen sensorik dan nervus X adalah komponen

motorik). Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi dengan

spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia

merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan.

Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara

refleks. Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini

Page 18: Isi Meningitis Bakterial

18

menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian pasien disuruh

berbicara agar dapat menilai adanya suara serak (lesi nervus

laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes juga

rasa kecap secara rutin pada sepertinya posterior lidah (N. IX).

10) Cranial Nerve XI (Asesorius) 8

Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien

mengangkat bahunya dan kemudian rabalah massa otot trapezius

dan usahakan untuk menekan bahunya ke bawah, kemudian pasien

disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan (tangan

pemeriksa) dan juga raba massa otot sternokleido mastoideus.

11) Cranial Nerve XII (Hipoglosus) 8

Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara; Inspeksi lidah dalam

keadaan diam didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi

(kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik). Fasikulasi

dapat unilateral atau bilateral.

Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi

yang lemah (terkena) jika terdapat lesi upper atau lower

motorneuron unilateral.

Pasien diminta menekan lidah pada pipi.

3. REFLEKS FISIOLOGIS

1) Refleks Dalam9

Refleks dalam timbul oleh regangan otot yang disebabkan oleh

rangsangan, dan sebagai jawabannya maka otot berkontraksi.

Reflex dalam juga dinamai reflex regang otot (muscle stretch

reflex). Telah dikemukakan bahwa timbulnya reflex ini karena

teregangnya otot oleh rangsang yang diberikan dan sebagai

jawaban otot berkontraksi. Rasa regang (ketok) ini ditangkap oleh

reseptor rasa proprioseptif.

Page 19: Isi Meningitis Bakterial

19

Refleks Glabela

Pukulan singkat pada glabela atau sekiar daerah supraorbitalis

mengakibatkan kontraksi singkat kedua otot orbikularis okulis.

Pusat reflex ini terletak di pons.

Refleks Rahang Bawah

Penderita disuruh membuka mulutnya sendiri dan telunjuk

pemeriksa ditempatkan melintang di dagu. Setelah itu, telunjuk

di ketok dengan ketok-refleks (refleks hammer) yang

mengakibatkan berkontraksinya otot maseter sehingga mulut

merapat. Pusat rflek ini terletak di pons.

Refleks Biceps

Pegang lengan pasien yang disemifleksikan sambil

menempatkan ibu jari si atas tendon otot biceps. Ibu jari

kemudian diketok; hal ii mengakibatkan gerakan fleksi lengan

bawah. Pusat reflek ini terletak di C5-C6.

Refleks Triceps

Pegang lengan bawah pasien yang disemifleksikan. Ketok pada

tendon insersi m.triseps, yang berada sedikit di atas olekranon.

Lengkung refleks ini melalui nervus radialis yang pusatnya

terletak di C6-C8.

Refleks Brakioradialis (Refleks Radius)

Lengan bawah difleksikanserta dipronasikan sedikit. Kemudian

diketok pada prosesus stiloideus radius.lengan bawah akan

berfleksi & bersupinasi. Lengkung refleks melalui nervus

radialis yang pusatnya terletak di C5-C6

Page 20: Isi Meningitis Bakterial

20

Refleks Ulna

Lengan bawah disemifleksi dan semipronasi. Kemudia diketok

pada prosesus stiloideus dan ulna. Hal ini mengakibatkan

gerakan pronasi pada lengan bawah dan kadang-kadang juga

gerakan aduksi pada pergelangan tangan. Lengkung reflex

melalui nervus medianus yang pusatnya terletak di C5-Th-1

Refleks Flexor Jari-jari

Tangan pasien yang ditumpukan pada dasar yang agak keras

disupinasikan dan jari-jari difleksikan sedikit.telunjuk

pemeriksa ditempatkan menyilang pada permukaan volar

falang jari-jari. Kemudian telunjuk pemeriksa diketok. Pada

keadaan normal, jari-jari pasien akan berfleksi enteng demikian

juga falang akhir ibu jari. Pada lesi pyramidal, fleksijari-jari

lebih kuat. Nilai patologiknya lebih penting jika terdapat

asimetri antara jari kanan dan kiri. Lengkung reflex ini malalui

nervus medianus yang pusatnya di C6-Th1.

Refleks – Dalam Dinding Perut

Dinding perut pasin, yang disuruh berbring ditekan sedikit

dengan jari telunjuk atau dengan penggaris, kemudian di ketok.

Otot dinding perut akan berkontraks. Terlihat pusar akan

bergerak kearah otot yang berkontraksi. Lengkung reflex ini

melalui Th6-Th12. Pada orang normal, kontraksi dinding perut

sedang saja, pada orang yang penggeli, rekasi ini dapat kuat.

Reaksi dinding perut ini mempunyai nilai yang penting bila

ditinjau bersama-sama dengan refeleks superficialis dinding

perut. Bila reflex dalam – sinding perut meninggi, sedang

reflex superficial – dinding perut negative, maka hal ini dapat

Page 21: Isi Meningitis Bakterial

21

menandakan adanya lesi pyramidal pada tempat yang lebih atas

dari Th6.

Refleks Kuadriceps Femoris / KPR (Refleks Tendon Lutut,

Refleks Patella)

Pada pemeriksaan reflex ini, tungkai diflexikan dan

digantungkan, misalnya pada tepi tempat tidur. Kemudian

diketok pada tendon muskulus kuadriceps femoris, dibawah

atau diatas patella (biasanya dibawah patella). Kuadriceps

femoris akan berkontraksi dan mengakibatkan gerakan ekstensi

tungkai bawah. Lengkung reflex ini melalui L2-L4.

Refleks Triceps Surae (Refleks Tendon Achiles)

Tungkai bawah diflexikan sedikit, kemudian kita pegang kaki

pada ujungnya untuk memberikan sikap dorsoflexi ringan pada

kaki. Setelah iitu, tendon achiles diketok. Hal ini

mengakibatkan berkontraksinya m.triseps surae dan

memberikan gambaran flexi pada kaki. Lengkung reflex ini

melalui S1,S2.

2) Refleks Superficial9

Refleks ini timbul karena terangsangnya kulit atau mukosa yang

mengakibatkan berkontraksinya otot yang ada dibawahnya atau di

sekitarnya.

Refleks Kornea

Kornea mata disentuh dengan sepotong kapas yang ujung nya

dibuat runcing. Hal ini mengakibatkan dipejamkannya mata

(m.Orbicularis okuli). Pada pemeriksaan ini harus dijaga agar

datang nya kapas ke mata tidak diketahui oleh pasien, misalnya

dengan menyuruh nya melirik kearah yang berlawanan dengan

arah datang nya kapas. Pada gangguan nervus V sensorik,

reflex ini negative atau berkurang. Sensitifitas kornea diurus

Page 22: Isi Meningitis Bakterial

22

oleh nervus V sensorik cabang oftalmik. Reflex kornea juga

akan menghilang atau berkurang bila terdapat kelumpuhan

m.Orbicularis okuli, yang disarafi oleh nervus VII (facialis).

Refleks Superficial – Dinding Perut

Reflex ini dibangkitkan dengan jalan menggores dinding perut

dengan benda yang agak runcing, misalnya kayu geretan atau

kunci. Bila positive, maka otot (m.Rektus abdominis) akan

berkontraksi. Reflex ini dilakukanpada berbagai lapangan

dinding perut, yaitu di epigastrium (otot yang berkontraksi

diinervasi oleh Th6-Th7), perut bagian atas (Th7, Th9), perut

bagian tengah (Th9, Th11), perut bagian bawah (Th11, Th12,

dan lumbal atas). Pada kontraksi otot, terliha pusar bergerak

kearah otot yang berkontraksi.

Reflex superficialis dinding perut sering negative pada wanita

normal yang banyak anak (sering hamil), yang dinding

perutnya lembek, demikian juga pada orang gemuk dan lanjut

usia, juga pada bayi baru lahir sampai usia 1th. Pada orang

muda yang otot-otot dinding perutnya berkembang dengan

baik, bila reflex ini negative mempunyai nilai patologis. Bila

reflex superficialis dinding perut negative disertai reflex dalam

dinding perut yang meninggi hal ini menunjukkan adanya lesi

traktus pyramidalis ditempat yang lebih atas dari Th6.

Reflex superficialis dinding perut cepat lelah, dia akan

menghilang setelah beberapa kali dilakukan.

Refleks Kremaster

Refleks ini dibangkitkan dengan jalan menggores atau

menyentuh bagian medial pangkal pahan. Terlihat skrotum

berkontraksi. Pada lesi traktus piramidalis, reflex ini negative.

Reflex ini dapat negative pada orang lanjut usia, penderita

Page 23: Isi Meningitis Bakterial

23

hidrokel, varikokel, orkhitis atau epididimis. Lengkung reflex

melalui L1, L2.

Reflex Anus Superficialis

Bila kulit disekitar anus dirangsang, misalnya dengan tusukan

ringan atau goresan, hal ini mengakibatkan otot sfingter

eksternus berkontraksi. Lengkun reflex ini melalui S2-S4, S5.

Refleks Telapak Kaki, Refleks Plantar

Kaki dilemaskan keudian telapak kaki digores dengan benda

yang agak runcing. Pada orang normal terlihat jawaban berupa

kaki melakukan gerakan plantar flexi. Pada orang penggeli

gerakan ini disertai gerakan menarik kaki. Pada orang dengan

lesi traktus piramidalis, didapatkan gerakan atau jawaban yang

lain, yaitu dorsoflexi ibu jari kaki serta gerakan mekar

(fanning) jari-jari yang lainnya.

4. REFLEKS PATOLOGIS

1) Refleks Babinski9

Untuk membangkitkan reflex babinski, penderita disuruh

berbaring dan istirahat dengan tungkai diluruskan. Kita pegang

pergelangan kaki upaya kaki tetap ditempat. Untuk merangsang

dapat digunakan kayu geretan atau benda yang agak runcing.

Goresan harus dilakukan perlahan, jangan sampai menyebabkan

rasa nyeri, sebab hal ini menimbulkan reflex menarik kaki (flight

reflex). Goresan dilakukan pada telapak kaki bagian lateral, mulai

dari tumit menuju pangkal jari. Jika reaksi positive, kita dapatkan

gerakan dorsoflexi ibu jari, yang dapat disertai gerakan mekarnya

jari-jari lainnya.

Page 24: Isi Meningitis Bakterial

24

Dapat dilakukan dengan berbagai cara :

Cara Chaddock : Rangsang diberikan dengan jalan

menggoreskan bagian lateral maleolus.

Cara Gordon : Memencet (mencubit) otot betis.

Cara Oppenheim : Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis

anterior. Arah mengurut kebawah (distal).

Cara Gonda : Memencet (menekan) satu jari kaki dan

kemudian melepaskannya sekonyong-konyong.

Cara Schaefer : Memencet (mencubit) tendon Achilles.

2) Klonus9

Salah satu gerakan kerusakan pyramidal ialah adanya

hyperflexi. Bila hyperflexi ini hebat dapat terjadi klonus. Klonus

ialah kontraksi ritmik dari otot, yang timbul bila otot diregangkan

secara pasif. Klonus merupakan reflex-regang-otot (muscle stretch

reflex) yang meninggi dan dapat dijumpai pada lesi supranuklir

(upper motor neuron, pyramidal). Ada orang normal yang

mempunyai hyperflesi fisiologis, pada mereka ini dapat terjadi

klonus, tetapi klonusnya berlangsung singkat dan disebut klonus

abortif. Bila klonus berlangsung lama (yang terus berlangsung

selama rangsang diberikan), hal ini dianggap patologis. Klonus

dapat dianggap sebagai rentetan reflex regang otot, yang meningi.

Hal ini menunjukkan adanya hyperflexi yang patologis, yang

disebabkan oleh lesi pyramidal.

Pada lesi pyramidal (Upper Motor Neyron Supranuklir) kita

sering mendapatkan klonus dieprgelangan kaki, lutut, dan

pergelangan tangan.

Klonus Kaki. Klonus ini dibangkitkan dengan cara

meregangkan otot triceps surae betis. Pemeriksaan menempatkan

tangannya ditelapak kaki penderita, kemudian telapak kaki ini

didorong dengan cepat (dikejutkan) sehingga terjadi dorso flexi

Page 25: Isi Meningitis Bakterial

25

sambil seterusnya diberikan tahanan enteng. Hal ini menyebabkan

teregangnya otot betis. Bila ada klonus, maka terlihat gerakan

ritmik (bolak-balik) dari kaki, yaitu berupa plantar flexi dan dorso

flexi secara bergantian.

Klonus Patela. Klonus ini dibangkitkan dengan cara

meregangkan otot kuadriceps femoris. Kita pegang patella

penderia, kemudian didorong dengan kejutan (dengan cepat)

kearah distal sambil diberikan tahan enteng. Bila terdapat klonus,

akan telihat kontraksi ritmik otot kuadriceps yang mengakibatkan

gerakan bolak-balik dari patella. Pada pemeriksaan ini tungkai

harus diekstensikan serta dilemaskan.

3) Reflex Hoffman Tromer9

Pada orang normal, reflex flexor jari-jari kaki tidak ada atau

enteng saja karena ambang rfleks tinggi. Akan tetapi pada keadaan

patologik, ambang reflex menjadi rendah dan kita dpatkan reflex

yang kuat. Reflex inilah yang merupakan dasar dari reflex

Hoofman Tromer.

Refleks Hoofman-Trommer positive dapat disebabkan oleh

lesi pyramidal, tetapi dapat disebabkan juga oleh peningkatan

reflex yang melulu fungsional, akan tetapi bila reflex pada sisi

kanan berbeda dengan yang kiri, maka hal ini dapat dianggap

sebagai keadaan patologis.

Cara membangkitkan reflex Hoffman-Trommer. Tangan

penderita kita pegang pada pergelangan dan jari-jarinya disuruh

flexi serta dientengkan. Kemudian jari tengah penderita kita jepit

diantara telunjuk dan jari tengah kita. Dengan ibu jari kita, gores

kuat (snap) ujung jari tengah penderita. Hal ini menyebabkan flexi

jari telunjuk serta flexi dan aduksi ibu jari, bila reflex positive.

Kadang juga diserta flexi jari lain.

Page 26: Isi Meningitis Bakterial

26

5. SISTEM MOTORIK

1) Otot6

- Ukuran : atropi / hipertropi

- Tonus : kekejangan, kekakuan, kelemahan

- Kekuatan : fleksi, ekstensi, melawan gerakan, gerakan sendi

Derajat kekuatan motorik : 6

5 : Kekuatan penuh untuk dapat melakukan aktifitas

4 : Ada gerakan tapi tidak penuh

3 : Ada kekuatan bergerak untuk melawan gravitas bumi

2 : Ada kemampuan bergerak tapi tidak dapat melawan gravitasi

bumi.

1 : Hanya ada kontraksi

0 : Tidak ada kontraksi sama sekali

2) Gait (keseimbangan)

Menggunakan Romberg Test. Pada tes ini penderita berdiri dengan

satu kaki yang satu nya didepan kaki yang lain ; tumit kaki yang

satu berada didepan jari-jari kaki yang lain (tandem). Lengan

dilipat pada dada dan mata kemudia ditutup. Tes ini berguna

menilai adanya disfungsi sistem vestibular. Orang normal mampu

berdiri dalam sikap Romberg selama 30detik atau lebih. 6

6. SISTEM SENSORIK

Test pada sistem sensorik berupa tes pada perasa nyeri, suhu, raba

halus, gerak, getar, sikap, tekan, refered pain. 6

7. CEREBRAL FUNCTION

1) Pemeriksaan Tunjuk Hidung

Pasien disuruh menutup mata dan meluruskan lengannya ke

samping, kemudian disuruh menyentuh hidungnya dengan

telunjuk. Pada lesi serebelar telunjuk tidak sampai dihidung tetapi

Page 27: Isi Meningitis Bakterial

27

melewatinya dan sampai di pipi. Cara kedua, pasien disuruh

menunjuk telunjuk pemeriksa kemudian menunjuk hidungnya

berulang-ulang.10

2) Tandem Walk

Tandem Walk adalah sebuah gaya (metode berjalan atau berlari) di

mana ujung kaki menyentuh belakang tumit kaki depan disetiap

langkah. Neurologists kadang-kadang meminta pasien untuk

berjalan dalam garis lurus menggunakan tandem walk sebagai

ujian untuk membantu mendiagnosis ataxia, terutama ataksia

truncal, karena penderita gangguan ini akan memiliki gaya goyah.

Namun, hasilnya tidak pasti, karena banyak gangguan atau masalah

dapat menyebabkan kiprah goyah (seperti kesulitan visi dan

masalah dengan motor neuron atau asosiatif korteks ).

3) Diasdokokinesia

Hal ini merupakan ketidakmampuan melakukan gerakan yng

berlawanan berturut-turut. Suruh pasien merentangkan kedua

lengannya kedepan, kemudian suruh ia mensupinasi dan pronasi

lengan bawahnya (tangannya) secara bergantian dan cepat. 10

8. KAKU KUDUK

Kaku kuduk merupakan gejala yang sering dijumpai pada kelianan

rangsang selaput otak. Terdapat 3 cara untuk melakukan pemeriksaan

kaku kuduk :

1) Flexi Kepala. Untuk pemeriksaan kaku kuduk dapat dilakukan

dengan tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang

sedang berbaring. Kemudia kepala ditekuk (flexi) dan diusahakan

agar dagu mencapai dada. Selama penekukan ini diperhatikan

adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk, kta dapatkan tahanan

dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat

Page 28: Isi Meningitis Bakterial

28

ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat kepala tidak dapat

ditekuk, malah sering kepala terkedik ke belakang.11

2) Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)

Untuk memeriksa tanda ini dilakukan dengan tangan yang

ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kita

tekukkan kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada.

Tangan yang satu lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk

mencegah diangkatnya badan. Bila tanda brudzinski positive, amka

tindakan ini mengakibatkan flexi kedua tungkai. Sebelumnya perlu

diperhatikan apakah tungkai nya tidak lumpuh, tentulah tungkai

tidak akan diflexikan. 11

3) Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)

Pada pasien yang sedang berbaring, satu tungkai diflexikan pada

persendian panggul, sedangkan tungkai yang satu lagi berada

dalam keadaan ekstensi (lurus). Bila tungkai yang satu ini ikut pula

terflexikan, maka disebut tanda brudzinski II positive. 11

4) Tanda Kernig

Pada pemeriksaan ini, pasien yang sedang berbaring diflexikan

pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90O.

Setelah iyu tungkai bawah di ekstensikan pada persendian lutut.

Biasanya kita dapat melakukan ekstensi ini sampai sudut 135O,

antara tungkai bawah dan tungkai atas. Bila terdapat tahanan dan

rasa nyeri sebelum tercapai sudut ini, maka dikatakan bahwa tanda

kernig positive. Pada meningitis tandanya biasanya positif

bilateral. 11

Page 29: Isi Meningitis Bakterial

29

5) Tanda Lasegue

Pemeriksaan dilakukan dengan cara pasien yang sedang berbaring

diluruskan (ekstensi) kedua tungkainya. Kemudian satu tungkai

diangkat lurus, di bengkokan (flexi) pada persendian panggulnya.

Tungkai yang satunya lagi harus dalam keadaan lurus (ekstensi).

Pada keadaan normal kita dapat mencapai sudut 70O sebelum

timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan

tahanan sebelum kita mencapai 70O, maka tanda lasegue positive. 11

d. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1. Pemeriksaan cairan serebrospinal

Begitu diagnosis meningitis dicurigai, dianjurkan untuk melaukan

pemeriksaan CSS segera. Satu-satunya alasan menunda pungsi lumbal

adalah bila terapat kecurigaan kuat akan lesi massa intracranial.

Diagnosis pasti meningitis dibuat berdasarkan gejala klinis dan hasil

analisa cairan serebrospinal dari pungsi lumbal.

Tabel 1. Interpretasi Analisa Cairan Serebrospinal

TesMeningitis

BakterialMeningitis Virus Meningitis TBC

Tekanan LP

Warna

Jumlah sel

Jenis sel

Protein

Glukosa

Meningkat

Keruh

> 1000/ml

Predominan

PMN

Sedikit

meningkat

Normal/menurun

Biasanya normal

Jernih

< 100/ml

Predominan MN

Normal/meningkat

Biasanya normal

Bervariasi

Xanthochromia

Bervariasi

Predominan MN

Meningkat

Rendah

 

Kontraindikasi pungsi lumbal:

Page 30: Isi Meningitis Bakterial

30

o Infeksi kulit di sekitar daerah tempat pungsi. Oleh karena

kontaminasi dari infeksi ini dapat menyebabkan meningitis.

o Dicurigai adanya tumor atau tekanan intrakranial meningkat. Oleh

karena pungsi lumbal dapat menyebabkan herniasi serebral atau

sereberal.

o Kelainan pembekuan darah.

o Penyakit degeneratif pada join vertebra, karena akan menyulitkan

memasukan jarum pada ruang interspinal.

2. Pemeriksaan Darah Lengkap

e. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Dilakukan CT sCan bila didapatkan tanda-tanda kenaikan tekanan

intrakranial dan lateralisasi

B. ETIOLOGI

Pada anak-anak di atas 4 tahun, penyebab tersering adalah Streptococcus

pneumoniae, Neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae tipe B (HIB).

HIB pernah menjadi etiologi tersering tetapi sudah tereradikasi pada negara-

negara yang telah menggunakan vaksin konjugasi secara rutin.12

- Streptococcus pneumonia.

Patogen ini berbentuk seperti lancet, merupakan diplokokus gram

positif dan penyebab utama meningitis. Dari 84 serotipe, serotipe 1, 3, 6,

7, 14, 19, dan 23 adalah jenis yang sering dihubungkan dengan dengan

bakteremia dan meningitis. Anak pada berbagai usia dapat terpapar tetapi

insidensi dan tingkat keparahan penyakit paling tinggi pada bayi dan

lansia. Kurang lebih 50% penderita memiliki riwayat fokus infeksi di

parameningen atau pneumonia. Pada penderita meningitis rekuren perlu

dipikirkan ada tidaknya riwayat trauma kepala atau kelainan dural. S.

pneumoniae sering menimbulkan meningitis pada penderita sickle cell

anemia, hemoglobinopathy, penderita asplenia anatomis atau fungsional.

Patogen ini membentuk kolonisasi pada saluran pernapasan individu sehat.

Page 31: Isi Meningitis Bakterial

31

Transmisi terjadi antar manusia dengan kontak langsung. Masa inkubasi

sekitar 1-7 hari dan prevalensi terbanyak pada musim dingin. Gejala yang

ditimbulkan di antaranya kehilangan pendengaran sensorineural,

hidrocephalus, dan sekuelae SSP lainnya. 12

Pengobatan antimikroba efektif mengeradikasi bakteri dari sekresi

nasofaring dalam 24 jam. Pneumococcus membentuk resistensi yang

bervariasi terhadap antimikroba. Resistensi terhadap penicillin berkisar

antara 10-60%. Hal ini disebabkan oleh perubahan dalam enzim yang

berperan dalam pertumbuhan dan perbaikan protein pengikat penicillin

pada bakteri sehingga beta-laktamase inhibitor menjadi tidak berguna.

Pneumococcus yang resisten terhadap penicillin juga menampakkan

resistensi terhadap cotrimoxazole, tetrasiklin, chloramphenicol, dan

makrolide. Cephalosporin generasi 3 (cefotaxime, ceftriaxone) saat ini

merupakan pilihan karena mampu menghambat sejumlah bakteri yang

telah resisten. Beberapa golongan fluoroquinolon (levofloksasin,

trovafloksasin) walaupun merupakan kontraindikasi untuk anak-anak

tetapi memiliki daya kerja tinggi melawan kebanyakan pneumococcus dan

memiliki penetrasi adekuat ke SSP.12

- Neisseria meningitides

Patogen ini merupakan bakteri gram negatif berbentuk seperti

ginjal dan sering ditemukan intraselular. Organisme ini dikelompokkan

secara serologis berdasarkan kapsul polisakarida. Serotipe B, C, Y, dan W-

135 merupakan serotipe yang menyebabkan 15-25% kasus meningitis

pada anak. Saluran pernapasan atas sering dikolonisasi oleh patogen ini

dan ditularkan antar manusia melalui kontak langsung, droplet infeksius

dari sekresi saluran pernapasan, dan sering pula dari karier asimptomatik.

Masa inkubasi umumnya kurang dari 4 hari, dengan kisaran waktu 1-7

hari. Faktor resiko meliputi defisiensi komponen komplemen terminal

(C5-C9), infeksi virus, riwayat tinggal di daerah overcrowded, penyakit

kronis, penggunaan kortikosteroid, perokok aktif dan pasif. 12

Page 32: Isi Meningitis Bakterial

32

Kasus umumnya terjadi pada bayi usia 6-12 bulan dan puncak

insidensi tertinggi kedua adalah saat adolesen. Manifestasi purpura atau

petekiae sering dijumpai. LCS pada meningococcal meningitis biasanya

memberi gambaran normoseluler. Kematian umumnya terjadi 24 jam

setelah hospitalisasi pada penderita dengan prognosis buruk yang ditandai

dengan gejala hipotensi, shock, netropenia, petekiae dan purpura yang

muncul kurang dari 12 jam, DIC, asidosis, adanya bakteri dalam leukosit

pada sediaan apus darah tepi.12

- Haemophilus influenzae tipe B (HIB)

HIB merupakan batang gram negatif pleomorfik yang bentuknya

bervariasi dari kokobasiler sampai bentuk panjang melengkung. HIB

meningitis umumnya terjadi pada anak-anak yang belum diimunisasi

dengan vaksin HIB. 80-90% kasus terjadi pada anak-anak usia 1 bulan -

3th. Menjelang usia 3th, banyak anak-anak yang belum pernah diimunisasi

HIB telah memperoleh antibodi secara alamiah terhadap kapsul

poliribofosfat HIB yang cukup memberi efek protektif. Penularan dari

manusia ke manusia melalui kontak langsung, droplet infeksius dari

sekresi saluran pernapasan. Masa inkubasi kurang dari 10 hari.12

Mortalitas kurang dari 5% umumnya kematian terjadi pada

beberapa hari awal penyakit. Beberapa data menunjukkan 30-35% patogen

ini sudah resisten terhadap ampicillin karena produksi beta-laktamase oleh

bakteri. Sebanyak 30% kasus menyebabkan sekuelae jangka panjang.

Pemberian dini dexamethasone dapat menurunkan morbiditas dan

sekuelae.12

C. PATOFISIOLOGI

Pertama-tama bakteri berkolonisasi dan menyebabkan infeksi lokal pada

inang. Kolonisasi dapat terbentuk pada kulit, nasofaring, saluran pernapasan,

saluran pencernaan, atau saluran kemih dan genital. Dari tempat ini, bakteri

akan menginvasi submukosa dengan menghindari pertahanan inang (seperti

Page 33: Isi Meningitis Bakterial

33

barier fisik, imunitas lokal, fagosit/makrofag) dan mempermudah akses

menuju sistem syaraf pusat (SSP) dengan beberapa mekanisme : Invasi ke

dalam aliran darah (bakteremia) dan menyebabkan penyebaran secara

hematogen ke SSP, yang merupakan pola umum dari penyebaran bakteri.

Penyebaran melalui kontak langsung, misalnya melalui sinusitis, otitis media,

malformasi kongenital, trauma, inokulasi langsung selama manipulasi

intrakranial.

Sesampainya di aliran darah, bakteri akan berusaha menghindar dari

pertahanan imun ( misalnya: antibodi, fagositosis neutrofil, sistem

komplemen). Kemudian terjadi penyebaran hematogen ke perifer dan organ

yang letaknya jauh termasuk SSP.

Mekanisme patofisiologi spesifik mengenai penetrasi bakteri ke dalam

SSP sampai sekarang belum begitu jelas. Setelah tiba di SSP, bakteri dapat

bertahan dari sistem imun inang karena terbatasnya jumlah sistem imun pada

SSP. Bakteri akan bereplikasi secara tidak terkendali dan merangsang kaskade

inflamasi meningen. Proses inflamasi ini melibatkan peran dari sitokin yaitu

tumor necrosis factor-alpha (TNF-α), interleukin(IL)-1, chemokin (IL-8), dan

molekul proinflamasi lainnya sehingga terjadi pleositosis dan kerusakan

neuronal. Peningkatan konsentrasi TNF-α, IL-1, IL-6, dan IL-8 merupakan ciri

khas meningitis bacterial.

Paparan sel (endotel, leukosit, mikroglia, astrosit, makrophag) terhadap

produk yang dihasilkan bakteri selama replikasi dan kematian bakteri

merangsang sintesis sitokin dan mediator proinflamasi. Data-data terbaru

memberi petunjuk bahwa proses ini dimulai oleh ligasi komponen bakteri

(seperti peptidoglikan, lipopolisakarida) untuk mengenali reseptor (Toll-like

receptor).

TNF-α merupakan glikoprotein yang diderivasi dari monosit-makrophag,

limfosit, astrosit, dan sel mikroglia. IL-1 yang dikenal sebagai pirogen

endogen juga berperan dalam induksi demam saat infeksi bakteri. Kedua

mediator ini dapat terdeteksi setelah 30-45 menit inkulasi endotosin

intrasisternal.

Page 34: Isi Meningitis Bakterial

34

Mediator sekunder seperti IL-6, IL-8, Nitric Oxide (NO), prostaglandin

(PGE2) dan platelet activation factor (PAF) diduga memperberat proses

inflamasi. IL-6 menginduksi reaktan fase akut sebagai respon dari infeksi

bakteri. IL-8 membantu reaksi chemotaktik neutrofil. NO merupakan molekul

radikal bebas yang menyebabkan sitotoksisitas saat diproduksi dalam jumlah

banyak. PGE-2 akan meningkatkan permeabelitas blood-brain barrier (BBB).

PAF dianggap memicu pembentukan trombi dan aktivasi faktor pembekuan di

intravaskular.

Pada akhirnya akan terjadi jejas pada endotel vaskular dan terjadi

peningkatan permeabelitas BBB sehingga terjadi perpindahan berbagai

komponen darah ke dalam ruang subarachnoid. Hal ini menyebabkan

terjadinya edema vasogenik dan peningkatan protein LCS. Sebagai respon

terhadap molekul sitokin dan kemotaktik, neutrofil akan bermigrasi dari aliran

darah menuju ke BBB yang rusak sehingga terjadi gambaran pleositosis

neutrofil yang khas untuk meningitis bakterial.

Peningkatan viskositas LCS disebabkan karena influk komponen plasma

ke dalam ruang subarachnoid dan melambatnya aliran vena sehingga terjadi

edema interstitial, produk-produk degradasi bakteri, neutrofil, dan aktivitas

selular lain yang menyebabkan edema sitotoksik.

Edema serebral tesebut sangat bermakna dalam menyebabkan tekanan

tinggi intra kranial dan pengurangan aliran darah otak/cerebral blood flow

(CBF). Metabolisme anaerob terjadi dan mengakibatkan peningkatan

konsentrasi laktat dan hypoglycorrhachia. Hypoglycorrhachia merupakan

hasil dari menurunnya transpor glukosa ke LCS. Jika proses yang tidak

terkendali ini tidak ditangani dengan baik, dapat terjadi disfungsi neuronal

sementara atau pun permanen.

Tekanan tinggi intra kranial (TTIK) merupakan salah satu komplikasi

penting dari meningitis di mana keadaan ini merupakan gabungan dari edema

interstitial (sekunder terhadap obstruksi aliran LCS), edema sitotoksik (akibat

pelepasan produk toksik bakteri dan neutrofil) serta edema vasogenik

(peningkatan permeabelitas BBB).

Page 35: Isi Meningitis Bakterial

35

Edema serebral dapat menyebabkan terjadinya midline shift dengan

adanya penekanan pada tentorial dan foramen magnum. Pergeseran ini akan

menimbulkan herniasi gyri parahippocampus dan cerebellum. Secara klinis

keadaan ini ditunjukkan oleh adanya penurunan kesadaran dan reflek postural,

palsy nervus kranial III dan VI. Jika tidak diobati maka terjadi dekortikasi dan

deserebrasi yang secara pesat berkembang menjadi henti napas atau henti

jantung.

D. DIAGNOSIS

a. WORKING DIAGNOSIS

Meningitis bakterialis adalah peradangan pada ruang subarachnoid

(terletak dalam lapisan-lapisan jaringan yang menutupi otak dan sumsum

tulang belakang) yang disebabkan oleh bakteri. Ruang subarachnoid

terletak antara lapisan tengah (mater arakhnoid) dan lapisan dalam tipis

(piameter) dari jaringan (disebut meninges) yang menutupi otak dan

sumsum tulang belakang. Ruang ini berisi cairan cer ebrospinal, yang

mengalir melalui meninges, mengisi ruang-ruang internal dalam otak, dan

membantu bantal otak dan sumsum tulang belakang.1

Ketika bakteri menyerang ruang subarachnoid, akhirnya sistem

kekebalan tubuh bereaksi terhadap penjajah, dan sel kekebalan berkumpul

untuk mempertahankan tubuh terhadap mereka. Hasilnya adalah

peradangan. Peradangan yang parah dapat menyebar ke pembuluh darah di

dalam otak, kadang-kadang menyebabkan gumpalan terbentuk. Sehingga

stroke dapat terjadi. Peradangan juga dapat menyebabkan kerusakan

meluas ke jaringan otak, menyebabkan pembengkakan (edema) dan daerah

perdarahan kecil.1

Gejala klinis meningitis bakterialis pada neonatus tidak spesifik

meliputi gejala sebagai berikut: sulit makan, lethargi, irritable, apnea,

apatis, febris, hipotermia, konvulsi, ikterik, ubun-ubun menonjol, pucat,

shock, hipotoni, shrill cry, asidosis metabolik. Sedangkan gejala klinis

pada bayi dan anak-anak yang diketahui berhubungan dengan meningitis

Page 36: Isi Meningitis Bakterial

36

adalah kaku kuduk, opisthotonus, ubun-ubun menonjol (bulging

fontanelle), konvulsi, fotofobia, cephalgia, penurunan kesadaran, irritable,

lethargi, anoreksia, nausea, vomitus, koma, febris umumnya selalu muncul

tetapi pada anak dengan sakit yang berat dapat hipotermia.1

b. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

1. KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan

suhu (suhu rektal lebih dari 38OC) yang disebabkan oleh suatu proses

ekstrakranium (di luar rongga kepala). Menurut Consensus Statement

on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada

bayi atau anak yang biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun

berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya

infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Kejang dapat berupa kejang

tonik atau tonik-klonik.15

Kejang terbagi atas dua, yakni kejang demam simplex dan kejang

demam kompleks. Kejang demam simpleks durasinya singkat (<15

menit), dapat berhenti sendiri, tidak berulang dalam 24jam, 80%

diantara seluruh kejang demam. Sedangkan kejang demam kompleks

durasinya >15 menit, berulang lebih dari 1x dalam 24jam. 15

2. ENSEFALITIS

Ensefalitis berarti ada inflamasi jaringan otak, seringkali akibat

infeksi virus, tetapi pada sepertiga kasus penyebanya tidak dapat

ditemukan. Dalam beberapa hal keadaannya tumpang tindih dengan

meningitis virus.

Gambaran klinis pada ensefalitis bervariasi sesuai dengan

penyebabnya. Secara umum mirip dengan meningitis bakterialis,

disertai demam, sakit kepala, kaku kuduk, tangis menjerit, kejang,

stupor, dan koma.

E. PENATALAKSANAAN

Page 37: Isi Meningitis Bakterial

37

Meningitis adalah keadaan yang paling darurat pada bidang pediatric.

Diagnosis harus dicurigai dan segera dikonfirmasi dengan lumbal punksi

dalam setengah jam sampai 1 jam setelah anak masuk rumah sakit. Cairan

intravena yang sesuai dan antibiotika dengan spectrum luas harus segera

diberikan dalam waktu 1 jam. Dalam 12jam harus dapat diketahui bakteri

penyebab yang sebenarnya dan antibiotic diubah dengan yang sesuai. Biakan

darah yang diambil bersamaan dengan tindakan punksi lumbal dapat

merupakan konfirmasi kuman penyebabnya.1

Pada berbagai rumah sakit digunakan antibiotic baku yang berbeda.

Beberap patokan adalah :1

♥ Sebagai pengobatan awal harud dipakai antibiotic berspektrum luas

(seringkali kombinasi ampisilin dan kloramfenikol) sampai

didapatkan hasil biakan dan resistensi yang sesuai.

♥ Antibiotic harus selalu diberikan melalui intravena. Lebih baik

penderita dalam keadaan sedikit dehidrasi, karena ada

kemungkinan terdapat edema otak sebagai ketidak sesuaian ADH.

♥ Manitol dapat bermanfaat apabila terdapat bukti peningkatan TIK

yang menetap

♥ Antikonvulsan harus diberikan sebagai tindakan profilaksis.

Penatalaksanaan efektif untuk meningitis bergantung pada terapi suportif

agresif yang dini dan pemilihan antimikroba empiric yang tepat untuk

kemungkinan pathogen. Tindakan suportif umum diindikasikan bagi setiap

pasien yang menderita patologi intrakranium berat. Pasien koma atau dengan

gangguan reflex muntah harus dikosongkan isi lambungnya dan

dipertimbangkan untuk intubasi guna melindungi jalan nafas.13

Terapi antibiotic awal. Pendekatan terapeutik pada penderita dengan

dugaan meningitis bakteri tergantung dari sifat manifestasi awal penyakit.

Anak dengan penyakit yang memburuk dengan cepat selama kurang dari 24

jam, bila tidak ada kenaikan TIK, harus mendapat antibiotic segera sesudah

dilakukan PL. jika ada tanda-tanda kenaikan TIK atau penemuan-penemuan

Page 38: Isi Meningitis Bakterial

38

neurologis fokal, antibiotic harus diberikan tanpa melakukan PL dan sebelum

melakukan CT scan. Kenaikan TIK harus diobati secara bersamaan.14

Golongan Obat Contoh Obat Dosis

Cephalosporin Generasi I

Sefadroksil, Sefaleksin

250-500 mg/ 6 jam per hari

Cephalosporin Generasi II

Sefaklorm, Sefduroksim

PO : 250-500mg/8 jam per hari ; IM/IV : 500mg- 1g /8 jam per hari

Cephalosporin Generasi III

Sefotaksim, Seftriakson, Seftazidim

IM/IV : 500mg- 1g /6-8 jam per hari

Cephalosporin Sefepim, Sefpirom IM/IV : 1g/ 12 jam

Page 39: Isi Meningitis Bakterial

39

Generasi IV

Pilihan dalam terapi awal dalam kurung empiric untuk meningitis pada

bayi dan anak imunokompeten harus didasarkan pada kerentanan antibiotic H.

influenza tipe B, S. Pneumoniae, dan M. meningitides. Antibiotic harus

mencapai kadar bakterisid pada CSS. Sefalosporin generasi ketiga, seftriakson

atau sefotaksim, mewakili terapi baku untuk meningitis bakteri. Dosis

seftriakson 100mg/kg/24 jam diberikan sehari sekali atau 50mg/kg/dosis,

diberikan setiap 24 jam. Dosis sefotaksim adalah 200m/kg/24 jam, diberikan

setiap 6 jam. Kedua obat mencapai kadar bakterisid tinggi pada CSS.

Penderita yang alergi terhadap antibiotic betalaktam harus diobati dengan

kloramfenikol 200mg/kg/24 jam, diberikan setiap 6 jam. Walaupun

kloramfenikol adalah bakteriostatik terhadap banyak bakteri, obat ini

bakterisid terhadap 3 kuman di atas. Penggunanaan kloramfenikol sekarang

dicadangkan untuk penderita yang tidak dapat mentoleransi sefalosporin

karena kadar serum perlu dipantau selama terapi dan kloramfenikol

mempunyai kemungkinan pengaruh yang merugikan seperti anemia aplastik,

sindrom bayi abu-abu seperti syok, dan supresi sum-sum tulang tergantung

dosis. 14

Jika penderita dicurigai meningitis gram negatif, terapi awal dapat

memasukkan seftazidin dan aminoglikosid. 14

Lama terapi antibiotik. Meningitis H. influenzae tipe B tidak

terkomplikasi harus diobati selama total 7-10 hari. Sesudah penentuan bahwa

organisme sensitife pada ampisilin dan tidak menghasilkan betalaktamase,

erapi antimikroa awal dapat dirubah ke ampisilin. 14

Jika S. pneumonia dibiakkan dari CSS, isolate harus di uji untuk resistensi

penisilin. Resistensi relatif terhadap penisilin (MIC 0,1-1,0 gr/mL), ada pada

5 - 25% isolat S. pneumonia, dan organism yang sangat resisten (MIC >b2,0

g/mL) ditemukan pada sejumlah kecil penderita. Meningitis yang

disebabkan oleh isolate S. pneumoniae yang relative resisten dapat diobati

dengan sefotaksim atau seftriakson, sedang kloramfenikol adalah obat pilihan

Page 40: Isi Meningitis Bakterial

40

untuk organism yang sangat resisten jika organisme sensitive terhadap

antibiotic. Jika ada juga yang resisten terhadap kloramfenikol, vankomisin

adalah obat pilihan. Terapi untuk meningitis pneumokokus sensitive penisilin

tidak terkomplikasi harus diselesaikan dengan penisilin IV 300.000 U/kg/24

jam, diberikan setiap 4 - 6 jam selama 10 - 14 hari. 14

Penisilin IV 300.000 U/kg/24 jam selama 5 - 7 hari merupakan pengobatan

pilihan untuk meningitis N. meningitides tidak terkomplikasi. Jarang isolat

meningokokus menunjukkan resistensi terhadap penisilin relative (0,25 - 0,5

g/ml) dan absolute (> 250 g/ml) dan organisme ini mungkin memerlukan

terapi selingan. 14

Penderita yang mendapat antibiotic IV atau oral sebelum PL dan tidak

mempunyai pathogen yang dapat diketahui (pada pewarnaan gram, biakan,

atau deteksi antigen) tetapi mempunyai bukti infeksi bakteri akut atas dasar

profil CSSnya harus terus mendapat terapi dengan seftriakson atau sefotaksim

selama 7-10 hari. Jika tanda-tanda setempat ada atau anak tidak berespon

terhadap pengobatan, focus parameningeal mungkin ada dan CT scan harus

dilakukan. 14

Efek samping terapi antibiotic meningitis adalah phlebitis, demam obat,

ruam, muntah, kandidiasis oral, dan diare. Seftrialson dapat menyebabkan

pseudolithiasis kandung empedu reversible, dapat dideteksi dengan USG

abdomen. 14

Perawatan pendukung. Penilaian berulang medic dan neurologi

penderita dengan meningitis bakteri sangat penting untuk mengenali tanda-

tanda awal komplikasi kardiovaskuler, SSS, dan metabolik. Frekuensi nadi,

tekanan darah, dan frekuensi pernapasan harus sering dipantau. Penilaian

neurologic, termasuk reflek pupil, tingkat kesadaran, kekuatan motorik, tanda-

tanda saraf cranial, dan evaluasi kejang, haru sering dibuat Selma 71 jam

pertama, bila resiko komplikasi neruologis besar. 14

Pengelolaan cairan merupakan hal yang sangat penting pada pesien

meningitis. Syndrome sekresi hormone antidiuretik yang tidak tepat (SIADH,

syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion) terjadi pada sekitar

Page 41: Isi Meningitis Bakterial

41

30% pasien meningitis, dan jika ditemukan harus dilakukan pembatasan

cairan. Pembatsan cairan secara tidak tepat dapat menimbulkan deplesi

volume, yang jika ekstrem dapat menuju pada ketidakadekuatan volume

sirkulasi. Sebaiknya cairan mula-mula dibatasi sementara menunggu

pemeriksaan elektrolit urin dan serum. Bila terdapat SIADH, pembatasan

cairan sampai dua pertiga cairan pemeliharaan merupakan tindakan yang

tepat, sampai kelebihan hormone antidiuretik pulih ; bila tidak terdapat

SIADH, cairan harus diberikan dalam jumlah yang sesuai dengan derajat

kekurangan cairan, dan elektrolit diawasi secara seksama. 13

F. PENCEGAHAN

Pencegahan meningitis saat ini terdiri atas 2 bentuk, kemoprofilaksis

terhadap individu rentan yang diketahui terpajan pada pasien yang mengidap

penyakit serta imunisasi aktif. Sekarang kemoprofilaksis diindikasikan untuk

mencegah meningitis sekunder yang disebabkan oleh H. influenzae dan N.

meningitidis. 13

Imunisasi aktif pada H.influenzae telah menghasilkan pengurangan

dramatis pada penyakit invasive, dengan pengurangan sebanyak 70-85% pada

eningitis akibat organism tersebut. Saat ini imunisasi dianjurkan untuk bayi

sebagai rangkaian imunisasi tiga dosis pada usia 2, 4, dan 6 bulan. 13

G. KOMPLIKASI

a. Ventrikulitis

b. Efusi Subdural

c. Gangguan Cairan Elektrolit

d. Meningitis Berulang

e. Abses Otak

f. Paresis, Paralisis

g. Gangguan Pendengaran

Page 42: Isi Meningitis Bakterial

42

h. Hydrochepalus

i. RM

j. Epilepsi

H. EPIDEMIOLOGI

Aspek penting yang harus dipertimbangkan mencakup usia, etnik, musim,

factor penjamu, dan pola resistensi antibiotic regional diantara pathogen yang

mungkin.14

Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respon imunologi terhadap

pathogen spesifik yang lemah yang terkait dengan umur muda14

I. PROGNOSIS

Prognosis tergantung pada jenis bakteri nya, usia penderita, kecepatan

pengobatan efektif yang dilakukan, dan efisiensi pengobatan. Angka kematian

berbeda-beda pada berbagai kasus. Jika terjadi penyembuhan, biasanya

sembuh sempurna, tapi biasanya diiringi oleh gejala-gejala sisa.

BAB III

PENUTUP

Meningitis bakterial merupakan salah satu jenis penyakit infeksi pada

selaput pembungkus otak atau meningen serta cairan yang mengisi ruang

subarakhnoid. Meningitis bakterial sering disertai dengan peradangan parenkim

otak atau yang disebut dengan meningoensefalitis. Meningitis dapat disebabkan

Page 43: Isi Meningitis Bakterial

43

oleh bakteri, virus, jamur, dan agen lainnya. Meningitis bakterial merupakan

penyakit yang serius atau penyakit kedaruratan medik apabila tidak ditangani

dengan baik dan tepat.

Meningitis bakterial merupakan karakteristik inflamasi pada seluruh

meningen, dimana organisme masuk kedalam ruang arahnoid dan subarahnoid.

Meningitis bakterial merupakan kondisi emergensi neurologi dengan angka

kematian sekitar 25 %. Meningitis bakterial jika cepat dideteksi dan mendapatkan

penanganan yang tepat akan mendapatkan hasil yang baik. Meningitis bakterial

sering disebut juga sebagai meningitis purulen atau meningitis septik. Bakteri

yang dapat mengakibatkan serangan meningitis adalah; Streptococcus

pneuemonia (pneumococcus), Neisseria meningitides, Haemophilus influenza,

(meningococcus), Staphylococcus aureus, dan Mycobacterium tuberculosis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Penyakit Sistem Neurologis. In : Saputra L. Sinopsis Pediatri. Ed 1. Jakarta :

Binapura Aksara Publisher, 2007. H 345

2. Supartondo, Setiyohadi B. Anamnesis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h. 25-6.

Page 44: Isi Meningitis Bakterial

44

3. Gray.H, Dawkins.K, Morgan.J, Simpson.I. Pengambilan Anamnesis

Kardiovaskuler. Lectures Notes Kardiologi. Edisi 4. Jakarta : Penerbitan

Erlangga ; 2003. H. 1 – 2.

4. Setiyohadi B, Subekti I. Pemeriksaan Fisis Umum. In: Sudoyo AW,

Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5.

Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h.

29.

5. Pemeriksaan umum dalam buku diagnosis fisis pada anak ; Editor, Iskandar

Wahidayat, Corry S. Matondang, Sudigdo Sastrasmaro; Jakarta: Balai penerbit

FKUI , 1991.

6. Tedjasukmana R. Pemeriksaan Fisik Neurologis. Modul Blok 22 : Neurlogy

and Behaviour. Jakarta : FK UKRIDA, 2010.

7. Lumbantobing SM. Kesadaran. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan

Mental. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2010. H 8 – 12.

8. Lumbantobing SM. Saraf Otak. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan

Mental. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2010. H 21 - 84.

9. Lumbantobing SM. Refleks. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.

Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2010. H 135 - 49.

10. Lumbantobing SM. Sistem Motorik. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan

Mental. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2010. H 107 - 8.

11. Lumbantobing SM. Rangsang Selaput Otak (Iritasi Meningeal). Neurologi

Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2010. H

107 - 8.

12. http://emedicine.medscape.com/article/961497-overview

13. Tureen J. Meningitis. In : Rudolph A, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku Ajar

Pediatri Rudolph. Ed 20. Vol 1. Jakarta : EGC, 2006. H 610 - 4.

14. Prober CG. Infeksi System Saraf Sentral. In : Nelson WE, Behrman RE,

Kliegman R, Arvin AM. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Ed 15. Vol 2. Jakarta :

EGC, 2000. H 872 – 80.

15. Langi B. Kejang Demam. Modul Blok 22 : Neurlogy and Behaviour. Jakarta :

FK UKRIDA, 2010.

Page 45: Isi Meningitis Bakterial

45

16. Langi B. Meningitis Bakterial. Modul Blok 22 : Neurlogy and Behaviour.

Jakarta : FK UKRIDA, 2010.