pengobatan bakterial vaginosis

26
PENGOBATAN BAKTERIAL VAGINOSIS PENDAHULUAN Bakterial Vaginosis pertama kali dijelaskan pada tahun 1955 oleh Gardner dan Adipati yang melaporkan korelasi kuat antara BV dan kehadiran Gardnerella vaginalis. Namun, kemajuan dalam mendefinisikan komposisi mikrobiome vagina harus menunggu perkembangan tehnik- tehnik molekuler yang baru. Yang terlibat bukan hanya satu spesies bakteri tetapi banyak bakteri dalam BV dan meningkatkan pemahaman kita tentang pergeseran karakteristik mikrobiota vagina normal dari dominasi laktobasili pelindung untuk bakteri patologi. (1,2,5) Spesies Lactobacillus digantikan oleh pertumbuhan patogen yang berlebih dari vagina anaerob atau bakteri gram negatif termasuk Gardnerella vaginalis, Atopobium vaginae, bakteri terkait vaginosis bakteri, spesies Megasphaera, Mycoplasma hominis, spesies Mobiluncus, Prevotella, dan spesies Pepto streptococcus. Selain itu, bakteri terkait BV telah ditunjukkan untuk membentuk biofilm produktif polimikrobial, komponen utama yang ditemukan untuk menjadi G. vaginalis dan A. vaginae. (1,2,5) Kemajuan baru-baru ini telah memfasilitasi deteksi dan identifikasi bakteri tanpa perlu untuk budidaya. Diagnosa didasarkan pada kombinasi dari tiga dari empat kriteria berikut: pH vagina > 4.5, keputihan yang tipis 1

Upload: priskaparamita

Post on 30-Dec-2015

268 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

f

TRANSCRIPT

Page 1: PENGOBATAN BAKTERIAL VAGINOSIS

PENGOBATAN BAKTERIAL VAGINOSIS

PENDAHULUAN

Bakterial Vaginosis pertama kali dijelaskan pada tahun 1955 oleh Gardner

dan Adipati yang melaporkan korelasi kuat antara BV dan kehadiran Gardnerella

vaginalis. Namun, kemajuan dalam mendefinisikan komposisi mikrobiome vagina

harus menunggu perkembangan tehnik-tehnik molekuler yang baru. Yang terlibat

bukan hanya satu spesies bakteri tetapi banyak bakteri dalam BV dan

meningkatkan pemahaman kita tentang pergeseran karakteristik mikrobiota vagina

normal dari dominasi laktobasili pelindung untuk bakteri patologi. (1,2,5)

Spesies Lactobacillus digantikan oleh pertumbuhan patogen yang berlebih

dari vagina anaerob atau bakteri gram negatif termasuk Gardnerella vaginalis,

Atopobium vaginae, bakteri terkait vaginosis bakteri, spesies Megasphaera,

Mycoplasma hominis, spesies Mobiluncus, Prevotella, dan spesies Pepto

streptococcus. Selain itu, bakteri terkait BV telah ditunjukkan untuk membentuk

biofilm produktif polimikrobial, komponen utama yang ditemukan untuk menjadi

G. vaginalis dan A. vaginae.(1,2,5)

Kemajuan baru-baru ini telah memfasilitasi deteksi dan identifikasi bakteri

tanpa perlu untuk budidaya. Diagnosa didasarkan pada kombinasi dari tiga dari

empat kriteria berikut: pH vagina > 4.5, keputihan yang tipis homogen , tampak

Clue cells pada pemeriksaan mikroskopis cairan vagina, dan bau amis amin.

Diagnosis klinis subjektif terbatas dalam menilai perempuan di populasi umum

karena kebanyakan wanita dengan BV asimptomatik. Mikrobiologi diagnosis

berdasarkan gram dinilai menurut Skor Nugent yang mencerminkan adanya

normal (Skor 0-3) atau menengah (Skor 4-6), atau BV (Skor 7-10).(1)

DEFINISI

Bakterial Vaginosis (BV) adalah suatu kondisi patologis dimana terjadi

perubahan ekologi vagina oleh karena pertumbuhan Lactobacillus yang

merupakan flora normal dominan pada vagina digantikan oleh bakteri lain seperti

Gardnerella vaginalis dan bakteri-bakteri anaerob lainnya. Bakterial vaginosis

1

Page 2: PENGOBATAN BAKTERIAL VAGINOSIS

dikarasteristikkan dengan sekret vagina homogen yang berwarna putih, pH vagina

yang lebih dari 4.5, hasil test amin yang positif, dan keberadaan clue cells secara

mikroskopik. Flora normal vagina pada bakterial vaginosis juga berubah, yakni

berkurangnya jumlah Lactobacillus, dan pertumbuhan masif dari Gardnerella

vaginalis, Mycoplasma hominis, danbakteri anaerobik lainnya.(1,2,5,6)

Penyebab BV pada umumnya belum diketahui secara jelas, namun BV

dapat dihubungkan dengan adanya peningkatan pH vagina dan perubahan sekret

vagina. Pada penderita BV,sekret vagina menjadi berlebihan dengan konsistensi

cair, homogen, berwarna putih keabuan, dan mempunyai bau amis khas yang

disebut fishy odor.(5)

EPIDEMIOLOGI

Bakterial vaginosis adalah infeksi vaginal yang paling sering terjadi pada

wanita usia produktif. Diperkirakan sekitar 16% wanita hamil di Amerika Serikat

terkena bakterial vaginosis pada masa kehamilannya. Beberapa studi juga

menunjukkan meningkatnya prevalensi bakterial vaginosis diantara kaum lesbian.

Frekuensi BV tergantung pada tingkatan ekonomi penduduk. Pernah dilaporkan

bahwa 50% wanita aktif seksual terkena infeksi G. vaginalis, tetapi hanya sedikit

yang menyebabkan gejala. Sekitar 50% ditemukan pada pemakai AKDR dan 86%

bersama-sama dengan infeksi trichomonas. Pada penggunaan AKDR dapat

ditemukan serta diikuti infeksi G.vaginalis dan kuman anaerob gram negatif.(2,3,12)

Hampir 90% laki-laki yang mitra seksual wanitanya terinfeksi G.vaginalis,

mengandung G.vaginalis dengan biotipe yang sama dalam uretra, tetapi tidak

menyebabkan uretritis. Gardnerella vaginalis sering diikuti dengan infeksi lain

yang ditularkan melalui hubungan seksual.(3)

ETIOLOGI

Etiologi tepat masih sulit dipahami, meskipun beberapa penulis telah

mengusulkan interaksi yang kompleks antara berbagai komponen ekosistem

vagina mikroba dan host. Manusia memiliki beberapa faktor risiko untuk

terinfeksi BV diduga, termasuk douching vagina, ras Afrika-Amerika, mitra

2

Page 3: PENGOBATAN BAKTERIAL VAGINOSIS

seksual yang baru, dan wanita yang berhubungan seks dengan perempuan.

Sebaliknya, penggunaan kontrasepsi hormon, laki-laki yang disunat, dan

penggunaan kondom konsisten mengurangi BV.(2,6,12)

Vagina sehat biasanya berisi banyak mikroorganisme terutama

Lactobacillus spesies Lactobacillus crispatus dan Lactobacillus jensenii.

Lactobacillus (LB) adalah genus dari bakteri yang menjajahi permukaan mukosa

vagina mana mereka mengkonversi laktosa dan gula lain secara alami untuk asam

laktat yang menciptakan lingkungan asam di mana mereka dapat berkembang.(2)

Lactobacillus membentuk bagian penting dari sistem kekebalan tubuh

bawaan dan ditemukan dalam vagina dan saluran cerna yang mana mereka

menghambat pertumbuhan patogen spesies bakteri oleh:

Persaingan untuk fermentasi substrat

Penurunan pH melalui produksi asam laktat

Produksi alami bactericides misalnya hidrogen peroksida (H202)(3)

Lactobacillus sangat sensitif terhadap perubahan yang dipengaruhi oleh

faktor eksternal dan fisiologis yang seperti penurunan tingkat estrogen, terapi

antibiotik, paparan deterjen, merokok, stress, aktivitas seksual dan penggunaan

IUD. Lingkungan ini dapat menyebabkan pertumbuhan berlebih dari spesies

bakteri patogen, seperti Gardnerella vaginalis, Mobiluncus, Bacteroides, dan

Mycoplasma. Bakteri ini sering ditemukan pada vagina dalam jumlah sedikit.

Setelah mencapai sejumlah BV terkait bakteri mulai menghasilkan racun yang

mengganggu sistem kekebalan tubuh mukosa, dan memecah lapisan pelindung

lendir yang mengarah ke discharge karakteristik. (2,6,12)

PATOGENESIS

Patogenesis BV sampai saat ini masih belum diketahui secara jelas.

Sampai 50% wanita sehat ditemukan kolonisasi G.vaginalis dalam vagina dalam

jumlah sedikit sehingga hal ini menunjukkan bahwa kuman tersebut termasuk

flora normal dalam vagina. Sering ditemukan pada penderita BV pada wanita

dengan bentuk infeksi vaginitis lainnya. Ditemukan G.vaginalis dalam cairan

3

Page 4: PENGOBATAN BAKTERIAL VAGINOSIS

wanita dengan vaginosis bakterial, disertai peningkatan jumlah kuman

Bacteriodes sp dan peptococcus sp.(3)

Sekret vagina pada vaginosis bakterial berisi beberapa amin termasuk di

dalamnya putresin, kadaverin, metilamin, isobutilamin, fenetilamin, histamine,

dan tiramin. Setelah pengobatan berhasil, sekret akan menghilang. Basil anaerob

mungkin mempunyai peranan penting pada patogenesis BV karena setelah

dilakukan isolasi, analisis biokimia sekret vagina dan efek pengobatan dengan

metronidazole, ternyata cukup efektif terhadap G.vaginalis dan sangat efektif

untuk kuman anaerob.(1,3)

Dapat terjadi simbiosis antara G.vaginalis sebagai pembentuk asam amino

dan kuman anaerob beserta bakteri fakultatif dalam vagina yang mengubah asam

amino menjadi amin sehingga menaikkan pH sekret vagina sampai suasana yang

menyenangkan bagi pertumbuhan G.vaginalis.Setelah pengobatan efektif, pH

cairan vagina menjadi normal. Beberapa amin diketahui menyebabkan iritasi kulit

dan menambah pelepasan sel epitel dan menyebabkan duh tubuh yang keluar dari

vagina berbau.(1,2,3)

Basil anaerob yang menyertai BV adalah Bacteriodes bivins, B.capilosus,

dan B.disiens yang dapat diisolasikan dari infeksi genitalia, menghasilkan

B.lactamase dan lebih dari setengahnya resisten terhadap tetrasiklin. Gardnerella

vaginalis melekat pada sel-sel epitel vagina in vitro, kemudian menambah

deskuamasi sel epitel vagina sehingga terjadi perlengketan duh tubuh pada

dinding vagina. Tidak infasif dan respons inflamasi lokal yang terbatas dapat

dibuktikan dengan sedikitnya jumlah leukosit dalam sekret vagina dan dengan

pemeriksaan histopatologis.(1,3,13)

Timbulnya bakterial vaginosis ada hubungannya dengan aktivitas seksual

atau pernah menderita infeksi Trichomonas. G. vaginalis dapat diisolasikan dari

darah wanita dengan demam pasca partus dan pasca abortus. Kultur darah

seringkali menunjukkan flora campuran, bakteremia G.vaginalis bersifat transient

dan tidak dipengaruhi oleh pengobatan anti mikrobial.(3,13)

4

Page 5: PENGOBATAN BAKTERIAL VAGINOSIS

GEJALA KLINIK

Gejala yang paling umum adalah malodorous discharge tipis homogen

putih atau abu-abu yang merupakan karakteristik dari BV. Pada pemeriksaan,

pelepasan ini diamati untuk melapisi dinding vagina. Kebanyakan wanita dengan

BV biasanya tidak mengeluh iritasi vagina atau ketidaknyamanan. Seringkali

perempuan datang tanpa gejala, namun BV dapat didiagnosis ketika swab vagina

diambil untuk indikasi lain. Sebaliknya, discharge 'normal' tidak berbau dan akan

bervariasi dalam konsistensi dan jumlah dengan siklus menstruasi.(1,2,3)

KRITERIA DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis bakterial vaginosis: (3,11,13)

1. Duh tubuh vagina berwarna abu-abu, homogen, dan berbau.

2. Pada sediaan basah sekret vagina terlihat leukosit sedikit atau tidak ada,

sel epitel banyak dan adanya kokobasil kecil yang berkelompok. Adanya

sel epitel vagina yang granular diliputi oleh koko basil sehingga batas sel

tidak jelas, yang disebut clue cells, adalah patognomotik. Ditemukannya

Clue Cells sensitivitasnya 70-90% , sedangkan spesifitasnya 95-100%.

Kombinasi sediaan basah dan pewarnaan Gram usapan vagina lebih dapat

dipercaya. Pada pewarnaan gram dapat dilihat batang-batang kecil gram

negatif atau variabel-gram yang tidak dapat dihitung jumlahnya dan

banyak sel epitel dengan kokobasil tanpa ditemukan laktobasil.

3. Bau amin setelah diteteskan 1 tetes larutan KOH 10% pada sekret vagina.

Tes ini disebut juga tes swiff (tes amin).

4. pH vagina 4,5-5,5.

5. Pemeriksaan Kromatografi: perbandingan suksinat dan laktat meninggi

sedangkan asam lemak utama yang dibentuk adalah asam asetat.

6. Pemeriksaan kultur : dapat dikerjakan pada media di antaranya agar

casman, dan protease peptone starch agar, dibutuhkan suhu 37°C selama

48-72 jam dengan ditambah CO25%. Koloni sebesar 0,5-2 mm, licin, opak

dengan tepi yang jelas, dan dikelilingi zona hemolitik beta. Sebagai media

transport dapat digunakan media transport Stuart atau Amies.

5

Page 6: PENGOBATAN BAKTERIAL VAGINOSIS

7. Tes Biokimia : Reaksi oksidase, indol, dan urea negatif, menghidrolisis

hipurat dan kanji. Untuk konfirmasi harus disingkirkan infeksi karena

T.vaginalis dan C.albicans.

PENATALAKSANAAN

Bakterial Vaginosis merupakan penyakit yang cukup banyak ditemukan

dengan gambaran klinis ringan tanpa komplikasi. Sekitar 1 dari 4 wanita akan

sembuh dengan sendirinya, hal ini diakibatkan karena organisme Lactobacillus

vagina kembali meningkat ke level normal, dan bakteri lain mengalami penurunan

jumlah. Namun pada beberapa wanita, bila bakterial vaginosis tidak diberikan

pengobatan, akan menimbulkan keadaan yang lebih parah.

Semua wanita dengan bakterial vaginosis simptomatik memerlukan

pengobatan, termasuk wanita hamil. Setelah ditemukan hubungan antara bakterial

vaginosis dengan prematuritas atau endometritis pasca partus, maka penting untuk

mencari obat- obat efektif yang dapat digunakan pada masa kehamilan.

Terapi pengobatan bakterial vaginosis terbagi menjadi:

Terapi antibiotik

Terapi non-antibiotik

TERAPI ANTIBIOTIK

Menurut US Centers for Disease Control, rekomendasi penatalaksanaan

BV adalah sebagai berikut(2):

Rekomendasi utama:

1. Metronidazole 500mg 2x1 selama 7 hari

2. Metronidazole Gel 0.75%, 5g Intravaginal, 1x1 selama 5 hari

3. Clindamycin cream 2%, 5g intravaginal pada malam hari selama 7 hari

Rekomendasi alternatif:

1. Tinidazole 2g 1x1 selama 2 hari

2. Tinidazole 1g 1x1 selama 5 hari

3. Clindamycin 300 mg 2x1 selama 7 hari

4. Clindamycin ovules 100 g intravaginal pada malam hari selama 3 hari

6

Page 7: PENGOBATAN BAKTERIAL VAGINOSIS

Rekomendasi untuk wanita hamil:

1. Metronidazole 500 mg 2x1 selama 7 hari

2. Metronidazole 250 mg 3x1 selama 7 hari

3. Clindamycin 300 mg 2x1 selama 7 hari

METRONIDAZOLE

Definisi

Metronidazole adalah (1b-hidroksi-etil) 2 metil-5-nitriimidazole,

merupakan komposisi heterosiklik dengan grup nitro yang berasal dari posisi

kelima dari turunan imidazole. Metronidazole berbentuk kristal kuning muda dan

sedikit larut dalam air atau alkohol. Metronidazole merupakan obat anti bakteri

dan anti protozoa sintetik derivat nitroimidazole yang mempunyai aktivitas

bakterisid, amebisid dan trikomonasid. Sejak awal tahun 1980an, metronidazole

telah banyak digunakan secara luas untuk pengobatan bakterial vaginosis dengan

membuahkan hasil klinis yang memuaskan.(5,15)

Mekanisme Kerja

Dalam sel atau mikroorganisme, metronidazole akan mengalami reduksi

menjadi produk polar. Hasil reduksi ini mempunyai anti bakteri dengan jalan

menghambat sintesa asam nukleat, mempengaruhi anaerob yang mereduksi

nitrogen dan membentuk intermediet.(5,15)

Metronidazole bekerja efektif baik lokal maupun sistemik. Bakteri anaerob

membuat infeksi yang berbau busuk yang secara khas terkurung dalam dinding

abses. Metronidazole digunakan untuk mengobati infeksi anaerob yang secara

khas tersusun dari organisme campuran gram negatif dan gram positif.(5,15)

Metronidazole disintesis di dalam hati dengan proses side chain oxidation

dan glukorotidasi. Hasil metabolisme metronidazole adalah hydroxyl

metronidazole. Metronidazole adalah molekul kecil yang tidak terikat oleh protein

serum dan mudah didistribusikan melalui jaringan ikat dan cairan dalam tubuh.(15)

Kontra Indikasi

7

Page 8: PENGOBATAN BAKTERIAL VAGINOSIS

Pengobatan dengan menggunakan metronidazole tidak disarankan pada

wanita dengan kehamilan trimester pertama karena metronidazole dapat melewati

sawar plasenta dan memasuki sirkulasi ketuban dengan pesat. Pada kehamilan

trimester pertama diberikan krim clindamycin vaginal karena clindamycin tidak

mempunyai efek samping terhadap fetus. Pada trimester 2 dan 3 dapat digunakan

metronidazole oral walaupun mungkin lebih disukai gel metronidazole intra

vaginal atau clindamycin krim.(15)

Dosis Pengobatan

Menurut Current Centers for disease Control and Prevention Guidelines,

metronidazole dapat dikonsumsi secara oral, dengan dosis regimen 250 mg 3 kali

sehari selama 7 hari, 500 mg 2 kali sehari selama 7 hari, atau dosis tunggal 2 g.

Pada umumnya dosis yang seringkali digunakan adalah dosis tunggal 2 g karena

lebih sedikit total obat yang diperlukan untuk pengobatan. Namun, terdapat resiko

yang lebih besar dalam efek samping metronidazole dalam dosis yang lebih besar.(5,15)

Metronidazole juga dapat diberikan secara intravena, dengan dosis 500

mg-2g yang dimasukkan dalam waktu 20 menit. Walaupun sangat jarang

digunakan, metronidazole secara intravena terbukti memberikan efek samping

yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan oral metronidazole. Tingkat

kesembuhan oral metronidazole dan metronidazole intravena juga memberikan

hasil yang hampir sama yaitu 85 sampai 95%.(5,15)

Efek Samping

Terapi penggunaan metronidazole mempunyai efek samping sebagai

berikut(1,5,15):

a. Mual, sakit kepala, diare, nyeri ulu hati dan konstipasi

b. Kandidiasis, yang dapat menyebabkan sariawan dan glositis

c. Reaksi alergi/ hipersensitivitas

d. Peningkatan enzim fungsi hati, hepatitis kolestatik, dan jaundice

CLINDAMICYN

8

Page 9: PENGOBATAN BAKTERIAL VAGINOSIS

Definisi

Clindamycin adalah (7-chloro-7-deoxy-lincomycin) merupakan antibiotik

golongan lincosamide, sub kelas dari antibiotik makrolid. Clindamycin memiliki

aktivitas yang signifikan melawan bermacam-macam gram positif dan gram

negatif anaerob serta mikroorganisme fakultatif maupun aerob. Efektivitas

clindamycin untuk pengobatan bakterial vaginosis pertama kali dilaporkan oleh

Greaves, yang melakukan riset dengan 143 wanita menggunakan metronidazole

500 mg selama 7 hari dan clindamycin 300 mg selama 7 hari. Hasilnya hampir

sama yaitu 94% untuk pengobatan dengan clindamycin dan 96% untuk

pengobatan dengan metronidazole oral.(1, 5)

Meskipun clindamycin mempunyai aktivitas mikrobial yang melebihi

metronidazole dalam melawan spesies Mobiluncus yang seringkali terdapat pada

bakterial vaginosis, tetapi clindamycin tidak menurunkan angka rata-rata

kelahiran preterm secara signifikan.(4)

Indikasi

Indikasi pemberian clindamycin adalah infeksi serius yang disebabkan

oleh bakteri yang sensitif terhadap clindamycin terutama Streptococcus,

Pneumococcus, Staphylococcuss dan bakteri anaerob seperti :

a. Infeksi serius saluran nafas bagian bawah,

b. Infeksi serius kulit dan jaringan lunak,

c. Osteomielitis,

d. Infeksi serius intra-abdominal,

e. Septikemia / sepsis,

f. Abses intra-abdominal,

g. Infeksi pada panggul wanita dan saluran kemih.

Efek Samping

9

Page 10: PENGOBATAN BAKTERIAL VAGINOSIS

Terapi penggunaan clindamycin mempunyai efek samping sebagai

berikut(1,5):

a. Gangguan gastrointestinal (mual, muntah, diare, dan colitis

pseudomembranousa)

b. Reaksi hipersensitivitas (pruritus, rash, atau urtikaria)

c. Gangguan fungsi hati (jaundice, abnormalitas test fungsi hati)

d. Gangguan ginjal (azotemia, oliguria, proteinuria)

e. Gangguan hematologi (leukoplenia, eosinofilia, agranulositosis,

thrombositopenia)

f. Gangguan muskuloskeletal seperti polyarthritis

Pada kesimpulannya, terapi dengan menggunakan metronidazole maupun

clindamycin untuk pengobatan bakterial vaginosis memiliki hasil klinis yang

hampir sama. Meskipun berdasarkan kapasitasnya untuk mengeradikasi bakteri

anaerob gram negatif dari vagina dan tingkat resistensi yang lebih rendah,

metronidazole merupakan pilihan yang lebih superior dibandingkan dengan

clindamycin.(1,15)

TINIDAZOLE

Mekanisme Kerja

Tinidazole merupakan golongan obat yang baru saja mendapat lisensi

sebagai pengobatan bakterial vaginosis di Amerika Serikat. Tinidazole digunakan

untuk melawan resistansi metronidazole. Tinidazole adalah (2-metil-[2-

(sulfonyletil)etil]-5-nitro-1H-imidazole) yang merupakan nitroimidazole generasi

kedua. Tinidazole menunjukkan distribusi jaringan ikat yang lebih superior

dibandingkan dengan metronidazole. Tinidazole juga menunjukkan konsentrasi

yang lebih efektif di dalam area vagina dibandingkan dengan metronidazole.(7,15)

Efek Samping

Terapi penggunaan tinidazole mempunyai efek samping sebagai

berikut(1,5,7):

10

Page 11: PENGOBATAN BAKTERIAL VAGINOSIS

a. Mual, sakit kepala, diare, nyeri perut ulu hati dan konstipasi

b. Kandidiasis, yang dapat menyebabkan sariawan dan glositis

c. Reaksi alergi/ hipersensitivitas

d. Peningkatan enzim fungsi hati, hepatitis kolestatik, dan jaundice

e. Reaksi anafilaksis

Efek samping dari tinidazole sama seperti metronidazole, namun kelebihan

dari tinidazole adalah tidak perlu minum dengan waktu yang panjang sehingga

mengurangi efek sampingnya.(7)

TERAPI NON ANTIBIOTIK

PROBIOTIK

Probiotik pertama kali didefinisikan oleh Kollath pada tahun 1953. Pada

saat itu Kollath menggunakan kata probiotik untuk menggambarkan kompleks

makanan organik dan inorganik. Kemudian pada tahun 1998, oleh FDA danWHO,

probiotik digambarkan sebagai mikroorganisme hidup yang bilamana dikonsumsi

dengan takaran yang cukup akan memberikan keuntungan di bidang kesehatan

pengkonsumsi. (5,9)

Kata probiotik berasal dari bahasa Yunani dan Latin yang artinya “berguna

untuk kehidupan”. Mekanisme bagaimana probiotik dapat memberikan

keuntungan dalam kesehatan tubuh sampai saat ini tidak terlalu dimengerti.

Beberapa hipotesis yang menggambarkan cara kerja probiotik telah dipelajari,

yaitu:

a. Probiotik dapat memproduksi komponen anti mikrobial, seperti hydrogen

peroksida, lactic acid, atau bacteriocin.

b. Terapi probiotik dapat menyebabkan modulasi mukosal yang menguatkan

respon sistem immunitas tubuh.(5,9)

Mekanisme Kerja

11

Page 12: PENGOBATAN BAKTERIAL VAGINOSIS

Mekanisme kerja probiotik dalam pengobatan bakterial vaginosis adalah

melindungi host dari infeksi dengan cara menjaga pH vagina tetap rendah serta

memproduksi substansi anti mikrobial seperti acids dan hidrogen peroksida.(9)

Prinsip utama dari probiotik adalah untuk memproduksi bahan yang

menstimulai pertumbuhan Lactobacillus. Oligosakarida yang terdapat di dalam

probiotik mampu menurunkan pH vagina dan mensekresi substansi anti bakteri

yang menghalangi adhesi dan replikasi dari bakteri anaerobik.(5)

Cara Pemberian

Probiotik dapat dikonsumsi secara oral maupun vaginal. Namun, masih

belum terlalu jelas yang mana yang lebih efektif dalam pengobatan dan

pencegahan bakterial vaginosis. Terdapat berbagai macam sediaan probiotik untuk

pengobatan bakterial vaginosis, seperti sediaan dalam bentuk gel, tampon,

suposutoria, dan bentuk kapsul. Beberapa studi menyarankan aplikasi topikal dari

gel probiotik yang mengandung sukrosa, disakarida dari glukosa dan fruktosa,

untuk penatalaksanaan bakterial vaginosis disandingkan dengan penggunaan

metronidazole topikal. Hasil yang dievaluasi setelah 21-35 hari pengobatan

menunjukkan bahwa tingkat terapi kesembuhan sukrosa hampir sama dengan

terapi penyembuhan bakterial vaginosis dengan menggunakan gel metronidazole.(5,9)

HIDROGEN PEROKSIDA

Mekanisme Kerja

Disinfektan dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri

dengan cara menghidrolisis atau menggumpalkan protein bakteri yang merupakan

konstituen dari protoplasma. Protein yang telah menggumpal tidak akan berfungsi

lagi, akibatnya bakteri mengalami kematian. Menurut Ensminger, hidrogen

peroksida berbentuk cair, mudah terurai menjadi air dan oksigen yang mudah

teroksidasi sehingga dapat membunuh kuman.(5)

Hidrogen peroksida merupakan asam lemah, yang berarti memiliki pH

sedikit lebih rendah dari 7. Karena hidrogen peroksida mengandung unsur oksigen

12

Page 13: PENGOBATAN BAKTERIAL VAGINOSIS

dan sangat reaktif, zat ini diklasifikasikan sebagai “reactive oxygen species”

(ROS). Karena sifatnya yang sangat reaktif itu pula, zat ini juga dapat bekerja

sebagai disinfektan.(5,10)

Ketika hidrogen peroksida melakukan kontak dengan bakteri, zat ini

dengan cepat mengoksidasi komponen luar bakteri. Hidrogen peroksida tidak

hanya bersifat racun bagi bakteri, tetapi dapat pula melubangi membran luar yang

melindungi bakteri sehingga bakteri langsung mati.(5,10,13)

Efek Samping

Salah satu keuntungan penggunaan hidrogen peroksida sebagai disinfektan

adalah bahan kimia ini murah, mudah didapat, dan relatif aman. Namun efek

samping dari hidrogen peroksida adalah jika bereaksi dengan zat lain, maka akan

menciptakan gelembung gas, dan baunya juga agak menyengat sehingga sebagian

orang menganggap bau ini tidak menyenangkan.(5,10,13)

POVIDONE IODINE

Povidone Iodine (PVP-I) larut dalam air, etil alkohol, isopropil alkohol,

glikol polietilen, dan gliserol. Stabilitas dalam larutan jauh lebih besar dari tingtur

yodium atau lugol. Sediaan povidone iodine dapat ditemukan dalam bentuk

vaginal pessaries, yang berisi 200 mg povidone iodine dengan berbahan dasar air

yang diberikan 1 kali sehari pada pagi hari, selama 5-7 hari.(10,13,15)

Mekanisme Kerja

Yodium bebas, perlahan-lahan dibebaskan dari yodium poviodine (PVP-I)

kompleks dalam larutan, membunuh eukariotik atau prokariotik sel melalui

iodinasi dari lipid dan oksidasi sitoplasma dan membran senyawa. Agen ini

menunjukkan berbagai aktivitas mikrobisida terhadap bakteri, jamur, protozoa,

dan virus. Slow release yodium dari kompleks PVP-I dalam larutan

meminimalkan toksisitas yodium menuju sel mamalia.(13,15)

Yodium telah diakui sebagai bakterisida spektrum luas yang efektif, dan

juga efektif terhadap ragi, jamur, jamur, virus, dan protozoa. Kelemahan

13

Page 14: PENGOBATAN BAKTERIAL VAGINOSIS

penggunaannya dalam bentuk larutan berair termasuk iritasi pada situs aplikasi,

toksisitas dan pewarnaan dari jaringan sekitarnya.Kekurangan-kekurangan

tersebut diatasi dengan penemuan dan penggunaan PVP-I, di mana yodium

dilakukan dalam bentuk kompleks dan konsentrasi yodium bebas sangat rendah.

Produk sehingga berfungsi sebagai iodophor. Selain itu, telah menunjukkan

bahwa bakteri tidak mengembangkan resistensi terhadap PVP-I, dan tingkat

sensitisasi terhadap produk hanya 0,7%. Untuk tujuan pengobatan infeksi pada

kelamin ini PVP-I telah dirumuskan pada konsentrasi 7,5-10,0% dalam larutan,

semprot, scrub bedah, salep, dan bentuk sediaan usap.(10,13,15)

OCTENIDINE

Berfungsi sebagai antiseptik lokal. Berdasarkan riset yang telah dilakukan,

octenidine dengan sediaan spray (octenidine hydrochloride-phenoxyethanol) yang

diberikan selama 7-14 hari telah dibuktikan efektif sebagai terapi standar dengan

kombinasi metronidazole.(5,10)

Pasien yang telah diberikan octenidine menyatakan bahwa penggunaan

octenidine lebih nyaman penggunaannya, mudah diaplikasikan, dan memiliki efek

samping yang lebih sedikit.(5,10,15)

BENZYDAMINE

Benzydamine adalah obat golongan non-steroid anti inflamasi. Dalam

penggunaan secara topikal, mekanisme kerjanya juga menghambat anti mikroba

dan aktivitas anastesi lokal. Efek anti-mikrobanya dirasakan dengan kenaikan pH

alkaline (biasanya ditemukan pada vagina yang mederita, tetapi bukan pH asam

yang berfungsi optimal untuk perkembangan Lactobacilli). Regimen intravaginal

0,1% benzydamine hydrochloride yang diaplikasikan 2 kali sehari selama 10 hari.

Kemudian hasilnya ditinjau kembali pada 7-14 hari dan 35-42 hari setelah

pemakaian.(5,10,11)

CHLORHEXIDINE

14

Page 15: PENGOBATAN BAKTERIAL VAGINOSIS

Chlorhexidine terdapat dalam sediaan 0,5% gel yang diaplikasikan secara

intra-vaginal dan terdapat pula dalam sediaan vaginal pessaries. Sediaan gel intra

vaginal diaplikasikan sekali sehari selama 7 hari, kemudian hasilnya ditinjau

kembali setelah 3 minggu. Hasil yang didapatkan pada penderita BV adalah angka

penyembuhan klinisnya berhasil dengan menghilangnya gejala dan tanda seperti

yang disebutkan pada kriteria Amsel.(9,10)

POLYHEXAMETHYLENE BIGUANIDE

Polyhexamethylene biguanide tersedia dalam sediaan gel 10% yang

diberikan secara intra vaginal selama 7 hari. Jika dihubungkan dengan kriteria

Amsel, maka pasien BV dapat diberikan pengobatan baik tunggal maupun dua

jenis pemberian obat. Jika diberikan 100 ml dosis tunggal polyhexamethylene

biguanide 10% gel vagina, maka dapat pula diberikan clindamycin krim 2%

selama 7 hari.(5,9,10)

DAFTAR PUSTAKA

1. Holmes KK, Mardh PA, Sparling PF, Lemon SM, Stamm WE, Piot P, et

al. Bacterial Vaginosis. Sexually Transmitted Diseases. 4thed. New York:

McGraw Hill, 2008: p. 738.

2. Boone B, Schepper SD, Verhaeghe E, Ongoene K, Lapeere H, Lambert J,

et al. Bacterial Vaginosis. In: Wolf K, editor. Fitzpatrick's Dermatology in

3. General Medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill Medical; 2012. p.

2524-2526.

15

Page 16: PENGOBATAN BAKTERIAL VAGINOSIS

4. Judarsono J. Vaginosis Bacterial. Dalam: Djuanda A, editor. Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin. 4th ed. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, 2005: 384-7

5. McDonald HM, Brocklehurst P, Gordon A. Antibiotics for treating

bacterial vaginosis in pregnancy. The Cochraine Library: John Wiley &

Sons, Ltd; 2007.

6. Menard, Jean-Pierre. Antibacterial Treatment for Treating Bacterial

Vaginosis: Current and Emerging Therapies. International Journal of

Women’s Health: Dove Press; 2011: p. 295-305

7. Wilson, J. 2013. Managing Reccurent Bacterial Vaginosis. United

Kingdom. 2003.

8. Laura J Dickey, Michael D Nailor, Jack D Sobel. 2010. Guideline for the

Treatment of Bacterial Vaginosis : Focus on Tinidazole. Theraupetics and

Clinical Risk Management : 5. p 485-9

9. Habif, Thomas P. Clinical Dermatology : A Color Guide to Diagnosis and

Therapy 4th Edition. Mosby; 2003.

10. Parvin Bastani, Aziz Homayouni, et al. 2012. Dairy Probiotics Food and

Bacterial Vaginosis. p 445-456

11. Verstraelen, et al. 2012. Antiseptics and Disinfectans for the Treatment of

Bacterial Vaginosis. BMC Infectious Diseases 2012

12. Didier Silveira, Castellano Filho, et al. 2010. Bacterial Vaginosis: Clinical,

Epidemiologic, and Microbiological Features. Vol 36. p 223-230

13. Turovskiy, K Sutyak Noll. 2011. The Aetiology of Bacterial

Vaginosis.Journal of Applied Microbiology 110. p 1105-1128

14. Michael Adler, et al. Vaginal Discharge-Cause, Diagnosis, and Treatment.

ABC Sexually Transmitted Infections, Ed. 5. p 25-38

15. Gaikwad V, Parvekar M, Gupta S. 2012. Study of the Role of Bacterial

Vaginosis. International Journal of Medical and Clinical Research. Vol. 3.

p 221-4

16

Page 17: PENGOBATAN BAKTERIAL VAGINOSIS

16. Sarah L. Cudmore. Et al. Treatment of Infections caused by

Metronidazole-Resistant TrichomonasVaginalis. American Society for

Microbiology. p 783-793

17