konjungtivitis bakterial
TRANSCRIPT
IDENTITAS
Nama : Tn. Hasanudin
Umur : 58 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal pemeriksaan : 3 Februari 2014
I. ANAMNESIS
Auto anamnesis pada tanggal 3 Februari 2014 jam 10.15 WIB
Keluhan utama
Mata kanan merah
Keluhan tambahan
Mata kanan keluar cairan berwarna putih kekuningan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Klinik Mata RSUD Ciawi dengan keluhan Mata kanan merah sejak
5 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh mata kanannya susah dibuka saat bangun tidur pagi
karena lengket dengan cairan yang keluar dari mata kanannya. Cairan tersebut berwarna putih
kekuningan. Pasien juga mengeluh mata kanannya agak sedikit gatal , perih dan berair.
Pasien juga mengeluh kedua matanya sering terasa kering. Demam (-) , Batuk (-) , Pusing (-),
Sakit kepala (-), Sakit Tenggorok (-), Bengkak (-) , Riwayat Trauma (-) , Rasa Mengganjal (-)
, Buram / Penglihatan menurun (-) , Silau (-) , Menglihat Kilatan Cahaya (-) , Mata kanan
sakit (-) , Mual (-) , Muntah (-).
Pasien mengatakan istrinya juga menderita sakit mata yang seperti ini juga . Pasien
pernah sakit seperti ini sebelumnya pada tahun lalu , sudah berobat dan sembuh waktu itu .
Pasien belum pernah berobat sebelumnya dan belum memberikan tetes obat mata apapun.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah sakit mata seperti ini pada tahun lalu.
Riwayat Hipertensi disangkal. DM disangkal
Riwayat Penyakit Jantung disangkal.
Riwayat Asma disangkal.
Riwayat Alergi Makanan dan Obat disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Istri pasien sakit mata seperti ini juga
Riwayat Hipertensi disangkal. DM disangkal
Riwayat Penyakit Jantung disangkal.
Riwayat Asma disangkal.
Riwayat Alergi Makanan dan Obat disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : Tekanan Darah: 110/70 mmHg, Frekuensi Nadi: 82
kali/menit, Frekuensi Nafas : 20 kali/menit
Kepala/leher : Pembesaran KGB preauriukuler (-)
Thorax, Jantung : Tidak ada kelainan
Paru : Tidak ada kelainan
Abdomen : Tidak ada kelainan
Ekstremitas : Deformitas (-), Edema (-) , Sianosis (-)
STATUS OPHTALMOLOGI
KETERANGAN OD OS
1. VISUS
- Visus 6/6,6 6/7,5
- Koreksi - -
- Addisi - -
- Distansia Pupil 32mm 32mm
- Kacamata Lama - -
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
- Eksoftalmus - -
- Enoftalmus - -
- Deviasi - -
- Gerakan Bola Mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. SUPERSILIA
- Warna Hitam Hitam
- Simetris Simetris Simetris
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
- Edema - -
- Nyeri tekan - -
- Ekteropion - -
- Entropion - -
- Blefarospasme - -
- Trikiasis - -
- Sikatriks - -
- Punctum lakrimal Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Fissure palpebral Normal Normal
- Tes anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR
- Hiperemis + -
- Folikel - -
- Papil - -
- Sikatriks - -
- Hordeolum - -
- Kalazion - -
6. KONJUNGTIVA BULBI
- Sekret + -
- Injeksi Konjungtiva + -
- Injeksi Siliar - -
- Perdarahan Subkonjungtiva - -
- Pterigium - -
- Pinguekula - -
- Nevus Pigmentosus - -
- Kista Dermoid - -
7. SKLERA
- Warna Putih Putih
- Ikterik - -
- Nyeri Tekan - -
8. KORNEA
- Kejernihan Jernih Jernih
- Permukaan Rata Rata
- Ukuran 12 mm 12 mm
- Sensibilitas Baik Baik
- Infiltrat - -
- Keratik Presipitat - -
- Sikatriks - -
- Ulkus - -
- Perforasi - -
- Arcus senilis + +
- Edema - -
- Test Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan
9. BILIK MATA DEPAN
- Kedalaman Cukup Cukup
- Kejernihan Jernih Jernih
- Hifema - -
- Hipopion - -
- Efek Tyndall - -
10. IRIS
- Warna Cokelat Cokelat
- Kripte + +
- Sinekia - -
- Koloboma - -
11. PUPIL
- Letak Tengah Tengah
- Bentuk Bulat Bulat
- Ukuran 3 mm 3 mm
- Refleks Cahaya Langsung + +
- Refleks Cahaya Tidak Langsung + +
12. LENSA
- Kejernihan Jernih Jernih
- Letak Tengah Tengah
- Test Shadow Negatif Negatif
13. BADAN KACA
- Kejernihan Jernih Jernih
14. FUNDUS OCCULI
- Batas
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Warna
- Ekskavasio
- Rasio arteri : vena
- C/D rasio
- Makula lutea
- Retina
- Eksudat
- Perdarahan
- Sikatriks
- Ablatio
15. PALPASI
- Nyeri tekan - -
- Masa tumor - -
- Tensi Occuli N/Palpasi N/Palpasi
- Tonometry Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
16. KAMPUS VISI
- Tes Konfrontasi + +
II. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kerokan Konjungtiva OD dengan pulasan Gram
III. RESUME
Telah diperiksa Pasien Laki-laki berusia 58 tahun datang ke Klinik Mata RSUD Ciawi
dengan keluhan Mata kanan merah sejak 5 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh mata
kanannya susah dibuka saat bangun tidur pagi karena lengket dengan cairan yang keluar dari
mata kanannya. Cairan tersebut berwarna putih kekuningan. Pasien juga mengeluh mata
kanannya agak sedikit gatal , perih dan berair. Pasien juga mengeluh kedua matanya sering
terasa kering. Demam (-) , Batuk (-) , Pusing (-), Sakit kepala (-), Sakit Tenggorok (-),
Bengkak (-) , Riwayat Trauma (-) , Rasa Mengganjal (-) , Buram / Penglihatan menurun (-) ,
Silau (-) , Menglihat Kilatan Cahaya (-) , Mata kanan sakit (-) , Mual (-) , Muntah (-).
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien pernah sakit mata seperti ini pada tahun lalu
Riwayat Penyakit Keluarga : Istri Pasien sakit mata seperti ini juga
Status Generalis : tidak ada kelainan
Status Ophtalmologi
OD OS
6/6,6 Visus 6/7,5
N/Palpasi TIO N/Palpasi
Simetris Kedudukan bola mata Simetris
Hiperemis Cts Tenang
Hiperemis Cti Tenang
Sekret (+) , Injeksi
Konjungtiva (+)
Cb Tenang
Jernih , Sensibilitas baik ,
Arcus Senilis (+)
C Jernih , Sensibilitas baik ,
Arcus Senilis (+)
Bulat , 3mm , RCL (+) ,
RCTL (+)
P Bulat , 3mm , RCL (+) ,
RCTL (+)
Cokelat , Kripta (+) ,
Sinekia (-)
I Cokelat , Kripta (+) ,
Sinekia (-)
Jernih , Shadow Test (-) L Jernih , Shadow Test (-)
Tidak dilakukan F Tidak dilakukan
IV. DIAGNOSIS KERJA
Konjungtivitis Bakteri OD
V. DIAGNOSIS BANDING
Konjungtivitis Sicca + Infeksi Sekunder OD
Konjungtivitis Angular OD
VI. PENATALAKSANAAN
Tetes Mata Aminoglikosid : (Polymyxin B Sulfat 10.000 IU/mL + Neomycin
Sulfat 5 mg/mL) = 6 x OD
Artificial Tears : Carboxymethylcellulose 5mg/mL = 6 x ODS
VII. PROGNOSIS
OKUL I DEXTRA (OD) OKUL I SINISTRA (OS)
Ad Vitam : Bonam Bonam
Ad Fungsionam : Bonam Bonam
Ad Sanationam : Bonam Bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Konjungtiva
Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan
anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang
merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi. Konjungtiva
bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra (suatu sambungan mukokutan) dan dengan
epitel kornea di limbus.
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat
erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada
forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva
bulbaris.
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di forniks dan melipat
berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar
permukaan konjungtiva sekretorik. (Duktus – duktus kelenjar lakrimal bermuara ke forniks
temporal superior.). Konjungtiva bulbaris melekat longgar pada kapsul tenon dan sklera
dibawahnya, kecuali di limbus (tempat kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu sepanjang
3mm).
Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal , lunak , dan mudah bergerak (plica
semiulnaris) terletak di kantus internus dan merupakan selaput pembentuk kelopak mata
dalam pada beberapa hewan kelas rendah. Stuktur epidermoid kecil semacam daging
(caruncula) menempel secara superfisial ke bagian dalam plica semiulnaris dan merupakan
zona transisi yang mengandung baik elemen kulit maupun membran mukosa.
Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva
banyak mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat
membasahi bola mata terutama kornea.
Gambar Anatomi Konjungtiva
Histologi Konjungtiva
Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari atas dua hingga lima lapisan sel epitel silindris
bertingkat, superfisial, dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas
caruncula, dan didekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri atas sel-sel
epitel skuamosa bertingkat. Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau
oval yang mensekresi mukus. Mukus yang terbentuk mendorong inti sel goblet ke tepi dan
diperlukan untuk dispersi lapisan air mata prakornea secara merata.
Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan di dekat
limbus dapat mengandung pigmen. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid
(superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundus).
Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat
mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak
berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa
konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papilar bukan folikular dan mengapa kemudian
menjadi folikular.
Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng
tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papilar pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa
terususn longgar pada bola mata.
Kelenjar lakrimal aksesorius ( kelenjar Krause dan Wolfring), yang struktur dan
fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak dalam stroma. Sebagian besar kelenjar Krause
berada di forniks atas, sisanya ada di forniks bawah. Kelenjar Wolfring terletak di tepi atas
tarsus atas.
Perdarahan, Limfatik dan Persarafan
Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteria siliaris anterior dan arteria palpebralis.
Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva
yang umunya mengikuti pola arterinya membentuk jaring-jaring vaskular konjungtiva yang
sangat banyak.
Pembuluh limfe konjungtiva tersusun di dalam lapisan superfisial dan profundus dan
bergabung dengan pembuluh limfe palpebra membentuk pleksus limfatikus yang kaya.
Konjungtiva menerima persafaran dari percabangan (oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini
memiliki serabut nyeri yang relatif sedikit.
KONJUNGTIVITIS
Radang konjungtiva ( konjungtivitis) adalah penyakit mata paling umum didunia.
Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis
berat dengan banyak sekret purulen kental. Penyebab umumnya eksogen, tetapi bisa endogen.
Karena lokasinya , Konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-
faktor lingkungan lain yang menganggu . Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata
dari substansi luar: Pada film air mata , komponen akueosa mengencerkan materi infeksi,
mukus menangkap debris, dan aktivitas pompa palpebra membilas air mata ke duktus air
mata secara konstan; air mata mengandung substansi antimikroba , termasuk lisozim dan
antibodi ( IgG dan IgA).
Patogen umum yang dapat menyebabkan konjungtivits adalah Streptococcus
penumoniae, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, Neisseria meningitidis,
sebagian besar strain adenovirus manusia, virus herpes simpleks tipe 1 dan 2, dan
picornavirus. Dua agen yang ditularkan secara seksual dan dapat menimbulkan konjungtivitis
adalah Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae.
Pembedaan jenis-jenis konjungtivitis umum
Temuan Klinis dan
Sitologi
Viral Bakteri Klamidia Alergika
Gatal Minimal Minimal Minimal Hebat
Hiperemia Generalisata Generalisata Generalisata Generalisata
Mata Berair Banyak Sedang Sedang Minimal
Eksudasi Minimal Banyak Banyak Minimal
Adenopati preaurikular Sering Jarang Hanya sering pada
konjungtivitis inklusi
Tak ada
Pada kerokan dan
eksudat yang dipulas
Monosit Bakteri, PMN PMN, sel plasma, badan
inklusi
Eosinofil
Disertai sakit
tenggorokan dan demam
Sesekali Sesekali Tak pernah Tak pernah
KONJUNGTIVITIS BAKTERI
Terdapat dua bentuk konjungtivitis bakteri : akut (termasuk hiperakut dan subakut)
dan kronik. Konjungtivitis bakteri akut biasanya jinak dan dapat sembuh sendiri ,
berlangsung kurang dari 14 hari. Pengobatan dengan salah satu obat antibakteri yang tersedia
biasanya menyembuhkan dalam beberapa hari. Sebaliknya, konjungtivitis hiperakut (purulen)
yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae atau Neisseria meningitidis dapat menimbulkan
komplikasi mata berat bila tidak diobati sejak dini. Konjungtivitis kronik biasanya sekunder
terhadap penyakit palpebra atau obstruksi duktus nasolakrimalis.
Tanda dan Gejala
Umumnya konjungtivitis ini bermanifestasi dalam bentuk iritasi dan pelebaran
pembuluh darah (injeksi) bilateral, eksudat purulen dan palpebra saling melengket saat
bangun tidur, dan kadang-kadang edema palpebra. Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan
melalui tangan menular ke sebelahnya. Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui benda
yang dapat menyebarkan kuman.
Patofisiologi
Cedera epitel konjungtiva oleh agen perusak dapat diikuti oleh edema epitel, kematian
sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel, atau pembentukan granuloma. Selain itu, mungkin juga
terjadi edema stroma konjungtiva dan hipertrofi lapisan limfoid stroma ( pembentukan
folikel).
Dapat ditemukan sel-sel radang termasuk neutrofil , eosinofil , basofil , limfosit , dan
sel plasma, yang sering kali menunjukan sifat agen perusaknya. Sel-sel radang bermigrasi
dari stroma konjungtiva melalui epitel kemudian bergabung dengan fibrin dan mukus dari
sel-sel goblet untuk membentuk eksudat konjungtiva, yang menyebabkan “ perlengketan”
tepian palpebra (terutama di pagi hari).
Sel-sel radang terlihat dalam eksudat atau kerokan yang diambil dengan spatula
platina steril dari permukaan konjungtiva yang telah dianestesi. Bahan itu dipulas dengan
pulasan Gram (untuk mengidentifikasi organisme bakteri) dan dengan pulasan Giemsa (untuk
menetapkan jenis dan morfologi sel). Banyaknya leukosit polimorfonuklear adalah ciri khas
konjungtivitis bakteri.
Klasifikasi
Konjungtivitis bakteri hiperakut (purulen) disebabkan oleh N.gonorrhoeae, N.kochii,
dan N.Meningitidis) ditandai oleh eksudat purulen yang banyak . Konjungtivitis meningokok
kadang-kadang terjadi pada anak-anak. Setiap konjungtivitis berat dengan banyak eksudat
harus segera dilakukan pemeriksaan laboratorium dan segera diobati. Jika ditunda , bisa
terjadi kerusakan kornea atau kehilangan mata, atau konjungtiva dapat menjadi gerbang
masuk N.Gonorrhoeae atau N.Meningitidis, yang mendahului sepsis atau meningitis.
Konjungtivitis Mukopurulen (Catarrhal) akut sering terdapat dalam bentuk epidemik
dan disebut “mata merah (pinkeye)” oleh kebanyakan orang awam. Penyakit ini ditandai
dengan hiperemia konjungtiva akut dan sekret mukopurulen berjumlah sedang. Penyebab
paling umum Haemophil;lus aegyptus pada iklim tropis. Penyebab yang kurang umum adalah
stafilokokus dan strepokokus lain. Konjungtivitis yang disebabkan oleh S.pneumoniae dan
H.aegyptus dapat disertai perdarahan subkonjungtiva. Konjungtivitis H.aegyptus di Brazil
diikuti dengan demam purpura fatal yang ditimbulkan toksin bakteri terkait plasmid.
Konjungtivitis subakut paling sering disebabkan oleh H.Influenzae, dan terkadang
oleh E.Coli dan spesies proteus. Infeksi oleh H.Influenzae ditandai dengan eksudat tipis,
berair , atau berawan.
Konjungtivitis bakteri kronik terjadi pada pasien dengan obstruksi ductus
nasolakrimalis dan dakriosistitis kronik, yang biasanya unilateral. Infeksi ini juga bisa
menyertai blefaitis bakterial kronik atau disfungsi kelenjar meiubom. Pasien dengan sindrom
palpebra lunglai (floppy lid syndrome) atau ektropion dapat terkena konjungtivitis bakterial
sekunder.
Konjungtivitis bakteri dapat disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae dan
Streptococcus pyogenes walaupun jarang. Pseudomembran atau membran yang dihasilkan
oleh organisme ini dapat terbentuk pada konjungtiva palpebralis. Kasus-kasus konjungtivitis
kronik yang jarang, yang disebabkan oleh Moxarella catarrhalis , basil coliform , proteus ,
dll , sulit dibedakan secara klinis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bakteri , organisme penyebabnya dapat
diidentifikasi dengan pemeriksaan mikroskopik kerokan konjungtiva yang dipulas dengan
pulasan Gram atau Giemsa; pemeriksaan ini menampilkan banyak neutrofil
polimorfonuklear. Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan
disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika penyakitnya purulen, ber-membran atau
ber-pseudomembran. Studi sensitivitas antibiotik juga diperlukan , tetapi terapi antibiotik
empiris harus dimulai. Bila hasil uji sensitivitas antibiotik sudah didapatkan , terapi dengan
antibiotik spesifik dapat diberikan.
KOMPLIKASI
Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis stafilokok, kecuali pada
pasien sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut konjungtiva dapat mengikuti
konjungtivitis pseudomembranosa dan membranosa , dan pada kasus tertentu diikuti ulserasi
kornea dan perforasi.
Ulserasi kornea marginal dapat terjadi pada infeksi N.gonorrhoeae , N. Kochii ,
N.Menigitidis , H.aegyptus , S.aureus , dan Mcatarrhalis; jika produk toksik N.gonorrhoeae
berdifusi melalui kornea masuk ke bilik mata depan , dapat timbul iritis toksik.
PROGNOSIS
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri. Tanpa diobati, infeksi dapat
berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari , kecuali konjungtivitis
stafilokok (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan memasuki fase kronik )
dan konjungtivitis gonokok (yang bila tidak diobati dapat berakibat perforasi kornea dan
endoftalmitis).
Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk menigokokus ke dalam darah dan
meningens , septikemia dan meningitis dapat menjadi hasil akhir konjungtivitis menigokokus.
Konjungtivitis bakteri kronik mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan menjadi masalah
pengobatan yang menyulitkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan D , Asbury T, et al. In : Sullivan JH , Sheltar DJ .eds 17th . Ofttalmologi
Umum. San Fransisco : EGC, 2007 : 97-102.
2. Ilyas HS , Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ,
2012.
3. Raviola E. The eye. In : Bloom and Fawcelt, eds. A textbook of Histology, 12'" cd.
2004 : 914-7.
4. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophtalmology A systematic Approach 7 th ed. Dry
Eyes Disorder. Oxford . Elsevier Saunders.2011