kelompok hipertensi (1)

42
HIPERTENSI MAKALAH Diajukan Untuk Memenuhi Nilai Mata Kuliah Farmakoterapi Terapan pada Program Studi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran Di Susun Oleh : Fadli Nugraha 260112120507 Saska Prasti 260112120521 Nurul Rafiqua 260112120527 Tresna Nursyamsiyah 260112120533 Eka Puspita Sari 260112120545 Ari Pramudiya 260112120585 Dhita Analepta Purba 260112120589 Syafrison 260112120605 Tiara Prisca Marina Malewa 260112120609 Aris Permana 260112120623

Upload: widya-dwi-arini

Post on 11-Feb-2015

165 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kelompok Hipertensi (1)

HIPERTENSI

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Nilai Mata Kuliah Farmakoterapi Terapanpada Program Studi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran

Di Susun Oleh :

Fadli Nugraha 260112120507Saska Prasti 260112120521Nurul Rafiqua 260112120527Tresna Nursyamsiyah 260112120533Eka Puspita Sari 260112120545Ari Pramudiya 260112120585Dhita Analepta Purba 260112120589Syafrison 260112120605Tiara Prisca Marina Malewa 260112120609Aris Permana 260112120623

PROGRAM STUDI APOTEKERFAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARANJATINANGOR

2013

Page 2: Kelompok Hipertensi (1)

HIPERTENSI

1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan

sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada

populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg

dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps, 2005).

Hipertensi diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara terus

menerus sehingga melebihi batas normal. Tekanan darah normal adalah 110/90

mmHg. Hipertensi merupakan produk dari resistensi pembuluh darah perifer dan

kardiak output (Wexler, 2002).

1.1 Klasifikasi Hipertensi

a. Berdasarkan penyebabnya dikenal dua jenis hipertensi, yaitu :

1) Hipertensi Primer

Hipertensi primer (esensial) Adalah suatu peningkatan persisten tekanan

arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol

homeostatik normal. Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya dan

mencakup + 90% dari kasus hipertensi (Wibowo, 1999).

2) Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder Adalah hipertensi persisten akibat kelainan dasar

kedua selain hipertensi esensial. Hipertensi ini penyebabnya diketahui

dan ini menyangkut + 10% dari kasus-kasus hipertensi (Sheps, 2005).

b. Berdasarkan bentuknya hipertensi terbagi menjadi hipertensi diastolik,

campuran, dan sistolik.

1) Hipertensi Diastolik

Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan

diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik. Biasanya ditemukan

pada anak-anak dan dewasa muda.

Page 3: Kelompok Hipertensi (1)

2) Hipertensi Campuran

Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang meninggi) yaitu

peningkatan tekanan darah pada sistol dan diastol.

3) Hipertensi Sistolik

Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) yaitu peningkatan

tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik. Umumnya

ditemukan pada usia lanjut (Gunawan, 2001).

1.2 Klasifikasi Tekanan Darah

Menurut Rahmawati, pada tahun 2006 JNC VIII mengklasifikasi hipertensi

untuk usia ≥ 18 tahun, klasifikasi hipertensi tersebut dapat kita lihat pada tabel 1.

berikut:

Klasifikasi Hipertensi untuk usia≥ 18 Tahun Klasifikasi

Tekanan Sistolik(mmHg)

Tekanan Diastolik(mmHg)

Normal <120 <80

Pre Hipertensi 120-139 80-89

Stadium I 140-159 90-99

Stadium II ≥160 ≥100

2. Patofisiologi Hipertensi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini

bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar

dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.

Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke

bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron

preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca

ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin

mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan

ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang

vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin,

Page 4: Kelompok Hipertensi (1)

meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Corwin,

2001)

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh

darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang

mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi

epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol

dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokontriktor pembuluh

darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,

menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I

yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang

pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus

keadaan hipertensi (Dekker, 1996)

Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer

bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia.

Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan

penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya

menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.

Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam

mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),

mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer

(Corwin, 2001).

2.1 Tekanan darah arteri

Tekanan darah arteri adalah tekanan yang diukur pada dinding arteri dalam

millimeter merkuri. Dua tekanan darah arteri yang biasanya diukur, tekanan darah

sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD). TDS diperoleh selama

kontraksi jantung dan TDD diperoleh setelah kontraksi sewaktu bilik jantung

diisi. Banyak faktor yang mengontrol tekanan darah berkontribusi secara potensial

dalam terbentuknya hipertensi. Faktor-faktor tersebut adalah (lihat gambar 2) :

Page 5: Kelompok Hipertensi (1)

a. Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau variasi

diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons terhadap stress

psikososial dll

b. Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor

c. Asupan natrium (garam) berlebihan

d. Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium

e. Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya produksi

angiotensin II dan aldosteron

f. Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide

natriuretik

g. Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi tonus

vaskular dan penanganan garam oleh ginjal

h. Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada pembuluh

darah kecil di ginjal

i. Diabetes mellitus

j. Resistensi insulin

k. Obesitas

l. Meningkatnya aktivitas vascular growth factors

m. Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung,

karakteristik inotropik dari jantung, dan tonus vaskular

n. Berubahnya transpor ion dalam sel (Depkes RI, 2006).

Gambar 2: Mekanisme patofisiologi dari hipertensi (Vasan RS, 2001).

Page 6: Kelompok Hipertensi (1)

3. Manisfestasi Klinik Hipertensi

Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan

darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti

perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada

kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus). Individu yang menderita

hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila

ada akan menunjukkan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas

sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan.

Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia

(peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma (peningkatan nitrogen urea

darah (BUN) dan kreatinin). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat

menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai

paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan

(Wijayakusuma, 2000).

Crowin (2000) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul

setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa nyeri kepala saat terjaga,

kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah

intrakranial, penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi,

pergerakan langkah kaki yang tidak tepat karena kerusakan susunan saraf pusat,

nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema

dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.

Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing,

wajah menjadi merah, sakit kepala, keluarnya darah dari hidung secara tiba-tiba,

tengkuk terasa pegal dan lain-lain (Wiryowidagdo, 2002). Secara umum pasien

dapat terlihat sehat atau beberapa diantaranya sudah mempunyai faktor resiko

tambahan (lihat tabel 2), tetapi kebanyakan asimptomatik.

Faktor resiko mayorHipertensiMerokokObesitas (BMI ≥ 30)ImmobilitasDislipidemiaDiabetes Melitus

Page 7: Kelompok Hipertensi (1)

Mikroalbuminuria atau perkiraan GFR < 60 ml/minUmur (> 55 tahun untuk laki-laki, > 65 tahun untuk perempuan)Riwayat keluarga untuk penyakit kardiovaskular prematur (laki-laki < 55 tahun atau perempuan < 65 tahun)

Kerusakan organ targetJantung : Left ventricular hypertrophy

Angina atau sudah pernah infark miokardSudah pernah revaskularisasi koronerGagal jantung

Otak : Stroke atau TIAPenyakit ginjal kronisPenyakit arteri periferRetinopathy

BMI = Body Mass Index; GFR = glomerular Filtration Rate; TIA = transient ischemic attack

Tabel 2. Faktor-faktor resiko kardiovaskular

4. Diagnosis

Diagnosis yang akurat merupakan langkah awal dalam penatalaksanaan

hipertensi. Akurasi cara pengukuran tekanan darah dan alat ukur yang digunakan,

serta ketepatan waktu pengukuran. Pengukuran tekanan darah dianjurkan

dilakukan pada posisi duduk setelah beristirahat 5 menit dan 30 menit bebas rokok

dan kafein. Pengukuran tekanan darah posisi berdiri atau berbaring dapat

dilakukan pada keadaan tertentu. Sebaiknya alat ukur yang dipilih adalah

sfigmamonometer air raksa dengan ukuran cuff yang sesuai. Balon di pompa

sampai 20-30 mmHg diatas tekanan sistolik yaitu saat pulsasi nadi tidak teraba

lagi, kemudian dibuka secara perlahan-lahan. Hal ini dimaksudkan untuk

menghindari auscultatory gap yaitu hilangnya bunyi setelah bunyi pertama

terdengar yang disebabkan oleh kekakuan arteri (Prodjosudjadi, 2000).

Pengukuran ulang hampir selalu diperlukan untuk menilai apakah

peninggian tekanan darah menetap, sehingga memerlukan intervensi segera atau

kembali ke normal sehingga hanya memerlukan kontrol yang periodik. Selain itu

diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menilai faktor resiko kardiovaskuler lain

seperti hiperglikemi atau hiperlipidemi yang dapat dimodifikasi dan menemukan

Page 8: Kelompok Hipertensi (1)

kerusakan organ target akibat tingginya tekanan darah seperti hipertrofi ventrikel

kiri atau retinopati hipertensi pada funduskopi. Tentu saja sebelum melakukan

pemeriksaan fisik diperlukan anamnesis yang baik untuk menilai riwayat

hipertensi dalam keluarga, riwayat penggunaan obat antihipertensi atau obat lain,

gejala yang berhubungan dengan gangguan organ target, kebiasaan dan gaya

hidup serta faktor psikososial (Prodjosudjadi, 2000).

Hipertensi seringkali disebut sebagai “silent killer” karena pasien dengan

hipertensi esensial biasanya tidak ada gejala (asimptomatik). Penemuan fisik yang

utama adalah meningkatnya tekanan darah. Pengukuran rata-rata dua kali atau

lebih dalam waktu dua kali kontrol ditentukan untuk mendiagnosis hipertensi.

Tekanan darah ini digunakan untuk mendiagnosis dan mengklasifikasikan sesuai

dengan tingkatnya (lihat tabel 1) (Depkes RI, 2006).

5. Hasil Terapi yang Diinginkan

5.1 Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah :

Penurunan mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi

(JNC7). Mortalitas dan morbiditas ini berhubungan dengan kerusakan organ target

(misal: kejadian kardiovaskular atau serebrovaskular, gagal jantung, dan penyakit

ginjal). Mengurangi resiko merupakan tujuan utama terapi hipertensi, dan pilihan

terapi obat dipengaruhi secara bermakna oleh bukti yang menunjukkan

pengurangan resiko.

5.2 Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC VII adalah :

a. Kebanyakan pasien < 140/90 mm Hg

b. Pasien dengan diabetes < 130/80 mm Hg

c. Pasien dengan penyakit ginjal kronis < 130/80 mm Hg

6. Penatalaksanaan Hipertensi

6.1 Terapi Non Farmakologi

Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk

mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam

Page 9: Kelompok Hipertensi (1)

penanganan hipertensi. Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus

melakukan perubahan gaya hidup. Perubahan yang sudah terlihat menurunkan

tekanan darah dapat terlihat pada (tabel 4) sesuai dengan rekomendasi dari JNC

VII. Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien dengan hipertensi,

modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke

hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah prehipertensi (He J, 2000).

Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan

darah adalah mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk,

mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang

kaya akan kalium dan kalsium, diet rendah natrium, aktifitas fisik, dan

mengkonsumsi alkohol sedikit saja. Pada sejumlah pasien dengan pengkontrolan

tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi, mengurangi

garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari menggunakan obat

(Hyman DJ, 2001)

Program diet yang mudah diterima adalah yang didisain untuk menurunkan

berat badan secara perlahan-lahan pada pasien yang gemuk dan obesitas disertai

pembatasan pemasukan natrium dan alkohol. Untuk ini diperlukan pendidikan ke

pasien, dan dorongan moril. Fakta-fakta berikut dapat diberitahukan kepada

pasien supaya pasien mengerti rasionalitas intervensi diet (Dosh SA, 2001) :

a. Hipertensi 2 – 3 kali lebih sering pada orang gemuk dibanding orang dengan

berat badan ideal

b. Lebih dari 60 % pasien dengan hipertensi adalah gemuk (Overweight)

c. Penurunan berat badan, hanya dengan 10 pound (4.5 kg) dapat menurunkan

tekanan darah secara bermakna pada orang gemuk

d. Obesitas abdomen dikaitkan dengan sindroma metabolik, yang juga prekursor

dari hipertensi dan sindroma resisten insulin yang dapat berlanjut ke Diabetes

Melitus tipe 2, dislipidemia, dan selanjutnya ke penyakit kardiovaskular (Sacks

FM, 2001).

e. Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh dapat menurunkan

tekanan darah pada individu dengan hipertensi (Vollmer WM, 2001).

Page 10: Kelompok Hipertensi (1)

f. Walaupun ada pasien hipertensi yang tidak sensitif terhadap garam,

kebanyakan pasien mengalami penurunaan tekanan darah sistolik dengan

pembatasan natrium (Whelton Sp, 2002)

VII menyarankan pola makan DASH yaitu diet yang kaya dengan buah,

sayur, dan produk susu redah lemak dengan kadar total lemak dan lemak jenuh

berkurang. Natrium yang direkomendasikan < 2.4 g (100 mEq)/hari. Aktifitas

fisik dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga aerobik secara teratur paling

tidak 30 menit/hari beberapa hari perminggu ideal untuk kebanyakan pasien. Studi

menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan

menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah. Keuntungan ini dapat

terjadi walaupun tanpa disertai penurunan berat badan. Pasien harus konsultasi

dengan dokter untuk mengetahui jenis olahraga mana yang terbaik terutama untuk

pasien dengan kerusakan organ target.

Merokok merupakan faktor resiko utama independen untuk penyakit

kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok harus dikonseling berhubungan

dengan resiko lain yang dapat diakibatkan oleh merokok.

Tabel Modifikasi Gaya Hidup Untuk Mengontrol Hipertensi (Muchid A, 2006;

Doqi, 2004; Vollmer WM, 2001; Parker M, 2001) :

Modifikasi Rekomendasi Kira-kira penurunan tekanan darah, range

Penurunan berat badan (BB)

Pelihara berat badan normal (BMI 18.5-24.9)

5-20 mmHg/ 10 kg penurunan

Adopsi pola makan DASH

Diet kaya dengan buah, sayur, dan produk susu rendah lemak

8-14 mmHg

Diet rendah sodium Mengurangi diet sodium, tidak lebih dari 100 meq/L (2,4 g sodium atau 6 gram sodium klorida)

2-8 mmHg

Aktifitas fisik Regular aktifitas fisik aerobik seperti jalan kaki 30 menit/hari, beberapa hari/minggu

4-9 mmHg

Minum alkohol sedikit saja

Limit minum alkohol tidak lebih dari 2/hari (30 ml etanol (misal.720 ml beer, 300ml wine) untuk

2-4 mmHg

Page 11: Kelompok Hipertensi (1)

laki-laki dan 1/hari untukperempuan

Singkatan: BMI, body mass index, BB, berat badan, DASH, Dietary Approach to Stop Hypertension* Berhenti merokok, untuk mengurangi resiko kardiovaskular secara keseluruhan

6.2 Terapi Farmakologi

Ada 9 kelas obat antihipertensi. Diuretik, penyekat beta, penghambat enzim

konversi angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), dan

antagonis kalsium dianggap sebagai obat antihipertensi utama. Sedangkan

penyekat alfa, agonis alfa-2 sentral, penghambat adrenergik, dan vasodilator

digunakan sebagai obat alternatif pada pasien-pasien tertentu disamping obat

utama. Evidence-based medicine adalah pengobatan yang didasarkan atas bukti

terbaik yang ada dalam mengambil keputusan saat memilih obat secara sadar,

jelas, dan bijak terhadap masing-masing pasien dan/atau penyakit. Praktek

evidence-based untuk hipertensi termasuk memilih obat tertentu berdasarkan data

yang menunjukkan penurunan mortalitas dan morbiditas kardiovaskular atau

kerusakan target organ akibat hipertensi. Bukti ilmiah menunjukkan kalau sekedar

menurunkan tekanan darah, tolerabilitas, dan biaya saja tidak dapat dipakai dalam

seleksi obat hipertensi. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini, obat-obat

yang paling berguna adalah diuretik, penghambat enzim konversi angiotensin

(ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), penyekat beta, dan antagonis

kalsium (CCB) (Depkes RI, 2006). Kebanyakan pasien dengan hipertensi

memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan

darah yang diinginkan. Penambahan obat kedua dari kelas yang berbeda dimulai

apabila pemakaian obat tunggal dengan dosis lazim gagal mencapai target tekanan

darah. Apabila tekanan darah melebihi 20/10 mmHg diatas target, dapat

dipertimbangkan untuk memulai terapi dengan dua obat, yang harus diperhatikan

adalah resiko untuk hipotens ortostatik, terutama pada pasien-pasien dengan

diabetes, disfungsi autonomik, dan lansia. (Chobaniam AV, 2003).

Page 12: Kelompok Hipertensi (1)

Tabel 6.1 Golongan Obat-Obat Hipertensi Pilihan Utama (Depkes RI, 2006) :

Golongan / Obat Mekanisme kerja Dosis Efeks Samping Kontraindikasi KeteranganDiuretik Tiazid

1. Hidroklorotiazid2. Indapamide3. Klortalidon

Loop1. Bumetanide2. Furosemide

diuretik bekerja pada ginjal, mengeluarkan kelebihan garam dari darah. Hal ini menaikkan aliran urin dan keinginan untuk urinasi, sehingga menurunkan jumlah air dalam tubuh-membantu menurunkan tekanan darah.

12.5-50 (1x) 1.25-2.5 (1x) 6.25-25 (1x)

0.5-4 (2x)20-80 (2x)

Menyebabkan hipokalemia dalam dosis tinggi, hiponatremia dan hipomagnemia.

Menyebabkan hiperkalsiuria dan menurunkan kalsium darah.

Pemberian pagi hari untuk menghindari diuresis malam hari, monitoring tambahan untuk pasien dengan sejarah pirai

Pemberian pagi dan sore mencegah diuresis malam hari; dosis lebih tinggi diperlukan untuk pasien dengan GFR sangat rendah atau gagal jantung.

ACE inhibitor1. Benazepril2. Captopril3. Tanapres

mencegah tubuh membuat hormon angiotensin II – yang menyebabkan pembuluh darah menyempit, yang dapat menaikkan tekanan darah. ACE inhibitor membiarkan pembuluh darah melebar dan membiarkan lebih banyak darah mengalir ke jantung.

10-40 (1-2x)12.5-150 (2-3x)1-4 (1-2x)

Batuk kering, hipotensi, hiperkalemia, gagal injal akut, rash gangguan pengecapan, proteinuria, efek teratogenik

Wanita hamil dan ibu menyusui

Dosis awal harus dikurangi 50% pada pasien yang sudah dapat diuretik, yang kekurangan cairan, atau sudah tua sekali karena resiko hipotensi, jangan digunakan pada perempuan hamil atau pada pasien dengan sejarah angioedema.

Angiotensin Receptor Blocker (ARB)

1. Kandesartan2. Telmisartan 3. Valsartan

ARB menghambat secara langsung reseptor angiotensinogen II tipe 1 (AT1) yang memediasi efek angiotensinogen II

8-32 (1-2x)20-80 (1x)80-320 (1x)

Hipotensi, dapat terjadi pada pasien dengan kadar renin tinggi sperti gagal jantung, sirosis

Pada kehamilan trimester 2 dan 3, dan wanita menyusui. Stenosis arteri renalis

Dosis awal harus dikurangi 50% pada pasien yang sudah dapat diuretik, yang kekurangan cairan, atau

Page 13: Kelompok Hipertensi (1)

yang sudah diketahui pada manusia: vasokonstriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi simpatetik, pelepasan hormon antidiuretik dan konstriksi arteriol efferen dari glomerulus.

hepatis. Fetotoksik. bilateral. sudah tua sekali. Dapat menyebabkan gagal ginjal pada pasien dengan renal arteri stenosis, jangan digunakan pada ibu hamil

Beta Blocker1. Atenolol 2. Metoprolol

3. Propranolol

Bekerja dengan memblok efek adrenalin pada berbagai bagian tubuh. Bekerja pada jantung untuk meringankan stress sehingga jantung memerlukan lebih sedikit darah dan oksigen meringankan kerja jantung sehingga menurunkan tekanan darah.

25-100 (1x)50-200b (1x)

160-480 (2x)

Menyebabkan bradikardi, blokade AV, hambatan modus SA, dan menurunkan kontraksi miokard

KI pada keadaan bradikardi dan blokade AV derajad 2 dan 3,sick sinus syndrome, gagal jantung belum stabil

Pemberhentian tiba-tiba dapat menyebabkan hipertensi rebound; dosis rendah s/d sedang menghambat reseptor β1, dosis tinggi menstimulasi reseptor β2.

menghambat reseptor β1 dan β2 pada semua dosis, dapat memperparah asma.

Antagonis Kalsium1. Dihidropiridin 2. Amlodipin

3. Verapamil

Memperlambat pergerakan kalsium ke dalam sel jantung dan dinding arteri (pembuluh darah yang ,membawa darah dari jantung ke jaringan) – sehingga arteri menjadi relax dan menurunkan tekanan dan aliran darah di jantung.

2.5-10 (1x)2.5-10 (1x)

180-360 (1x)

Hipotensi dan iskemia miokard. Sakit kepala, muka merah terjadi karena vasodilatasi arteri di daerah muka. Konstipasi,dan retensi urin.

Dihidropiridin yang bekerja cepat (long-acting) harus dihindari, dapat menyebabkan pelepasan simpatetik refleks (takhikardia), pusing, sakit kepala, flushing, dan edema perifer;

Page 14: Kelompok Hipertensi (1)

Tabel 6.1.1 Golongan Obat Antihipertensi Pilihan Alternatif (Dipiro, 2008):

ANTIHIPERTENSI ALTERNATIF

Kelas Mekanisme Kerja Nama Obat Dosis Lazim(mg/hari)

Efek Samping KI Keterangan

α1- Bloker(Penyekat

Reseptor α1 )

Bekerja selektif pada pembuluh darah perifer dan menghambat pengambilan katekolamin pada sel otot halus, menyebabkan vasodilatasi dan menurunkan tekanan darah

Doxazosin(Cardura)

Prazosin(Minipress)

Terazosin (Hytrin)

1-8 (1xsehari)

2-20 (2-3xsehari)

1-20 (1-2xsehari)

Hipotensi ortostatik, pusing, palpasi, sakit kepala, jantung berdebar, terjadi retensi garam dan air.

Dosis pertama harus diberikanmalam sebelum tidur;beritahu pasien untuk berdiriperlahan-lahan dari posisiduduk atau berbaring untukmeminimalkan resikohipotensi ortostatik;Keuntungan tambahan untuklaki-laki dengan BPH(benign prostatichyperplasia) memblok postsinaptik alfa adrenergic ditempat kapsul prostat menyebabkan relaksasi. Kombinasi baik dengan diuretik

Direct Renin Inhibitor

Menghambat system rennin-angiotensin-aldosteron pada titik pengaktifannya, sehingga mengakibatkan

Aliskiren(Tekturna)

150-300 (1xsehari)

Wanita hamil Hanya digunakan untuk terapi alternative karena tidak ada study yang berkelanjutan tentang evaluasi obat ini.

Page 15: Kelompok Hipertensi (1)

berkurangnya aktivitas renin di dalam plasma

Central α2-Agonis

Menurunkan tekanan darah terutama dengan merangsang reseptor α2

adrenergik di otak. Perangsangan ini menurunkan aliran simpatik di pusat vasomotor diotak dan meningkatkan tonus vagal, penurunan aktivitas simpatik, meningkatnya aktivitas parasimpatik sehingga terjadi penurunan tekanan darah, resistensi vascular perifer berkurang, reduksi laju jantung dan cardiac output, aktivitas plasma renin.

Klonidin(Catapres)

Klonidin patch(catapres-TTS)

Metildopa(Alldomet)

0,1-0,8 (2xsehari)

0,1-0,3 (1weekly)

250-1000(2xsehari)

Hipotensi ortostatik, mulut kering, sedasi, pusing, depresi, retensi air dan garam, kabur penglihatan.

Metildopa dapatmenyebabkan hepatitis atau anemia hemolitik, walaupun jarang terjadi

Hati-hati bila digunakan pada lansia

Pemberhentian tiba-tiba klonidin dapatmenyebabkan reboundhypertension; paling efektifbila diberikan bersamadiuretik untuk mengurangiretensi cairan; Klonidin sering digunakan untuk hipertensi yang resisten; Metildopa adalah obat lini pertama untuk hipertensi pada kehamilan. Metildopa harus diberhentikan segera apabila kenaikan serumtransaminase atau alkalin fosfatase liver menetap karena ini menunjukkan onsetdari hepatitis fulminan, bisa mengancam nyawa

Antagonis Adrenergik

Perifer

Menurunkan tekanan darah dengan mengosongkan NE dari

Reserpin(Hanya generik)

0,05-0,25 (1xsehari)

Retensi garam dan air, hidung tersumbat, sedasi, depresi, diare,

Tidak boleh diberikan kepada pasien

Harus di kombinasikan dengan diuretic (tiazid lebih disukai) untuk

Page 16: Kelompok Hipertensi (1)

ujung saraf simpatik dan memblok perjalanan NE ke granul penyimpanan. Mengosongkan katekolamin dari otak ke miokardium dan terjadi berkurangnya curah jantung.

peningkatan sekresi asam lambung, bradikardia, hilang nafsu makan, disfungsi ereksi.

dengan riwayat depresi dan juga pasien dengan riwayat peptic ulcer.

mengurangi retensi cairan.Reserpin digunakan sebagai terapi lini ke tiga pengobatan hipertensi

Vasodilator arteri

langsung (Direct Arterial

Vasodilators)

Relaksasi langsung otot polos anteriolar dengan menurunkan resistensi vascular sistemik tetapi tidak menyebabkan vasodilatasi ke pembuluh darah vena, menyebabkan penurunan tekanan perfusi yang kuat dan mengaktifkan baroreseptor menyebabkan peningkatan aliran simpatik, terjadi peningkatan denyut jantung dan pelepasan rennin.

Minoxidil(Loniten)

Hidralazin(Apresolin)

10-40 (1-2xsehari)

20-100(2-4xsehari)

Lupus-like syndrome, inveksi kulit, demam, radang hati, sakit kepala, perifer neuropati, hepatitis.

Karena banyaknya efek samping yang ditimbulkan , obat ini memiliki keterbatasan untuk terapi hipertensi, akan tetapi dapat memberikan manfaat untuk pasien gangguan ginjal atau gagal ginjal.Minoksidil lebih kuat disbanding hidralazin karena dapat menbantu pelepasan renin , garam dan air. Minoksidil digunakan untuk hipertensi yang sulit dikontrol.

Page 17: Kelompok Hipertensi (1)

6.2.1 Terapi Kombinasi

Dimulainya terapi kombinasi dari dua macam obat

direkomendasikan kepada pasien yang tekanan darahnya jauh dari target

tekanan darahnya, pasien yang sulit mencapai suatu nilai target tekanan

darah (contoh; mereka yang tekanan darah targetnya lebih rendah dari

130/80 mmHg, Afrika dan Amerika), dan pasien dengan beberapa indikasi

penyerta untuk obat hipertensi yang berbeda. Kebanyakan dibutuhkan dua

macam atau lebih obat terapi kombinasi untuk mengkontrol tekanan darah

pada beberapa pasien (Dipiro, 2008)

Rasional kombinasi obat antihipertensi:

a. Ada 6 alasan mengapa pengobatan kombinasi pada hipertensi dianjurkan:

1) Mempunyai efek aditif

2) Mempunyai efek sinergisme

3) Mempunyai sifat saling mengisi

4) Penurunan efek samping masing-masing obat

5) Mempunyai cara kerja yang saling mengisi pada organ target tertentu

6) Adanya “fixed dose combination” akan meningkatkan kepatuhan pasien

(adherence) (Neutel JM, 1999).

b. Fixed-dose combination yang paling efektif adalah sebagai berikut:

1) Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan diuretik

2) Penyekat reseptor angiotensin II (ARB) dengan diuretik

3) Penyekat beta dengan diuretik

4) Diuretik dengan agen penahan kalium

5) Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan antagonis kalsium

6) Agonis α-2 dengan diuretik

7) Penyekat α-1 dengan diuretic (Chrisant SG, 1998).

Tabel.6.2.1 Kombinasi Obat untuk Hipertensi (JNC7)

Tipe

Kombinasi

Fix Dose Combination (Kombinasi Dosis Tetap) Nama Dagang

ACEIs dan Amlodipine-benazepril hydrochloride (2.5/10, 5/10, 5/20, Lotrel

Page 18: Kelompok Hipertensi (1)

CCBs 10/20)

Enalapril-felodipine (5/5)

Trandolapril-verapamil (2/180, 1/240, 2/240, 4/240)

Lexxel

Tarka

ACEIs dan

Diuretik

Benazepril-hydrochlorothiazide (5/6.25, 10/12.5, 20/12.5,

20/25)

Captopril-hydrochlorothiazide (25/15, 25/25, 50/15, 50/25)

Enalapril-hydrochlorothiazide (5/12.5, 10/25)

Fosinopril-hydrochlorothiazide (10/12.5, 20/12.5)

Lisinopril-hydrochlorothiazide (10/12.5, 20/12.5, 20/25)

Moexipril-hydrochlorothiazide (7.5/12.5, 15/25)

Quinapril-hydrochlorothiazide (10/12.5, 20/12.5, 20/25)

Lotensin HCT

Capozide

Vaseretic

Monopril/HCT

Prinzide,

Zestoretic

Uniretic

Accuretic

ARBs dan

Diuretik

Candesartan-hydrochlorothiazide (16/12.5, 32/12.5)

Eprosartan-hydrochlorothiazide (600/12.5, 600/25)

Irbesartan-hydrochlorothiazide (150/12.5, 300/12.5)

Losartan-hydrochlorothiazide (50/12.5, 100/25)

Olmesartan medoxomil-hydrochlorothiazide

(20/12.5,40/12.5,40/25)

Telmisartan-hydrochlorothiazide (40/12.5, 80/12.5)

Valsartan-hydrochlorothiazide (80/12.5, 160/12.5, 160/25)

Atacand HCT

Teventen-HCT

Avalide

Hyzaar

BenicarHCT

Micardis-HCT

Diovan-HCT

BBs dan

Diuretik

Atenolol-chlorthalidone (50/25, 100/25)

Bisoprolol-hydrochlorothiazide (2.5/6.25, 5/6.25, 10/6.25)

Metoprolol-hydrochlorothiazide (50/25, 100/25)

Nadolol-bendroflumethiazide (40/5, 80/5)

Propranolol LA-hydrochlorothiazide (40/25, 80/25)

Timolol-hydrochlorothiazide (10/25)

Tenoretic

Ziac

Lopressor HCT

Corzide

Inderide LA

Timolide

Centraly

acting drug

Methyldopa-hydrochlorothiazide (250/15, 250/25, 500/30,

500/50)

Aldoril

Demi-Regroton,

Page 19: Kelompok Hipertensi (1)

dengan

diuretic

Reserpine-chlothalidone (0.125/25, 0.25/50)

Reserpine-chlorothiazide (0.125/250, 0.25/500)

Reserpine-hydrochlorothiazide (0.125/25, 0.125/50)

Regroton

Diupres

Hydropres

Diuretik dan

Diuretik

Amiloride-hydrochlorothiazide (5/50)

Spironolactone-hydrochlorothiazide (25/25, 50/50)

Triamterene-hydrochlorothiazide (37.5/25, 75/50)

Moduretic

Aldactazide

Dyazide, Maxzide

6.2.3 Hipertensi Pada Populasi/ Situasi Khusus

1. Hipertensi Pada Ibu Hamil

Harus dibedakan antara preeklampsia dari hipertensi kronis, sementara, dan

gestasional. Preeklamsia dapat berubah menjadi komplikasi yang dapat merenggut

nyawa baik ibu dan fetusnya. Diagnosa preeklampsia berdasarkan munculnya

hipertensi (> 140/90 mmHg) setelah minggu ke 20 gestasi dengan proteinuria.

Hipertensi kronis sudah ada sebelum minggu ke 20 gestasi. Masih kontroversi

apakah menguntungkan mengobati meningkatnya tekanan darah pada pasien

dengan hipertensi kronik kehamilan. Perempuan dengan hipertensi kronik

sebelum kehamilan dapat menderita preeklamsia.

Pengobatan yang jelas untuk preeklampsia adalah melahirkan. Terminasi

kehamilan jelas diindikasikan apabila eklampsia terjadi (preeklampsia + kejang).

Bila tidak, penatalaksanaannya terdiri dari restriksi aktifitas, istirahat (bed rest),

dan monitoring. Pembatasan garam atau tindakan lain yang menurunkan volume

darah tidak boleh dilakukan. Obat antihipertensi digunakan sebelum induksi

melahirkan bila tekanan darah diastolic > 105 atau 110 mmHg, dengan target 95-

105 mmHg. Hidralazine intravena umumnya digunakan, dan intravena labetalol

juga efektif. Nifedipine short acting juga digunakan tetapi tidak disetujui oleh

FDA untuk hipertensi, karena efek samping terhadap fetus dan ibu (hipotensi

dengan fetal distress) telah dilaporkan.

Banyak obat dapat digunakan untuk mengobati hipertensi kronis pada

perempuan hamil (tabel). Metildopa adalah obat pilihan ke-2, dimana data

Page 20: Kelompok Hipertensi (1)

menunjukkan kalau aliran darah uteroplacenta dan hemodinamik fetus stabil

dengan metildopa. Dan dianggap sangat aman berdasarkan data follow-up jangka

panjang (7,5 tahun). Penyekat beta, labetalol, dan antagonis kalsium dapat

digunakan sebagai alternative. ACE inhibitor dan ARB adalah absolute

kontraindikasi (Muchid A, 2006).

Tabel 6.2.2 Pengobatan Hipertensi Kronis Pada Kehamilan (Muchid A, 2006)

2. Hipertensi Pada Anak-anak dan Remaja

Pada anak-anak dan remaja, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah

yang pada pengukuran berulang berada pada 95% bila disesuaikan dengan umur,

tinggi dan kelamin. Bunyi ke 5 Korotkoff digunakan untuk menyatakan tekanan

darah diastolic. Dokter harus waspada terhadap kemungkinan penyebab hipertensi

pada anak-anak (misalnya penyakit ginjal, koarktasio aorta). Intervensi gaya hidup

sangat direkomendasikan, dengan terapi farmakologi digunakan untuk tekanan

darah yang lebih tinggi, atau bila response terhadap modifikasi gaya hidup tidak

mencukupi. Pemilihan obat antihipertensi sama untuk anak dan dewasa, tetapi

dosis yang efektif untuk anak-anak sering lebih kecil dan harus disesuaikan secara

Page 21: Kelompok Hipertensi (1)

hati-hati. ACEI dan ARB tidak boleh digunakan pada anak perempuan yang aktif

secara seksual dan yang hamil. Untuk anak-anak dengan hipertensi tanpa

komplikasi, tidak ada hambatan untuk melakukan aktifitas fisik, terutama karena

olahraga jangka panjang dapat menurunkan tekanan darah (Muchid A, 2006).

3. Hipertensi Pada Lansia

Hipertensi terjadi pada lebih dari 2/3 individu > 65 tahun. Populasi ini juga sering

menunjukkan pengkontrolan tekanan darahnya kurang. Terapi hipertensi pada

lansia, termasuk pada lansia dengan isolated systolic hypertension sama dengan

terapi hipertensi secara umum. Pada kebanyakan individu, dosis awal yang lebih

rendah disarankan untuk menghindari simptom, bagaimanapun, dosis standar dan

beberapa obat diperlukan pada kebanyakan individu untuk mencapai target

tekanan darah (Muchid A, 2006).

7. Evaluasi Hasil Kerja

Untuk mengukur efektivitas terapi, hal-hal berikut harus di monitor :

a. Tekanan darah

b. Kerusakan target organ seperti jantung, ginjal, mata, otak

c. Interaksi obat dan efek samping

d. Kepatuhan (adherence)

a. Monitoring tekanan darah

Memonitor tekanan darah di klinik tetap merupakan standar untuk

pengobatan hipertensi. Respon terhadap tekanan darah harus di evaluasi 2

sampai 4 minggu setelah terapi dimulai atau setelah adanya perubahan

terapi Pada kebanyakan pasien target tekanan darah < 140/90 mmHg, dan

pada pasien diabetes dan pasien dengan gagal ginjal kronik < 130/80

mmHg.

b. Monitoring kerusakan target organ: jantung, ginjal, mata, otak

Pasien hipertensi harus di monitor secara berkala untuk melihat

tanda-tanda dan gejala adanya penyakit target organ yang berlanjut.

Sejarah sakit dada (atau tightness), palpitasi, pusing, dyspnea, orthopnea,

sakit kepala, penglihatan tiba-tiba berubah, lemah sebelah, bicara terbata-

Page 22: Kelompok Hipertensi (1)

bata, dan hilang keseimbangan harus diamati dengan seksama untuk

menilai kemungkinan komplikasi kardiovaskular dan serebrovaskular.

Parameter klinis lainnya yang harus di monitor untuk menilai penyakit

target organ termasuk perubahan funduskopik, regresi LVH pada

elektrokardiogram atau ekokardiogram, proteinuria, dan perubahan fungsi

ginjal. Parameter laboratorium untuk masing-masing obat dan asuhan

kefarmasian dapat dilihat pada tabel 7.1. Tes laboratorium harus diulangi

setiap 6 sampai 12 bulan pada pasien yang stabil.

Tabel 7.1 Monitor Obat Antihipertensi Sesuai Kelasnya (Muchid A, 2006)

c. Monitoring interaksi obat dan efek samping obat

Page 23: Kelompok Hipertensi (1)

Untuk melihat toksisitas dari terapi, efek samping dan interaksi obat

harus di nilai secara teratur. Efek samping bisanya muncul 2 sampai 4

minggu setelah memulai obat baru atau setelah menaikkan dosis (tabel

7.2). Kejadian efek samping mungkin memerlukan penurunan dosis atau

substitusi dengan obat antihipertensi yang lain Adapun interaksi obat

antihipertensi dengan obat lain dapat dilihat pada tabel 7.3. Monitoring

yang intensif diperlukan bila terlihat ada interaksi obat; misalnya apabila

pasien mendapat diuretik tiazid atau loop dan pasien juga mendapat

digoksin; yakinkan pasien juga dapat supplemen kalium atau ada obat-obat

lain menahan kalium dan yakinkan kadar kalium diperiksa secara berkala.

Tabel 7.2 Efek samping dan kontra indikasi obat-obat antihipertensi (Muchid A,

2006)

Tabel 7.3 Interaksi antara obat antihipertensi dengan obat lain (Muchid A, 2006)

Page 24: Kelompok Hipertensi (1)

d. Monitoring kepatuhan/Medication Adherence dan konseling ke

pasien

Diperlukan usaha yang cukup besar untuk meningkatkan kepatuhan

pasien terhadap terapi obat demi mencapai target tekanan darah yang

dinginkan (Benson J, 2002). Paling sedikit 50 % pasien yang diresepkan

obat antihipertensi tidak meminumnya sesuai dengan yang di

rekomendasikan (Thrift AG, 1998). Satu studi menyatakan kalau pasien

yang menghentikan terapi antihipertensinya lima kali lebih besar

kemungkinan terkena stroke (Haynes RB, 2002). Kurangnya adherence

mungkin disengaja atau tidak disengaja. Beberapa cara untuk membantu

pasien dengan masalah adherence dapat di lihat di tabel 7.3. Strategi yang

paling efektif adalah dengan kombinasi beberapa strategi seperti edukasi,

Page 25: Kelompok Hipertensi (1)

modifikasi sikap, dan sistem yang mendukung (Deedwania PC, 1997).

Strategi konseling untuk meningkatkan adherence terapi obat

antihipertensi adalah sebagai berikut :

1) Nilai adherence pada setiap kunjungan

2) Diskusikan dengan pasien motivasi dan pendapatnya

3) Libatkan pasien dalam penanganan masalah kesehatannya

4) Gunakan keahlian mendengarkan secara aktif sewaktu pasien menjelaskan

masalahnya

5) Bicarakan keluhan pasien tentang terapi

6) Bantu pasien dengan cara tertentu untuk tidak lupa meminum obatnya

7) Sederhanakan regimen obat (seperti mengurangi frekuensi minum,

produkmkombinasi)

8) Minum obat disesuaikan dengan kebiasaan pasien sehari-hari

9) Berikan informasi tentang keuntungan pengontrolan tekanan darah

10) Beritahukan perkiraan efek samping obat yang mungkin terjadi

11) Beritahukan informasi tertulis mengenai hipertensi dan obatnya bila

memungkinkan

12) Petimbangkan penggunaan alat pengukur tekanan darah di rumah supaya

pasien dapat terlibat dalam penanganan hipertensinya

13) Berikan pendidikan kepada keluarga pasien tentang penyakit dan regimen

obatnya

14) Libatkan keluarga dan kerabatnya tentang adherence minum obat dan

terhadap gaya hidup sehat

15) Yakinkan regimen obat dapat dijangkau biayanya oleh pasien

16) Bila memungkinkan telepon pasien untuk meyakinkan pasien mengikuti

rencana pengobatannya.

Page 26: Kelompok Hipertensi (1)

DAFTAR PUSTAKA

Benson J. 2002. Patient’s Decision About Whether or Not To Take Antihypertensive Drugs: qualitative study. BMJ. pp 325: 873-878.

Chobaniam AV. 2003. Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. JAMA. pp 289: 2560-2572.

Chrysant SG. 1988. Fixed Low-Dose Drug Combination for the Treatment of Hypertension. Arch Fam. 7: 370-376.

Crowin, EJ. 2000. Buku Saku Patofisiologi, Terjemahan Pendit, B.U. Jakarta. Penerbit EGC.

Deedwania PC. 1997. The Progression from Hypertension to Heart Failure. AJH. pp 10: 280S-288S.

Dekker, E. 1996. Hidup dengan Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi. Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik. Jakarta.

Dipiro JT. 2008. Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach Seventh Edition. New York: MGH Medical. 139-168.

Dosh SA. 2001. The diagnosis of essential and secondary hypertension in adults. J.Fam Pract. pp 50: 707-712.

Haynes RB. 2002. Interventions To Enhance Patients’ Adherence To Medication Prescription. JAMA. pp 288: 2868-2879.

He J. 2000. Long-Term Effects Of Weight Loss And Dietary Sodium Reduction On Incidence Of Hypertension. Hypertension. pp 35: 544-549.

Hyman DJ. 2001. Characteristic Of Patients With Uncontrolled Hypertension In The United States. NEJM. pp 345: 479-486.

K/DOQI. 2004. Clinical Practice Guidelines On Hypertension And Antihypertensive Agents In Chronic Kidney Disease. Am J Kidney Dis.

Muchid, Abdul, dkk. 2006. Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner: Fokus Sindrom Koroner Akut. Jakarta: Departemen Kesehatan.

Neutel JM. 1999. Low-dose Antihypertensive Combination Therapy: Its Rational and Role in Cardiovascular Risk Management. Am J of Hypertension. 12: 73S-79S46.

Packer M. 2001. Effect Of Carvedilol On Survival In Severe Chronic Heart Failure. N Eng J Med. pp 344: 1651-1658.

Prodjosudjadi, W. 2000. Hipertensi: Mekanisme Dan Penatalaksanaannya. Majalah Berkala Neurosains Volume 1 No.3.

Page 27: Kelompok Hipertensi (1)

Sacks FM. 2001. Effects On Blood Pressure Of Reduced Dietary Sodium And The Dietary Approaches To Stop Hypertension (Dash) Diet. DASH Collaborative Research Group. NEJM. pp 344: 3-10.

Sheps. 2005. Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Intisari Mediatama.Thrift AG.1998. Three Important Subgroups Of Hypertensive Persons AtGreater

Risk Of Intracerebral Hemorrhage. Hypertension. pp 31: 1223-1229.Vasan R. 2001. Impact of High-Normal Bloos Pressure on The Risk of

Cardiovascular Disease. New England Journal of Medicine. pp 345(18): 1291-1297.

Vollmer WM. 2001. Effects Of Diet And Sodium Intake On Blood Pressure: Subgroup Analysis Of The Dash-Sodium Trial . Ann Intern Med. pp 135: 1019-1028.

Wexler. 2002. Hipertensi: Encylopedia of Nursing and Alied Health. Available at: http://findarticles.com/p/article/mi. [Diakses tgl 01 Maret 2013].

Wibowo, I. 1999. Catatan Pendahuluan Retrospeksi dan Rekontekstualisasi Masalah Hipertensi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Wijayakusuma, H.M. 2000. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Darah Tinggi. Swadaya: Surabaya.

Wiryowidagdo, S. 2002. Tanaman Obat Untuk Penyakit Jantung, Darah Tinggi, dan Kolesterol. Cetakan Ketiga. Jakarta. Penerbit PT. Agromedia Pustaka. Hal 35-38.

Whelton SP. 2002. Effect Of Aerobic Exercise On Blood Pressure. Ann Intern Med. pp 136: 493-503.