kelompok 8 (auditing)
DESCRIPTION
auditingTRANSCRIPT
KELOMPOK 8
1. Fita Ishfah Aini (125020301111007)2. Irma Elsa Putri (125020301111013)3. Annina Maulida (125020301111017)4. Onwardani R. A. Esthika (125020301111037)
BAB 8
“ Audit Plan, Audit Program, Audit Procedures, Audit Teknik, Risiko Audit dan Materialitas”
I. PERENCANAAN AUDIT (AUDIT PLAN):
Perencanaan audit adalah total lamanya waktu yang dibutuhkan oleh
auditor untuk melakukan perencanaan audit awal sampai pada pengenmbangan
rencana audit dan program audit menyeluruh. Variable ini diukur dengan
menggunakan jam perencanaan audit. Keberhasilan penyelesaian perikatan audit
sangat ditentukan oleh kualitas perencanaan audit yang dibuat oleh auditor.
Menurut standar pekerjaan lapangan pertama Profesional Akuntan Publik
(SPAP) mensyaratkan adanya perencanaan yang memadai yaitu “: Pekerjaan
harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi
dengan semestinya” (IAI, 2001)
Tujuan Audit Plan adalah untuk mencapai keyakinan yang memadai guna
mendeteksi salah saji yang diyakini jumlahnya besar, baik secara individual
mapun secara keseluruhan, yang secara kuantitatif berdampak material terhadap
laporan keuangan.
Perencanaan audit meliputi Pengembangan strategi yang menyeluruh
terhadap pelaksanaan dan lingkup audit yang diharapkan. Sifat, luas dan saat
perencanaan bervariasi dengan ukuran kompleksitas badan usaha,
pengalaman dan pengetahuan tentang bisnis usaha.
Fungsi Perencana Audit
Sebelum melaksanakan pekerjaan audit, terlebih dahulu auditor internal
harus menyusun rencana audit secara sistematis. Rencana audit tersebut berfungsi
sebagai:
a. Pedoman pelaksanaan audit,
b. Dasar untuk menyusun anggaran,
c. Alat untuk memperoleh partisipasi manajemen,
d. Alat untuk menetapkan standar,
e. Alat pengendalian, dan
f. Bahan pertimbangan bagi akuntan publik yang diberi penugasan oleh
perusahaan.
Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan
Hal yang harus dipertimbangkan oleh auditor dalam perencanaan audit
adalah:
a) Masalah yang berkaitan dengan bisnis satuan usaha tersebut dan industri
dimana satuan usaha tsb beroperasi didalamnya,
b) Kebijakan dan prosedur akuntansi satuan usaha tersebut,
c) Metode yang digunakan oleh satuan usaha tersebut dalam mengolah
informasi akuntansi,
d) Penetapan tingkta resiko pengendalian yang direncanakan,
e) Pertimbangan awal tentang materialitas untuk tujuan audit,
f) Pos laporan keuangan yang mungkin memerlukan penyesuaian.
g) kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian
audit, dan
h) Sifat audit yang dilaporkan akan diserahkan kepada pemberi tugas.
Prosedur Perencanaan Audit
Prosedur yang dapat dipertimbangkan oleh auditor dalam perencanaan dan
supervise biasanya mencakup review terhadap catatan auditor yang berkaitan
dengan satuan usaha dan diskusi dengan staf lain dalam kantor akuntan dan
pegawai satuan usaha tersebut. Contoh prosedur tersebut meliputi :
Mereview arsip korespondensi, kertas kerja, arsip permanent, laporan
keuangan, dan laporan audit tahun lalu.
Membahas masalah-masalah yang berdampak terhadap audit dengan staf
kantor akuntan yang bertanggung jawab atas jasa non audit bagi satuan
usaha.
Mengajukan pertanyaan tentang perkembangan bisnis saat ini yang
berdampak terhadap satuan usaha.
Membaca laporan keuangan interim tahun berjalan.
Membicarakan type, luas, dan waktu audit dengan manajemen, dewan
komisaris, atau komite audit.
Mempetimbangkan dampak diterapkanya pernyataan standar akuntansi
dan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia, terutama
yang baru.
Mengkoordinasikan bantuan dari pegawai satuan usaha dalam penyiapan
data.
Menentukan luasnya keterlibatan, jika ada, konsultan, spesialis, dan
auditor intern.
Membuat jadwal pekerjaan audit (time schedule).
Menentukan dan mengkoordinasikan kebutuhan staf audit.
Melaksanakan diskusi dengan pihak pemberi tugas untuk memperoleh
tambahan informasi tentang tujuan audit yang akan dilaksanakan sehingga
auditor dapat mengantisipasi dan memberikan perhatian terhadap hal-hal
yang berkaitan yang dipandang perlu.
Agar dapat membuat perencanaan audit dengan sebaik-baiknya, auditor harus
memahami bisnis klien dengan sebaik-baiknya (understanding client business),
termasuk sifat dan jenis usaha klien, struktur organisasinya, struktur permodalan,
metode produksi, pemasaran, distribusi dll.
Isi dari Audit Plan :
1. Hal-hal mengenai klien:
a. Bidang usaha klien, alamat, telp, fax, email dll.
b. Status hukum perusahaan (nama pemilik, permodalan)
c. Accounting policy
d. Neraca dan L/R komparatif
e. Client contact (pres dir, controller, kabag akuntansi)
f. Accounting, auditing, tax problem
2. Hal-hal yang mempengaruhi klien:
Bisa didapat di majalah-majalah ekonomi/suratkabar, antara lain :
Business News, Ekonomi Keuangan Indonesia.
3. Rencana kerja auditor, hal–hal penting antara lain:
a. Staffing
Nama partner
Nama manager.
Nama Supervisor
Nama Senior
Nama Asisten.
b. Waktu pemeriksaan,
Waktu dimulainya suatu pemeriksaan
Berapa lama waktu pemeriksaan
Dead Line
Budget, baik dalam jumlah jam kerja maupun biaya
pemeriksaan.
c. Jenis jasa yang diberikan
General audit,
Special audit,
Bantuan Adminstrasi,
Menyusun Neraca / Laba Rugi dan
Perpajakan
Hal–hal tambahan :
d. Bantuan–bantuan yang dapat diberikan klien.
Mengisi formulir konfirmasi piutang, utang
Membuat schedule-schedule
e. Time Schedule
II. AUDIT PROGRAM
Audit Program adalah kumpulan dari prosedur audit yang akan dijalankan
dan dibuat secara tertulis.
Tujuan Audit Program:
Membantu Auditor dalam memberikan perintah kepada asisten mengenai
pekerjaan yang harus dilaksanakan.
Audit Program yang baik harus mencantumkan:
1. Tujuan pemeriksaan.
2. Audit prosedur yg akan dijalankan
3. Kesimpulan pemeriksaan
Manfaat Audit Program:
Sebagai petunjuk kerja yang harus dilakukan dan instruksi bagaimana
harus menyelesaikan suatu pemeriksaan.
Sebagai dasar untuk koordinasi, pengawasan, dan pengendalian
pemeriksaan.
Sebagai dasar penilaian kerja yang dilakukan klien
Prosedur Audit Program
Prosedur Audit Program untuk Compliance Test
Prosedur Audit Program untuk Substantive Test
Prosedur Audit Program untuk keduanya.
1. Compliance test (Test Ketaatan) atau test of recorded transaction adalah
Test terhadap bukti pembukuan untuk mengetahui apakah setiap transaksi
yang terjadi sudah diproses dan dicatat sesuai dengan sistem dan prosedur
yang ditetapkan manajemen . Jika terjadi penyimpangan dalam
pemrosesan dan pencatatan transaksi, walaupun jumlah (rupiahnya) tidak
material, auditor memperhitungkan pengaruh dan penyimpangan terhadap
efektifitas pengendalian intern. Juga harus dipertimbangkan apakah
kelemahan dalam salah satu aspek pengendalian intern bisa diatasi dengan
“compensating control”.
Dalam melaksanakan compliance test, auditor harus memperhatikan :
a. Kelengkapan bukti pendukung (supporting schedule,
b. Kebenaran perhitungan matematis (footing, cross footing,
extension),
c. Otorisasi dari pejabat perusahaan yang berwenang,
d. Kebenaran nomor perkiraan yang di Debit / Kredit,
e. Kebenaran posting ke buku besar dan sub buku besar
2. Substantive test adalah Test terhadap kewajaran saldo perkiraan laporan
keuangan (Neraca dan Laporan Laba Rugi)
Jenis Kertas Kerja yang dibuat :
a. Working Balance Sheet (WBS)
b. Working Profit and Loss (WPL)
c. Top Schedule (TS)
d. Supporting Schedule (SS)
Prosedur pemeriksaan dalam substantive test :
a. Inventarisasi aktiva tetap
b. Observasi atas stock opname
c. Konfirmasi piutang, utang dan bank
d. Subsequent collection dan subsequent payment
e. Kas opname
f. Pemeriksaan rekonsiliasi bank dll
Contoh Audit Program Untuk Pengujian Kepatuhan (Compliance Test) :
Prosedur Pembelian:
NO. KEGIATAN WP Ref. Paraf Tanggal
1 Dapatkan Surat Pesanan (SP) dan periksa kesesuaian nomor urutnya untuk bulan Januari, Juni, Desember, dan pilih 10 untuk bulan-bulan tsb sebagai sample scr random
2 Periksa otorisasinya untuk memastikan bahwa setiap pembelian yg dilakukan telah disetujui oleh pejabat perusahaan yg berwenang
3 Bandingkan kuantitas, jenis barang, dan lain-lainnya dengan
Surat Permintaan Pembelian Barang (SPPB)
4 Cocokkan SP dengan faktur dari supplier
5 Periksa kebenaran nomor kode perkiraan
6 Periksa perhitungan matematis dari bukti-bukti pembelian yg dipilih sbg sample
7 Periksa posting (pemindahbukuan) ke buku besar/sub buku besar utang dagang dan persediaan
8 Catat hal-hal yg penting ditemukan untuk dimasukkan dalam Management Letter
9 Buat kesimpulan hasil pemeriksaan
III. AUDIT PROCEDURES DAN AUDIT TEKNIK
Prosedures audit adalah langkah-langkah yang harus dijalankan auditor
dalam melaksanakan pemeriksaannya dan sangat diperlukan oleh asisten agar
tidak melakukan penyimpangan dan dapat bekerja secara efektif dan efisien.
Audit procedurs dilakukan dengan tujuan mendapatkan bukti-bukti audit
(audit evidence). Untuk itu diperlukan Audit Teknik, yaitu cara-cara untuk
memperoleh bukti audit seperti Konfirmasi, observasi, inspeksi, tanya jawab dan
lain-lain
IV. RISIKO AUDIT DAN MATERIAITAS
Dalam PSA No. 25 diberikan pedoman bagi auditor dalam
mempertimbangkan risiko dan materialitas pada saat perencanaan dan
pelaksanaan audit atas laporan keuangan berdasarkan standar auditing yang
ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia:
1. Risiko audit dan materialitas mempengaruhi penerapan standar auditing,
khususnya standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan, serta
tercermin dalam laporan audit bentuk baku .risiko audit dan materialitas
bersama dengan hal-hal lain, perlu dipertimbangkan dalam menentukan
sifat, saat, dan luas prosedur audit serta dalam mengevaluasi hasil prosedur
tersebut.
2. Adanya risiko audit diakui dengan pernyataan dalam penjelasan tentang
tanggung jawab dan fungsi auditor independen yang berbunyi sebagai
berikut: “Karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor
dapat memperoleh keyakinan memadai, bukan mutlak, bahwa salah saji
material terdeteksi. Risiko audit adalah risiko yang timbul karena auditor
tanpa disadari tidak memodifikasikan pendapatnya sebagaimana mestinya,
atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material.
3. Konsep materialitas mengakui bahwa beberapa hal, baik secara individual
atau keseluruhan, adalah penting bagi kewajaran penyajian laporan
keuangan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum di
indonesia, sedangkan beberapa hal yang material, sesuai dengan standar
akuntansi yang berlaku umum di indonesia” menunjukkan keyakinan
auditor bahwa laporan keuangan secara keseluruhan tidak mengandung
salah saji material. Materialitas yaitu besarnya nilai yang dihilangkan
atau salah saji informasi akuntansi yang dilihat dari keadaan yang
melingkupinya dapt mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh
terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap
informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji tersebut.
4. Laporan keuangan mengandung salah saji material apabila laporan
keuangan tersebut mengandung salah saji yang dampaknya, secara
individual atau keseluruhan, cukup signifikan sehingga dapat
mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar, dalam
semua hal yang material, sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku
umum di indonesia. Salah saji dapat terjadi sebagai akibat dari kekeliruan
atau kecurangan.
5. Dalam perencanaan audit, audit berkepentingan dengan masalah-masalah
yang mungkin material terhadaplaporan keuangan, auditor tidak
bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk
memperoleh keyakinan memadai bahwa salah saji, yang disebabkan
karena kekeliruan atau kecurangan, tidak material terhadap laporan
keuangan.
6. Istilah kekeliruan berarti salah saji atau penghilangan yang tidak disengaja
jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan. Kekeliruan
mencakup:
a. Kesalahan dalam pengumulan atau pengolahan data yang menjadi
sumber penyusunan laporan keuangan.
b. Estimasi akuntansi yang tidak masuk akal yang timbul dari
kecerobohan atau salah tafsir fakta.
c. Kekeliruan dalam penerapan standar akuntansi yang berkaitan dengan
jumlah klasifikai, cara penyajian, atau pengungkaan.
7. Meskipun kecurangan merupakan pengertian yang luas dari segi hukum,
kepentingan auditor secara khusus berkaitan dengan tindakan curang yang
menyebabkan salah saji material dalam laporan keuangan. Dua tipe salah
saji yang relevan dengan pertimbangan auditor dalam audit laporan
keuangan –salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan
keuangan dan salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya
terhadap aset. Dua tipe salah saji ini dijelaskan lebih lanjut dalam SA
Seksi 316 (PSA No. 32 dan PSA No. 70) Pertimbangan atas kecurangan
dalam Audit Laporan Keuangan. Faktor utama yang membedakan
kecurangan dengan kekeliruan adalah apakah tindakan yang mendasari
yang berakibat pada salah saji dalam laporan keuangan merupakan
tindakan yang disengaja atau tidak disengaja.
8. Pada waktu mempertimbangkan tanggung jawab auditor memperoleh
keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas salah saji material,
tidak ada perbedaan penting antara kekeliruan dan kecurangan. Namun,
terdapat perbedaan, dalam hal tanggapan auditor terhadap salah saji yang
terdeteksi. Umumnya kekeliruan terisolasi, tidak material dalam
pengolahan data akuntansi atau penerapan standar akuntansi tidak
signifikan terhadap audit. Sebaliknya, bila kecurangan dideteksi, auditor
harus mempertimbangkan implikasi integritas manajemen atau karyawan
dan kemungkinan dampaknya terhadap aspek audit.
9. Pada waktu menyimpulkan apakah dampak salah saji, secara individual
atau secara gabungan, material, auditor biasanya harus mempertimbangkan
sifat dan jumlah dalam kaitannya dengan sifat dan jumlah pos dalam
laporan keuangan yang diaudit.
10. Materialitas adalah besarnya informasi akuntansi yang apabila terjadi
penghilangan atau salah saji, dilihat dari keadaan yang melingkupinya,
mungkin dapat mengubah atau mempengaruhi pertimbangan orang yang
meletakkan kepercayaan atas informasi tersebut. Seorang auditor membuat
pertimbangan mengenai materialitas, dimana pertimbangan ini harus
dibuat secara professional sesuai dengan persepsinya berdasarkan
kebutuhan orang yang memiliki pengetahuan dan akan meletakkan
kepercayaan terhadaplaporan keuangan. Pertimbangan materialitas ini
harus memperhitungkan keadaan yang melingkupi serta melibatkan baik
pertimbangan kualitatif maupun kuantitatif.
11. Seorang auditor diharuskan mampu mempertimbangkan risiko dan
materialitas yang mungkin terjadi dalam audit, seperti dalam
merencanakan audit dan merancang prosedur audit untuk memperolah
bukti audit kompeten yang cukup, serta mengevaluasi apakah laporan
keuangan secara keseluruhan disajikan secara wajar, dalam semua hal
yang material, sesuai dengan standar akuntansi yang berlalku umum di
Indonesia. Hal ini dilakukan agar menjadi dasar yang kuat untuk evaluasi.
12. Merencanakan audit sangat perlu dilakukan untuk meminimalisir risiko
audit hingga sampai pada batas dapat (memadai) diberikannya pendapat
terhadap laporan keuangan. Batas ini ditentukan secara professional.
13. Dalam pembuatan perencanaan audit, auditor harus menggunakan
pertimbangan profesionalnnya dalam menentukan tingkat risiko yang
cukup rendah serta tingkat materialitas sesuai dengan cara yang
diharapkan hingga terbebas dari salah saji material. Tingkat materialitas
mencakup tingka yang menyeluruh untuk masing-masing laporan
keuangan pokok, namun, karena laporan keuangan saling berhubungan,
dan sebagian besar prosedur audit berhubungan dnegan lebih dari sati
laporan kueangan, maka agar efisien, untuk tujuan perencanaan ini, auditor
biasanya mempertimbangkan materialitas pada tingkat kumpulan salah saji
terkecil yang dapat dianggap material untuk salah satu laporan keuangan
pokok.
14. Perencanaan audit dilakukan dilakukan untuk mencapai keyakinan
memadai guna mendeteksi salah saji yang cukup besar dan berdampak
material terhadap laporan keuangan. Dalam SA seksi 326 (PSA No. 07),
Bukti audit paragraph 10 dinyatakan “auditor pada hakekatnya bekerja
dalam batas-batas ekonomis, agar mempunyai manfaat ekonomis,
pendapat auditor harus dirumuskan dalam jangka waktu dan biaya yang
wajar.”
15. Dalam perencanaan audit untuk situasi tertentu, pertimbangan materialitas
perlu dilakukan sebelum laporan keuangan yang diauditnya selesai
disusun. Maka, perencanaannya dilakukan setelahnya. Karena hal inilah,
sehingga pertimbangan ini didasarkan pada laporan keuangan interim
perusahaan yang disetahunkan atau bisa juga dari laporan keuangan satu
periode atau lebih.
16. Jenis-jenis risiko audit terdiri atas
a. Risiko bawaan dan pengendalian, yakni saldo atau golongan transaksi
mengandung salah saji karena kekeliruan atau kecurangan yang dapat
menjadi material terhadap laporan keuangan apabila digabungkan
dengan salah saji pada saldo akun lainnya.
Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan
transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak
terdapat pengendalian yang terkait. Salah satu penyebab terjadinya
risiko ini adalah faktor ekstern. Contohnya, perkembangan teknologi
mungkin menyebabkan produk tertentu menjadi using, sehingga
mengakibatkan persediaan cenderung lebih besar dalam laporannya.
Faktor lain, yaitu kekurangan modal kerja untuk melanjutkan usaha
atau penurunan aktivitas industry yang ditandai oleh banyaknya
kegagalan usaha. (PSA No 32 dan 70 tentang Pertimbangan atas
Kecurangan dalam Audit Laporan keuangan, paragraph 10)
b. Risiko pengendalian adalah risiko salah saji material yang terjadi
dalam suatu asersi tidak dapat dicegah, atau dideteksi secara tepat
waktu oleh pengendalian intern entitas. Risiko ini merupakan
efektivitas desain dan operasi pengendalian intern untuk mencapai
tujuan netitas yang relevan dalam penyusuan laporan keuangn. Risiko
ini akan selalu ada kerana keterbatasan bawaan dalam setiap
pengendalian intern.
c. Risiko deteksi, yakni auditor tidak mendeteksi salah saji tersebut dalam
suatu asersi. Risiko ini merupakan fungsi efektivitas prosedur audit dan
penerapannya oleh auditor. Hal ini timbul sebagian karena ketidak
pastian yang ada pada waktu auditor tidak memeriksa 100% saldo akun
atau golongan transaksi dan sebagian karena ketidakpastian lainnya,
seperti memiloh prosedur
17. Risiko bawaan dan pengendalian berbeda dengan risiko deteksi, dimana
dua risiko pertama itu ada terlebih dahulu meskipun audit sudah dilakukan
ataupun belum dilakukan, sementara risiko deteksi berhubungan dengan
prosedur audit dan dapat diubah oleh keputusan auditor. Risiko-risiko
tersebut memiliki hubungan yang terbalik, semakin kecil risiko bawaan
dan pengendalian, maka semakin besar risiko detekdi yang diterima.
begitu juga sebaliknya.
Rumus Detectioan Risk.
AR= IRxCRxDR
dimana:
AR= overall audit risk
IR= Inherent risk
CR= Control risk
DR= Detection risk
18. Risiko audit yang dapat diterima oleh auditor dalam merancang prosedur
audit tergantung pada tingkat yang diinginkan untuk membatasi risiko
audit suatu saldo akun dan juga tergantung atas penetapan auditor terhadap
risiko bawaan dan pengendalian. Apabila penetapan menurun, makan
risiko yang diterimanya akan meningkat. Namun tetap harus melakukan
pengujian substansif terhadap saldo akunatau golongan trnasaksi yang
didalamnya mungkin terkandung salah saji yang material.