kelangkaan sumberdaya perikanan dan faktor penyebabnya

72
MAKALAH KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA Disusun oleh : Afrita Jayati Sudiarto 4443090140 JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN

Upload: afrita-jayati-fiddy-hermawan

Post on 03-Jul-2015

2.026 views

Category:

Documents


51 download

DESCRIPTION

Ikan sebagai sumber makanan protein hewani tidak akan pernah terlepas dari seberapa besar tingkat konsumsi ikan dunia. Oleh karena itu seiring dengan pertumbuhan populasi dunia, konsumsi ikanpun semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari Badan Pangan Dunia (FAO), konsumsi ikan dunia telah meningkat dua kali lipat sejak tahun 1973 dan negara-negara berkembang mengambil peran penting dalam masalah ini. China dengan dominasi dalam faktor pendapatan dan kependudukan, telah mendominasi konsumsi ikan dunia dan menggeser posisi jepang, dimana konsumsi ikannya sebanyak 36% dalam tahun 1997 dan dibandingkan hanya sekitar 11% di tahun 1973. Sementara jepang ditahun yang sama menurun dari 24% menjadi tinggal 11%.

TRANSCRIPT

Page 1: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

MAKALAH

KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN

DAN FAKTOR PENYEBABNYA

Disusun oleh :

Afrita Jayati Sudiarto

4443090140

JURUSAN PERIKANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2011

Page 2: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

KATA PENGANTAR

Segala puji marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan kita semua kesehatan dan kepada seluruh para pengikutnya. Saya

sangat bersyukur atas tugas mata kuliah Ekonomi Sumberdaya Perikanan dengan

judul Kelangkaan Sumberdaya Perikanan dan Faktor Penyebabnya yang dapat

saya selesaikan dengan baik.

Namun saya sebagai penulis makalah ini masih jauh dari sempurna dan

masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, besar harapan saya atas kritik dan

saran yang membangun untuk makalah ini.

Akhir kata, saya berharap semoga tujuan pembuatan makalah ini dapat

tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Dan semoga juga pembahasan yang saya

susun ini bermanfaat bagi para pembaca dan mampu menambah wawasan dan

pengetahuaan.

Wassalam

Serang, Februari 2011

Penulis

Page 3: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab I : Pendahuluan

I.1 Latar Belakang.................................................................................. 1

I.2 Identifikasi Masalah...........................................................................2

I.3 Tujuan.................................................................................................2

1.4 Manfaat...............................................................................................2

Bab II : Kajian Pustaka

II.1 Ekonomi Perikanan............................................................................3

II.2 Sumberdaya Perikanan.......................................................................4

II.3 Kelangkaan........................................................................................6

II.4 Kelompok pesimis dan optimis terhadap sumber daya alam.............7

II.5 Mengukur kelangkaan sumber daya alam........................................10

Bab III : Pembahasan

III.1 Kondisi Perikanan di Indonesia......................................................13

III.2 Kelangkaan Sumber Daya Perikanan di Beberapa Tempat di

Indonesia dan Faktor Penyebabnya................................................19

III.2.1 Over Fishing di Perairan Cilacap Menyebabkan Hasil

Tangkapan Nelayan Terus Menurun..................................19

III.2.2 Ancaman kepunahan ikan Endemik Indonesia...................21

III.2.3 Banyaknya Perburuan Ikan Hiu di Laut Menjadi Salah Satu

Penyebab Kelangkaan Iakan di Perairan Indonesia...........24

III.2.4 Fenomena ilegal fishing dan Ironi negara bahari................25

III.2.5 Nelayan kita yang merana...................................................27

III.3 Alasan Mengapa Sebagian Besar Perikanan Dunia Overfishing.....28

III.4 Sumber Daya Alam dan Pertumbuhan Ekonomi.............................34

Bab IV : Kesimpulan..............................................................................................40

Daftar Pustaka

Lampiran

Page 4: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dunia telah mengakui, bahwa indonesia adalah negara kepulauan

terbesar di dunia, dimana terdiri dari 17.508 pulau, dengan garis pantai sekitar

81.000 km. Indonesia memiliki luas wilayah lautan sekitar 5,8 juta km2 atau

sekitar 70% dari luas total teritorial Indonesia. Dengan potensi fisik ini,

tentunya kita harus berbangga atas potensi ini, serta mampu mengelolanya

dengan baik. Sayangnya, dengan potensi yang cukup besar ini, kita (bangsa

indonesia) belum mampu menunjukan kerdiriannya sebagai bangsa bahari.

Indikasinya sangat jelas, sampai saat ini masyarakat kita yang berprofesi

sebagai nelayan masih hidup di bawah garis kemiskinan. Harusnya dengan

potensi kekayaan bahari tersebut, sudah mampu membuat bangsa ini

sejahtera. Ini merupakan bukti kegagalan pemerintah kita dalam pengelolaan

sektor kelautan dan perikanan. Sekaligus mengindikasikan perhatian

pemerintah terhadap sektor ini masih dipandang sebelah mata.

Apa pasal yang membuat bangsa ini belum mapan dalam sektor

bahari? Indikasi kecilnya adalah belum adanya kesadaran kolektif bangsa ini

akan arti pentingnya sektor kelautan kita. Dari segi pengambil kebijakan

misalnya, departemen yang secara khusus menangani masalah kebaharian

yakni kementerian Kelautan dan Perikanan kita baru ada pasca tumbangnya

orde baru. Itu baru pada persoalan penentu kebijakan. Tentunya potensi fisik

tersebut bukanlah hanya menjadi kebanggaan saja. Akan tetapi potensi itu

harus dikelola untuk kepentingan dan kemakmuran rakyat. Sayangnya,

sampai sekarang potensi sumberdaya perikanan kita masih belum dikelola

secara efektif dan banyaknya nelayan yang menangkap ikan secara berlebihan

tanpa memperhatikan lingkungan. Akibatnya, terjadi kelangkaan sumber daya

perikanan dibeberapa daerah dan pada akhirnya menyebabkan kepunahan

spesies di suatu daerah di Indonesia. Padahal, kita sebagai negara maritim

harus sadar akan kekayaan negara kita yang harus kita jaga dengan baik,

Page 5: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

terutama ikan langka yang terancam punah dan yang seharusnya dilestarikan

dan dilindungi. Jika terjadi kelangkaan sumber daya perikanan, maka harga

produksi pun akan naik dan pada akhirnya harga ikan di pasaran pun

melonjak. Hal inilah yang melatar belakangi saya menulis makalah mengenai

kelangkaan sumber daya perikanan dan faktor penyebabnya.

I.2 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dari judul makalah ini, yaitu :

a. Terjadinya kelangkaan sumberdaya perikanan di beberapa daerah di

Indonesia.

b. Meningkatnya harga dikarenakan terjadinya kelangkaan sumber daya

perikanan.

c. Banyaknya spesies ikan langka yang langka punah di Indonesia.

d. Banyak Faktor yang menyebabkan terjadinya kelangkaan sumber daya

perikanan yang kurang diperhatikan oleh pemerintah.

I.3 Tujuan

Tujuan dari di susunnya makalah ini, yaitu untuk memenuhi tugas

pengganti ujian tengah semester mata kuliah ekonomi sumber daya perikanan

Dan dapat mengetahui kelangkaan sumber daya perikanan yang renewable

dan faktor penyebabnya. Selain itu pula untuk menambah wawasan dan

pengetahuan kepada para pembaca.

I.4 Manfaat

Manfaat dari disusunnya makalah ini, yaitu dapat menambah

wawasan dan pengetahuan mengenai faktor penyebab kelangkaan sumber

daya perikanan.

Page 6: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

II.1 Ekonomi Perikanan

Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari

aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi,

pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa. Istilah "ekonomi" sendiri berasal

dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan

νόμος (nomos), atau "peraturan, aturan, hukum," dan secara garis besar

diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga."

Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang

menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja. Manusia sebagai

makhluk sosial dan makhluk ekonomi pada dasarnya selalu menghadapi

masalah ekonomi. Inti dari masalah ekonomi yang dihadapi manusia adalah

kenyataan bahwa kebutuhan manusia jumlahnya tidak terbatas, sedangkan

alat pemuas kebutuhan manusia jumlahnya terbatas. Tindakan ekonomi

adalah setiap usaha manusia yang dilandasi oleh pilihan yang paling baik

dan paling menguntungkan. Tindakan ekonomi terdiri atas dua aspek, yaitu :

Tindakan ekonomi Rasional, setiap usaha manusia yang dilandasi oleh

pilihan yang paling menguntungkan dan kenyataannya demikian.

Tindakan ekonomi Irrasional, setiap usaha manusia yang dilandasi oleh

pilihan yang paling menguntungkan namun kenyataannya tidak

demikian.

Motif ekonomi adalah alasan ataupun tujuan seseorang sehingga

seseorang itu melakukan tindakan ekonomi. Motif ekonomi terbagi dalam

dua aspek:

Motif Intrinsik, disebut sebagai suatu keinginan untuk melakukan tidakan

ekonomi atas kemauan sendiri.

Page 7: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

Motif ekstrinsik, disebut sebagai suatu keinginan untuk melakukan

tidakan ekonomi atas dorongan orang lain. Pada prakteknya terdapat

beberapa macam motif ekonomi:

Motif memenuhi kebutuhan

Motif memperoleh keuntungan

Motif memperoleh penghargaan

Motif memperoleh kekuasaan

Motif sosial / menolong sesama

Ekonomi Perikanan merupakan bagian dari ilmu ekonomi umum

yang mempelajari fenomena dan persoalan yang berhubungan dengan

bidang perikanan. Perikanan sendiri menurut Undang-undang nomer 31

tahun 2004 pasal 1 ayat 1 yaitu Semua kegiatan yang berhubungan dengan

pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai

dari pra produksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang

dilaksanakan dalam suatu bisnis perikanan. Sedangkan ikan menurut

undang-undang nomer 31 tahun 2004 pasal 1 ayat 2 yaitu segala jenis

organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada pada

lingkungan perairan. Karena ikan dan segala jenis organisme yang hidup di

lingkungan perairan memiliki nilai ekonomis atau merupakan sumber

ekonomi serta adanya perilaku ekonomi, maka terdapat ekonomi perikanan

yang kemudian timbul permintaan dan penawaran. Perilaku ekonomi itu

sendiri yaitu bagaimana cara memenuhi kebutuhan manusia agar mencapai

kepuasan dengan memanfaatkan sumber daya yang terbatas namun sarana

untuk memenuhi kebutuhan itu terbatas. Oleh karena itu manusia atau

masyarakat harus melakukan pilihan dalam menggunakan alat pemuas

kebutuhan atau sumberdaya itu dan juga memilih diantara kebutuhan yang

harus dipenuhinya. Alat pemuas kebutuhan itu dapat disebut sebagai

sumberdaya, barang konsumsi maupun barang produksi.

II.2 Sumberdaya Perikanan

Sumber daya alam merupakan segala sesuatu yang berada dibawah

maupun diatas permukaan bumi termasuk tanah yang sifatnya masih

Page 8: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

potensial serta sifatnya belum dilibatkan dalam proses produksi untuk

meningkatkan tersedianya barang dan jasa dalam perekonomian. Sedangkan

barang sumber daya merupakan sumber daya alam yang sudah diambil dari

dalam atau dari atas permukaan bumi dan siap digunakan serta

dikombinasikan dengan faktor-faktor produksi lain sehingga dapat

dihasilkan produk baru yang berupa barang atau jasa bagi konsumen

maupun produsen. Barang sumber daya yang dipakai dalam proses produksi

dapat meningkatkan produksi barang dan jasa bila dikombinasikan dengan

faktor produksi lain.

Sedangkan yang dimaksud dengan Perikanan menurut Undang-

undang nomer 31 tahun 2004 pasal 1 ayat 1 yaitu Semua kegiatan yang

berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan

lingkungannya mulai dari pra produksi, produksi, pengolahan sampai

dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu bisnis perikanan. Jadi

sumber daya perikanan merupakan segala sesuatu yang berada disekitar laut

atau perairan termasuk terumbu karang juga pohon mangrove yang sifatnya

masih potensial serta sifatnya belum dilibatkan dalam proses produksi untuk

meningkatkan tersedianya barang dan jasa dalam perekonomian. Sumber

daya perikanan merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable

resources = flow resources).

Pada dasarnya sumber daya alam itu dapat dikelompokkan menjadi

dua kelompok utama, yaitu kelompok sumber daya alam yang tidak dapat

diperbaharui (exhaustible resources = stock resources fund resources)

contohnya barang tambang yang ada di dalam perut bumi seperti minyak

bumi, batu bara, timah dan nikel. manusia harus menggunakan SDA ini

seefisien mungkin. Sebab, seperti batu bara, baru akan terbentuk kembali

setelah jutaan tahun kemudian. Sumber daya ini mempunyai sifat bahwa

volume fisik yang tersedia tetap dan tidak dapat diperbaharui atau diolah

kembali. Untuk terjadinya sumber daya jenis ini diperlukan waktu ribuan

tahun. Yang kedua yaitu sumber daya alam yang dapat diperbaharui

(renewable resources = flow resources). Sumber daya ini mempunyai sifat

terus-menerus ada dan dapat diperbaharui baik oleh alam sendiri maupun

Page 9: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

dengan bantuan manusia. Dalam hal ini, ikan merupan sumber daya alam

yang kategori ini. Walaupun sumber daya ini mempunyai sifat terus

menerus ada, namun jika sumber daya alam tersebut tidak dikelola dengan

baik maka akan menimbulkan kelangkaan. Seperti pendapat kelompok

pesimis terhadap sumber daya alam yaitu “Sumber daya alam itu terbatas

adanya, sehingga apabila terus menerus diambil maka cadangannya makin

lama akan semakin menipis dan sampai pada saatnya pasti akan habis”.

II.3 Kelangkaan

Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak pernah ada

puasnya. Kebutuhan manusia beraneka ragam dan terus-menerus ada. Hari

ke hari kebutuhan manusia semakin bertambah banyak baik jumlah, mutu,

dan coraknya. Pertambahannya itu tidak sebanding dengan sumber daya

yang tersedia. Oleh karena itu, akan ada sebagian orang yang tidak

mendapatkan alat pemuas kebutuhan yang diinginkan, entah karena tidak

mampu mengeluarkan pengorbanan yang disyaratkan (biaya tidak

terjangkau) atau karena barang sudah habis. Kondisi tersebut dapat disebut

sebagai kelangkaan. Jadi kelangkaan dapat diartikan situasi atau keadaan di

mana jumlah sumber daya yang ada dirasakan kurang atau tidak cukup

untuk memenuhi kebutuhan manusia. Para ekonom terbiasa mengartikan

kata langka dengan keadaan dimana jumlah barang yang diminta lebih

banyak dari pada jumlah barang yang ditawarkan atau yang disediakan dan

dalam pasar persainganb sempurna, kelangkaan ini akan menyebabkan

harga barang yang bersangkutan naik. Dalam kaitannya dengan sumber

daya alam, persediaan itu dihadapkan pada tingkat konsumsi sumber daya

alam per tahun untuk memperkirakan berapa lama lagi jumlah cadangan

tersebut akan dapat dikonsumsi untuk menopang kehidupa manusia.

Menurut ilmu ekonomi, kelangkaan mempunyai dua makna, yaitu

terbatas, dalam arti tidak cukup dibandingkan dengan banyaknya kebutuhan

manusia dan terbatas, dalam arti manusia harus melakukan pengorbanan

untuk memperolehnya.

Page 10: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

II.4 Kelompok pesimis dan optimis terhadap sumber daya alam

Mengenai sejauh mana sumber daya alam itu dapat melayani

kebutuhan manusia ada dua kelompok pemikir yang masing-masing berbeda

pendapat. Satu kelompok merasa optimis terhadap tersedianya sumber daya

alam dan kelompok satu lagi merasa pesimis.

a. Kelompok Pesimis, kelompok ini menyatakan bahwa Sumber daya

alam itu terbatas adanya, sehingga apabila terus menerus diambil maka

cadangannya makin lama akan semakin menipis dan sampai pada

saatnya pasti akan habis. Pemikiran yang pesimis ini sudah diawali oleh

tokoh-tokoh ekonomi terkenal seperti Adam Smith dan David Ricardo.

Demikian pula Thomas Robert Malthus sudah melihat lebih awal

bahwa pertumbuhan penduduk akan selalu mengikuti deret ukur,

sedangkan pertumbuhan pemuas kebutuhan manusia, khususnya pangan

akan meningkat sesuai dengan deret hitung, sehingga manusia di muka

bumi ini pada suatu saat akan mengalami kekurangan bahan makanan

dan alat pemuas kebutuhan lainnya.

Tersedianya sumber daya alam di bumi ini adalah terbatas

baik dalam arti kuantitas maupun dalam arti kualitas. Menutut David

Ricardo, manusia selalu menggunakan sumber daya alam yang paling

tinggi kualitasnya terlebih dahulu. Kemudian karena kuantitas sumber

daya yang tinggi kualitasnya ini akan habis, manusia beralih

menggunakan sumber daya alam yang lebih rendah kualitasnya.

Kejadian ini akan berlangsung terus sampai pada penggunaan sumber

daya alam yang sangat marginal kualitasnya. Sebagai akibatnya biaya

pengambilan atau pengolahan akan semakin meningkat dan pada

gilirannya harga barang-barang sumber daya itu akan menjadi mahal.

Kelompok pesimis ini khawatir akan adanya kelangkaan sumber daya

alam yang dari hari ke hari semakin berat dirasakan. Peranan

perkembanga teknologi dan transportasi telah dilupakan oleh kelompok

pesimis ini, bahkan mereka mengira bahwa perkembangan teknologi

justru akan semakin menguras adanya sumber daya alam yang ada di

bumi ini.

Page 11: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

Pendapat-pendapat kelompok pesimis tersebut yaitu sebagai

berikut :

1. Dunia ini terbatas adanya, sehingga terbatas pulalah sumber daya

alam yang ada dan ini membatasi pula tersedianya barang-barang

produksi bagi kebutuhan manusia.

2. Hampir semua kegiatan produksi saat ini pertumbuhannya bersifat

eksponensial, artinya penggalian sumber daya alam juga akan

semakin cepat peningkatannya.

3. Produksi barang dan jasa pasti akan berhenti apabila batas

cadangan sumber daya alam itu sudah tercapai.

4. Batas cadangan itu akan segera tercapai, jika pola konsumsi

sumber daya alam tidak kembali.

5. Dampak yang timbul dalam masyarakat adalah bahwa dalam

proses menuju batas pertumbuhan tersebut bersifat kehancuran.

6. Akhirnya kita harus berusaha untuk mengubah tendensi

pertumbuhan yang sifatnya eksponensial itu dan membatasi

kegiatan manusia sesuai dengan batasan-batasan alamiah yang

berupa cadangan sumber daya alam dan kualitas lingkungan

tertentu.

Dari uraian di atas tampak kemajuan teknologi akan mendorong

pertumbuhan ekonomi semakin pesat lagi, namun dengan adanya

peringatan dari kelompok Roma, manusia harus dapat menentukan

batas pertumbuhan ekonomi sendiri yang pada gilirannya akan

membatasi tingkat pengambilan sumber daya alam. Suatu alternatif lain

ialah dapat saja perekonomian berkembang terus, tetapi harus

ditemukan teknologi yang akan menghemat penggunaan sumber daya

alam. Dengan demikian kelompok pesimis ini walaupun cemas

terhadap perkembangan ekonomi dunia, namun tidak berarti bahwa

mereka ini putus asa bahkan justru menyarankan agar dicari jalan

keluarnya. Memang dunia ini terbatas adanya, banyak sumber daya

alam yang tidak dapat diperbaharui mendekati titik kehabisan

Page 12: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

cadangannya dan banyak sumber daya alam yang dapat pulih telah

diperdagangkan secara berlebihan (over used).

b. Kelompok Optimis. Kelompok ini berpendapat bahwa sumber daya

alam itu tersedia melimpah dan tidak akan pernah habis, lebih-lebih

untuk sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Memang kelompok

optimis mengakui adanya pencemaran yang semakin membahayakan

manusia, sehingga perlu diambil suatu tindakan untuk mencegahnya.

Namun kelompok ini belum melihat tanda-tanda akan menipisnya

persediaan sumber daya alam, bahkan sebaliknya cadangan sumber

daya alam itu dikatakan masih cukup banyak. Dan kelompok ini

membantah pendapat dari kelompok pesimis yang mengatakan bahwa

“Peranan perkembangan teknologi akan semakin menguras sumber

daya alam yang ada di bumi ini”. Dalam hal ini kelompok optimis

menyatakan bahwa perkembangan teknologi tidak menguras sumber

daya alam, namun jusru akan mengurangi pengurasan sumber daya

alam dengan memberikan penjelasan sebagai berikut :

1. Efisiensi perkembangan teknologi dalam bentuk penemuan cara-

cara produksi baru dapat berupa penghematan penggunaan barang-

barang sumber daya alam sebagai masukan dalam proses produksi

dengan jumlah faktor produksi lain tetap.

2. Daur ulang (recycle) dengan teknologi baru sumber daya alam itu

dapat digunakan berulang kali lewat proses pengolahan kembali

limbah produksi.

3. Eksplorasi dengan teknologi baru akan lebih mudah ditemukan

cadangan sumber daya alam baru, sehingga meningkatkan jumlah

persediaan sumber daya alam.

4. Substitusi dengan teknologi baru akan lebih dimungkinkan untuk

menemukan sumber daya alam pengganti atau sumber daya alam

alternatif, sehingga dimungkinkan adanya konservasi sumber daya

alam.

Lebih lanjut dikatakan bahwa tanpa adanya teknologi baru, maka

sumber daya alam yang ada tidak lebih dari barang rongsokan saja.

Page 13: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

Akhirnya kelompok optimis menyarankan agar sumber daya alam

diusahakan dengan cara yang lebih efisien, yaitu dengan tingkat

produksi tertentu digunakan sumber daya alam yang sedikit mungkin

dan juga derajat pencemaran lingkungan yang minimal. Kelompok ini

juga tidak menolak bahwa pengambilan sumber daya alam yang

berlebihan akan merusak potensi sumber daya alam itu sendiri.

II.5 Mengukur kelangkaan sumber daya alam

Persediaan (reserve) atau cadangan (stock) sumber daya alam

merupakan sumber daya alam yang sudah diketahui dan terbukti baik dari

segi jumlah atau besarnya deposit yang diukur dalam satuan-satuan seperti

ton, m3,barrel dan telah diketahui pula manfaatnya serta langka adanya

(bernilai ekonomis). Cadangan sumber daya akan meningkat bila terjadi

penemuan baru (discovery), peningkatan cadangan yang telah terbukti

(extension) dan revisi (revision) cadangan sebagai akibat perkembangan

informasi mengenai kondisi pasar dan teknologi baru, yang kemudian dapat

mengubah sumber daya alam yang tidak ekonomis menjadi sumber daya alam

yang ekonomis. Namun, sayangnya sulit untuk mengetahui volume fisik,

lokasi, maupun kualitas sumber daya alam secara tepat, sehingga sulit pula

untuk menentukan derajat kelangkaan sumber daya alam tersebut.

Untuk mengetahui langka tidaknya sumber daya alam di bumi ini,

para ahli ekonomi menggunakan berbagai cara atau alat pengukur dalam

bidang ilmunya, yaitu dengan melihat harga barang sumber daya alam dan

nilai sewa ekonomis atau economic rent (Fishier), atau melihat satuan biaya

produksi barang sumber daya alam itu (Barnett dan Morse, Scarcity and

Growth, hal. 149), dan dapat pula dengan melihat royalty (economic rent)

maupun elastisitas substitusi. Cara-cara tersebut yaitu antara lain :

a. Biaya Produksi

Baik ekonom klasik (Ricardo) maupun Neo Klasik (Jevons)

melihat bahwa peningkatan biaya produksi berhubungan dengan semakin

berkurangnya persediaan atau cadangan sumber daya alam. Memang

barang sumber daya alam sejak adanya manusia di bumi ini sudah terus-

Page 14: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

menerus diambil atau dieksploitasi. Pada umumnya orang percaya bahwa

sumber daya alam secara ekonomis memang langka dan dengan

berkembangnya waktu sumber daya alam itu menjadi semakin langka

dan ini akan mangganggu kehidupan manusia dan pertumbuhan ekonomi.

Namun, dalam studi Barnett dan Morse itu, dikemukakan bahwa teori

klasik mengenai meningkatnya kelangkaan sumber daya alam itu tidak

dapat diterima, kecuali dalam hal yang sangat terbatas atau tertutup.

Barnett dan Morse membuat hipotesis tentang kelangkaan

sumber daya alam yaitu bahwa sumber daya alam itu semakin langka

apabila :

1. Biaya riil unit output meningkat terus selama periode pengambilan.

2. Biaya produksi komoditi yang diambil relatif lebih tinggi daripada

biaya produksi komoditi lain.

3. Harga komoditi yang diambil relatif lebih tinggi daripada harga

komoditi lain.

Barnett dam Morse menafsirkan penemuannya itu sebagai akibat

dari perubahan teknologi dan keuntungan dari skala ekonomi (economic

of scale). Perkembangan teknologi sangat menyolok di bidang sumber

daya mineral, khususnya banyak mesin-mesin yang menggantikan tenaga

manusia dan justru banyak pula kapital dan tenaga kerja yang

menggantikan antara berbagai sumber daya alam itu sendiri.

b. Harga barang sumber daya alam

Kelangkaan sumber daya alam dapat dilihat dari harga barang

sumber daya yang semakin meningkat maupun dilihat dari royalti atau

rent. Rent adalah harga bayangan satu unit barang sumber daya yang ada

dalam cadangan (stock). Bila seseorang tertarik pada kelangkaan maka

rent lebih tepat sebagai alat pengukurnya. Namun apabila sesorang

berminat untuk mengetahui banyaknya pengorbanan dalam mamperoleh

barang sumber daya alam, maka harga lebih tepat sebagai indikatornya

karena harga sudah mencakup biaya produksi dan rent. Selanjutnya

karena rent sulit untuk diamati maka harga lebih banyak dipakai sebagai

Page 15: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

indikator baik untuk melihat kelangkaan maupun pengorbanan guna

menghasilkan barang sumber daya alam.

Harga barang sumber daya relatif lebih baik daripada biaya per unit

sebagai pengukur kelangkaan sumber daya alam karena :

1. Harga riil barang sumber daya lebih melihat ke depan dan

mencerminkan adanya baya yang diharapkan di masa datang baik

untuk eksplorasi, penemuan, maupun pengambilan.

2. Kemajuan teknologi mengalihkan tanda-tanda kelangkaan sumber

daya alam yang ditunjukkan oleh harga riil barang sumber daya.

3. Harga riil tidak menunjukkan adanya kecenderungan semakin

langkanya sumber daya alam yang mamiliki sumber daya pengganti

(substitusi).

4. Harga riil sumber daya dapat meningkat ataupun menurun, yang

berarti menunjukkan adanya kelangkaan atau berkurangnya

kelangkaan, tergantung pada harga mana yang dipakai untuk

membuat angka indeks (price deflator).

c. Nilai sewa dari sunber daya alam (economic rent) atau nilai sumber daya

alam di tempatnya (in situ resources), merupakan alat pengukur yang

ketiga terhadap kelangkaan sumber daya alam. Nilai sewa ini lebih tepat

menggambarkan kelangkaan sumber daya alam daripada dua cara

sebelumnya. Nilai sewa (economic rent) sumber daya alam pada

umumnya meningkat dalam beberapa puluh tahun terakhir, tetapi biaya

produksi dan harga barang justru menurun.

Namun terdapat kelemahan pada pendekatan fisik maupun

secara ekonomis. Pendekatan secara fisik tidak memiliki kepastian

mengenai besarnya cadangan, sedangkan pendekatan secara ekonomis

memiliki kelemahan yaitu bila mekanisme pasar tidak dapat bekerja

secara sempurna. Oleh karena itu masih sulit untuk memastikan kondisi

dari sumber daya alam itu, apakah masih melimpah atau sudah langka

adanya, walaupun kita mengetahui secara pasti bahwa pengambilannya

telah dilakukan secara terus-menerus bahkan dengan laju yang semakin

meningkat.

Page 16: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

BAB III

PEMBAHASAN

III.1 Kondisi Perikanan Indonesia

Kondisi terkini perikanan Indonesia sebenarnya berada dalam

krisis. Terkadang data-data yang ada tidak sejalan dengan kenyataan yang

terjadi di lapangan. Potensi sumberdaya kelautan kita yang besar tidak

menjadikan nelayan kita berhenti berteriak kesulitan tangkapan. Konsumsi

ikan nasional, volume ekspor ikan nasional, dan volume tangkapan ikan

ilegal yang tidak dilaporkan (unreported) menjadi masalah praktek

penghisapan sumberdaya perikanan Indonesia. Kondisi ini diperparah

dengan lemahnya pengawasan pemerintah dan aparat keamanan. Apabila

tidak ditanganai serius tentu saja dikhawatrikan akan menjadi konflik

horizontal yang  dapat menimbulkan ancaman keamanan, ketidakstabilan,

dan kemiskinan.

Ikan sebagai sumber makanan protein hewani tidak akan pernah

terlepas dari seberapa besar tingkat konsumsi ikan dunia. Oleh karena itu

seiring dengan pertumbuhan populasi dunia, konsumsi ikanpun semakin

meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari Badan Pangan Dunia

(FAO), konsumsi ikan dunia telah meningkat dua kali lipat sejak tahun 1973

dan negara-negara berkembang mengambil peran penting dalam masalah

ini. China dengan dominasi dalam faktor pendapatan dan kependudukan,

telah mendominasi konsumsi ikan dunia dan menggeser posisi jepang,

dimana konsumsi ikannya sebanyak 36% dalam tahun 1997 dan

dibandingkan hanya sekitar 11% di tahun 1973. Sementara jepang ditahun

yang sama menurun dari 24% menjadi tinggal 11%.

Page 17: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

Gambar 1. Gambaran perbandingan konsumsi perikanan dunia tahun 1973

dan 1997 (Sumber,FAO 1997)

Saat ini lebih kurang seperempat bagian dari ikan yang dikonsumsi

oleh penduduk dunia adalah berasal produk budidaya dan persentase ini

akan terus meningkat, sementara produk hasil tangkapan dari laut dan danau

akan terus menurun disebabkan overfishing dan kerusakan lingkungan.

Penurunan ini terjadi selama 10 tahun (1970 sampai 1980 an), dimana

penangkapan ikan dilakukan secara besar-besaran sebagai hasil dari

perluasan area penangkapan, penerapan teknologi penangkapan terbaru dan

meningkatnya inveastasi pada sektor ini. Akibatnya produk ikan dari hasil

penangkapan melonjak tajam dari 44 juta ton di tahun 1973 menjadi 65 juta

ton di tahun 1997. Kondisi ini menyebabkan operasi penangkapan ikan telah

menjadikan eksploitasi yang berlebih dilaut. Oleh karena itu harapan

kedepan dari produksi perikanan dunia tertumpu pada aktivitas budidaya

ikan yang pada dasarwarsa ini lebih diarahkan ke bidang budidaya laut.

Budidaya ikan saat ini menyumbang sekitar 30% dari total produksi ikan

dunia.

Indonesia yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia

(81.000 km) setelah Kanada dan kekayaan alam laut yang besar dan

beranekaragam telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang

berpotensi besar dalam bidang perikanan. Namun, seperti halnya kondisi

Page 18: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

perikanan dunia, kondisi perikanan tangkap Indonesia juga semakin

menurun dari tahun ke tahun.

Page 19: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

Gambar 3. Rata-rata tahunan hasil perikanan tangkap dan produksi total

perikanan budidaya di Indonesia tahun 1984-1999.

Peningkatan rata-rata produksi budidaya ikan tahunan lebih tinggi

dibanding dengan peningkatan aktivitas penangkapan. Sebagai contoh, dari

tahun 1986-1991, produksi ikan dari perikanan tangkap meningkat sebesar

5%, sementara pertumbuhan tahunan dalam produksi budidaya adalah 8.5%.

Sebagai negara yang mengklaim dirinya sebagai negara maritim, Indonesia

belum begitu mengapresiasi terhadap momentum hari perikanan dunia yang

bertepatan pada tanggal 21 Nopember. Sebuah peringatan yang berupa

perayaan (celebration) mungkin kurang dianggap penting bagi sebagian

orang. Tapi sebagai sebuah kreativitas kebudayaan (kultural), masyarakat

kita sangat kaya dengan acara-acara perayaan ini. Ada nilai yang hendak

Page 20: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

diusung, dilestarikan, dan diwariskan. Ada harapan yang ingin dipupuk, dan

cita-cita yang hendak diraih. Karena itu, tak heran jika ritual seperti merti

laut, petik laut, sedekah laut, sebagai apresiasi kultural untuk menghormati

alam atau mensyukuri anugerah Tuhan masih dipertahankan oleh masyarkat

kita yang hidup di daerah pesisir. Hanya saja, apresiasi secara nasional oleh

negara kita, yang difasilitasi oleh pemerintah belum ada sejauh ini. Tapi

bukan soal acara ritual yang hendak kita permasalahkan seiring dengan

momentum hari perikanan dunia ini. Melainkan, kita perlu melihat seperti

apa kondisi perikanan kita. Bagaimana posisi Indonesia di antara

pertarungan global dunia perikanan? Seperti apa nasib masyarakat perikanan

kita? Lantas, apa tantangan yang harus kita hadapi terhadap masalah ini?

Itulah berbagai pertanyaan yang patut kita jawab secara bersama sebagai

sebuah bangsa maritim.

Pemerintah Indonesia boleh bangga atas prestasi perikanannya

selama ini. Indonesia merupakan supplier 40% kebutuhan ikan negara

Amerika. Selain Thailand, China dan Singapura Kita juga menduduki

peringkat 10 besar, yakni peringkat ke-8 negara eksportir ikan Asia untuk

pasar Eropa. Namun, pasar ini juga sangat rentan terhadap krisis yang masih

melanda dunia sekarang ini. Akibat krisis keuangan global, Departemen

Kelautan dan Perikanan (DKP) memperkirakan ekspor perikanan Indonesia

stagnan, yakni sebesar US$ 2,6 miliar. Permintaan di pasar utama, yakni

Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang turun akibat krisis keuangan

global. Pelemahan pasar ekspor ikan dipastikan akan menyebabkan

persaingan dengan negara pengekspor lainnya semakin ketat. Selama ini,

ekspor ke pasar utama mencakup 70 persen atau sekitar US$ 1,82 miliar

pada 2008. Jumlah tersebut merosot 15 persen tahun ini, menjadi sekitar

US$ 1,54 miliar. Kemerosotan yang terjadi dalam perdagangan global

perikanan ini disebabkan oleh menurunnya kapasitas penangkapan ikan oleh

para nelayan kita. Cuaca buruk yang terjadi di perairan Indonesia

mengakibatkan para nelayan berhenti melaut. Ditambah lagi stock ikan di

laut yang menurun drastis akibat penangkapan berlebih (overfishing)

menjadi penyebab utama penurunan hasil tangkapan tersebut.

Page 21: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

Ketidakstabilan pasar, kecenderungan penawaran dan permintaan

ikan yang fluktuatif, itulah alasan kita tidak perlu bangga terhadap prestasi

selama ini. Bahkan kalau kita salah langkah dan tidak hati-hati dalam

menerapkan kebijakan perikanan bisa fatal akibatnya. Lagipula kita juga

perlu bertanya, jika hasil eksport tersebut dianggap sebagai prestasi, sejauh

mana capaian tersebut dapat dinikmati untuk kesejahtaraan rakyat

Indonesia? Bolehlah itu dianggap prestasi dalam menyumbangkan

pendapatan negara. Tapi apa gunanya jika tidak bisa dinikmati rakyatnya.

Nyatanya, kehidupan para nelayan yang terhampar sepanjang pesisir

kepulauan Indonesia, hidup mereka makin hari makin buruk kondisinya.

Itulah mengapa kita perlu meninjau ulang kebijakan orientasi ekspor dalam

sektor perikanan kita. Apalagi jika kebutuhan di dalam negeri belum cukup

terpenuhi.

Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Departemen

Kelautan dan Perikanan (DKP) menengarai bahwa Indonesia masih

mengimpor ikan patin dan ikan kembung untuk memenuhi kebutuhan dalam

negeri. Indonesia setiap tahun harus mengimpor ikan patin sebanyak 1.300

ton per tahun dari Vietnam, sedangkan ikan kembung harus diimpor dari

Pakistan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Indonesia dengan

jumlah penduduk yang sangat besar merupakan pasar yang menjanjikan.

Selama ini, masyarakat Indonesia sendiri belum banyak yang

mengkonsumsi protein yang bersumber dari perikanan kita. Ikan dengan

kualitas protein yang tinggi lebih sering menjadi primadona untuk

komoditas ekspor. Fenomena ini bisa dikatakan sebuah ironi. Pemerintah

harus lebih peka terhadap musim ikan untuk mengawasi kelangkaan dan

kelebihan ikan antar wilayah untuk memastikan ikan kita dapat terpasarkan

di dalam negeri. Oleh karena itu, rencana DKP untuk menerapkan sistem

buka-tutup dalam kebijakan ekspor ikan di 2010 perlu disambut baik.

Rencananya, pemerintah akan membangun mega cold storage untuk

menyimpan kelebihan pasokan ikan di dalam negeri. Ikan-ikan utuh hasil

tangkapan dalam negeri bakal diekspor dengan sistem buka tutup. Sehingga,

saat pasokan ikan di dalam negeri berlebih, maka simpanan ikan dalam

Page 22: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

mega cold storage akan dibuka untuk dilemparkan ke luar negeri. Ikan-ikan

tersebut akan diekspor dalam bentuk utuh. Selama pasokan ikan untuk

industri pengolahan ikan di dalam negeri kurang, maka pintu ekspor ikan

akan ditutup lantaran untuk memenuhi kebutuhan industri pengolahan ikan

dalam negeri. Pembangunan mega cold storage direncanakan di tiga lokasi;

yaitu Pelabuhan Samudera Bitung, Pelabuhan Samudera Muara Baru dan

Pelabuhan Samudera Surabaya. Sembari mengurus pasar sendiri, kita bisa

lebih memperhatikan perkonomian nelayan. Mengingat perdagangan di

tingkat lokal juga tidak kalah pentingnya untuk ditangani. Sudah begitu

lama tempat pelelangan ikan (TPI) di daerah pesisir dibiarkan terbengkelai.

Akibatnya, para tengkulak pemburu rente bebas memainkan harga ikan.

Nelayan makin menderita akibat perdagangan yang dikuasai renternir.

Padahal mereka masih harus merasakan mahalnya biaya untuk kebutuhan

melaut. Ini memang masalah klasik, tapi bukan berarti harus diabaikan.

Justru harus terus-menerus dicari solusi penataannya yang tepat. Masalah ini

harus segera dituntaskan, karena jika pemerintah tidak dapat

memberdayakan nelayan dan tidak bisa untuk menuntaskan kemiskinan

nelayan, maka dapat terjadi kelangkaan sumber daya perikanan, karena

sesungguhnya kelangkaan sumber daya alam yang kemudian menimbulkan

kepunahan itu pada dasarnya dapat disebabkan oleh adanya dua kelompok

masyarakat, yaitu

1. Kelompok kapitalis yang bekerja untuk memaksimumkan laba, sehingga

mereka ini berusaha untuk menggali sumber daya alam sebanyak

mungkin dalam jangka waktu tertentu.

2. Kelompok miskin yang terpaksa menguras sumber daya alam untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya yang subsisten. Karena kemiskinannya

kelompok ini tidak memperhatikan kelestarian lingkungan yang

sesungguhnya adalah tempat mereka menumpang hidup. Masalah inilah

yang menjadi ironi bangsa Indonesia.

Page 23: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

III.2 Kelangkaan Sumber Daya Perikanan di Beberapa Tempat di

Indonesia dan Faktor Penyebabnya

III.2.1 Over Fishing di Perairan Cilacap menyebabkan Hasil Tangkapan

Nelayan Terus Menurun

Hasil tangkapan nelayan dalam beberapa tahun

belakangan ini terus mengalami penurunan. Salah satu

penyebabnya yakni perairan Cilacap sudah over fishing.

Hal itu diungkapkan Wakil Ketua I Himpunan Nelayan Seluruh

Indonesia (HNSI) Cilacap Indon Cahyono saat pertemuan dengan

sejumlah anggota kelompok nelayan pada tanggal 28 Juni 2010,

menyusul paceklik yang dirasa lebih panjang dari biasanya.

"Dulu masa panen delapan bulan, masa paceklik empat bulan. Tapi

Sekarang kebalikannya," ungkapnya. Menurutnya, sebelum tahun

1990 an, dengan areal tangkapan dari pantai Teluk penyu hingga

pantai Kebumen hasil tangkapan nelayan cukup membanggakan.

“Karena waktu itu nelayan dan perahu jaringnya belum banyak,”

ujarnya. Beliau menggambarkan, pada masa itu ibarat nasi satu

capon dimakan 10 orang kekenyangan, sekarang nasi satu capon

dimakan untuk 1000 orang. Selain over fisihing, faktor penyebab

menurunnya hasil tangkapan karena pengaruh pemanasan global

yang mempengaruhi jumlah ikan di lautan. "Berdasarkan

penelitian, setiap tahun, suhu air laut naik satu derajat," katanya.

Namun, lanjut dia, faktor lain yang memiliki andil karena

berkurangnya hutan mangrove dan menyempitnya Laguna Segara

Anakan akibat sedimentasi tinggi dari Sungai Citanduy.

“Padahal Laguna Segara Anakan sebagai tempat pemijahan alami

ikan. Dan diperparah dengan banyaknya jaring apung di alur

tersebut,” bebernya. Menurut Indon, pemerintah harus cepat

tanggap agar tidak terjadi seleksi alam yang menyakitkan. Perlu

terobosan sinergis, salah satu upaya mengatasi over fishing adalah

Page 24: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

mengarahkan nelayan ke daerah tangkapan di Zona Ekonomi

Eksklusif (ZEE), sekitar 200 mil dari bibir pantai. “Selamai ini

nelayan di Cilacap belum banyak yang melakukan penangkapan di

wilayah itu,” ujarnya. Namun, hal itu tidak mudah karena butuh

daya dukung yang memadai dari segi kemampuan nelayan. Dan

tentu saja membutuhkan biaya besar. Secara terpisah, Ketua

Paguyuban Pariwisata Pantai Teluk Penyu (PPTP) Karsidi

mengatakan akibat menurunnya hasil tangkapan nelayan Cilacap,

sebagian besar ikan yang dijual pedagang di kabupaten ini berasal

dari wilayah pantai utara (pantura) Jawa. "Setiap hari ada sekitar 10

ton ikan dari pantura yang masuk di Cilacap dan dijual ke rumah

makan maupun masyarakat. Kalau dipersentasekan, jumlah tersebut

mencapai 80 persen ikan yang dijual di Cilacap," katanya.

Besarnya jumlah ikan dari pantura yang masuk ke Cilacap ini juga

menunjukkan daya konsumsi masyarakat terhadap ikan semakin

tinggi.

Beberapa perairan di Indonesia memang sudah

mengalami Over Fishing. Zainal Arifin dari pusat penelitian

Oseanografi LIPI mengatakan beberapa wilayah yang mengalami

over fishing atau penangkapan berlebihan. "Di laut Jawa, Selat

Malaka dan Selat Karimata. Tahun ini ada kemungkinan Laut

Arafura juga mengalami kelangkaan karena over fishing”. Kian

padatnya jalur penangkapan ikan di area-area yang menjadi

penyebab utama kelangkaan ikan di wilayah tersebut. Perubahan

seperti hutan mangrove yang beralih fungsi menjadi tambak dan

polusi yang banyak disebutkan industri-industri di utara Jawa juga

berpengaruh terhadap kelangkaan sumber daya perikanan.

Perubahan iklim juga akan mengambil peranan penting seputar

kelangkaan ikan di perairan Indonesia. "Lima hingga 10 tahun

mendatang, perubahan iklim berpotensi memperburuk kondisi

sumber daya ikan di laut Indonesia," tandasnya. Sebelah selatan

Pulau Jawa menjadi area yang dinilai Zainal masih memiliki

Page 25: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

sumber daya ikan dalam jumlah aman. Dalam kacamata Zainal, hal

ini disebabkan lantaran peralatan yang digunakan para nelayan di

wilayah itu masih relatif sederhana. Karena di sebelah selatan para

nelayan tidak bisa melaut terlalu jauh karena keterbatasan alat.

III.2.2 Ancaman Kepunahan Ikan Endemik Indonesia

III.2.2.1 Eksploitasi berlebih

Jenis Ikan endemik seperti Ikan Bilih

(Mystacoleusus padangensis Blkr.), Ikan Belida

(Notopterus chitala), dan Ikan Haruan (Channa striata)

merupakan ikan yang banyak digemari masyarakat. Ikan

Bilih yang sering dijadikan menu di rumah makan karena

rasanya yang enak dan gurih merupakan santapan

istimewa bagi masyarakat, khusunya di sekitar Danau

Singkarak. Permintaan pasar dan harganya yang tinggi

yakni mencapai Rp. 80.000 /kg pun menjadikan ikan ini

komoditas yang sangat berharga. Penangkapan dengan

jaring bermata kecil untuk memperoleh hasil yang besar

yang dilakukan oleh nelayan semakin menekan jumlah

populasi Ikan Bilih di Danau Singkarak. Selain untuk

konsumsi, eksploitasi yang dilakukan juga berdasarkan

permintaan ikan sebagai ikan hias. Ikan Belida sejak

beberapa tahun terakhir mengalami permintaan pasar

untuk ikan hias. Padahal sebelumnya Ikan Belida hanya

digunakan untuk konsumsi sebagai bahan baku pembuatan

pempek Palembang. Ikan Haruan yang banyak hidup di

rawa-rawa di Kalimantan Selatan mulai sulit dijumpai

keberadaannya. Hal ini dikarenakan meningkatnya

perburuan anakan Ikan Haruan sebagai pakan Ikan

Louhan. Hal ini mengakibatkan terganggunya siklus

Page 26: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

produksi Ikan Haruan yang ada di alam dikarenakan ikan

tidak sempat besar untuk melakukan proses reproduksi.

Eksploitasi berlebih tersebut berdampak panjang terhadap

kepunahan ekologi yang disebabkan oleh kegiatan

penangkapan berlebih. Hal tersebut akan memicu

timbulnya gangguan-gangguan kegiatan masyarakat

lainnya terhadap ekosistem seperti polusi, penurunan

kualitas air, dan perubahan iklim yang disebabkan oleh

kegiatan-kegiatan manusia (Pet, dan Mous, 2002).

III.2.2.2 Kurangnya kegiatan budidaya

Ancaman kepunahan ikan endemik diperparah

dengan kurangnya upaya untuk meningkatkan jumlah ikan

endemik melalui kegiatan budidaya. Hal tersebut

disebabkan antara lain tingkat kesulitan ikan-ikan endemik

tersebut untuk dilakukan pemijahannya secara buatan.

Ketersediaan benih yang hanya berasal dari alam membuat

proses budidaya tidak berjalan lancar karena adanya

ketergantungan terhadap pasokan benih dari alam.

Kebijakan revitalisasi perikanan dengan bertumpu pada

peningkatan jumlah ekspor ikan (Munggoro dan

Armansyah, 2008), menjadikan kesempatan populasi ikan

endemik Indonesia untuk bereproduksi dengan kegiatan

budidaya semakin sedikit. Hal ini disebabkan permintaan

akan ekspor yang tinggi dan waktu untuk bereproduksi

bagi ikan yang lama sehingga menimbulkan

ketidaksabaran bagi pelaku perikanan untuk

membudidayakannya.

III.2.2.3 Introducing ikan asing

Page 27: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

Ikan asing merupakan ikan yang berasal bukan

dari habitat asli, melainkan ikan yang sengaja didatangkan

dari luar habitat untuk dibudidayakan. Masuknya

(introducing) ikan asing ini merupakan suatu masalah

serius bagi ikan endemik. Hal ini dikarenakan menjadi

ancaman keberadaan spesies lokal dan memiliki potensi

untuk mengubah ekosistem (Simberlof and Stiling 1996).

Saat ikan asing ini memasuki suatu habitat baru, maka ia

akan menjadi saingan ikan asli habitat tersebut, dalam hal

ini adalah ikan endemik. Persaingan ini meliputi beberapa

hal, yakni persaingan habitat hidup, kegiatan memperoleh

makanan, dan persaingan mendapatkan oksigen dalam

perairan. Ikan asing yang telah masuk pada suatu habiat

perairan maka akan terjadi seleksi alami pada perairan

tersebut. Seleksi ini terdapat dua kemungkinan yakni

apakah ikan asing ini akan mati tanpa meninggalkan bekas

atau akan mampu bertahan dalam habitat baru. Apabila ia

mampu bertahan dan bahkan merasa habitat barunya lebih

sesuai daripada habitat asalnya, maka ia akan mampu

mengalahkan ikan lokal dalam habitat tersebut. Contoh

yang telah banyak terjadi ditunjukkan pada kasus ikan

Tillapia yang diintroduksi di perairan Indonesia (Whitfield

et al. 2002). Indonesia yang menganut sistem perdagangan

bebas merupakan surga bagi masuknya ikan asing. Hal ini

sulit dihindari dikarenakan alur perdagangan dan distribusi

ikan yang begitu panjang dan beraneka ragam jenis ikan

yang diperdagangkan. Diperkirakan setiap harinya, sekitar

7000 spesies ikan diangkut kapal untuk didistribusikan

antar negara di seluruh dunia (Carlton 2001).

Page 28: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

III.2.3 Banyaknya Perburuan Ikan Hiu di Laut Menjadi Salah Satu

Penyebab Kelangkaan Ikan di Perairan Indonesia.

Cuaca buruk yang melanan selatan Cilacap, Jawa da

perairan selatan Cilacap, Jawa Tengah, membuat pasokan ikan

minim. Akibatnya, ekspor hasil laut, seperti ikan tuna dan udang,

dari Cilacap terhenti. Kata Sudirwan Kadamilah, seorang eksportir

hasil laut Cilacap "Stoknya kosong sama sekali. Tidak ada nelayan

yang memasok ikan lagi”. Akibat kosongnya pasokan ikan dari

nelayan Cilacap, banyak nelayan yang terpaksa mendatangkan ikan

dan udang dari Pantai Utara Jawa. Padahal sesungguhnya

kekosongan ikan tidak hanya terjadi di Cilacap, tapi juga hampir di

semua pesisir selatan Jawa. Saat ini para nelayan hanya bisa

mengirim ikan ke luar negeri paling banyak 35 ton. Padahal

sebelumnya keuntungan harian dari mengekspor ikan bisa

mencapai Rp 200 juta. Saat ini paling banyak Rp 10 juta per hari.

Selain itu sejak 2006 hasil produksi ikan di perairan selatan Jawa

memang terus menu run. Jika pada 2006 hasil tangkapan nelayan

bisa mencapai 650 ton, pada 2010 hanya 291 ton.

Abdullah Habibi, Capture Fisheries Coordinator WWF

Indonesia, mengatakan turunnya jumlah ikan di perairan Indonesia,

satu di antaranya disebabkan oleh semakin banyaknya perburuan

ikan hiu di laut. "Mereka ini predator puncak yang sangat penting

dalam rantai makanan,"kata dia. Tingginya permintaan sirip hiu di

pasar, disebut Abdullah, sebagai salah satu faktor semakin

sedikitnya jumlah hiu di laut. Ikan hiu yang ditangkap nelayan

sedikitnya 70 persen terjaring secara tidak sengaja. Sementara itu,

salah satu pengusaha pemburu ikan hiu di Cilacap, mengatakan

sudah tiga tahun terakhir ini hasil tangkapan ikan hiu memang

menurun tajam. Kata beliau "Dulu di dekat pantai masih ada hiu.

Tapi sekarang ini kami harus mencarinya hingga perbatasan Pulau

Christmas, Australia," Kini bukan hanya hiu yang susah dicari, tapi

Page 29: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

juga beberapa jenis ikan lain, di antaranya ikan tongkol, cakalang,

dan layur. Penggunaan pukat harimau oleh nelayan daerah lain

menjadi penyebab turunnya hasil tangkapan, selain faktor cuaca.

III.2.4 Fenomena ilegal fishing dan ironi negara bahari

Sudah bukan rahasia umum lagi, kalau fenomena

pencurian ikan (ilegal fishing) di perairan Indonesia menjadi sangat

marak. Kegiatan penangkapan ikan secara ilegal oleh kapal

berbendera asing di perairan indonesia, bukan terjadi beberapa

tahun terakhir ini saja. Akan tetapi kegiatan ini sudah berlangsung

sejak puluhan tahun. Kapal berbendera asing tersebut menyamar

sebagai kapal nelayan indonesia, ada juga yang menggunakan surat

ijin penangkapan palsu. Harus kita akui juga, bahwa kebijakan

kelautan kita yang masih longgar, sehingga memungkinkan kapal-

kapal asing untuk masuk menjarah hasil laut kita. Menurut

Sudarmin (Fajar, 10/7) bahwa banyak faktor yang teridentifikasi

sebagai penyebab terjadinya illegal fishing di perairan indonesia

yaitu: (1) Luasnya potensi laut yang belum terolah, (2) Peluang

bisnis ikan yang menggiurkan, (3) Kelemahan penegakan hukum,

(4) Mentalitas aparat, dan (5) Hambatan dari faktor perundang-

undangan. Ekonom senior Kwik Kian Gie (Kompas, 26/3/2005)

mengatakan bahwa kerugian negara akibat pencurian ikan serta

penambangan pasir secara ilegal selama ini yakni sebesar Rp 76,5

triliun. Angka kerugian negara di sektor perikanan menempati

urutan kedua setelah kerugian dari sektor pajak yang mencapai

angka sebesar Rp 215 triliun.

Maraknya pencurian ikan secara ilegal (ilegal fishing)

oleh kapal asing merupakan fenomena yang kontras dan

menyakitkan hati masyarakat kita. Betapa tidak kekayaan laut kita

dengan seenaknya dirampas oleh nelayan asing, sementara nelayan

Page 30: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

kita tidak bisa menikmati hasil laut sendiri. Data Kompas (27/9)

menyebutkan bahwa Thailand merupakan salah satu negara yang

memiliki kapal penangkap ikan terbanyak yang beroperasi secara

ilegal sebanyak 500 unit. Sedangkan yang legal sebanyak 306 unit.

Dari hasil penagkapan itu, Thailand mampu memproduksi hasil

tangkapan dengan total penangkapan sebesar 72.540 ton/tahun,

meliputi 27.540 ton ditangkap secara legal, sisanya 45.000 ton

merupakan hasil tangkapan secara ilegal. Hasil tangkapan tersebut

dibawa langsung ke Thailand. Ironisnya lagi selama ini, indonesia

sebagai pengambil kebijakan sekaligus sebagai penghasil ikan

justru tidak mampu berbuat banyak. Bukan rahasia umum lagi, kalo

model kerja sama seperti ini cenderung menguntungkan pihak

asing. Hal ini mengingatkan kita pada model kerja sama dengan

perusahan pertambangan asing (freeport, INCO dan perusahaan

sejenis dengan model pengelolaan Trans National Corporate/TNC)

dimana kita hanya mengandalkan atau berharap pada pajak

perijinan pengoperasian saja.

Demikian juga dengan sektor perikanan kita, hanya

berharap pada pajak perijinan pengoperasian kapal sesuai dengan

penggunaan alat tangkap saja. Dalam setahun, untuk alat tangkap

jenis pukat dikenakan biaya 167 dollar AS/Gross Ton (GT), alat

tangkap jenis pursen 254 dollar AS/GT dan alat tangkap gilnet

sebesar 54 dollar AS/GT. Jika dilihat dari hasil transaksi

perdagangan produk perikanan dunia senilai 70 miliar dollar

AS/tahun, indonesia hanya mampu meraup 2,2 miliar dollar AS

atau sekitar 2,8 persen. Sebaliknya Thailand mampu meraup 4

miliar dollar AS dan Cina mendapatkan porsi 25 miliar dollar AS

(Kompas, 27/9). Oleh karenanya, sungguh sesuatu yang ironis jika

sekiranya kita masih mengangap sebagai negara bahari, sementara

hasil-hasil perikanan di bawa kabur oleh kapal asing (negara lain).

III.2.5 Nelayan kita yang merana

Page 31: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

Seperti kita ketahui, nasib buruh, petani dan nelayan kita

sudah dapat dipastikan, mereka hidup di bawah garis kemiskinan.

Kelompok yang paling menikmati adalah mereka yang memiliki

modal besar (pengusaha) dan dekat dengan kekuasaan. Kemiskinan

nelayan sepertinya menjadi benang kusut yang sulit diurai.

Kebijakan pemerintah yang pro nelayan mutlak dilakukan untuk

mendorong tingkat kesejahteraan nelayan kita. Beberapa faktor

yang menyebabkan kemiskinan nelayan antara lain : (1) rendahnya

tingkat teknologi penangkapan ; (2) kecilnya skala usaha ; (3)

belum efisiennya sistem pemasaran hasil ikan dan (4) status

nelayan yang sebagian besar adalah buruh. Oleh karenanya

pembangunan infrastruktur nelayan bantuan alat penagkapan ikan

serta membantu dalam pemasaran hasil tangkap adalah mutlak

dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan nelayan.

Selain itu, harus ada payung hukum yang melindungi aktivitas

penangkapan nelayan lokal serta pengaturan atau pembatasan

penangkapan bagi kapal asing dan kapal-kapal besar serta harus

ada undang-undang yang mengatur batas wilayah kita dengan batas

wilayah teritotial negara lain. Hal ini perlu, guna menghindarkan

konflik nelayan lokal dan nelayan asing.

Kebijakan perikanan yang pro nelayan adalah suatu

keharusan, jika tidak maka nelayan kita akan merana akibat ketidak

becusan pemerintah dalam mengelola wilayah pesisir dan laut kita.

Masalah ini harus segera dituntaskan, karena jika pemerintah tidak

dapat memberdayakan nelayan dan tidak bisa untuk menuntaskan

kemiskinan nelayan, maka dapat terjadi kelangkaan sumber daya

perikanan, karena sesungguhnya kelangkaan sumber daya alam

yang kemudian menimbulkan kepunahan itu pada dasarnya dapat

disebabkan oleh adanya dua kelompok masyarakat, yaitu

Page 32: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

1. Kelompok kapitalis yang bekerja untuk memaksimumkan laba,

sehingga mereka ini berusaha untuk menggali sumber daya

alam sebanyak mungkin dalam jangka waktu tertentu.

2. Kelompok miskin yang terpaksa menguras sumber daya alam

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang subsisten. Karena

kemiskinannya kelompok ini tidak memperhatikan kelestarian

lingkungan yang sesungguhnya adalah tempat mereka

menumpang hidup. Inilah kelompok nelayan Indonesia saat ini

yang harus menjadi pusat perhatian pemerintah untuk segera

dituntaskan.

III.3 Alasan Mengapa Sebagian Besar Perikanan Dunia Overfishing

Sering diungkapkan bahwa sumberdaya ikan merupakan

sumberdaya yang terpulihkan. Produksi perikanan dunia terus mengalami

penurunan dan bahkan overfishing dan punah. Dibawah ini akan diuraikan

sebab-sebab kerusakan perikanan dunia ditinjau dari pendekatan

pengelolaan perikanan konvensional serta mencoba mendiskusikan altenatif

pengelolaan dan metode pemanfaatan sumberdaya ikan ke depan.

1. Manajemen Konvensional

Pauly, et al., 2002 mengatakan bahwa kegiatan perikanan

sebenaranya adalah merupakan suatu kegiatan pengejaran atau perburuan

hewan air, seperti perburuan hewan-hewan darat lainnya seperti rusa,

kelinci atau hewan-hewan lainnnya di hutan. Mereka menjelaskan lebih

lanjut bahwa tidak ada perburuan yang dilakukan secara industri di dunia

ini, kecuali pada sumberdaya ikan. Dapat dibayangkan, apa yang terjadi

jika kegiatan perburuan itu dijadikan industri dalam skala besar?

Pertimbangan aspek ekonomi akan menjadi lebih dominan dibandingkan

dengan aspek lainnya. Satuan upaya perburuan tersebut akan melebihi

kapasitas maksimumnya dan mengakibatkan kerusakan dan kepunahan

sumberdaya yang bersangkutan. Dimulai pada awal abad 19 ketika

nelayan Inggris mengoperasikan steam trawl, kegiatan perikanan

Page 33: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

berkembang pesat dan menjadi komoditas industri dan perdagangan.

Sadar akan kerusakan yang timbul akibat exploitasi yang "rakus"

tersebut, ilmuwan biologi perikanan mengembangkan beberapa model

pengelolaan perikanan. Model-model pengelolaan perikanan

konvensional tersebut kemudian diaplikasikan di berbagai perairan di

belahan bumi guna menghambat laju kerusakan sumberdaya ikan.

Meskipun model-model tersebut terus berkembang dan mengalami

perbaikan, namun tak satupun model pengelolaan yang ada mampu

menghambat laju kerusakan sumberdaya ikan. Ada beberapa alasan yang

bisa diungkapkan disini kenapa model-model konvensional pengelolaan

sumberdaya ikan tersebut gagal dalam menghambat kerusakan

sumberdaya ikan.

Secara umum, model-model pengelolaan perikanan

konvensioanl yang dikembangkan selama ini didasarkan atas positivistic

science yang berasumsi bahwa ekosistem alam ini dapat diprediksi dan

dikontrol. Dalam kenyataannya, asumsi ini sangat susah untuk dipenuhi.

Disamping kemampuan manusia untuk memprediksi perilaku ekosistem

alam terbatas, perilaku ekosistem sendiri juga sangat susah untuk

diprediksi. Sehingga, model-model yang berbasis kesetimbangan yang

banyak diadopsi dalam pengelolaan sumberdaya ikan (seperti nilai

maximum sustainable yields, MSY), tidak dapat diterapkan dengan baik.

Bukan karena ketersediaan data yang terbatas, tapi yang lebih utama

adalah kegagalan dalam mengadopsi perilaku ekosistem dalam

modelnya. Sehingga, penentuan reference point (nilai acuan) kapasitas

maksimum lingkungan yang menjadi dasar dalam penentuan batas

maksimum variabel keputusan (seperti MSY) menemui ketidak-akuratan.

Kesalahan, baik itu lebih atau kurang (dari kapasitas maksimum

sesungguhnya) akan berdampak yang buruk bagi pengelolaan

sumberdaya ikan.

Alasan berikutnya adalah model-model pengelolaan perikanan

konvensional yang sebagian besar dikembangkan untuk spesies tunggal

pada perikanan industri di belahan bumi utara bagian barat, tidak cocok

Page 34: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

diterapkan pada perikanan daerah tropis yang notabene berskala kecil dan

bersifat multigear-multispecies. Padahal, bumi bagian selatan yang

merupakan negara berkembang, dimana perikanannya didominasi oleh

perikanan skala kecil, menyumbang hampir 58% produksi perikanan

dunia. Perbedaan skala, sistem penangkapan ikan dan ekosistem perairan,

menyebabkan model-model konvensional tidak mampu untuk

menerangkan kompleksitas perikanan daerah tropis. Pengelolaan

perikanan, pada hakekatnya adalah pengelolaan ekosistem, dimana

keterkaitan antara komponen yang satu dengan yang lainnya sangat erat

hubungan sebab akibatnya. Perubahan pada satu elemen ekosistem akan

merubah struktur secara keseluruhan ekosistem tersebut. Ketidak

mampuan model untuk menjelaskan kompleksitas perikanan ini, telah

diyakini menjadi penyebab perubahan struktur ekosistem perikanan yang

pada akhirnya menyebabkan degradasi produksi ikan dan overfishing di

hampir seluruh wilayah daerah tropis.

Pada sisi lainnya, manajemen perikanan konvensioanal yang

hanya terfokus pada stock assessment model yang menafikkan aspek

sosial juga disinyalir menjadi salah satu penyebab ketidak-berhasilan

model-model konvensioanal. Padahal, management perikanan pada

hakekatnya adalah suatu upaya untuk mengontrol upaya penangkapan,

atau kongkretnya mengatur nelayan, pelaku utama kegiatan perikanan,

dalam mengoperasikan alat tangkapnya, kapan, dimana dan seberapa

besar kapasitas perikanan yang boleh digunakan. Oleh sebab itu,

pengetahuan tentang dinamika perilaku nelayan dalam kegiatan

penangkapan ikan termasuk di dalamnya aspek sosial-ekonomi nelayan

yang melatar-belakanginya, sangatlah penting dalam pengelolaan

sumberdaya ikan. Hilborn, 1985 mengungkapkan bahwa krisis perikanan

cod dan salmon di Canada pada tahun 1980an sebenarnya bukanlah

karena ketidak mampuan model dalam memperediksi ekologi semata tapi

karena dinafikkannya aspek perilaku nelayan ini dalam pengelolaan

sumberdaya ikan. Penurunan stok ikan, perubahan komposisi

sumberdaya ikan, serta meningkatnya kompetisi antar nelayan, telah

Page 35: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

mendorong nelayan untuk melakukan upaya-upaya efisiensi dengan

menambah daya kapal, teknologi penangkapan ikan, dan alat bantu

penangkapan ikan yang kesemuanya mengakibatkan meningkatnya

kapasitas penangkapan ikan. Subsidi pemerintah yang tak terencana, juga

diyakini telah mendorong nelayan untuk meningkatkan upaya

penangkapan ikan. Motorisasi kapal nelayan yang tidak dibarengi dengan

upaya peningkatan pemahaman nelayan akan pengelolaan sumberdaya

ikan telah menyebabkan meningkatnya tekanan penangkapan di daerah

pesisir. Dalam beberapa kasus, nelayan melakukan perubahan atau

modifikasi ukuran kapal, alat tangkap atau teknologi penangkapan ikan

yang digunakan guna mengelabuhi peraturan yang dikeluarkan oleh

pemerintah. Sehingga penghitungan satuan upaya penangkapan dalam

model perikanan konvensioanal yang hanya berbasis pada jumlah armada

penangkapan akan menyesatkan.

Ketidakmampuan model konvensional dalam mengoptimalkan

tujuan pengelolaan itu sendiri, juga diyakini menjadi penyebab gagalnya

model-model pengelolaan sumberdaya ikan konvensional dalam

menghambat laju kerusakan sumberdaya ikan. Secara umum, tujuan

pengelolaan sumberdaya ikan ditujukan untuk mengoptimalkan tiga

tujuan utama, yaitu: ekonomi, biologi dan sosial. Kebijakan pengelolaan

sumberdaya ikan diharapkan mampu untuk memuaskan aspek ekonomi

dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya sehingga mampu

mensejahterakan masyarakat, khususnya nelayan secara berkelanjutan.

Namun demikian, dari ketiga tujuan utama tersebut, khususnya antara

tujuan ekonomi dan biologi sangatlah bertentangan dan tidak mungkin

untuk dicapai secara bersamaan. Mengoptimalkan ekonomi akan

berdampak pada perusakan sumberdaya ikan dan sebaliknya

mengoptimalkan sumberdaya ikan (kelestarian sumberdaya ikan) tidak

akan mampu memuaskan aspek ekonomi. Perkembangan model

pengelolaan sumberdaya ikan yang pada awalnya hanya diukur dengan

aspek biologi semata, maximum sustainable yield (MSY) yang kemudian

dimodifikasi dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, maximum

Page 36: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

economic yield (MEY) dan terakhir menjadi optimum sustainable yield

(OSY) menunjukkan upaya-upaya perbaikan terhadap model yang ada.

Namun, dari ketiga model tersebut, sampai saat ini belum mampu untuk

mengoptimalkan seluruh tujuan pengelolaan sumberdaya ikan. Yang ada

adalah, dengan nilai acuan MSY yang masih diragukan nilainya itu,

sebagian besar negara berkembang mengesampingkan aspek biologi dan

sosial dan terus membuka akses penangkapan ikan untuk tujuan devisa

negara.

2. Pengelolaan Sumberdaya Ikan ke Depan

Selama masih didasarkan pada model-model konvensional yang

memahami perikanan secara linear, dapat diduga, species tunggal dan

kesetimbangan sistem, pengelolaan perikanan tidak akan berhasil. Oleh

sebab itu sangat berbahaya jika pengelolaan perikanan khususnya

perikanan industri di daerah tropis masih didasarkan pada model-model

konvensional ini. Perikanan bukanlah kegiatan ekonomi semata, namun

sudah merupakan jalan hidup sebagian besar nelayan kecil di daerah

tropis. Oleh karena itu pendekatan sosial-ekologi yang

mengakomodasikan aspek ekologi dan sosial dalam suatu sistem layak

untuk dipertimbangkan dalam pengelolaan sumberdaya ikan ke depan.

Perikanan harus dipandang sebagai integrasi sistem sosial-ekologi

dengan dua arah umpan balik dan sistem adaptasi yang komplek.

Pengelolaan perikanan bukan lagi ditujukan untuk menjawab pertanyaan

"kemana perikaan ingin kita arahkan?" tetapi "bagaimana kita berubah

menuju arah yang dikehendaki?" Pengelolaan sumberdaya ikan yang

didasarkan pada nilai acuan (seperti MSY), sudah saatnya dicarikan

alternatif penggantinya, dengan menggunakan rujukan arah

kecenderungan perkembangan sumberdaya tersebut (misalnya perubahan

komposisi hasil tangkapan, ukuran hasil tangkapan, dsb).

Pendekatan ecosystem based management (EBM) untuk

pengelolaan sumberdaya ikan mungkin merupakan salah satu metoda

alternatif untuk pengelolaan ekosistem sumberdaya ikan yang komplek.

Page 37: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

The Ecosystem Principles Advisory Panel (EPAP), menyatakan bahwa

EBM mengemban sedikitnya 4 aspek utama : (1) interaksi antara target

species dengan predator, kompetitor dan species mangsa; (2) pengaruh

musim dan cuaca terhadap biologi dan ekologi ikan; (3) interaksi antara

ikan dan habitatnya; dan (4) pengaruh penangkapan ikan terhadap stok

ikan dan habitatnya, khususnya bagaimana menangkap satu species yang

mempunyai dampak terhadap species lain di dalam ekosistem. Bila

dalam penjelasan EPAP tidak disebutkan secara langsung tentang

bagimana mengelola perilaku orang atau manusia sebagai komponen

ekosistem dimana mereka hidup dan memanfaatkan sumberdaya, tetapi

sesungguhnya unsur manusia telah masuk di dalamnya. Di lain pihak, the

National Research Council of the USA (NRC) dalam definisinya

menyebutkan manusia sebagai komponen sekaligus pengguna dalam

ekosistem secara langsung serta membedakan antara ekosistem dan

pengguna ekosistem tersebut. Disebutkan juga bahwa tujuan akhir dari

EBM adalah menjaga keutuhan dan kelestarian ekosistem. Sebagai alat

monitoring ekosistem, EBM kemudian dilengkapi dengan indikator

ekologi untuk mengukur perubahan ekosistem yang dimaksud. Indikator-

indikator ini diupayakan lebih berarti secara ekologi, mudah dipahami

dan diterapkan di lapangan. Berdasarkan hasil monitoring ini diharapkan

perubahan ekosistem termasuk manusia yang ada di dalamnya mudah

dijelaskan, sehingga keadaan ekosistem secara keseluruhan akan

diketahui dan tindakan perbaikan dapat dilakukan secapatnya untuk

mengatasi kerusakan yang ada. Sebagai contoh, Rochet and Trenkel,

2003 mengelompokkan indikator perubahan sumberdaya ikan menjadi 3

kelompok besar yaitu (1) indicator pada tingkat populasi; (2) indicator

pada tingkat antar species ikan dan (3) indicator pada tingkat kelompok

ikan.

Pada tataran pelaksanaan, EBM sering disandingkan dengan

marine protected area (MPA), yang didefinisikan sebagai suatu wilayah

yang populasi sumberdayanya bebas eksploitasi. Tujuan MPA adalah

untuk melindungi sumberdaya dari eksploitasi agar sumberdaya tersebut

Page 38: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

pulih kembali. Disamping meningkatkan ukuran ikan, MPA juga

diharapkan mampu mengembalikan stok sumberdaya yang telah rusak.

Mous et. al, 2005 dalam kajiannya telah mengungkapkan keunggulan

MPA dibandingkan dengan pendekatan konvensional yang menggunakan

nilai acuan (seperti MSY). Khususnya bagi pengelolaan perikanan di

Indonesia, mereka secara tegas mengusulkan untuk mengganti metoda

pendekatan pengelolaan perikanan yang selama ini didasarkan pada nilai

MSY dengan MPA.

III.4 Sumber daya alam dan pertumbuhan ekonomi

Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan tersedianya sumber

daya alam tidak sama dengan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan

tersedianya barang sumber daya yang dipakai dalam proses produksi.

Semakin cepat pertumbuhan ekonomi akan semakin banyak barang sumber

daya yang diperlukan dalam proses produksi yang pada gilirannya akan

mengurangi tersedianya sumber daya alam yang ada di dalam bumi karena

barang sumber daya itu harus diambil dari cadangan (stock) sumber daya

alam. Jadi semakin menggebunya pembangunan ekonomi di negara yang

sedang berkembang, termasuk negara Indonesia karena merasa tertinggal

dari negara lain dan ingin menghilangkan adanya kemiskinan di negara

tersebut, maka akan berarti semakin banyak barang sumber daya yang

diambil di bum dan semakin sedikitlah volume cadangan sumber daya alam

tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan ada hubungan yang positif

antara kuantitas barang sumber daya dan pertumbuhan ekonomi, tetapi

sebaliknya ada hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan

cadangan sumber daya alam yang ada di dalam bumi. Disamping itu dengan

pembangunan ekonomi yang cepat yang dibarengi dengan pembangunan

pabrik-pabrik, akan tercipta pula pencemaran lingkungan yang semakin

membahayakan kehidupan manusia.

Gambar 1.1 menunjukkan tingkat pendapatan nasional yang

digambarkan pada sumbu vertikal sebagai fungsi dari pemakaian barang

sumber daya yang digambarkan pada sumbu horizontal. Kurva Y = f (R)

Page 39: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

menunjukkan adanya hubungan positif antara jumlah barang sumber daya

yang dipakai dalam proses produksi dengan tingkat pendapatan nasional.

Pendapatan (Y) Y = f(R)Nasional

0 R0 R1 Barang Sumber Daya (R)

Gambar 1.1 Hubungan antara Pendapatan Nasional dan Barang

Sumber Daya

Misalnya dalam Gambar 1.1 dapat dilihat bila jumlah barang

sumber daya yang dipakai dalam perekonomian setinggi R0, maka tingkat

pendapatan nasional akan setinggi Y0 dan apabila jumlah barang sumber

daya alam yang dipakai bertambah menjadi R1, maka tingkat pendapatan

nasional juga menjadi lebih tinggi yaitu menjadi Y1. Sedangkan gambar 1.2

menunjukkan bahwa volume cadangan sumber daya alam (N) merupakan

fungsi dari pertumbuhan ekonomi (Y) dan disini terdapat hubungan yang

negatif, artinya semakin cepat pertumbuhan ekonomi suatu perekonomian

akan semakin menipis cadangan sumber daya alam di negara yang

bersangkutan. Dalam gambar 1.2 ditunjukkan pada saat pertumbuhan

ekonomi setinggi Y0%, maka jumlah cadangan sumber daya alam adalah N0

dan bila laju pertumbuhan ekonomi meningkat menjadi Y1%, maka jumlah

persediaan sumber daya alam menurun menjadi N1.

Sumber DayaAlam

Page 40: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

N=f(Y)

0 Y0 Y1 Pendapatan Nasional

Gambar 1.2 Hubungan antara Pendapatan Nasional dan Persediaan

Sumber Daya Alam

Oleh karena itu perlu diingat bahwa dengan adanya pembangunan

yang sangat cepat, apabila kita tidak berhati-hati, pasti pembangunan itu

akan manguras sumber daya alam yang ada di negara ini dan pada

gilirannya barang sumber daya yang diperlukan bagi pembangunan juga

akan terbatas adanya, sehingga hal ini akan menghambat pertumbuhan

ekonomi lebih lanjut. Sumber daya alam sebagai suatu cadangan ada pada

setiap saat dan cadangan ini meningkat dengan adana penemuan baru, serta

berkurang dengan adanya penggunaan atau pengambilan sumber daya alam

itu. Di samping itu sumber daya alam juga akan berkurang apabila terjadi

kerusakan alamiah.

Karena sumber daya alam diartikan sebagai segla sesuatu yang ada

di bumi maupun diatas bumi yang dihasilkan oleh alam dan bukan oleh

manusia, maka produksi barang dan jasa itu tidak mungkin terjadi tanpa

melibatkan sumber daya alam di dalam proses produksi mereka. Dengan

semakin meningkatnya jumlah penduduk, maka semakin banyak diperlukan

barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan penduduk tersebut. Peningkatan

jumlah barang dan jasa dengan sendirinya memerlukan lebih banyak barang

sumber daya sebagai salah satu faktor produksi yang akan diolah bersama

faktor-faktor produksi lain baik dalam industri pengolahan, industri

pertanian maupun industri jasa, yang sebagai produk sampingannya adalah

pencemaran lingkungan. Dalam hal ini barang dan jasa merupakan produk

yang diinginkan (desirable output) dan limbah serta pencemaran sebagai

produk yang tidak diinginkan (undesirable output). Jadi terdapat hubungan

yang positif pula antara pembangunan ekonomi dan pencemaran

lingkungan. Hubungan tersebut ditunjukkan oleh Kurva Lingkungan

Kuznets. Pada awalnya semakin giat pembangunan ekonomi, semakin tinggi

Page 41: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

pula derajat pencemaran lingkungan. Gambar 1.3 menunjukkan hubungan

tersebut yaitu pada sumbu horisontal digambarkan tingkat pertumbuhan

ekonomi dan pada sumbu vertikal digambarkan tingkat pencemaran.

Apabila laju pertumbuhan ekonom setinggi Y0% maka tingkat pencemaran

lingkungan setinggi P0 dan bila tingkat pertumbuhan ekonomi setinggi Y1%,

maka tingkat pencemaran lingkungan setinggi P1. Jadi disatu pihak kegiatan

produksi barang dan jasa menghasilkan sesuatu yang berguna untuk

meningkatkan kesejahteraan hidup penduduk, tetapi di lain pihak karena

adanya pencemaran lingkungan merupakan faktor yang menekan

kesejahteraan hidup penduduk. (Lihat pula gambar 1.5).

P=f(Y)

Pencemaran

Pertumbuhan (Y) %

Gambar 1.3 Hubungan antara tingkat pertumbuhan dan tingkat pencemaran.

KLK

Pencemaran

0 US $ 5000 Pendapatan Perkapita

Page 42: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

Gambar 1.4 Kurva lingkungan kuznets (KLK) berbentuk U

Hubungan antara jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, barang

sumbe daya, barang sumber daya alam dan lingkungan dapat dilukisan

sebagai berikut (Gambar 1.5). Dengan berkembangnya jumlah penduduk,

perekonomian harus lebih banyak menyediakan barang dan jasa demi

mempertahankan atau mempertinggi taraf hidup suatu bangsa. Namun

peningkatan produksi barang dan jasa akan menuntut lebih banyak produksi

barang sumber daya alam yang harus digali atau diambil dari persediannya.

Sebagai akibatnya cadangan sumber daya alam menjadi semakin menipis.

Di samping itu “pencemaran lingkungan” semakin meningkat pula dengan

semakin lajunya pertumbuhan ekonomi terutama untuk negara-negara yang

baru memulai pembangunannya. Jadi dengan pembangunan ekonomi yang

menghasilkan pertumbuhan ekonomi akan terjadi pula dua macam akibat

yaitu di satu pihak memberikan dampak positif bagi kehidupan manusia

berupa semakin tersedianya barang dan jasa dalam perekonomian dan dilain

pihak terdapat dampak negatif bagi kehidupan manusia yang berupa

pencemaran lingkungan dan menipisnya persediaan sumber daya alam.

Pencemaran lingkungan menyebabkan timbulnya gangguan kesehatan,

turunnya produktivitas kerja dan kurang nyamannya kehidupan. Sedangkan

berkurangnya persediaan sumber daya alam akan mengurangi kemudahan

dalam penyediaan barang dan jasa bagi pemenuhan kebutuhan manusia

sehingga biaya produksi meningkat dan atau produksi turun serta harga

produk menjadi mahal. Oleh karena itu pembangunan ekonomi haruslah

bersifat pembangunan yang berwawasan lingkungan atau pembangunan

yang berkelanjutan yang tidak menguras sumber daya alam dan merusak

lingkungan.

(+)

Barang dan Jasa

Penduduk Pertumbuhan ekonomi

Page 43: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

(-)

(-)

Gambar 1.5 Hubungan antara jumlah penduduk, pertumbuhan

ekonomi, barang sumber daya alam dan lingkungan.

BAB IV

KESIMPULAN

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, dimana terdiri

dari 17.508 pulau, dengan garis pantai sekitar 81.000 km. Indonesia

memiliki luas wilayah lautan sekitar 5,8 juta km2 atau sekitar 70% dari luas

total teritorial Indonesia. Tentunya potensi fisik tersebut bukanlah hanya

menjadi kebanggaan saja. Akan tetapi potensi itu harus dikelola untuk

kepentingan dan kemakmuran rakyat. sumber daya alam yang dapat

Pencemaran Lingkungan

Menipisnya Sumber Daya Alam

Page 44: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

diperbaharui (renewable resources = flow resources). Sumber daya ini

mempunyai sifat terus-menerus ada dan dapat diperbaharui baik oleh alam

sendiri maupun dengan bantuan manusia. Dalam hal ini, ikan merupan

sumber daya alam yang kategori ini.

Sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources =

flow resources) mempunyai sifat terus-menerus ada dan dapat diperbaharui

baik oleh alam sendiri maupun dengan bantuan manusia. Dalam hal ini, ikan

merupakan sumber daya alam yang kategori ini. Walaupun sumber daya ini

mempunyai sifat terus menerus ada, namun jika sumber daya alam tersebut

tidak dikelola dengan baik maka akan menimbulkan kelangkaan. Seperti

pendapat kelompok pesimis terhadap sumber daya alam yaitu “Sumber daya

alam itu terbatas adanya, sehingga apabila terus menerus diambil maka

cadangannya makin lama akan semakin menipis dan sampai pada saatnya

pasti akan habis”. Memang dunia ini terbatas adanya, banyak sumber daya

alam yang tidak dapat diperbaharui mendekati titik kehabisan cadangannya

dan banyak sumber daya alam yang dapat pulih telah diperdagangkan secara

berlebihan (over used). Karena tujuan dari pengeloalaan sumberdaya

perikanan itu sendiri yaitu untuk menjaga ketersediaan stock ikan di

perairan agar tidak habis. Maka dari itu, kita harus dapat menggunakannya

sebaik mungkin, sebab kesalahan dalam memanfaatakan sumber daya yang

dapat diperbaharui ini dapat mengakibatkan kerugian yang sifatnya

kontinyu pula.

Banyak faktor yang dapat meyebabkan kelangkaan ikan yang

kemudian menimbulkan kepunahan ikan. Faktor-faktor tersebut diantaranya

yaitu over fishing, illegal fishing, konsumsi ikan nasional, volume ekspor

ikan nasional, volume tangkapan ikan ilegal yang tidak dilaporkan

(unreported) menjadi masalah praktek penghisapan sumberdaya perikanan

Indonesia. Selain itu pula Kemerosotan yang terjadi dalam perdagangan

global perikanan ini disebabkan oleh menurunnya kapasitas penangkapan

ikan oleh para nelayan kita. Cuaca buruk yang terjadi di perairan Indonesia

mengakibatkan para nelayan berhenti melaut. Ditambah lagi stock ikan di

laut yang menurun drastis akibat penangkapan berlebih (overfishing)

Page 45: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

menjadi penyebab utama penurunan hasil tangkapan tersebut. Dan banyak

faktor-faktor lainnya. Sealain itu pula pemerintah harus lebih peka terhadap

musim ikan untuk mengawasi kelangkaan dan kelebihan ikan antar wilayah

untuk memastikan ikan kita dapat terpasarkan di dalam negeri.

DAFTAR PUSTAKA

Page 46: KELANGKAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN FAKTOR PENYEBABNYA

Fauzi, Akhmad. 2005. Kebijakan perikanan dan kelautan: isu, sintesis, dan

gagasan. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.

Fauzi, Akhmad. 2005. Pemodelan sumber daya perikanan dan kelautan untuk

analisis kebijakan. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.

Fauzi, Akhmad. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Gramedia

Pustaka Utama : Jakarta.

Fauzi, Akhmad. 2010. Ekonomi Perikanan: Teori, Kebijakan dan Pengelolaan.

Gramedia Pustaka Utama ; Jakarta. Food and Agriculture Organization. 2001.

The State of World Fisheries and Aquaculture 2000. FAO, Rome, 142 pp.

Kusnadi. 2003. Akar kemiskinan nelayan. PT LKiS Pelangi Aksara :

Yogyakarta.

Kusnadi. 2006. Jaminan sosial nelayan. LKIS. Yogyakarta.

Kusnadi. 2009. Konflik sosial nelayan: kemiskinan dan perebutan sumber daya

perikanan. LKIS Pelangi Aksara. Yogyakarta.

Mangunjaya, Fachruddin M. 2005. Hidup Harmonis dengan Alam. Yayasan

Obor Indonesia : Jakarta.

Pet, Jos dan P.J. Mous. 2002. Kawasan Konservasi Laut dan Manfaatnya bagi

Perikanan. The Nature Conservancy Southeast Asia Center for Marine

Protected Areas, Sanur, 20 hlm.

Suparmoko. 2008. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan edisi 4: Suatu

Pendekatan Teoritis. BPFE : Yogyakarta.

Wiyono. E.S. 2005. Stok sumberdaya ikan dan keberlanjutan kegiatan

perikanan. Inovasi 4: Jakarta.