kehamilan dan persalinan demam

31
DEMAM DALAM KEHAMILAN DAN PERSALINAN Oleh: Rinaldy Aditya.Asrizal 071.011.0!"

Upload: deddy-samalo

Post on 01-Nov-2015

225 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

aaa

TRANSCRIPT

  • DEMAM DALAM KEHAMILAN DAN PERSALINAN Oleh: Rinaldy Aditya.Asrizal 0718.011.032

  • Pendahuluan Tujuan Instruksional Umum

    Menjelaskan penanganan demam dalam kehamilan dan persalinan, khususnya Infeksi Traktus Urinarius (UTI) dan Malaria

    UTI ada 3: 1. ISK Bakteri 2. ISK Jamur 3. Malaria (Parasit)

  • 1. INFEKSI SALURAN KEMIH (BAKTERI)

    Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi bakteri yang paling sering dijumpai selama kehamilan. Walaupun bakteriuria nya asimptomatik,tetapi infeksi simpto-matik nya dapat mengenai saluran bawah yang menyebabkan sistitis, atau menyerang kaliks ginjal, pelvis, dan parenkim sehingga menimbulkan pielonefritis

    Organisme yang menyebabkan infeksi saluran kemih berasal dari flora normal perineum. Terdapat bukti bahwa beberapa galur E. koli memiliki vili yang meningkatkam virulensinya. Walaupun kehamilan itu sendiri tampaknya tidak meningkatkan faktor-faktor virulensi ini, stasis air kemih tampaknya menyebabkan hal tersebut, dan bersama dengan refluks vesikoureter, stasis mempermudah timbulnya gejala infeksi pada saiuran kemih bagian atas

  • Diagnosis, Gejala, dan Tanda

    Diagnosis ISK ditegakkan dengan membuktikan adanya mikroorganisme di dalam saluran kemih. Gejala ISK tidak selalu lengkap, bahkan kadang-kadang tanpa gejala (asimptomatik). Gejala yang lazim ditemukan adalah Disuria, Polakisuria, dan terdesak kencing (urgency), yang biasanya terjadi bersamaan. Rasa nyeri biasanya didapatkan di daerah suprapubis atau pelvis berupa rasa nyeri atau seperti terbakar di uretra atau muara uretra luar sewaktu berkemih. Sedangkan Polakisuria terjadi akibat kandung kemih tidak dapat menampung air seni lebih dari 500 ml akibat rangsangan mukosa yang meradang sehingga sering berkemih. Rasa terdesak berkemih dapat sampai menyebabkan seseorang penderita ISK ngompol, tetapi gejala ini juga didapatkan pada penderita batu ginjal atau benda asing di dalam kandung kencing

    Gejala lain yang juga didapatkan pada ISK adalah Stranguria yaitu berkemih yang sulit dan disertai kejang otot pinggang yang sering pada sistitis akut, Tenesmus yaitu rasa nyeri dengan keinginan mengosongkan kandung kencing meskipun telah kosong, Nokturia yaitu kecenderungan buang air kecil lebih sering pada waktu malam hari akibat kapasitas kandung kemih yang menurun.

  • Bakteriuria Asimptomatik

    Kondisi ini mengacu pada perkembangan bakteri yang terus-menerus secara aktif di dalam saluran kemih tanpa menimbulkan gejala. Prevalensi bakteriuri pada perempuan tidak hamil adalah sekitar 5 % sampai 6 %. Insidensi selama kehamilan bervariasi dari 2 sampai 7 %, dan bergantung pada paritas, ras, dan status sosioekonomi. Insiden ter-tinggi pernah dilaporkan pada multipara pembawa sel sabit, dan insidensi ter-endah dijumpai pada perempuan berkulit putih dengan paritas rendah. Walaupun jumlah bakteri yang lebih sedikit mungkin menunjukkan kontaminasi, kadang-kadang hitung koloni yang rendah merupakan infeksi aktif, terutama apabila ada gejala klinik. Oleh karena itu, konsentrasi yang rendah perlu diobati karena pielonefritis dapat terjadi walaupun jumlah kuman tidak begitu banyak.

    Apabila bakteriuria asimptomatik tidak diobati, sekitar 25 persen pasien kemudian akan mengalami infeksi simptomatik akut selama kehamilan tersebut. Eradikasi bak-teriuria dengan amimikroba telah terbukti dapat mencegah sebagian besar infeksi klinik.

    .

  • Pemeriksaan Urin

    Piuria merupakan gejala penting, yaitu adanya leukosit dalam urin > 10/LPB pada pemeriksaan mikroskopik urin yang telah disentrifus. Hitung jumlah leukosit yang diekskresi pada urin pancaran tengah sebesar 2.000/ml atau 200.000/jam, dianggap positif, meskipun harus disingkirkan kemungkinan pencemaran leukosit dari vagina dan sekitarnya. Bila yang diperiksa adalah urin hasil aspirasi kandung kencing, maka nilai 800/ml telah dianggap merupakan tanda infeksiHematuria dapat juga terjadi pada ISK, tetapi bukan jenis glomerular dan dianggap positif bila jumlahnya lebih dari 5/lapang pandang besar (LPB) pada pemeriksaan mikroskopik, dan bila didapatkan jumlah lebih dari 8.000/ml urin.Bakteriuria merupakan dasar diagnostik ISK yang harus dapat dibuktikan dengan adanya biakan urin dan harus dapat disingkirkan adanya kontaminasi. Biakan sampai 100.000 koloni/ml urin sebagai tanda positif.

  • Terapi

    Pengobatan ISK bertujuan untuk membebaskan saluran kemih dari bakteri dan mencegah atau mengendalikan infeksi berulang, sehingga morbiditasnya dihindari atau dikurangi.

    Tujuan tersebut dapat berupa : Mencegah atau menghilangkan gejala, bakteriemia, dan kematian akibat ISK. Mencegah dan mengurangi progresi ke arah gagal ginjal terminal akibat ISK sendiri atau komplikasi manipulasi saluran kemih.Mencegah timbulnya ISK nyata (bergejala) pada trimester akhir kehamilan.

    Perempuan dengan bakteriuria asimptomatik dapat diberi pengobatan dengan salah satu dari beberapa regimen antimikroba. Pemilihan dapat didasarkan pada sensitivitas invitro, tetapi umumnya dilakukan secara empiris. Terapi selama 10 hari dengan makrokristal nitrofurantoin, 100 mg per hari, terbukti efektif untuk sebagian besar perempuan

  • Regimen lain adalah ampisilin, amoksisilin, sefalosporin, nitrofurantoin, atau sulfonamid yang diberikan empat kali sehari selama 3 hari. Angka kekambuhan semua regimen ini sekitar 30 %. Kegagalan regimen dosis tunggal mungkin merupakan petunjuk adanya kemungkinan infeksi sudah sampai pada saluran bagian atas dan terapi diperlukan lebih lama. Bagi perempuan dengan bakteriuria yang menetap atau sering kambuh mungkin diindikasikan terapi supresif sepanjang sisa kehamilan. Salah satu regimen yang telah terbukti berhasil adalah nitrofurantoin 100 mg sebelum tidurDosis Tunggal Amoksisilin 3 gramAmpisilin 2 gramSefalosporin 2 gramNitrofurantoin 200 mg Sulfonamid 2 gram Trimetoprim sulfametoksasol 320/1600 mg Pemberian tiga hariAmoksisilin 500 mg 3 kali sehariAmpisilin 250 mg 4 kali sehari Sefalosporin 250 mg 4 kali sehari Nitrofurantoin 50-100 mg empat kali sehari, 100 mg dua kali sehari Kegagalan pengobatan Nitrofurantoin 100 mg 4 kali sehari selama 21 hari Pencegahan kekambuhan Nitrofurantoin 100 mg sebelum tidur selama sisa masa kehamilan

  • 2. INFEKSI SALURAN KEMIH (JAMUR)Spesies Kandida adalah jamur terbanyak yang menyerang saluran kemih atau saluran genital pada perempuan dan pria. Infeksi saluran kemih dapat terjadi karena penyebaran jamur melalui darah (fungemia) terutama pada penyakit infeksi jamur sistemik, sedangkan jalan yang kedua adalah melalui penyebaran asenden dari traktus urogenitalia bagian bawah terutama pada perempuan. Penyebaran biasanya pada penggunaan kateter jangka lama, pemasangan Stent internal, dan Pemasangan Nephrostomy percutaneous. Peningkatan jumlah infeksi jamur disebabkan oleh makin meningkatnya infeksi oportunistik akibat penyakit kronis seperti diabetes, penyakit otoimun atau pascatrans-plantasi organ dengan penggunaan kortikosteroid lama, penggunaan antibiotika lama dan penyakit yang mencemaskan dunia yaitu HIV/AIDS.Pada diabetes jamur yg ada dalam urin biasanya mulai berkembang bila kadar glukosa urin mencapai 150 mg/dl. Pada perempuan dengan diabetes terdapat banyak koloni jamur kandida di perineum dan periuretral. Risiko peningkatan infeksi ini disebabkan: Karena gagalnya proses fagositosis dan aktivitas anti jamur oleh neutrofil karena defisiensi insulin. Akan tetapi, yang berperan besar sebagai predisposisi infeksi adalah peningkatan penggunaan instrumen (indwelling), stasis urin, dan obstruksi karena neuropati saraf otonom.

  • Gambaran klinik ISK Jamur

    Sebagian besar pasien dengan kandidiasis tidak menunjukkan gejala. Pada pasien dengan kateterisasi indwelling juga hanya menunjukkan kolonisasi. Bila menunjukkan gejala klinik terbanyak adalah gejala Iritasi vesika urinaria termasuk frekuensi, Disuria, Urgensi, Hematuria, dan Piuria. Pemeriksaan sistoskopi menunjukkan bercak seperti putih mutiara, menonjol seperti tetesan susu, disertai hiperemia dan inflamasi pada vesika urinaria. Sebagian infeksi menyebar ke ginjal menyebabkan pielonefritis dengan gejala demam, leukositosis, menggigil, dan terdapat nyeri ketok costovertebral angle (CVA).-Isolasi jamur kandida dari contoh urin mungkin terdapat kontaminasi dari koloni jamur di traktus urinaria bagian bawah atau dari daerah vulvovaginal. Kontaminasi dapat dihindari dengan teknik pengambilan sampel yang baik dan memperhatikan sterilitas. Gambaran patognomonik pada pemeriksaan urin adalah ditemukan hifa atau pseudohifa pada pemeriksaan mikroskopik.

  • Penatalaksanaan

    Pada asimptomatik kandiduria tidak dibutuhkan terapi antijamur. Biasanya hanya bersifat transien dan bila persisten pun tidak memiliki ancaman serius untuk meningkatkan morbiditas pada pasien. Bila dibutuhkan pengobatan karena dikhawatirkan terjadi infeksi yang lebih serius dapat diberikan Amfoterisin B atau Flukonazole sistemik, atau dapat secara irigasi dengan Amfoterisin B. Pasien dengan kandiduria asimptomatik bila akan dilakukan terapi pembedahan atau pemasangan instrumen urologi, sebaiknya diberi terapi terlebih dahulu untuk kandidurianya.Sistitis yang menunjukkan gejala membutuhkan terapi Amfoterisin B dengan cara instilasi melalui vesika urinaria (50 mg/dl) atau terapi sistemik penggunaan Keto-konazole atau Itrakonazole sangat rendah diekskresi melalui urin sehingga kemampuan untuk eliminasi jamur di vesika urinaria juga terbatas. Flukonazole banyak digunakan untuk kandiduria karena mudah diabsorbsi secara oral dan lebih dari 80 % diekskresi melalui ginjal dengan bentuk yang tidak berubah sehingga sangat cocok untuk sistitis karena jamur. Dosis Fluokonazole 200 mg/hari dosis tunggal selama 10 - 14 hari. Pemberian Amfoterisin B, yang dapat diberikan sistemik intravena dengan dosis 0,3 mg/KgBB, menunjukkan efektivitas yang cukup baik. Rute ini juga digunakan pada infeksi yang menunjukkan resistensi.

  • Penatalaksanaan

    Pada renal kandidiasis sekunder akibat penyebaran hematogen dapat dilakukan pe-ngobatan secara sistemik menggunakan Amfoterisin B intravena dengan dosis 0,6 mg/KgBB atau Fluokonazole intravena dengan dosis 400 mg/hari. Sistemik kandidiasis memerlukan terapi jangka panjang dengan durasi 4 sampai 6 minggu. Penggunaan obat Amfoterisin B selama kehamilan termasuk dalam kategori B, sedangkan Fluokonazole termasuk kategori C.

  • 3. MALARIA DALAM KEHAMILANMalaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa dan disebarkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Protozoa penyebab penyakit malaria adalah genus plasmodium yang dapat menginfeksi manusia ataupun serangga. Terdapat empat Plasmodium yang menyebabkan malaria pada manusia, yaitu vivaks, ovale, malariae, dan falsiparum, Diduga penyakit ini berasal dari Afrika dan menyebar mengikuti gerakan migrasi manusia rnelalui pantai Mediterania, India dan Asia Tenggara. Nama malaria mulai dikenal sejak zaman kekaisaran Romawi. Kata malaria berasal dari bahasa Italia yang berarti Udara Kotor dan biasa juga disebut dengan istilah demam Romawi.

  • Malaria dalam kehamilan merupakan masalah obstetri, masalah sosial, dan masalah medis yang membutuhkan penanganan multidisiplin dan multidimensi. Perempuan hamil merupakan kelompok usia dewasa yang paling tinggi risikonya untuk terkena penyakit ini. Di daerah endemik malaria sekitar 20 - 40 % bayi yang dilahirkan mengalami berat lahir rendah.Sejumlah daerah tertentu di Indonesia terutama yang berada di daerah pantai dan rawa, merupakan daerah Endemis malaria, sehingga penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang besar di Indonesia. Tingginya kejadian penyakit malaria di Indonesia akan berdampak tingginya kejadian penyakit malaria dalam kehamilan.

  • Penyakit Malaria dalam Kehamilan

    Gejala dan komplikasi malaria selama kehamilan berbeda-beda bergantung pada intensitas transmisi dan berhubungan langsung dengan tingkat imunitas ibu hamil. Terdapat dua kondisi yang berpotensi menghambat timbulnya gejala malaria yang disebabkan perbedaan imunitas, yaitu sebagai berikut.

    Daerah Epidemik atau Transmisi Malaria Rendah Ibu hamil yang tinggal di daerah dengan transmisi rendah mempunyai risiko 2 sampai 3 kali lipat untuk menjadi sakit yang berat dibandingkan dengan perempuan dewasa tanpa kehamilan. Kematian ibu hamil biasanya diakibatkan oleh penyakit malarianya sendiri atau akibat langsung anemia yang berat. Masalah yang biasa timbul pada kehamilannya adalah meningkatnya kejadian berat bayi lahir rendah, prematuritas, pertumbuhan janin terhambat, infeksi malaria, dan kematian janin

    Daerah dengan Transmisi Malaria Sedang Sampai Tinggi Pada daerah ini kebanyakan ibu hamil telah mempunyai kekebalan yang cukup karena telah sering mengalami infeksi. Gejala biasanya tidak khas untuk penyakit malaria. Yang paling sering adalah berupa anemia berat dan ditemukan parasit dalam plasentanya. Janin biasanya mengalami gangguan pertumbuhan dan selain itu menimbulkan gangguan pada daya tahan neonatus.

  • Gejala Klinik

    Selama kehamilan, lebih dari setengahnya memberikan manifestasi klinik yang atipik, yaitu berupa:

    - Demam Pasien dapat mengeluhkan bermacam-macam pola demam mulai dari tanpa demam, demam tidak terlalu tinggi yang terus-menerus, hingga ke hiperpireksia. Pada trimester kedua kehamilan gambaran manifestasi klinik yang atipik lebih sering terjadi karena proses imunosupresi. - Anemia Di negara berkembang yang biasanya merupakan daerah endemis malaria, anemk merapakan gejala yang paling sering ditemukan selama kehamilan. Penyebab utama anemianya adalah karena malnutrisi dan penyakit cacing. Dalam kondisi seperti ini penyakit malaria akan menambah berat keadaan anemianya. Penyakit malaria sendiri biasanya memberikan gejala dengan manifestasi anemia sehingga semua kasus anemia harus diperiksa kemungkinan ke arah penyakit malaria.- Splenomegali Pembesaran limpa biasa terjadi pada penyakit malaria dan keadaan ini akan menghilang pada trimester kedua kehamilan. Bahkan, splenomegali yang menetap pada keadaan sebelum hamil bisa mengecil selama kehamilan.

  • Diagnosis

    Penyakit malaria memiliki 4 jenis dan masing-masing disebabkan oleh spesies parasit yang berbeda. Gejala tiap-tiap jenis biasanya berupa meriang, panas dingin menggigil. dan keringat dingin. Dalam beberapa kasus yang tidak disertai pengobatan, gejala-gejala ini muncul kembali secara periodik.Jenis malaria paling ringan adalah malaria tertiana yang disebabkan oleh Plasmodium vivaks, dengan gejala demam dapat terjadi setiap dui hari sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi selama 2 minggu setelah infeksi)Demam rimba (jungle fever), malaria aestivo-autumnal atau disebut juga malaria tropika, disebabkan oleh Plasmodium falsiparum merupakan penyebab sebagian besar kematian akibat malaria. Organisme bentuk ini sering menghalangi jalan darah ke otak. menyebabkan koma, mengigau, serta kematian. Malaria kuartana yang disebabkan oleh Plasmodium malariae, memiliki masa inkubasi lebih lama daripada penyakit malaria tertiana atau tropika; gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi. Gejala tersebut kemudian akan terulang kembali setiap 3 hari. Jenis ke empat dan merupakan jenis malaria yang paling jarang ditemukan disebabkan oleh Plasmodium ovale yang mirip dengan malaria tertiana

  • Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh di dalam sel hati; beberapa hari sebe-lum gejala pertama terjadi, organisme tersebut menyerang dan menghancurkan sel darah merah sejalan dengan perkembangan mereka, sehingga menyebabkan demam. Parasit Malaria dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan mikroskopis apus darah tepi dengan pewarnaan Giemsa, pemeriksaan ini merupakan baku emas untuk penyakit malaria. Meskipun demikian, pemeriksaan ini mempunyai keterbatasan yaitu pe-meriksa harus cukup berpengalaman di samping bergantung pada kualitas reagen dan mikroskop.

    Cara lain pemeriksaan laboratorium adalah dengan deteksi antigen yaitu dengan cara mendeteksi antigen dari parasit Malaria. Pemeriksaan ini menggunakan Dipstick dengan hasil dapat dibaca langsung 2-15 menit dan dapat digunakan di mana saja serta tidak tergantung sarana laboratorium. Cara ini telah digunakan oleh WHO regional Pacific dan telah disetujui oleh balai pengawas obat dan makanan Amerika Serikat (PDA) mulai bulan Juni 2007 dan dikenal dengan nama Rapid Diagnostic Test (RDT).

  • Komplikasi

    Komplikasi penyakit malaria cenderung akan lebih sering dan lebih berat dalam ke-hamilan. Yang sering timbul adalah Edema paru, Hipoglikemia, dan Anemia. Komplikasi yang lebih jarang terjadi adalah kejang, penurunan kesadaran, koma, muntah-muntah dan diare, dan lain-lain.

    Anemia . Hal ini disebabkan hal berikut. - Hemolisis eritrosit diserang oleh parasit. . - Peningkatan kebutuhan Fe selama hamil. - Hemolisis berat dapat menyebabkan defisiensi asam folat. Defisiensi asam folat dapat memperberat keadaan anemia. Anemia meningkatkan kematian perinatal serta kesakitan dan kematian maternal. Anemia yang signifikan (Hb < 7 - 8 g%) harus ditangani dengan memberikan transfusi darah. Lebih baik diberi packed red cells daripada whole blood. Transfusi yang terlalu cepat, terutama bila whole blood, akan menyebabkan edema paru.

  • Edema paru akut Edema paru akut adalah komplikasi malaria yang lebih sering terjadi pada perempuan hamil daripada perempuan tidak hamil. Keadaan ini biasa ditemukan saat pasien datang atau baru terjadi setelah beberapa hari dalam perawatan. Kejadiannya lebih sering pada trimester II dan III. Edema paru akut akan bertambah berat karena ada anemia sebelumnya, dan adanya perubahan hemodinamik dalam kehamilan. Kelainan ini sangat meningkatkan risiko kematian.

  • Hipoglikemia

    Faktor-faktor yang mendukung terjadinya hipoglikemia adalah sebagai berikut - Meningkatnya kebutuhan glukosa karena keadaan hiperkatabolik dan infeksi parasit. - Sebagai respons terhadap starvasi/kelaparan. - Peningkatan respons pulau-pulau pankreas terhadap stimulus sekresi (misalnya quinine) menyebabkan terjadinya hiperinsulinemia dan hipoglikemia.

    Keadaan hipoglikemia pada pasien-pasien malaria tersebut dapat bersifat asimptomatik dan dapat luput terdeteksi karena gejala-gejala pada hipoglikemia juga menyerupai gejala infeksi malaria, yaitu takikardia, berkeringat, menggigil, dan lain-lain. Pada sebagian pasien dapat menunjukkan gejala tingkah laku yang abnormal seperti kejang, penurunan kesadaran, dan pingsan yang hampir menyerupai gejala malaria serebral, Oleh karena itu, semua perempuan hamil yang terinfeksi malaria falsiparum, khususnya yang mendapat terapi quinine harus dimonitor kadar gula darahnya setiap 4 -6 jam sekali. Hipoglikemia juga bisa rekuren sehingga monitor kadar gula darah harus selalu dilakukan

  • Imunosupresi

    Keadaan imunosupresi dalam kehamilan dapat menyebabkan infeksi malaria yang terjadi menjadi lebih sering dan lebih berat. Lebih buruk lagi, infeksi malaria sendiri dapat menekan respons imunPerubahan hormonal selama kehamilan rnenurunkan sintesis imunoglobulin, penurunan fungsi sistem retikuloendotelial merupakan penyebab imunosupresi dalam kehamilan. Hal ini menyebabkan hilangnya imunitas yang didapat terhadap malaria sehingga ibu hamil lebih rentan terinfeksi malaria, Infeksi malaria yang diderita juga lebih berat dengan parasitemia yang tinggi, Pasien juga lebih sering mengalami demam paroksismal dan mengalami kekambuhan. Infeksi sekunder berupa infeksi saluran kencing dan pneumonia sera syok septikemia juga lebih sering terjadi dalam kehamilan karena keadaan imunosupresi ini.

  • Risiko Terhadap Janin

    Malaria dalam kehamilan menimbulkan permasalahan bagi janin. Tingginya demam, insufisiensi plasenta, hipoglikemia, anemia, dan komplikasi-komplikasi lain dapat menimbulkan efek buruk terhadap janin. Baik malaria P.vivaks maupun P.falsiparum dapat menimbulkan masalah bagi janin. Akan tetapi, jenis infeksi P. falsiparum lebih serius karena dilaporkan insidensi mortalitasnya tinggi. Akibat yang terjadi dapat berupa abortus spontan, persalinan prematur, kematian janin dalam rahim, insufisiensi plasenta, gangguan pertumbuhan janin (kronik/temporer), berat badan lahir rendah, dan gawat janin. Selain itu, penyebaran infeksi secara transplasental ke janin dapat menyebabkan malaria kongenital

  • Malaria Kongenital

    Malaria kongenital sangat jarang terjadi, diperkirakan timbul pada < 5 % kehamilan. Barier plasenta dan antibodi IgG maternal yang menembus plasenta dapat melindungi janin dari keadaan ini. Akan tetapi, pada populasi nonImun dapat terjadi malaria kongenital, khususnya pada keadaan epidemi malaria. Kadar quinine plasma janin dan klorokuin sekitar 1/3 dari kadarnya dalam plasma ibu sehingga kadar subterapeutik ini tidak dapat menyembuhkan infeksi pada janin. Keempat spesies plasmodium dapat menyebabkan malaria kongenital, tetapi yang lebih sering adalah P. malariae. Pada bayi baru lahir dapat terjadi demam, iritabilitas, hepatosplenomegali, anemia, ikterus, dan lain-lain. Diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan apus darah tebal dari darah umbilikus atau tusukan di tumit, kapan saja dalam satu minggu sesudah lahir. Diagnosis bandingnya adalah inkompatibilitas Rh, infeksi CMV, Herpes, Rubela, Toksoplasmosis, dan sifilis

  • Penatalaksanaan Malaria dalam Kehamilan

    Ada 4 aspek yang sama pentingnya untuk menangani malaria dalam kehamilan, yaitu:

    1. Pencegahan transmisi 2. Pengobatan malaria 3. Penanganan komplikasi 4. Penanganan proses persalinan

  • 1. Pencegahan Transmisi Terdapat upaya yang dapat dilakukan untuk pencegahan transmisi selama kehamilan, yaitu Pemberian obat malaria profilaksis Pemberian obat profilaksis selama kehamilan dianjurkan untuk mengurangi risiko transmisi di antaranya dengan pemberian klorokuin basa 5 mg/kgBB (2 tablet) sekali seminggu, tetapi untuk daerah yang resisten, klorokuin tidak dianjurkan pada kehamilan dini, tetapi setelah itu dapat diganti dengan meflokuin. Obat lain yang sering digunakan untuk profilaksis adalah kombinasi sulfadoksin-pirimetamin dengan dosis 1 tablet per minggu, tetapi tidak dianjurkan untuk trimester pertama karena piri-metamin dapat menyebabkan teratogenik. Pemberian profilaksis pada ibu hamil di atas 20 minggu dapat mengurangi malaria falsiparum sampai 85 % dan malaria vivaks sampai 100 %. Pemakaian kelambu Pemakaian kelambu dinilai efektif untuk menurunkan jumlah kasus malaria dan tingkat kematian akibat malaria pada ibu hamil dan neonatus.

  • 2. Pengobatan malaria

    Obat obat Antimalaria yang sering digunakan tidak merupakan kontra indikasi bagi perempuan hamil. Beberapa obat Antimalaria yang lebih baru memiliki aktivitas antifolat sehingga secara teoritis dapat berperan menyebabkan Anemia Megaloblastik dan ke-cacatan pada kehamilan dini. Akan tetapi perlu difikirkan pada daerah dengan resisten klorokuin, kesehatan ibu adalah yang utama sehingga pemakaian obat yang efektif membunuh parasit tetap dianjurkan bila kondisi ibu memburuk. Malaria dapat menimbulkan masalah yang fatal bagi ibu hamil dan janinnya. Oleh karena itu, setiap ibu hamil yang tinggal di daerah endemis malaria selama masa kehamilan nya harus dilindungi dengan kemoprofilaksis terhadap malaria. Hal ini merupakan bagian penting dari perawatan antenatal di daerah yang tinggi penyebaran malarianya

    Obat antimalaria dalam kehamilan : Semua trimester : kuinin, artesunate/artemeter/arteeter Trimester dua : meflokuin, pirimetamin/sulfadoksin Trimester tiga : sama dengan trimester 2 Kontraindikasi : primakuin; tetrasiklin; doksisiklin; halofantrin .......

  • 3. Komplikasi malaria

    Malaria Serebral Didefinisikan sebagai unrousable coma pada malaria falsiparum, suatu perubahan sensorium yaitu manifestasi tingkah laku abnormal pada seorang penderita dari yang paling ringan sampai koma yang dalam. Berbagai tingkatan penurunan kesadaran berupa delirium, mengantuk sopor, dan berkurangnya rangsang terhadap sakit terjadi pada keadaan ini. Gejala lain dapat berupa kejang, plantar ekstensi/fleksi, pandang-an divergen, kekakuan leher, dan lain-lain Pasien dengan koma membutuhkan penanganan yang komprehensif dan keahlian khusus. Akan tetapi, prinsip utamanya sama pada malaria lainnya yaitu pemberian antimalaria, sedangkan kondisi tidak sadar membutuhkan perawatan khusus. Edem Paru Akut Dilakukan pemberian cairan yang dimonitor dengan ketat yaitu tidur dengan posisi setengah duduk, pemberian oksigen, diuretik, dan perrsasangan ventilator bila diperlukan. Hipoglikemia Pemberian dekstrosa 25 - 50 %, 50-100 cc I.V., dilanjutkan infus dekstrosa 10 %. Glukosa darah harus dimonitor setiap 4-6 jam untuk mencegah rekurensi hipoglikemiAnemia Harus diberi transfusi bila kadar hemoglobin < 5 g%

  • Gagal Ginjal Gagal ginjal dapat terjadi prerenal karena dehidrasi yang tidak terdeteksi atau renal karena parasitemia berat. Penanganannya meliputi pemberian cairan yang saksama, diuretik, dan dialisis bila diperlukan.Syok Septikemia, Hipotensi, Algid Malaria Infeksi bakterial sekunder, sepeni infeksi saluran kemih dan pneumonia, sering me-nyertai kehamilan dengan malaria. Sebagian dan pasien-pasien tersebut dapat mengalami syok septikemia, yang disebut 'algid malaria'. Penanganannya adalah dengan pemberian sefalosporin generasi ketiga, pemberian cairan, monitoring tanda-tanda vital, dan keluar masuk cairanKoagulopati Perdarahan dan koagulopati jarang ditemukan di daerah endemis pada negara-negara tropis. Sering terjadi pada penderita yang non-imun terhadap malaria. Biasanya terjadi akibat trombositopenia berat ditandai manifestasi perdarahan pada kulit berupa petekie, purpura, hematoma, perdarahan gusi dan hidung, serta saluran pencernaan. Pemberian vitamin K 10mg intravena bila waktu protrombin atau waktu tromboplastin parsial memanjang. Hindarkan pemberian kortikosteroid untuk trombositopenia dan perbaiki gizi penderita

  • Ikterus Manifestasi ikterus pada malaria berat sering dijumpai di Asia dan Indonesia yang mempunyai prognosis buruk Tindakan: Tidak ada terapi spesifik untuk ikterus. Bila ditemukan hemolisis berat dan Hb sangat rendah beri transfusi darah. Transfusi ganti Transfusi ganti diindikasikan pada kasus Malaria Falsiparum berat untuk menurunkan jumlah parasit. Darah pasien dikeluarkan dan diganti dengan packed sel. Tindakan ini terutama bermanfaat pada kasus parasitemia yang sangat berat (membantu membersihkan) dan impending edema paru (membantu menurunkan jumlah cairan).

  • 4. Penanganan Saat Persalinan

    Anemia, hipoglikemia, edema paru, dan infeksi sekunder akibat malaria pada kehamilan aterm dapat menimbulkan masalah baik bagi ibu maupun janin. Malaria falsiparum berat pada kehamilan aterm menimbulkan risiko mortalitas yang tinggi. Distres maternal dan fetal dapat terjadi tanpa terdeteksi. Oleh karena itu, perlu dilakukan monitoring yang baik, bahkan untuk perempuan hamil dengan malaria berat sebaiknya dirawat di unit perawatan intensif.

    Malaria falsiparum merangsang kontraksi uterus yang menyebabkan persalinan pre-matur.. Gawat janin sering terjadi dan seringkali tidak terdeteksi. Oleh karena itu, perlu dilakukan monitoring terhadap kontraksi uterus dan denyut jantung janin untuk menilai adanya ancaman persalinan prematur dan takikardia, serta bradikardia atau deselerasi lambat pada janin yang berhubungan dengan kontraksi uterus karena hal ini menunjukkan adanya gawat janin. Harus di upayakan segaia cara untuk menurunkan suhu tubuh dengan cepat, baik dengan kompres dingin maupun peraberian antipiretika, seperti parasetamol

    Pemberian cairan dengan seksama juga merupakan hal penting. Hal ini disebabkan baik dehidrasi maupun overhidrasi harus dicegah karena kedua keadaan tadi dapat membahayakan ibu dan janin. Pada kasus parasitemia berat, hams dipertimbangkan tindakan transfusi ganti.

    Bila diperlukan, dapat dipertimbangkan untuk melakukan Induksi persalinan. Kala II harus di percepat dengan persalinan buatan bila terdapat indikasi pada ibu atau janin.