kecap simon armando 12.70.0058 e5
DESCRIPTION
Pembuatan Kecap Manis dengan penggunaan bahan baku kedelai kuning dan kedelai hitam, dengan tingkat konsentrasi inokulum yang berbeda-beda.TRANSCRIPT
Acara III
FERMENTASI SUBSTRAT PADAT FERMENTASI KECAP
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI
Disusun oleh:
Nama : Simon Armando
NIM : 12.70.0058
Kelompok : E5
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2015
1. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan karakteristik sensori kecap dengan berbagai perlakuan dapat dilihat
pada tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Sensori Kecap
Kelompok Perlakuan Aroma Warna Rasa Kekentalan
E1Penambahan 0,5%
inokulum+ ++ ++ +
E2Penambahan 0,75%
inokulum+++ ++ ++ ++
E3Penambahan 0,75%
inokulum+ +++ + ++
E4 Penambahan 1% inokulum +++ + + +++E5 Penambahan 1% inokulum ++ +++ ++ +
Keterangan :Aroma : +++ : Sangat kuat Kekentalan : +++ : Sangat kental
++ : Kuat ++ : Kental + : Kurang kuat + : Kurang kental
Warna : +++ : Sangat hitam Rasa : +++ : Sangat kuat++ : Hitam ++ : Kuat+ : Kurang hitam + : Kurang kuat
Dari tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa pada karakteristik aroma yang paling kuatdan
warna paling hitam didapatkan pada penambahan inoculum 0,75% dan 1%. Sedangkan
untuk karakteristik rasa didapatkan rasa paling kurang kuat pada penambahan inoculum
0,75%. Untuk karakteristik kekentalan didapatkan kecap yang paling kental pada
penambahan inoculum 1%.
1
2. PEMBAHASAN
Dalam praktikum ini dilakukan fermentasi kecap menggunakan substrat padat. Kecap
merupakan salah satu makanan tradisional yang dibuat dari fermentasi kedelai hitam
atau kacang-kacangan lainnya yang memiliki warna coklat hingga hitam atau gelap
dengan pH sekitar 4,9-5,0. Mikroorganisme berupa kapang, bakteri dan khamir yang
berperan dalam proses fermentasi kecap umumnya merupakan mikroorganisme yang
secara alami tumbuh di sekitar lingkungan tempat pembuatan kecap. Dalam
penggunaannya sehari-hari kecap dapat memperkuat flavor dan memberikan warna
pada daging, ikan, sayuran dan bahan pangan lain (Rahman, 1992).
Pembuatan kecap dapat dilakukan dengan cara fermentasi, hidrolisis asam, atau
kombinasi antara fermentasi dan hindrolisis asam. Kecap dengan proses fermentasi
biasanya akan menghasilkan cita rasa dan aroma yang lebih baik daripada metode yang
lainnya. Pada proses fermentasi kecap terdapat proses penguraian protein, lemak, dan
karbohidrat menjadi asam amino, asam lemak, dan monosakarida (Koswara,1997)
Kecap memiliki sifat mudah dicerna dan diabsorbsi oleh tubuh manusia. Hal ini
disebabkan arena komposisi dari kecap merupakan komponen yang mempunyai berat
molekul rendah. Kecap memiliki sifat pelarutan dalam air mencapai 90% dengan rasio
nitrogen amino dan nitrogen total sebesar 45%. Senyawa protein terutama dalam bentuk
peptida-peptida sederhana dan asam-asam amino (Kasmidjo, 1990).
Pada umumnya kecap dibuat dengan bahan baku kedelai. Dalam jurnal yang berjudul
“Analisis Karbohidrat, Protein, dan Lemak pada Pembuatan Kecap Lamtoro Gung
(Leucaena leucocephala) terfermentasi Aspergillus oryzae”, Rahayu et al (2005)
melakukan penelitian mengenai pembuatan kecap dari biji Lamtoro Gung melalui
proses fermentasi menggunakan kapang Aspergillus oryzae. Biji lamtoro gung
digunakan sebagai bahan baku karena memiliki karakteristik yang mirip dengan kacang
kedelai sehingga sangat memungkinkan untuk dijadikan kecap. Selain itu biji lamtoro
gung juga memiliki kandungan protein yang cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan
kadar protein pada produk akhir.
2
3
Dalam praktikum ini dilakukan pembuatan kecap menggunakan bahan baku kedelai
hitam. Septiani (2004) mengatakan bahwa parameter kualitas dari kecap manis adalah
dari kandungan proteinnya atau minimal 6%. Maka dari itu pemilihan kedelai hitam
sebagai bahan baku utama pembuatan kecap dalam prkatikum ini sesuai, karena dalam
jurnal yang berjudul “Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa Fermentasi Moromi
Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae dan R. Oligosporus”, Purwoko & Noor (2007)
mengatakan bahwa kedelai merupakan sumber protein yang tinggi dibandingkan dengan
jenis kacang-kacangan lainnya atau sekitar 40% kandungan protein.
Pembuatan kecap diawali dengan terlebih dahulu kedelai direndam dalam air selama
satu malam. Menurut Tortora et al (1995) proses perendaman ini akan menyebabkan
hidrasi atau masuknya air ke dalam biji sehingga biji kedelai menjadi lebih lunak
sehingga kedelai menjadi lebih mudah dan cepat diolah. Setelah direndam selama satu
malam, kulit ari kedelai akan mengelupas dan mengapung pada permukaan air. Kulit ari
yang mengapung tersebut dibuang dan kedelai ditiriskan.
Selanjutnya kedelai hitam yang bersih dari kulit ari direbus hingga matang. Perebusan
pada kedelai hitam akan melunakkan biji kedelai, mendenaturasikan protein inhibitor,
menginaktifkan senyawa-senyawa antinutrisi, menghilangkan bau langu serta
membunuh mikroorganisme yang tidak diinginkan yang terdapat dalam kedelai (Tortora
et al, 1995).
Gambar 1. Perebusan Kedelai Hitam
4
Setelah direbus kedelai yang sudah lunak tersebut ditiriskan dan dibiarkan hingga
kering. Kemudian dilakukan tahap fermentasi dimana dibagi menjadi dua tahap yaitu
fermentasi kapang (koji) atau fermentasi garam (moromi). Pada proses fermentasi
pertama tempe akan difermentasi oleh kapag, tahap ini sering disebut dengan tahap koji
atau stage fermentation. Tujuan dari proses ini adalah penguraian atau pendegradasian
komponen kompleks dari kedelai oleh enzim proteasse, peptidase, dan amilase yang
dihasilkan oleh kapang. Hasil – hasil pemecahan komponen – komponen gizi menjadi
bagian – bagian yang lebih sederhana oleh enzim – enzim yang dihasilkan kapang
selama proses fermentasi (amilase, maltase, fosfatase, lipase, proteinase) dapat
mempengaruhi cita rasa pada hasil akhir kecap yang diperoleh (Astawan & Astawan,
1991). Pembuatan koji biasanya dilakukan dengan menghamparkan bahan yang telah
diinokulasi kedalam nampan dari bambu yang berlubang-lubang atau stainless steel
dalam suhu 25 - 35C selama 45 jam (Kasmidjo, 1990).
Kemudian kedelai hitam diletakkan dalam besek yang sudah dialasi daung pisang. Lalu
ditambahkan inokulum komersial untuk tempe. Beberapa kapang yang sangat berperan
dalam proses fermentasi kecap adalah Aspergillus oryzae, Aspergillus soyae,
Aspergillus niger dan Rhizopus sp, sedangkan jenis – jenis bakteri yang penting dalam
fermentasi kecap adalah Lactobacillus delbruckii dan ragi Hansenula sp (Astawan &
Astawan, 1991). Penambahan inokulum berbeda-beda setiap kelompok. Untuk
kelompok E1 ditambahkan sebanyak 0,5% inokulum komersial, kelompok E2 dan E3
sebaanyak 0,75%, dan kelompok E4 dan E5 sebanyak 1%. Proses fermemntasi kapang
dilakukan ketika kondisi kedelai masih agak basah dan hangat. Penambahan inokulum
juga dilakukan saat suhu kedelai masih hangat, hal ini dikarenakan kapang akan mati
apabila suhu terlalu tinggi, yaitu lebih dari 40oC (Sarwono, 2010). Menurut teori dari
Atlas (1984) pada kondisi yang lembab, kapang dapat tumbuh dengan baik pada
permukaan kedelai dan mengakumulasikan enzim amilase dan protease. Enzim amilase
berperan memecah karbohidrat menjadi gula sederhana yang akan mempermudah
fermentasi selanjutnya sedangkan enzim proteinase berperan dalam proses penguraian
protein kedelai menjadi bentuk yang lebih sederhana yaitu asam-asam amino.
5
Inokulum dicampur hingga merata kedalam kedelai dengan cara diaduk-aduk.
Kemudian kedelai tersebut diletakkan didalam besek yang sudah dialasi dengan daun
pisang yang sudah dibersihkan. Kedelai lalu ditutup dengan daun pisang dan besek
kemudian diinkubasi selama 3 hari pada suhu ruang. Penggunaan daun pisang sebagai
pembungkus dikarenakan daun pisang memiliki celah-celah untuk udara masuk
sehingga pertumbuhan kapang juga dapat tetap berlangsung. Menurut Kasmidjo (1990)
fermentasi dapat dilakukan pada suhu 25 - 35C selama 45 jam. Jika fermentasi kapang
dilakukan terlalu cepat maka kapang tidak dapat menghasilkan enzim dalam jumlah
yang memadai sehingga tidak dapat menghasilkan komponen-komponen yang dapat
menimbulkan reaksi penting. Sebaliknya, proses fermentasi yang terlalu lama juga tidak
baik karena enzim yang dihasilkan terlalu banyak sehingga menghasilkan cita rasa yang
kurang baik.
Gambar 2. Tahap Fermentasi Koji
Setelah melalui inkubasi selama 3 hari maka terbentuklah koji atau kedelai yang telah
ditumbuhi oleh kapang. Koji tersebut dipotong-potong dan kemudian dikeringkan
dalam dehumidifier selama 3 jam. Proses pengeringan bertujuan untuk menghilangkan
kapang yang melekat pada kedelai. Kapang yang menempel sudah tidak berperan dalam
proses fermentasi berikutnya (Tortora et al,1995).
6
Gambar 3. Koji
Setelah proses fermentasi kapang selesai, dilakukan fermentasi laurtan garam atau bisa
disebut sebagai moromi. Koji yang sudah dikeringkan sebelumnya kemudian direndam
dalam 1 liter larutan garam 20%. Proses perendaman dilakukan selama 1 minggu dan
setiap harinya rendaman kedelai ini diaduk dan dijemur di bawah sinar matahari selama
30 menit. Penggunaan larutan garam sesuai dengan teori Astawan & Astawan (1991)
yang menyatakan bahwa fermentasi laurtan garam biasanya dilakukan pada konsentrasi
larutan garam 20%. Larutan garam berguna dalam mengektraksi senyawa sederhana
dari hasil hidrolisis pada tahap fermentasi kapang. Ketika perendaman ini juga muncul
bakteri halofilik secara spontan dimana bakteri tersebut akan membantu terbentuknya
flavor yang khas pada kecap. Penggunaan larutan garam juga berfungsi sebagai medium
selektif bagi pertumbuhan khamir dan bakteri seperti Lactobacillus delbrueckii dan
Hansenula sp dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan.
.
Gambar 4. Perendaman dalam Larutan Garam
Selama proses perendaman juga dilakukan pengadukan. Pengadukan akan
menghomogenkan moromi sehingga dapat tercampur dengan garam. Pengadukan juga
7
akan memberikan udara sehingga dapat merangsang pertumbuhan khamir dan bakteri
yang diinginkan (Tortora et al., 1995).
Hasil dari proses fermentasi larutan garam ini adalah cairan yang berwarna coklat
Perubahan warna larutan dapat terjadi karena adanya reaksi browning antara gula
pereduksi dengan gugus amino dari protein. Menurut Astawan & Astawan (1991) roses
fermentasi kecap selama 30 – 40 hari atau lebih, akan menghasilkan warna yang makin
baik dan bau yang sedap (Astawan & Astawan, 1991).
Kontaminasi dapat terjadi selama proses fermentasi kecapt berlangsung. Kontaminasi
ini dapat terjadi akibat tumbuhnya kelompok Bakteri kelompok Bacillaceae. Dalam
jurnal yang berjudul “Predisposing Factors Contributing to Spoilage of Soy Sauce by
Bacillus circulans” Sumague et al (2008) menyebutkan bahwa bakteri kelompok
Bacillaceae dapat mengkontaminasi bahan pada tahap fermentasi kapang ataupun
fermentasi garam.. Kontaminasi ini terjadi karena bakteri kelompok Bacillaceae
merupakan bakteri yang tahan dalam kondisi garam yang tinggi maka dari itu kelompok
bakteri terserbut masih dapat hidup ketika fermentasi berlangsung.
Setelah proses fermentasi sudah berlangsung selama satu minggu maka didapatkan hasil
berupa moromi. Moromi disaring untuk memisahkan cairan dan kedelai. Ampas kedelai
yang tidak digunakan dapat dibuang, sedangkan caritan hasil saringan akan diproses
sleanjutnya untuk menjadi kecap. Dalam jurnal yang berjudul “Kajian Komposisi Kimia
Ampas Kedelai Hasil Samping Fermentasi Pengolahan Kecap” Susanti menyebutkan
bahwa ampas dari hasil fermentasi memiliki kandungan asam amino yang cocok
digunakan sebagai pakan unggas. Kandungan asam amino ini disebabkan karena ketika
perendama pada larutan garam, air dalam koji keluar ke larutan garam dengan
membawa molekul-molekul protein yang larut air.
Hasil saringan moromi diambil sebanyak 250ml kemudian ditambahkan dengan air
hingga menjadi 1 liter. Cairan tersebut kemudian dipanaskan hingga mendidih
kemudian ditambahkan gula jawa sebanyak 1 kg. Kasmidjo (1990) menyebutkan bahwa
flavor spesifik kecap ditentukan oleh jenis bumbu yang digunakan maka dari itu
8
dilakukan penambahan bumbu sperti gula jawa. Gula jawa pada proses pembuatan
kecap akan memberikan warna gelap dengan aroma yang khas pada kecap. Warna yang
dihasilkan kecap terbentuk dari reaksi antar asam-asam amino dengan gula reduksi.
Jenis gula seperti glukosa, galaktosa, maltosa, xilosa, arabinosa dan gliserol merupakan
jenis gula yang terkandung didalam kecap. Kasmidjo (1990) menambahkan bahwa gula
jawa dalam jumlah besar juga dapat meningkatkan viskositas dari kecap.
Selain gula jawa, ditambahkan pula beberapa rempah-rempah seperti 20 gram kayu
manis, 3 gram ketumbar, 1 jentik laos, 1 bunga pekak. Untuk tiap-tiap kelompok
ditambahkan pula bahan lain seperti cengkeh untuk kelompok E1 dan E2, daun serai
untuk kelompok E3 dan E4, dan biji pala untuk kelompok E5. Semua bahan tersebut
dicampur dan dimasak hingga mendidih. Menurut Soraya (2008) campuran beberapa
rempah-rempah berguna untuk mengingkatkan aroma, cita rasa dan tujuan utama
pemakaian rempah-rempah pada kecap dapat meningkatkan cita rasa yang enak dan
gurih, sehingga mampu membangkitkan selera makan.
Gambar 5. Rempah-Rempah yang Digunakan
Setelah seluruh isi kecap bercampur maka kecap disaring kembali agar terpisah dengan
ampasnya. Ampas dari kecap dapat dibuang sedangkan hasil saringannya akan
dilakukan uji sensori meliputi aroma, warna, rasa, dan kekentalan. Hasil pengamatan
dari kecap dapat dilihat pada gambar 6.
9
Gambar 6. Hasil Fermentasi Kecap
Dari hasil uji sensoris, didapatkan bahwa karakteristik kecap yang dihasilkan tiap
kelompok berbeda-beda. Seperti yang sudah disebutkan pada tabel 1, kecap yang
dihasilkan kelompok E1 memiliki aroma yang kurang kuat, rasanya kuat, warnanya
hitam tetapi kurang kental. Kecap yang dihasilkan kelompok E2 memiliki aroma yang
sangat kuat, rasanya kuat, warnanya hitam, dan kental. Kecap yang dihasilkan
kelompok E3 memiliki aroma yang kurang kuat, rasa sangat kuat, warna kurang hitam,
dan kental. Untuk kelompok E4 didapatkan kecap yang memiliki aroma sangat kuat,
rasa kurang kuat, warna kurang hitam, dan sangat kental. Sedangkan untuk kelompok
E5 didapatkan hasil kecap yang memiliki aroma kuat, rasa sangat kuat, warna hitam,
dan kecap yang kurang kental.
Perbedaan perlakuan tiap kelompok terletak pada jenis kedelai, jumlah inokulum, dan
jenis rempah yang ditambahkan. Jenis kedelai yang digunakan adalah kedelai hitam dan
juga kedelai kuning. Dalam jurnal yang berjudul “Eksplorasi Potensi Kedelai Hitam
untuk Produksi Minuman Fungsional”, Wardani et al (2014) menyebutkan bahwa
kandungan protein kedelai hitam lebih besar daripada kandungan protein dari kedelai
kuning. Kedelai hitam memiliki kandungan protein sebesar 43,55 %, sedangkan kedelai
kuning memiliki kandungan lebih rendah yaitu 34,4%. Kandungan protein yang berbeda
ini akan berpengaruh pada hasil kecap yang dihasilkan. Jika semakin banyak jumlah
protein yang terkandung dalam bahan, maka akan didapatkan asam amino yang semakin
banyak pula ketika proses pemecahan berlangsung.
Masashi (2006) menyebutkan bahwa jumlah inokulum yang ditambahkan juga akan
mempengaruhi komponen-komponen didalam kecap seperti jumlah etanol dan jumlah
asam laktat. Selain itu Rahayu et al (1993) menambahkan bahwa jumlah inokulum juga
akan berpengaruh pada kecepatan degradasi karbohidrat dan protein ketika fermentasi.
10
Sedangkan penambahan rempah yang berbeda-beda menurut Soraya (2008) berguna
untuk mengingkatkan aroma dan cita rasa.
Pada karakteristik aroma didapatkan kelompok E2 dan kelompok E4 memiliki aroma
paling kuat. Dapat diketahui bahwa penambahan inokulum paling banyak terdapat pada
kelompok E4 yaitu sebanyak 1%. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan inokulum
yang semakin banyak akan menghasilkan aroma yang semakin kuat, sesuai dengan teori
dari Apriyantono (2004) yang menyebutkan bahwa semakin banyak inokulum yang
tambahkan maka akan didapatkan aroma semakin kuat. Kecap memiliki komponen
flavor organik seperti alkohol, ester, asam, fenol, dan heterocyclics yang berpengaruh
pada aroma dari kecap Feng et al (2013). Namun jika dilihat dari jenis kedelai yang
digunakan, seharusnya kelompok E1, E3, dan E5 yang menggunakan kedelai hitam
memiliki aroma yang paling kuat, karena kandungan proteinnya yang lebih tinggi.
Ketidaksesuaian ini dapat terjadi karena suhu pemanasan kedelai yang berbeda-beda
yang menyebabkan terjadi pemecahan protein yang berbeda-beda pula. Selain itu dapat
juga disebabkan karena aroma yang tercium pada kecap dipengaruhi oleh rempah-
rempah yang berbeda-beda.
Pada karakteristik rasa didapatkan hasi bahwa kelompok E3 dan E5 memiliki rasa yang
paling kuat. Rasa yang terbentuk ini dipengaruhi oleh jumlah asam amino yang
terpecah, maka dari itu hal ini juga dipengaruhi oleh jenis kedelai dan jumlah inoculum
yang digunakan. Kelompok E3 dan E5 menggunakan kedelai hitam, dimana kedelai
hitam memiliki kandungan protein yang lebih banyak dibandingkan kedelai kuning
(Wardani et al, 2014). Hal ini akan berpengaruh pada jumlah asam amino pada kecap
dengan kedelai hitam akan lebih banyak. Kelompok E3 menggunakan inokulum 0,75%
dan kelompok E5% menggunakan inokulum 1%. Pada kelompok E5 sudah sesuai
dengan teori dari Amalia (2008) yang menyebutkan bahwa jumlah inokulum yang
semakin banyak akan menghasilkan rasa kecap yang semakin kuat. Sedangkan pada
kelompok E4 dengan penambahan inokulum 1% didapatkan rasa paling kurang kuat, hal
ini disebabkan karena kelompok E4 menggunakan kedelai kuning yang memiliki
kandungan protein lebih rendah.
11
Pada karakteristik warna didapatkan hasil bahwa pada kelompok E1, E2, dan E5
memiliki warna yang hitam, sedangkan kelompok E3 dan E4 memiliki warna yang
kurang hitam. Menurut Kasmidjo (1990) warna yang dihasilkan kecap terbentuk dari
reaksi antar asam-asam amino dengan gula reduksi atau bisa disebut sebagai reaksi
Mailard. Jumlah asam amino yang terbentuk akan mempengaruhi reaksi Maillard
tersebut, sedangkan reaksi Maillard akan berpengaruh pada warna kecap yang
dihasilkan. Kelompok E5 dengan bahan baku kedelai hitam dan penambahan inokulum
paling banyak adalah yang paling sesuai karena menghasilkan kecap dengan warna
hitam. Sedangkan kelompok lain didapatkan hasil yang kurang sesuai karena
seharusnya penggunaan kedelai hitam dengan protein paling tinggi akan menghasilkan
asam amino paling banyak, dan jumlah inokulum yang semakin banyak juga akan
mengahasilkan asam amino yang semakin banyak dan proses degradasi protein yang
semakin cepat. Septiani et al (2004) menambahkan juga bahwa semakin lama proses
fermentasi maka didapatkan warna yang semakin coklat. Ketidaksesuaian ini dapat
disebabkan karena pengaruh rempah-rempah yang ditambahkan berbeda-beda. Selain
itu dapat disebabkan suhu pemasakan dan waktu pemasakan yang berbeda-beda antar
kelompok.
Pada karakteristik kekentalan dapat diketahui bahwa pada kelompok E4 menghasilkan
kecap dengan kekentalan paling tinggi. Menurut Kasmidjo (1990) kecap akan semakin
kental jika dilakukan penambahan gula merah pada saat pemasakan kecap. Seharusnya
kecap yang dihasilkan memiliki kekentalan yang hampir sama. Pada kelompok E4 yang
lebih kental dapat disebabkan karena waktu pemanasan yang terlalu lama, atau suhu
pemanasan yang terlalu tinggi sehingga menyebabkan air yang teruapkan semakin
banyak dan kecap semakin kental.
3. KESIMPULAN
Kecap merupakan salah satu makanan tradisional yang dibuat dari fermentasi
kedelai hitam atau kacang-kacangan lainnya yang memiliki warna coklat hingga
hitam atau gelap.
Pada proses fermentasi kecap terdapat proses penguraian protein, lemak, dan
karbohidrat menjadi asam amino, asam lemak, dan monosakarida (Koswara,1997)
Perendaman biji kedelai berfungsi untuk menghidrasi biji kedelai sehingga
memudahkan proses pengolahan selanjutnya.
Kapang yang berperan dalam fermentasi kecap adalah Aspergillus oryzae,
Aspergillus soyae, Aspergillus niger dan Rhizopus sp.
Fermentasi kapang bertujuan untuk memecah karbohidrat dan protein menjadi
senyawa yang lebih sederhana,
Fermentasi garam bertujuan untuk hidrolisis hasil fermentasi kapang dan juga
sebagai media selektif untuk mikroorganisme yang diinginkan.
Gula jawa pada proses pembuatan kecap akan memberikan warna gelap dengan
aroma yang khas pada kecap.
Semakin banyak jumlah inokulum yang digunakan maka aroma dan rasa kecap
semakin kuat.
Warna kecap terbentuk dari reaksi antar asam-asam amino dengan gula reduksi atau
bisa disebut sebagai reaksi Mailard.
Kekentalan dipengaruhi dipengaruhi oleh suhu dan waktu pemasakan.
Semarang, 6 July 2015 Asisten Dosen:- Abigail Sharon Effendy- Frisca Melia
(Simon Armando)12.70.0058
12
13
4. DAFTAR PUSTAKA
Amalia F. (2008). Konsumsi pangan, pengetahuan gizi, aktivitas fisik dan status gizi pada remaja di Kota Sungai Penuh Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Apriyantono, A. (2004). Tinjauan Teknologi Terhadap Potensi Ketidakhalalan Produk Pangan Dan Pangan Hasil Rekayasa Genetika. Seminar Pangan Halal Tingkat Nasional
Astawan, M. & Astawan W. M. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika Pressindo.
Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental and Application. Collier Mcmillan Inc. New York.
Feng, J; X. Zhan, Z. Zheng; D. Wang; L. Zhang & C. Lin. (2013). New Model for Flavour Quality Evaluation of Soy Sauce. Czech J. Food Sci. Vol. 31, 2013, No. 3: 292–305.
Kasmidjo, R. B. (1990).Tempe : mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.
Koswara, S., 1997, Mengenal makanan tradisional: hasil olahan kedelai,Buletin Teknologi dan Industri Pangan 8(2):75-76.
Masashi, K. (2006). Method of Brewing Soy Sauce. http://osdir.com/patents/Food-processes/Method-brewing-soy-sauce-07056543.html. Diakses pada tanggal 6 Juli 2015.
Purwoko Tjahjadi dan Noor Soesanti Handajani. (2007). Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa Fermentasi Moromi Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae dan R. Oligosporus. Biodiversitas Volume 8 Nomor 2. Hal 223-227
Rahayu, Anna; Suratno & Tjahjadi Purwoko. (2005). Analisis Karbohidrat, Protein, dan Lemak pada Pembuatan Kecap Lamtoro Gung (Leucaena leucocephala) terfermentasi Aspergillus oryzae. Bioteknologi 2 (1): 14-20, Mei 2005, ISSN: 0216-6887
Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.
Sarwono, Bambang. 2010. Usaha membuat tempe dan oncom.. Jakarta : Penebar Swadaya.
14
15
Septiani, Y., 2004, Studi kadar karbohidrat, lemak, dan protein pada kecapdari tempe, Skripsi Fakultas MIPA UNS, Surakarta.
Soraya, M. R. 2008. Kajian Suhu dan pH Hidrolisis Enzimatik dengan Papain Amobil terhadap Kualitas Kecap Cakar Ayam. Fakultas Peternakan,Universitas Brawijaya, Malang
Sumague, M. J. V.; R. C. Mabesa; E. I. Dizon; E. V. Carpio & N. P. Roxas. (2008). Predisposing Factors Contributing to Spoilage of Soy Sauce by Bacillus circulans.Philippine Journal of Science 137(2):105-114.
Susanti, Sri. (2006). Kajian Komposisi Kimia Ampas Kedelai Hasil Samping Fermentasi Pengolahan Kecap. Buana Sains Vol 6 No 1: 59-66
Tortora, G. J.; R. Funke & C. L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin /
Cummings Publishing Company, Inc. USA.
Wardani Agustin Krisna dan Ika Rachamwati Wardani. Eksplorasi Potensi Kedelai Hitam untuk Produksi Minuman Fungsional. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No 4 p.58-67.
5. LAMPIRAN
5.1. Jurnal
5.2. Laporan Sementara
16