cedera kepala by simon

34
CIDERA KEPALA By : Simon Sani Kleden PENGERTIAN Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. PATOFISIOLOGI Cidera kepala TIK - oedem - hematom Respon biologi Hypoxemia Kelainan metabolisme Cidera otak primer Cidera otak sekunder Kontusio Laserasi Kerusakan cel otak Gangguan autoregulasi rangsangan simpatis Stress Aliran darah keotak tahanan vaskuler katekolamin Sistemik & TD sekresi asam lambung O2 ggan metabolisme tek. Pemb.darah Mual, muntah Pulmonal Asam laktat tek. Hidrostatik Asupan nutrisi kurang 1

Upload: denyprakoso

Post on 01-Dec-2015

23 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

rfyt

TRANSCRIPT

CIDERA KEPALA

By : Simon Sani Kleden

PENGERTIAN

Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai

atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti

terputusnya kontinuitas otak.

PATOFISIOLOGI

Cidera kepala TIK - oedem

- hematom

Respon biologi Hypoxemia

Kelainan metabolisme

Cidera otak primer Cidera otak sekunder

Kontusio

Laserasi Kerusakan cel otak

Gangguan autoregulasi rangsangan simpatis Stress

Aliran darah keotak tahanan vaskuler katekolamin

Sistemik & TD sekresi asam lambung

O2 ggan metabolisme tek. Pemb.darah Mual, muntah

Pulmonal

Asam laktat tek. Hidrostatik Asupan nutrisi kurang

Oedem otak kebocoran cairan kapiler

Ggan perfusi jaringan oedema paru cardiac out put

Cerebral

Difusi O2 terhambat Ggan perfusi jaringan

Gangguan pola napas hipoksemia, hiperkapnea

1

Cidera otak primer:

Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari

trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.

Cidera otak sekunder:

Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme,

fisiologi yang timbul setelah trauma.

Proses-proses fisiologi yang abnormal:

- Kejang-kejang

- Gangguan saluran nafas

- Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena:

edema fokal atau difusi

hematoma epidural

hematoma subdural

hematoma intraserebral

over hidrasi

- Sepsis/septik syok

- Anemia

- Shock

Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cidera otak dan

sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.

Perdarahan yang sering ditemukan:

Epidural hematom:

Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat

pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat

di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat

berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang

paling sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis.

Tanda dan gejala:

penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparesa. Dilatasi

pupil ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler,

penurunan nadi, peningkatan suhu.

2

Subdural hematoma

Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan

kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena yang

biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode

akut terjadi dalam 48 jam – 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2

minggu atau beberapa bulan.

Tanda dan gejala:

Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan

edema pupil.

Perdarahan intraserebral

Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler,

vena.

Tanda dan gejala:

Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegi

kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.

Perdarahan subarachnoid:

Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan

permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.

Tanda dan gejala:

Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan

kaku kuduk.

Penatalaksanaan:

Konservatif

Bedrest total

Pemberian obat-obatan

Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.

Pengkajian

BREATHING

Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,

sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun

iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi,

3

stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi

peningkatan produksi sputum pada jalan napas.

BLOOD:

Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.

Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan

parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi

lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan

frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia,

disritmia).

BRAIN

Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan

otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar

kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada

ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi

gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :

Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,

pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).

Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan

sebagian lapang pandang, foto fobia.

Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.

Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.

Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus

menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.

Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu

sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.

BLADER

Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri,

ketidakmampuan menahan miksi.

BOWEL

Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah

(mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan

menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.

4

BONE

Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada

kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula

terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang

terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan

refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

Pemeriksaan Diagnostik:

CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,

menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.

Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti

pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.

X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur

garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.

Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi)

jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.

Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat

peningkatan tekanan intrakranial.

Prioritas perawatan:

1. memaksimalkan perfusi/fungsi otak

2. mencegah komplikasi

3. pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.

4. mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga

5. pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan,

dan rehabilitasi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN:

1) Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi,

hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia,

disritmia jantung)

5

2) Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera

pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi

trakeobronkhial.

3) Perubahan persepsi sensori b. d perubahan transmisi dan/atau integrasi

(trauma atau defisit neurologis).

4) Perubahan proses pikir b. d perubahan fisiologis; konflik psikologis.

5) Kerusakan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan

kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah

baring, imobilisasi.

6) Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur

invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon

inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup

(kebocoran CSS)

7) Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d

perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat

kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan.

Status hipermetabolik.

8) Perubahan proses keluarga b. d transisi dan krisis situasional. Ketidak pastian

tentang hasil/harapan.

9) Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b. d

kurang pemajanan, tidak mengenal informasi. Kurang

mengingat/keterbatasan kognitif.

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran

darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD

sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)

Tujuan:

Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi

motorik/sensorik.

Kriteria hasil:

Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK

6

Intervensi Rasional

Tentukan faktor-faktor yg menyebabkan

koma/penurunan perfusi jaringan otak

dan potensial peningkatan TIK.

Pantau /catat status neurologis secara

teratur dan bandingkan dengan nilai

standar GCS.

Evaluasi keadaan pupil, ukuran,

kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi

terhadap cahaya.

Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi,

frekuensi nafas, suhu.

Pantau intake dan out put, turgor kulit

dan membran mukosa.

Turunkan stimulasi eksternal dan berikan

kenyamanan, seperti lingkungan yang

tenang.

Bantu pasien untuk menghindari

/membatasi batuk, muntah, mengejan.

Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan dalam

pemulihannya setelah serangan awal, menunjukkan

perlunya pasien dirawat di perawatan intensif.

Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan

TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan

dan perkembangan kerusakan SSP.

Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III)

berguna untuk menentukan apakah batang otak masih

baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan

antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon

terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang terkombinasi

dari saraf kranial optikus (II) dan okulomotor (III).

Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan

TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda

terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan

kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan

kerusakan/iskhemia cerebral. Demam dapat

mencerminkan kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan

kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi

(terutama saat demam dan menggigil) yang selanjutnya

menyebabkan peningkatan TIK.

Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan total tubuh yang

terintegrasi dengan perfusi jaringan. Iskemia/trauma

serebral dapat mengakibatkan diabetes insipidus.

Gangguan ini dapat mengarahkan pada masalah

hipotermia atau pelebaran pembuluh darah yang akhirnya

akan berpengaruh negatif terhadap tekanan serebral.

Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi

fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk

mempertahankan atau menurunkan TIK.

Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan

intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.

7

Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad

sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi.

Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.

Berikan oksigen tambahan sesuai

indikasi.

Berikan obat sesuai indikasi, misal:

diuretik, steroid, antikonvulsan, analgetik,

sedatif, antipiretik.

Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga

akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko

terjadinya peningkatan TIK.

Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan edema

serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler TD dan

TIK.

Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan

vasodilatasi dan volume darah serebral yang

meningkatkan TIK.

Diuretik digunakan pada fase akut untuk menurunkan air

dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK,. Steroid

menurunkan inflamasi, yang selanjutnya menurunkan

edema jaringan. Antikonvulsan untuk mengatasi dan

mencegah terjadinya aktifitas kejang. Analgesik untuk

menghilangkan nyeri . Sedatif digunakan untuk

mengendalikan kegelisahan, agitasi. Antipiretik

menurunkan atau mengendalikan demam yang

mempunyai pengaruh meningkatkan metabolisme

serebral atau peningkatan kebutuhan terhadap oksigen.

2) Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan

neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau

kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.

Tujuan:

mempertahankan pola pernapasan efektif.

Kriteria evaluasi:

bebas sianosis, GDA dalam batas normal

Intervensi Rasional

Pantau frekuensi, irama, kedalaman

pernapasan. Catat ketidakteraturan

pernapasan.

Pantau dan catat kompetensi reflek

gag/menelan dan kemampuan pasien

Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal

atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak. Pernapasan

lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi

mekanis.

Kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi

penting untuk pemeliharaan jalan napas. Kehilangan refleks

8

untuk melindungi jalan napas sendiri.

Pasang jalan napas sesuai indikasi.

Angkat kepala tempat tidur sesuai

aturannya, posisi miirng sesuai

indikasi.

Anjurkan pasien untuk melakukan

napas dalam yang efektif bila pasien

sadar.

Lakukan penghisapan dengan ekstra

hati-hati, jangan lebih dari 10-15

detik. Catat karakter, warna dan

kekeruhan dari sekret.

Auskultasi suara napas, perhatikan

daerah hipoventilasi dan adanya

suara tambahan yang tidak normal

misal: ronkhi, wheezing, krekel.

Pantau analisa gas darah, tekanan

oksimetri

Lakukan ronsen thoraks ulang.

Berikan oksigen.

Lakukan fisioterapi dada jika ada

indikasi.

menelan atau batuk menandakan perlunaya jalan napas buatan

atau intubasi.

Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan

menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang

menyumbat jalan napas.

Mencegah/menurunkan atelektasis.

Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau

dalam keadaan imobilisasi dan tidak dapat membersihkan

jalan napasnya sendiri. Penghisapan pada trakhea yang lebih

dalam harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena hal

tersebut dapat menyebabkan atau meningkatkan hipoksia

yang menimbulkan vasokonstriksi yang pada akhirnya akan

berpengaruh cukup besar pada perfusi jaringan.

Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti

atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang

membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau menandakan

terjadinya infeksi paru.

Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan asam basa

dan kebutuhan akan terapi.

Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-tandakomplikasi

yang berkembang misal: atelektasi atau bronkopneumoni.

Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu

dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat pernapasan tertekan,

mungkin diperlukan ventilasi mekanik.

Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien dengan

peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini seringkali

berguna pada fase akut rehabilitasi untuk memobilisasi dan

membersihkan jalan napas dan menurunkan resiko

atelektasis/komplikasi paru lainnya.

9

3) Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur

invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon

inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup

(kebocoran CSS)

Tujuan:

Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.

Kriteria evaluasi:

Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.

Intervensi Rasional

Berikan perawatan aseptik dan antiseptik,

pertahankan tehnik cuci tangan yang baik.

Observasi daerah kulit yang mengalami

kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi,

catat karakteristik dari drainase dan adanya

inflamasi.

Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya

demam, menggigil, diaforesis dan perubahan

fungsi mental (penurunan kesadaran).

Anjurkan untuk melakukan napas dalam, latihan

pengeluaran sekret paru secara terus menerus.

Observasi karakteristik sputum.

Berikan antibiotik sesuai indikasi

Cara pertama untuk menghindari terjadinya

infeksi nosokomial.

Deteksi dini perkembangan infeksi

memungkinkan untuk melakukan tindakan

dengan segera dan pencegahan terhadap

komplikasi selanjutnya.

Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis

yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau

tindakan dengan segera.

Peningkatan mobilisasi dan pembersihan sekresi

paru untuk menurunkan resiko terjadinya

pneumonia, atelektasis.

Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien

yang mengalami trauma, kebocoran CSS atau

setelah dilakukan pembedahan untuk

menurunkan resiko terjadinya infeksi

nosokomial.

10

Daftar pustaka

Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah

XI – Traumatologi , Surabaya.

Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta.

Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi.

EGC, Jakarta.

11

ASUHAN KEPERAWATAN NY.M DENGAN CEDERA OTAK BERAT

DI RUANG OBSERVASI INTENSIVE (ROI)

RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

1. PENGKAJIAN:

1.1 Identitas

Nama : Ny. M.

Umur : 40 tahun

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia.

Agama : Islam

Alamat : Kramat Jegu RT 3 / RW 1 Taman Sidoarjo

Pekerjaan : tidak bekerja

Pendidikan : SLTA

Tgl.MRS : 2 Desember 2001 jam: 02.30

Tgl. Pengkajian : 3 Desember 2001 jam: 11.00

Diagnosa Medik : Cedera Otak Berat, SAH, OF Linear Occipital Sin.,

V. Appertum Frontalis, CF Antebrachii.

1.2 Alasan MRS : kecelakaan lalu lintas, naik sepeda motor dibonceng suami

ditabrak mobil, sejak kejadian sampai saat ini klien tidak

sadar, kejang (-), muntah (-).

1.3 Observasi dan pemeriksaan fisik:

1) Pernapasan

Klien menggunakan respirator, Mode: CR Insp MV: 500 Exp MV: -

FIO2: : 50% A:aDO2:

Bentuk dada simetris, tidak ada jejas pada daerah dada, wheezing -/-, Ronchi

+/+, RR 17 x/menit. Pada hidung terpasang NGT.

2) Kardiovaskuler/sirkulasi:

S1, S2 tunggal, tidak ada suara tambahan, hasil monitor EKG: irama sinus 75

x/menit, tekanan darah: 150/100, suhu: 36,5 C

3) Persarafan/neurosensori

Klien tampak gelisah, GCS: 1 – x – 4 , pupil isokor, reaksi cahaya +/+

12

4) Perkemihan – Eliminasi uri

Terpasang Dower kateter produksi urine 1100 ml/12 jam warna kuning jernih

5) Pencernaan – Eliminasi alvi

Nutrisi Enteral B1 per sonde 6 x 100 cc, infus PZ Dext 1500cc/24 jam. Tidak

ada jejas pada daerah abdomen, bising usus (+), b.a.b (-). Cairan maag slang

warna kecoklatan 75 cc.

6) Tulang – otot – integumen:

Kemampuan pergerakan lengan kiri terbatas karena terpasang gip, pergerakan

tangan kanan dan ekstrimitas bawah baik, tidak ada plegi/parese. Pada tungkai

kaki kanan ada luka tertutup pembalut, tidak tampak adanya perdarahan. Pada

kepala ada luka operasi tertutup hipafix, tidak tampak adanya perdarahan,

menggunakan drai cairan warna merah 100 cc. Kulit wajah tampak lecet-

lecet, kelopak mata odem dan hematoma. Turgor baik, warna kulit pucat.

1.8 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium tanggal 3 Desember 2001:

Hb: 7,4 gr/dl. Leko: 13,6. Trombo: 195.

PCV: 0,22. GDA: 178. Kalium: 4,1

Natrium: 132 Klorida: 109 BUN: 8 S.Creat: 0,90

Blood Gas:

PH: 7,398 PCO2: 30,9 PO2: 190,4

HCO3: 18,6 BE: -6,7 O2 Sat: 99,3 CTCO2: 19,6

CT Scan tanggal 2 Desember 2001:

SAH di Fisurra interhemisphere posterior, Fr. Linear Occipital kiri, curiga Fr.

Basis Cranii, edema cerebri.

1.9 Terapi:

Broadcet 1x2gr IV Toradol 3x 30 mg IV

Cedantron 3x 4mg IV Phenitoin 3x 1 amp IV Manitol 6 x 100cc/drip

Fisioterapi napas + Suction tiap 3 jam.

13

2. ANALISA DATA

Data Kemungkinan penyebab Masalah

DS: -

DO:

Klien tampak gelisah,

Kesadaran me , GCS: 1 x 4,

CT Scan : SAH di Fisurra

interhemisphere posterior, Fr.

Linear Occipital kiri, curiga

Fr. Basis Cranii, edema

cerebri.

Trauma kepala

Hematom Subarachnoid

Odema otak

TIK

Aliran darah ke otak

O2

Gangguan perfusi jaringan

cerebral

DS: -

DO:

Menggunakan respirator,

Mode: CR Insp MV: 500

Exp MV: - FIO2: : 50%

A:aDO2:

Wheezing -/-, Ronchi +/+,

RR 17 x/menit

TIK

rangsangan simpatis

tahanan vaskuler sistemik

terjadi pe tek. pada sist.

pemb. darah pulmonal.

Pe tek.hidrostatik

kebocoran cairan kapiler

Pe hambatan difusi O2 -

CO2

Hipoksemia

Gangguan pola napas

DS: -

DO:

GCS: 1x4, terpasang sonde

diiet enteral 6x100 cc, infus

PZ Detx 1500 cc/24 jam.

NGT dibuka, cairan

maagslang warna coklat 75

Trauma kepala

Stress

Pe katekolamin

Pe sekresi asam lambung

Resiko nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

14

cc.

Mual, muntah

Asupan tidak adekuat

DS: -

DO:

Kemampuan pergerakan

lengan kiri terbatas karena

terpasang gip. Pada tungkai

kaki kanan ada luka tertutup

pembalut, tidak tampak

adanya perdarahan. Pada

kepala ada luka operasi

tertutup hipafix, tidak tampak

adanya perdarahan, terpasang

drain cairan warna merah

100 cc. Turgor baik, warna

kulit pucat. Klien terpasang

respirator, dower katheter,

NGT.

Hasil lab: Hb: 7,4 gr/dl.

Leko: 13,6.

Trauma jaringan, kulit rusak,

prosedur invasif.

Resiko tinggi terhadap

infeksi

DS: -

DO:

Kesadaran me , GCS: 1 x 4

Kemampuan pergerakan

lengan kiri terbatas karena

terpasang gip. Terpasang

respirator, dower katheter,

NGT.

Trauma kepala

Hematom Subarachnoid

TIK

Aliran darah ke otak

O2

Penurunan kesadaran

Sindroma defisit perawatan

diri

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d hemoragi/ hematoma; edema cerebral

2. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat

pernapasan otak).

15

3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur

invasif.

4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan yang tidak adekuat

5. Sindroma defisit perawatan diri b.d penurunan kesadaran

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

DP 1: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi/

hematoma; edema cerebral.

Tujuan:

Mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik.

Kriteria hasil:

Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK

Tingkat kesadaran membaik

Intervensi Rasional

Pantau /catat status neurologis secara

teratur dan bandingkan dengan nilai

standar GCS.

Evaluasi keadaan pupil, ukuran,

kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi

terhadap cahaya.

Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi,

frekuensi nafas, suhu.

Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan

TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan

dan perkembangan kerusakan SSP.

Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III)

berguna untuk menentukan apakah batang otak masih

baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan

antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon

terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang terkombinasi

dari saraf kranial optikus (II) dan okulomotor (III).

Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan

TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda

terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan

kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan

kerusakan/iskhemia cerebral. Demam dapat

mencerminkan kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan

kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi

(terutama saat demam dan menggigil) yang selanjutnya

menyebabkan peningkatan TIK.

16

Pantau intake dan out put, turgor kulit

dan membran mukosa.

Turunkan stimulasi eksternal dan berikan

kenyamanan, seperti lingkungan yang

tenang.

Bantu pasien untuk menghindari

/membatasi batuk, muntah, mengejan.

Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad.

Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.

Berikan oksigen tambahan sesuai

indikasi.

Berikan obat:

Toradol 3 x 30 mg iv

Phenitoin 3 x 1 amp iv

Cedantron 3 x 4 mg iv

Manitol 6 x 100 cc/drip

Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan total tubuh yang

terintegrasi dengan perfusi jaringan. Iskemia/trauma

serebral dapat mengakibatkan diabetes insipidus.

Gangguan ini dapat mengarahkan pada masalah

hipotermia atau pelebaran pembuluh darah yang akhirnya

akan berpengaruh negatif terhadap tekanan serebral.

Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi

fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk

mempertahankan atau menurunkan TIK.

Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan

intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.

Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga

akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko

terjadinya peningkatan TIK.

Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan edema

serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler TD dan

TIK.

Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan

vasodilatasi dan volume darah serebral yang

meningkatkan TIK.

Manitol digunakan untuk menurunkan air dari sel otak,

menurunkan edema otak dan TIK. Analgesik untuk

menghilangkan nyeri . Sedatif digunakan untuk

mengendalikan kegelisahan, agitasi.

DP 2: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera

pada pusat pernapasan otak).

Tujuan:

Mempertahankan pola pernapasan efektif melalui ventilator.

Kriteria evaluasi:

17

Tidak ada sianosis, Blood Gas dalam batas normal

Intervensi Rasional

Pantau frekuensi, irama, kedalaman

pernapasan setiap 1 jam. Catat

ketidakteraturan pernapasan.

Pantau / cek pemasangan tube,

selang ventilator sesering mungkin.

Siapkan ambu bag tetap berada

didekat pasien

Lakukan penghisapan dengan ekstra

hati-hati, jangan lebih dari 10-15

detik. Catat karakter, warna dan

kekeruhan dari sekret.

Lakukan fisioterapi dada .

Auskultasi suara napas, perhatikan

daerah hipoventilasi dan adanya

suara tambahan yang tidak normal

misal: ronkhi, wheezing, krekel.

Pantau analisa gas darah, tekanan

oksimetri

Lakukan ronsen thoraks ulang.

Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal

atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak.

Adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya

pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang

tidak adekuat.

Membantu memberikan ventilasi yang adekuat bila ada

gangguan pada ventilator.

Penghisapan pada trakhea dapat menyebabkan atau

meningkatkan hipoksia yang menimbulkan vasokonstriksi

yang pada akhirnya akan berpengaruh cukup besar pada

perfusi jaringan.

Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien dengan

peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini seringkali

berguna pada fase akut rehabilitasi untuk memobilisasi dan

membersihkan jalan napas dan menurunkan resiko

atelektasis/komplikasi paru lainnya.

Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti

atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang

membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau menandakan

terjadinya infeksi paru.

Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan asam basa

dan kebutuhan akan terapi.

Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-tandakomplikasi

yang berkembang misal: atelektasi atau bronkopneumoni.

DP 3:

Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur

invasif.

Tujuan: tidak terjadi infeksi

Kriteria evaluasi:

18

Tidak ada tanda-tanda infeksi.

Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.

Intervensi Rasional

Berikan perawatan aseptik dan antiseptik,

pertahankan tehnik cuci tangan yang baik.

Observasi daerah kulit yang mengalami

kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi,

catat karakteristik dari drainase dan adanya

inflamasi.

Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya

demam, menggigil, diaforesis.

Berikan antibiotik sesuai program dokter.

Cara pertama untuk menghindari terjadinya

infeksi nosokomial.

Deteksi dini perkembangan infeksi

memungkinkan untuk melakukan tindakan

dengan segera dan pencegahan terhadap

komplikasi selanjutnya.

Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis

yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau

tindakan dengan segera.

Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien

yang mengalami trauma, atau setelah dilakukan

pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya

infeksi.

TINDAKAN KEPERAWATAN

Tanggal Diagnosa Tindakan Keperawatan

3/ 12/01 1

2

- Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tanda-tanda vital

setiap 1 jam, GCS: 1 x 4, pupil: isokor reaksi cahaya +/+, TD

145/90, nadi 76 , RR: 17x/menit, suhu: 37C.

- Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan membran

mukosa agak kering.

- Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 30 derajad.

- Memberian cairan infus PZ Dext 21 tetes/menit.

- Memberikan obat:

Toradol 3 x 30 mg iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)

Phenitoin 3 x 1 amp iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)

Cedantron 3 x 4 mg iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)

Manitol 6 x 100 cc/drip ( jam 09.00 – 13.00 - 17.00 – 21.00 –

01.00 – 05.00)

- Mengecek pemasangan tube dan selang ventilator.

- Melakukan fisioterapi napas dan melakukan penghisapan sekret

19

3

setiap 3 jam (jam 08.00 – 11.00 – 14.00 – 17.00 – 20.00 – 23.00 –

02.00 – 05.00) , mencatat karakter warna lendir putih kental.

- .Mendengarkan suara napas: ronkhi +/+, wheezing -/-.

- Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang

terpasang alat invasi (infus, drain,catheter), drainase dari drain warna

merah, infus tidak ada plebitis, cateter terfiksasi baik, warna urine

kuning jernih. Kulit kering tidak tampak tanda inflamasi.

- Melakukan perawatan luka secara aseptik.

4/12/01 1

2

3

- Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tanda-tanda vital

setiap 1 jam, GCS: 2 x 4, pupil: isokor reaksi cahaya +/+, TD

145/90, nadi 78 , RR: 20x/menit, suhu: 37C.

- Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan membran

mukosa agak kering.

- Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 30 derajad.

- Memberikan cairan infus Tutofusi OPS: 14 tetes/menit, cabang

Intrafusin 3,5: 7 tetes/menit

- Memberikan obat:

Cefriaxon 1 x 1 gr iv ( jam 09.00 )

Tradyl 3 x 1 amp iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)

Gastridin 3 x 4 mg iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)

Penythoin 3 x 100 mg ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)

Manitol 6 x 100 cc/drip ( jam 09.00 – 13.00 - 17.00 – 21.00 –

01.00 – 05.00)

- ETT terekstubasi oleh klien, pemasangan ventilator diganti dengan

pemberian O2 T Piece 6 L/menit.

- Melakukan fisioterapi napas, memberikan nebulizer dan melakukan

penghisapan sekret setiap 3 jam (jam 08.00 – 11.00 – 14.00 – 17.00 –

20.00 – 23.00 –02.00 – 05.00) , mencatat karakter warna lendir putih

kental. Mendengarkan suara napas: ronkhi +/+, wheezing -/-.

- Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang

terpasang alat invasi (infus, drain,catheter), drainase dari drain warna

merah, infus tidak ada plebitis, cateter terfiksasi baik, warna urine

kuning jernih. Kulit kering tidak tampak tanda inflamasi.

- Melakukan perawatan luka secara aseptik.

- Melakukan pemeriksaan lab:

20

Hb: 10,4 Leko: 13,5 Trombo: 156 PCV: 0,31

5/12/01 1

2

3

- Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tanda-tanda vital

setiap 1 jam, GCS: 2 x 4, pupil: isokor reaksi cahaya +/+, TD

150/90, nadi 74 , RR: 20x/menit, suhu: 37,5C.

- Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan membran

mukosa agak kering.

- Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 30 derajad.

- Memberikan cairan infus Tutofusin OPS: 14 tetes/menit, cabang

Intrafusin 3,5: 7 tetes/menit

- Memberikan obat:

Cefriaxon 1 x 1 gr iv ( jam 09.00 )

Tradyl 3 x 1 amp iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)

Gastridin 3 x 4 mg iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)

Penythoin 3 x 100 mg ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)

Manitol 6 x 100 cc/drip ( jam 09.00 – 13.00 - 17.00 – 21.00 –

01.00 – 05.00)

- Melakukan fisioterapi napas, memberikan nebulizer dan melakukan

penghisapan sekret setiap 3 jam (jam 08.00 – 11.00 – 14.00 – 17.00 –

20.00 – 23.00 –02.00 – 05.00) , mencatat karakter warna lendir putih

kental. Mendengarkan suara napas: ronkhi -/-, wheezing -/-.

- Klien direncanakan untuk dipasang trakheostomi

- Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang

terpasang alat invasi (infus, drain,catheter), drainase dari drain warna

merah, infus plebitis diganti lokasi, cateter terfiksasi baik, warna

urine kuning jernih.

- Melakukan perawatan luka secara aseptik. Luka dikaki merembes

cairan warna merah.

EVALUASI

TGL DIAGNOSA EVALUASI

4/12/2001 1. Perubahan perfusi

jaringan serebral

berhubungan dengan

hemoragi/ hematoma;

S: -

O:

Klien masih tampak gelisah, GCS: 2 x 4 pupil isokor

reaksi cahaya +/+

TTV stabil TD berkisar antara 140/80 - 150/100, nadi:

21

edema cerebral. 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit, suhu : 36,6 –

37,5 C.

A: masalah belum teratasi

P: rencana tindakan dilanjutkan

4/12/2001 2. Pola napas tidak

efektif berhubungan

dengan kerusakan

neurovaskuler (cedera

pada pusat pernapasan

otak).

S: -

O:

TTV stabil TD berkisar antara 140/80 - 150/100, nadi:

72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit. ETT terekstubasi

oleh klien, klien napas spontan, tidak tampak sianosis.

Hasil Blood Gas Blood Gas:

PH: 7,415 PCO2: 28,6 PO2: 221,3

HCO3: 17,9 BE: - 6,7

O2 Sat: 99,5 CTCO2: 18,8

A: Masalah belum teratasi

P: Rencana keperawatan dilanjutkan, Ventilator dihentikan

pemberian oksigen diganti melalui T Piece.

4/12/2001 3. Resiko tinggi terhadap

infeksi b.d trauma

jaringan, kulit rusak,

prosedur invasif.

S:

O:

TTV stabil TD berkisar antara 140/80 - 150/100, nadi:

72 - 80 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit. suhu : 36,8 –

37,5 C.

Hasil lab:

Hb: 10,4 Leko: 13,5 Trombo: 156 PCV:

0,31

Cairan drain kepala warna merah, luka dikaki

merembes cairan (serum) warna kemerahan.

A: masalah belum teratasi

P: rencana tindakan dilanjutkan

5/12/2001 Perubahan perfusi

jaringan serebral

berhubungan dengan

hemoragi/ hematoma;

edema cerebral.

S: -

O:

GCS: 2 x 4 pupil isokor reaksi cahaya +/+

TTV stabil TD berkisar antara 140/80 - 150/100, nadi:

72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit, suhu : 36,6 –

37,5 C.

A: masalah belum teratasi

P: rencana tindakan dilanjutkan

22

5/12/2001 Pola napas tidak efektif

berhubungan dengan

kerusakan neurovaskuler

(cedera pada pusat

pernapasan otak).

S: -

O:

TTV stabil TD berkisar antara 140/80 - 150/100, nadi:

72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit. Napas spontan,

tidak tampak sianosis.

Klien dipasang tracheostomi

A: Masalah belum teratasi

P: Rencana keperawatan no 1, 3, 4, 5, 6, 7 dilanjutkan,

pemberian oksigen diganti melalui masker 6 l/menit.

5/12/2001 Resiko tinggi terhadap

infeksi b.d trauma

jaringan, kulit rusak,

prosedur invasif.

S: -

O:

TTV stabil TD berkisar antara 140/80 - 150/100, nadi:

72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit.

Klien dipasang tracheostomi

Influs plebitis

A: Masalah belum teratasi

P: Rencana keperawatan dilanjutkan

Catatan:

Tanggal 6/12/2001 klien dipindahkan ke ruang bedah F

23