kebutuhan luas lahan hutan kota bogor dengan pendekatan kebutuhan oksigen
DESCRIPTION
Kota merupakan pusat aktifitas penduduk. Salah satu permasalahan lingkungan hidup perkotaan adalah perkembangan populasi manusia yang pesat dan jumlah kendaraan umum (angkot) semakin banyak. Pembangunan dan pengembangan kota cenderung mengarah pada alih fungsi lahan yang salah satu dampaknya adalah berkurangnya lahan bervegetasi (pohon) sebagai penghasil oksigen disertai dengan peningkatan gas buang dari kendaraan umum yang akan mengurangi kualitas lingkunganTRANSCRIPT
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
KEBUTUHAN LUAS LAHAN HUTAN KOTA BOGOR
DENGAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSIGEN
BIDANG KEGIATAN:
PKM-GT
Diusulkan oleh:
Ketua : Nur Illiyyina Syarif E14063341 Angkatan 2006
Anggota : Syampadzi Nurroh E14050515 Angkatan 2005
R. Rodlyan Ghufrona E44052421 Angkatan 2005
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
RINGKASAN
KEBUTUHAN LUAS LAHAN HUTAN KOTA BOGOR DENGAN
PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSIGEN
Nur Illiyyina Syarif, Syampadzi Nurroh, dan R Rodlyan Ghufrona
Kota merupakan pusat aktifitas penduduk. Salah satu permasalahan
lingkungan hidup perkotaan adalah perkembangan populasi manusia yang pesat
dan jumlah kendaraan umum (angkot) semakin banyak. Pembangunan dan
pengembangan kota cenderung mengarah pada alih fungsi lahan yang salah satu
dampaknya adalah berkurangnya lahan bervegetasi (pohon) sebagai penghasil
oksigen disertai dengan peningkatan gas buang dari kendaraan umum yang akan
mengurangi kualitas lingkungan. Permasalahan tersebut terdapat di Kota Bogor
yang merupakan wilayah penyangga bagi ibukota yang mempunyai
kecenderungan tingkat polusi udara yang tinggi.
Pohon menghasilkan O2 (oksigen) yang sangat dibutuhkan oleh manusia
dan makhluk hidup lainnya dalam proses pernapasan (respirasi) dan mengabsorpsi
CO2 selama proses fotosintesis dan menyimpannya sebagai materi organik dalam
biomassa tanaman (Brown 1997). Diperkirakan jumlah CO2 di atmosfer
meningkat sekitar 25%, pohon mampu menyerap CO2 dalam daur hidupnya
sebanyak 1 ton (Jalal 2007). Selain itu, dapat juga mengabsorpsi karbondioksida
yang menjadi penyokong kehidupan manusia.
Udara yang mengandung oksigen digunakan oleh mahluk hidup dalam
proses pembakaran bahan bakar (respirasi) di dalam tubuh organisme untuk
menghasilkan energi. Manusia membutuhkan oksigen sekitar 67% sedangkan
setiap manusia mengkonsumsi oksigen sebesar 600 liter/hari atau 840 gram/hari
(Gerakis 1974 dalam Wisesa 1988). Dengan meningkatnya pembangunan dan
jumlah penduduk serta jumlah kendaraan umum (angkot) di Kota Bogor akan
mengakibatkan terjadinya penurunan luas lahan hutan yang digunakan untuk
pemukiman dan peningkatan gas buangan CO2 ke udara. Apabila hutan semakin
berkurang sehingga fungsi pohon untuk mengabsorpsi CO2 yang ada di udara
akan semakin menurun sebagai akibat tidak adanya proses fotosintesis pada
tumbuhan yang mengikat CO2.
Tercatat pada tahun 2008 jumlah penduduk Kota Bogor sebanyak 955.860
orang (Somia 2008). Jumlah kendaraan umum yang saat ini tahun 2009 tercatat
sebanyak 3.455 unit dengan 29 trayek, sedangkan pada tahun 2005 yaitu 22 trayek
sebanyak 2.768 unit (Ratih dan Suprihadi 2005), yang berimplikasi meningkatnya
kadar CO2 di udara.
Mempertimbangkan asupan oksigen yang dibutuhkan manusia dan
kendaraan umum, maka perlu dilakukan kajian tentang luasan lahan hutan yang
berkaitan dengan hutan bervegetasi. Penentuaan luas hutan kota berdasarkan
kebutuhan oksigen (Gerakis 1974 dalam Wisesa 1988) dengan menggunakan
rumus : (54)(0,9375)
At BtLt
Dimana:
Lt = luas hutan kota pada tahun ke-t
At = jumlah kebutuhan oksigen bagi penduduk pada tahun ke-t
Bt = jumlah kebutuhan oksigen bagi kendaraan bermotor pada tahun ke-t
54 = konstanta yang menunjukkan bahwa 1 m² luas lahan menghasilkan 54
gram berat kering tanaman per hari
0,9375 = konstanta yang menunjukkan bahwa 1 gram berat kering tanaman
adalah setara dengan produksi oksigen 0,9375 gram
Lt = 802.922.400 gram/hari + 480.245.000 gram/hari = 2534,65 Ha.
(54) (0,9375)
Kebutuhan oksigen penduduk Kota Bogor berdasarkan pendekatan jumlah
penduduk 955.860 orang pada tahun 2008, Kota Bogor memiliki luas 11.850 ha
dan jumlah kendaraan umum (angkot) sebesar 3.455 unit. Jadi luas minimal hutan
yang bervegetasi seluas 2534,65 Ha. Sesuai dengan instruksi Menteri Dalam
Negeri Nomor 14 tahun 1988, bahwa 40% dari wilayah perkotaan harus
merupakan kawasan hijau dan sisanya merupakan kawasan terbangun sehingga
luas kawasan hijau di kota bogor seluas 11.850 ha persentase 40 % sebesar 4740
ha. Luas hutan 2534,65 ha ini belum memasukan faktor lainnya seperti daerah
industrial, kendaraan beban, kendaraan pribadi dan sepeda motor. Sedangkan
menurut Peraturan Pemerintah Nomor 63 tahun 2002 tentang hutan kota, luas
hutan kota adalah paling sedikit 10% dari luas perkotaan (Suriamiharja 2005).
Menurut Endes (1992), bentuk hutan kota dapat dikelompokan menjadi empat
bentuk yaitu taman kota, kebun atau perkarangan, jalur hijau, dan hutan. Oleh
karena itu, diperlukan peran pemerintah untuk menentukan luas minimal lahan
hutan agar terjadi keseimbangan antara luas lahan hutan dengan jumlah oksigen
yang dibutuhkan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota merupakan suatu tempat yang dihuni oleh masyarakat dimana
mereka dapat bersosialisasi serta tempat melakukan aktifitas sehingga perlu
dikembangkan untuk menunjang aktivitas fisik dan spiritual yang semakin
meningkat. Padatnya penduduk di suatu perkotaan sangat mempengaruhi keadaan
lingkungan saat ini. Kebutuhan penduduk akan tempat tinggal (pemukiman) yang
semakin bertambah dapat mengakibatkan luas hutan di kota semakin berkurang.
Oleh karena itu, sangat dibutuhkan perhatian serta kesadaran masyarakat maupun
pemerintah untuk dapat melakukan pola perencanaan yang terarah dan memadai
seperti pembangunan dan pengembangan hutan kota dalam rangka semakin
meningkatnya jumlah penduduk di kota serta semakin banyaknya jumlah
angkutan umum khususnya angkot di Kota Bogor.
Jumlah angkot di Kota Bogor hingga 2008 sebanyak 3.455 unit dengan 29
trayek, sedangkan pada 2006 jumlah angkotnya sebanyak 3.506 angkot dengan 22
trayek 2.768 unit angkot pada tahun 2005. Angka ini menyebabkan polusi besar di
Kota Bogor dan merupakan salah satu penyebab global warming yang saat ini
marak dibicarakan. Oleh karenanya, maka diperlukan luas hutan dapat berupa
hutan kota, hutan rakyat, kebun raya, hutan raya dan halaman rumah (Endes 1992)
yang dapat mengimbangi jumlah karbon yang ada di atmosfer sebagai bentuk
pencemaran udara agar kondisi lingkungan tetap stabil dan kebutuhan konsumen
akan oksigen dapat tercukupi.
Agar pembaca dapat memahami pentingnya pembangunan hutan kota
untuk mengimbangi kebutuhan oksigen penduduk khususnya Kota Bogor karena
setiap tahun terjadi peningkatan pembangunan yang berdampak pada alih fungsi
lahan dan juga mengakibatkan terjadi peningkatan jumlah kendaraan khususnya
angkot (angkutan kota) sehingga terjadi peningkatan emisi yang menyebabkan
pencemaran udara serta kendaraan bersaing dengan manusia untuk memanfaatkan
oksigen. Keseimbangan ketersediaan lahan bervegatasi, dilakukan dengan
menghitung ketersediaan dan kebutuhan oksigen.
1.2 Maksud dan Tujuan
Tulisan ini memiliki tujuan untuk menentukan luas lahan hutan minimal
dalam menyediakan kebutuhan oksigen untuk memenuhi kebutuhan manusia dan
kendaraan umum (angkot) serta mengabsorpsi gas buangan CO2.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan kota yang merupakan suatu hamparan lahan yang bertumbuhan
pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah
negara maupun tanah hak yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang
berwenang (PP No. 63 tahun 2002).
Sesuai dengan peruntukannya, hutan kota dapat dibangun dalam beberapa
bentuk di antaranya yaitu, ruang hijau pertamanan kota, ruang hijau rekreasi kota,
ruang hijau stadion olah raga, ruang hijau pemakaman, ruang jalur hijau (green
belt), ruang hijau taman hutan raya, ruang hijau kebun binatang, ruang hijau hutan
lindung, ruang hijau penggunaan lain (APL), ruang hijau kebun raya, dan ruang
hijau kebun dan halaman di lingkungan perumahan, perkantoran, pertokoan,
pabrik, terminal, dan sebagainya (Endes 1992).
Hutan kota memiliki multi fungsi sebagai identitas kota, pelestarian
plasma nutfah, penahan dan penyaring partikel padat dari udara, penyerap dan
penjerap partikel timbal dan debu industri, peredam kebisingan, mengurangi
bahaya hujan asam, penyerap karbon monoksida, penyerap karbondioksida dan
penghasil oksigen, penahan angin, penyerap dan penapis bau, mengatasi
penggenangan, mengatasi instrusi air laut, produksi terbatas, ameliorasi iklim,
pengelolaan sampah, pelestarian air tanah, penapis cahaya silau, meningkatkan
keindahan, habitat burung, mengurang stres, mengamankan pantai terhadap
abrasi, merupakan daya tarik domestik maupun mancanegara, serta sarana hobi
dan pengisi waktu luang (Samsoedin dan Subiandono 2007).
Secara rataan, dalam setiap pohon dapat menyerap karbon sebanyak 1 ton.
Dari data yang didapatkan, setiap manusia memerlukan oksigen sebanyak 175,244
kg/tahun. Pohon sehat dengan tinggi sekitar 9,75 meter mampu menghasilkan
oksigen sebanyak 118,040 kg/tahun (Jalal 2007). Dalam 1 (satu) acre pepohonan
bisa mencukupi oksigen untuk kebutuhan 18 (delapan belas) orang dan menyerap
karbondioksida dari mobil yang berjalan sekitar 26.000 mil atau sekitar 41.834
km. Pohon besar menyerap kira-kira sebesar 120-240 pounds partikel kecil atau
gas polutan. Hanya tumbuhanlah yang menghasilkan oksigen di bumi ini sehingga
sewajarnya melestarikannya.
Karbondioksida CO2 merupakan salah satu gas rumah kaca dan karena
berfungsi sebagai perangkap panas di atmosfer, menyebabkan terjadinya
pemanasan global dan perubahan iklim. Konsentrasi CO2 di atmosfer meningkat
dramatis sejak dimulainya revolusi industri, dimana berdasarkan pengukuran
Mauna loa, CO2 di atmosfer meningkat sekitar 31 % dari 288 ppm pada masa pra-
revolusi menjadi 378 ppm pada tahun 2004 (Keeling dan Whorf 2004 dalam
Heriansyah 2004).
Termasuk dalam kategori mobil berpenumpang kecil, berbahan bakar
bensin. Dengan demikian, menurut Wisesa (1988) kendaraan penumpang
membutuhkan oksigen sebesar 11,63 kg/jam.
Menurut Bernatzky (1978) pohon dengan tinggi 25 m dan diameter tajuk
15 m, akan mempunyai luas tutupan tajuk 160 m² dan luas permukaan daun
sebesar 1600 m², akan menghasilkan oksigen sebanyak 1712 gram. Sedangkan
untuk 1 ha lahan hijau dengan total luas permukaan daun 5 ha akan membutuhkan
900 kg CO2 untuk melakukan fotosintesis selama 12 jam, dan pada waktu yang
sama akan menghasilkan 600 kg O2.
Selain manusia, kendaraan bermotor juga membutuhkan oksigen untuk
proses pembakaran bahan bakar. Jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
pembakaran tersebut tergantung pada beberapa faktor, yaitu jenis bahan bakar
yang digunakan, jumlah bahan bakar yang dibutuhkan, daya kendaraan, dan
lamanya waktu pemakaian (Arismunandar 1980).
BAB III
METODE PENULISAN
3.1. Pengumpulan Data dan Informasi
Pengumpulan data dan informasi yang mendukung penulisan diperoleh
dengan melakukan penelusuran pustaka, pencarian data melalui internet dan
sumber-sumber lain yang relevan. Data dan informasi yang digunakan yaitu data
dari skripsi, laporan praktikum, majalah, media elektronik, dan beberapa pustaka
yang relevan. Teknik pengumpulan data yang dilakukan antara lain :
1. Studi kepustakaan yang dilakukan sebelum dilaksanakannya analisis data
sebagai bahan pertimbangan dan wawasan penulis tentang lingkup kegiatan
dan konsep-konsep yang tercakup dalam penulisan.
2. Data referensi sebagai acuan untuk melakukan pembahasan analisis dan
sintesis data-data yang diperoleh sehingga dapat dikembangkan untuk mencari
kesatuan materi untuk memperoleh solusi dan kesimpulan.
3.2. Pengolahan Data dan Informasi
Beberapa data dan informasi yang diperoleh pada tahap pengumpulan data
dan diolah dengan metode analisis deskriptif berdasarkan data sekunder.
3.3. Analisis dan Sintesis
Data-data yang telah diperoleh kemudian dianalisis dan kemudian
dijadikan acuan dalam membuat sistesis. Analisis yang dilakukan meliputi aspek-
aspek sebagai berikut.
1. Data mengenai jumlah penduduk Kota Bogor
2. Data mengenai jumlah angkot Kota Bogor
3. Bentuk luas lahan hutan berupa hutan kota seperti taman kota, kebun halaman
dan kebun raya
4. Data kemampuan pohon untuk menghasilkan oksigen
5. Hubungan antara kebutuhan oksigen untuk penduduk dan kendaraan umum
(angkot)
6. Polutan/emisi yang dikeluarkan oleh aktivitas kendaran umum (angkot)
7. Hubungan kemampuan pohon untuk menghasilkan oksigen dengan kebutuhan
oksigen unutk penduduk dan kendaraan umum.
BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS
4.1 Analisis
4.1.1 Gambaran Umum Kota Bogor
Kota Bogor terletak di antara 106°43’30”BT - 106°51’00”BT dan
30’30”LS – 6°41’00”LS dengan jarak dari ibu kota 54 km. Dengan ketinggian
minimum 190 meter dan maksimum 330 meter di atas permukaan laut. Kota
Bogor terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan yang berbatasan dengan:
Sebelah utara : Wilayah kecamatan Kemang, Kecamatan Bojong Gede, dan
Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor.
Sebelah Barat : Wilayah Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Ciomas,
Kabupaten Bogor.
Sebelah Timur : Wilayah Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi,
Kabupaten Bogor
Sebelah Selatan : Wilayah Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin,
Kabupaten Bogor
4.1.2 Data Jumlah Penduduk
Data penduduk Kota Bogor tercatat pada tahun 2003 sebesar 834.000
orang, sedangkan pada tahun 2008 jumlah penduduk Kota Bogor sebanyak
955.860 orang (Somia 2008).
4.1.3 Data Luas Wilayah Kota Bogor
Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118,5 km² atau sekitar 11.850 Ha.
4.1.4 Data Jumlah Angkot Kota Bogor
Jumlah angkot di Kota Bogor hingga 2008 sebanyak 3.455 unit dengan 29
trayek, sedangkan pada 2006 jumlah angkotnya sebanyak 3.506 angkot dengan 26
trayek, dan pada tahun 2005 terdapat 2.768 unit angkot dengan trayek 22 (Ratih
dan Suprihadi 2005).
Tabel 1 Jumlah mobil angkutan kota
Tahun Jumlah angkutan kota (unit) Trayek
2005 2.768 22
2006 3.506 28
2008 3.455 29
4.1.5 Bentuk-Bentuk Hutan Kota
Menurut instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 tahun 1988, bahwa
40% dari wilayah perkotaan harus merupakan kawasan hijau dan sisanya
merupakan kawasan terbangun. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor
63 tahun 2002 tentang hutan kota, luas hutan kota adalah paling sedikit 10% dari
luas perkotaan. Bentuk hutan kota dapat berupa taman kota, kebun atau
perkarangan, jalur hijau, dan hutan.
4.1.6 Data Kemampuan Pohon Untuk Menghasilkan Oksigen
Secara rataan, dalam daur hidupnya setiap pohon dapat menyerap ha
pepohonan bisa mencukupi oksigen untuk kebutuhan 18 (delapan belas) orang dan
menyerap karbondioksida dari mobil yang berjalan sekitar 41.834 km. Pohon
besar menyerap kira-kira sebesar 120-240 pounds partikel kecil tau gas polutan.
Hanya tumbuhanlah yang menghasilkan oksigen di bumi ini (Jalal 2007).
Menurut Bernatzky (1978) pohon dengan tinggi 25 m dan diameter tajuk
15 m, akan mempunyai luas tutupan tajuk 160 m² dan luas permukaan daun
sebesar 1600 m², akan menghasilkan oksigen sebanyak 1712 gram. Sedangkan
untuk 1 ha lahan hijau dengan total luas permukaan daun 5 ha akan membutuhkan
900 kg CO2 untuk melakukan fotosintesis selama 12 jam, dan pada waktu yang
sama akan menghasilkan 600 kg O2.
4.1.7 Hubungan antara jumlah penduduk dan emisi yang dikeluarkan
Kendaran Umum (Angkot)
Udara yang mengandung oksigen oleh mahluk hidup digunakan untuk
proses pembakaran bahan bakar (respirasi) di dalam tubuh organisme untuk
menghasilkan energi agar dapat bertahan hidup. Oksigen sangat dibutuhkan oleh
manusia sekitar 67% dari tubuh manusia dan setiap manusia mengkonsumsi
oksigen dalam jumlah yang sama sebesar 600 liter/hari atau 840 gram/hari
(Gerakis 1974 dalam Wisesa 1988). Dengan meningkatnya perkembangan
pembangunan dan penduduk di Kota Bogor, terjadi penurunan luas lahan hutan
digunakan untuk pemukiman sehingga semakin berkurang lahan hutan atau
vegetasi. Peningkatan kendaraan umum (angkot) dan jumlah penduduk akan
berimplikasi pada peningkatan gas buangan CO2 dan/atau CO ke udara. Tercatat
pada tahun 2008 jumlah penduduk Kota Bogor sebanyak 955.860 orang (Somia
2008). Dengan semakin meningkatnya populasi penduduk, maka berdampak juga
terhadap produktivitas pohon dan berpengaruh terhadap kualitas udara yang
mengandung oksigen karena pencemaran udara yang disebabkan kendaraan
umum khususnya angkot. Jumlah angkot di Kota Bogor hingga 2008 sebanyak
3.455 unit dengan 29 trayek, sedangkan pada 2006 jumlah angkotnya sebanyak
3.506 angkot dengan 22 trayek 2.768 unit angkot pada tahun 2005 yang beroperas
(Ratih dan Suprihadi 2005) Data yang diperoleh emisi yang dikeluarkan oleh satu
kendaraan (angkot) sebesar 252 ton/ha (Andrea 2008). Angka ini menyebabkan
polusi besar di Kota Bogor dan merupakan salah satu penyebab global warming
yang menjadi isu dunia.
4.2 Sintesis
4.2.1 Implementasi kebutuhan oksigen untuk manusia berdasarkan
jumlah penduduk
Pendekatan Kebutuhan oksigen tiap orang sebesar 600 liter/hari atau 840
gram oksigen/hari. Kebutuhan tersebut dapat dipenuhi jika suply oksigen dari
produsen oksigen yaitu pohon/tumbuhan tercukupi. Berarti jumlah pohon dalam
satuan luas terjaga. Jumlah penduduk Kota Bogor sebanyak 955.860 orang pada
tahun 2008. sehingga jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan oksigen sebesar 802.922,4 kg/hari sedang satu pohon dengan tinggi 10
m mampu menghasilkan oksigen pertahun sebesar menghasilkan oksigen
sebanyak 118,04 kg/tahun atau 0,3 kg/hari. Sehingga didapat kebutuhan luas
hutan minimal dengan pendekatan kebutuhan oksigen yang dihasilkan oleh pohon
sebanyak 2.676.408 pohon.
Kota Bogor memiliki luas 11.850 ha sehingga kebutuhan luas minimal
hutan berdasarkan jumlah pohon untuk menghasilkan oksigen sebanyak 2.676.408
pohon, oleh karena itu, luas minimal hutan yang dibutuhkan sebesar 225, 857
Pohon/ha atau sekitar 226 Pohon/ha. Asumsi dalam dunia kehutanan bahwa jarak
tanam pohon 3 m x 3 m sehingga dalam 1 ha sebanyak 1111,1 pohon. Jadi luas
minimal hutan sebesar 2408, 8 ha, sebagai pembanding bahwa luas Kebun Raya
Bogor sebesar 87 ha, kebun raya ini merupakan contoh hutan kota. Berdasarkan
instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 tahun 1988, bahwa 40% dari wilayah
perkotaan harus merupakan kawasan hijau dan sisanya merupakan kawasan
terbangun sehingga luas kawasan hijau sebesar 4740 ha.
4.2.2 Implementasi keseimbangan produksi oksigen dengan
pencemaran udara yang dihasilkan oleh kendaraan umum
(angkot)
Jumlah angkot pada tahun 2005 sebesar 22 trayek 2.768 unit, pada tahun
2006 bertambah menjadi 3.506 angkot dan Jumlah angkot pada tahun 2008
mencapai 3.455 unit dengan 29 trayek. Menurut Andreas (2008) menyebutkan
bahwa emisi yang dikeluarkan oleh kendaran umum (angkot) sebesar 252
ton/tahun dan Wisesa (1988) kebutuhan oksigen untuk kendaraan penumpang
sebesar 11,63 kg/jam. Keadaan ini sangat dramatis karena kendaraan umum
(angkot) sangat diperlukan untuk memenuhi keperluan sehari-hari tetapi
bahayanya sangat nyata karena mengeluarkan gas buangan/ emisi sebesar 252 ton
CO/tahun dan memerlukan asupan oksigen sebesar 11,63 kg/jam. Angkot tidak
hanya mengeluarkan emisi tetapi bersaing dengan manusia untuk menghirup
oksigen.
Berdasarkan data emisi maka jumlah angkot sebanyak 3.455 unit sebesar
870.660 ton CO/tahun. Jika berdasarkan pendekatan kebutuhan oksigen dengan
jumlah penduduk diperoleh luas hutan 2408,8 ha, maka pohon mampu menyerap
25,40 ton CO/tahun (Indriani 2008). Sehingga jumlah pohon mampu mengolah
karbon sebesar 34.277,9 atau sekitar 34.278 pohon, sehingga luas untuk
menyeimbangkan karbon di udara sebesar 30,9 ha. Jumlah emisi ini hanya
memperhitungkan jumlah angkot sedangkan masih banyak kendaraan umum
lainnya seperti sepeda motor, mobil pribadi, bus umum, dan sebagainya.
Penggunaan oksigen untuk pembakar bahan bakar sebesar 11,63 kg/jam atau 139
kg/hari untuk satu mobil jika terdapat 3.455 maka jumlah totalnya 480.245 kg/hari
sedangkan pohon menghasilkan oksigen 0,3 kg/hari. Sehingga untuk memenuhi
kebutuhan oksigen untuk kendaraan umum (angkot) sebesar 1.600.816, 7 pohon.
Asumsi dalam dunia kehutanan bahwa jarak tanam pohon 3 m x 3 m sehingga
dalam 1 ha sebanyak 1111,1 pohon. Jadi luas minimal hutan sebesar 1440,75 ha
4.2.3 Implemetasi jumlah pohon atau luas lahan hutan dengan
pendekatan kebutuhan oksigen manusia dan kendaraan
berdasarkan jumlah penduduk dan kendaran bermotor
Penentuan luas hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen (Gerakis, 1974
dalam wisesa 1988) dengan menggunakan rumus : Lt = At + Bt
(54) (0,9375)
Lt = luas hutan kota pada tahun ke-t
At = jumlah kebutuhan oksigen bagi penduduk pada tahun ke-t
Bt = jumlah kebutuhan oksigen bagi kendaraan bermotor pada tahun ke-t
54 = konstanta yang menunjukkan bahwa 1 m² luas lahan
menghasilkan 54 gram berat kering tanaman per hari
0,9375 = konstanta yang menunjukkan bahwa 1 gram berat kering tanaman adalah
setara dengan produksi oksigen 0,9375 gram
Lt = 802.922.400 gram/hari + 480.245.000 gram/hari = 2534,65 Ha.
(54) (0,9375)
Jadi kebutuhan oksigen penduduk Kota Bogor berdasarkan pendekatan
jumlah penduduk 955.860 orang pada tahun 2008, Kota Bogor memiliki luas
11.850 ha, dan jumlah kendaraan umum (angkot) sebesar 3.455 unit. Hutan yang
bervegetasi seluas 2534, 65 Ha. Sesuai dengan Berdasarkan instruksi Menteri
Dalam Negeri Nomor 14 tahun 1988, bahwa 40% dari wilayah perkotaan harus
merupakan kawasan hijau dan sisanya merupakan kawasan terbangun
(Suriamiharja 2005) sehingga luas kawasan hijau di kota Bogor seluas 11.850 ha
persentase 40 % sebesar 4740 ha. Luas hutan 2534,65 ha ini belum memasukan
faktor lainnya seperti industrial, sepeda motor, dan kendaraan beban.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Perkembangan jumlah penduduk, sarana dan prasaranan yang terjadi di Kota
Bogor mengakibatkan alih fungsi kawasan hutan sehingga terjadi peningkatan
CO2 oleh angkutan umum (angkot) yang mengakibatkan peningkatan polusi di
Kota Bogor. Diperlukan luas hutan untuk menjaga keseimbangan ketersediaan
lahan bervegatas dalam penyediaan dan kebutuhan oksigen. Dengan
memperhatikan luas kota bogor 11.850 ha dan jumlah penduduk 955.860 orang
pada tahun 2008 serta jumlah kendaraan umum (angkot) 3.455 unit maka
diperlukan jumlah pohon 2.676.408 pohon untuk kebutuhan manusia dan
kendaraan umum (angkot) dan 34.278 pohon untuk mengabsorpsi CO2 hasil
emisi. Secara Luas kawasan hutan sebesar 2534,65 ha, luas hutan tersebut daapt
berupa hutan kota, hutan rakyat, kebun raya, hutan raya dan juga halaman rumah.
Hutan tersebut dapat mengimbangi jumlah karbon yang ada di atmosfer sebagai
bentuk pencemaran udara dan kebutuhan oksigen, agar kondisi lingkungan tetap
seimbang dan kebutuhan oksigen dapat tercukupi.
5.2. Saran
Pembangunan dan kemajuan jaman adalah hal yang tidak dapat dicegah,
begitu pula dengan perkembangan pembangunan di Kota Bogor. Namun
kemajuan pembangunan tersebut harus sejalan dengan perencanaan dan
pengembangan kota. Oleh karena itu, pemerintah perlu membuat kebijakan berupa
perencanaan hutan kota serta membatasi laju perkembangan pembangunan yang
terjadi, baik dari peningkatan pembangunan maupun jumlah angkutan umum
khususnya angkot yang mengakibatkan ketidakseimbangan antara jumlah karbon
yang ditimbulkan, kebutuhan oksigen manusia dengan luas lahan hutan yang
berimplikasi pada pemanasan global dan penurunan kesehatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Andreas. 2008. Hari aksi global untuk keadilan iklim.
http://sarekathijauindonesia.org [1 Maret 2008].
[Anonim]. 2007. Insentif cegah deforestasi (biaya karbon enam kali nilai hutan).
http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0703/29/humaniora.htm [22 Februari
2009]
Arismunandar W, Tsuda K. 1976. Motor Diesel Putaran Tinggi. Jakarta: Pradnya
Paramita.
Bernatzky A. 1978. Tree Ecology and Preservation. Amsterdam-Oxford-New
York: Elsevier Scientivic Publishing Company..
Dahlan EN. 1992. Hutan Kota untuk Pengelolaan Lingkungan Hidup di
Perkotaan. Jakarta: APHI.
Heriyansyah I. 2004. Potensi tanaman industri dalam mensequerter karbon: studi
kasus di hutan tanaman Akasia dan Pinus [Skripsi]. Bogor: Departmen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor.
Jalal. 2007. Gerakan lingkungan penanaman pohon untuk mengurangi dampak
pemanasan global. http://www.csrindonesia.com/data/articles/-a.pdf [22
Pebruari 2009].
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 2000. Sumberdaya Lahan Indonesia dan
Pengelolaannya. Bogor: Puslit Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Ratih, Suprihadi. 2005. Angkot di Bogor bukan biang kemacetan. Harian
Kompas, edisi 4 Februari 2005.
Pemerintah Indonesia. 2002. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63
Tahun 2002 tentang Hutan Kota. Jakarta.
Samsoedin I, Subiandono E. 2007. Pembangunan dan pengelolaan hutan kota.
http://www.dephut.go.id/files/ismayadi.pdf [22 Februari 2009].
Somia. 2008. Letak Kota Bogor. http://www.bogoronline.com [28 Pebruari
2009].
Wisesa SPC. 1998. Studi Pengembangan Hutan Kota di Wilayah Kotamadya
Bogor [Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.