analisis kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan kebutuhan oksigen (studi kasus kota semarang)

36
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang) HANIFAH NURHAYATI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Upload: hanifah-nurhayati

Post on 21-Nov-2014

3.643 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

SKRIPSI: Hanifah Nurhayati 20 Juni 2012

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU

BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN

(Studi Kasus Kota Semarang)

HANIFAH NURHAYATI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 2: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

ABSTRACT

HANIFAH NURHAYATI, Analysis of Green Open Space Requirement Based on Oxygen

Demand (Case Study: Semarang City). Supervised by YON SUGIARTO.

Land use change from vegetation area to urban area disturbs the ecological balance of the city,

for example the needs for oxygen and climatic conditions of the city. This study aims to determine

the coverage area of green open space required in Semarang in 2015, 2020 and 2025 based on

oxygen needs and to assess the influences of green open space changes in Semarang toward the

climatic conditions. Analysis in this study uses the equation Gerarkis. The results showed that the

Semarang currently has a wide open green space area of 15621 Ha or 42% of Semarang. In 2020,

green open spaces in the city of Semarang is predicted to be 14804 Ha. The decreasing of green

open space in Semarang has impacts on climate condition such as the increasing of average air

temperature, decreasing of average relative air humidity, decreasing of rainfall intensity and

decreasing of solar radiation.

Keywords: Land use change, Green open space, Oxygen, Climate condition.

Page 3: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

ABSTRAK

HANIFAH NURHAYATI, Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Kebutuhan

Oksigen (Studi Kasus Kota Semarang). Dibimbing oleh YON SUGIARTO.

Alih fungsi lahan dari kawasan bervegetasi menjadi kawasan terbangun menganggu

keseimbangan ekologi kota, misalnya terhadap kebutuhan oksigen dan kondisi iklim kota.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan luas ruang terbuka hijau yang dibutuhkan Kota

Semarang tahun 2015, tahun 2020 dan tahun 2025 berdasarkan kebutuhan oksigen serta untuk

mengkaji pengaruh perubahan luas ruang terbuka hijau Kota Semarang terhadap keadaan iklim

kota. Analisis pada penelitian ini menggunakan persamaan Gerarkis. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa Kota Semarang saat ini memiliki luas ruang terbuka hijau 15621 Ha atau

42% dari luas Kota Semarang. Pada tahun 2020, ruang terbuka hijau Kota Semarang diprediksi

seluas 14804 Ha. Pengurangan luasan ruang terbuka hijau di Kota Semarang dari tahun ke tahun

berdampak pada iklim Kota Semarang yaitu terjadinya peningkatan suhu udara rata-rata,

penurunan kelembaban relatif udara rata-rata, penurunan intensitas curah hujan rata-rata dan

penurunan radiasi surya rata-rata yang sampai ke permukaan Kota Semarang.

Kata kunci: Alih fungsi lahan, Ruang terbuka hijau, Oksigen, Kondisi iklim.

Page 4: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU

BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN

(Studi Kasus Kota Semarang)

HANIFAH NURHAYATI

G24080013

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 5: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

Judul : Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan

Kebutuhan Oksigen (Studi Kasus Kota Semarang)

Nama : Hanifah Nurhayati

NIM : G24080013

Menyetujui,

Pembimbing

Yon Sugiarto, S.Si, M.Sc

NIP. 19740604 199803 1 003

Mengetahui,

Ketua Departemen

Geofisika dan Meteorologi

Dr. Ir. Rini Hidayati, MS

NIP. 19600305 198703 2 002

Tanggal Lulus :

Page 6: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan kasih sayangNya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau

berdasarkan Kebutuhan Oksigen (Studi Kasus Kota Semarang). Tidak lupa sholawat serta salam

penulis haturkan kepada nabi besar Muhammad SAW. Semoga ajarannya selalu menerangi

kehidupan ini.

Penulis menyadari keterlibatan banyak pihak dalam penyelesaian penelitian ini, baik itu yang

memberikan masukan, kritik maupun bantuan material dan spiritual. Karena itu dalam kesempatan

ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak dan Ibu tercinta, Mbak Lis dan keluarga, Mbak Santi dan keluarga, serta seluruh

keluarga besarku yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, dukungan, perhatian,

kesabaran dan pengorbanannya, semoga Allah SWT membalas dengan surga-Nya

2. Bapak Yon Sugiarto, S.Si, M.Sc atas segala bentuk bantuan, saran, nasihat dan bimbingan yang

telah diberikan

3. Bapak Dr. Ir. Impron, M. Agr, M.Sc dan Dr. Ir. Sobri Effendy, M.Si sebagai dosen penguji

dalam tugas akhir atas saran dan nasihat yang telah diberikan

4. Seluruh dosen dan staff departemen Geofisika dan Meteorologi IPB

5. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Semarang yang telah memberikan

bantuan berupa informasi dan data pendukung dalam penelitian ini

6. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota

Semarang dan Pusat atas pemberian data pendukung dalam penelitian ini

7. Saudara seperjuangan GFM 45 atas persaudaraan, persahabatan, kerjasama dan dukungan

yang luar biasa selama ini, khususnya Ferdy Aprihatmoko, Fauzan Nurrachman, dan Aulia

Maharani yang telah membantu dalam mendapatkan data serta proses pengolahan data

penelitian.

8. Seluruh mahasiswa departemen Geofisika Meteorologi atas persahabatan dan kerjasamanya

9. Seluruh teman-teman dari MAN 2 Kudus angkatan 2008, terimakasih atas dukungan dan

doanya, khususnya Dewi Masitoh dan Khusnul Syarifah yang telah membantu dalam

mendapatkan data penelitian

10. Teman-teman TPB dari asrama putri A2 lorong 5 (Fennyka, Mely, Dede, Rini, Putri, Sari, Sofi,

Hera dkk), B25, B26 atas persaudaraaan dan persahabatannya

11. Teman-teman kost Lukita (Mbak Siska, Eka, Nunung, Deti, Tiche, Nivi, Rosma) dan Wismaku

(Aulia, Dora, Diyah, Ari, Ditta) atas bantuan semangat dan doanya.

12. Teman-teman dari Keluarga Kudus Bogor atas persaudaraan, kerjasama, doa dan

dukungannya.

13. Teman-teman dari Global Citizen Corps (GCC) Indonesia, Youth Care About The Orphans

(Dewa, Fida, Fella, Ketty, Sintong, Dicky, Maria, Farrah, Ratna Dila, Dody, Fitra, Dilla Pera,

Mirna, Nae, Putri), Indonesian Climate Student Forum (Hijaz, Edo, Wengky, Noya, Ima, Ocha,

Zia, Mani, Dissa, Santi dkk), serta Earth Hour Bogor 2012 (Ruri, Emod, Sarah, Citra, Dewi,

dkk) atas persahabatan, persaudaraan, dan dukungannya selama ini.

14. Adik-adik asuh dari panti asuhan Permata Hati dan anak-anak didik dari SDN 1, SDN 3, dan

SDN 4 Darmaga, terima kasih atas kekeluargaan, kebahagiaan dan keceriaannya.

15. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak

dapat disebut satu per satu.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Masukan dan kritik yang

bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2012

Penulis

Page 7: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Hanifah Nurhayati, lahir di Desa Pasir,

Kabupaten Demak, Jawa Tengah pada tanggal 19 Desember 1989 dan

merupakan anak ke-tiga dari tiga bersaudara dari Bapak Sunarto dan Ibu

Martini.

Tahun 2008 penulis lulus dari MA Negeri 2 Kudus dan pada tahun

yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi

Masuk IPB (USMI). Penulis memilih program studi Meteorologi Terapan,

Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif disejumlah organisasi kemahasiswaan yakni

sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi (Himagreto) pada Departemen

Pengembangan Sumberdaya Mahasiswa serta Informasi dan Komunikasi tahun 2010-2012, dan

anggota Gentra Kaheman divisi angklung dan rampak sekar tahun 2008-2009.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Sains IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul

Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Kebutuhan Oksigen (Sudi Kasus Kota

Semarang), dibimbing oleh Yon Sugiarto, S.Si, M.Sc.

Page 8: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ..................................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ x

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................ xi

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1

1.2 Tujuan ........................................................................................................................... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH) ...................................................................... 2

2.2 Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH)........................................................ 2

2.3 Tipe Ruang Terbuka Hijau (RTH) ................................................................................ 3

2.4 Bentuk dan Kriteria Ruang terbuka Hijau (RTH) ......................................................... 3

2.5 Pengaruh RTH terhadap Keadaan Iklim ....................................................................... 4

2.6 Luasan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Pemenuhan Oksigen.................................. 4

III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................................... 5

3.2 Alat dan Bahan .............................................................................................................. 5

3.3 Metodologi Penelitian .................................................................................................. 5

3.3.1 Jenis Data .......................................................................................................... 5

3.3.2 Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data ......................................................... 5

3.3.3 Pengolahan Data ................................................................................................ 5

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Wilayah Kota Semarang ..................................................................... 7

4.1.1 Letak Geografis dan Topografis ........................................................................ 7

4.1.2 Iklim .................................................................................................................. 8

4.1.3 Hidrologi ............................................................................................................ 8

4.1.4 Permasalahan Kota Semarang ........................................................................... 9

4.2 Kebutuhan Luas RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Kota Semarang .................... 12

4.2.1 Ruang Terbuka Hijau ......................................................................................... 12

4.2.2 Kebutuhan Oksigen ........................................................................................... 13

4.2.3 Kebutuhan Luas RTH ....................................................................................... 16

4.3 Pengaruh RTH Terhadap Keadaan Iklim Kota Semarang............................................. 17

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 19

5.2 Saran ............................................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 20

LAMPIRAN .............................................................................................................................. 21

Page 9: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Bentuk dan kriteria komponen ruang terbuka hijau .......................................................... 4

2. Kebutuhan oksigen berdasarkan jenis kendaraan bermotor dan bahan bakar

minyak ............................................................................................................................... 6

3. Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km2) ...................................................... 8

4. Proyeksi jumlah penduduk dan kebutuhan oksigen yang dibutuhkan

penduduk Kota Semarang tahun 1985-2025 ....................................................................... 13

5. Proyeksi jumlah kendaraan bermotor berdasarkan jenisnya di Kota Semarang

tahun 1990-2025 ................................................................................................................. 14

6. Proyeksi kebutuhan oksigen kendaraan bermotor di Kota Semarang tahun

1990-2025 ........................................................................................................................... 14

7. Proyeksi jumlah hewan ternak berdasarkan jenisnya di Kota Semarang tahun

1990-2025 ........................................................................................................................... 15

8. Proyeksi kebutuhan oksigen hewan ternak Kota Semarang tahun 1990-2025 .................. 15

9. Proyeksi kebutuhan oksigen, luas RTH yang dibutuhkan untuk memenuhi

kebutuhan oksigen dan luas RTH yang tersedia di Kota Semarang tahun

1990-2025 ........................................................................................................................... 16

Page 10: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Peta topografi Kota Semarang tahun 1999 ......................................................................... 7

2. Grafik suhu dan RH bulanan Kota Semarang .................................................................... 8

3. Grafik CH dan radiasi matahari bulanan Kota Semarang .................................................. 8

4. Peta pembagian Bagian Wilayah Kota (BWK) Semarang .................................................. 10

5. Peta rencana struktur tata ruang Kota Semarang ................................................................ 11

6. Peta lokasi wilayah konservasi Kota Semarang .................................................................. 12

7. Peta penggunaan lahan di Kota Semarang .......................................................................... 13

8. Grafik suhu udara rata-rata bulanan dan persentase RTH Kota Semarang

tahun 1990-2007 ................................................................................................................. 17

9. Grafik kelembaban relatif udara rata-rata bulanan dan persentase RTH Kota

Semarang tahun 1990-2007 ................................................................................................ 18

10. Grafik curah hujan rata-rata bulanan dan persentase RTH Kota Semarang

tahun 1990-2007 ................................................................................................................ 18

11. Grafik radiasi surya rata-rata dan persentase RTH Kota Semarang tahun

1990-2007 ........................................................................................................................... 18

Page 11: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Data Suhu Udara Rata-Rata Bulanan (°C) Kota Semarang Tahun 1990-2007 ................... 22

2. Data Kelembaban Relatif Udara Rata-Rata Bulanan (%) Kota Semarang

Tahun 1990-2007 ................................................................................................................ 23

3. Data Curah Hujan Rata-Rata Bulanan (mm) Kota Semarang Tahun 1990-

2007 ................................................................................................................................. 24

4. Data Radiasi Surya Rata-Rata Bulanan (%) Kota Semarang Tahun 1990-2007................. 25

Page 12: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota merupakan suatu wilayah yang

dihuni oleh sejumlah orang atau masyarakat

dimana mereka saling bersosialisasi dan

melakukan aktivitas sehari-harinya. Kota

juga sebagai pusat berbagai aktivitas

manusia baik fisik maupun spiritual.

Padatnya penduduk di suatu perkotaan

sangat mempengaruhi kondisi lingkungan

kota tersebut. Semakin tinggi jumlah

penduduk maka kebutuhan penduduk akan

tempat tinggal juga semakin bertambah. Hal

ini diperparah dengan maraknya

pembangunan fisik kota. Kedua hal tersebut

memiliki kecenderungan untuk mengurangi

keberadaan ruang terbuka hijau pada suatu

kota. Menurut Saratri (1998) dalam Putro

(2009) pertumbuhan penduduk yang tinggi

di perkotaan menyebabkan meningkatnya

masalah-masalah sosial, ekonomi dan

perkembangan kota, misalnya peningkatan

pengangguran, peningkatan kriminalitas,

peningkatan pencemaran, menjamurnya

pedagang kaki lima, penurunan kualitas

permukiman, dan menyebarnya kemacetan

lalu lintas.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota

Semarang No. 7 Tahun 2007, Ruang

Terbuka Hijau (RTH) perkotaan adalah

bagian dari ruang-ruang terbuka (open

spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi

oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi guna

mendukung manfaat ekologis, sosial-budaya

dan arsitektural yang dapat memberikan

manfaat sosial ekonomi (kesejahteraan) bagi

masyarakatnya. Secara fisik RTH dapat

dibedakan menjadi RTH alami yang berupa

habitat liar alami, kawasan lindung dan

taman-taman nasional, maupun RTH non-

alami atau binaan seperti taman, lapangan

olah raga, dan kebun bunga. RTH memiliki

fungsi penting bagi kelestarian lingkungan

dan kenyamanan masyarakat yaitu dapat

meningkatkan kualitas air tanah, mencegah

banjir, mengurangi polusi udara, dan

menurunkan temperatur kota. Secara sosial-

budaya keberadaan RTH dapat memberikan

fungsi sebagai ruang interaksi sosial dan

sarana rekreasi.

Semarang sebagai kota besar di

Indonesia mengalami perkembangan yang

cukup pesat khususnya dalam bidang

pembangunan. Telah ditetapkan bahwa

Semarang memiliki Rencana Pembangunan

Jangka Pendek yaitu dalam kurun waktu 5

tahun dan Rencana Pembangunan Jangka

Panjang yaitu dalam kurun waktu 20 tahun.

Sejalan dengan itu pertambahan penduduk

juga semakin meningkat. Wilayah

pinggiran kota mempunyai pertumbuhan

penduduk yang lebih besar dibandingkan

wilayah perkotaan. Hal ini ditunjang

dengan adanya peningkatan akses ke pusat

kota (Santoso et al. 2009).

Peningkatan jumlah penduduk daerah

perkotaan menimbulkan tekanan yang

besar terhadap sumberdaya dan lingkungan

perkotaan. Salah satu dampak yang timbul

akibat peningkatan jumlah penduduk adalah

terjadinya konversi lahan yang semula

merupakan ruang tumbuh berbagai vegetasi

berubah menjadi ruang pemukiman dan

sarana pendukung kegiatan di perkotaan,

seperti: industri, perdagangan dan jalan raya.

Menurut Setyawati dan Sedyawati (2010)

konsentrasi penduduk di bagian wilayah

tertentu ditambah dengan adanya industri

dan perdagangan serta transportasi kota yang

padat menyebabkan tejadinya peningkatan

polusi udara di Kota Semarang.

Kota Semarang merupakan kota pantai

beriklim tropis kering dipengaruhi kondisi

lautan. Keadaan cuaca panas terik

merupakan problem lingkungan di Kota

Semarang. Permasalahan lingkungan

terutama kondisi iklim mikro di perkotaan

tidak terlepas dari keberadaan RTH. Untuk

mengatasi permasalahan tersebut maka perlu

dilakukan penelitian mengenai studi

pengembangan RTH Kota Semarang

terutama dalam pemenuhan kebutuhan

oksigen bagi penduduk kota serta untuk

mengatasi pencemaran udara yang

cenderung meningkat.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Menentukan luas ruang terbuka hijau

yang dibutuhkan Kota Semarang tahun

2015, tahun 2020 dan tahun 2025 yang

akan datang berdasarkan kebutuhan

oksigen untuk memberikan kenyamanan

bagi penduduk kota

2. Mengkaji pengaruh perubahan luas ruang

terbuka hijau Kota Semarang terhadap

keadaan iklim kota.

Page 13: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

2

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Ruang Terbuka Hijau

(RTH)

Definisi mengenai Ruang Terbuka Hijau

(RTH) sangatlah beragam, berdasarkan

Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14

Tahun 1988 tentang Penataan Ruang

Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan, ruang

terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota

atau wilayah yang lebih luas, baik dalam

bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk

area memanjang/jalur dimana di dalam

penggunaannya lebih bersifat terbuka tanpa

bangunan. Ruang terbuka hijau

pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau

tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara

alamiah ataupun budidaya tanaman seperti

lahan pertanian, pertamanan, perkebunan

dan sebagainya.

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri

No 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan,

dituliskan bahwa ruang terbuka hijau

perkotaan adalah bagian dari ruang terbuka

suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh

tumbuhan dan tanaman guna mendukung

manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi

dan estetika. Selanjutnya disebutkan pula

bahwa dalam ruang terbuka hijau

pemanfaatannya lebih bersifat pengisian

hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara

alamiah ataupun budidaya tanaman.

Perencanaan Ruang Terbuka Hijau

(RTH) berdasarkan pada pertimbangan dapat

terwujudnya keseimbangan, keserasian, dan

keselamatan bangunan gedung dengan

lingkungan di sekitarnya. Disamping itu,

juga mempertimbangkan terciptanya ruang

luar bangunan gedung dan ruang terbuka

hijau yang seimbang, serasi, dan selaras

dengan lingkungan di sekitarnya. Sebagai

bagian dari rencana tata ruang, maka

kedudukan RTH akan menjadi penentu

keseimbangan lingkungan hidup dan

lingkungan binaan. Rencana tata ruang

menjadi landasan dalam mengantisipasi

pesatnya perkembangan ruang-ruang

terbangun, yang harus diikuti dengan

kebijakan penyediaan ruang terbuka

(Samsudi 2010).

2.2 Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka

Hijau (RTH)

Departemen Dalam Negeri Republik

Indonesia mengeluarkan Instruksi Menteri

Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988

tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau

(RTH) di Wilayah Perkotaan, dengan tujuan

sebagai berikut :

a. Meningkatkan lingkungan hidup

perkotaan yang nyaman, segar, indah,

bersih dan sebagai sarana pengaman

lingkungan perkotaan

b. Menciptakan keserasian lingkungan alam

dan lingkungan binaan yang berguna

untuk kepentingan masyarakat

Peranan RTH bagi pengembangan kota

adalah sebagai berikut :

a. Alat pengukur iklim amplitude

(klimatologis). Penghijauan memperkecil

amplitude variasi yang lebih besar dari

kondisi udara panas ke kondisi udara

sejuk

b. Penyaring udara kotor (protektif).

Penghijauan dapat mencegah terjadinya

pencemaran udara yang berlebihan oleh

adanya asap kendaraan, asap buangan

industri dan gas beracun lainnya

c. Sebagai tempat hidup satwa. Pohon

peneduh tepi jalan sebagai tempat hidup

satwa burung/unggas

d. Sebagai penunjang keindahan (estetika).

Tanaman ini memiliki bentuk teksur dan

warna yang menarik

e. Mempertinggi kualitas ruang kehidupan

lingkungan. Ditinjau dari sudut

planologi, penghijauan berfungsi sebagai

pengikat dan pemersatu elemen-elemen

(bangunan) yang ada disekelilingnya.

Dengan demikian, dapat tercipta

lingkungan yang kompak dan serasi.

Adapun manfaat RTH di wilayah

perkotaan antara lain sebagai berikut :

a. Memberikan kesegaran, kenyamanan dan

keindahan lingkungan sebagai paru-paru

kota

b. Memberikan lingkungan yang bersih dan

sehat bagi penduduk kota

c. Memberikan hasil produksi berupa kayu,

daun, bunga dan buah

d. Sebagai tempat hidup satwa dan plasma

nutfah

e. Sebagai resapan air guna menjaga

keseimbangan tata air dalam tanah,

mengurangi aliran air permukaan,

menangkap dan menyimpan air, menjaga

keseimbangan tanah agar kesuburan

tanah tetap terjamin

f. Sirkulasi udara dalam kota

g. Sebagai tempat sarana dan prasarana

kegiatan rekreasi.

Page 14: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

3

2.3 Tipe Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Pembentukan Ruang Terbuka Hijau

Kawasan Perkotaan (RTHKP) disesuaikan

dengan bentang alam berdasarkan aspek

biogeografis dan struktur ruang kota serta

estetika. Pembentukan RTHKP sebagaimana

dimaksud pada Peraturan Menteri Dalam

Negeri No. 1 Tahun 2007 ayat (1)

mencerminkan karakter alam dan/atau

budaya setempat yang bernilai ekologis,

historik, panorama yang khas dengan tingkat

penerapan teknologi. Jenis RTHKP meliputi:

a. Taman kota

b. Taman wisata alam

c. Taman rekreasi

d. Taman lingkungan perumahan dan

permukiman

e. Taman lingkungan perkantoran dan

gedung komersial

f. Taman hutan raya

g. Hutan kota

h. Hutan lindung

i. Bentang alam seperti gunung, bukit,

lereng dan lembah

j. Cagar alam

k. Kebun raya

l. Kebun binatang

m. Pemakaman umum

n. Lapangan olah raga

o. Lapangan upacara

p. Parkir terbuka

q. Lahan pertanian perkotaan

r. Jalur dibawah tegangan tinggi (SUTT

dan SUTET)

s. Sempadan sungai, pantai, bangunan, situ

dan rawa

t. Jalur pengaman jalan, median jalan, rel

kereta api, pipa gas dan pedestrian

u. Kawasan dan jalur hijau

v. Daerah penyangga (buffer zone)

lapangan udara

w. Taman atap (roof garden)

2.4 Bentuk dan Kriteria Ruang Terbuka

Hijau (RTH)

Beberapa karakteristik dari ruang terbuka

hijau dapat diuraikan sebagai berikut, yaitu :

luasan ruang terbuka hijau, menurut

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1

Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

disebutkan bahwa RTH minimal harus

memiliki luasan 30% dari luas total wilayah,

dengan porsi 20% sebagai RTH publik.

Bentuk ruang terbuka hijau, ada dua

bentuk RTH yaitu bentuk jalur atau

memanjang dan bentuk pulau atau

mengelompok. RTH berbentuk jalur

biasanya mengikuti pola ruang yang

berdampingan, misalnya jalur hijau di

pinggir atau di median jalan, jalur hijau di

sempadan sungai, jalur hijau sepanjang rel

kereta api, jalur hijau dibawah SUTET, dan

sabuk hijau kota. RTH yang berbentuk

mengelompok seperti taman, hutan kota,

tempat pemakaman umum, pengaman

bandara, dan kebun raya.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam

Negeri No. 1 Tahun 2007 ayat (1), elemen

vegetasi atau tanaman merupakan unsur

yang dominan dalam RTH. Vegetasi dapat

ditata sedemikian rupa sehingga mampu

berfungsi sebagai pembentuk ruang,

pengendalian suhu udara, memperbaiki

kondisi tanah dan sebagainya. Vegetasi

dapat menghadirkan estetika tertentu yang

terkesan alamiah dari garis, bentuk, warna,

dan tekstur yang ada dari tajuk, daun,

batang, cabang, kulit batang, akar, bunga,

buah maupun aroma yang ditimbukan dari

daun, bunga maupun buahnya. Untuk

memaksimalkan fungsi RTH, hendaknya

dipilih tanaman berdasarkan beberapa

pertimbangan dengan tujuan agar tanaman

dapat tumbuh baik dan dapat menanggulangi

masalah lingkungan yang muncul. Aspek

hortikultural sangat penting

dipertimbangkan dalam pemilihan jenis

tanaman untuk RTH. Selain itu guna

menunjang estetika urban desain, pemilihan

jenis vegetasi untuk RTH juga harus

mempertimbangkan aspek arsitektural dan

artistik visual. Beberapa persyaratan bagi

vegetasi yang ditujukan untuk RTH adalah :

a. Disenangi dan tidak berbahaya bagi

warga kota

b. Mampu tumbuh pada lingkungan yang

marjinal (tanah tidak subur, udara dan air

yang tercemar)

c. Cepat tumbuh dan mempunyai umur

yang panjang

d. Perakaran dalam sehingga tidak mudah

tumbang

e. Tidak mempunyai akar yang besar di

permukaan tanah

f. Dahan dan ranting tidak mudah patah,

buah tidak terlalu besar

g. Tidak gugur daun (serasah yang

dihasilkan sedikit)

h. Cukup teduh, tetapi tidak terlalu gelap

i. luka akibat benturan mobil mudah

sembuh

j. Tahan terhadap pencemar dari kendaraan

bermotor dan industri

k. Tahan terhadap gangguan fisik

l. Dapat menghasilkan O2 dan

meningkatkan kualitas lingkungan kota

Page 15: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

4

m. Bibit/benih mudah didapatkan dengan

harga yang murah/terjangkau oleh

masyarakat

n. Mempunyai bentuk yang indah

o. Ketika dewasa sesuai dengan ruang yang

ada

p. Kompatibel dengan tanaman lain

q. Serbuk sarinya tidak bersifat alergis

daun, bunga, buah, batang dan

percabangannya secara keseluruhan

indah/artistik, baik ditinjau dari bentuk,

warna, tekstur maupun aromanya

r. Prioritas menggunakan vegetasi

endemik/lokal. Jenis tanaman endemik

atau jenis tanaman lokal yang memiliki

keunggulan tertentu (ekologis, sosial

budaya, ekonomi, arsitektural) dalam

wilayah kota tersebut menjadi bahan

tanaman utama penciri RTH kota

tersebut, yang selanjutnya akan

dikembangkan guna mempertahankan

keanekaragaman hayati wilayahnya dan

juga nasional.

2.5 Pengaruh RTH Terhadap Keadaan

Iklim

Salah satu masalah yang cukup

merisaukan masyarakat adalah berkurangnya

kenyamanan akibat meningkatnya suhu

udara. Untuk mengatasi itu, RTH dibangun

(dengan pola penghijauan tanaman pohon)

agar pada siang hari tidak terlalu panas

akibat banyaknya perkerasan seperti jalan,

jembatan, bangunan dan sebagainya.

Sebaliknya pada malam hari dapat lebih

hangat karena tajuk pohon dapat menahan

radiasi balik dari bumi. Jumlah pantulan

radiasi matahari sangat dipengaruhi oleh

panjang gelombang, jenis tanaman, umur

tanaman, posisi jatuh sinar matahari,

keadaaan cuaca dan posisi lintang, sehingga

pada kawasan perumahan penghijauan RTH

akan menciptakan iklim mikro(Grey and

Deneke dalam Setyowati 2008). .

Vegetasi berpengaruh terhadap iklim dan

kenyamanan suatu kota. Vegetasi mampu

meredam sinar matahari meskipun tidak

secara langsung menurunkan suhu udara

karena vegetsi menyerap sinar matahari

untuk proses fotosintesis dan efek bayangan

yang oleh vegetasi mampu menghalangi

pemanasan permukaan di bawah vegetasi.

Fungsi vegetasi selain memberikan efek

bayangan dan meredam sinar matahari juga

dapat berperan sebagai “windbreak” yang

dapat mengurangi kecepatan angin (Kurnia

et al. 2010)

2.6 Luasan Ruang Terbuka Hijau

Berdasarkan Pemenuhan Oksigen

Ruang terbuka hijau yang penuh dengan

pohon sebagai paru-paru kota merupakan

produsen oksigen yang belum tergantikan

fungsinya. Peran pepohonan yang tidak

Tabel 1 Bentuk dan kriteria komponen ruang terbuka hijau

No Kriteria Hutan

Kota

Sempa dan

Sungai dan

Pantai

Lereng/Bukit/

Gunung

Taman

Kota

Jalur

Hijau

Kota

Halaman

dan

Pekarangan

1 Sasaran Kawasan

konservasi

Kawasan

konservasi

dan

Pertanian

tanaman

keras

Kawasan

Industri dan

Pusat

Kegiatan

Jalan dan

Kawasan

konservasi

Jalan dan

Kawasan

Konservasi

Pemukiman

2 Fungsi

Penting

Hidrologis

dan

Ameliorasi

iklim

Perlindungan

setempat dan

hidrologi

Hidrologi,

Ameliorasi

iklim dan

komersial

Estetika

dan

Produksi

oksigen

Ameliorasi

iklim

Produksi

Oksigen dan

tujuan

komersial

3 Vegetasi

Pohon

dengan

tajuk dan

perakaran

intensif

Pohon

dengan tajuk

dan

perakaran

intensif

Pohon dengan

tajuk dan

perakaran

intensif

Tanaman

Hias

Tumbuhan

semua

strata

Buah-

buahan,

tanaman

hias atau

lainnya

4 Intensitas

Manajemen Rendah Sedang Rendah Tinggi Sedang Tinggi

5 Status

Pemilik Umum

Umum dan

Pribadi

Umum dan

Pribadi

Umum dan

Pribadi Umum Pribadi

6 Pengelola

Dinas

Kehutanan

atau

Perorangan

Dinas

Pekerjaan

Umum atau

Pertamanan

Dinas

Pertamanan

atau Pribadi

Pertamanan

atau

Pribadi

Dinas

Pertamanan Pribadi

(Sumber: Fakultas Kehutanan IPB 1987 dalam Muis 2005)

Page 16: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

5

dapat digantikan yang lain adalah berkaitan

dengan penyediaan oksigen bagi kehidupan

manusia. Menurut Wisesa (1988) dalam

Muis (2005), setiap satu hektar ruang

terbuka hijau diperkirakan mampu

menghasilkan 0.6 ton oksigen guna

dikonsumsi 1500 penduduk per hari,

sehingga dapat bernafas dengan lega.

Kebutuhan oksigen yang dimaksud

adalah oksigen yang digunakan oleh

manusia, ternak dan kendaraan bermotor.

Untuk mengetahui kebutuhan oksigen

disuatu areal perkotaan maka perlu

mengetahui jumlah penduduk yang ada.

Kebutuhan oksigen untuk manusia dapat

dihitung dengan asumsi bahwa manusia

mengoksidasi 3000 kalori per hari dari

makanan dan menggunakan sekitar 600 liter

oksigen dan memproduksi sekitar 480 liter

CO2 (Wisesa 1988 dalam Muis 2005).

Luasan RTH yang dibutuhkan oleh suatu

kota dapat ditentukan berdasarkan

kebutuhan oksigen dari manusia, ternak dan

kendaraan bermotor dengan menggunakan

persamaan Gerarki dengan asumsi bahwa

suplai oksigen hanya dilakukan oleh

tanaman.

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian mengenai analisis kebutuhan

ruang terbuka hijau berdasarkan kebutuhan

oksigen ini dilakukan di Kota Semarang dari

bulan Februari sampai Maret 2012.

3.2 Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian

ini adalah Peta Kota Semarang, Revisi

Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK)

Semarang tahun 2010-2030, Citra Landsat

Kota Semarang, Data iklim Kota Semarang

tahun 1990-2007, Data jumlah penduduk,

ternak dan kendaraan bermotor Kota

Semarang tahun 1990-2010. Peralatan yang

digunakan yaitu seperangkat komputer,

Microsoft Word, Microsoft Excel, Software

Er Mapper, Software ArGIS dan alat tulis.

3.3 Metodologi Penelitian

3.3.1 Jenis Data

Data yang dikumpulkan yaitu:

Bentuk dan tipe ruang terbuka hijau

Citra satelit Kota Semarang

Jumlah dan laju pertumbuhan

penduduk, ternak serta kendaraan

bermotor

Data iklim: suhu udara, radiasi

matahari, kelembabaan relatif, dan

curah hujan

Peraturan perundangan tentang ruang

terbuka hijau

3.3.2 Teknik dan Prosedur

Pengumpulan Data

Teknik dan prosedur pengumpulan data

yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu:

1. Observasi

Observasi dilakukan untuk mendapatkan

gambaran fisik kondisi Kota Semarang,

terutama mengenai kondisi fisik keberadaan

ruang terbuka hijau dan kendaraan bermotor

di Kota Semarang.

2. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan untuk

mendapatkan data sekunder sehingga dapat

digunakan sebagai pembanding hasil

observasi dan sebagai bahan pustaka untuk

menunjang keberhasilan penelitian ini.

3.3.3 Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini

digunakan untuk mengetahui apakah luasan

ruang terbuka hijau di Kota Semarang saat

ini telah sesuai berdasarkan peraturan

perundangan yang berlaku dan kondisi

iklim mikro kota Semarang yang

mempengaruhi kenyamanan kota.

1. Penentuan Luas Ruang Terbuka Hijau

berdasarkan Peraturan atau Undang-

Undang

Analisis kebutuhan luas ruang terbuka

hijau kawasan kota dapat menggunakan

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1

Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Dalam

kebijakan tersebut disebutkan bahwa yang

termasuk dalam ruang terbuka hijau yaitu

taman kota, taman wisata alam, taman

rekreasi, taman lingkungan perumahan dan

perkantoran, taman hutan raya, hutan kota,

hutan lindung, bentang alam (gunung, bukit,

lereng, dan lembah), cagar alam, kebun raya,

kebun binatang, pemakaman umum,

lapangan olah raga, lapangan upacara, parkir

terbuka, lahan pertanian kota, jalur dibawah

tegangan tinggi, sempadan

sungai/pantai/bangunan/rawa, jalur

pengaman jalan, kawasan dan jalur hijau,

daerah peyangga lapangan udara, dan taman

atap. Luas ruang terbuka hijau kawasan

perkotaan (RTHKP) minimal 30% dari luas

kawasan perkotaan.

Page 17: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

6

2. Penentuan Luas Ruang Terbuka Hijau

berdasarkan Kebutuhan Oksigen

Pohon atau tumbuhan dapat menyerap

karbondioksida melalui proses fotosintesis

dan menghasilkan oksigen melalui proses

fotosintesis dari rumus:

Berdasarkan proses fotosintesis tersebut,

Gerakis (1974) dalam Muis (2005)

mengembangkan suatu persamaan berikut

ini,

Kemudian dikembangkan oleh Wijayanti

(2003) dalam Muis (2005) yaitu sebagai

berikut:

Lt =

Keterangan:

Lt : Luas RTH pada tahun t (m2)

Xt, Pt : Jumlah kebutuhan oksigen bagi

penduduk pada tahun t

Yt, Kt : Jumlah kebutuhan oksigen bagi

kendaraan bermotor pada tahun t

Tt : Jumlah kebutuhan oksigen bagi

ternak pada tahun t

54 : Konstanta yang menunjukkan 1m2

luas lahan menghasilkan 54 gram

berat kering tanaman perhari

0.9375 : Konstanta yang menunjukkan

bahwa 1 gram berat kering

tanaman adalah setara dengan

produksi oksigen 0.9375 gram.

Asumsi:

a. Pengguna oksigen hanya manusia, ternak

dan kendaraan bermotor, sedangkan

jumlah hewan peliharaan dan ternak

yang relatif kecil diabaikan dalam

perhitungan.

b. Jumlah kendaraan yang keluar dan

masuk dalam wilayah studi dianggap

sama setiap hari.

c. Kebutuhan oksigen per hari tiap orang

adalah sama yaitu sebesar 600 liter/hari

atau 0.86 kg/hari (White et al. 1959

dalam Muis 2005).

d. Kebutuhan oksigen oleh hewan ternak

yaitu 1.70 kg/hari untuk sapi dan kerbau,

2.86 kg/hari untuk kuda, 0.31 kg/hari

untuk kambing dan domba, serta 0.17

kg/hari untuk unggas (Muis 2005).

e. Suplai oksigen hanya dilakukan oleh

tanaman dan tidak ada upaya

penambahan luasan RTH

f. Pertumbuhan penduduk, ternak dan

kendaraan bermotor konstan.

Kebutuhan oksigen untuk kendaraan

bermotor dihitung berdasarkan konsumsi

bahan bakar minyak (bensin dan solar) oleh

tiap-tiap jenis kendaraan bermotor per

harinya, yaitu sepeda motor dan kendaraan

penumpang menggunakan bensin,

sedangkan bus dan kendaraan beban

menggunakan solar. Untuk kebutuhan

oksigen tiap 1 kg bensin yaitu 2.77 kg dan

untuk 1 kg solar yaitu 2.88 kg (Muis 2005).

Konsumsi bensin oleh sepeda motor

sebesar 1.5 liter/hari dan kendaraan

penumpang sebesar 25 liter/hari. Sedangkan

konsumsi solar oleh bus sebesar 50 liter/hari

dan kendaraan beban sebesar 40 liter/hari

(Christina 2012).

Untuk menghitung populasi penduduk,

ternak, dan kendaraan bermotor dari tahun

2015 hingga 2025 digunakan rumus bunga

berganda (Muis 2005), yaitu:

Pt+x = Pt (1+r)x

Keterangan:

Pt+x : Jumlah penduduk pada tahun (t+x)

Pt : Jumlah penduduk pada tahun (t)

r : Rata-rata persentase pertambahan

jumlah penduduk

x : Selisih tahun

Tabel 2 Kebutuhan oksigen berdasarkan jenis kendaraan bermotor dan bahan bakar minyak

jenis kendaraan kebutuhan BBM Kebutuhan O2

tiap 1kg BB

Kebutuhan

O2/hari liter/hari kg/hari

Sepeda motor 1.5 1.10 2.77 3.03

Kendaraan penumpang 25 18.25 2.77 50.55

Kendaraan beban 40 29.20 2.88 84.10

Bus 50 36.50 2.88 105.12

(Sumber: Christina 2012 dan hasil perhitungan)

E + 6CO2+ 12H2O →C2H12O6 + 6O2 + 6H2O

264 g 216 g 180 g 192 g 108 g

Page 18: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

7

Rata-rata persentase pertambahan jumlah

penduduk dapat dicari dengan menggunakan

persamaan berikut (Muis 2005):

r =

Keterangan:

t1 : Jumlah penduduk tahun ke-1

t2 : Jumlah penduduk tahun ke-2

Rumus bunga berganda juga dapat

digunakan untuk memprediksi jumlah ternak

dan kendaraan bermotor untuk masing-

masing jenisnya dengan menggunakan data

jumlah dan laju pertumbuhan pada tahun

sebelumnya.

3. Pengaruh Ruang Terbuka Hijau terhadap

Keadaan Iklim Mikro

Analisis mengenai pengaruh keberadaan

luas ruang terbuka hijau terhadap iklim Kota

Semarang dilakukan dengan

membandingkan antara data luas ruang

terbuka hijau dan iklim Kota Semarang saat

ini dengan data luas ruang terbuka hijau dan

iklim Kota Semarang tahun-tahun

sebelumnya.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Wilayah Kota

Semarang

4.1.1 Letak Geografis dan Topografis

Kota Semarang merupakan ibukota

provinsi Jawa Tengah (Gambar 1) yang

terletak antara 6º 50' - 7º 10' Lintang Selatan

dan 109º 50' - 110º 35' Bujur Timur.

Sedangkan Ketinggian Kota Semarang

terletak antara 0 sampai 348 meter di atas

permukaan laut.

Kota Semarang mempunyai keadaan

geografis yang unik karena dikenal istilah

Semarang atas dan Semarang bawah.

Semarang atas mempunyai keadaan

geografis yang berbukit-bukit. Sedangkan

Semarang bawah merupakan dataran rendah

yang luas. Wilayah Kota Semarang memiliki batas-

batas sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut

Jawa

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan

Kabupaten Semarang

c. Sebelah Barat berbatasan dengan

Kabupaten Kendal

d. Sebelah Timur berbatasan dengan

Kabupaten Demak.

Luas wilayah Kota Semarang sebesar

373.70 km2 dan merupakan 1.15% dari total

luas daratan Provinsi Jawa Tengah. Secara

administratif, Kota Semarang terbagi atas 16

wilayah Kecamatan dan 177 Kelurahan.

Secara lengkap luas wilayah masing-masing

kecamatan di Kota Semarang dapat dilihat

pada Tabel 3.

Gambar 1 Peta topografi kota Semarang tahun 1999 (Sumber: RIWRD 2001).

Page 19: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

8

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di

Kota Semarang (km2)

(Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010)

4.1.2 Iklim

Berdasarkan Rencana Pembangunan

Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang

tahun 2010-2015, Kota Semarang seperti

kondisi umum di Indonesia, mempunyai

iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh

angin muson barat dan muson timur. Bulan

November hingga Mei angin bertiup dari

arah Utara Barat Laut (NW) menciptakan

musim hujan dengan membawa banyak uap

air dan hujan. Sifat periode ini adalah curah

hujan tinggi dan kelembaban relatif tinggi.

Lebih dari 80% dari curah hujan tahunan

turun di periode ini. Bulan Juni hingga

Oktober angin bertiup dari Selatan Tenggara

(SE) menciptakan musim kemarau, karena

membawa sedikit uap air. Sifat periode ini

adalah curah hujan dan kelembaban lebih

rendah.

Curah hujan di Kota Semarang

mempunyai sebaran yang tidak merata

sepanjang tahun, dengan total curah hujan

rata-rata 2180 mm per tahun. Suhu rata-rata

bulanan yang diukur di Stasiun Klimatologi

Semarang berubah-ubah berkisar antara

26.5°C hingga 28.5 °C. Kelembaban relatif

bulanan rata-rata berubah-ubah dari

minimum 71% pada bulan September ke

maksimum 83% pada bulan Januari. Radiasi

sinar matahari yang sampai hingga

permukaan Kota Semarang bervariasi dari

50% pada bulan Januari sampai 87% pada

bulan September (Gambar 2 & 3).

4.1.3 Hidrologi

Kondisi Hidrologi potensi air di Kota

Semarang bersumber pada sungai-sungai

yang mengalir di Kota Semarang antara lain

Kali Garang, Kali Pengkol, Kali Kreo, Kali

Banjirkanal Timur, Kali Babon, Kali

Sringin, Kali Kripik, Kali Dungadem dan

lain sebagainya. Kali Garang yang bermata

air di Gunung Ungaran, alur sungainya

memanjang ke arah utara hingga mencapai

Pegandan tepatnya di Tugu Soeharto,

bertemu dengan aliran Kali Kreo dan Kali

Kripik. Kali Garang sebagai sungai utama

pembentuk kota bawah yang mengalir

membelah lembah-lembah Gunung Ungaran

mengikuti alur yang berbelok-belok dengan

aliran yang cukup deras. Debit Kali Garang

merupakan 53.0 % dari debit total, kali Kreo

34.7 % dan Kali Kripik 12.3 %. Oleh karena

Gambar 2 Grafik suhu dan RH bulanan Kota Semarang Gambar 3 Grafik CH dan radiasi matahari bulanan Kota Semarang

(Sumber: BMKG Kota Semarang tahun 1990-2007)

Page 20: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

9

Kali Garang digunakan untuk memenuhi

kebutuhan air minum warga Kota Semarang,

maka langkah-langkah untuk menjaga

kelestariannya juga terus dilakukan (Bapeda

2010).

4.1.4 Permasalahan Kota Semarang

Permasalahan di Kota Semarang tak jauh

berbeda dengan permasalahan kota-kota

besar lain di Indonesia. Masalah perkotaan

yang umum menurut Sundari (2005) antara

lain masalah yang berkaitan dengan :

a. Perusakan alam, meliputi pencemaran air

sungai di dalam kota dan penyempitan

ruang hijau

b. Perusakan nilai historis kota

c. Prioritas diberikan pada kendaraan

bermotor, bukan pejalan kaki

d. Konsenstrasi di pusat kota, pertumbuhan

yang cepat di pinggir kota, pemangunan

yang tidak beraturan and menyebar serta

memperpanjang jarak tempuh

Kota Semarang memiliki posisi

geostrategis karena berada pada jalur lalu

lintas ekonomi pulau Jawa, dan merupakan

koridor pembangunan Jawa Tengah. Salah

satu permasalahan lingkungan yang sangat

menonjol antara lain adalah terjadinya alih

fungsi lahan dari tegalan menjadi lahan

terbangun untuk kawasan permukiman,

terutama lereng-lereng perbukitan antara 8-

15% bahkan di beberapa tempat pada lereng

sekitar 25%. Adanya tekanan penduduk

terhadap kebutuhan lahan baik untuk

kegiatan pertanian, perumahan, industri,

rekreasi, maupun kegiatan lain akan

menyebabkan perubahan penggunaan lahan.

Perubahan penggunaan lahan yang

paling besar pengaruhnya terhadap

kelestarian sumberdaya air adalah perubahan

dari kawasan hutan ke penggunaan lainnya

seperti, pertanian, perumahan ataupun

industri. Sekitar 1200 Ha lahan di Semarang

bawah (Pantura Semarang) berada di bawah

permukaan air laut (Semarang Barat Utara,

Semarang Barat, Genuk) sehingga rob dan

banjir sangat sering terjadi di wilayah ini .

Sebagaimana diatur di dalam Perda

Nomor 5 Tahun 2004 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang

Tahun 2000 - 2010 telah ditetapkan kawasan

yang berfungsi lindung dan kawasan yang

berfungsi budidaya sebagian besar terletak

di wilayah bagian Selatan. Kawasan lindung

setempat adalah kawasan sempadan pantai,

sempadan sungai, sempadan waduk, dan

sempadan mata air. Kawasan lindung rawan

bencana merupakan kawasan yang

mempunyai kerentanan bencana longsor dan

gerakan tanah. Kegiatan budidaya

dikembangkan dalam alokasi pengembangan

fungsi budidaya. Pada Penyusunan Revisi

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Semarang Tahun 2010-2030 ditetapkan

bahwa kota Semarang yang terdiri dari 10

Bagian Wilayah Kota (BWK) disetiap BWK

harus ada titik-titik pusat lingkungan yang

bertujuan untuk menjaga dan mengawasi

kegiatan pembangunan di tiap-tiap BWK

agar tetap memperhatikan kelestarian

lingkungan (Gambar 4 & 5).

Page 21: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

10

Gambar 4 Peta pembagian Bagian Wilayah Kota (BWK) Semarang (Sumber: Bapeda 2010).

Page 22: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

11

Gambar 5 Peta rencana struktur tata ruang Kota Semarang (Sumber: Bapeda 2010).

Page 23: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

12

4.2 Kebutuhan Luas RTH Berdasarkan

Kebutuhan Oksigen Kota Semarang

4.2.1 Ruang Terbuka Hijau

Penentuan luas Ruang Terbuka Hijau

(RTH) berdasarkan kebutuhan oksigen di

Kota Semarang sangat bergantung pada

kondisi RTH di Kota Semarang saat ini dan

Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK)

Kota Semarang. Sesuai dengan RUTRK

Kota Semarang tahun 2010 ditetapkan

bahwa saat ini RTH di Kota Semarang

sebesar ±15621 Ha (42%) terdiri dari RTH

privat ±3737 Ha (10%) dan RTH publik

±11884 Ha (32%). Penataan dan alokasi

RTH di Kota Semarang ditujukan untuk

menjaga keserasian dan keseimbangan

ekosistem lingkungan, perlindungan tata air,

menciptakan keseimbangan antara

lingkungan alam dan lingkungan binaan

yang berguna untuk kepentingan

masyarakat, meningkatkan keserasian

lingkungan perkotaan, serta sebagai sarana

pengaman lingkungan perkotaan yang aman,

nyaman, segar, indah, dan bersih.

RTH di Kota Semarang terdiri dari

taman kota, taman lingkungan perumahan

dan perkantoran, hutan lindung, cagar alam,

pemakaman umum, lapangan olah raga,

lahan pertanian, sempadan sungai, sempadan

rawa, sempadan pantai, lapangan udara,

kawasan dan jalur hijau. RTH Kawasan

hutan konservasi merupakan RTH yang

mendominasi di wilayah Kota Semarang

(Gambar 6), yaitu sebagai berikut:

a. Kecamatan Tembalang 806 Ha

b. Kecamatan Mijen 5115 Ha

c. Kecamatan Banyumanik 960 Ha

d. Kecamatan Ngaliyan 976 Ha

e. Kecamatan Gunungpati 5214 Ha

Kota Semarang memiliki luas wilayah

sebesar 373.70 km2 atau 37370 Ha.

Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri

No. 14 Tahun 1988, standar RTH yang

didasarkan atas persentase luas area dan

jumlah penduduk suatu wilayah yaitu 40-

60% dari total wilayah harus dihijaukan.

Pada tahun 2010 persentase luas RTH Kota

Semarang mencapai 42%, nilai ini berada

dalam kisaran nilai yang ditetapkan. Akan

tetapi dalam penyebarannya, RTH Kota

Semarang hanya terpusat di wilayah

Semarang atas yang secara topografis

merupakan daerah dataran tinggi dan

kawasan konservasi, sedangkan wilayah

Semarang bawah yang merupakan pusat

kota dan daerah pantai utara Jawa memiliki

luasan RTH yang kecil (Gambar 7).

Gambar 6 Peta lokasi wilayah konservasi Kota Semarang(Sumber: RIWRD 2001).

Page 24: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

13

Gambar 7 Peta penggunaan lahan di Kota Semarang (Sumber: Citra Landsat 11 Mei 2010 path/row 120/65)

4.2.2 Kebutuhan Oksigen

Segala aktivitas kehidupan membutuhkan

oksigen (O2). Manusia, hewan ternak dan

kendaraan bermotor merupakan konsumen

oksigen dalam jumlah yang sangat besar.

Konsumsi oksigen oleh manusia dan hewan

ternak yaitu untuk proses metabolisme dan

pembakaran zat-zat makanan dalam tubuh,

sedangkan kendaraan bermotor

mengkonsumsi oksigen untuk proses

pembakaran bahan bakarnya.

A. Kebutuhan Oksigen oleh Penduduk Kota

Semarang

Berdasarkan data dari Badan Pusat

Statistik Kota Semarang Tahun 1990-2010,

tahun 1990 jumlah penduduk Kota Semarang

sebanyak 1146931 jiwa dan tahun 2010

mencapai 1527433 jiwa dengan rata-rata

persentase pertambahan penduduk 1.6% per

tahun. Pertambahan jumlah penduduk yang

paling pesat terjadi antara tahu 1994-1995

dengan persentase pertambahan penduduk

4.7%.

Rumus bunga berganda, dapat digunakan

untuk memprediksi jumlah penduduk Kota

Semarang pada tahun yang akan datang yaitu

sesuai dengan target penelitian ini, dari tahun

2015 sampai 2025. Serta dengan asumsi

bahwa kebutuhan oksigen perhari tiap orang

adalah sama yaitu sebesar 600 liter/hari atau

0.864 kg/hari maka dapat dihitung kebutuhan

oksigen penduduk Kota Semarang.

Berdasarkan data proyeksi jumlah kebutuhan

Tabel 4 Proyeksi jumlah penduduk dan kebutuhan oksigen yang dibutuhkan penduduk Kota

Semarang tahun 1985-2025

Tahun Jumlah Penduduk Kebutuhan Oksigen Kebutuhan Oksigen

(Jiwa) (liter/hari) (kg/hari)

1985 1096271 0.66 x 109

0.95 x 106

1990 1146931 0.69 x 109

0.99 x 106

1995 1232931 0.74 x 109

1.07 x 106

2000 1309667 0.79 x 109

1.13 x 106

2005 1419478 0.85 x 109

1.23 x 106

2010 1527433 0.92 x 109

1.32 x 106

2015 1635237 0.98 x 109

1.41 x 106

2020 1750649 1.05 x 109

1.51 x 106

2025 1874207 1.12 x 109

1.62 x 106

(Sumber: BPS Kota Semarang tahun 1985-2010 dan hasil perhitungan)

Page 25: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

14

oksigen yang dibutuhkan penduduk Kota

Semarang dari tahun 1985 sampai 2025

(Tabel 4), jumlah penduduk Kota Semarang

cenderung mengalami tren peningkatan yang

relatif konstan yaitu 1.6 % per tahun atau 8 %

per lima tahun sehingga kebutuhan oksigen

penduduk Kota Semarang turut mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun.

B. Kebutuhan Oksigen oleh Kendaraan

Bermotor Kota Semarang

Konsumen terbesar oksigen selain manusia

adalah kendaraan bermotor sehingga penting

juga untuk diperhitungkan. Besarnya

kebutuhan oksigen oleh kendaraan bermotor

per hari dapat ditentukan dari jumlah

konsumsi bahan bakar (bensin dan solar) per

hari. Kota Semarang yang tergolong kota

besar mempunyai konsumsi BBM total per

tahun sekitar 115477 kiloliter (Handajani

2009)

Prinsip kerja kendaraan bermotor adalah

pengapian, proses pembakaran bahan

bakarnya menggunakan oksigen. Untuk

menghitung kebutuhan oksigen oleh

kendaraan bermotor maka perlu diketahui

jumlah dan jenis kendaraan bermotor yang

ada di Kota Semarang. Berdasarkan data dari

Badan Pusat Statistik Kota Semarang Tahun

1990-2010, jenis kendaraan bermotor di Kota

Semarang dibedakan menjadi empat jenis,

yaitu: kendaraan bus, kendaraan beban (truk) ,

kendaraan penumpang (mobil dinas, mobil

pribadi, taksi, mikrolet) dan sepeda motor

(Tabel 5). Jumlah kendaraan bermotor Kota

Semarang mengalami peningkatan yang

sangat besar dari tahun ke tahun yaitu sebesar

lebih dari 10% per tahun.

Berdasarkan data proyeksi jumlah

kebutuhan oksigen yang dibutuhkan

kendaraan bermotor di Kota Semarang dari

tahun 1990 sampai 2025 dapat diketahui

bahwa pertambahan jumlah kendaraan

bermotor yang sangat besar dari tahun ke

Tabel 5 Proyeksi jumlah kendaraan bermotor berdasarkan jenisnya di Kota Semarang tahun 1990-

2025

Tahun Bus Kendaraan Beban Kendaraan Penumpang Sepeda Motor

1990 240 902 10950 48109

1995 769 1217 19090 74580

2000 244 904 22353 82490

2005 530 732 22190 93073

2010 443 913 46784 119019

2015 804 948 75609 154207

2020 1457 983 122195 199798

2025 2644 1021 197484 258869

(Sumber: BPS Kota Semarang tahun 1990-2010 dan hasil perhitungan)

Tabel 6 Proyeksi kebutuhan oksigen kendaraan bermotor di Kota Semarang tahun 1990-2025

Tahun

Kebutuhan Oksigen Kendaaraan (kg/hari) Total

(kg/hari) Kendaraan

Penumpang

Kendaraan

Bus

Kendaraan

beban

Sepeda

Motor

1990 553550 25229 75855 145922 0.80 x 106

1995 965047 80837 102345 226212 1.37 x 106

2000 1130000 25649 76023 250205 1.48 x 106

2005 1121760 55714 61558 282304 1.52 x 106

2010 2365048 46568 76780 361002 2.85 x 106

2015 3822241 84468 79683 467733 4.45 x 106

2020 6177265 153212 82697 606018 7.02 x 106

2025 9983305 277905 85824 785188 11.13 x 106

Page 26: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

15

tahun menyebabkan kebutuhan oksigen yang

dibutuhkan juga turut meningka. Tahun 1990

kebutuhan oksigen kendaraan bermotor

sebesar 0.80 x 106 kg/hari dan pada tahun

2010 meningkat lebih dari tiga kali lipat

menjadi 2.85 x 106 kg/hari, sedangkan

prediksi di tahun 2025 meningkat sangat

drastis hingga mencapai 11.13 x 106

kg/hari

(Tabel 6).

C. Kebutuhan Oksigen oleh Hewan Ternak

Kota Semarang

Populasi hewan ternak di Kota Semarang

yang bersumber dari Badan Pusat Statistik

Kota Semarang pada tahun 2010 adalah

sebagai berikut: populasi kerbau dan sapi

sebesar 2951 ekor, populasi kuda nol,

populasi kambing dan domba sebesar 27783

ekor, populasi unggas sebesar 1309801 ekor.

Jumlah hewan ternak Kota Semarang pada

tahun yang akan datang (2015, 2020 dan

2025) diprediksi dengan rumus bunga

berganda (Tabel 7) .

Berdasarkan data jumlah hewan ternak

tersebut dan dengan menggunakan data hasil

penelitian yang telah ada mengenai besarnya

konsumsi oksigen hewan ternak maka dapat

dihitung jumlah kebutuhan oksigen hewan

ternak di Kota Semarang. Jumlah hewan

ternak Kota Semarang cenderung mengalami

tren peningkatan yaitu 3.2% per tahun

sehingga kebutuhan oksigen penduduk Kota

Semarang turut mengalami peningkatan dari

tahun ke tahun (Tabel 8).

Tabel 7 Proyeksi jumlah hewan ternak berdasarkan jenisnya di Kota Semarang tahun 1990-2025

Tahun Kerbau dan Sapi Kuda Kambing dan Domba Unggas

1990 11470 164 30076 782591

1995 10132 186 27355 2169933

2000 10674 203 32439 5108257

2005 5965 79 20239 787463

2010 2951 0 27783 1309801

2015 2278 0 28428 2602752

2020 1758 0 29088 5172020

2025 1357 0 29764 10277504

(Sumber: BPS Kota Semarang tahun 1990-2007 dan hasil perhitungan)

Tabel 8 Proyeksi kebutuhan oksigen hewan ternak Kota Semarang tahun 1990-2025

Tahun

Kebutuhan Oksigen Ternak (kg/hari) Total

(kg/hari) Kerbau dan Sapi Kuda

Kambing dan

Domba Unggas

1990 19523 304 9441 130724 0.16 x 106

1995 17245 345 8587 362466 0.39 x 106

2000 18168 377 10183 853283 0.88 x 106

2005 10153 147 6353 131538 0.15 x 106

2010 5023 0 8722 218789 0.23 x 106

2015 3877 0 8924 434764 0.45 x 106

2020 2992 0 9131 863934 0.88 x 106

2025 2309 0 9343 1716754 1.73 x 106

Page 27: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

16

4.2.3 Kebutuhan Luas RTH

Menentukan kebutuhan luas RTH

berdasarkan kebutuhan oksigen suatu kota

dapat digunakan pendekatan metode Gerarkis

(1974) yang memperhitungkan kebutuhan

ruang terbuka hijau dari tiga konsumen

oksigen utama yaitu manusia, kendaraan

bermotor dan hewan ternak. Hasil

perhitungan luas ruang terbuka hijau yang

dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

oksigen Kota Semarang disajikan dalam

Tabel 9.

Hasil perhitungan kebutuhan luas RTH

berdasarkan kebutuhan oksigen menunjukkan

bahwa kebutuhan oksigen oleh manusia,

kendaraan bermotor dan hewan ternak di Kota

Semarang cenderung meningkat setiap

tahunnya. Dalam kurun waktu 20 tahun yaitu

dari tahun 1990 sampai 2010 kebutuhan

oksigen Kota Semarang meningkat lebih dari

dua kali lipat yaitu dari 1.95 x 106 kg/hari

meningkat menjadi 4.40 x 106 kg/hari.

Sehingga luas RTH yang dibutuhkan untuk

memenuhi kebutuhan oksigen kota juga

meningkat yaitu pada tahun 1990 sebesar

3855 Ha (10% dari luas Kota Semarang) dan

pada tahun 2010 meningkat menjadi 8695 Ha

(23% dari luas Kota Semarang). Selama 20

tahun tersebut luas ruang terbuka hijau yang

tersedia di Kota Semarang masih cukup besar

dan sanggup memenuhi kebutuhan oksigen

kota Semarang yaitu sebesar 42% dari luas

keseluruhan Kota Semarang .

Berdasarkan hasil prediksi kebutuhan luas

RTH, pada tahun 2015-2025 dapat diketahui

bahwa kebutuhan oksigen oleh manusia,

kendaraan bermotor dan hewan ternak di Kota

Semarang terus mengalami peningkatan setiap

tahunnya. Tahun 2015 kebutuhan oksigen

Kota Semarang diperkirakan mencapai 6,31 x

106 kg/hari sehingga luas RTH yang

dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

oksigen kota yaitu seluas 12473 Ha atau 33%

dari luas Kota Semarang dan RTH yang

tersedia di Kota Semarang pada tahun tersebut

seluas 15207 Ha atau 41% dari luas kota

Semarang.

Tahun 2020 kebutuhan oksigen Kota

Semarang diperkirakan mencapai 9,41 x 106

kg/hari sehingga luas ruang terbuka yang

dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

oksigen kota yaitu seluas 18583 Ha atau 50%

dari luas Kota Semarang dan RTH yang

tersedia di Kota Semarang pada tahun tersebut

seluas 14804 Ha atau 40% dari luas Kota

Semarang. Hal ini menunjukkan bahwa Kota

Semarang sudah tak sanggup memenuhi

kebutuhan oksigen kota. Tahun 2025

kebutuhan oksigen Kota Semarang

diperkirakan akan mencapai 1,45 x 107 kg/hari

sehingga luas ruang terbuka yang dibutuhkan

untuk memenuhi kebutuhan oksigen kota

yaitu seluas 28602 Ha atau 77% dari luas kota

Semarang dan RTH yang tersedia di Kota

Semarang pada tahun tersebut seluas 14412

Ha atau 39% dari luas Kota Semarang.

Perlu dicermati dari hasil prediksi bahwa

jumlah oksigen yang dibutuhkan kendaraan

bermotor jauh lebih besar dibandingkan yang

dibutuhkan manusia maupun hewan ternak per

hari. Besarnya tingkat kebutuhan oksigen

kendaraan bermotor disebabkan oleh laju

Tabel 9 Proyeksi kebutuhan oksigen, luas RTH yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

oksigen, dan luas RTH yang tersedia di Kota Semarang tahun 1990-2025

Tahun

Kebutuhan Oksigen (kg/hari)

Luas RTH yang

dibutuhkan

untuk

memenuhi

kebutuhan

oksigen kota

Luas RTH

yang tersedia

Penduduk Kendaraan

Bermotor

Hewan

Ternak Total (Ha) (%) (Ha) (%)

1990 0.99 x 106 0.80 x 106 0.16 x 106 1.95 x 106 3855 10% 21847 65%

1995 1.07 x 106 1.37 x 106 0.39 x 106 2.83 x 106 5587 15% 21732 58%

2000 1.13 x 106 1.48 x 106 0.88 x 106 3.50 x 106 6905 18% 21469 57%

2005 1.23 x 106 1.52 x 106 0.15 x 106 2.90 x 106 5720 15% 18786 50%

2010 1.32 x 106 2.85 x 106 0.23 x 106 4.40 x 106 8695 23% 15621 42%

2015 1.40 x 106 4.45 x 106 0.45 x 106 6.31 x 106 12473 33% 15207 41%

2020 1.51 x 106 7.02 x 106 0.88 x 106 9.41 x 106 18583 50% 14804 40%

2025 1.62 x 106 11.13 x 106 1.73 x 106 1.45 x 107 28602 77% 14412 39%

(Sumber: BPS Kota Semarang tahun 1990-2010 dan hasil perhitungan)

Keterangan: Luas RTH yang tersedia di Kota Semarang tahun 2010-2030 berdasarkan RUTRK sebesar 42%

Page 28: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

17

pertambahan jumlah kendaraan bermotor

lebih besar dibandingkan laju pertambahan

jumlah penduduk maupun hewan ternak. Laju

pertambahan jumlah kendaraan bermotor per

tahunnya lebih dari 10%, sedangkan laju

pertambahan penduduk sekitar 1.62% per

tahun dan hewan ternak sekitar 3.20%. Jika

hal ini tidak diantisipasi sedini mungkin, maka

dapat mengurangi kenyamanan penduduk kota

dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan

menganggu keseimbangan ekologi kota.

Solusi untuk menganggulangi

permasalahan tersebut yaitu menekan laju

pertambahan jumlah kendaraan bermotor di

Kota Semarang dan penerapan pajak

progresif. Selain itu, upaya lain yang harus

dilakukan adalah mengoptimalkan fungsi

ruang terbuka hijau terutama di lokasi-lokasi

yang padat kegiatan seperti pusat kota. Upaya

pengoptimalan fungsi ruang terbuka hijau

dapat dilakukan melalui pembangunan ruang

terbuka hijau dengan jenis tanaman yang

memiliki produksi oksigen tinggi dan mampu

meredam polutan yang ditimbulkan oleh

kendaraan bermotor. Upaya lain yang dapat

dilakukan yaitu menentukan bentuk dan tipe

ruang terbuka hijau yang sesuai dengan

rencana pengembangan wilayah kota.

4.3 Pengaruh RTH Terhadap Keadaan

Iklim Kota Semarang

Kota Semarang berdasarkan data iklim

selama 17 tahun yaitu dari 1990 hingga 2007,

suhu udara rata-rata cenderung mengalami

peningkatan, sedangkan kelembaban relatif,

curah hujan dan radiasi matahari rata-rata

cenderung mengalami penurunan di setiap

tahunnya. Perubahan kondisi iklim Kota

Semarang ini juga diiringi dengan perubahan

luasan ruang terbuka hijau Kota Semarang

yang semakin menyusut dari tahun ke tahun.

Gambar 8 hingga 11 menunjukkan hubungan

perubahaan luasan RTH Kota Semarang tiap

lima tahunan (1990, 1995, 2000, 2005, dan

2007) dengan kondisi iklim Kota Semarang

selama 17 tahun (1990 hingga 2007).

Variasi jarak antara suhu rata-rata bulanan

maksimum dan minimum dari tahun ke tahun

semakin kecil dan suhu rata-rata bulanan

cenderung mengalami peningkatan dalam

kurun waktu 17 tahun (1990-2007),

Peningkatan suhu udara di Kota Semarang tak

terlepas dari pengurangan luasan ruang

terbuka hijau di Kota Semarang. Pada tahun

1990 luas ruang terbuka hijau di Kota

Semarang seluas 21847 Ha dan menyusut

menjadi 18153 Ha pada tahun 2007

(Gambar 8). Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Effendy (2009)

yang menyebutkan bahwa pada saat laju

transfer panas diasumsikan tetap dan luasan

ruang terbuka hijau berkurang maka nilai

perubahan suhu udara menjadi besar yang

berarti suhu akhir lebih besar dari suhu awal,

sehingga pengurangan ruang terbuka hijau

menyebabkan peningkatan suhu udara.

Gambar 8 Grafik suhu udara rata-rata bulanan dan persentase RTH Kota Semarang tahun 1990-2007 (Sumber: BMKG).

Page 29: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

18

Gambar 9 Grafik kelembaban relatif udara rata-rata bulanan dan persentase RTH Kota Semarang tahun 1990-2007

(Sumber: BMKG).

Gambar 10 Grafik curah hujan rata-rata bulanan dan persentase RTH Kota Semarang tahun 1990-2007 (Sumber: BMKG).

Gambar 11 Grafik radiasi surya rata-rata bulanan dan persentase RTH Kota Semarang tahun 1990-2007 (Sumber: BMKG).

Page 30: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

19

Kelembaban relatif udara rata-rata Kota

Semarang cukup tinggi yaitu antara 65-85%.

Kelembaban relatif tertinggi terjadi pada

bulan-bulan musim penghujan yaitu

November hingga Februari, sedangkan

kelembaban relatif terendah terjadi pada

bulan-bulan musim kemarau yaitu Mei hingga

September.

Variasi jarak antara kelembaban relatif

rata-rata bulanan maksimum dan minimum

dari tahun ke tahun semakin kecil.

Kelembaban relatif udara rata-rata Kota

Semarang justru menunjukkan kecenderungan

menurun (Gambar 9). Ketidakstabilan ini

selain dikarenakan berkurangnya luasan ruang

terbuka hijau di Kota Semarang juga

dikarenakan iklim Kota Semarang yang sangat

dipengaruhi oleh iklim pantai dari laut Jawa.

Semakin berkurang luasan RTH di Kota

Semarang berarti semakin berkurang juga

vegetasinya. Hal ini menyebabkan salah satu

sumber utama uap air di udara, yaitu

transpirasi juga berkurang sehingga

kelembaban udara menjadi turun. Curah hujan dan radiasi surya yang sampai

ke permukaan bumi adalah dua unsur yang

sangat erat kaitannya. Semakin tinggi curah

hujan suatu wilayah itu menunjukkan aktivitas

pembentukan awan di wilayah tersebut tinggi

sehingga radiasi surya yang sampai ke

permukaan semakin kecil akibat terhalang

oleh awan. Besarnya radiasi surya yang

sampai ke bumi bukan merupakan satu-

satunya faktor yang mengindikasikan bahwa

besar pula curah hujan yang terjadi, kondisi

atmosfer seperti awan dan aerosol di udara

juga turut mempengaruhi.

Curah hujan rata-rata bulanan Kota

Semarang berkisar antara 150-200 mm dengan

radiasi surya berkisar antara 60-75%

(Gambar 10 & 11). Penurunan luasan ruang

terbuka hijau di Kota Semarang menyebabkan

penurunan intensitas curah hujan rata-rata

Kota Semarang. Namun, dalam kurun waktu

17 tahun tersebut radiasi surya yang sampai ke

permukaan Kota Semarang justru turut

menurun bukan meningkat. Berdasarkan

Lestari dan Jaya (2005), hal ini dikarenakan

terjadi peningkatan jumlah aerosol di atmosfer

mikro Kota Semarang akibat semakin

meningkatnya polusi udara dari perindustrian

dan transportasi di Kota Semarang serta

berkurangnya vegetasi yang berfungsi

menyerap polutan sehingga jumlah polutan di

udara khususnya yang berbentuk aerosol

meningkat.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kota Semarang dengan luas wilayah

37370 Ha, saat ini memiliki luas RTH 15621

Ha. Berdasarkan perhitungan dengan

persamaan Gerarkis maka untuk tahun 2015

luas RTH yang dibutuhkan Kota Semarang

untuk mencukupi kebutuhan oksigen kota

yaitu 12473 Ha dan luas RTH yang tersedia di

Kota Semarang seluas 15207 Ha. Tahun 2015

RTH Kota Semarang masih mampu

memenuhi kebutuhan oksigen penduduk,

kendaraan bermotor dan hewan ternak di Kota

Semarang. Pada tahun 2020 dan 2025, RTH di

Kota Semarang sudah tidak mampu lagi

memenuhi kebutuhan oksigen kotanya. RTH

Kota Semarang yang dibutuhkan pada tahun

2020 dan 2025 seluas 18583 Ha dan 28602

Ha. Oleh karena itu, pemerintah Kota

Semarang dan masyarakat harus berupaya

menambah luasan RTH dan mengurangi laju

pertambahan baik itu manusia, kendaraan

bermotor, maupun hewan ternak.

Pada tahun 1990 Kota Semarang memiliki

RTH seluas 21847 Ha tetapi kian menyusut

hingga tahun 2010 RTH yang dimiliki Kota

Semarang menjadi 15621 Ha. Hal tersebut

berdampak pada iklim Kota Semarang yaitu

terjadinya peningkatan suhu udara rata-rata,

penurunan kelembaban relatif udara rata-rata,

penurunan intensitas curah hujan rata-rata

dan penurunan radiasi surya rata-rata yang

sampai ke permukaan Kota Semarang. Ini

menunjukkan bahwa keberadaan ruang

terbuka hijau dapat mempengaruhi kondisi

iklim kota.

5.2 Saran

Pemerintah Kota Semarang hendaknya

mengoptimalkan pelaksanaan Peraturan

Daerah mengenai konservasi RTH yang

bertujuan melindungi kelestarian RTH yang

merupakan aset, potensi dan investasi Kota

Semarang jangka panjang. Perlunya proses

sosialisasi dan dengar pendapat antara

pemerintah Kota Semarang dengan

masyarakat untuk mencari solusi

pengembangan RTH yang diinginkan

masyarakat dan berorientasi kelestarian

lingkungan agar pemanfaatan RTH dapat

optimal. Untuk lebih mengetahui luasan RTH

optimal yang sebenarnya, maka perlu

dilakukan penelitian lanjutan tetapi dengan

menggunakan pendekatan lain seperti

kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan air,

produksi karbondioksida kota dan lain

sebagainya.

Page 31: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

20

DAFTAR PUSTAKA

BMKG. Data Iklim Indonesia Tahun 1990-

2007. Jakata: BMKG Pusat.

BPS Kota Semarang. Kota Semarang Dalam

Angka Tahun 1990-2000. Semarang:

BPS Kota Semarang.

Christina B., 2012, Kalimantan Iri di Jawa

Jarang Antre BBM Subsidi, [online],

(http://www.tempo.co/read/news/2012/0

5/22/092405284/Kalimantan-Iri-di-Jawa-

Jarang-Antre-BBM-Subsidi, diakses

tanggal 10 Juni 2012)

Departemen Dalam Negeri. 1988. Instruksi

Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun

1988. Tentang: Penataan RTH di

Wilayah Perkotaan.

Departemen Dalam Negeri. 2007. Peraturan

Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun

2007 Tentang: Penataan Ruang Terbuka

Hijau Kawasan Perkotaan.

Effendy S. 2009. Dampak Pengurangan

Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan

terhadap Peningkatan Suhu Udara

dengan Metode Penginderaan Jauh.

Jurnal Agromet. Vol. 23 (2): 169-181.

Handajani M. 2009. Analisis Gradien

Kepadatan Penduduk dan Konsumsi

BBM. Jurnal Teknik Sipil dan

Lingkungan. Vol 11 (2): 141-148.

Kurnia R, Effendy S dan Tursilowati L. 2010

Identifikasi Kenyamanan Termal

Bangunan (Studi Kasus: Ruang Kuliah

Kampus IPB Baranangsiang dan

Darmaga Bogor). Jurnal Agromet. Vol

24 (1): 14-22.

Lestari, El Assyfa R dan Jaya I.N.S. 2005.

Penggunaan Teknologi Penginderaan

Jauh Satelit dab SIG untuk Menentukan

Luas Hutan Kota (Studi Kasus di Kota

Bogor, Jawa Barat). Jurnal Manajemen

Hutan Tropika. Vol 11 (2): 55-69.

Muis A. B. 2005. Analisis Kebutuhan Ruang

Terbuka Hijau berdasarkan Kebutuhan

Oksigen dan Air di Kota Depok Propinsi

Jawa Barat [tesis]. Bogor: Departemen

Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian,

Fakultas pertanian, Institut Pertanian

Bogor.

Pemerintah Kota Semarang. 2007. Peraturan

Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun

2004 Tentang: Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota Semarang Tahun 2000 –

2010.

Putro S. 2009. Pemodelan Tingkat Pelayanan

Jalan (Level of Services) Berbasis Sistem

Informasi Geografis untuk Mengurangi

Kemacetan Lalu Lintas Kota Semarang.

Jurnal Geografi. Vol. 6 (2): 111-120.

Samsudi. 2010. Ruang Terbuka Hijau

Kebutuhan Tata Ruang Perkotaan Kota

Surakarta. Jurnal Rural and

Development. Vol 1 (1): 11-19.

Santoso W, Sutomo H dan Riyanto,

Bambang. 2009. Pengembangan

Angkutan Umum di Daerah SubUrban

Kota Semarang Berbasis Sistem

Informasi Geografi. Jurnal Transportasi.

Vol. 9 (1): 1-96.

Setyawati dan Sedyawati. 2010. Sebaran

Ruang Terbuka Hijau Dan Peluang

Perbaikan Iklim Mikro di Semarang

Barat. Jurnal Biosaintifikasi. Vol. 2 (2):

61-74.

Setyowati L. D. 2008. Iklim Mikro dan

Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota

Semarang. Jurnal Manusia dan

Lingkungan. Vol. 15 (3): 125-140.

Sundari S. E. 2005. Studi untuk Menentukan

Fungsi Hutan Kota dalam Masalah

Lingkungan Perkotaan. Jurnal

Perencanaan Wilayah dan Kota. Hal: 68-

83.

Page 32: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

21

LAMPIRAN

Page 33: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

22

Lampiran 1. Data Suhu Udara Rata-Rata Bulanan (°C) Kota Semarang Tahun 1990-2007

Tahun

Suhu Udara Rata-Rata (°C)

Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

1990 26,1 27,4 26,9 28,2 27,8 27,7 27,2 27,4 27,8 28,7 28,7 26,8

1991 26,6 26,3 27,6 27,1 28,2 27,7 27,5 27,1 27,9 28,7 27,8 27,1

1992 26,9 26,6 27,5 27,6 28,4 27,8 27,7 27,5 27,9 27,5 27,5 26,9

1993 26,5 26,5 27,2 27,6 28,6 28,0 27,3 27,7 27,8 28,5 28,3 27,5

1994 26,4 26,8 26,2 27,6 27,6 27,2 26,7 27,0 27,5 28,6 28,7 27,2

1995 26,5 26,4 26,7 27,9 28,2 27,7 27,4 27,5 28,2 28,9 27,3 26,7

1996 26,2 25,9 27,2 27,9 28,2 28,2 27,5 27,8 28,0 28,0 27,4 26,6

1997 25,8 26,4 27,6 27,9 28,1 27,9 27,0 27,1 27,6 28,7 29,3 28,0

1998 28,4 28,0 28,2 28,5 29,0 28,4 27,7 28,2 28,5 28,4 27,4 27,0

1999 26,8 26,5 27,2 27,3 27,8 27,6 26,8 27,2 27,9 27,9 27,4 27,0

2000 26,1 26,7 26,9 27,0 27,7 27,1 27,5 27,3 28,4 27,9 27,4 27,5

2001 26,9 26,7 26,6 27,6 28,6 27,5 27,4 27,2 28,3 28,1 27,7 27,2

2002 26,8 26,0 27,5 28,4 28,4 27,9 27,8 27,1 27,8 29,1 28,7 28,2

2003 27,6 26,8 26,8 28,7 28,3 25,5 26,6 27,8 28,2 28,1 28,2 28,4

2004 27,5 27,8 27,2 28,0 27,4 27,8 27,6 27,8 27,2 27,9 27,5 27,6

2005 27,1 27,2 27,4 28,2 28,8 28,0 27,5 27,6 28,1 28,2 28,3 27,0

2006 27,2 28,0 27,4 27,8 27,6 27,8 27,2 27,2 28,0 27,4 27,8 27,6

2007 26,9 26,9 25,9 26,3 26,2 28,2 28,3 28,7 27,2 27,9 27,5 27,6

(Sumber: BMKG Kota Semarang dan BMKG Pusat tahun 1990-2007)

Page 34: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

23

Lampiran 2. Data Kelembaban Relatif Udara Rata-Rata Bulanan (%) Kota Semarang Tahun

1990-2007

Tahun

Kelembaban Relatif Rata-Rata (%)

Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

1990 87 81 84 79 80 75 74 74 71 69 74 84

1991 85 86 78 83 72 71 67 67 65 64 77 82

1992 82 83 80 81 78 75 69 72 72 76 79 81

1993 85 83 79 79 74 74 69 70 67 68 74 78

1994 82 80 85 77 68 68 64 63 63 68 76 83

1995 84 86 85 80 79 76 71 67 68 71 81 84

1996 85 87 81 76 73 72 73 71 69 77 78 82

1997 84 84 84 76 84 71 67 65 62 65 69 78

1998 79 84 81 80 76 79 81 73 73 80 84 83

1999 85 84 82 81 79 75 72 69 67 76 81 83

2000 85 84 82 83 80 74 71 70 70 77 82 79

2001 83 82 85 80 72 77 72 70 73 80 83 83

2002 86 88 83 77 75 71 68 67 67 66 75 78

2003 81 85 84 75 75 78 71 72 72 76 81 78

2004 80 84 83 74 74 77 70 71 71 75 80 77

2005 82 82 82 78 72 78 72 70 72 75 75 83

2006 74 74 77 70 71 71 75 80 77 74 74 77

2007 83 74 74 77 70 71 71 75 80 77 83 74

(Sumber: BMKG Kota Semarang dan BMKG Pusat tahun 1990-2007)

Page 35: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

24

Lampiran 3. Data Curah Hujan Rata-Rata Bulanan (mm) Kota Semarang Tahun 1990-2007

Tahun

Curah Hujan Rata-Rata (mm)

Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

1990 667 82 300 119 98 139 186 172 150 18 120 265

1991 247 662 111 241 87 4 5 1 4 22 208 466

1992 207 137 206 178 163 77 6 186 131 314 257 165

1993 924 184 262 189 50 124 18 42 120 71 120 106

1994 439 160 429 210 26 25 30 1 32 66 178 473

1995 241 325 246 73 308 163 13 0 76 84 474 322

1996 225 400 114 254 104 11 95 142 66 328 301 393

1997 690 212 344 287 73 30 1 6 51 21 109 411

1998 145 440 100 269 35 169 127 108 112 229 102 230

1999 325 421 226 226 83 167 69 65 89 280 207 420

2000 486 234 164 138 285 46 44 80 147 196 439 202

2001 269 335 300 299 114 240 47 1 184 176 195 179

2002 258 447 193 300 127 22 8 1 5 66 272 148

2003 379 469 409 249 138 46 28 72 63 239 154 164

2004 382 474 396 236 125 33 15 59 50 226 141 151

2005 241 319 294 132 81 324 91 102 164 294 181 24

2006 236 125 33 15 59 50 226 141 151 236 125 33

2007 382 474 396 236 125 33 15 59 50 226 141 151

(Sumber: BMKG Kota Semarang dan BMKG Pusat tahun 1990-2007)

Page 36: ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN (Studi Kasus Kota Semarang)

25

Lampiran 4. Data Radiasi Surya Rata-Rata Bulanan (%) Kota Semarang Tahun 1990-2007

Tahun

Radiasi Surya Rata-Rata (%)

Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

1990 29 66 50 75 60 74 84 85 88 89 89 50

1991 45 41 72 61 87 91 94 99 92 95 66 53

1992 63 51 68 59 79 69 88 79 76 67 48 52

1993 47 64 57 69 72 66 80 81 91 90 61 51

1994 44 52 43 61 85 83 90 97 92 95 82 48

1995 29 48 47 66 75 63 80 81 90 78 52 41

1996 44 36 76 78 84 73 81 61 83 60 73 60

1997 35 47 71 68 90 92 89 96 99 91 85 51

1998 77 67 65 72 75 66 67 93 75 65 44 49

1999 34 48 57 52 60 66 86 93 97 72 58 41

2000 44 48 53 66 72 68 89 85 94 70 51 60

2001 35 37 39 53 69 57 74 77 97 69 46 44

2002 58 34 53 63 70 78 76 78 80 80 67 56

2003 50 37 52 80 79 84 81 48 70 50 80 38

2004 54 41 56 84 83 88 85 52 74 54 84 42

2005 60 66 68 80 87 80 85 84 88 78 70 31

2006 56 84 83 88 85 52 74 54 84 56 84 83

2007 74 78 34 46 74 52 82 37 96 67 47 77

(Sumber: BMKG Kota Semarang dan BMKG Pusat tahun 1990-2007)