analisis kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan kebutuhan oksigen (studi kasus kota semarang)
DESCRIPTION
SKRIPSI: Hanifah Nurhayati 20 Juni 2012TRANSCRIPT
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU
BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN
(Studi Kasus Kota Semarang)
HANIFAH NURHAYATI
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ABSTRACT
HANIFAH NURHAYATI, Analysis of Green Open Space Requirement Based on Oxygen
Demand (Case Study: Semarang City). Supervised by YON SUGIARTO.
Land use change from vegetation area to urban area disturbs the ecological balance of the city,
for example the needs for oxygen and climatic conditions of the city. This study aims to determine
the coverage area of green open space required in Semarang in 2015, 2020 and 2025 based on
oxygen needs and to assess the influences of green open space changes in Semarang toward the
climatic conditions. Analysis in this study uses the equation Gerarkis. The results showed that the
Semarang currently has a wide open green space area of 15621 Ha or 42% of Semarang. In 2020,
green open spaces in the city of Semarang is predicted to be 14804 Ha. The decreasing of green
open space in Semarang has impacts on climate condition such as the increasing of average air
temperature, decreasing of average relative air humidity, decreasing of rainfall intensity and
decreasing of solar radiation.
Keywords: Land use change, Green open space, Oxygen, Climate condition.
ABSTRAK
HANIFAH NURHAYATI, Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Kebutuhan
Oksigen (Studi Kasus Kota Semarang). Dibimbing oleh YON SUGIARTO.
Alih fungsi lahan dari kawasan bervegetasi menjadi kawasan terbangun menganggu
keseimbangan ekologi kota, misalnya terhadap kebutuhan oksigen dan kondisi iklim kota.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan luas ruang terbuka hijau yang dibutuhkan Kota
Semarang tahun 2015, tahun 2020 dan tahun 2025 berdasarkan kebutuhan oksigen serta untuk
mengkaji pengaruh perubahan luas ruang terbuka hijau Kota Semarang terhadap keadaan iklim
kota. Analisis pada penelitian ini menggunakan persamaan Gerarkis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Kota Semarang saat ini memiliki luas ruang terbuka hijau 15621 Ha atau
42% dari luas Kota Semarang. Pada tahun 2020, ruang terbuka hijau Kota Semarang diprediksi
seluas 14804 Ha. Pengurangan luasan ruang terbuka hijau di Kota Semarang dari tahun ke tahun
berdampak pada iklim Kota Semarang yaitu terjadinya peningkatan suhu udara rata-rata,
penurunan kelembaban relatif udara rata-rata, penurunan intensitas curah hujan rata-rata dan
penurunan radiasi surya rata-rata yang sampai ke permukaan Kota Semarang.
Kata kunci: Alih fungsi lahan, Ruang terbuka hijau, Oksigen, Kondisi iklim.
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU
BERDASARKAN KEBUTUHAN OKSIGEN
(Studi Kasus Kota Semarang)
HANIFAH NURHAYATI
G24080013
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul : Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan
Kebutuhan Oksigen (Studi Kasus Kota Semarang)
Nama : Hanifah Nurhayati
NIM : G24080013
Menyetujui,
Pembimbing
Yon Sugiarto, S.Si, M.Sc
NIP. 19740604 199803 1 003
Mengetahui,
Ketua Departemen
Geofisika dan Meteorologi
Dr. Ir. Rini Hidayati, MS
NIP. 19600305 198703 2 002
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan kasih sayangNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau
berdasarkan Kebutuhan Oksigen (Studi Kasus Kota Semarang). Tidak lupa sholawat serta salam
penulis haturkan kepada nabi besar Muhammad SAW. Semoga ajarannya selalu menerangi
kehidupan ini.
Penulis menyadari keterlibatan banyak pihak dalam penyelesaian penelitian ini, baik itu yang
memberikan masukan, kritik maupun bantuan material dan spiritual. Karena itu dalam kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak dan Ibu tercinta, Mbak Lis dan keluarga, Mbak Santi dan keluarga, serta seluruh
keluarga besarku yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, dukungan, perhatian,
kesabaran dan pengorbanannya, semoga Allah SWT membalas dengan surga-Nya
2. Bapak Yon Sugiarto, S.Si, M.Sc atas segala bentuk bantuan, saran, nasihat dan bimbingan yang
telah diberikan
3. Bapak Dr. Ir. Impron, M. Agr, M.Sc dan Dr. Ir. Sobri Effendy, M.Si sebagai dosen penguji
dalam tugas akhir atas saran dan nasihat yang telah diberikan
4. Seluruh dosen dan staff departemen Geofisika dan Meteorologi IPB
5. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Semarang yang telah memberikan
bantuan berupa informasi dan data pendukung dalam penelitian ini
6. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota
Semarang dan Pusat atas pemberian data pendukung dalam penelitian ini
7. Saudara seperjuangan GFM 45 atas persaudaraan, persahabatan, kerjasama dan dukungan
yang luar biasa selama ini, khususnya Ferdy Aprihatmoko, Fauzan Nurrachman, dan Aulia
Maharani yang telah membantu dalam mendapatkan data serta proses pengolahan data
penelitian.
8. Seluruh mahasiswa departemen Geofisika Meteorologi atas persahabatan dan kerjasamanya
9. Seluruh teman-teman dari MAN 2 Kudus angkatan 2008, terimakasih atas dukungan dan
doanya, khususnya Dewi Masitoh dan Khusnul Syarifah yang telah membantu dalam
mendapatkan data penelitian
10. Teman-teman TPB dari asrama putri A2 lorong 5 (Fennyka, Mely, Dede, Rini, Putri, Sari, Sofi,
Hera dkk), B25, B26 atas persaudaraaan dan persahabatannya
11. Teman-teman kost Lukita (Mbak Siska, Eka, Nunung, Deti, Tiche, Nivi, Rosma) dan Wismaku
(Aulia, Dora, Diyah, Ari, Ditta) atas bantuan semangat dan doanya.
12. Teman-teman dari Keluarga Kudus Bogor atas persaudaraan, kerjasama, doa dan
dukungannya.
13. Teman-teman dari Global Citizen Corps (GCC) Indonesia, Youth Care About The Orphans
(Dewa, Fida, Fella, Ketty, Sintong, Dicky, Maria, Farrah, Ratna Dila, Dody, Fitra, Dilla Pera,
Mirna, Nae, Putri), Indonesian Climate Student Forum (Hijaz, Edo, Wengky, Noya, Ima, Ocha,
Zia, Mani, Dissa, Santi dkk), serta Earth Hour Bogor 2012 (Ruri, Emod, Sarah, Citra, Dewi,
dkk) atas persahabatan, persaudaraan, dan dukungannya selama ini.
14. Adik-adik asuh dari panti asuhan Permata Hati dan anak-anak didik dari SDN 1, SDN 3, dan
SDN 4 Darmaga, terima kasih atas kekeluargaan, kebahagiaan dan keceriaannya.
15. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak
dapat disebut satu per satu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Masukan dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Hanifah Nurhayati, lahir di Desa Pasir,
Kabupaten Demak, Jawa Tengah pada tanggal 19 Desember 1989 dan
merupakan anak ke-tiga dari tiga bersaudara dari Bapak Sunarto dan Ibu
Martini.
Tahun 2008 penulis lulus dari MA Negeri 2 Kudus dan pada tahun
yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI). Penulis memilih program studi Meteorologi Terapan,
Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif disejumlah organisasi kemahasiswaan yakni
sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi (Himagreto) pada Departemen
Pengembangan Sumberdaya Mahasiswa serta Informasi dan Komunikasi tahun 2010-2012, dan
anggota Gentra Kaheman divisi angklung dan rampak sekar tahun 2008-2009.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Sains IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul
Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Kebutuhan Oksigen (Sudi Kasus Kota
Semarang), dibimbing oleh Yon Sugiarto, S.Si, M.Sc.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................ xi
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2 Tujuan ........................................................................................................................... 1
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH) ...................................................................... 2
2.2 Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH)........................................................ 2
2.3 Tipe Ruang Terbuka Hijau (RTH) ................................................................................ 3
2.4 Bentuk dan Kriteria Ruang terbuka Hijau (RTH) ......................................................... 3
2.5 Pengaruh RTH terhadap Keadaan Iklim ....................................................................... 4
2.6 Luasan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Pemenuhan Oksigen.................................. 4
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................................... 5
3.2 Alat dan Bahan .............................................................................................................. 5
3.3 Metodologi Penelitian .................................................................................................. 5
3.3.1 Jenis Data .......................................................................................................... 5
3.3.2 Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data ......................................................... 5
3.3.3 Pengolahan Data ................................................................................................ 5
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Wilayah Kota Semarang ..................................................................... 7
4.1.1 Letak Geografis dan Topografis ........................................................................ 7
4.1.2 Iklim .................................................................................................................. 8
4.1.3 Hidrologi ............................................................................................................ 8
4.1.4 Permasalahan Kota Semarang ........................................................................... 9
4.2 Kebutuhan Luas RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Kota Semarang .................... 12
4.2.1 Ruang Terbuka Hijau ......................................................................................... 12
4.2.2 Kebutuhan Oksigen ........................................................................................... 13
4.2.3 Kebutuhan Luas RTH ....................................................................................... 16
4.3 Pengaruh RTH Terhadap Keadaan Iklim Kota Semarang............................................. 17
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 19
5.2 Saran ............................................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 20
LAMPIRAN .............................................................................................................................. 21
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Bentuk dan kriteria komponen ruang terbuka hijau .......................................................... 4
2. Kebutuhan oksigen berdasarkan jenis kendaraan bermotor dan bahan bakar
minyak ............................................................................................................................... 6
3. Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km2) ...................................................... 8
4. Proyeksi jumlah penduduk dan kebutuhan oksigen yang dibutuhkan
penduduk Kota Semarang tahun 1985-2025 ....................................................................... 13
5. Proyeksi jumlah kendaraan bermotor berdasarkan jenisnya di Kota Semarang
tahun 1990-2025 ................................................................................................................. 14
6. Proyeksi kebutuhan oksigen kendaraan bermotor di Kota Semarang tahun
1990-2025 ........................................................................................................................... 14
7. Proyeksi jumlah hewan ternak berdasarkan jenisnya di Kota Semarang tahun
1990-2025 ........................................................................................................................... 15
8. Proyeksi kebutuhan oksigen hewan ternak Kota Semarang tahun 1990-2025 .................. 15
9. Proyeksi kebutuhan oksigen, luas RTH yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan oksigen dan luas RTH yang tersedia di Kota Semarang tahun
1990-2025 ........................................................................................................................... 16
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Peta topografi Kota Semarang tahun 1999 ......................................................................... 7
2. Grafik suhu dan RH bulanan Kota Semarang .................................................................... 8
3. Grafik CH dan radiasi matahari bulanan Kota Semarang .................................................. 8
4. Peta pembagian Bagian Wilayah Kota (BWK) Semarang .................................................. 10
5. Peta rencana struktur tata ruang Kota Semarang ................................................................ 11
6. Peta lokasi wilayah konservasi Kota Semarang .................................................................. 12
7. Peta penggunaan lahan di Kota Semarang .......................................................................... 13
8. Grafik suhu udara rata-rata bulanan dan persentase RTH Kota Semarang
tahun 1990-2007 ................................................................................................................. 17
9. Grafik kelembaban relatif udara rata-rata bulanan dan persentase RTH Kota
Semarang tahun 1990-2007 ................................................................................................ 18
10. Grafik curah hujan rata-rata bulanan dan persentase RTH Kota Semarang
tahun 1990-2007 ................................................................................................................ 18
11. Grafik radiasi surya rata-rata dan persentase RTH Kota Semarang tahun
1990-2007 ........................................................................................................................... 18
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Data Suhu Udara Rata-Rata Bulanan (°C) Kota Semarang Tahun 1990-2007 ................... 22
2. Data Kelembaban Relatif Udara Rata-Rata Bulanan (%) Kota Semarang
Tahun 1990-2007 ................................................................................................................ 23
3. Data Curah Hujan Rata-Rata Bulanan (mm) Kota Semarang Tahun 1990-
2007 ................................................................................................................................. 24
4. Data Radiasi Surya Rata-Rata Bulanan (%) Kota Semarang Tahun 1990-2007................. 25
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota merupakan suatu wilayah yang
dihuni oleh sejumlah orang atau masyarakat
dimana mereka saling bersosialisasi dan
melakukan aktivitas sehari-harinya. Kota
juga sebagai pusat berbagai aktivitas
manusia baik fisik maupun spiritual.
Padatnya penduduk di suatu perkotaan
sangat mempengaruhi kondisi lingkungan
kota tersebut. Semakin tinggi jumlah
penduduk maka kebutuhan penduduk akan
tempat tinggal juga semakin bertambah. Hal
ini diperparah dengan maraknya
pembangunan fisik kota. Kedua hal tersebut
memiliki kecenderungan untuk mengurangi
keberadaan ruang terbuka hijau pada suatu
kota. Menurut Saratri (1998) dalam Putro
(2009) pertumbuhan penduduk yang tinggi
di perkotaan menyebabkan meningkatnya
masalah-masalah sosial, ekonomi dan
perkembangan kota, misalnya peningkatan
pengangguran, peningkatan kriminalitas,
peningkatan pencemaran, menjamurnya
pedagang kaki lima, penurunan kualitas
permukiman, dan menyebarnya kemacetan
lalu lintas.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota
Semarang No. 7 Tahun 2007, Ruang
Terbuka Hijau (RTH) perkotaan adalah
bagian dari ruang-ruang terbuka (open
spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi
oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi guna
mendukung manfaat ekologis, sosial-budaya
dan arsitektural yang dapat memberikan
manfaat sosial ekonomi (kesejahteraan) bagi
masyarakatnya. Secara fisik RTH dapat
dibedakan menjadi RTH alami yang berupa
habitat liar alami, kawasan lindung dan
taman-taman nasional, maupun RTH non-
alami atau binaan seperti taman, lapangan
olah raga, dan kebun bunga. RTH memiliki
fungsi penting bagi kelestarian lingkungan
dan kenyamanan masyarakat yaitu dapat
meningkatkan kualitas air tanah, mencegah
banjir, mengurangi polusi udara, dan
menurunkan temperatur kota. Secara sosial-
budaya keberadaan RTH dapat memberikan
fungsi sebagai ruang interaksi sosial dan
sarana rekreasi.
Semarang sebagai kota besar di
Indonesia mengalami perkembangan yang
cukup pesat khususnya dalam bidang
pembangunan. Telah ditetapkan bahwa
Semarang memiliki Rencana Pembangunan
Jangka Pendek yaitu dalam kurun waktu 5
tahun dan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang yaitu dalam kurun waktu 20 tahun.
Sejalan dengan itu pertambahan penduduk
juga semakin meningkat. Wilayah
pinggiran kota mempunyai pertumbuhan
penduduk yang lebih besar dibandingkan
wilayah perkotaan. Hal ini ditunjang
dengan adanya peningkatan akses ke pusat
kota (Santoso et al. 2009).
Peningkatan jumlah penduduk daerah
perkotaan menimbulkan tekanan yang
besar terhadap sumberdaya dan lingkungan
perkotaan. Salah satu dampak yang timbul
akibat peningkatan jumlah penduduk adalah
terjadinya konversi lahan yang semula
merupakan ruang tumbuh berbagai vegetasi
berubah menjadi ruang pemukiman dan
sarana pendukung kegiatan di perkotaan,
seperti: industri, perdagangan dan jalan raya.
Menurut Setyawati dan Sedyawati (2010)
konsentrasi penduduk di bagian wilayah
tertentu ditambah dengan adanya industri
dan perdagangan serta transportasi kota yang
padat menyebabkan tejadinya peningkatan
polusi udara di Kota Semarang.
Kota Semarang merupakan kota pantai
beriklim tropis kering dipengaruhi kondisi
lautan. Keadaan cuaca panas terik
merupakan problem lingkungan di Kota
Semarang. Permasalahan lingkungan
terutama kondisi iklim mikro di perkotaan
tidak terlepas dari keberadaan RTH. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut maka perlu
dilakukan penelitian mengenai studi
pengembangan RTH Kota Semarang
terutama dalam pemenuhan kebutuhan
oksigen bagi penduduk kota serta untuk
mengatasi pencemaran udara yang
cenderung meningkat.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Menentukan luas ruang terbuka hijau
yang dibutuhkan Kota Semarang tahun
2015, tahun 2020 dan tahun 2025 yang
akan datang berdasarkan kebutuhan
oksigen untuk memberikan kenyamanan
bagi penduduk kota
2. Mengkaji pengaruh perubahan luas ruang
terbuka hijau Kota Semarang terhadap
keadaan iklim kota.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ruang Terbuka Hijau
(RTH)
Definisi mengenai Ruang Terbuka Hijau
(RTH) sangatlah beragam, berdasarkan
Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14
Tahun 1988 tentang Penataan Ruang
Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan, ruang
terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota
atau wilayah yang lebih luas, baik dalam
bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk
area memanjang/jalur dimana di dalam
penggunaannya lebih bersifat terbuka tanpa
bangunan. Ruang terbuka hijau
pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau
tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara
alamiah ataupun budidaya tanaman seperti
lahan pertanian, pertamanan, perkebunan
dan sebagainya.
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
No 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan,
dituliskan bahwa ruang terbuka hijau
perkotaan adalah bagian dari ruang terbuka
suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh
tumbuhan dan tanaman guna mendukung
manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi
dan estetika. Selanjutnya disebutkan pula
bahwa dalam ruang terbuka hijau
pemanfaatannya lebih bersifat pengisian
hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara
alamiah ataupun budidaya tanaman.
Perencanaan Ruang Terbuka Hijau
(RTH) berdasarkan pada pertimbangan dapat
terwujudnya keseimbangan, keserasian, dan
keselamatan bangunan gedung dengan
lingkungan di sekitarnya. Disamping itu,
juga mempertimbangkan terciptanya ruang
luar bangunan gedung dan ruang terbuka
hijau yang seimbang, serasi, dan selaras
dengan lingkungan di sekitarnya. Sebagai
bagian dari rencana tata ruang, maka
kedudukan RTH akan menjadi penentu
keseimbangan lingkungan hidup dan
lingkungan binaan. Rencana tata ruang
menjadi landasan dalam mengantisipasi
pesatnya perkembangan ruang-ruang
terbangun, yang harus diikuti dengan
kebijakan penyediaan ruang terbuka
(Samsudi 2010).
2.2 Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka
Hijau (RTH)
Departemen Dalam Negeri Republik
Indonesia mengeluarkan Instruksi Menteri
Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988
tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau
(RTH) di Wilayah Perkotaan, dengan tujuan
sebagai berikut :
a. Meningkatkan lingkungan hidup
perkotaan yang nyaman, segar, indah,
bersih dan sebagai sarana pengaman
lingkungan perkotaan
b. Menciptakan keserasian lingkungan alam
dan lingkungan binaan yang berguna
untuk kepentingan masyarakat
Peranan RTH bagi pengembangan kota
adalah sebagai berikut :
a. Alat pengukur iklim amplitude
(klimatologis). Penghijauan memperkecil
amplitude variasi yang lebih besar dari
kondisi udara panas ke kondisi udara
sejuk
b. Penyaring udara kotor (protektif).
Penghijauan dapat mencegah terjadinya
pencemaran udara yang berlebihan oleh
adanya asap kendaraan, asap buangan
industri dan gas beracun lainnya
c. Sebagai tempat hidup satwa. Pohon
peneduh tepi jalan sebagai tempat hidup
satwa burung/unggas
d. Sebagai penunjang keindahan (estetika).
Tanaman ini memiliki bentuk teksur dan
warna yang menarik
e. Mempertinggi kualitas ruang kehidupan
lingkungan. Ditinjau dari sudut
planologi, penghijauan berfungsi sebagai
pengikat dan pemersatu elemen-elemen
(bangunan) yang ada disekelilingnya.
Dengan demikian, dapat tercipta
lingkungan yang kompak dan serasi.
Adapun manfaat RTH di wilayah
perkotaan antara lain sebagai berikut :
a. Memberikan kesegaran, kenyamanan dan
keindahan lingkungan sebagai paru-paru
kota
b. Memberikan lingkungan yang bersih dan
sehat bagi penduduk kota
c. Memberikan hasil produksi berupa kayu,
daun, bunga dan buah
d. Sebagai tempat hidup satwa dan plasma
nutfah
e. Sebagai resapan air guna menjaga
keseimbangan tata air dalam tanah,
mengurangi aliran air permukaan,
menangkap dan menyimpan air, menjaga
keseimbangan tanah agar kesuburan
tanah tetap terjamin
f. Sirkulasi udara dalam kota
g. Sebagai tempat sarana dan prasarana
kegiatan rekreasi.
3
2.3 Tipe Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Pembentukan Ruang Terbuka Hijau
Kawasan Perkotaan (RTHKP) disesuaikan
dengan bentang alam berdasarkan aspek
biogeografis dan struktur ruang kota serta
estetika. Pembentukan RTHKP sebagaimana
dimaksud pada Peraturan Menteri Dalam
Negeri No. 1 Tahun 2007 ayat (1)
mencerminkan karakter alam dan/atau
budaya setempat yang bernilai ekologis,
historik, panorama yang khas dengan tingkat
penerapan teknologi. Jenis RTHKP meliputi:
a. Taman kota
b. Taman wisata alam
c. Taman rekreasi
d. Taman lingkungan perumahan dan
permukiman
e. Taman lingkungan perkantoran dan
gedung komersial
f. Taman hutan raya
g. Hutan kota
h. Hutan lindung
i. Bentang alam seperti gunung, bukit,
lereng dan lembah
j. Cagar alam
k. Kebun raya
l. Kebun binatang
m. Pemakaman umum
n. Lapangan olah raga
o. Lapangan upacara
p. Parkir terbuka
q. Lahan pertanian perkotaan
r. Jalur dibawah tegangan tinggi (SUTT
dan SUTET)
s. Sempadan sungai, pantai, bangunan, situ
dan rawa
t. Jalur pengaman jalan, median jalan, rel
kereta api, pipa gas dan pedestrian
u. Kawasan dan jalur hijau
v. Daerah penyangga (buffer zone)
lapangan udara
w. Taman atap (roof garden)
2.4 Bentuk dan Kriteria Ruang Terbuka
Hijau (RTH)
Beberapa karakteristik dari ruang terbuka
hijau dapat diuraikan sebagai berikut, yaitu :
luasan ruang terbuka hijau, menurut
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
disebutkan bahwa RTH minimal harus
memiliki luasan 30% dari luas total wilayah,
dengan porsi 20% sebagai RTH publik.
Bentuk ruang terbuka hijau, ada dua
bentuk RTH yaitu bentuk jalur atau
memanjang dan bentuk pulau atau
mengelompok. RTH berbentuk jalur
biasanya mengikuti pola ruang yang
berdampingan, misalnya jalur hijau di
pinggir atau di median jalan, jalur hijau di
sempadan sungai, jalur hijau sepanjang rel
kereta api, jalur hijau dibawah SUTET, dan
sabuk hijau kota. RTH yang berbentuk
mengelompok seperti taman, hutan kota,
tempat pemakaman umum, pengaman
bandara, dan kebun raya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam
Negeri No. 1 Tahun 2007 ayat (1), elemen
vegetasi atau tanaman merupakan unsur
yang dominan dalam RTH. Vegetasi dapat
ditata sedemikian rupa sehingga mampu
berfungsi sebagai pembentuk ruang,
pengendalian suhu udara, memperbaiki
kondisi tanah dan sebagainya. Vegetasi
dapat menghadirkan estetika tertentu yang
terkesan alamiah dari garis, bentuk, warna,
dan tekstur yang ada dari tajuk, daun,
batang, cabang, kulit batang, akar, bunga,
buah maupun aroma yang ditimbukan dari
daun, bunga maupun buahnya. Untuk
memaksimalkan fungsi RTH, hendaknya
dipilih tanaman berdasarkan beberapa
pertimbangan dengan tujuan agar tanaman
dapat tumbuh baik dan dapat menanggulangi
masalah lingkungan yang muncul. Aspek
hortikultural sangat penting
dipertimbangkan dalam pemilihan jenis
tanaman untuk RTH. Selain itu guna
menunjang estetika urban desain, pemilihan
jenis vegetasi untuk RTH juga harus
mempertimbangkan aspek arsitektural dan
artistik visual. Beberapa persyaratan bagi
vegetasi yang ditujukan untuk RTH adalah :
a. Disenangi dan tidak berbahaya bagi
warga kota
b. Mampu tumbuh pada lingkungan yang
marjinal (tanah tidak subur, udara dan air
yang tercemar)
c. Cepat tumbuh dan mempunyai umur
yang panjang
d. Perakaran dalam sehingga tidak mudah
tumbang
e. Tidak mempunyai akar yang besar di
permukaan tanah
f. Dahan dan ranting tidak mudah patah,
buah tidak terlalu besar
g. Tidak gugur daun (serasah yang
dihasilkan sedikit)
h. Cukup teduh, tetapi tidak terlalu gelap
i. luka akibat benturan mobil mudah
sembuh
j. Tahan terhadap pencemar dari kendaraan
bermotor dan industri
k. Tahan terhadap gangguan fisik
l. Dapat menghasilkan O2 dan
meningkatkan kualitas lingkungan kota
4
m. Bibit/benih mudah didapatkan dengan
harga yang murah/terjangkau oleh
masyarakat
n. Mempunyai bentuk yang indah
o. Ketika dewasa sesuai dengan ruang yang
ada
p. Kompatibel dengan tanaman lain
q. Serbuk sarinya tidak bersifat alergis
daun, bunga, buah, batang dan
percabangannya secara keseluruhan
indah/artistik, baik ditinjau dari bentuk,
warna, tekstur maupun aromanya
r. Prioritas menggunakan vegetasi
endemik/lokal. Jenis tanaman endemik
atau jenis tanaman lokal yang memiliki
keunggulan tertentu (ekologis, sosial
budaya, ekonomi, arsitektural) dalam
wilayah kota tersebut menjadi bahan
tanaman utama penciri RTH kota
tersebut, yang selanjutnya akan
dikembangkan guna mempertahankan
keanekaragaman hayati wilayahnya dan
juga nasional.
2.5 Pengaruh RTH Terhadap Keadaan
Iklim
Salah satu masalah yang cukup
merisaukan masyarakat adalah berkurangnya
kenyamanan akibat meningkatnya suhu
udara. Untuk mengatasi itu, RTH dibangun
(dengan pola penghijauan tanaman pohon)
agar pada siang hari tidak terlalu panas
akibat banyaknya perkerasan seperti jalan,
jembatan, bangunan dan sebagainya.
Sebaliknya pada malam hari dapat lebih
hangat karena tajuk pohon dapat menahan
radiasi balik dari bumi. Jumlah pantulan
radiasi matahari sangat dipengaruhi oleh
panjang gelombang, jenis tanaman, umur
tanaman, posisi jatuh sinar matahari,
keadaaan cuaca dan posisi lintang, sehingga
pada kawasan perumahan penghijauan RTH
akan menciptakan iklim mikro(Grey and
Deneke dalam Setyowati 2008). .
Vegetasi berpengaruh terhadap iklim dan
kenyamanan suatu kota. Vegetasi mampu
meredam sinar matahari meskipun tidak
secara langsung menurunkan suhu udara
karena vegetsi menyerap sinar matahari
untuk proses fotosintesis dan efek bayangan
yang oleh vegetasi mampu menghalangi
pemanasan permukaan di bawah vegetasi.
Fungsi vegetasi selain memberikan efek
bayangan dan meredam sinar matahari juga
dapat berperan sebagai “windbreak” yang
dapat mengurangi kecepatan angin (Kurnia
et al. 2010)
2.6 Luasan Ruang Terbuka Hijau
Berdasarkan Pemenuhan Oksigen
Ruang terbuka hijau yang penuh dengan
pohon sebagai paru-paru kota merupakan
produsen oksigen yang belum tergantikan
fungsinya. Peran pepohonan yang tidak
Tabel 1 Bentuk dan kriteria komponen ruang terbuka hijau
No Kriteria Hutan
Kota
Sempa dan
Sungai dan
Pantai
Lereng/Bukit/
Gunung
Taman
Kota
Jalur
Hijau
Kota
Halaman
dan
Pekarangan
1 Sasaran Kawasan
konservasi
Kawasan
konservasi
dan
Pertanian
tanaman
keras
Kawasan
Industri dan
Pusat
Kegiatan
Jalan dan
Kawasan
konservasi
Jalan dan
Kawasan
Konservasi
Pemukiman
2 Fungsi
Penting
Hidrologis
dan
Ameliorasi
iklim
Perlindungan
setempat dan
hidrologi
Hidrologi,
Ameliorasi
iklim dan
komersial
Estetika
dan
Produksi
oksigen
Ameliorasi
iklim
Produksi
Oksigen dan
tujuan
komersial
3 Vegetasi
Pohon
dengan
tajuk dan
perakaran
intensif
Pohon
dengan tajuk
dan
perakaran
intensif
Pohon dengan
tajuk dan
perakaran
intensif
Tanaman
Hias
Tumbuhan
semua
strata
Buah-
buahan,
tanaman
hias atau
lainnya
4 Intensitas
Manajemen Rendah Sedang Rendah Tinggi Sedang Tinggi
5 Status
Pemilik Umum
Umum dan
Pribadi
Umum dan
Pribadi
Umum dan
Pribadi Umum Pribadi
6 Pengelola
Dinas
Kehutanan
atau
Perorangan
Dinas
Pekerjaan
Umum atau
Pertamanan
Dinas
Pertamanan
atau Pribadi
Pertamanan
atau
Pribadi
Dinas
Pertamanan Pribadi
(Sumber: Fakultas Kehutanan IPB 1987 dalam Muis 2005)
5
dapat digantikan yang lain adalah berkaitan
dengan penyediaan oksigen bagi kehidupan
manusia. Menurut Wisesa (1988) dalam
Muis (2005), setiap satu hektar ruang
terbuka hijau diperkirakan mampu
menghasilkan 0.6 ton oksigen guna
dikonsumsi 1500 penduduk per hari,
sehingga dapat bernafas dengan lega.
Kebutuhan oksigen yang dimaksud
adalah oksigen yang digunakan oleh
manusia, ternak dan kendaraan bermotor.
Untuk mengetahui kebutuhan oksigen
disuatu areal perkotaan maka perlu
mengetahui jumlah penduduk yang ada.
Kebutuhan oksigen untuk manusia dapat
dihitung dengan asumsi bahwa manusia
mengoksidasi 3000 kalori per hari dari
makanan dan menggunakan sekitar 600 liter
oksigen dan memproduksi sekitar 480 liter
CO2 (Wisesa 1988 dalam Muis 2005).
Luasan RTH yang dibutuhkan oleh suatu
kota dapat ditentukan berdasarkan
kebutuhan oksigen dari manusia, ternak dan
kendaraan bermotor dengan menggunakan
persamaan Gerarki dengan asumsi bahwa
suplai oksigen hanya dilakukan oleh
tanaman.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian mengenai analisis kebutuhan
ruang terbuka hijau berdasarkan kebutuhan
oksigen ini dilakukan di Kota Semarang dari
bulan Februari sampai Maret 2012.
3.2 Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Peta Kota Semarang, Revisi
Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK)
Semarang tahun 2010-2030, Citra Landsat
Kota Semarang, Data iklim Kota Semarang
tahun 1990-2007, Data jumlah penduduk,
ternak dan kendaraan bermotor Kota
Semarang tahun 1990-2010. Peralatan yang
digunakan yaitu seperangkat komputer,
Microsoft Word, Microsoft Excel, Software
Er Mapper, Software ArGIS dan alat tulis.
3.3 Metodologi Penelitian
3.3.1 Jenis Data
Data yang dikumpulkan yaitu:
Bentuk dan tipe ruang terbuka hijau
Citra satelit Kota Semarang
Jumlah dan laju pertumbuhan
penduduk, ternak serta kendaraan
bermotor
Data iklim: suhu udara, radiasi
matahari, kelembabaan relatif, dan
curah hujan
Peraturan perundangan tentang ruang
terbuka hijau
3.3.2 Teknik dan Prosedur
Pengumpulan Data
Teknik dan prosedur pengumpulan data
yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu:
1. Observasi
Observasi dilakukan untuk mendapatkan
gambaran fisik kondisi Kota Semarang,
terutama mengenai kondisi fisik keberadaan
ruang terbuka hijau dan kendaraan bermotor
di Kota Semarang.
2. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan untuk
mendapatkan data sekunder sehingga dapat
digunakan sebagai pembanding hasil
observasi dan sebagai bahan pustaka untuk
menunjang keberhasilan penelitian ini.
3.3.3 Pengolahan Data
Pengolahan data dalam penelitian ini
digunakan untuk mengetahui apakah luasan
ruang terbuka hijau di Kota Semarang saat
ini telah sesuai berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku dan kondisi
iklim mikro kota Semarang yang
mempengaruhi kenyamanan kota.
1. Penentuan Luas Ruang Terbuka Hijau
berdasarkan Peraturan atau Undang-
Undang
Analisis kebutuhan luas ruang terbuka
hijau kawasan kota dapat menggunakan
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1
Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Dalam
kebijakan tersebut disebutkan bahwa yang
termasuk dalam ruang terbuka hijau yaitu
taman kota, taman wisata alam, taman
rekreasi, taman lingkungan perumahan dan
perkantoran, taman hutan raya, hutan kota,
hutan lindung, bentang alam (gunung, bukit,
lereng, dan lembah), cagar alam, kebun raya,
kebun binatang, pemakaman umum,
lapangan olah raga, lapangan upacara, parkir
terbuka, lahan pertanian kota, jalur dibawah
tegangan tinggi, sempadan
sungai/pantai/bangunan/rawa, jalur
pengaman jalan, kawasan dan jalur hijau,
daerah peyangga lapangan udara, dan taman
atap. Luas ruang terbuka hijau kawasan
perkotaan (RTHKP) minimal 30% dari luas
kawasan perkotaan.
6
2. Penentuan Luas Ruang Terbuka Hijau
berdasarkan Kebutuhan Oksigen
Pohon atau tumbuhan dapat menyerap
karbondioksida melalui proses fotosintesis
dan menghasilkan oksigen melalui proses
fotosintesis dari rumus:
Berdasarkan proses fotosintesis tersebut,
Gerakis (1974) dalam Muis (2005)
mengembangkan suatu persamaan berikut
ini,
Kemudian dikembangkan oleh Wijayanti
(2003) dalam Muis (2005) yaitu sebagai
berikut:
Lt =
Keterangan:
Lt : Luas RTH pada tahun t (m2)
Xt, Pt : Jumlah kebutuhan oksigen bagi
penduduk pada tahun t
Yt, Kt : Jumlah kebutuhan oksigen bagi
kendaraan bermotor pada tahun t
Tt : Jumlah kebutuhan oksigen bagi
ternak pada tahun t
54 : Konstanta yang menunjukkan 1m2
luas lahan menghasilkan 54 gram
berat kering tanaman perhari
0.9375 : Konstanta yang menunjukkan
bahwa 1 gram berat kering
tanaman adalah setara dengan
produksi oksigen 0.9375 gram.
Asumsi:
a. Pengguna oksigen hanya manusia, ternak
dan kendaraan bermotor, sedangkan
jumlah hewan peliharaan dan ternak
yang relatif kecil diabaikan dalam
perhitungan.
b. Jumlah kendaraan yang keluar dan
masuk dalam wilayah studi dianggap
sama setiap hari.
c. Kebutuhan oksigen per hari tiap orang
adalah sama yaitu sebesar 600 liter/hari
atau 0.86 kg/hari (White et al. 1959
dalam Muis 2005).
d. Kebutuhan oksigen oleh hewan ternak
yaitu 1.70 kg/hari untuk sapi dan kerbau,
2.86 kg/hari untuk kuda, 0.31 kg/hari
untuk kambing dan domba, serta 0.17
kg/hari untuk unggas (Muis 2005).
e. Suplai oksigen hanya dilakukan oleh
tanaman dan tidak ada upaya
penambahan luasan RTH
f. Pertumbuhan penduduk, ternak dan
kendaraan bermotor konstan.
Kebutuhan oksigen untuk kendaraan
bermotor dihitung berdasarkan konsumsi
bahan bakar minyak (bensin dan solar) oleh
tiap-tiap jenis kendaraan bermotor per
harinya, yaitu sepeda motor dan kendaraan
penumpang menggunakan bensin,
sedangkan bus dan kendaraan beban
menggunakan solar. Untuk kebutuhan
oksigen tiap 1 kg bensin yaitu 2.77 kg dan
untuk 1 kg solar yaitu 2.88 kg (Muis 2005).
Konsumsi bensin oleh sepeda motor
sebesar 1.5 liter/hari dan kendaraan
penumpang sebesar 25 liter/hari. Sedangkan
konsumsi solar oleh bus sebesar 50 liter/hari
dan kendaraan beban sebesar 40 liter/hari
(Christina 2012).
Untuk menghitung populasi penduduk,
ternak, dan kendaraan bermotor dari tahun
2015 hingga 2025 digunakan rumus bunga
berganda (Muis 2005), yaitu:
Pt+x = Pt (1+r)x
Keterangan:
Pt+x : Jumlah penduduk pada tahun (t+x)
Pt : Jumlah penduduk pada tahun (t)
r : Rata-rata persentase pertambahan
jumlah penduduk
x : Selisih tahun
Tabel 2 Kebutuhan oksigen berdasarkan jenis kendaraan bermotor dan bahan bakar minyak
jenis kendaraan kebutuhan BBM Kebutuhan O2
tiap 1kg BB
Kebutuhan
O2/hari liter/hari kg/hari
Sepeda motor 1.5 1.10 2.77 3.03
Kendaraan penumpang 25 18.25 2.77 50.55
Kendaraan beban 40 29.20 2.88 84.10
Bus 50 36.50 2.88 105.12
(Sumber: Christina 2012 dan hasil perhitungan)
E + 6CO2+ 12H2O →C2H12O6 + 6O2 + 6H2O
264 g 216 g 180 g 192 g 108 g
7
Rata-rata persentase pertambahan jumlah
penduduk dapat dicari dengan menggunakan
persamaan berikut (Muis 2005):
r =
Keterangan:
t1 : Jumlah penduduk tahun ke-1
t2 : Jumlah penduduk tahun ke-2
Rumus bunga berganda juga dapat
digunakan untuk memprediksi jumlah ternak
dan kendaraan bermotor untuk masing-
masing jenisnya dengan menggunakan data
jumlah dan laju pertumbuhan pada tahun
sebelumnya.
3. Pengaruh Ruang Terbuka Hijau terhadap
Keadaan Iklim Mikro
Analisis mengenai pengaruh keberadaan
luas ruang terbuka hijau terhadap iklim Kota
Semarang dilakukan dengan
membandingkan antara data luas ruang
terbuka hijau dan iklim Kota Semarang saat
ini dengan data luas ruang terbuka hijau dan
iklim Kota Semarang tahun-tahun
sebelumnya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Wilayah Kota
Semarang
4.1.1 Letak Geografis dan Topografis
Kota Semarang merupakan ibukota
provinsi Jawa Tengah (Gambar 1) yang
terletak antara 6º 50' - 7º 10' Lintang Selatan
dan 109º 50' - 110º 35' Bujur Timur.
Sedangkan Ketinggian Kota Semarang
terletak antara 0 sampai 348 meter di atas
permukaan laut.
Kota Semarang mempunyai keadaan
geografis yang unik karena dikenal istilah
Semarang atas dan Semarang bawah.
Semarang atas mempunyai keadaan
geografis yang berbukit-bukit. Sedangkan
Semarang bawah merupakan dataran rendah
yang luas. Wilayah Kota Semarang memiliki batas-
batas sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut
Jawa
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan
Kabupaten Semarang
c. Sebelah Barat berbatasan dengan
Kabupaten Kendal
d. Sebelah Timur berbatasan dengan
Kabupaten Demak.
Luas wilayah Kota Semarang sebesar
373.70 km2 dan merupakan 1.15% dari total
luas daratan Provinsi Jawa Tengah. Secara
administratif, Kota Semarang terbagi atas 16
wilayah Kecamatan dan 177 Kelurahan.
Secara lengkap luas wilayah masing-masing
kecamatan di Kota Semarang dapat dilihat
pada Tabel 3.
Gambar 1 Peta topografi kota Semarang tahun 1999 (Sumber: RIWRD 2001).
8
Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di
Kota Semarang (km2)
(Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010)
4.1.2 Iklim
Berdasarkan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang
tahun 2010-2015, Kota Semarang seperti
kondisi umum di Indonesia, mempunyai
iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh
angin muson barat dan muson timur. Bulan
November hingga Mei angin bertiup dari
arah Utara Barat Laut (NW) menciptakan
musim hujan dengan membawa banyak uap
air dan hujan. Sifat periode ini adalah curah
hujan tinggi dan kelembaban relatif tinggi.
Lebih dari 80% dari curah hujan tahunan
turun di periode ini. Bulan Juni hingga
Oktober angin bertiup dari Selatan Tenggara
(SE) menciptakan musim kemarau, karena
membawa sedikit uap air. Sifat periode ini
adalah curah hujan dan kelembaban lebih
rendah.
Curah hujan di Kota Semarang
mempunyai sebaran yang tidak merata
sepanjang tahun, dengan total curah hujan
rata-rata 2180 mm per tahun. Suhu rata-rata
bulanan yang diukur di Stasiun Klimatologi
Semarang berubah-ubah berkisar antara
26.5°C hingga 28.5 °C. Kelembaban relatif
bulanan rata-rata berubah-ubah dari
minimum 71% pada bulan September ke
maksimum 83% pada bulan Januari. Radiasi
sinar matahari yang sampai hingga
permukaan Kota Semarang bervariasi dari
50% pada bulan Januari sampai 87% pada
bulan September (Gambar 2 & 3).
4.1.3 Hidrologi
Kondisi Hidrologi potensi air di Kota
Semarang bersumber pada sungai-sungai
yang mengalir di Kota Semarang antara lain
Kali Garang, Kali Pengkol, Kali Kreo, Kali
Banjirkanal Timur, Kali Babon, Kali
Sringin, Kali Kripik, Kali Dungadem dan
lain sebagainya. Kali Garang yang bermata
air di Gunung Ungaran, alur sungainya
memanjang ke arah utara hingga mencapai
Pegandan tepatnya di Tugu Soeharto,
bertemu dengan aliran Kali Kreo dan Kali
Kripik. Kali Garang sebagai sungai utama
pembentuk kota bawah yang mengalir
membelah lembah-lembah Gunung Ungaran
mengikuti alur yang berbelok-belok dengan
aliran yang cukup deras. Debit Kali Garang
merupakan 53.0 % dari debit total, kali Kreo
34.7 % dan Kali Kripik 12.3 %. Oleh karena
Gambar 2 Grafik suhu dan RH bulanan Kota Semarang Gambar 3 Grafik CH dan radiasi matahari bulanan Kota Semarang
(Sumber: BMKG Kota Semarang tahun 1990-2007)
9
Kali Garang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan air minum warga Kota Semarang,
maka langkah-langkah untuk menjaga
kelestariannya juga terus dilakukan (Bapeda
2010).
4.1.4 Permasalahan Kota Semarang
Permasalahan di Kota Semarang tak jauh
berbeda dengan permasalahan kota-kota
besar lain di Indonesia. Masalah perkotaan
yang umum menurut Sundari (2005) antara
lain masalah yang berkaitan dengan :
a. Perusakan alam, meliputi pencemaran air
sungai di dalam kota dan penyempitan
ruang hijau
b. Perusakan nilai historis kota
c. Prioritas diberikan pada kendaraan
bermotor, bukan pejalan kaki
d. Konsenstrasi di pusat kota, pertumbuhan
yang cepat di pinggir kota, pemangunan
yang tidak beraturan and menyebar serta
memperpanjang jarak tempuh
Kota Semarang memiliki posisi
geostrategis karena berada pada jalur lalu
lintas ekonomi pulau Jawa, dan merupakan
koridor pembangunan Jawa Tengah. Salah
satu permasalahan lingkungan yang sangat
menonjol antara lain adalah terjadinya alih
fungsi lahan dari tegalan menjadi lahan
terbangun untuk kawasan permukiman,
terutama lereng-lereng perbukitan antara 8-
15% bahkan di beberapa tempat pada lereng
sekitar 25%. Adanya tekanan penduduk
terhadap kebutuhan lahan baik untuk
kegiatan pertanian, perumahan, industri,
rekreasi, maupun kegiatan lain akan
menyebabkan perubahan penggunaan lahan.
Perubahan penggunaan lahan yang
paling besar pengaruhnya terhadap
kelestarian sumberdaya air adalah perubahan
dari kawasan hutan ke penggunaan lainnya
seperti, pertanian, perumahan ataupun
industri. Sekitar 1200 Ha lahan di Semarang
bawah (Pantura Semarang) berada di bawah
permukaan air laut (Semarang Barat Utara,
Semarang Barat, Genuk) sehingga rob dan
banjir sangat sering terjadi di wilayah ini .
Sebagaimana diatur di dalam Perda
Nomor 5 Tahun 2004 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang
Tahun 2000 - 2010 telah ditetapkan kawasan
yang berfungsi lindung dan kawasan yang
berfungsi budidaya sebagian besar terletak
di wilayah bagian Selatan. Kawasan lindung
setempat adalah kawasan sempadan pantai,
sempadan sungai, sempadan waduk, dan
sempadan mata air. Kawasan lindung rawan
bencana merupakan kawasan yang
mempunyai kerentanan bencana longsor dan
gerakan tanah. Kegiatan budidaya
dikembangkan dalam alokasi pengembangan
fungsi budidaya. Pada Penyusunan Revisi
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Semarang Tahun 2010-2030 ditetapkan
bahwa kota Semarang yang terdiri dari 10
Bagian Wilayah Kota (BWK) disetiap BWK
harus ada titik-titik pusat lingkungan yang
bertujuan untuk menjaga dan mengawasi
kegiatan pembangunan di tiap-tiap BWK
agar tetap memperhatikan kelestarian
lingkungan (Gambar 4 & 5).
10
Gambar 4 Peta pembagian Bagian Wilayah Kota (BWK) Semarang (Sumber: Bapeda 2010).
11
Gambar 5 Peta rencana struktur tata ruang Kota Semarang (Sumber: Bapeda 2010).
12
4.2 Kebutuhan Luas RTH Berdasarkan
Kebutuhan Oksigen Kota Semarang
4.2.1 Ruang Terbuka Hijau
Penentuan luas Ruang Terbuka Hijau
(RTH) berdasarkan kebutuhan oksigen di
Kota Semarang sangat bergantung pada
kondisi RTH di Kota Semarang saat ini dan
Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK)
Kota Semarang. Sesuai dengan RUTRK
Kota Semarang tahun 2010 ditetapkan
bahwa saat ini RTH di Kota Semarang
sebesar ±15621 Ha (42%) terdiri dari RTH
privat ±3737 Ha (10%) dan RTH publik
±11884 Ha (32%). Penataan dan alokasi
RTH di Kota Semarang ditujukan untuk
menjaga keserasian dan keseimbangan
ekosistem lingkungan, perlindungan tata air,
menciptakan keseimbangan antara
lingkungan alam dan lingkungan binaan
yang berguna untuk kepentingan
masyarakat, meningkatkan keserasian
lingkungan perkotaan, serta sebagai sarana
pengaman lingkungan perkotaan yang aman,
nyaman, segar, indah, dan bersih.
RTH di Kota Semarang terdiri dari
taman kota, taman lingkungan perumahan
dan perkantoran, hutan lindung, cagar alam,
pemakaman umum, lapangan olah raga,
lahan pertanian, sempadan sungai, sempadan
rawa, sempadan pantai, lapangan udara,
kawasan dan jalur hijau. RTH Kawasan
hutan konservasi merupakan RTH yang
mendominasi di wilayah Kota Semarang
(Gambar 6), yaitu sebagai berikut:
a. Kecamatan Tembalang 806 Ha
b. Kecamatan Mijen 5115 Ha
c. Kecamatan Banyumanik 960 Ha
d. Kecamatan Ngaliyan 976 Ha
e. Kecamatan Gunungpati 5214 Ha
Kota Semarang memiliki luas wilayah
sebesar 373.70 km2 atau 37370 Ha.
Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri
No. 14 Tahun 1988, standar RTH yang
didasarkan atas persentase luas area dan
jumlah penduduk suatu wilayah yaitu 40-
60% dari total wilayah harus dihijaukan.
Pada tahun 2010 persentase luas RTH Kota
Semarang mencapai 42%, nilai ini berada
dalam kisaran nilai yang ditetapkan. Akan
tetapi dalam penyebarannya, RTH Kota
Semarang hanya terpusat di wilayah
Semarang atas yang secara topografis
merupakan daerah dataran tinggi dan
kawasan konservasi, sedangkan wilayah
Semarang bawah yang merupakan pusat
kota dan daerah pantai utara Jawa memiliki
luasan RTH yang kecil (Gambar 7).
Gambar 6 Peta lokasi wilayah konservasi Kota Semarang(Sumber: RIWRD 2001).
13
Gambar 7 Peta penggunaan lahan di Kota Semarang (Sumber: Citra Landsat 11 Mei 2010 path/row 120/65)
4.2.2 Kebutuhan Oksigen
Segala aktivitas kehidupan membutuhkan
oksigen (O2). Manusia, hewan ternak dan
kendaraan bermotor merupakan konsumen
oksigen dalam jumlah yang sangat besar.
Konsumsi oksigen oleh manusia dan hewan
ternak yaitu untuk proses metabolisme dan
pembakaran zat-zat makanan dalam tubuh,
sedangkan kendaraan bermotor
mengkonsumsi oksigen untuk proses
pembakaran bahan bakarnya.
A. Kebutuhan Oksigen oleh Penduduk Kota
Semarang
Berdasarkan data dari Badan Pusat
Statistik Kota Semarang Tahun 1990-2010,
tahun 1990 jumlah penduduk Kota Semarang
sebanyak 1146931 jiwa dan tahun 2010
mencapai 1527433 jiwa dengan rata-rata
persentase pertambahan penduduk 1.6% per
tahun. Pertambahan jumlah penduduk yang
paling pesat terjadi antara tahu 1994-1995
dengan persentase pertambahan penduduk
4.7%.
Rumus bunga berganda, dapat digunakan
untuk memprediksi jumlah penduduk Kota
Semarang pada tahun yang akan datang yaitu
sesuai dengan target penelitian ini, dari tahun
2015 sampai 2025. Serta dengan asumsi
bahwa kebutuhan oksigen perhari tiap orang
adalah sama yaitu sebesar 600 liter/hari atau
0.864 kg/hari maka dapat dihitung kebutuhan
oksigen penduduk Kota Semarang.
Berdasarkan data proyeksi jumlah kebutuhan
Tabel 4 Proyeksi jumlah penduduk dan kebutuhan oksigen yang dibutuhkan penduduk Kota
Semarang tahun 1985-2025
Tahun Jumlah Penduduk Kebutuhan Oksigen Kebutuhan Oksigen
(Jiwa) (liter/hari) (kg/hari)
1985 1096271 0.66 x 109
0.95 x 106
1990 1146931 0.69 x 109
0.99 x 106
1995 1232931 0.74 x 109
1.07 x 106
2000 1309667 0.79 x 109
1.13 x 106
2005 1419478 0.85 x 109
1.23 x 106
2010 1527433 0.92 x 109
1.32 x 106
2015 1635237 0.98 x 109
1.41 x 106
2020 1750649 1.05 x 109
1.51 x 106
2025 1874207 1.12 x 109
1.62 x 106
(Sumber: BPS Kota Semarang tahun 1985-2010 dan hasil perhitungan)
14
oksigen yang dibutuhkan penduduk Kota
Semarang dari tahun 1985 sampai 2025
(Tabel 4), jumlah penduduk Kota Semarang
cenderung mengalami tren peningkatan yang
relatif konstan yaitu 1.6 % per tahun atau 8 %
per lima tahun sehingga kebutuhan oksigen
penduduk Kota Semarang turut mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun.
B. Kebutuhan Oksigen oleh Kendaraan
Bermotor Kota Semarang
Konsumen terbesar oksigen selain manusia
adalah kendaraan bermotor sehingga penting
juga untuk diperhitungkan. Besarnya
kebutuhan oksigen oleh kendaraan bermotor
per hari dapat ditentukan dari jumlah
konsumsi bahan bakar (bensin dan solar) per
hari. Kota Semarang yang tergolong kota
besar mempunyai konsumsi BBM total per
tahun sekitar 115477 kiloliter (Handajani
2009)
Prinsip kerja kendaraan bermotor adalah
pengapian, proses pembakaran bahan
bakarnya menggunakan oksigen. Untuk
menghitung kebutuhan oksigen oleh
kendaraan bermotor maka perlu diketahui
jumlah dan jenis kendaraan bermotor yang
ada di Kota Semarang. Berdasarkan data dari
Badan Pusat Statistik Kota Semarang Tahun
1990-2010, jenis kendaraan bermotor di Kota
Semarang dibedakan menjadi empat jenis,
yaitu: kendaraan bus, kendaraan beban (truk) ,
kendaraan penumpang (mobil dinas, mobil
pribadi, taksi, mikrolet) dan sepeda motor
(Tabel 5). Jumlah kendaraan bermotor Kota
Semarang mengalami peningkatan yang
sangat besar dari tahun ke tahun yaitu sebesar
lebih dari 10% per tahun.
Berdasarkan data proyeksi jumlah
kebutuhan oksigen yang dibutuhkan
kendaraan bermotor di Kota Semarang dari
tahun 1990 sampai 2025 dapat diketahui
bahwa pertambahan jumlah kendaraan
bermotor yang sangat besar dari tahun ke
Tabel 5 Proyeksi jumlah kendaraan bermotor berdasarkan jenisnya di Kota Semarang tahun 1990-
2025
Tahun Bus Kendaraan Beban Kendaraan Penumpang Sepeda Motor
1990 240 902 10950 48109
1995 769 1217 19090 74580
2000 244 904 22353 82490
2005 530 732 22190 93073
2010 443 913 46784 119019
2015 804 948 75609 154207
2020 1457 983 122195 199798
2025 2644 1021 197484 258869
(Sumber: BPS Kota Semarang tahun 1990-2010 dan hasil perhitungan)
Tabel 6 Proyeksi kebutuhan oksigen kendaraan bermotor di Kota Semarang tahun 1990-2025
Tahun
Kebutuhan Oksigen Kendaaraan (kg/hari) Total
(kg/hari) Kendaraan
Penumpang
Kendaraan
Bus
Kendaraan
beban
Sepeda
Motor
1990 553550 25229 75855 145922 0.80 x 106
1995 965047 80837 102345 226212 1.37 x 106
2000 1130000 25649 76023 250205 1.48 x 106
2005 1121760 55714 61558 282304 1.52 x 106
2010 2365048 46568 76780 361002 2.85 x 106
2015 3822241 84468 79683 467733 4.45 x 106
2020 6177265 153212 82697 606018 7.02 x 106
2025 9983305 277905 85824 785188 11.13 x 106
15
tahun menyebabkan kebutuhan oksigen yang
dibutuhkan juga turut meningka. Tahun 1990
kebutuhan oksigen kendaraan bermotor
sebesar 0.80 x 106 kg/hari dan pada tahun
2010 meningkat lebih dari tiga kali lipat
menjadi 2.85 x 106 kg/hari, sedangkan
prediksi di tahun 2025 meningkat sangat
drastis hingga mencapai 11.13 x 106
kg/hari
(Tabel 6).
C. Kebutuhan Oksigen oleh Hewan Ternak
Kota Semarang
Populasi hewan ternak di Kota Semarang
yang bersumber dari Badan Pusat Statistik
Kota Semarang pada tahun 2010 adalah
sebagai berikut: populasi kerbau dan sapi
sebesar 2951 ekor, populasi kuda nol,
populasi kambing dan domba sebesar 27783
ekor, populasi unggas sebesar 1309801 ekor.
Jumlah hewan ternak Kota Semarang pada
tahun yang akan datang (2015, 2020 dan
2025) diprediksi dengan rumus bunga
berganda (Tabel 7) .
Berdasarkan data jumlah hewan ternak
tersebut dan dengan menggunakan data hasil
penelitian yang telah ada mengenai besarnya
konsumsi oksigen hewan ternak maka dapat
dihitung jumlah kebutuhan oksigen hewan
ternak di Kota Semarang. Jumlah hewan
ternak Kota Semarang cenderung mengalami
tren peningkatan yaitu 3.2% per tahun
sehingga kebutuhan oksigen penduduk Kota
Semarang turut mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun (Tabel 8).
Tabel 7 Proyeksi jumlah hewan ternak berdasarkan jenisnya di Kota Semarang tahun 1990-2025
Tahun Kerbau dan Sapi Kuda Kambing dan Domba Unggas
1990 11470 164 30076 782591
1995 10132 186 27355 2169933
2000 10674 203 32439 5108257
2005 5965 79 20239 787463
2010 2951 0 27783 1309801
2015 2278 0 28428 2602752
2020 1758 0 29088 5172020
2025 1357 0 29764 10277504
(Sumber: BPS Kota Semarang tahun 1990-2007 dan hasil perhitungan)
Tabel 8 Proyeksi kebutuhan oksigen hewan ternak Kota Semarang tahun 1990-2025
Tahun
Kebutuhan Oksigen Ternak (kg/hari) Total
(kg/hari) Kerbau dan Sapi Kuda
Kambing dan
Domba Unggas
1990 19523 304 9441 130724 0.16 x 106
1995 17245 345 8587 362466 0.39 x 106
2000 18168 377 10183 853283 0.88 x 106
2005 10153 147 6353 131538 0.15 x 106
2010 5023 0 8722 218789 0.23 x 106
2015 3877 0 8924 434764 0.45 x 106
2020 2992 0 9131 863934 0.88 x 106
2025 2309 0 9343 1716754 1.73 x 106
16
4.2.3 Kebutuhan Luas RTH
Menentukan kebutuhan luas RTH
berdasarkan kebutuhan oksigen suatu kota
dapat digunakan pendekatan metode Gerarkis
(1974) yang memperhitungkan kebutuhan
ruang terbuka hijau dari tiga konsumen
oksigen utama yaitu manusia, kendaraan
bermotor dan hewan ternak. Hasil
perhitungan luas ruang terbuka hijau yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
oksigen Kota Semarang disajikan dalam
Tabel 9.
Hasil perhitungan kebutuhan luas RTH
berdasarkan kebutuhan oksigen menunjukkan
bahwa kebutuhan oksigen oleh manusia,
kendaraan bermotor dan hewan ternak di Kota
Semarang cenderung meningkat setiap
tahunnya. Dalam kurun waktu 20 tahun yaitu
dari tahun 1990 sampai 2010 kebutuhan
oksigen Kota Semarang meningkat lebih dari
dua kali lipat yaitu dari 1.95 x 106 kg/hari
meningkat menjadi 4.40 x 106 kg/hari.
Sehingga luas RTH yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan oksigen kota juga
meningkat yaitu pada tahun 1990 sebesar
3855 Ha (10% dari luas Kota Semarang) dan
pada tahun 2010 meningkat menjadi 8695 Ha
(23% dari luas Kota Semarang). Selama 20
tahun tersebut luas ruang terbuka hijau yang
tersedia di Kota Semarang masih cukup besar
dan sanggup memenuhi kebutuhan oksigen
kota Semarang yaitu sebesar 42% dari luas
keseluruhan Kota Semarang .
Berdasarkan hasil prediksi kebutuhan luas
RTH, pada tahun 2015-2025 dapat diketahui
bahwa kebutuhan oksigen oleh manusia,
kendaraan bermotor dan hewan ternak di Kota
Semarang terus mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Tahun 2015 kebutuhan oksigen
Kota Semarang diperkirakan mencapai 6,31 x
106 kg/hari sehingga luas RTH yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
oksigen kota yaitu seluas 12473 Ha atau 33%
dari luas Kota Semarang dan RTH yang
tersedia di Kota Semarang pada tahun tersebut
seluas 15207 Ha atau 41% dari luas kota
Semarang.
Tahun 2020 kebutuhan oksigen Kota
Semarang diperkirakan mencapai 9,41 x 106
kg/hari sehingga luas ruang terbuka yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
oksigen kota yaitu seluas 18583 Ha atau 50%
dari luas Kota Semarang dan RTH yang
tersedia di Kota Semarang pada tahun tersebut
seluas 14804 Ha atau 40% dari luas Kota
Semarang. Hal ini menunjukkan bahwa Kota
Semarang sudah tak sanggup memenuhi
kebutuhan oksigen kota. Tahun 2025
kebutuhan oksigen Kota Semarang
diperkirakan akan mencapai 1,45 x 107 kg/hari
sehingga luas ruang terbuka yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan oksigen kota
yaitu seluas 28602 Ha atau 77% dari luas kota
Semarang dan RTH yang tersedia di Kota
Semarang pada tahun tersebut seluas 14412
Ha atau 39% dari luas Kota Semarang.
Perlu dicermati dari hasil prediksi bahwa
jumlah oksigen yang dibutuhkan kendaraan
bermotor jauh lebih besar dibandingkan yang
dibutuhkan manusia maupun hewan ternak per
hari. Besarnya tingkat kebutuhan oksigen
kendaraan bermotor disebabkan oleh laju
Tabel 9 Proyeksi kebutuhan oksigen, luas RTH yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
oksigen, dan luas RTH yang tersedia di Kota Semarang tahun 1990-2025
Tahun
Kebutuhan Oksigen (kg/hari)
Luas RTH yang
dibutuhkan
untuk
memenuhi
kebutuhan
oksigen kota
Luas RTH
yang tersedia
Penduduk Kendaraan
Bermotor
Hewan
Ternak Total (Ha) (%) (Ha) (%)
1990 0.99 x 106 0.80 x 106 0.16 x 106 1.95 x 106 3855 10% 21847 65%
1995 1.07 x 106 1.37 x 106 0.39 x 106 2.83 x 106 5587 15% 21732 58%
2000 1.13 x 106 1.48 x 106 0.88 x 106 3.50 x 106 6905 18% 21469 57%
2005 1.23 x 106 1.52 x 106 0.15 x 106 2.90 x 106 5720 15% 18786 50%
2010 1.32 x 106 2.85 x 106 0.23 x 106 4.40 x 106 8695 23% 15621 42%
2015 1.40 x 106 4.45 x 106 0.45 x 106 6.31 x 106 12473 33% 15207 41%
2020 1.51 x 106 7.02 x 106 0.88 x 106 9.41 x 106 18583 50% 14804 40%
2025 1.62 x 106 11.13 x 106 1.73 x 106 1.45 x 107 28602 77% 14412 39%
(Sumber: BPS Kota Semarang tahun 1990-2010 dan hasil perhitungan)
Keterangan: Luas RTH yang tersedia di Kota Semarang tahun 2010-2030 berdasarkan RUTRK sebesar 42%
17
pertambahan jumlah kendaraan bermotor
lebih besar dibandingkan laju pertambahan
jumlah penduduk maupun hewan ternak. Laju
pertambahan jumlah kendaraan bermotor per
tahunnya lebih dari 10%, sedangkan laju
pertambahan penduduk sekitar 1.62% per
tahun dan hewan ternak sekitar 3.20%. Jika
hal ini tidak diantisipasi sedini mungkin, maka
dapat mengurangi kenyamanan penduduk kota
dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan
menganggu keseimbangan ekologi kota.
Solusi untuk menganggulangi
permasalahan tersebut yaitu menekan laju
pertambahan jumlah kendaraan bermotor di
Kota Semarang dan penerapan pajak
progresif. Selain itu, upaya lain yang harus
dilakukan adalah mengoptimalkan fungsi
ruang terbuka hijau terutama di lokasi-lokasi
yang padat kegiatan seperti pusat kota. Upaya
pengoptimalan fungsi ruang terbuka hijau
dapat dilakukan melalui pembangunan ruang
terbuka hijau dengan jenis tanaman yang
memiliki produksi oksigen tinggi dan mampu
meredam polutan yang ditimbulkan oleh
kendaraan bermotor. Upaya lain yang dapat
dilakukan yaitu menentukan bentuk dan tipe
ruang terbuka hijau yang sesuai dengan
rencana pengembangan wilayah kota.
4.3 Pengaruh RTH Terhadap Keadaan
Iklim Kota Semarang
Kota Semarang berdasarkan data iklim
selama 17 tahun yaitu dari 1990 hingga 2007,
suhu udara rata-rata cenderung mengalami
peningkatan, sedangkan kelembaban relatif,
curah hujan dan radiasi matahari rata-rata
cenderung mengalami penurunan di setiap
tahunnya. Perubahan kondisi iklim Kota
Semarang ini juga diiringi dengan perubahan
luasan ruang terbuka hijau Kota Semarang
yang semakin menyusut dari tahun ke tahun.
Gambar 8 hingga 11 menunjukkan hubungan
perubahaan luasan RTH Kota Semarang tiap
lima tahunan (1990, 1995, 2000, 2005, dan
2007) dengan kondisi iklim Kota Semarang
selama 17 tahun (1990 hingga 2007).
Variasi jarak antara suhu rata-rata bulanan
maksimum dan minimum dari tahun ke tahun
semakin kecil dan suhu rata-rata bulanan
cenderung mengalami peningkatan dalam
kurun waktu 17 tahun (1990-2007),
Peningkatan suhu udara di Kota Semarang tak
terlepas dari pengurangan luasan ruang
terbuka hijau di Kota Semarang. Pada tahun
1990 luas ruang terbuka hijau di Kota
Semarang seluas 21847 Ha dan menyusut
menjadi 18153 Ha pada tahun 2007
(Gambar 8). Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Effendy (2009)
yang menyebutkan bahwa pada saat laju
transfer panas diasumsikan tetap dan luasan
ruang terbuka hijau berkurang maka nilai
perubahan suhu udara menjadi besar yang
berarti suhu akhir lebih besar dari suhu awal,
sehingga pengurangan ruang terbuka hijau
menyebabkan peningkatan suhu udara.
Gambar 8 Grafik suhu udara rata-rata bulanan dan persentase RTH Kota Semarang tahun 1990-2007 (Sumber: BMKG).
18
Gambar 9 Grafik kelembaban relatif udara rata-rata bulanan dan persentase RTH Kota Semarang tahun 1990-2007
(Sumber: BMKG).
Gambar 10 Grafik curah hujan rata-rata bulanan dan persentase RTH Kota Semarang tahun 1990-2007 (Sumber: BMKG).
Gambar 11 Grafik radiasi surya rata-rata bulanan dan persentase RTH Kota Semarang tahun 1990-2007 (Sumber: BMKG).
19
Kelembaban relatif udara rata-rata Kota
Semarang cukup tinggi yaitu antara 65-85%.
Kelembaban relatif tertinggi terjadi pada
bulan-bulan musim penghujan yaitu
November hingga Februari, sedangkan
kelembaban relatif terendah terjadi pada
bulan-bulan musim kemarau yaitu Mei hingga
September.
Variasi jarak antara kelembaban relatif
rata-rata bulanan maksimum dan minimum
dari tahun ke tahun semakin kecil.
Kelembaban relatif udara rata-rata Kota
Semarang justru menunjukkan kecenderungan
menurun (Gambar 9). Ketidakstabilan ini
selain dikarenakan berkurangnya luasan ruang
terbuka hijau di Kota Semarang juga
dikarenakan iklim Kota Semarang yang sangat
dipengaruhi oleh iklim pantai dari laut Jawa.
Semakin berkurang luasan RTH di Kota
Semarang berarti semakin berkurang juga
vegetasinya. Hal ini menyebabkan salah satu
sumber utama uap air di udara, yaitu
transpirasi juga berkurang sehingga
kelembaban udara menjadi turun. Curah hujan dan radiasi surya yang sampai
ke permukaan bumi adalah dua unsur yang
sangat erat kaitannya. Semakin tinggi curah
hujan suatu wilayah itu menunjukkan aktivitas
pembentukan awan di wilayah tersebut tinggi
sehingga radiasi surya yang sampai ke
permukaan semakin kecil akibat terhalang
oleh awan. Besarnya radiasi surya yang
sampai ke bumi bukan merupakan satu-
satunya faktor yang mengindikasikan bahwa
besar pula curah hujan yang terjadi, kondisi
atmosfer seperti awan dan aerosol di udara
juga turut mempengaruhi.
Curah hujan rata-rata bulanan Kota
Semarang berkisar antara 150-200 mm dengan
radiasi surya berkisar antara 60-75%
(Gambar 10 & 11). Penurunan luasan ruang
terbuka hijau di Kota Semarang menyebabkan
penurunan intensitas curah hujan rata-rata
Kota Semarang. Namun, dalam kurun waktu
17 tahun tersebut radiasi surya yang sampai ke
permukaan Kota Semarang justru turut
menurun bukan meningkat. Berdasarkan
Lestari dan Jaya (2005), hal ini dikarenakan
terjadi peningkatan jumlah aerosol di atmosfer
mikro Kota Semarang akibat semakin
meningkatnya polusi udara dari perindustrian
dan transportasi di Kota Semarang serta
berkurangnya vegetasi yang berfungsi
menyerap polutan sehingga jumlah polutan di
udara khususnya yang berbentuk aerosol
meningkat.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kota Semarang dengan luas wilayah
37370 Ha, saat ini memiliki luas RTH 15621
Ha. Berdasarkan perhitungan dengan
persamaan Gerarkis maka untuk tahun 2015
luas RTH yang dibutuhkan Kota Semarang
untuk mencukupi kebutuhan oksigen kota
yaitu 12473 Ha dan luas RTH yang tersedia di
Kota Semarang seluas 15207 Ha. Tahun 2015
RTH Kota Semarang masih mampu
memenuhi kebutuhan oksigen penduduk,
kendaraan bermotor dan hewan ternak di Kota
Semarang. Pada tahun 2020 dan 2025, RTH di
Kota Semarang sudah tidak mampu lagi
memenuhi kebutuhan oksigen kotanya. RTH
Kota Semarang yang dibutuhkan pada tahun
2020 dan 2025 seluas 18583 Ha dan 28602
Ha. Oleh karena itu, pemerintah Kota
Semarang dan masyarakat harus berupaya
menambah luasan RTH dan mengurangi laju
pertambahan baik itu manusia, kendaraan
bermotor, maupun hewan ternak.
Pada tahun 1990 Kota Semarang memiliki
RTH seluas 21847 Ha tetapi kian menyusut
hingga tahun 2010 RTH yang dimiliki Kota
Semarang menjadi 15621 Ha. Hal tersebut
berdampak pada iklim Kota Semarang yaitu
terjadinya peningkatan suhu udara rata-rata,
penurunan kelembaban relatif udara rata-rata,
penurunan intensitas curah hujan rata-rata
dan penurunan radiasi surya rata-rata yang
sampai ke permukaan Kota Semarang. Ini
menunjukkan bahwa keberadaan ruang
terbuka hijau dapat mempengaruhi kondisi
iklim kota.
5.2 Saran
Pemerintah Kota Semarang hendaknya
mengoptimalkan pelaksanaan Peraturan
Daerah mengenai konservasi RTH yang
bertujuan melindungi kelestarian RTH yang
merupakan aset, potensi dan investasi Kota
Semarang jangka panjang. Perlunya proses
sosialisasi dan dengar pendapat antara
pemerintah Kota Semarang dengan
masyarakat untuk mencari solusi
pengembangan RTH yang diinginkan
masyarakat dan berorientasi kelestarian
lingkungan agar pemanfaatan RTH dapat
optimal. Untuk lebih mengetahui luasan RTH
optimal yang sebenarnya, maka perlu
dilakukan penelitian lanjutan tetapi dengan
menggunakan pendekatan lain seperti
kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan air,
produksi karbondioksida kota dan lain
sebagainya.
20
DAFTAR PUSTAKA
BMKG. Data Iklim Indonesia Tahun 1990-
2007. Jakata: BMKG Pusat.
BPS Kota Semarang. Kota Semarang Dalam
Angka Tahun 1990-2000. Semarang:
BPS Kota Semarang.
Christina B., 2012, Kalimantan Iri di Jawa
Jarang Antre BBM Subsidi, [online],
(http://www.tempo.co/read/news/2012/0
5/22/092405284/Kalimantan-Iri-di-Jawa-
Jarang-Antre-BBM-Subsidi, diakses
tanggal 10 Juni 2012)
Departemen Dalam Negeri. 1988. Instruksi
Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun
1988. Tentang: Penataan RTH di
Wilayah Perkotaan.
Departemen Dalam Negeri. 2007. Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun
2007 Tentang: Penataan Ruang Terbuka
Hijau Kawasan Perkotaan.
Effendy S. 2009. Dampak Pengurangan
Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan
terhadap Peningkatan Suhu Udara
dengan Metode Penginderaan Jauh.
Jurnal Agromet. Vol. 23 (2): 169-181.
Handajani M. 2009. Analisis Gradien
Kepadatan Penduduk dan Konsumsi
BBM. Jurnal Teknik Sipil dan
Lingkungan. Vol 11 (2): 141-148.
Kurnia R, Effendy S dan Tursilowati L. 2010
Identifikasi Kenyamanan Termal
Bangunan (Studi Kasus: Ruang Kuliah
Kampus IPB Baranangsiang dan
Darmaga Bogor). Jurnal Agromet. Vol
24 (1): 14-22.
Lestari, El Assyfa R dan Jaya I.N.S. 2005.
Penggunaan Teknologi Penginderaan
Jauh Satelit dab SIG untuk Menentukan
Luas Hutan Kota (Studi Kasus di Kota
Bogor, Jawa Barat). Jurnal Manajemen
Hutan Tropika. Vol 11 (2): 55-69.
Muis A. B. 2005. Analisis Kebutuhan Ruang
Terbuka Hijau berdasarkan Kebutuhan
Oksigen dan Air di Kota Depok Propinsi
Jawa Barat [tesis]. Bogor: Departemen
Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian,
Fakultas pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Pemerintah Kota Semarang. 2007. Peraturan
Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun
2004 Tentang: Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Semarang Tahun 2000 –
2010.
Putro S. 2009. Pemodelan Tingkat Pelayanan
Jalan (Level of Services) Berbasis Sistem
Informasi Geografis untuk Mengurangi
Kemacetan Lalu Lintas Kota Semarang.
Jurnal Geografi. Vol. 6 (2): 111-120.
Samsudi. 2010. Ruang Terbuka Hijau
Kebutuhan Tata Ruang Perkotaan Kota
Surakarta. Jurnal Rural and
Development. Vol 1 (1): 11-19.
Santoso W, Sutomo H dan Riyanto,
Bambang. 2009. Pengembangan
Angkutan Umum di Daerah SubUrban
Kota Semarang Berbasis Sistem
Informasi Geografi. Jurnal Transportasi.
Vol. 9 (1): 1-96.
Setyawati dan Sedyawati. 2010. Sebaran
Ruang Terbuka Hijau Dan Peluang
Perbaikan Iklim Mikro di Semarang
Barat. Jurnal Biosaintifikasi. Vol. 2 (2):
61-74.
Setyowati L. D. 2008. Iklim Mikro dan
Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota
Semarang. Jurnal Manusia dan
Lingkungan. Vol. 15 (3): 125-140.
Sundari S. E. 2005. Studi untuk Menentukan
Fungsi Hutan Kota dalam Masalah
Lingkungan Perkotaan. Jurnal
Perencanaan Wilayah dan Kota. Hal: 68-
83.
21
LAMPIRAN
22
Lampiran 1. Data Suhu Udara Rata-Rata Bulanan (°C) Kota Semarang Tahun 1990-2007
Tahun
Suhu Udara Rata-Rata (°C)
Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
1990 26,1 27,4 26,9 28,2 27,8 27,7 27,2 27,4 27,8 28,7 28,7 26,8
1991 26,6 26,3 27,6 27,1 28,2 27,7 27,5 27,1 27,9 28,7 27,8 27,1
1992 26,9 26,6 27,5 27,6 28,4 27,8 27,7 27,5 27,9 27,5 27,5 26,9
1993 26,5 26,5 27,2 27,6 28,6 28,0 27,3 27,7 27,8 28,5 28,3 27,5
1994 26,4 26,8 26,2 27,6 27,6 27,2 26,7 27,0 27,5 28,6 28,7 27,2
1995 26,5 26,4 26,7 27,9 28,2 27,7 27,4 27,5 28,2 28,9 27,3 26,7
1996 26,2 25,9 27,2 27,9 28,2 28,2 27,5 27,8 28,0 28,0 27,4 26,6
1997 25,8 26,4 27,6 27,9 28,1 27,9 27,0 27,1 27,6 28,7 29,3 28,0
1998 28,4 28,0 28,2 28,5 29,0 28,4 27,7 28,2 28,5 28,4 27,4 27,0
1999 26,8 26,5 27,2 27,3 27,8 27,6 26,8 27,2 27,9 27,9 27,4 27,0
2000 26,1 26,7 26,9 27,0 27,7 27,1 27,5 27,3 28,4 27,9 27,4 27,5
2001 26,9 26,7 26,6 27,6 28,6 27,5 27,4 27,2 28,3 28,1 27,7 27,2
2002 26,8 26,0 27,5 28,4 28,4 27,9 27,8 27,1 27,8 29,1 28,7 28,2
2003 27,6 26,8 26,8 28,7 28,3 25,5 26,6 27,8 28,2 28,1 28,2 28,4
2004 27,5 27,8 27,2 28,0 27,4 27,8 27,6 27,8 27,2 27,9 27,5 27,6
2005 27,1 27,2 27,4 28,2 28,8 28,0 27,5 27,6 28,1 28,2 28,3 27,0
2006 27,2 28,0 27,4 27,8 27,6 27,8 27,2 27,2 28,0 27,4 27,8 27,6
2007 26,9 26,9 25,9 26,3 26,2 28,2 28,3 28,7 27,2 27,9 27,5 27,6
(Sumber: BMKG Kota Semarang dan BMKG Pusat tahun 1990-2007)
23
Lampiran 2. Data Kelembaban Relatif Udara Rata-Rata Bulanan (%) Kota Semarang Tahun
1990-2007
Tahun
Kelembaban Relatif Rata-Rata (%)
Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
1990 87 81 84 79 80 75 74 74 71 69 74 84
1991 85 86 78 83 72 71 67 67 65 64 77 82
1992 82 83 80 81 78 75 69 72 72 76 79 81
1993 85 83 79 79 74 74 69 70 67 68 74 78
1994 82 80 85 77 68 68 64 63 63 68 76 83
1995 84 86 85 80 79 76 71 67 68 71 81 84
1996 85 87 81 76 73 72 73 71 69 77 78 82
1997 84 84 84 76 84 71 67 65 62 65 69 78
1998 79 84 81 80 76 79 81 73 73 80 84 83
1999 85 84 82 81 79 75 72 69 67 76 81 83
2000 85 84 82 83 80 74 71 70 70 77 82 79
2001 83 82 85 80 72 77 72 70 73 80 83 83
2002 86 88 83 77 75 71 68 67 67 66 75 78
2003 81 85 84 75 75 78 71 72 72 76 81 78
2004 80 84 83 74 74 77 70 71 71 75 80 77
2005 82 82 82 78 72 78 72 70 72 75 75 83
2006 74 74 77 70 71 71 75 80 77 74 74 77
2007 83 74 74 77 70 71 71 75 80 77 83 74
(Sumber: BMKG Kota Semarang dan BMKG Pusat tahun 1990-2007)
24
Lampiran 3. Data Curah Hujan Rata-Rata Bulanan (mm) Kota Semarang Tahun 1990-2007
Tahun
Curah Hujan Rata-Rata (mm)
Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
1990 667 82 300 119 98 139 186 172 150 18 120 265
1991 247 662 111 241 87 4 5 1 4 22 208 466
1992 207 137 206 178 163 77 6 186 131 314 257 165
1993 924 184 262 189 50 124 18 42 120 71 120 106
1994 439 160 429 210 26 25 30 1 32 66 178 473
1995 241 325 246 73 308 163 13 0 76 84 474 322
1996 225 400 114 254 104 11 95 142 66 328 301 393
1997 690 212 344 287 73 30 1 6 51 21 109 411
1998 145 440 100 269 35 169 127 108 112 229 102 230
1999 325 421 226 226 83 167 69 65 89 280 207 420
2000 486 234 164 138 285 46 44 80 147 196 439 202
2001 269 335 300 299 114 240 47 1 184 176 195 179
2002 258 447 193 300 127 22 8 1 5 66 272 148
2003 379 469 409 249 138 46 28 72 63 239 154 164
2004 382 474 396 236 125 33 15 59 50 226 141 151
2005 241 319 294 132 81 324 91 102 164 294 181 24
2006 236 125 33 15 59 50 226 141 151 236 125 33
2007 382 474 396 236 125 33 15 59 50 226 141 151
(Sumber: BMKG Kota Semarang dan BMKG Pusat tahun 1990-2007)
25
Lampiran 4. Data Radiasi Surya Rata-Rata Bulanan (%) Kota Semarang Tahun 1990-2007
Tahun
Radiasi Surya Rata-Rata (%)
Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
1990 29 66 50 75 60 74 84 85 88 89 89 50
1991 45 41 72 61 87 91 94 99 92 95 66 53
1992 63 51 68 59 79 69 88 79 76 67 48 52
1993 47 64 57 69 72 66 80 81 91 90 61 51
1994 44 52 43 61 85 83 90 97 92 95 82 48
1995 29 48 47 66 75 63 80 81 90 78 52 41
1996 44 36 76 78 84 73 81 61 83 60 73 60
1997 35 47 71 68 90 92 89 96 99 91 85 51
1998 77 67 65 72 75 66 67 93 75 65 44 49
1999 34 48 57 52 60 66 86 93 97 72 58 41
2000 44 48 53 66 72 68 89 85 94 70 51 60
2001 35 37 39 53 69 57 74 77 97 69 46 44
2002 58 34 53 63 70 78 76 78 80 80 67 56
2003 50 37 52 80 79 84 81 48 70 50 80 38
2004 54 41 56 84 83 88 85 52 74 54 84 42
2005 60 66 68 80 87 80 85 84 88 78 70 31
2006 56 84 83 88 85 52 74 54 84 56 84 83
2007 74 78 34 46 74 52 82 37 96 67 47 77
(Sumber: BMKG Kota Semarang dan BMKG Pusat tahun 1990-2007)