kebutuhan – kebutuhan psikologis

18
KEBUTUHAN – KEBUTUHAN PSIKOLOGIS PADA REMAJA CEREBRAL PALSY Identitas Pengarang a. Pengarang 1 Nama : Renny Widyaningrum, S.Psi. Asal institusi : Anargya School Semarang Alamat e-mail : [email protected] b. Pengarang 2 Nama : Dra. Suparmi, M.Si Asal institusi : Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Alamat e-mail : [email protected] Abstract This research is aimed at discovering the psychological needs on cerebral palsy adolescence and factors affecting the fulfillment of those psychological needs. The subjects are three women and a man who suffered from cerebral palsy, aged 15 – 18 years. Data was collected within interview, observation, and Thematic Apperception Test (TAT). The result show cerebral palsy adolescence have three dominant psychological need, that is need of affiliation, need of understanding, and need of sentience. The factor affecting the fulfillment of those psychological needs such as internal and environmental factors. The internal factor can carry and block subjects to fulfillment of those psychological needs. The internal factor can carry subjects to fulfillment of those psychological needs that is subjects want to fulfillment their psychological need wit their style and subjects interest have a good relationship with another people. The internal factor can block subjects to fulfillment of those psychological needs is inferior feeling on subjects. The environmental factor is acceptance from parent, friends, teachers, and another people in around subjects. Keywords Cerebral palsy teenager, psychological need, factors affecting fulfillment.

Upload: trikz-vold-licick

Post on 12-Nov-2015

28 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

  • KEBUTUHAN KEBUTUHAN PSIKOLOGIS

    PADA REMAJA CEREBRAL PALSY

    Identitas Pengarang

    a. Pengarang 1

    Nama : Renny Widyaningrum, S.Psi.

    Asal institusi : Anargya School Semarang

    Alamat e-mail : [email protected]

    b. Pengarang 2

    Nama : Dra. Suparmi, M.Si

    Asal institusi : Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

    Alamat e-mail : [email protected]

    Abstract

    This research is aimed at discovering the psychological needs on cerebral palsy

    adolescence and factors affecting the fulfillment of those psychological needs. The

    subjects are three women and a man who suffered from cerebral palsy, aged 15 18

    years. Data was collected within interview, observation, and Thematic Apperception

    Test (TAT). The result show cerebral palsy adolescence have three dominant

    psychological need, that is need of affiliation, need of understanding, and need of

    sentience. The factor affecting the fulfillment of those psychological needs such as

    internal and environmental factors. The internal factor can carry and block subjects to

    fulfillment of those psychological needs. The internal factor can carry subjects to

    fulfillment of those psychological needs that is subjects want to fulfillment their

    psychological need wit their style and subjects interest have a good relationship with

    another people. The internal factor can block subjects to fulfillment of those

    psychological needs is inferior feeling on subjects. The environmental factor is

    acceptance from parent, friends, teachers, and another people in around subjects.

    Keywords

    Cerebral palsy teenager, psychological need, factors affecting fulfillment.

  • Latar Belakang dan Landasan Teori

    Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang ditandai

    dengan perubahan emosi akibat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi, perubahan

    minat, peran, nilai, pencarian identitas, dan adanya cita-cita yang tidak realistis

    (Hurlock, 1999, hal.207-208). Remaja memiliki beberapa tugas perkembangan, salah

    satunya adalah menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.

    Keadaan fisik yang tidak sempurna menjadi salah satu penyebab munculnya konsep diri

    yang kurang baik dan kurangnya harga diri selama masa remaja (Hurlock, 1999,

    hal.211). Namun, dalam masyarakat terdapat remaja cerebral palsy yang memiliki

    keadaan fisik yang tidak sempurna.

    Data mengenai populasi remaja cerebral palsy tidak dapat diketahui secara pasti.

    Namun, menurut data dari salah satu SLB yang ada di Kota Semarang memperlihatkan

    bahwa ada peningkatan jumlah remaja cerebral palsy setiap tahunnya. Setiap tahun

    jumlah remaja cerebral palsy yang bersekolah di SLB tersebut meningkat antara empat

    hingga lima orang. Menurut Hallahan dan Kauffman (1994, hal.392), prevalensi anak

    cerebral palsy antara 1.5 hingga 3.0 per 1000 kelahiran hidup atau 0.15% hingga 0.3%

    dari populasi anak.

    Cerebral palsy merupakan salah satu bentuk brain injury, yaitu suatu kondisi yang

    mempengaruhi pengendalian sistem motorik sebagai akibat lesi dalam otak (R.S.

    Illingworth dalam Somantri, 2006, hal. 121). Pada fisik remaja cerebral palsy, bagian

    tubuh yang mengalami kerusakan atau bagian-bagian tubuh lain yang terpengaruh oleh

    kerusakan tersebut tidak dapat berkembang. Hal tersebut akan mempengaruhi remaja

    cerebral palsy dalam perkembangannya. Oleh karena itu, remaja cerebral palsy

    memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus yang berbeda dengan remaja normal lainnya

    (Hallahan dan Kauffman, 1994, hal.388-389).

    Menurut Murray (dalam Hall dan Lindzey, 2000, hal.33), kebutuhan merupakan

    dorongan untuk mewujudkan tindakan tertentu. Ada dua macam kebutuhan, yaitu

    kebutuhan primer atau kebutuhan viskerogenik (viscerogenic needs) dan kebutuhan

    sekunder atau kebutuhan psikogenik (psychogenic needs). Kebutuhan primer adalah

    kebutuhan yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa organis tertentu yang khas dan

    secara khusus berkenaan dengan kepuasan-kepuasan fisik, misalnya kebutuhan akan

    udara, air, makanan, seks, laktasi, kencing, dan defekasi. Kebutuhan sekunder

    merupakan kebutuhan yang dianggap berasal dari kebutuhan-kebutuhan primer dan

    ditandai oleh tidak adanya hubungan vokal dengan proses-proses organis atau kepuasan

  • fisik khusus sehingga dipandang sebagai kebutuhan murni psikologikal, misalnya

    kebutuhan akan belajar (pemerolehan), konstruksi, prestasi, pengakuan, ekshibisi,

    kekuasaan, otonomi, dan kehormatan.

    Setiap kebutuhan pada dasarnya menuntut suatu pemenuhan. Murray mengatakan

    bahwa tingkah laku individu mengarah pada usaha-usaha untuk memenuhi kebutuhan-

    kebutuhan yang muncul. Kebutuhan yang dapat dipenuhi akan membawa individu pada

    situasi yang menenangkan atau memuaskan. Kebutuhan yang tidak dapat terpenuhi akan

    membuat individu merasa kecewa atau sakit hingga mengalami tekanan. (Hall dan

    Lindzey, 2000, hal.32)

    Berdasarkan artikel yang ditulis oleh Heidiermarilla (2009) dalam Indoskripsi

    tanggal 3 Mei 2009, disebutkan bahwa pemenuhan kebutuhan akan mempengaruhi

    individu. Misalnya, pada masa remaja, remaja memiliki keinginan untuk bergaul dan

    diterima di lingkungan kelompok sebayanya (peer group). Penolakan dari peer group

    dapat menimbulkan frustrasi, isolasi diri, dan perasaan rendah diri. Namun, penerimaan

    dari peer group dapat membuat remaja merasa bangga dan memiliki kehormatan dalam

    dirinya.

    Pada penelitian ini, peneliti lebih fokus untuk membahas kebutuhan-kebutuhan

    psikologis remaja cerebral palsy. Peneliti melakukan wawancara dan observasi terhadap

    dua orang remaja cerebral palsy di salah satu SLB pada waktu jam pelajaran dan

    istirahat sekolah. Ketika wawancara, salah satu remaja cerebral palsy tersebut berkata,

    Sebenarnya saya ingin bergaul dengan teman-teman yang lain. Tapi saya malu, takut

    diejek sama mereka. Selain itu, orangtua juga nggak ngijinin. Soalnya takut kalau

    diejek dan dijauhi. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi tersebut, penulis

    berasumsi bahwa remaja cerebral palsy memiliki kebutuhan-kebutuhan psikologis.

    Namun, remaja cerebral palsy mengalami hambatan dalam memenuhi kebutuhan-

    kebutuhan psikologisnya.

    Pada masa remaja ini pada diri remaja terjadi pubertas. Begitu pula dengan remaja

    cerebral palsy, mereka juga mengalami pubertas. Berdasarkan hasil wawancara dan

    observasi, remaja cerebral palsy tidak asertif dalam mengungkapkan kebutuhan-

    kebutuhan psikologisnya. Oleh karena itu, remaja cerebral palsy mengalami hambatan

    dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan psikologisnya.

    Kebutuhan-kebutuhan psikologis remaja cerebral palsy berkaitan dengan

    penerimaan diri, kemandirian, dan kepercayaan diri untuk menjalin hubungan sosial.

    Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan psikologis tersebut dipengaruhi oleh sikap orangtua,

  • saudara kandung, guru, teman sebaya, dan reaksi masyarakat terhadap mereka (Bigge

    dalam Hallahan dan Kauffman, 1994, hal.415).

    Remaja cerebral palsy yang mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan psikologisnya

    akan menjadi remaja yang mandiri dan percaya diri. Sebaliknya, ketika remaja cerebral

    palsy tidak mampu memenuhi kebutuhan psikologisnya maka muncul sikap rendah diri,

    cemas, dan agresif (Somantri, 2006, hal.135). Berdasarkan hasil penelitian yang

    dilakukan oleh Dianawati, dkk (2005, hal. 119) ditemukan bahwa remaja dengan cacat

    fisik akan cenderung merasa inferior dan cenderung memiliki perasaan yang lain,

    seperti merasa kesepian, tidak berguna, tidak berarti dan sering merasa tertekan atau

    frustrasi ketika mereka tidak mendapatkan keinginannya.

    Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan terhadap remaja

    cerebral palsy yang berinisial V di rumahnya pada waktu sore hari, diperoleh informasi

    dari orangtuanya bahwa V memiliki kepercayaan diri yang baik. V memiliki keberanian

    untuk menyanyi atau membaca puisi di depan umum. Selain itu, V juga memiliki

    kepercayaan diri yang cukup baik untuk menjalin relasi sosial dengan remaja normal

    lainnya. V mengatakan bahwa dirinya mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan

    psikologisnya dan dia merasa senang karena dia selalu memperoleh semua yang

    diinginkannya. Hasil observasi dan wawancara lainnya, terhadap remaja cerebral palsy

    yang berinisial P di salah satu SLB di kota Semarang pada saat jam istirahat sekolah,

    diperoleh informasi bahwa P kurang memiliki kepercayaan diri dan tergantung kepada

    orang-orang di sekitarnya. P sering menarik diri dari lingkungan sosial, karena merasa

    rendah diri. P mengatakan bahwa dirinya mengalami hambatan dalam memenuhi

    kebutuhan-kebutuhan psikologisnya. P juga mengatakan bahwa keluarganya terlalu

    melindungi dirinya, sehingga dia merasa takut untuk mengutarakan keinginannya.

    Berdasarkan artikel dari Hukumonline edisi 24 Desember 2008 (dalam

    http://cms.sip.co.id/hukumonline/detail.asp?id=20798&cl=Berita), disebutkan bahwa

    para penyandang cacat masih dipandang sebelah mata, termasuk dalam kesempatan

    memperoleh pekerjaan yang layak. Menurut Somantri (2006, hal.136), sikap

    diskriminasi yang ditunjukkan oleh orang-orang yang berada di lingkungan remaja

    cerebral palsy dapat menimbulkan hambatan-hambatan terhadap pemenuhan

    kebutuhan-kebutuhan psikologis remaja cerebral palsy. Hal tersebut dapat

    menimbulkan rasa tidak aman, kecemasan, tidak memiliki kesempatan untuk meraih

    sukses, dan remaja memiliki tujuan yang tidak realistik.

  • Penelitian Heinemann dan Shontz menunjukkan bahwa orang dapat lebih menerima

    kondisi kecacatan fisiknya, ketika mendapatkan dukungan dari lingkungan (dalam Kirk

    dan Gallagher, 1989, hal. 521). Namun, faktanya banyak anak dan remaja dengan cacat

    fisik mengalami penolakan, terlalu dikhawatirkan dan dikasihani, bahkan mengalami

    diskriminasi dari lingkungan. Hal tersebut mengakibatkan remaja cerebral palsy

    mengalami hambatan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan psikologisnya (Hallahan

    dan Kauffman, 1994, hal.415).

    Hasil penelitian DeLoach dan Greer (dalam Hallahan dan Kauffman, 1994, hal.415)

    menunjukkan bahwa remaja dengan cacat fisik akan menjadi mandiri dan produktif di

    lingkungan masyarakat, ketika orang-orang yang berada di sekitarnya memberikan

    reaksi yang positif. Namun, ketika lingkungan bersikap negatif remaja akan menjadi

    tidak percaya diri dan tergantung kepada orang-orang di sekitarnya.

    Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Bryan dan Herjanic menunjukkan bahwa

    remaja cerebral palsy lebih sering mengalami depresi dan mencoba bunuh diri

    dibandingkan dengan remaja normal lainnya ketika kebutuhan psikologisnya tidak

    terpenuhi. Hal tersebut disebabkan remaja berada dalam periode untuk belajar menerima

    kecacatan fisik yang dimiliki dan juga disebabkan sikap lingkungan sosial terhadap

    dirinya (dalam Hallahan dan Kauffman, 1994, hal.416).

    Kerangka Berpikir

    Kebutuhan-kebutuhan psikologis tidak muncul begitu saja, tetapi ada proses yang

    terjadi sepanjang rentang kehidupan. Pada remaja cerebral palsy juga muncul

    kebutuhan-kebutuhan psikologis. Kebutuhan psikologis terjadi karena adanya perasaan

    kekurangan terhadap sesuatu yang disebabkan oleh proses-proses internal dalam diri

    individu yang disertai dengan keinginan untuk memenuhi melalui tindakan tertentu.

    Murray mengatakan bahwa setiap kebutuhan pada dasarnya menuntut suatu

    pemenuhan. Tingkah laku individu akan mengarah pada usaha-usaha untuk memenuhi

    kebutuhan-kebutuhan yang muncul. Pemenuhan kebutuhan pada remaja cerebral palsy

    dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berkaitan dengan

    kondisi fisik dan emosi remaja cerebral palsy. Faktor eksternal berkaitan dengan faktor

    lingkungan yang dipengaruhi oleh sikap orangtua, saudara kandung, guru, teman

    sebaya, dan reaksi masyarakat terhadap mereka (Bigge dalam Hallahan dan Kauffman,

    1994, hal.415).

  • Kebutuhan-kebutuhan psikologis yang dapat dipenuhi akan membawa individu pada

    situasi yang menenangkan atau memuaskan. Kebutuhan-kebutuhan psikologis yang

    tidak dapat terpenuhi akan membuat individu merasa kecewa atau sakit (Hall dan

    Lindzey, 2000, hal. 32).

    Begitu pula yang terjadi pada remaja cerebral palsy. Remaja cerebral palsy yang

    mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan psikologisnya akan menjadi remaja yang

    mandiri dan percaya diri. Sebaliknya, ketika remaja cerebral palsy tidak mampu

    memenuhi kebutuhan psikologisnya maka muncul sikap rendah diri, cemas, dan agresif

    (Somantri, 2006, hal.135). Menurut Bigge (dalam Hallahan dan Kauffman, 1994,

    hal.415), kebutuhan-kebutuhan psikologis remaja cerebral palsy berkaitan dengan

    penerimaan diri, kemandirian, dan kepercayaan diri untuk menjalin hubungan sosial.

    Dari uraian kebutuhan-kebutuhan psikologis di atas, tidak menutup kemungkinan

    akan muncul kebutuhan-kebutuhan psikologis lain yang tidak terdapat pada uraian di

    atas. Penelitian ini mengacu pada teori kebutuhan yang dikemukakan oleh Murray. Hal

    ini disebabkan kebutuhan yang telah diungkapkan di atas terdapat pula dalam teori

    tentang kebutuhan yang diungkapkan oleh Murray, seperti need of counteraction, need

    of autonomy, dan need of affiliation.

    Murray dalam teorinya menekankan bahwa satu bagian tingkah laku tidak dapat

    dipahami terlepas dari semua bagian lainnya dalam pribadi yang berfungsi. Manusia

    harus dipahami sebagai kesatuan pribadi yang utuh. Murray juga menekankan

    konsistensi pada proses-proses fisiologis yang berkoesistensi dan terjalin secara

    fungsional yang mengiringi semua proses psikologis. Murray juga memiliki konsep

    bahwa ada pusat yang mengorganisir dan mengatur proses dalam diri individu, proses

    yang fungsinya untuk mengintegrasikan kekuatan yang saling bertentangan yang

    dihadapi individu, memuaskan kebutuhan individu, dan merencanakan pencapaian

    tujuan individu (Alwisol, 2007, hal.213-214).

    Rumusan Permasalahan

    Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah Apa saja kebutuhan-kebutuhan

    psikologis yang ada pada remaja cerebral palsy dan faktor-faktor apa saja yang

    mempengaruhi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan psikologis tersebut?

  • Metode Penelitian

    c. Subjek Penelitian.

    Subjek penelitian yang digunakan memiliki karakteristik berusia 15-18 tahun,

    bisa berkomunikasi dengan baik, dan bersekolah di SLB-D

    d. Instrumen Penelitian.

    Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara,

    observasi, dan tes TAT (Thematic Apperception Test).

    e. Prosedur Penelitian.

    Penelitian ini dilakukan di salah satu SLB-D di Semarang. Sebelum melakukan

    penelitian, peneliti melakukan survey awal terlebih dahulu. Setelah itu, peneliti

    melakukan pendekatan dengan siswa dan memilih siswa yang sesuai dengan ciri

    ciri subjek penelitian. Peneliti melakukan pengambilan data dengan cara wawancara

    terhadap subjek penelitian, orangtua subjek penelitian, dan guru subjek penelitian.

    Selain itu, peneliti juga mengambil data dengan cara observasi dan tes TAT.

    Observasi tidak hanya dilakukan di sekolah, tetapi juga dilakukan di rumah subjek.

    Hasil Penelitian

    a. Subjek 1

    Subjek merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Subjek memiliki seorang

    saudara kembar dan adik perempuan. Subjek mengalami cerebral palsy sejak kecil.

    Cerebral palsy yang dialami oleh subjek disebabkan pendarahan pada waktu

    kehamilan dan kelahiran prematur. Subjek mengalami gangguan dalam

    menggerakkan kaki sehingga subjek menggunakan kursi roda. Subjek memiliki

    kebutuhan untuk menjalin hubungan dekat dengan orang lain (need of affiliation).

    Hal ini nampak dari subjek memiliki hubungan yang baik dengan orangtua, saudara

    kandung, guru, teman, dan tetangga subjek. Selain itu, subjek senang menyanyi dan

    membaca puisi (need of sentience). Kesenangan subjek tersebut dapat terpenuhi,

    karena adanya dukungan yang diberikan oleh sekolah, yakni dengan memberikan

    latihan menyanyi dan membaca puisi pada subjek. Pada diri subjek juga muncul

    need of understanding. Hal ini dikarenakan kegiatan subjek selama di sekolah

    digunakan untuk memperoleh pengetahuan baru. Selama di sekolah subjek selalu

    mengikuti pelajaran dengan baik. Selain itu, pada saat di rumah, subjek juga

    mengaji. Subjek mengaji dengan baik, memperhatikan penjelasan dari guru

    mengaji, dan bertanya ketika subjek tidak mengerti.

  • Subjek senang untuk menikmati ketenangan dan melakukan segala sesuatu

    dengan santai (need of passivity). Hal ini didukung oleh kegiatan yang sering

    dilakukan oleh subjek, yakni menonton TV dan tidur. Selain itu, saat ini subjek juga

    belum memiliki cita-cita dan ingin menjalani kehidupan yang sekarang dengan

    santai. Selain itu, juga muncul need of exposition dalam diri subjek. Subjek senang

    sekali bercerita dengan orang lain tentang pengalamannya. Subjek juga memiliki

    beberapa teman dekat yang sering diajak bercerita. Namun, subjek juga kadang

    mengalami kekecewaan dan kesedihan (need of abasement). Hal ini disebabkan

    oleh perlakuan yang diterima oleh subjek dari orang-orang di sekitar subjek,

    walaupun subjek hanya diam menerima perlakuan tersebut. Di lain sisi, subjek

    kadang kurang mampu untuk mengontrol emosi, sehingga kurang sabar dan mudah

    marah (need of aggression). Bentuk perilaku yang muncul ketika subjek marah

    adalah mengomel.

    Subjek juga memiliki keinginan untuk bermain dan bersenang-senang (need of

    playminth). Hal ini terlihat ketika subjek bermain dengan anak-anak kecil di

    rumahnya, subjek sangat senang dan sering tertawa. Selain itu, subjek memiliki

    kebutuhan untuk berprestasi (need achievement). Hal tersebut dapat terwujud,

    karena subjek sering mengikuti lomba membaca puisi dan menang. Subjek juga

    memiliki keinginan untuk mandiri (need of autonomy). Hal ini nampak pada saat

    subjek mendorong kursi roda dan berpindah tempat. Subjek melakukannya sendiri,

    tanpa bantuan orang lain. Sebagai seorang remaja, subjek juga memiliki keinginan

    untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis (need of sex). Namun, keinginan

    tersebut tidak dapat terpenuhi, karena subjek merasa tidak ada orang yang mau

    menerima kondisinya.

    b. Subjek 2

    Subjek merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Subjek memiliki seorang

    saudara kembar dan seorang adik perempuan. Subjek mengalami cerebral palsy

    sejak kecil. Cerebral palsy yang dialami oleh subjek disebabkan pendarahan pada

    waktu kehamilan dan kelahiran prematur. Subjek mengalami gangguan dalam

    menggerakkan kaki, sehingga subjek menggunakan kursi roda. Subjek memiliki

    kebutuhan untuk menjalin hubungan dekat dengan orang lain (need of affiliation).

    Hal ini nampak dari subjek memiliki hubungan yang baik dengan orangtua, saudara

    kandung, guru, teman, dan tetangga subjek. Selain itu, juga muncul need of

    exposition dalam diri subjek. Subjek senang sekali bercerita dengan orang lain

  • sehingga subjek terkesan ramah. Terutama dengan ibu. Subjek sering menceritakan

    pengalaman subjek dengan ibu. Subjek juga memiliki beberapa teman dekat yang

    sering diajak bercerita. Subjek senang belajar untuk mendapatkan suatu

    pengetahuan (need of understanding). Hal ini didukung oleh kegiatan yang sering

    dilakukan oleh subjek, yakni belajar, belajar mengaji, dan belajar musik. Namun,

    saat ini subjek belum memiliki cita-cita dan hanya ingin menjalani kehidupan yang

    sekarang (need of passivity). Subjek juga memiliki keinginan yang tergolong cukup

    kuat untuk dapat menikmati dan melakukan kegiatan yang berhubungan dengan

    seni. Need of sentience ini muncul karena subjek senang membaca puisi. Subjek

    juga kadang kurang mampu untuk mengontrol emosi, sehingga kadang kurang sabar

    dan mudah marah (need of aggression). Bentuk perilaku yang muncul ketika subjek

    marah adalah mengomel.

    Pada diri subjek juga muncul need of playminth. Hal ini dikarenakan subjek

    senang bermain dengan adik dan teman-teman subjek di sekolah. Namun, subjek

    juga kadang mengalami kekecewaan dan kesedihan (need of abasement). Hal ini

    disebabkan oleh perlakuan yang diterima oleh subjek dari orang-orang di sekitar

    subjek, walaupun subjek hanya diam menerima perlakuan tersebut. Sebagai seorang

    remaja, subjek juga memiliki keinginan untuk menjalin hubungan dengan lawan

    jenis (need of sex). Namun, keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi, karena subjek

    merasa tidak ada orang yang mau menerima kondisinya.

    c. Subjek 3

    Subjek merupakan anak pertama. Subjek memiliki dua orang adik laki-laki.

    Adik laki-laki yang pertama masih duduk di bangku SMP, sedangkan adik yang

    kedua masih berumur satu tahun. Subjek mengalami cerebral palsy sejak kecil.

    Cerebral palsy yang dialami oleh subjek disebabkan pendarahan pada waktu

    kehamilan dan kelahiran prematur. Subjek mengalami gangguan dalam

    menggerakkan kaki sehingga subjek menggunakan kursi roda. Subjek memiliki

    kebutuhan untuk menjalin hubungan dekat dengan orang lain (need of affiliation).

    Hal ini nampak dari subjek memiliki hubungan yang baik dengan orangtua, teman,

    dan guru agama subjek. Selain itu, subjek senang menyanyi (need of sentience).

    Kesenangan subjek tersebut dapat terpenuhi, karena adanya dukungan yang

    diberikan oleh sekolah, yakni dengan memberikan latihan menyanyi. Selain itu,

    ketika di rumah, subjek sering menghabiskan waktu untuk menyanyi Pada diri

    subjek juga muncul need of understanding. Hal ini dikarenakan kegiatan subjek

  • selama di sekolah digunakan untuk memperoleh pengetahuan baru. Selama di

    sekolah subjek selalu mengikuti pelajaran dengan baik. Selain itu, subjek juga

    mengikuti les bahasa Mandarin.

    Pada diri subjek juga muncul need of exposition. Subjek senang sekali bercerita

    dengan orang lain tentang masalahnya, walaupun hanya dengan nenek dan guru

    agamanya. Selain itu, subjek juga memiliki kebutuhan untuk bersenang-senang

    (need of playminth). Hal ini nampak pada diri subjek yang senang bermain dengan

    adiknya. Subjek juga memiliki keinginan untuk mandiri (need of autonomy).

    Namun, hal tersebut belum nampak pada diri subjek. Hal ini dikarenakan subjek

    selalu dibantu oleh neneknya dalam melakukan sesuatu. Misalnya, kursi roda subjek

    selalu didorong oleh nenek ketika akan berpindah tempat dan subjek digendong

    oleh ayahnya ketika akan pindah duduk di kursi. Hal tersebut juga menyebabkan

    subjek tergantung kepada orang lain (need of passivity).

    Subjek juga memiliki kebutuhan untuk menyerang orang lain (need of

    aggression). Hal ini nampak ketika subjek marah kepada ibunya, subjek akan

    menjambak rambut ibunya. Pada diri subjek juga ada keinginan untuk

    mempengaruhi orang lain (need of dominance). Hal ini sesuai dengan hasil

    wawancara dengan nenek subjek yang mengatakan bahwa subjek cenderung merayu

    agar orang lain memenuhi keinginannya.

    d. Subjek 4

    Subjek merupakan anak ketiga. Subjek memiliki dua orang kakak, laki-laki dan

    perempuan. Kakak laki-laki subjek sudah bekerja, sedangkan kakak perempuan

    subjek kuliah di Jakarta. Subjek mengalami cerebral palsy sejak kecil. Subjek

    mengalami gangguan dalam menggerakkan kaki sehingga subjek menggunakan

    kursi roda. Subjek memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dekat dengan

    orang lain (need of affiliation). Hal ini nampak dari subjek memiliki hubungan yang

    baik dengan orangtua, saudara kandung, guru, teman, dan pengasuh. Selain itu,

    subjek senang bermain (need of sentience). Kesenangan subjek tersebut dapat

    terpenuhi, karena adanya dukungan yang diberikan oleh sekolah, yakni dengan

    memberikan latihan bermain keyboard dan memberikan kesempatan untuk tampil di

    pentas seni. Subjek juga memiliki keinginan untuk bermain dan bersenang-senang

    (need of playminth). Hal ini terlihat ketika subjek di kelas, subjek sering bercanda

    dengan teman-temannya. Pada diri subjek juga muncul need of exposition. Subjek

    senang sekali bercerita dengan orang lain tentang masalahnya, walaupun hanya

  • dengan pengasuh dan guru. Selain itu, juga muncul need of understanding pada diri

    subjek. Hal ini dikarenakan kegiatan subjek selama di sekolah digunakan untuk

    memperoleh pengetahuan baru. Selama di sekolah subjek selalu mengikuti pelajaran

    dengan baik. Selain itu, subjek juga mengikuti les pelajaran di rumah.

    Subjek senang menikmati ketenangan (need of passivity). Hal ini didukung oleh

    kegiatan yang sering dilakukan oleh subjek, yakni tidak banyak melakukan

    kegiatan, karena selalu dilayani oleh pengasuhnya. Namun, subjek memiliki

    keinginan untuk bisa menjadi pemain keyboard yang baik, sehingga subjek

    berusaha berlatih keyboard dengan baik (need of achievement).

    Subjek sebagai seorang remaja juga memiliki ketertarikan dengan lawan jenis

    (need of sex). Namun, subjek merasa malu untuk mengungkapkan perasaannya

    kepada lawan jenis, karena takut ditolak (need of abasement).

    Berdasarkan analisa setiap kasus di atas maka intensitas kebutuhan-kebutuhan yang

    muncul pada remaja CP secara ringkas bisa dilihat pada tabel di bawah ini, dari

    kebutuhan yang paling tinggi sampai pada kebutuhan yang paling rendah.

    Tabel 1

    Intensitas Kebutuhan Kebutuhan Psikologis yang Muncul pada Seluruh Subjek dari

    yang Paling Tinggi ke yang Paling Rendah

    Kebutuhan Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3 Subjek 4 Need of Affiliation +++ ++ +++ +++ Need of Understanding ++ +++ ++ + Need of Sentience ++ + ++ ++ Need of playminth + + + ++ Need of Exposition + + + + Need of passivity + + + + Need of Aggression + + + - Need of Autonomy + + + - Need of abasement + + - + Need of Sex + + - + Need of Achievement + - - + Need of Dominance - - + -

    Keterangan: +++ : Tinggi. ++ : Sedang. + : Rendah.

    Pada remaja cerebral palsy, kebutuhan kebutuhan psikologis tersebut juga

    menuntut suatu pemenuhan, sama seperti pada remaja yang lain. Pemenuhan kebutuhan

  • psikologis tersebut dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor lingkungan. Faktor

    internal terdiri atas keinginan subjek untuk melakukan sesuatu sendiri dan minat

    menjalin hubungan baik dengan orang lain. Selain itu, faktor intenal yang lain adalah

    perasaan minder yang ada pada diri subjek, yang turut menghambat dalam memenuhi

    kebutuhan.. Pemenuhan kebutuhan kebutuhan psikologis juga dipengaruhi oleh faktor

    lingkungan. Faktor yang berasal dari lingkungan adalah penerimaan dan perlakuan

    orangtua, teman, guru, dan orang orang yang berada di sekitar subjek penelitian

    terhadap subjek penelitian. Pada saat kebutuhan kebutuhan psikologisnya dapat

    terpenuhi, subjek akan merasa diterima lingkungan sehingga menimbulkan emosi yang

    positif..

    Diskusi

    Kebutuhan psikologis menurut Dirgagunarsa (1983, hal.94) merupakan kebutuhan

    yang dapat memberikan manusia perasaan sejahtera dan bahagia, seperti kebutuhan

    akan pujian, kasih sayang, keleluasaan bertindak, perasaan aman dan bebas, dan

    sebagainya, sedangkan menurut Ralph Linton (dalam Dirgagunarsa, 1983, hal.95),

    kebutuhan psikologis adalah kebutuhan yang penting agar seseorang bisa hidup

    sejahtera tanpa hambatan-hambatan dalam perkembangan intelek, emosi, maupun cara-

    cara penyesuaian diri. Dapat disimpulkan, kebutuhan psikologis merupakan kebutuhan

    yang tidak berhubungan dengan proses organis tertentu yang dapat memberikan

    manusia perasaan sejahtera dan bahagia dalam perkembangan intelek, emosi, maupun

    cara-cara penyesuaian diri.

    Dari hasil penelitian ini dapat diketahui kebutuhan-kebutuhan psikologis yang

    terdapat pada diri remaja cerebral palsy. Kebutuhan kebutuhan psikologis yang

    dikemukakan oleh Murray , ternyata juga terdapat pada remaja cerebral palsy.

    Kebutuhan yang pertama adalah kebutuhan untuk menjalin hubungan dekat dengan

    orang lain (need of affiliation). Hal tersebut dapat dilihat bahwa subjek penelitian

    memiliki hubungan dekat dengan orangtua, saudara kandung, teman, guru,dan

    pengasuh. Selain itu, subjek juga memiliki hubungan dekat dengan orang-orang di

    sekitarnya, seperti tetangga. Meskipun ada beberapa subjek penelitian yang dilarang

    oleh orangtuanya untuk bergaul dengan tetangga.

    Kebutuhan yang lain adalah kebutuhan untuk berpikir dan memperoleh pengetahuan

    (need of understanding). Cara yang digunakan oleh subjek penelitian untuk memenuhi

    kebutuhan ini adalah dengan giat belajar dan mengikuti les pelajaran. Subjek penelitian

  • tidakhanya mengikuti kegiatan belajar yang berhubungan dengan pelajaran disekolah.

    Namun, subjek penelitian juga mengikuti kegiatan belajar lainnya,seperti mengikuti les

    bahasa mandarin dan belajar mengaji. Subjek penelitian memiliki kegemaran dalam

    bidang seni, yakni menyanyi, bermain keyboard, dan membaca puisi. Subjek penelitian

    selalu menyediakan waktu agar dapat melakukan kegemarannya tersebut (need of

    sentience). Selain itu, subjek penelitian juga memiliki jadwal yang tetap untuk berlatih

    musik di sekolah dan sering mengikuti pentas seni, sehingga dapat mengasah

    kepercayaan diri subjek penelitian.

    Pada subjek penelitian juga muncul kebutuhan untuk bersenang-senang (need of

    playminth). Cara yang dilakukan subjek untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah

    dengan bermain dan bercanda dengan saudara kandung, orangtua, nenek, teman

    disekolah, dan tetangga. Selain itu, juga muncul need of exposition. Hal ini dapat dilihat

    dari subjek penelitian yang senang menceritakan pengalamandan keinginannya kepada

    orangtua, teman, guru, dan pengasuh. Selain itu, juga dengan menceritakan masalah

    yang sedang dihadapi kepada teman.

    Kebutuhan untuk menikmati ketenangan (need of passivity) juga ada pada remaja

    cerebral palsy. Need of passivity ini muncul ketika subjek penelitian diejek oleh orang

    lain. Subjek penelitian tidak membalas perlakuan tersebut. Subjek penelitian hanya

    diam menerima perlakuan tersebut. Selain itu, need of passivity juga muncul dalam

    bentuk keinginan untuk menikmati kondisi saat ini dengan cara tidur dan duduk-duduk.

    Menurut Hurlock (1999, hal. 212), masa remaja merupakan suatu masa di mana

    ketegangan emosi meninggi. Hal ini dikarenakan remaja berada di bawah tekanan sosial

    dan kondisi baru. Pada masa ini remaja memiliki emosi yang belum stabil dan masih

    meledak-ledak. Demikian pula pada remaja cerebral palsy. Mereka memiliki kebutuhan

    untuk menyerang (need of aggression). Pada saat berada dalam situasi yang tidak

    menyenangkan, seperti tidak mendapatkan barang yang dicari atau mengalami

    penolakan ibu, subjek penelitian memiliki dorongan untuk berbuat agresi dalam bentuk

    mengomel dan menjambak rambut ibu.

    Menurut Bigge (dalam Hallahan dan Kauffman, 1994, hal.415), kebutuhan-

    kebutuhan psikologis remaja cerebral palsy berkaitan dengan penerimaan diri,

    kemandirian, dan kepercayaan diri untuk menjalin hubungan sosial. Berdasarkan hasil

    penelitian subjek penelitian memiliki need of autonomy. Subjek penelitian ingin dapat

    melakukan sesuatu dengan sendiri tanpa dibantu oleh orang lain. Hal ini nampak ketika

    subjek penelitian akan berpindah tempat, subjek penelitian berusaha untuk

  • menggerakkan kursi rodanya sendiri dan ada juga dengan cara merangkak. Kebutuhan

    umtuk mandiri pada remaja cerebral palsy berbeda dengan kebutuhan untuk mandiri

    remaja pada umumnya. Remaja pada umumnya memiliki kebutuhan untuk mandiri

    secara emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa lainnya, sedangkan pada remaja

    cerebral palsy memiliki kebutuhan untuk mandiri secara fisik, yakni dapat

    menggerakkan kursi roda sendiri dan dapat berpindah tempat sendiri.

    Sebagai seorang yang memiliki kekurangan fisik, yakni tidak dapat berjalan,

    Remaja cerebral palsy memiliki kebutuhan untuk mengalami rasa kecewa, sedih, dan

    minder (need of abasement). Hal ini disebabkan terdapat orang-orang yang belum dapat

    menerima kondisi subjek penelitian. Terutama ketika mereka berada pada situasi yang

    baru. Akan tetapi, setelah subjek penelitian mampu beradaptasi maka akan muncul

    rasapercaya diri.

    Sebagai seorang remaja, dalam diri subjek penelitian juga muncul keinginan untuk

    menjalin relasi dengan lawan jenis (need of sex). Namun,subjek penelitian tidak mampu

    memenuhi kebutuhan tersebut. Hal inidisebabkan subjek penelitian merasa tidak ada

    orang yang dapat menerima kondisinya, ada ketakutan akan ditolak.. Selain itu, subjek

    penelitian juga merasa malu untuk mengungkapkan perasaannya. Pada subjek penelitian

    juga muncul kebutuhan untuk berprestasi (need of achivement). Salah satu diantara

    subjek penelitian, ada yang memiliki prestasi dalam bidang membaca puisi. Salah satu

    subjek penelitian juga memiliki keinginan untuk menjadi pemain keyboard yang baik.

    Keinginan-keinginan subjek penelitian selalu dapat terpenuhi. Olehkarena itu,

    ketika keinginan subjek penelitian tidak dapat terpenuhi, subjek penelitian akan

    mencoba untuk mempengaruhi orang lain agar keinginannya dapat terpenuhi (need of

    dominance). Bentuk perilaku yang muncul agar dapat mempengaruhi orang lain adalah

    dengan cara merayu. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang memiliki intensitas

    rendah. Hal ini disebabkan subjek penelitian tidak memiliki kekuatan yang besar untuk

    mempengaruhi orang lain.

    Setiap kebutuhan pada dasarnya menuntut suatu pemenuhan. Murray mengatakan

    bahwa tingkah laku individu mengarah pada usaha-usaha untuk memenuhi kebutuhan-

    kebutuhan yang muncul. Kebutuhan yang dapat dipenuhi akan membawa individu pada

    situasi yang menenangkan atau memuaskan. Kebutuhan yang tidak dapat terpenuhi akan

    membuat individumerasa kecewa atau sakit. (Hall dan Lindzey, 2000, hal. 32). Remaja

    cerebral palsy yang mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan psikologisnya akan

    menjadi remaja yang mandiri dan percayadiri. Sebaliknya, ketika remaja cerebral palsy

  • tidak mampu memenuhi kebutuhan psikologisnya maka muncul sikap rendah diri,

    cemas, dan agresif. (Somantri, 2006, hal.135).

    Pada remaja cerebral palsy dalam penelitian ini, sebagian besar kebutuhan-

    kebutuhan psikologis yang muncul dapat terpenuhi. Pemenuhan kebutuhan yang muncul

    pada diri subjek penelitian dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor lingkungan.

    Dampak yang muncul pada subjek penelitian adalah subjek penelitian menjadi remaja

    yang mandiri, merasa ada yang mendengarkan ketika bercerita, memiliki relasi sosial

    yang baik, berani tampil di depan umum, sering mengikuti pentas seni, dan memiliki

    prestasi dalam bidang seni. Pada diri subjek penelitian terkadang juga muncul perasaan

    minder. Hal ini disebabkan terdapat beberapa orang yang tidak dapat menerima kondisi

    subjek penelitian.

    Beberapa kelemahan dalam penelitian ini yang perlu diperhatikan, antara lain

    adalah (a) Kurang lengkapnya informasi yang diperoleh peneliti. Hal inidisebabkan

    peneliti kesulitan untuk menemui beberapa orangtua subjek.Orangtua subjek tidak

    memiliki waktu untuk bertemu dengan peneliti.Oleh karena itu, peneliti melakukan

    wawancara dengan pengasuh subjekyang hanya memahami tentang kondisi subjek saat

    ini., (b) Subjektivitas peneliti dalam memahami dan mengartikan data-data

    yangdiperoleh dari subjek. Namun, untuk meminimalkan subjektivitas,peneliti

    melakukan diskusi dengan dosen pembimbing dan temansejawat yang memiliki

    pengetahuan tentang topik yang diteliti oleh peneliti. (c) Jumlah subjek yang terbatas,

    sehingga hasil penelitian ini pelu dicermati dengan hati-hati bila akan digeneralisasikan.

    Kesimpulan

    Dapat disimpulkan bahwa kebutuhan-kebutuhan psikologis yang dominan muncul

    pada remaja cerebral palsy, yaitu kebutuhan untuk dekat dengan orang lain (Need of

    Affiliation), kebutuhan untuk berpikir dan memperoleh pengetahuan (Need of

    Understanding), dan kebutuhan untuk menikmati atau melakukan kegiatan yang

    berhubungan dengan seni (Need of Sentience).

    Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan psikologis tersebut dipengaruhi oleh faktor

    internal dan faktor lingkungan. Faktor internal terdiri dari faktor internal yang dapat

    mendukung subjek dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan psikologisnya dan faktor

    internal yang menghambat subjek dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan

    psikologisnya. Faktor internal yang dapat mendukung subjek dalam memenuhi

    kebutuhan-kebutuhan psikologisnya, yaitu keinginan subjek untuk melakukan sesuatu

  • sendiri dan minat untuk menjalin hubungan baik dengan orang lain. Faktor internal yang

    menghambat subjek dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan psikologisnya adalah

    perasaan minder yang ada pada diri subjek. Faktor yang berasal dari lingkungan adalah

    penerimaan dan perlakuan orangtua, teman, guru, dan orang-orang yang berada di

    sekitar subjek penelitian terhadap subjek penelitian.

    Saran

    Melalui penelitian ini, peneliti ingin menyampaikan beberapa saran yang

    berhubungan dengan hasil penelitian yang diperoleh.

    1. Bagi subjek penelitian

    Memperluas pergaulan dalam masyarakat , tidak terbatas hanya dengan

    keluarga dan teman di sekolahan, tetapi juga dengan teman-teman di sekitar

    rumah, agar lebih percaya diri dalam bergaul. Selain itu juga aktif untuk belajar

    pengetahuan dan ketrampilan baru secara mandiri, berlatih dengan lebih rajin

    terhadap aktivitas yang diminatinya, di rumah maupun di sekolah. Mereka juga

    perlu mengeksplorasi kemampuan seni lainnya, misalnya menyanyi. Subjek

    juga perlu belajar mengelola emosi negatif secara positif, misalnya

    mengendalikan dan mengalihkan emosi marah dengan cara menyanyi, bermain

    keyboard, dan mendengarkan musik. Untuk subjek yang belum mandiri,

    diharapkan dapat lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan

    psikologisnya, sehingga tidak tergantung dengan orang lain. Misalnya, dengan

    cara mengambil minum sendiri, berlatih makan sendiri, dan belajar merangkak.

    2. Bagi orangtua, guru, dan pengasuh.

    Diharapkan orangtua, guru, teman dan pengasuh dapat memberikan waktu

    luang agar lebih bisa mendekatkan diri dengan remaja cerebral palsy dan tidak

    melarang remaja cerebral palsy untuk bergaul dengan orang lain di luar

    lingkungan sekolah dan keluarga. Hasil penelitian ini juga dapat memberikan

    wawasan untuk metode pendampingan yang sesuai untuk remaja cerebral palsy,

    yakni melatih kemandirian remaja cerebral palsy dan mendorong remaja

    cerebral palsy untuk lebih bergaul dengan masyarakat, memberikan kesempatan

    dan dukungan pada mereka untuk melakukan aktivitas yang mereka minati, baik

    yang berkaitan dengan pengetahuan maupun seni.

    3. Bagi masyarakat umum

  • Masyarakat diharapkan dapat lebih memahami, menerima, dan mendukung

    remaja cerebral palsy. Tidak ada lagi diskriminasi bagi penyandang cacat,

    khususnya cerebral palsy. Misalnya, dengan mau mengajak berbicara, memberikan

    kesempatan untuk mengikuti kegiatan bersama di lingkungan rumah, tidak

    memandang mereka dengan tatapan aneh, serta menerima mereka apa adanya.

    4. Bagi peneliti selanjutnya

    Peneliti selanjutnya diharapkan menambah subjek penelitian. Hal tersebut

    hendaknya dilakukan agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan. Selain itu,

    peneliti selanjutnya juga diharapkan dapat meneliti mengenai aspek-aspek yang lain

    pada remaja cerebral palsy, seperti kemandirian, minat menjalin hubungan sosial,

    minat pada kesenian, dan minat untuk memperoleh pengetahuan.

    2. Daftar Pustaka

    Anastasi, A dan Urbina, S. 1997. Tes Psikologi. Alih bahasa: Robertus H. Imam.

    Jakarta: PT Prenhallindo.

    Alsa, A. 2004. Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif serta Kombinasinya dalam

    Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

    Alwisol. 2007. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

    Chaplin, J.P. 1999. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

    Dianawati, Zamralita, Ninawati. 2005. Perasaan Inferioritas dan Kompensasi

    Remaja Penyandang Cacat Fisik. Arkhe Jurnal Ilmiah Psikologi. Jakarta:

    Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara. Tahun 10/ No.2/ September

    2005 (119-136)

    Dirgagunarsa, S. 1983. Pengantar Psikologi. Jakarta: Penerbit Mutiara.

    Hadi, S. 1997. Metologi Research Jilid 1 Yogyakarta: Penerbit Andi.

    ____ .2000. Metologi Research Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit Andi.

    Hall, C. S. dan Lindzey, G. 2000. Dalam A. Supratiknya (Ed) Teori-teori Holistik

    (Organismik-Fenomenologis). Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

    Hallahan, D. P. dan Kauffman, J. M.. 1994. Exceptional Children: Introduction to

    Special Children. United States of America: Prentice-Hall International, Inc.

    Heidiermarilla. 2009. Pengaruh Kebutuhan yang Tidak Terpenuhi Terhadap

    Tingkah Laku Remaja. www.indoskripsi.com (Sat, 7 November 2009)

    Hukumonline. 2008. Perlakuan Diskriminasi Masih Terjadi pada Penyandang

  • Cacat. http://cms.sip.co.id/hukumonline/detail.asp?id=20798&cl=Berita (Sat,

    21 November 2009)

    Hurlock, E. B. 1999. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang

    Rentang Kehidupan. Alih bahasa: Istiwidayanti dan Soedjarwo. Jakarta:

    Erlangga.

    Kirk, S. A. dan Gallagher J. J.. 1989. Educating Exceptional Children. Boston:

    Houghton Mifflin Company.

    Moleong, J. L. 2000. Metodologi Peneletian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

    Rosdakarya.

    Mangunsong, F. 1998. Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa. Jakarta: LPSP3

    UI.

    Poerwandari, E. K. 1998. Pendidikan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta:

    LPSP3 UI.

    Somantri, T. S. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama.