kebijakan_publik_sebagai_proses.pdf

Upload: chairul

Post on 06-Jul-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    1/65

    1 | Teori Kebijakan Publik  

     Nama : Nalora Satiningrum

     NIM : F1B012064

    KEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI PROSES

    Dimensi paling inti dari kebijakan publik adalah proses kebijakan. Di sini kebijakan

     publik dilihat sebagai sebuah proses kegiatan atau sebagai satu kesatuan sistem yang bergerak

    dari satu bagian ke bagian lain secara sinambung, saling menentukan dan saling

    membentuk. Menurut Dye (2005, 31), bagaimana sebuah kebijakan dibuat dapat diketahui

    dengan mempertimbangkan sejumlah aktivitas atau proses yang terjadi didalam sistem

     politik.

    Pembuatan kebijakan publik merupakan fungsi penting dari sebuah pemerintahan.

    Karenanya,kemampuan dan pemahaman yang memadai dari pembuat kebijakan terhadap

     proses pembuatan kebijakan menjadi sangat penting bagi terwujudnya kebijakan publik

    yangcepat, tepat danmemadai. Kemampuan dan pemahaman terhadap prosedur pembuatan

    kebijakan tersebut juga harus diimbangi dengan pemahaman dari pembuat kebijakan publik

    terhadap kewenangan yang dimilikinya. Hal ini terkait dengan kenyataan sebagaimana

    diungkapkan oleh Gerston (2002) bahwa kebijakan publik dibuatdan dilaksanakan pada

    semua tingkatan pemerintahan, karenanya tanggungjawab para pembuatkebijakan akan

     berbeda pada setiap tingkatan sesuai dengan kewenangannya (Gerston, 2002, 14). Selain itu

    menurut Gerston, hal yang penting lainnya adalah bagaimana memberikan pemahaman

    mengenai akuntabilitas dari semua pembuat kebijakan adalah kepada masyarakat yang

    dilayaninya (Gerston, 2002, 14). Dengan pemahaman yang seperti ini, akan dapat

    memastikan pembuatan kebijakan publik yang mempertimbangkan berbagai aspek dan

    dimensi yang terkait, sehingga pada akhirnya sebuah kebijakan publik dapat

    dipertanggungjawabkan secara memadai.

    Proses kebijakan publik merupakan proses yg amat rumit dan kompleks. Oleh

    karenanya untuk mengkajinya para ahli kemudian membagi proses kebijakan publik ke dalam

     beberapa tahapan. Tujuannya untuk mempermudah pemahaman terhadap proses tersebut

    (Charles Lindblom, 1986: 3). Pembagian tersebut amat bervariasi antara ahli yang satu

    dengan ahli lainnya, sehingga dimungkinkan adanya perbedaan. Misalnya : ada yang

    menambahkan perubahan atau penghentian kebijakan setelah evaluasi kebijakan.

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    2/65

    2 | Teori Kebijakan Publik  

    Lester dan Joseph, merumuskan 6 tahap dalam siklus pembuatan kebijakan. Langkah

     pertama melakukan identifikasi permasalahan Pemerintah dan menyusun agenda, kedua

    merumuskan kebijakan yang akan dibuat, ketiga menerapkan kebijakan yang akan

    diputuskan, keempat melakukan evaluasi kebijakan, kelima menyusun penyempurnaan

    kebijakan dan yang terakhir mengakhiri suatu kebijakan. Dari siklus tersebut jelas secara

     berurut dengan sistematis Lester bersama Joseph merumuskan bagaimana siklus pembuatan

    kebijakan seharusnya.

    Proses Pembuatan kebijakan sejak desain hingga implementasi dan evaluasinya,

     perlu dipandang sebagai suatu siklus dari serangkaian kegiatan kebijakan yang merujuk pada

     pola berulang yang ditunjukkan oleh prosedur-prosedur yang berkaitan dengan proses

    kebijakan publik yang secara umum ditunjukkan seperti pada gambar di atas. Dalam ilmu politik, siklus kebijakan adalah alat yang digunakan untuk menganalisis perkembangan item

    kebijakan. Hal ini juga dapat disebut sebagai "pendekatan stagist", "tahapan heuristik" atau

    "tahap pendekatan". Dengan demikian aturan praktis daripada kenyataan yang sebenarnya

    tentang bagaimana kebijakan dibuat, tetapi telah berpengaruh dalam bagaimana para ilmuwan

     politik memandang kebijakan secara umum.

    Stage 1

    Agenda Setting

    Stage 2

    Policy

    Formulation

    Stage 3

    Policy

    Implementation

    Stage 4

    Policy Evaluation

    Stage 5

    Policy Change

    Stage 6

    Policy

    Termination

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    3/65

    3 | Teori Kebijakan Publik  

    Siklus Kebijakan  –  Sebuah Model Sederhana dari Proses Kebijakan

    Pada tahun 1956 Lasswell memperkenalkan tujuh tahap model proses kebijakan yang

    terdiri dari kecerdasan, promosi, rekomendasi, pemanggilan, aplikasi, pemutusan, dan

     penilaian. Model ini telah sangat berhasil sebagai kerangka dasar bagi bidang studi kebijakan

    dan menjadi titik awal dari berbagai tipologi proses kebijakan. Versi-versi yang

    dikembangkan oleh Brewer dan Deleon (1983), Mei dan Wildavsky (1978), Anderson

    (1975), dan Jenkins (1978) adalah salah satu yang paling banyak diadopsi. Saat ini,

     perbedaan antara agenda setting, perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, pelaksanaan,

    dan evaluasi (akhirnya mengarah ke terminasi) telah menjadi cara yang konvensional untuk

    dapat menggambarkan kronologi proses kebijakan.

    Pemahaman Lasswell tentang model proses kebijakan lebih bersifat preskriptif

    (menentukan) dan normatif daripada deskriptif dan analitis. Sementara studi empiris tentang

     pengambilan keputusan dan perencanaan dalam organisasi, yang dikenal sebagai teori

     perilaku pengambilan keputusan yang dikemukakan oleh Simon (1947), telah berulang kali

    menunjukkan bahwa pembuatan keputusan pada kenyataannya biasanya tidak mengikuti

    urutan tahap diskrit, perspektif tahapan masih dianggap sebagai tipe ideal dalam perencanaan

    rasional dan pengambilan keputusan. Menurut model rasional, pembuatan keputusan apapun

    harus didasarkan pada analisis yang komprehensif terhadap masalah dan tujuan, diikuti oleh

    koleksi inklusif dan analisis informasi dan mencari alternatif terbaik untuk mencapai tujuan

    tersebut. Ini meliputi analisis biaya dan manfaat dari opsi yang berbeda dan seleksi akhir dari

    arah tindakan.

    Perspektif tahapan Lasswell telah melampaui analisis formal dari lembaga tunggal

    yang mendominasi bidang kajian tradisional administrasi publik yang berfokus pada

    kontribusi dan interaksi yang berbeda dari aktor dan institusi dalam proses kebijakan.Selanjutnya, perspektif tahapan telah membantu mengatasi bias ilmu politik di sisi masukan

    (perilaku politik, sikap, organisasi kepentingan) dari sistem politik. Kombinasi antara model

    input-output Easton dengan perspektif tahapan Lasswell kemudian berubah menjadi model

    siklus. Perspektif siklus menekankan proses umpan balik (loop) antara output dan input dari

     pembuatan kebijakan, yang menyebabkan proses kebijakan berlangsung terus-menerus.

    Integrasi model input-output Easton juga berkontribusi lebih lanjut pada diferensiasi dari

     proses kebijakan. Alih-alih berakhir dengan keputusan untukmengadopsi program tindakan

    tertentu, fokus diperluas untuk mencakup pelaksanaan kebijakan dan khususnya reaksi dari

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    4/65

    4 | Teori Kebijakan Publik  

    kelompok sasaran yang terkena (dampak) dan dampak yang lebih luas dari kebijakan di

    dalam masing-masing sektor sosial (hasil).

    Hogwood dan Peters (1983) mengusulkan gagasan tentang suksesi kebijakan untuk

    menggarisbawahi bahwa kebijakan baru berkembang dalam suatu lingkungan yang telah

    dipadati dengan kebijakan yang telah ada sebelumnya. Oleh karena itu, sebelum kebijakan

     baru menjadi bagian utama dari lingkungan pembuatan kebijakan sistemik, sering kebijakan

    lain bertindak sebagai hambatan utama bagi pengadopsian dan implementasi kebijakan baru

    dalam ukuran tertentu. Pada saat yang sama, kebijakan membuat efek samping dan menjadi

     penyebab masalah kebijakan berikutnya  –   lintas sektor (misalnya, konstruksi jalan yang

    mengarah ke masalah lingkungan) serta dalam sektor-sektor (misalnya, subsidi untuk produk

     pertanian menyebabkan overproduksi)  –   dan, karenanya, kebijakan baru itu sendiri

    (―kebijakan menjadi penyebab dirinya sendiri,‖ Wildavsky 1979, 83-85).

    I.  Penetapan Agenda Kebijakan (Agenda-Setting)

    Untuk mengetahuai tentang agenda setting kita harus mencari tahu apa itu masalah

    kebijakan. Karena masalah kebijakan yang nantinya akan dibuat agenda setting. Masalah

    kebijakan (lester dan stewart,2000) adalah kondisi yang menimbulkan ketidak puasan

    masyarakat sehingga perlu dicari penyelesaianya. Sedangkan agenda setting adalah suatu

    tahap diputuskanya masalah yang menjadi perhatian pemerintah untuk dibuat menjadi suatu

    kebijakan (Ripley, 1985)

    Agenda setting merupakan sebuah langkah awal dari keseluruhan tahapan kebijakan.

    Sehingga agenda setting menjadi tahap yang sangat penting dalam analisis kebijakan. Agenda

    setting adalah tahap penjelas tahapan kebijakan lainya. Didalam masalalah kebijakan dan

    agenda setting ini nantinnya akan dapat diketahuai kearah mana kebijakan yang dibuat oleh

     pemerintah apakah berpihak kepada rakyat atau sebaliknya.Dalam penentuan kebijakan

     public sangatlah dipengaruhi oleh factor lingkungan.

    A.  Agenda Setting: Pengakuan Masalah dan Seleksi Isu

    Pembuatan kebijakan mensyaratkan pengakuan dari masalah kebijakan. Soal

     pengakuan itu sendiri membutuhkan masalah sosial yang telah didefinisikan sebagai sesuatu

    yang memerlukan kebutuhan intervensi negara. Langkah kedua bahwa masalah yang diakui

    sebenarnya dimasukkan ke dalam agenda untuk mempertimbangkan secara serius aksi publik

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    5/65

    5 | Teori Kebijakan Publik  

    (agenda setting). Agenda tidak lebih dari ―daftar subjek atau masalah ynag pejabat -pejabat

     pemerintahan, dan orang-orang di luar pemerintah yang erat berhubungan dengan orang-

    orang pejabat- pejabat, menaruh perhatian serius pada waktu tertentu.‖ (Kingdom 1995, 3) 

    Hasil agenda setting adalah seleksi antara beragam masalah dan isu. Ini adalah proses

     penataan masalah strategi kebijakan mengenai potensi dan instrumen yang membentuk

     pengembangan kebijakan pada tahap berikutnya dari siklus kebijakan. Jika asumsi ini

    diterima bahwa tidak semua permasalahan yang ada bisa menerima tingkat perhatian yang

    sama dan beberapa tidak diakui sama sekali (Baumgartener dan Jones 1993, 10), pertanyaan

    tentang mekanisme agenda setting muncul. Apa yang dianggap sebagai masalah kebijakan?

    Bagaimana dan kapan masalah kebijakan menjadi agenda pemerintah? Dan mengapa masalah

    lain dikecualikan dari agenda? Selain itu, siklus perhatian masalah, dan pasang surut solusi

     berhubungan dengan masalah spesifik yang menjadi aspek relevan dari studi kebijakan yang

    memiliki perhatian terhadap agenda setting.

    Penelitian sistematis dalam agenda setting terlebih dahulu muncul sebagai bagian dari

    kritik terhadap pluralisme dalam Amerika Serikat. Salah satu pendekatan klasik

    mengemukakan bahwa perdebatan politik dan karenanya, agenda setting muncul dari konflik

    antara dua aktor, dengan aktor politik yang kurang kuat yang ingin meningkatkan perhatian

     pada masalah (ekspansi konflik) (Schattschneider, 1960). Yang lainnya menyarankan bahwa

    agenda setting ialah hasil dari suatu proses penyaringan isu dan masalah, sehingga non-

    keputusan (isu-isu dan masalah yang sengaja dikeluarkan dari agenda formal). Langkah

     penting dalam proses agenda setting adalah memindahkan suatu masalah dari pengakuan  –  

    sering dinyatakan oleh kelompok-kelompok yang berkepentingan atau aktor yang terkena

    dampak –  ke agenda politik formal.

    Pertemuan dari sejumlah faktor dan variabel yang berinteraksi menentukan apakah isukebijakan menjadi topik utama dalam agenda kebijakan. Faktor-faktor ini mencakup kondisi-

    kondisi material lingkungan kebijakan (seperti tingkat perkembangan ekonomi), dan aliran

    dan siklus ide dan ideologi, yang penting dalam mengevaluasi masalah dan menghubungkan

    mereka dengan solusi (proposal kebijakan). Dalam konteks itu, konstelasi kepentingan antara

    aktor yang relevan, kapasitas lembaga yang bertanggungjawab untuk bertindak secara efektif,

    dan siklus persepsi masalah publik serta solusi yang berhubungan dengan masalah yang

     berbeda adalah sangat penting.

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    6/65

    6 | Teori Kebijakan Publik  

    Sementara model agenda setting sebelumnya berkonsentrasi pada aspek ekonomi dan

    sosial sebagai variabel penjelas, pendekatan yang lebih baru menekankan peran gagasan,

    yang dinyatakan dalam wacana publik dan profesional (misalnya, komunitas epistemis; Haas

    1992), dalam membentuk persepsi masalah tertentu. Baumgartner dan Jones (1993, 6)

    memperkenalkan gagasan monopoli kebijakan sebagai ―monopoli dalam pemahaman politik‖

    dari masalah kebijakan tertentu dan pengaturan kelembagaan yang memperkuat ―citra

    kebijakan‖ tertentu, mereka menyatakan bahwa agenda setting dan perubahan kebijakan

    terjadi ketika ―monopoli kebijakan‖ menjadi semakin diperdebatkan dan sebelumnya (atau

    setidaknya ―non-aktif‖) aktor yang tidak berkepentingan dimobilisasi. Mengubah gambar

    kebijakan sering terkait dengan perubahan ―tempat‖ kelembagaan di mana masalah-masalah

    diperdebatkan (Baumgartner dan Jones, 1993;2002).

    1.  Karakteristik Masalah Kebijakan

    Untuk menelaah isi atau masalah kebijakan, menurut Ripley perlu dipahami terlebih

    dahulu kondisi yang berkembang dalam masyarakat. Contoh : Penaikan Harga Bahan Bakar

    Minyak. Masalah kebijakan dalam penaikan harga BBM adalah dari segi naiknya harga

    minyak mentah dunia yang berpengaruh pada perekonomian suatu Negara. Dengan naiknya

    harga minyak mentah dunia, pemerintah memiliki permasalahan tentang BBM apakah

    nantinya pemerintah akan menaikan atau akan tetap pada harga awal. Jika pemerintah

    menaikan harga BBM masalah dari kebijakan akan luas dampaknya. Terutama dari segi

    ekonomi mengingat daya beli masyarakat kita yang masih rendah. Sehingga masyarakat

    miskin akan bertambah. Atau dari segi social, dengan biaya produksi yang tingggi para

     pengusaha akan menekan biaya produksi, dan biasanya pengusaha dalam upay penekanaan

     biaya produksi akan mem-PHK karyawan.

    Dengan masalah yang vital dan menyangkut masyarakat banyak. Pemerintah dituntutuntuk bijak dalam mengambil kebijakan ini, karena masalah ini menyangkut masyarakat

     banyak. Dan pemerintah itu sendiri.

    a.  Sifat Masalah-Masalah Kebijakan

    Masalah-masalah kebijakan adalah kebutuhan, nilai-nilai, atau kesempatan-

    kesempatan yang tidak terealisir tetapi yang dapat dicapai melalui tindakan publik. Informasi

    mengenai sifat, cakupan, dan kepelikan/keruwetan suatu masalah dihasilkan dengan

    menerapkan prosedur analisis-kebijakan dalam memahami masalah. Perumusan masalah,

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    7/65

    7 | Teori Kebijakan Publik  

    yang merupakan fase penelitian kebijakan di mana para analis menelaah berbagai formulasi

    masalah yang saling berbeda dari para pelaku kebijakan, tidak dapat dipungkiri merupakan

    kegiatan yang paling penting dari para analis kebijakan. Perumusan masalah merupakan

    sistem petunjuk pokok atau mekanisme pendorong yang mempengaruhi keberhasilan semua

    fase analisis kebijakan dewasa ini. Memahami masalah kebijakan adalah sangat penting,

    karena para analis kebijakan kelihatannya lebih sering gagal karena mereka memecahkan

    masalah yang salah daripada karena memperoleh solusi yang salah terhadap masalah yang

    tepat.

    b.  Ciri-ciri Masalah

    Contoh-contoh berikut ini akan membuat kita berhati-hati untuk tidak menerima

     begitu saja masalah kebijakan, karena pemahaman atau akal sehat sehari-hari acapkali

    menyesatkan ketika kita berurusan dengan hal-hal rumit seperti masalah-masalah kebijakan.

    Uraian berikut ini menjelaskan beberapa ciri penting dari masalah kebijakan:

      Saling ketergantungan dari masalah kebijakan.

    Masalah-masalah kebijakan di dalam satu bidang (misalnya, energi) kadang-kadang

    mempengaruhi masalah-masalah kebijakan di dalam bidang lain (misalnypa, pelayanan

    kesehatan dan pengangguran). Dalam kenyataan masalah-masalah kebijalan bukan

    merupakan kesatuan yang berdiri sendiri; mereka merupakan bagian dari seluruh sistem

    masalah yang paling baik diterangkan sebagaimesses, yaitu, suatu sistem kondisi ekstenal

    yang menghasilkan ketidakpuasan di antara segmen-segmen masyarakat yang berbeda.

    Sistem masalah atau messes sulit atau bahkan tidak mungkin dipecahkan dengan

    menggunakan pendekatan analitis — yaitu, pendekatan yang memecahkan masalah ke dalam

    elemen-elemen atau bagian-bagian yang menyusunnya — karena jarang masalah-masalah

    dapat didefinisikan dan dipecahkan secara sendiri-sendiri. Kadang-kadang merupakan hal

    yang mudah "untuk memecahkan sepuluh masalah yang saling terkait, daripada memecahkan

    satu masalah secara sendiri. Sistem masalah yang saling tergantung mengharuskan suatu

     pendekatan holistik , suatu pendekatan yang memandang bagian-bagian sebagai tak

    terpisahkan dari keseluruhan sistem yang mengikatnya.

      Subyektivitas dari Masalah Kebijakan.

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    8/65

    8 | Teori Kebijakan Publik  

    Kondisi eksternal yang menimbulkan suatu permasalahan didefinisikan,

    diklasifikasikan, dijelaskan, dan dievaluasi secara selektif. Meskipun terdapatr suatu

    anggapan bahwa masalah bersifat obyektif  — misalnya, polusi udara dapat didefinisikan

    sebagai tingkat gas dan partikel-partikel di dalam atmosfer  — data yang sama mangenai polusi

    dapat diinterpretasikan secara berbeda. Masalah kebijakan ―adalah suatu hasil  pemikiran

    yang dibuat pada suatu lingkungan tertentu; Masalah tersebut merupakan elemen dari suatu

    situasi masalah yang diabstrakskan dari situasi tersebut oleh analis. Dengan begitu, apa yang

    kita alami sesungguhnya adalah merupakan adalah suatu situasi masalah, bukan masalah itu

    sendiri, seperti halnya atom atau sel, merupakan suatu konstruksi konseptual. Dalam analisis

    kebijakan merupakan hal yang sangat penting untuk tidak mengacaukan antara situasi

    masalah dengan masalah kebijakan, karena masalah adalah barang abstrak yang timbul

    dengan mentransformasikan pengalaman ke dalam penilaian manusia.

      Sifat buatan dari masalah.

    Masalah-masalah kebijakan hanya mungkin ketika manusia membuat penilaian

    mengenai keinginan untuk mengubah beberapa situasi masalah. Masalah kebijakan

    merupakan hasil/produk penilaian subyektif manusia; masalah kebijakan itu juga bisa

    diterima sebagai definisi-definisi yang sah dari kondisi sosial yang obyektif; dan karenanya,

    masalah kebijakan dipahami, dipertahankan, dan diubah secara sosial. Masalah tidak berada

    di luar individu dan kelompok-kelompok yang mendefinisikan, yang berarti bahwa tidak ada

    keadaan masyarakat yang "alamiah" di mana apa yang ada dalam masyarakat tersebut dengan

    sendirinya merupakan masalah kebijakan.

      Dinamika masalah kebijakan.

    Terdapat banyak solusi untuk suatu masalah sebagaimana terdapat banyak definisi

    terhadap masalah tersebut. ―Masalah dan solusi berada dalam perubahan-perubahan yang

    konstan; dan karenanya masalah tidak secara konstan terpecahkan. Solusi terhadap masalah

    dapat menjadi usang meskipun barangkali masalah itu sendiri belum usang."

    Sistem masalah (messes) bukan merupakan kesatuan mekanis: melainkan sistem yang

     bertujuan (teleologis), di mana (1) tidak ada dua anggotanya yang sama persis di dalam

    semua atau bahkan setiap sifat-sifat atau perilaku mereka; (2) sifat-sifat dan perilaku setiap

    anggota mempunyai pengaruh pada sifat-sifat dan perilaku sistem secara keseluruhan; (3)

    sifat-sifat dan perilaku setiap anggota, dan cara setiap anggota mempengaruhi sistem secara

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    9/65

    9 | Teori Kebijakan Publik  

    keseluruhan, tergantung pada sifat-sifat dan perilaku paling tidak dari salah satu anggota

    system; dan (4) dimungkinkan sub kelompok anggota mempunyai suatu pengaruh yang tidak

     bebas atau tidak independen pada sistem secara keseluruhan. Hal ini berarti bahwa sistem

    masalah — kejahatan, kemiskinan, pengangguran, inflasi, energi, polusi, kesehatan — tidak

    dapat dipecah ke dalam rangkaian yang independen tanpa menimbutkan risiko menghasilkan

    solusi yang tepat terhadap masalah yang salah.

    Kunci karakteristik dari sistem permasalahan adalah bahwa seluruh sistem lebih besar  — 

    yaitu, berbeda secara kualitatif  — daripada sekedar jumlah dari bagian-bagiannya. Suatu

    tumpukan batu dapat didefinisikan sebagai jumlah masing-masing batu tetapi tidak sebagai

    suatu piramida.

    2. 

    Proses Membentuk Agenda Kebijakan

    Agenda setting merupakan kegiatan membuat masalah publik menjadi masalah

    kebijakan. Agenda,menurut Jones diartikan sebagai suatu istilah yang pada umumnya

    digunakan untuk menggambarkan suatu isu yang dinilai oleh publik perlu diambil suatu

    tindakan.

    Menurut Darwin, agenda adalah suatu kesepakatan umum,yang belum tentu tertulis tentang

    adanya suatu masalah publik hang perlu menjadi perhatian bersama dan menuntut campur

    tangan pemerintah untuk memecahkannya.

    Sementara itu, proses penyusunan agenda kebijakan menurut Anderson secara runtut

    adalah:

    a.   Private Problems

    Penyusunan agenda kebijakan diawali dari suatu masalah (problems) yg muncul di

    masyarakat. Masalah ini dapat diungkapkan oleh seseorang sebagai masalah pribadi ( private

     problem). Masalah private merupakan masalah-2 yg mempunyai akibat terbatas atau hanya

    memyangkut satu ataunsejumlah kecil orang yg terlikbat langsung. Kemudian berkembang

    lebih lanjut menjadi masalah publik ( public problem).

    b.   Public Problems

    Masalah publik diartikan sebagai masalah yang mempunyai akibat yang luas,

    termasuk akibat-akibat yang mengenai orang -orangnyg terlibat secara tidak langsung.

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    10/65

    10 | Teori Kebijakan Publik  

    Masalah publik tersebut kemungkinan akan berkembang menjadi isue kebijakan ( policy

    issues).

    c.   Issues

    Issues menurut John,adalah problema publik yang saling bertentangan satu sama lain

    (controversial public problems).  Issues  dapat diartian juga sebagai per bedaan-perbedaan

     pendapat di masyarakat trntang persepsi dan solusi (policy action) terhadap suatu masalah

     publik. Issues kebijakan tidak hanya mengandung ketidaksepakatan mengenai arah tindakan

    yang aktual dan potensial,tetapi juga mencermknkan pertentangan pandangan mengenai sifat

    masalah itu sendiri. Dengan begitu, isu kebijakan merupakan hadil perbebatan tentang

    definisi,klasifikasi,eksplanasi dan evaluasi masalah (Dunn,1995:97). Issues kebijakan tadi

    kemudian mengalir dan masuk dalam agenda pemerintah. Agenda pemerintah merupakan

    sejumlah daftar masalah di mana para pejabat publik menaruh perhatian yang serius pada

    waktu tertentu. Agenda pemerintah,menurut Cobb dan Elder dalam John (1984), dibedakan

    menjadi 2 macam,yaitu agenda sistemik dan agenda institusional.

    d.  Systemic Agenda

    Agenda sistemik merupakan semua isu yang pada umumnya dirasakan oleh para

    anggota masyarakat politik yang patut mendapat perhatian publik dan isu tersebut memang

     berada dalam yurisdiksi kewenangan pemerintah. Semakin besar suatu isu maka akan

    mencapai status pada agenda sistemik dan kemudian pindah ke agenda formal atau

    institusional. Pada dasarnya, proses ini akan terjadi bila suatu masalah memiliki beberapa

    karakteristik, seperti spesifisitas,signifikansi sosial, relevansi temporal, kompleksitas, dan

    kategoris diutamakan.

    e. 

     Institusional agenda

    Setelah adanya proses agenda sistematis dalam isu kebijakan baru masuk ke agenda

    institutional yang merupakan serangkaian masalah yang secara tegas membutuhkan

     pertimbangan-pertimbangan yang aktif dan serius dari pembuat keputusan yang sah/otoritas.

    Menurut Cobb dan Elder, tiga prasyarat yang dianggap diperlukan untukmasalah dalam

    memperoleh status dalam agenda sistemik: (1) perhatian luas atau setidaknyakesadaran akan

    masalah ini, (2) menjadi perhatian bersama dari sebagian ukuran darimasyarakat bahwa

     beberapa jenis tindakan yang diperlukan menjadi obat masalah ini, dan

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    11/65

    11 | Teori Kebijakan Publik  

    (3) persepsi bersama bahwa masalah ini merupakan masalah yang tepat untuk beberapa satua

    n pemerintah dan jatuh dalam batas-batas kewenangannya. Sedangkan proses agenda setting

    terdiri dari tiga tahap menurut Davies, (1) inisiasi, (2) difusi, dan (3) pengolahan. Pada

    tahapinisiasi, masalah publik menciptakan permintaan untuk tindakan. Pada tahap difusi,

    tuntutanini dialihkan ke isu-isu bagi pemerintah. Pada tahap pengolahan, masalah diubah

    menjadiagenda. Davies juga berpendapat bahwa banyak isu yang dimulai dalam pemerintah

    sendiridaripada asumsi umum bahwa masalah muncul dalam masyarakat umum dan bekerja

    dengancara mereka ke dalam agenda pemerintah.

    Proses penyusunan agenda yang sudah dipilah pemerintah dan dimasukan menjadi

    isumerupakan sesuatu yang dapat dilaksanakan dengan mudah. Karena masalah publik

    yangditangani pemerintah tak hanya meliputi satu aspek atau publik, sehingga proses

     penangananmasalah tersebut menjadi suatu isu pemerintah dan kemudian dipecahkan

    menjadi satukebijakan dapat memakan waktu yang lama. Untuk mempercepat proses

    tersebut, peranmedia dibutuhkan untuk mendengungkan masalah public yang ada. Seperti

    yang diketahuimedia berfungsi mengamati atas suatu permasalahan (Harold laswell dalam

    Alwi Dahlan,2008) kemudian di publikasikan agar masalah public dapat memperoleh

     perhatian masyarakat.

    B. 

    Tipologi Isu Kebijakan & Perumus Agenda Kebijakan

    Jika masalah-masalah kebijakan benar-benar merupakan keseluruhan dari sistem

    masalah-masalah, itu berarti bahwa isu-isu kebijakan pasti sama kompleksnya. Isu-isu

    kebijakan tidak hanya mengandung ketidaksetujuan mengenai serangkaian aksi yang aktual

    atau potensial; tetapi juga mencerminkan pandangan-pandangan yang berbeda tentang sifat

    dari masalah-masalah itu sendiri.

    Kompleksitas isu-isu kebijakan dapat diperlihatkan dengan mempertimbangkan

     jenjang organisasi di mana isu-isu itu diformulasikan. Isu-isu kebijakan dapat diklasifikasikan

    sesuai dengan hirarki dari tipe: utama, sekunder, fungsional, dan minor. Isu-isu utama (major

    issues) secara khusus ditemui pada tingkat pemerintah tertinggi di dalam atau di antara

     jurisdiksi/wewenang federal, negara bagian, dan lokal. Isu-isu utama secara khusus meliputi

     pertanyaan tentang misi suatu instansi, yaitu pertanyaan mengenai sifat dan tujuan organisasi-

    organisasi pemerintah. Isu seperti apakah Departemen Kesehatan dan Pelayanan Masyarakat

    harus berusaha menghilangkan kondisi yang menimbulkan kemiskinan adalah pertanyaan

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    12/65

    12 | Teori Kebijakan Publik  

    mengenai misi lembaga. Isu-isu sekunder (secondary issues) adalah isu yang terletak pada

    tingkat instansi pelaksana program-program di pemerintahan federal, negara bagian, dan

    lokal. Isu-isu yang kedua ini dapat berisi isu prioritas-prioritas program dan definisi

    kelompok-kelompok sasaran dan penerima dampak. Isu mengenai bagaimana mendefinisikan

    kemiskinan keluarga adalah isu yang kedua. Sebaliknya, isu-isu fungsional (functional

    issues), terletak di antara tingkat program dan proyek, dan memasukkan pertanyaan-

     pertanyaan seperti anggaran, keuangan, dan usaha untuk memperolehnya. Terakhir, isu-isu

    minor (minor issues), adalah isu-isu yang ditemukan paling sering pada tingkat proyek-

     proyek yang spesifik. Isu-isu minor meliputi personal, staff, keuntungan bekerja, waktu

    liburan, jam kerja, dan petunjuk pelaksanaan serta peraturan.

    Jones menyatakan bahwa ―not all problems become public, not all public problems

    became issues, and not all issues are acted on in government agenda.‖ ( tidak semua masalah

    dapat menjadi masalah umum/public, dan tidak semua masalah  public dapat menjadi issu,

    dan tidak semua issu dapat menjadi agenda pemerintah).

    Apabila menginginkan suatu kebijakan publik mampu memecahkan masalah publik

    ( public problem), masalah publik harus dirumuskan menjadi masalah kebijakan ( policy

     problems). Menurut Tomas Dye, tahapan mendefinisikan masalah itu disebut  Agenda Setting .

    Kondisi masyarakat yang tidak didefinisikan sebagai masalah dan alternatif solusi tidak

     pernah diusulkan, tidak akan pernah menjadi isu kebijakan ( policy issues). Kegiatan

    menjadikan masalah publik ( public problems) menjadi masalah kebijakan ( policy problems)

    sering disebut dengan  penyusunan (agenda setting ).  Agenda setting adalah sebuah fase dan

     proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Karena dalam proses inilah

    ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda

     publik dipertarungkan.

    Penyusunan agenda pemerintah (agenda setting ) dimulai dari kegiatan fungsional,

    meliputi Persepsi, Definisi, Agregasi, Organisasi dan Representasi; yang bermuara pada

    terusungnya suatu masalah publik dan atau suatu isu publik menjadi suatu masalah yang oleh

     pemerintah (pembuat kebijakan) dianggap penting untuk dicari jalan keluarnya melalui

    kebijakan publik. Produk riil dari proses penyusunan agenda pemerintah adalah

    terakomodasinya kepentingan publik (masalah publik) menjadi opini publik, kemudian

    menjadi tuntutan publik, untuk selanjutnya menjadi masalah prioritas yang akan dicarikan

     penyelesaiannya.

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    13/65

    13 | Teori Kebijakan Publik  

    1.  Tipologi Masalah Kebijakan

    Terdapat tiga kelas masalah kebijakan (Dunn, 1994:146), yaitu: masalah yang

    sederhana (well-structured), masalah yang agak sederhana (moderately-structured) dan

    masalah yang rumit (ill-structured). Struktur dari masing-masing kelas ini ditentukan oleh

    tingkat kompleksitasnya, yaitu, derajat seberapa jauh suatu masalah merupakan sistem

     permasalahan yang saling tergantung. Perbedaaan di antara masalah-masalah yang sederhana,

    agak sederhana, dan run-it digambarkan dengan mempertimbangkan variasi di dalam elemen-

    elemen mereka.

    Table 5-1. Perbedaan dalam struktur dari tiga tipe masalah kebijakan

    STRUKTUR MASALAH

    ELEMEN Sederhana Agak Sederhana Rumit

    Pengambilam ke-

     putusan

    Alternatif

    Kegunaan (nilai)

    Hasil

    Probabilitas

    Satu atau beberapa

    Tebatas

    Konsensus

    Pasti atau berisiko

    Dapat dihitung

    Satu atau beberapa

    Terbatas

    Konsensus

    Tidak pasti

    Tak dapat dihitung

    Banyak

    Tak terbatas

    Konflik

    Tidak diketahui

    Tak dapat

    dihitung

    Masalah yang sederhana (well-structured problems) adalah masalah yang melibatkan

    satu atau beberapa pembuat keputusan dan seperangkat kecil alternatif-alternatif kebijakan.

    Kegunaan (nilai) mencerminkan konsensus pada tujuan-tujuan jangka pendek yang secara

     jelas diurutkan dalam tatanan pilihan pembuat keputusan. Hasil dari masing-masing alternatif

    diketahui dengan keyakinan yang tinggi (secara deterministik) atau di dalam margin

    kesalahan yang rnasih dapat diterima (risiko). Prototipe masalah yang sederhana adalah

    masalah keputusan yang dikomputerkan secara penuh, di mana semua konsekuensi dari

    semua alternatif kebijakan diprogram. Masalah-masalah operasional yang secara relatif lebih

    rendah di dalam instansi pemerintah memberi gambaran mengenai masalah yang sederhana.

    Sebagai contoh, masalah mengganti kendaraan secara relatif adalah masalah yang sederhana

    yang meliputi pencarian titik optimum pada kendaraan lama yang harus dijual untuk yang

     baru, diambil ke dalam perhitungan biaya perbaikan rata-rata bagi kendaraan lama dan

     pembelian dan harga depriasi bagi kendaraan yang baru.

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    14/65

    14 | Teori Kebijakan Publik  

    Masalah yang agak sederhana (Moderately structured problems) adalah masalah-

    masalah yang melibatkan satu atau beberapa pembuat keputusan dan sejumlah alternatif yang

    secara relatif terbatas. Kegunaan (nilai) juga mencerminkan konsensus pada tuiuan-tujuan

     jangka pendek yang diurutkan secara jelas. Meskipun demikian, hasi1 dari alternatif-alternatif

    itu belum tentu meyakinkan (deterministik) ataupun diperhitungkan di dalam margin

    kesalahan yang diterima (risiko); hasil-hasil itu tidak meyakinkan/tidak tentu, yang berarti

     bahwa probabilitas kesalahan tidak dapat diperkirakan sama sekali. Contoh dari masalah yang

    agak sederhana adalah simulasi atau permainan kehijakan, suatu ilustrasi yang disebut dengan

    "dilema tahanan." Dalam pernainan ini dua tahanan ditahan dalam ruang tahanan, sel yang

    terpusat, di mana masing-masing tahanan diinterograsi oleh penuntut, yang harus

    memperoleh pengakuan dari salah seorang atau kedua tahanan itu untuk menetapkan

    hukuman. Penuntut yang telah mempunyai cukup bukti untuk menghukum masing-masing

    tahanan yang melakukan kejahatan ringan itu, mengatakan kepada setiap tahanan, jika tidak

    ada yang mengaku maka mereka akan dituduh melakukan kejahatan yang ringan dengan

    tuntutan hukuman yang juga ringan; jika keduanya mengaku melakukan kejahatan yang lebih

    serius, keduanya akan menerima pengurangan hukuman; tetapi jika hanya salah seorang yang

    mengaku, tertuduh yang mengaku akan menerima hukuman percobaan, sementara yang lain

    akan menerima hukuman maksimum. Pilihan "optimal" bagi masing-masing tahanan, dengan

    asumsi bahwa masing-masing tidak mengetahui keputusan yang diambil pihak lain, adalah

    untuk mengaku. Dengan begitu masing-masing akan menerima keputusan lima tahun

    hukuman, karena keduanya kclihatannya berusaha untuk meminimalkan hukuman mereka.

    Contoh ini tidak hanya menggambarkan kesulitan membuat pilihan ketika hasilnya tidak pasti

    tetapi juga memperlihatkan bahwa pilihan individu yang "rasional" dapat memberi kontribusi

    terhadap irasionalitas kolektif dalam kelompok-kelompok kecil, birokrasi pemerintah dan

    masyarakat secara keseluruhan.

    Masalah yang rumit (Ill-structured problems) adalah masalah-masalah yang

    mengikutsertakan banyak pembuat keputusan yang utilitas (nilai)nya tidak diketahui atau

    tidak mungkin untuk diurutkan secara konsisten. Jika masalah-masalah yang sederhana dan

    agak sederhana mencerminkan korsensus, maka karakteristik utama dari masalah-masalah

    yang rumit adalah konflik di antara tujuan-tujuan yang saling bersaing. Alternatif-alternatif

    keebijakan dan hasilnya dapat juga tidak diketahui, karena tidak mungkin memperkirakan

    risiko dan ketidakpastian. Masalah pilihan tidak untuk menentukan hubungan-hubungan

    deterministik yang diketahui, tetapi lebih untuk mendefinisikan sifat masalah. Contoh

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    15/65

    15 | Teori Kebijakan Publik  

    masalah yang rumit adalah masalah keputusan intransitif secara penuh, yaitu, suatu masalah

    di mana tidak mungkin untuk memilih alternatif kebijakan tunggal yang disukai oleh semua

    orang. Sementara masalah yang sederhana atau agak sederhana mengandung urutan-urutan

     pilihan yang transitif-yaitu, jika alternatif A1 lebih disukai daripada alternatif A2, dan

    alternatif A2  lebih disukai daripada alternatif A3, maka alternatif A1  lebih disukai daripada

    alternatif A3 — masalah yang rumit mempunyai urutan pilihan yang intransitif.

    Kebanyakan masalah kebijakan yang paling penting cenderung rumit (ill-structured).

    Satah satu pelajaran dari ilmu politik, administrasi publik, dan disiplin lainnya adalah bahwa

    masalah-masalah yang, sederhana atau agak sederhana jarang dijumpai dalam lingkungan

     pemerintahan yang kompleks. Sebagai contoh, merupakan hal yang tidak realistis untuk

    menganggap keberadaan satu atau beberapa pembuat keputusan dengan pilihan (manfaat)

    yang sama, karena kebijakan-kebijakan publik adalah seperangkat keputusan yang saling

     berhubungan yang dibuat dan dipengaruhi oleh para pelaku kebijakan di sepanjang periode

    waktu yang panjang. Konsensus adalah jarang, karena pembuatan kebijakan publik

    cenderung menimbulkan konflik di antara para pelaku kebijakan yang saling bersaing.

    Akhirnya, merupakan hal yang hampir tidak mungkin atau jarang untuk dapat

    mengindentifikasi seluruh alternatif pemecahan masalah, dan hal ini untuk sebagian karena

    hambatan-hambatan pada perolehan informasi, dan juga karena kadang-kadang sulit untukmencapai formulasi permasalahan yang memuaskan. Alasan mengapa masalah yang rumit

    adalah sangat penting bagi analisis kebijakan publik telah diringkaskan sejumlah ilmuwan

    sosial.

    2.  Siapa yang Merumuskan Agenda Kebijakan?

    Kingdon menyatakan bahwa terdapat tiga pihak yang memiliki pandangan

    atau perspektif berbeda mengenai siapa yang berhak untuk menyusun agenda setting, yaitu 1)Pandangan elit, 2) Pandangan kaum pluralist, dan 3) Pandangan pemerintah daerah.

    a.   Perspektif Elitis

    Stewart menyatakan bahwa kaum elit beranggapan bahwa kekuatan atau pengaruh

    yang dimiliki oleh elit dapat mendominasi atau mempengaruhi pembuatan keputusan publik.

    Seperti yang diungkapkan oleh Thomas R Dye pada buku The Irony of Democracy

    menjelaskan bahwa elit akan berusaha untuk mempertahankan sistem yang ada,

    yakni kekuasaan di tangan elit - dengan segala hal yang dapat dilakukannya. Kaum elit yang

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    16/65

    16 | Teori Kebijakan Publik  

    dimaksud di sini bukan hanya pihak yang memiliki jabatan politik saja, tetapi

     juga pihak yang memiliki kekuasaan dalam bisnis (elit bisnis) dan juga kekuasaan dalam

    militer (elit militer).

    b. 

     Perspektif Pluralis

    Kaum pluralist beranggapan bahwa pihak yang memiliki kepentingan (interest group) 

    memiliki dominasi untuk menyusun agenda untuk pembuatan kebijakan. Mereka

     beranggapan bahwa agenda setting merupakan proses yang terjadi akibat aktivitas-aktivitas

    yang dilakukan oleh kelompok kepentingan yang dominan. Kelompok dominan tersebut akan

    memberikan upaya dalam bentuk tekanan terhadap pemerintah agar keeinginannya terdapatdi

    agenda setting, atau bahkan memberikan tekanan agar keinginannya sampai

    diwujudkandalam sebuah kebijakan.

    c. 

    Subgovernment

    Pandangan Subgovernment menganggap bahwa terdapat 3 aktor dalam

    menetapkanagenda setting, yaitu: 1) Anggota kongres pada komite atau lembaga yang isunya

    dipilih; 2)Birokrat yang bertanggung jawab untuk kebijakan tersebut; 3) kelompok-kelompok

    yangmengalami isu yang di angkat. Douglas Cater menyatakan bahwa hubungan antara

    ketigaaktor tersebut saling terikat, namun subgovernment bekerja dengan serangkaian

    hubungan pertukaran, dimana penilaian yang menguntungkan bagi kelompok-kelompok klien

    diperdagangkan untuk sumbangan kampanye untuk anggota kongres, informasi dari pejabat

    instansi untuk anggota kongres diperdagangkan untuk apropriasi yang menguntungkan

    keagen dari kongres, dan pertukaran personil terjadi antara klien kelompok dan lembaga.

    Peran apa yang dapat dimainkan oleh pemerintah dalam proses penyusunan agenda

     pemerintah ( Agenda Setting )?1.   Let it happen (membiarkan hal itu terjadi):

    a.  Pemerintah cenderung berperan sebagai pihak yang pasif dalam penyusunan

    agenda pemerintah.

     b.  Pemerintah hanya berusaha untuk menjaga saluran informasi  –   komunikasi dan

     penyelesaian masalah publik berjalan secara alami, tanpa intervensi aktif dari

     policy maker .

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    17/65

    17 | Teori Kebijakan Publik  

    c.  Kondisi ini terjadi juga karena pembuat kebijakan tak mampu menjangkau

    individu atau kelompok yang terkena akibat dari suatu masalah karena terlalu

    kompleks dan luasnya ruang lingkup masalah tersebut.

    d.  Masalah publik masuk menjadi agenda pemerintah bersifat pluralistik, tergantung

     bagaimana publik menyampaikan sejumlah tuntutan (atau kuantitas tekanan pada

     pembuat kebijakan).

    e.  Kelompok yang diuntungkan adalah yang memiliki akses informasi dan

    karenanya secar aktif melakukan komunikasi politik dengan pembuat kebijakan.

    f. 

    Model ini tidak sesuai dengan prinsip pemerataan dan keadilan, karena

    realitasnya adalah kelompok2 dalam masya. Tidak memiliki akses

    informasikomunikasi yang sama.

    g.  Model ini tidak akan pernah menjangkau kepentingan kelompok yang lemah

    (kelompok masya. yang biasanya tidak mampu melakukan akses

    informasikomunikasi dengan pembuat kebijakan.

    2. 

     Encourage it to happen (mendorong supaya hal itu terjadi)

    a.  Pemerintah mengambil langkah aktif dengan tujuan membantu masyarakat

    (terutama golongan lemah) untuk dapat menentukan dan mengartikulasikan

    kepentingan dan masalah yang dihadapi.

     b. 

    Pemerintah membantu masyarakat (mendampingi secara aktif) dalam melakukan

    diagnosa terhadap masalah yang dihadapi kelompok masya. tsb dengan bantuan

    lembaga mediator, contohnya melalui LSM dalam melakukan pendampingan

    untuk mengartikulasikan kepentingan masyarakat miskin, sebagai bentuk jemput

     bola dari pem. agar dapat mengakomodasikan masalah yang dihadapi kaum

    lemah menjadi agenda pemerintah.

    3.   Make it happen (membuat suatu hal terjadi)

    a. 

    Pemerintah berperan sangat aktif dalam mendefinisikan masalah publik,

    memasukkanya menjadi Agenda Pemerintah, merumuskan alternatif pemecahan

    mslh, sekaligus menentukan tujuan yang hendak dicapai.

     b.  Pemerintah sebagai pembuat kebijakan tidak menunggu sistem bekerja secara

     pasif, namun secara langsung melakukan intervensi terhadap sistem yang ada atau

    mengarahkan beroperasinya sistem tersebut dengan menetapkan mekanisme

     pendefinisian dan menetapkan prioritas masalah dalam pemerintah.

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    18/65

    18 | Teori Kebijakan Publik  

    C.  Model Penetapan Agenda Kebijakan

    Cobb, Ross, dan Ross dalam Stewart mengidentifikasi tiga model yang berbeda dari

    agenda setting. Model pertama adalah model inisiatif luar, yang sangat mirip dengan

    modelasli diusulkan oleh Cobb dan Elder. Model kedua mereka adalah model mobilisasi,

    dimanaisu-isu tersebut dimulai di dalam pemerintahan dan status agenda akhirnya tercapai.

    Model kedua ini mirip dengan yang disarankan earlierby Davies. Model ketiga mereka

    disebut model inisiatif dalam, yang menggambarkan sebuah proses di mana masalah muncul

    dalam pemerintah tetapi tidak diperluas ke masyarakat umum. Pendukung isu itu diinginkan

    untuk menjaga masalah dalam arena pemerintahan secara eksklusif.

    Cobb & Elder (Anderson, 1979) mengklasifikasikan agenda kebijakan atas dua jenis, yaitu:

    1. 

    Agenda Sistemik ( systemic agenda): terdiri atas semua isu yang dipandang secara

    umum oleh anggota masyarakat sebagai masalah yang patut memperoleh perhatian

     publik, mencakup masalah-masalah yang berada dalam kewenangan sah setiap

     jenjang pemerintahan masing-masing.

    2. 

    Agenda Pemerintah ( governmental agenda): adalah serangkaian masalah yang secara

    tegas mendapat perhatian aktif dan serius dari pembuat kebijakan, guna mendapatkan

     penyelesaian melalui kebijakan publik yang otoritatif.

    Kapan suatu isu kebijakan menjadi Systemic Agenda ?

      Issue itu memperoleh perhatian yang luas atau setidak-tidaknya dapat menimbulkan

    kesadaran masyarakat.

      Adanya persepsi dan pandangan atau pendapat publik yang luas, bahwa beberapa

    tindakan perlu dilakukan untuk memecahkan masalah itu.

      Adanya persepsi yang sama dari masyarakat, bahwa masalah itu adalah merupakan

    suatu kewajiban dan tanggung jawab yang syah dari beberapa unit pemerintahan

    (Cobb dan Elder dalam Jones 1984).

    Apabila sejumlah masalah publik telah tampil sebagai agenda pemerintah, langkah

    selanjutnya adalah kewajiban pembuat kebijakan untuk memprosesnya dalam beberapa fase

     berikut (Jones, 1996):

    1. 

    Problem definition agenda → pada fase ini masalah publik dirumuskan dan mendapat

     perhatian serius dari pembuat kebijakan.

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    19/65

    19 | Teori Kebijakan Publik  

    2.  Proposal agenda → pada fase ini masalah publik telah mencapai tingkat diusulkan

    untuk menjadi kebijakan publik; jadi ada pergeseran dari perumusan masalah menuju

     pemecahan masalah.

    3.  Bargaining agenda → pada fase ini usulan-usulan kebijakan ditawarkan untuk

    memperoleh dukungan secara aktif dan serius.

    4. 

    Continuing agenda → pada fase ini suatu masalah didiskusikan dan dinilai secara

    terus menerus (terikat dengan perubahan sosial yang terjadi secara terus menerus

     pula) sampai agenda ini dinyatakan gagal atau berhasil menjadi kebijakan publik.

    Kondisi Nondecision-making

    Peter Bachrach dan Morton Baratz (dalam Islamy, 2005) memberikan pendapat

    mengenai tindakan untuk tidak membuat keputusan (nondecision-making) yang diambil oleh

     para pembuat kebijakan merupakan suatu cara dengan mana tuntutan-tuntutan untuk

    melakukan perubahan terhadap pengalokasian keuntungankeuntungan dan hak-hak istimewa

     pada masyarakat dapat ditekan atau dihilangkan bahkan sebelum sempat disampaikan, atau

    dibiarkan tetap tertutup; atau dimatikan sebelum hal tersebut memperoleh kekuatan untuk

     bisa muncul dalam arena pembuatan kebijakan yang sesuai. Penolakan tersebut mungkin

    dapat dilakukan dengan cara:

    1. 

    Menggunakan kekuatan (kekuasaan) tertentu, atau dengan kata lain menggunakantekanan;

    2. 

    Mungkin juga menggunakan nilai-nilai dalam masyarakat (ataupun para pembuat

    kebijakan) untuk menolak pembuatan keputusan dan kebijakan tersebut; dan

    3.  Karena untuk mempertahakan status-quo sehingga pembuat keputusan tidak

    merumuskan kebijakan dengan alasan untuk menghindari atau menghilangkan konflik

    yang terjadi diantara para pembuat kebijakan.

     Namun, satu hal yang perlu diperhatikan adalah, bahwa pendapat Thomas Dye

    mengenai definisi kebijakan publik yaitu bahwa membuat keputusan ataupun tidak membuat

    keputusan pada dasarnya sama-sama membawa konsekuensi bagi masyarakat.

    II.  Perumusan Kebijakan Publik (Policy Formulation)

    Selama tahap dari siklus kebijakan, dinyatakan masalah, proposal, dan tuntutan

     berubah ke dalam program pemerintah. Formulasi kebijakan dan adopsi mencakup definisi

    tujuan  –   apa yang harus dicapai dengan kebijakan  –   dan pertimbangan alternatif tindakan

    yang berbeda. Beberapa penulis membedakan antara perumusan (alternatif untuk tindakan)

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    20/65

    20 | Teori Kebijakan Publik  

    dan adopsi akhir (keputusan formal untuk mengambil kebijakan). Karena kebijakan tidak

    akan selalu diformalkan ke program terpisah dan pemisahan yang jelas antara formulasi dan

     pengambilan keputusan sangat sering mungkin terjadi, kita memperlakukan mereka sebagai

    sub tahapan satu panggung dari siklus kebijakan. 

    Dalam upaya mencoba untuk memperhitungkan gaya, pola, dan hasil yang berbeda

    dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan, studi tentang tahap kerangka siklus

    telah sangat berorientasi teori. Selama dua dekade terakhir ini, koneksi berbuah dengan teori

    keputusan organisasi yang telah berkembang. Pada saat yang sama, studi perumusan

    kebijakan telah lama sangat dipengaruhi oleh upaya untuk memperbaiki praktek dalam

     pemerintah dengan memperkenalkan teknik dan alat perumusan keputusan yang lebih

    rasional. Hal ini menjadi paling nyata selama masa kejayaan perencanaan politik dan

    kebijakan reformasi di 1960-an dan 1970-an. Analisis kebijakan adalah bagian dari koalisi

    reformasi yang terlibat dalam pengembangan alat-alat dan metode untuk mengidentifikasi

    kebijakan yang efektif dan hemat biaya (Wittrock, Wegner, dan Wollmann 1991, 43-51;

    Wollmann 1984).

    Ilmuwan politik berpendapat (Lindblom 1968; Wildavsky 1979) bahwa pengambilan

    keputusan tidak hanya terdiri dari pengumpulan informasi dan pengolahan (analisis), tetapi

    terutama terdiri dari resolusi konflik dalam dan diantara aktor-aktor publik dan swasta dan

     pemerintah departemen (interaksi). Dalam hal pola interaksi antar departemen, Mayntz dan

    Scharpf (1975) berpendapat bahwa biasanya mengikuti jenis koordinasi negatif (berdasarkan

    urutan partisipasi departemen yang berbeda setelah program kebijakan awal telah disusun)

     bbukan dari usaha ambisius dan kompleks koordinasi positif (penyatuan solusi kebijakan

    yang disarankan sebagai bagian dari penyusunan), sehingga mengarah ke proses khas

     pembuatan kebijakan yang reaktif. Tujuan ilmu politik berbasis analisis kebijakan ialah untuk

    menyarankan pengaturan kelembagaan yang akan mendukung pembuatan kebijakan yang

    lebih aktif.

    Pemerintah dan PNS lebih tinggi tidak sepenuhnya lepas dari masyarakat yang lebih

    luas ketika merumuskan kebijakan; sebaliknya, mereka terus-menerus berinteraksi dengan

    aktor-aktor sosial dan membentuk pola hubungan yang agak stabil (jaringan kebijakan).

    Sedangkan keputusan akhir dari kebijakan tertentu tetap berada di wilayah lembaga yang

     bertanggungjawab (terutama kabinet, menteri, DPR), keputusan ini didahului oleh proses

    negosiasi pembentukan kebijakan lebih atau kurang informal, dengan menteri departemen

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    21/65

    21 | Teori Kebijakan Publik  

    (dan unit dalam departemen), kelompok kepentingan terorganisir dan, tergantung pada sistem

     politik, anggota parlemen terpilih dan rekan mereka sebagai pemain utama. Sejumlah

     penelitian kebijakan dengan yakin berpendapat bahwa proses-proses dalam tahap awal

     pembuatan keputusan sangat mempengaruhi hasil akhir dan sangat sering membentuk

    kebijakan yang lebih besar daripada proses akhir dalam arena parlemen (Kenis dan

    Schneider, 1991). Selain itu, penelitian ini menjadi argumen yang kuat dalam membantah

    model rasional perumusan keputusan. Alih-alih pilihan rasional antara kebijakan alternatif,

    hasil pengambilan keputusan dari tawar-menawar antara aktor-aktor yang beragam dalam

    subsistem kebijakan yang –  hasil yang ditentukan oleh sumber daya konstelasi dan kekuatan

    (substensial dan kelembagaan) kepentingan aktor yang terlibat dan proses penyesuaian yang

    saling menguntungkan partisan. Dengan demikian, membentuk gaya khas (Lindblom

    1959,1979) dari pembentukan kebijakan semacam ini, terutama dalam alokasi anggaran

    (Wildavsky 1964,1988).

    A.  Alternatif / Solusi Masalah Kebijakan

    Formulasi kebijakan merupakan tahap proses kebijakan di mana program yang

     bersangkutan dan diterima tindakan untuk menangani beberapa masalah publik tertentu

    diidentifikasi dan disahkan menjadi hukum (Lester dan Stewart, 2000). Perumusan usulan

    kebijakan publik adalah kegiatan menyusun dan mengembangkan serangkaian tindakan yang

     perlu untuk menyelesaikan masalah. Perumusan kebijakan publik menyangkut upaya

    menjawab pertanyaan bagaimana berbagai alternatif disepakati untukmasalah-masalah yang

    dikembangkan dan siapa yang berpartisipasi (Anderson, 1976). Perumusan kebijakan sebagai

    alternatif kebijakan/proses perumusan usulan kebijakan. Perumusan usulan kebijakan yang

     baik dan komprehensif akan sangat dipengaruhi oleh keberhasilan para perumus kebijakan

    dalam merumuskan masalah kebijakan yang terdiri dari tahap-tahap: identifikasi alternatif → 

    definisi dan rumuskan alternatif → penilaian alternatif → pemilihan alternatif ―yang paling

    memungkinkan.‖ 

    Untuk menghasilkan perumusan usulan kebijakan yangkomprehensif, ada beberapa hal

    yang perlu diperhatikan:

      Jumlah dari masalah yang ditangani. Apakah usulankebijakan akan menyampaikan

    seluruh masalah dalamsuatu lingkup masalah?ataukah hanya ditujukan

     padacontohnya semata?

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    22/65

    22 | Teori Kebijakan Publik  

      Lingkup Analisis. Apakah lingkup analisis usulankebijakan akan melayani semua

    aspek masalah? Ataukahhanya melayani aspek tertentu saja?

      Memperkirakan dampak . Apakah usulan kebijakan yangdiformulasi sudah diuji semua

    dampaknya? Ataukahpengujian dibatasi pada dampak langsung dalam suatulingkup issusaja?

      Kegiatan perumusan usulan: mengidentifikasi alternatif, mendefinisikan dan

    merumuskan alternatif, menilai alternatif, dan memilih alternatif yang paling baik.

    Alternatif kebijakan merupakan sejumlah alat atau cara yang dapat digunakan

    untuk mencapai, langsung ataupun tidak langsung sejumlah tujuan dan sasaran yang

    telahditentukan sebelumnya (Mustopadijaja). Menurut William N. Dunn, alternatif kebijakan

    (policy alternatives) adalah arah tindakan yang secara potensial tersedia yang dapat memberi

    sumbangan kepada pencapaian nilai dan karena itu kepada pemecahan masalah kebijakan.

    Brewer dan De Leon menggambarkan alternatif kebijakan sebagai pilihan diantara alternatif-

    alternatif kebijakan yang telah berhasil diusulkan bagi pemecahan masalah yang sudah

    diperkirakan.

    Pada prinsipnya, alternatif kebijakan adalah alat atau cara-cara dan juga merupakan

     pilihan-pilihan yang dipergunakan dalam

     perumusan kebijakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sehingga dapat

    dilaksanakan oleh aktor-aktor kebijakan publik.

    Alternatif kebijakan dapat dikatakan sebagai tahapan politik dengan mengajukan berbagai

    solusi potensial bagi masalah yang dihadapi pembuat kebijakan publik. Pilihan yang paling

    mungkin diputuskan bukan untukmengambil tindakan khusus, melainkan untuk penemuan

     penyelesaian masalah dengan jalan yang terbaik.

    Cara Menentukan Alternatif atau Solusi Masalah Kebijakan

    Tahap I : Mengidentifikasi Alternatif Kebijakan

      Masalah-masalah yang telah dengan jelas dirumuskandan dimasukkan dalam

    agenda kebijakan akan disusun pilihan pemecahannya dengan mengidentifikasi

    alternatif-alternatif yang berguna atau berhubungan dengan pemecahan masalah.

      Dalam situasi masalah yang sama, mungkin saja diidentifikasi alternatif yang

     pernah dibuat, tetapi diperlukan juga kreativitas analis kebijakan untuk

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    23/65

    23 | Teori Kebijakan Publik  

    menemukan alternatif-alternatif kebijakan yang baru dan diidentifikasi

    karakteristiknya secara jelas.

      Identifikasi yang benar dan jelas untuk setiap alternatifkebijakan akan

    mempermudah proses perumusanal ternatif kebijakan tersebut.

    Tahap II : Pendefinisian dan Perumusan Alternatif

      Tujuan: Alternatif-alternatif yang telah dikumpulkan oleh pembuat kebijakan

    nampak jelas pengertiannya.

      Pendefinisian alternatif ―jelas‖, artinya mudah menilai dan mempertimbangkan

    aspek positif dan negatif dari setiap alternatif.

    Menurut W.N. Dunn, cara rumuskan alternatif sebagai berikut:  Didapat dari para ahli atau pejabat publik,

      Menggunakan metode ilmiah,

      Memanfaatkan kasus yang paralel dengan masalah yang akandianalisis, dan

      Menggunakan analogi

    Tahap III : Penilaian Alternatif

     

    Menilai alternatif adalah kegiatan pemberian bobot (harga) padasetiapalternatif, sehingga nampak jelas bahwasetiap alternatif mempunyai nilai bobot

    kelebihan atau kekurangannya masing-masing, atau dapat diketahui konsekuensi

    setiap alternatif (baik positif maupun negatif).

      Tujuan: Mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai tingkat efektivitas,

    efisiensi,dan visibilitas setiap alternatif yang diajukan dalam mencapai apa yang

    menjadi tujuan yang telah ditetapkan.

    Kriteria penilaian menurut W.N. Dunn (1994):

      Technical Rationality, menyangkut pilihan yang melibatkanperbandingan antar

    alternatif berdasarkan kemampuan darimasing-masing alternatif dalam

    mempromosikan pemecahan yang efektif terhadap masalah publik yang dihadapi.

       Economic Rationality, menyangkut pilihan yang melibatkan perbandingan antar

    alternatif berdasarkan kemampuan masing-masing alternatif dalam

    mempromosikan pemecahan masalah publik secara efisien, yang biasanya

    dihitung berdasarkan perbandingan antara biaya total (total cost) dengan manfaat

    yang diperoleh (benefits) bagi masyarakat.

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    24/65

    24 | Teori Kebijakan Publik  

       Legal Rationality, berkenaan dengan penilaian alternatif berdasarkan kemampuan

    dalam tingkat komformitas legal (sejalan tidaknya atau mendukung tidaknya)

    terhadap aturan perundang-undangan yang ada.

     

    Social Rationality, berkaitan dengan perbandinganalternatif berdasarkankemampuannya dalam memelihara dan mempertahankan serta memperbaiki

    instutusi-institusi sosial,atau dengan kata lain, apakah suatu alternatif

    mempromosi institusionalisasi norma-norma atau nilai-nilai yang diakui

    masyarakat.

      Substantive Rationality, adalah suatu bentuk gabungandari rasionalitas (multiple

    forms of rationality) yang menyangkut kriteria-kriteria sebelumnya yaitu kriteria

    teknis, ekonomis, hukum, dan sosial. Teknik ini memilih atau merekomendasikan

    suatu alternatif kebijakan secara rasionaldengan sistem rangking, dimana total

    skor yang paling sedikit akan dianggap sebagai yang paling baik.

    Tahap IV : Pemilihan Alternatif

      Memilih alternatif yang ―memuaskan‖ atau ―yang  paling mungkin dilaksanakan‖

    setelah dilakukannya penilaian alternatif-alternatif oleh para analis kebijakan.

      Alternatif yang dipilih secara memuaskanakan menjadi usulan kebijakan (policy

     proposal) yang dianggap dapat dilaksanakan dan memberikan dampak positif.

    B.  Aktor-aktor Yang Terlibat dalam Perumusan Kebijakan

    Winarno dalam Madani (2011:41) berpandangan bahwa: Kelompok yang terlibat

    dalam proses kebijakan publik adalah kelompok formal dan kelompok non formal. Kelompok

    formal seperti badan  –  badan administrasi pemerintah yang meliputi: eksekutif, legislatif

    maupun yudikatif. Sementara itu, kelompok non formal terdiri dari:

    1.  Kelompok kepentingan (interest groups), seperti kelompok buruh, dan kelompok

     perusahaan;

    2. 

    Kelompok partai politik;

    3.  Warga negara individual;

    Kelompok besar tersebut kemudian jika dianalisis secara lebih detail maka aktor

    kebijakan yang sering kali terlibat dalam proses perundingan dan pengambilan kebijakan

    internal birokrasi dapat berupa:

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    25/65

    25 | Teori Kebijakan Publik  

    a.  Mereka yang mempunyai kekuasaan tertentu (authoritative). Yang pertama adalah

    relevan dengan konsep yang selalu melibatkan tiga oknum penting di dalamnya yaitu

    lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif.

     b.  Mereka yang tergolong sebagai partisipan atau aktor tidak resmi. Kelompok yang

    kedua adalah mereka yang secara serius seringkali terlibat di luar kelompok tersebut

     baik secara langsung mendukung ataupun menolak hasil kebijakan yang ada. Pada

    kelompok yang kedua inilah seringkali wujudnya dapat berupa kelompok

    kepentingan, aktor partai politik, aktor para ahli dan sarjana atau enterpreneur serta

     para intelektual yang ada.

    Aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan dapat di bagi menjadi kelompok

    formal dan kelompok non formal. Kelompok formal biasanya terdiri dari aktor resmi yang

    mempunyai kekuasaan untuk membuat kebijakan seperti eksekutif, legislatif dan eksekutif.

    Sedangkan pada aktor non formal terdiri dari masyarakat baik individu, kelompok

    kepentingan maupun aktor partai politik.

    Menurut Howlett dan Ramesh (1995:50-59) beberapa aktor atau organisasi yang

     berpengaruh dalam proses pembuatan kebijakan, antara lain:

    1.  eksekutif dan legislatif yang dihasilkan melalui pemilihan umum (elected officials);  

    2. 

     pejabat atau birokrat yang diangkat (appointed officials); 

    3.  kelompok kepentingan (interest group);

    4.  organisasi peneliti; dan

    5.  media massa.

    Selain lima hal tersebut, aspek lain yang berpengaruh dalam kebijakan publik antara lain: 

    1.   bentuk organisasi negara; 

    2.  struktur birokrasi; 

    3.  organisasi kemasyarakatan;

    4.  kelompok bisnis.

    Sesuai pendapat Lester dan Steward (2000) dalam Kusumanegara (2010:88-89), para aktor

     perumus kebijakan terdiri dari:

    1.  agen pemerintah; yaitu terdiri dari para birokrat karier. Mereka adalah aktor yang

    mengembangkan sebagian besar usulan kebijakan (inisiator kebijakan);

    2.  kantor kepresiden; yaitu presiden atau aparat eksekutif. Keterlibatan presiden dan

     perumusan kebijakan ditunjukan dengan pembentukan komisi kepresidenan, task

    forces dan komite antar organisasi; 

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    26/65

    26 | Teori Kebijakan Publik  

    3.  Konggres (lembaga legislatif); lembaga ini berperan dalam melegislasi kebijakan

     baru maupun merevisi kebijakan yang dianggap keliru. Dinegara-negara demokrasi,

     peran legislatif dalam perumusan kebijakan didasarkan pada keberadaan mekanisme

    check and balances dengan pihak eksekutif; 

    4.  Kelompok kepentingan; dinegara demokrasi, kelompok kepentingan merupakan aktor

    yang terlibat dalam perumusan kebijakan spesifik.

    Sementara Winarno (2007:123) bahwa kelompok-kelompok yang terlibat dalam

     proses perumusan kebijakan publik dibagi kedalam dua kelompok, yakni para pemeran serta

    resmi dan para pemeranserta tidak resmi. Kelompok pemeranserta resmi adalah agen-agen

     pemerintah (birokrasi), presiden (eksekutif), legislatif dan yudikatif. Sedangkan kelompok

     pemeranserta tidak resmi meliputi: kelompok-kelompok kepentingan, partai politik dan

    warganegara individu. Sedangkan Moore (1995:112) secara umum aktor yang terlibat dalam

     permusan kebijakan publik yaitu, aktor publik, aktor privat dan aktor masyarakat (civil

    society). Ketiga aktor ini sangat berperan dalam sebuah proses penyusunan kebijakan publik. 

    Selanjutnya Lidblom (1980) dalam Agustino (2008:41) aktor pembuat kebijakan,

    dalam sistem pemerintahan demokratis, merupakan interaksi antara dua aktor besar, yaitu

    Insede Government Actors (IGA) dan Outside Government Actors (OGA). Para aktor

     pembuat kebijakan ini terlibat sejak kebijakan publik itu masih berupa issu dalam agenda

    setting hingga proses pengambilan keputusan berlangsung. Yang termasuk dalam kategori

    Insede Government Actors (IGA) adalah presiden, lembaga eksekutif (staf khusus

     pemerintahan), para menteri dan aparatur birokrasi. Sedangkan yang termasuk dalam kategori

    Outside Government Actors (OGA) diantaranya, lembaga legislatif, lembaga yudikatif,

    militer, partai politik, kelompok kepentingan dan kelompok penekan serta media — massa. 

    Perumusan kebijakan dalam prakteknya akan melibatkan berbagai aktor, baik yang berasal dari aktor negara maupun aktor non negara atau yang disebut oleh Anderson (2006:

    46-67) sebagai pembuat kebijakan resmi (official policy-makers) dan peserta non

     pemerintahan (nongovernmental participants). Pembuat kebijakan resmi atau disebut pula

    aktor resmi adalah mereka yang memiliki kewenangan legal untuk terlibat dalam perumusan

    kebijakan publik. Yang termasuk dalam aktor resmi adalah agen-agen pemerintah (birokrasi),

     presiden (eksekutif), legislatif dan yudikatif.

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    27/65

    27 | Teori Kebijakan Publik  

    Selain pembuat kebijakan resmi, terdapat pula peserta lain yang terlibat dalam proses

    kebijakan yang meliputi diantaranya kelompok kepentingan; partai politik; organisasi

     penelitian; media komunikasi; serta individu masyarakat. Mereka ini yang disebut oleh

    Anderson sebagai peserta non pemerintahan (nongovernmental participants) atau aktor tidak

    resmi, karena penting atau dominannya peran mereka dalam sejumlah situasi kebijakan tetapi

    mereka tidak memiliki kewenangan legal untuk membuat kebijakan yang mengikat. Peranan

    mereka biasanya adalah dalam menyediakan informasi; memberikan tekanan; serta mencoba

    untuk mempengaruhi (Anderson, 2006: 57-67). Mereka juga dapat menawarkan proposal

    kebijakan yang telah mereka siapkan. Untuk memahaminya perlu memahami pula sifat-sifat

    semua pemeran serta ( participants), bagian atau peran apa yang mereka lakukan, wewenang

    atau bentuk kekuasaan yang mereka miliki, dan bagaimana mereka saling berhubungan serta

    saling mengawasi.

     Interaksi Aktor-aktor dalam Perumusan Kebijakan Publik

    Pada pembahasan mengenai kebijakan publik, maka aktor mempunyai posisi yang

    sangat strategis bersama-sama dengan faktor kelembagaan (institusi) kebijakan itu sendiri.

    Interaksi aktor dan kelembagaan merupakan penentu proses perjalanan dan strategi yang

    dilakukan oleh komunitas kebijakan dalam makna yang lebih luas. Menurut howlett dan

    Ramesh dalam Madani (2011:36) menjelaskan bahwa pada prinsipnya aktor kebijakan adalah

    mereka yang selalu dan harus terlibat dalam setiap proses analisa kebijakan publik, baik

     berfungsi sebagai perumus maupun kelompok penekan yang senantiasa aktif dan proaktif di

    dalam melakukan interaksi dan interelasi di dalam konteks analisis kebijakan publik.

    Pendapat lain juga dikemukakan oleh Anderson dalam Madani (2011:37) bahwa aktor

    kebijakan meliputi aktor internal birokrasi dan aktor eksternal yang selalu mempunyai

    konsern terhadap kebijakan. Aktor individu maupun kelompok yang turut serta dalam setiap perbincangan dan perdebatan tentang kebijakan publik. Berdasarkan pendapat ahli, maka

    dapat disimpulkan bahwa aktor kebijakan yaitu seorang maupun sekelompok orang yang

    terlibat dalam penentu kebijakan, baik pada proses perumusan, implementasi dan evaluasi

    kebijakan publik. Aktor kebijakan ini dapat berasal dari pejabat pemerintah, masyarakat,

    kaum buruh, maupun kelompok kepentingan.

    Menurut Anderson dalam Madani (2011:41), menyatakan bahwa: Dengan

    memperhatikan berbagai ragam dan pendekatan dalam memahai berbagai aktor yang terlibat

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    28/65

    28 | Teori Kebijakan Publik  

    dalam proses kebijakan publik, maka konsep dan konteks aktor adalah sangat terkait dengan

    macam dan tipologi kebijakan yang akan dianalisis. Dalam perspektif formulasi masalah

    kebijakan publik, maka aktor yang terlibat secara garis besarnya dapat dipilah menjadi dua

    kelompok besar yaitu kelompok dalam organisasi birokrasi (the official policy makers) dan

    yang lain adalah keelompok di luar birokrasi (un-official policy maker).

    C.  Model-Model Perumusan Kebijakan

    Terdapat sejumlah model perumusan kebijakan publik yang dikemukakan oleh para

    ahli antara lain : Model Institusional, Model Elit – Massa, Model Kelompok, Model Sistem – 

    Politik, Model Rational-Comprehensive, Model Incremental, Model Mixed-Scanning.

    Model-model ini bertujuan untuk menyederhanakan proses perumusan kebijakan yang sangat

    rumit, dan sekaligus mudah dimengerti. Untuk pemahaman lebih lanjut maka dapat

    dijabarkan model tersebut sebagai berikut :

    1. 

     Model Institusional . Model ini merupakan model yang tradisional dalam proses

     pembuatan kebijakan publik. Fokus atau pusat perhatian model ini terletak pada

    struktur organisasi pemerintah karena kegiatan-kegiatan politik berpusat pada

    lembaga-lembaga pemerintah. Maka kebijakan publik secara otoritatif dirumuskan

    dan dilaksanakan pada lembaga-lembaga pemerintah. 

    2.   Model Elit Massa. Menurut Nicholas Henry (1975) dalam Setyodarmodjo

    (2005:251) model ini memandang administrator-adminitrator pemerintahan tidaklah

    tampil sebagai ―pelayan rakyat‖ melainkan lebih bertindak sebagai

    ―penguasa‖. Dalam model elit-massa ini, kekuasaan pemerintah berada ditangan

    kaum elit. Kaum elitlah yang menentukan kebijakan publik, sedang pejabat

     pemerintah atau para administrator hanya melaksanakan kebijakan yang ditentukan

    oleh kaum elit. Dengan demikian masyarakat hanya tinggal menerima apa saja yangdikehendaki pejabat. 

    3.   Model Kelompok . Model ini menganut paham David B. Truman (1951) dalam Islamy

    (2007:42) yang menyatakan bahwa interkasi kelompok-kelompok adalah merupakan

    kenyataan politik. Individu-individu yang memiliki kepentingan yang sama

    mengikatkan baik secara formal maupun informal kedalam kelompok kepentingan

    (interest group) yang dapat mengajukan dan memaksakan kepentingan-

    kepentingannya kepada pemerintah. Menurut teori kelompok, kebijakan publik adalah

    merupakan perimbangan (equilibrium) yang dicapai sebagai hasi perjuangan

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    29/65

    29 | Teori Kebijakan Publik  

    kelompok. Untuk menjaga perimbangan tersebut maka tugas/peranan sistem politik

    adalah menengahi konflik yang terjadi diantara kelompok-kelompok tersebut.

    4. 

     Model Sistem Politik . Model ini sebenarnya merupakan pengembangan dari teori

    sistem David Easton. Model ini didasarkan pada konsep-konsep teori informasi

    (input, withinputs, outputs dan feedback) dan memandang kebijakan publik sebagai

    respon suatu sistem politik terhadap kekuatan-kekuatan lingkungan (sosial, politik,

    ekonomi, kebudayaan, geografis dan sebagainya) yang ada disekitarnya,

    5.   Model Rasional   :  Menggambarkan keadaan yang senyatanya terhadap yang terjadi

    dalam pembuatan kebijakan. Dalam hal ini, para pembuat kebijakan dilihat perannya

    dalam perencanaan dan pengkoordinasian untuk menemukan pemecahan masalah

    yang akan digunakan untuk:

      Menghitung kesempatan dan meraih atau menggunakan dukungan internal dan

    eksternal.

      Memuaskan permintaan lingkungan.

      Memuaskan keinginan atau kepentingan para pembuat kebijakan.

    6.   Komprehensif : Merupakan model yang terkenal dan juga paling luas dterima

    dikalangan para pengkaji kebijakan publik. Pada dasarnya model ini terdiri dari

     beberapa elemen yaitu :

      Pembuat keputusan dihadapkan kepada masalah tertentu.

      Tujuan-tujuan, nilai-nilai atau sasaran-sasaran yang mengarahkan pembuat

    keputusan dijelaskan dan disusun menurut arti pentingnya.

      Berbagai alternatif untuk mengatasi masalah perlu diselidiki.

      Konsekwensi-konsekwensi (biaya dan keuntungan) yang timbul dari setiap

     pemilihan alternatif diteliti.

      Antara alternatif dengan konsekwensi yang menyertainya dapat dibandingkan

    dengan alternatif lainnya.

    Keseluruhan proses tersebut akan menghasilkan suatu keputusan rasional   yaitu

    keputusan yang efektif untuk mencapai tujuan tertentu yang diinginkan (intended

    goal). Model Rational Comprehensive didasarkan atas teori ekonomi atau konsep

    manusia ekonomi (consept of an economic man). Dalam model ini konsep rasionalitas

    sama dengan konsep efisiensi. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa suatu kebijakan

    yang rasional itu adalah suatu kebijakan yang sangat efisien — dimana rasio antara

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    30/65

    30 | Teori Kebijakan Publik  

    nilai yang dicapai dan nilai yang dikorbankan adalah positif dan lebih tinggi

    dibandingkan dengan alternative-alternatif yang lain.

    7. 

     Incramental : Model penambahan, yang berawal dari kritik terhadap model rasional

    komprehensif akhirnya melahirkan model penambahan atau inkrementalisme. Dalam

    aplikasinya, bahwa ia berusaha menutupi kekurangan yang ada dalam model tersebut

    dengan jalan menghindari banyak masalah yang ditemui dalam model rasional

    komprehensif. Model ini bersifat deskriptif, artinya bahwa model ini menggambarkan

    secara aktual cara-cara yang dipakai para pejabat dalam membuat keputusan.

    8. 

     Mixed Scanning  : Model ini merupakan upaya mengambungkan antara model rasional

    dengan model incremental. Amitai Etzioni (1967) memperkenalkan teori sebagai

    suatu pendekatan terhadap formulasi keputusan-keputusan pokok dan inkremental,

    menetapkan proses-proses formulasi kebijakan pokok dan urusan tinggi yang

    menentukan petunjuk-petunjuk dasar, proses-proses yang mempersiapkan keputusan-

    keputusan pokok dan menjalankannya seteleh keputusan itu tercapai. Pada dasarnya

    model ini adalah model yang amat menyederhanakan masalah. (Nugroho, 2004:124).

    D.  Faktor-Faktor Strategis yang Berpengaruh dalam Perumusan Kebijakan

    a.  Faktor Politik.

    Dalam perumusan suatu kebijakan diperlukan dukungan dari berbagai faktor

    kebijakan (policy aktor), baik aktor  –   aktor dari kalangan pemerintah (Presiden, menteri,

     panglima TNI dan lain-lain), maupun dari kalangan bukan pemerintah (pengusaha, media

    massa, LSM dan lain-lain).

     b. 

    Faktor Ekonomi / Finansial.

    Faktor ini perlu dipertimbangkan, terutama apabila kebijakan tersebut akan

    menggunakan dana yang cukup besar atau akan berpengaruh pada situasi ekonomi dalam

    negara/daerah, seperti yang kita ketahui bersama, sejak diberlakukannya Otonomi Daerah

    kepada Kabupaten/Kota di Indonesia, sejak saat itu pula semua daerah sudah berlomba-lomba

    untuk membuat/memunculkan ide-ide baru dalam bentuk kebijakan tanpa memperhatikan

    keuangan daerah, sehingga banyak pula daerah dalam pelaksanaan anggaran mengalami

    defisit, dan jelas hal ini mempengaruhi terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan

     pembangunan masyarakat.

    c. 

    Faktor Administrasi / Organisatoris.

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    31/65

    31 | Teori Kebijakan Publik  

    Apakah dalam pelaksanaan kebijakan itu benar-benar akan didukung oleh

    kemampuan administrative yang memadai, atau apakah sudah ada organisasi yang akan

    melaksanakan kebijakan itu. Dalam kemampuan administrative termasuk kemampuan

    Sumber Daya Aparatur yang melaksanakan kebijakan pemerintahan, kadang kala banyak

    dipaksakan dengan Sumber Daya yang ada, misalnya dengan terbukanya aturan untuk

    memperbolehkan daerah melakukan pemekaran daerah, maka dengan segala usaha dan upaya

    yang ada Provinsi, Kabupaten/kota untuk melakukan pemekaran, bayangkan saja sekarang

    saja untuk Indonesia keadaan tahun 2013 sudah ada 34 Provinsi dengan 497 Kabupaten/Kota,

    tetapi pertanyaan yang timbul apakah Sumber Daya Aparatur yang mendukungnya sudah

    sesuai dengan kompetensi (persyaratan) yang sudah ditetapkan oleh aturan tersendiri.

    Kemudian apakah organisasi pemerintah daerah yang dibentuk sudah mampu memenuhi

    kebutuhan masyarakat dan mempunyai tugas pokok dan fungsi yang sesuai dengan

     pembentukan organisasi (tidak tumpang tindih/overlaping). Apalagi sesuai konsep reformasi

     birokrasi yang sedang diakbarkan mulai dari Pemerintah Pusat sampai kepada Pemerintah

    Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penataan kelembagaan tidak boleh adanya

    tumpang tindih antara organisasi yang satu dan yang lainnya, seandainya ini terjadi harus

    dilakukan evaluasi kembali.

    d. 

    Faktor Teknologi.

    Apakah teknologi yang ada dapat mendukung penyelenggaraan pemerintahan, apabila

    kebijakan tersebut kemudian diimplementasikan. Secara kenyataan teknologi yang ada pada

     prinsipnya dapat mendukung kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah, tetapi kadang kala

     permasalahan adalah yang mempergunakan teknologynya (SDM) tidak siap dengan

    teknology yang ada, contoh sederhana perangkat komputer / laptop hanya dipergunakan

    kebanyakan untuk mengetik, dan kalau dilihat kepada program-program yang ada dalam

     perangkat tersebut mampu mengimplementasikan untuk kegiatan-kegiatan/penciptaan lainnya

    tergantung kepada kesiapan SDA nya.

    e. 

    Faktor Sosial, budaya dan Agama.

    Apakah kebijakan tersebut tidak menimbulkan benturan sosial, budaya dan agama

    atau yang sering disebut masalah SARA, seperti yang baru terjadi di Kota Padang dalam

    rencana pembangunan Rumah Sakit SLAOM dan kegiatan ekonomi, dikritik oleh masyarakat

    dan lembaga-lembaga masyarakat, karena akan berpengaruh tegaknya agama Islam. Hal ini

     juga harus menjadi perhatian Pemerintah Daerah, disatu sisi Pemerintah ingin memajukan

    daerah dan meningkatkan ekonomi masyarakat dengan mendatangkan investor luar untuk

    membangun daerah, dan disatu sisi masyarakat juga melakukan protes terhadap rencana

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    32/65

    32 | Teori Kebijakan Publik  

     pembangunan tersebut, maka disinilah yang diperlukan sekali Sinergi antara masyarakat dan

     pemerintah sehingga mempunyai pemahaman dan persepsi yang sama dalam membangun

    daerahnya.

    f.  Faktor Pertahanan dan keamanan.

    Apakah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah

    tidak akan mengganggu stabilitas keamanan negara/daerah, misalnya dalam pembangunan

    gerbang batas negara/daerah yang kadang-kadang dapat menimbulkan konflik antar daerah

    dan masyarakat, maka itu yang sangat diperlukan disini adalah melakukan sosialisasi dengan

     berbagai pihak yang terkait dan koordinasi antara negara dengan negara atau antara daerah

    yang berbatasan.

    III. 

    Implementasi Kebijakan Publik (Policy Implementation)

    Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik.

    Suatu kebijakan atau program harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan

    yang diinginkan. Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas merupakan alat

    administrasi publik dimana aktor, organisasi, prosedur, teknik serta sumber daya

    diorganisasikan secara bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau

    tujuan yang diinginkan.

    Van Meter dan Van Horn dalam Budi Winarno (2005:102) mendefinisikan

    implementasi kebijakan publik sebagai: ‖Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organisasi

     publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-

    keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah

    keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu

    maupun dalam rangka melanjutkan usah-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar

    dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan‖. 

    Tahap implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan dan sasaran

    ditetapkan terlebih dahulu yang dilakukan oleh formulasi kebijakan. Dengan demikian, tahap

    implementasi kebijakan terjadi hanya setelah undang-undang ditetapkan dan dana disediakan

    untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut.Implementasi kebijakan merupakan tahap

    yang bersifat praktis dan berbeda dengan formulasi kebijakan sebagai tahap yang bersifat

    teoritis. Anderson (1978:25) mengemukakan bahwa: ”Policy implementation is the

    application by government`s administrative machinery to the problems.” Kemudian Edward

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    33/65

    33 | Teori Kebijakan Publik  

    III (1980:1) menjelaskan bahwa: “policy implementation,… is the stage of policy making

    between establishment of a policy…And the consequences of the policy for the people whom

    it affects.” 

    Berdasakan penjelasan di atas, Tachjan (2006i:25) menyimpulkan bahwa

    implementasi kebijakan publik merupakan proses kegiatan adminsitratif yang dilakukan

    setelah kebijakan ditetapkan dan disetujui. Kegiatan ini terletak di antara perumusan

    kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan mengandung logika top-down,

    maksudnya menurunkan atau menafsirkan alternatif-alternatif yang masih abstrak atau makro

    menjadi alternatif yang bersifat konkrit atau mikro.

    Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam proses

    kebijakan. Artinya implementasi kebijakan menentukan keberhasilan suatu proses kebijakan

    dimana tujuan serta dampak kebijakan dapat dihasilkan. Pentingnya implementasi kebijakan

    ditegaskan oleh pendapat Udoji dalam Agustino (2006:154) bahwa: ―The execution of

     policies is as important if not more important than policy making. Policy will remain dreams

    or blue prints jackets unless they are implemented” .

    Proses implementasi kebijakan yang ideal akan mencakup elemen inti sebagai berikut:

     

    Spesifikasi detail program, yaitu bagaimana dan dimana lembaga/organisasi program

    seharusnya akan dieksekusi? Bagaimana hukum/program ditafsirkan? 

      Alokasi sumber daya, yaitu bagaimana anggaran didistribusikan? Personil yang mana

    yang akan mengeksekusi program? Unit organisasi yang mana yang akan

     bertanggungjawab untuk eksekusi?

      Keputusan, yaitu bagaimana keputusan kasus tunggal dilakukan? 

    Deteksi tahap pelaksanaan sebagai missing link (Hargove, 1975) di dalam studi

    kebijakan dapat dianggap sebagai salah satu inovasi konseptual yang paling penting dari

     penelitian kebijakan pada 1970-an. Sebelumnya, pelaksanaan kabijakan ini tidak diakui

    sebagai tahap yang terpisah di dalam atau elemen dari proses pembuatan kebijakan.

    Awalnya, implementasi dipandang dari perspektif yang kemudian disebut pendekatan

    top-down. Pelaksanaan studi generasi pertama sehingga berbagi pemahaman hirarki, top-

    down pemerintahan, setidaknya sebagai ukuran normatif bagi penelitian hasil implementasi.

    Penelitian Implementasi tertarik dalam mengembangkan teori tentang pekerjaan apa. Salah

    satu cara untuk melakukan ini adalah menilai efektivitas berbagai jenis instrumen kebijakan

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    34/65

    34 | Teori Kebijakan Publik  

     berdasarkan teori tertentu tentang hubungan sebab dan akibat. Instrumen kebijakan telah telah

    diklasifikasikan ke dalam peraturan, keuangan, informasi, dan alat kebijakan organisasi.

    Perspektif bottom-up menyarankan sejumlah reorientasi analisis yang kemudian

    diterima dalam penerapan yang lebih luas dan literatur kebijakan. Pertama, peran sentral

    lembaga implementasi dan personil mereka dalam membentuk hasil kebijakan yang

    sebenarnya telah mengakui; khususnya pola mengatasi tuntutan yang beragam dan

     bertentangan yang sering dikaitkan dengan kebijakan adalah tema penelitian yang berulang.

    Kedua, fokus pada kebijakan tunggal dianggap sebagai masukan ke dalam proses

     pelengkapan implementasi, jika tidak diganti, oleh perspektif yang dianggap kebijakan

    sebagai hasil dari pelaksanaan hasil dari interaksi pelaku yang berbeda dan program yang

     berbeda.

    Singkatnya, penelitian implementasi memainkan peran utama dalam memicu

     penelitian kebijakan melangkah jauh dari suatu negara terpusat, yang terutama tertarik dalam

    meningkatkan internal administrasi dan kapasitas pemerintah dan meningkatkan desain

     program dan implementasi. Sejak akhir tahun 1980-an, penelitian kebijakan terutama tertarik

     pada pola interaksi negara-masyarakat dan perhatiannya telah bergeser terhadap pengaturan

    institusional bidang organisasi dalam masyarakat yang lebih luas (misalnya, kesehatan,

     pendidikan, atau bagian ilmu). Jaringan kebijakan dan negosiasi mode koordinasi antara

    aktor-aktor publik dan swasta tidak saja (analitis) dianggap sebagai pola meresap yang

    mendasari pembuatan kebijakan-kontemporer, namun juga (normatif) dianggap sebagai cara

    yang efektif dari pemerintahan yang mencerminkan kondisi modern masyarakat. Studi

     pembuatan kebijakan semakin menurun mengikuti model tahap tradisional, namun

    mancakup semua jenis aktor di bidang organisasi dan peraturan, dengan demikian

    mengurangi kerangka siklus kebijakan.

    A.  Aktor-aktor yang Terlibat dalam Implementasi

    Proses implementasi program dalam sebuah kebijakan, tentunya ada aktor-aktor yang

    terlibat. Aktor-aktor itu bisa berasal dari masyarakat sipil, pemerintahan,maupun pihak

    swasta. Masyarakat sipil misalkan organisasi komunitas, organisasi inisering merancang

    kebijakan politik yang berlabel masyarakat. Dengan sendirinyamasyarakat, baik itu individu

    maupun kelompok terlibat dalam implementasi programyang telah legislasi. Kemudian, aktor

    dari pemerintahannya seperti birokrasi yangmenjadi agen administrasi yang paling

  • 8/17/2019 Kebijakan_Publik_Sebagai_Proses.pdf

    35/65

    35 | Teori Kebijakan Publik  

     bertanggungjawab atas implementasi kebijakan. Serta badan legislatif, eksekutif dan

    yudikatif yang dalam implementasinya mereka menentukan berbagai peraturan yang spesifik

    yang paling mendasar.

    Menurut Anderson dan Lester dan Stewart (Solahuddin K, 2009:100), dalam tahapan

    implementasi terdapat berbagai aktor yang terlibat. Mereka bisa berasal dari kalangan

     pemerintah maupun masyarakat, dan diidentifikasi dari kalangan birokrasi, legislatif, lembaga

     peradilan, kelompok-kelompok penekan dan organisasi komunitas.

    1.  Birokrasi

    Pihak yang terlibat penuh dalam implementasi kebijakan publik adalah birokrasi

    seperti yang dijelaskan oleh Ripley dan Franklin dalam Tachjan (2006:27): ‖Bureaucraciesare dominant in the implementation of programs and policies and have varying degrees of

    importance in other stages of the policy process. In policy and program formulation and

    legitimation activities, bureaucratic units play a large role, although they are not

    dominant‖. Dengan begitu, unit-unit birokrasi menempati posisi dominan dalam

    implementasi kebijakan yang berbeda dengan tahap fomulasi