keanekaragaman benthos dan nekton pada hutan mangrove di desa pulau sembilan kecamatan pangkalan...

30
Laporan Akhir Praktikum Ekosistem Perairan Pesisir KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA Oleh: Kelompok IV/Genap Ayu Syahfitri Daulay 120302008 Hasnina Malasari Pasaribu 120302020 Erwin Kanisius 120302022 Tiur Natalia Manalu 120302028 Ely Ermayani 120302036 Fajar Prasetya Kembaren 120302048 Marco Brema Barus 120302064 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

Upload: dinas-perikanan-dan-kelautan-provinsi-jawa-barat

Post on 29-May-2015

1.325 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

Laporan Akhir Praktikum Ekosistem Perairan Pesisir

KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA

HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN

KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN

LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

Oleh:

Kelompok IV/Genap

Ayu Syahfitri Daulay 120302008

Hasnina Malasari Pasaribu 120302020

Erwin Kanisius 120302022 Tiur Natalia Manalu 120302028

Ely Ermayani 120302036

Fajar Prasetya Kembaren 120302048

Marco Brema Barus 120302064

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014

Page 2: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

2

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten

Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km2 atau ± 9,67% dari total

luas wilayah kecamatan Pangkalan Susu (151,35 km2). Jumlah total penduduk di

Pulau Sembilan ini ± 2.047, tanah kering seluas 9,29 km2 dan lainnya seluas 4,46

km2. Selain itu masih tersisa hutan mangrove yang termasuk dalam hutan

sekunder. Hutan yang masih tersisa tersebut tidak termasuk dalam kawasan hutan

negara, melainkan lahan milik masyarakat. Namun, sebagian masyarakat

memelihara tegakan mangrove khususnya yang terletak pada areal kawasan

lindung seperti kanan kiri sungai dan tepi pantai. Di Pulau Sembilan tersebar

pantai-pantai yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi obyek

Ekowisata (Purnamasari, 2010).

Pulau Sembilan sebagai perairan yang cukup luas saat ini mengalami

peningkatan berbagai aktifitas manusia yang ada disekitarnya berfungsi sebagai

sumber air minum, perikanan, pertanian dan kepariwisataan. Berbagai aktifitas ini

akan mempengaruhi faktor fisik kimia perairan dan keanekaragaman biota nekton

maupun benthos diperairan. Di pulau ini ternyata memiliki kekayaan ekosistem

pesisir yang memiliki hutan mangrove yang masih terjaga dan sangat luas.

Keanekaragaman biota nekton maupun benthos di dalam ekosistem mangrove ini

belum banyak diketahui, sementara biota ini merupakan salah satu potensi

perikanan yang dapat menunjang kegiatan ekonomi masyarakat sekitar. Selain itu

nekton maupun benthos sangat erat kaitannya dengan kondisi ekosistem mngrove

tersebut, baik sebagai indikator maupun penunjang ekosistem mangrove tersebut.

Untuk mengetahui keanekaragaman benthos mupun nekton yang ada di ekosistem

mangrove pulau sembilan, maka praktikum lapangan ini dilakukan.

Ekosistem pesisir merupakan ekosistem sangat unik karena di tempat ini

tiga komponen planit bumi bertemu; hidrosfir, litosfir dan biosfir. Keunikan lain

dari kawasan ini adalah terdapatnya beberapa habitat yang sangat produktif seperti

estuari, laguna, lahan basah dan karang tepi. Keunikan kawasan ini menghasilkan

Page 3: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

3

berbagai sektor bernilai komesial tinggi, seperti pangan, pemukiman, parawisata,

perikanan dan industri. Perputaran roda ekonomi dari sektor-sektor tersebut

menyebabkan terjadinya peningkatan populasi yang sangat cepat di wilayah ini.

Di berbagai Negara, wilayah pesisir merupakan wilayah yang lebih cepat

berkembang, baik dalam tingkat perekonomian maupun tingkat populasinya.

Hampir separuh dari kota-kota besar dunia berada dalam jarak 50 kilometer dari

daerah pesisir, dan kepadatan populasi di daerah ini dapat mencapai 2,6 kali lebih

padat dari seluruh pulau tersebut (Rositasari dkk., 2011).

Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang

penting di wilayah pesisir dan lautan. Fungsi ekologis mangrove adalah sebagai

penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan berbagai

macam biota. Fungsi fisik sebagai penahan erosi, amukan angin topan dan

tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut, dan lain sebagainya.

Ekosistem mangrove juga mempunyai fungsi ekonomis penting seperti, penyedia

kayu, daun-daunan sebagai bahan baku obat-obatan, dan lain-lain. Vegetasi

mangrove di dunia dapat dijumpai pada daerah tropis dan subtropis dari 32o LU

sampai 38o LS termasuk di dalamnya adalah Indonesia. Vegetasi mangrove

menjadi tiga komponen, yaitu: komponen mayor, minor dan asosiasi. Mangrove

secara khas memperlihatkan adanya zonasi. Zonasi tersebut berkaitan erat dengan

tipe tanah (lumpur, pasir, atau gambut), keterbukaan (terhadap hempasan

gelombang) (Pradana dkk., 2013).

Mangrove dapat tumbuh dan berkembang secara maksimum dalam kondisi

dimana terjadi penggenanagan dan sirkulasi air permukaan yang menyebabkan

pertukaran dan pergantian sedimen secara terus-menerus. Sirkulasi yang tetap

(terus menerus) meningkatkan pasokan oksigen dan nutrien, untuk keperluan

respirasi dan produksi yang dilakukan oleh tumbuhan. Perairan dengan salinitas

rendah akan menghilangkan garam-garam dan bahan-bahan alkalin, mengingat air

yang mengandung garam dapat menetralisisr kemasaman tanah. Mangrove dapat

tumbuh pada berbagai macam substrat yang bergantung pada proses pertukaran

air untuk memelihara pertumbuhan mangrove. Secara umum hutan mangrove dan

ekosistem mangrove cukup tahan terhadap berbagai gangguan dan tekanan

lingkungan. Namun demikian, mangrove sangat peka terhadap pengendapan atau

Page 4: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

4

sedimentasi, tinggi rata-rata permukaan air, pencucian serta tumpahan minyak.

(Dahuri dkk., 2004.

Sifat-sifat biota yang hidup di dalamnya mempunyai ciri-ciri khas yang

merupakan pertemuan antara biota yang sepenuhnya hidup di darat dengan biota

yang sepenuhnya hidup di perairan laut, misalnya berbagai jenis ketam, kepiting

(Scylla serata/Crustacea), Mimi (Limulus tachypleus), yang semuanya sebagai

hewan pemakan serasah. Beberapa jenis burung merandai dan beberapa jenis yang

hidup tergantung dari biji-bijian yang terdapat dalam komunitas hutan bakau, dan

beberapa jenis reptilia. Ciri khas yang lain adalah adanya sejenis ikan yang bisa

hidup di darat dan di air, yakni ikan gelodok (Periopthalmus sp.) yang

mempunyai modifikasi insang sehingga mampu menghirup udara langsung

(Wibisono, 2005).

Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum yang berjudul ‘’Keanekaragaman

Benthos dan Nekton Pada Hutan Mangrove di Desa Pulau Sembilan

Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara’’

adalah:

1. Untuk mengetahui dan melihat secara langsung jenis-jenis benthos dan nekton

di hutan mangrove di Desa Pulau Sembilan.

2. Untuk mengetahui pengaruh kerapatan mangrove terhadap kelimpahan

benthos dan nekton di hutan mangrove.

3. Untuk mengetahui hubungan faktor fisika dan kimia air terhadap pertumbuhan

dan pembentukan ekosistem mangrove.

4. Sebagai informasi bagi warga setempat terkait dengan potensi keanekaragaman

benthos dan nekton pada hutan mangrove di Pulau Sembilan tersebut.

Manfaat Praktikum

Melalui praktikum ini diharapkan mahasiswa mampu memahami

keanekaragaman benthos dan nekton di hutan mangrove Pulau Sembilan serta

hubungan faktor fisika dan kimia air terhadap ekosistem mangrove itu sendiri.

Page 5: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

5

TINJAUAN PUSTAKA

Biota Hutan Mangrove

1. Benthos

Semua organisma air yang hidupnya terdapat pada substrat dasar suatu

perairan, baik yang bersifat sesil (melekat) maupun vagil (bergerak bebas)

termasuk dalam kategori benthos. Berdasarkn sifat hidupnya dibedakan antara

fitobenthos, yaitu organisme benthos yang bersifat tumbuhan dan zoobenthos,

yaitu organisme benthos yang bersifat hewan. Kelompok ini masih dibedakan

menjadi epifauna, yaitu benthos yang hidupnya di atas substrat dasar perairan dan

infauna, yaitu benthos yang hidupnya terbenam di dalam substrat dasar perairan.

Selanjutnya berdasarkan siklus hidupnya benthos dapat dibagi menjadi

holobenthos, yaitu kelompok benthos yang seluruh siklus hidupnya bersifat

benthos dan merobenthos, yaitu kelompok benthos yang hanya bersifat benthos

pada fase-fase tertentu dari siklus hidupnya. Misalnya sejenis Echinodermata yang

bersifat plankton pada stadia larva dan menjadi hewan benthos setelah mencapai

bentuk dewasa. Berdasarkan ukuran tubuhnya, benthos dapat dibagi menjadi

makrobenthos (> 2 mm), meiobenthos (0.2 – 2 mm) dan mikrobenthos (< 0.2 mm)

(Barus, 2004).

Distribusi dan kelimpahan makrobentos di mangrove dapat bersifat

homogen atau heterogen, tetapi di perairan estuarin, umumnya populasi akan

meningkat ke arah muara atau laut. Sebagian besar makrofauna di mangrove

memakan berbagai tipe detritus organik. Komponen detritus organik tersebut

terdapat dalam berbagai tipe, yaitu material tanaman atau hewan yang

didekomposisi, produk ekskresi, dan senyawa organik yang terlarut dalam bentuk

bebas atau terikat dengan partikel pasir dan lumpur. Makrofauna di mangrove

umumnya didominasi oleh pemakan detritus. Oleh karena itu, keragaman dan

jumlah individu setiap spesies di setiap biotop zona mangrove berhubungan

dengan kandungan bahan organik dan persentase lempung berpasir dalam substrat

dasar mangrove. Dengan demikian, keragaman dan kepadatan individu berkurang

Page 6: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

6

sejalan dengan menurunnya variasi bahan organik dan persentase lempung

berpasir pada substratnya (Gunarto, 2004).

Rantai makanan detritus dimulai dari proses penghancuran luruhan dan

ranting mangrove oleh bakteri dan fungi (detritivor) menghasilkan detritus.

Hancuran bahan organik (detritus) ini kemudian menjadi bahan makanan penting

bagi cacing, crustacea, moluska, dan hewan lainnya. Nutrien di dalam ekosistem

mangrove dapat juga berasal dari luar ekosistem, dari sungai atau laut. Bakteri dan

fungi tadi dimakan oleh sebagian protozoa dan avertebrata. Kemudian protozoa

dan avertebrata dimakan oleh karnivor sedang, yang selanjutnya dimakan oleh

karnivor tingkat tinggi. Dengan adanya lahan hutan mangrove yang dikonversi ini

fauna-fauna baik itu pemangsa maupun yang dimangsa akan berpindah ke lahan

yang belum mengalami kerusakan (Rusdianti dan Satyawan, 2012).

Salah satu kelompok fauna avertebrata yang hidup di ekosistem mangrove

adalah Moluska, yang didominasi oleh kelas Gastropoda dan Bivalvia.

Gastropoda merupakan salah satu sumberdaya hayati non-ikan yang mempunyai

keanekaragaman tinggi. Gastropoda dapat hidup di darat, perairan tawar, sampai

perairan bahari. Gastropoda berasosiasi dengan ekosistem mangrove sebagai

habitat tempat hidup, berlindung, memijah dan juga sebagai daerah suplai

makanan yang menunjang pertumbuhan mereka. Komunitas makrozoobenthos

termasuk Gastropoda dapat digunakan juga sebagai indikator pulihnya fungsi

vegetasi mangrove, yaitu dengan mempelajari struktur komunitas Gastropoda

yang terdapat dalam berbagai tingkatan vegetasi mangrove. Kondisi habitat

vegetasi mangrove yang meliputi komposisi dan kerapatan jenisnya akan

menentukan karakteristik fisika, kimia dan biologi perairan yang selanjutnya akan

menentukan struktur komunitas organisme yang berasosiasi dengan mangrove

termasuk komunitas Gastropoda (Sirante, 2006).

Beberapa jenis gastropoda hidup menempel pada substrat yang keras, akan

tetapi ada pula yang hidup pada substrat yang lunak seperti pasir dan lumpur.

Habitat gastropoda di hutan mangrove terbagi menjadi 3 yaitu di pohon

mangrove, di atas permukaan lumpur, dan di dalam sedimen. Gastropoda yang

hidup di pohon mangrove terbagi lagi menjadi gastropoda yang hidup pada akar,

batang dan daun mangrove dan yang hidup pada kayu yang sudah mati. Sebagian

Page 7: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

7

dari siput gastropoda hidup di daerah–daerah hutan bakau, ada yang hidup di atas

tanah berlumpur, ada pula yang menempel pada akar atau batang mangrove dan

ada juga yang memanjatnya, misalnya pada Littorina, Cassidula, Cerithidae dan

lain–lain. Sebagai salah satu hewan yang hidup di hutan mangrove, gastropoda

dapat digunakan sebagai indikator biogeografi tentang produktivitas ekosistem

mangrove tersebut (Pribadi, 2009).

Organisme makrofauna yang memanfaatkan sumber karbon utama, berupa

bahan organik mati, melakukannya dalam tiga cara : memanfaatkan baik partikel

filter yang berada di suspensi dalam air tepat di atas sedimen, mencari partikel

yang telah disimpan atau di permukaan sedimen, atau menelan partikel yang telah

disimpan atau di dalam sedimen. Contoh suspensi atau filter feeder adalah kerang

moluska, spons, ascidian, dan cacing kipas. Mereka semua menggunakan silia

untuk menciptakan arus air yang melewati permukaan penyaringan. Band lendir,

digerakkan oleh silia, membawa partikel makanan menempel ke mulut. Secara

ekologis cara ini adalah proses yang luar biasa, untuk itu memungkinkan partikel

organik yang sangat kecil untuk dikumpulkan dan efektif dimanfaatkan oleh

organisme yang relatif besar. Ukuran paket tersebut dikonversi dalam satu energi

trofik dan bahan-bahan untuk lebih tinggi (Mann, 1968).

Bekicot (Achatina fulica) memiliki sebuah cangkang sempit berbentuk

kerucut yang panjangnya dua kali lebar tubuhnya dan terdiri dari tujuh sampai

sebilan ruas lingkaran ketika umurnya telah dewasa. Cangkang bekicot umumnya

memiliki warna cokelat kemerahan dengan corak vertikal berwarna kuning tetapi

pewarnaan dari spesies tersebut tergantung pada keadaan lingkungan dan jenis

makanan yang dikonsumsi. Bekicot dewasa panjanganya dapat melampaui 20 cm

tetapi rata-rata panjanganay sekitar 5-10 cm. Sedangkan beat rata-rata bekicot

kurang lebih adalah 32 gram. Bekicot lebih memilih memakan tumuh-tumbuhan

yang busuk, hewan, lumut, jamur, dan alga. Spesies ini dapat hidup di daerah

pertanian, wilayah pesisir dan lahan basah, hutan alami, semak belukar, dan

daerah perkotaan. Untuk bertahan hidup, bekicot perlu temperatur di atas titik

beku sepanjang tahun dan kelembababan yang tinggi di sepanajng tahun. Pada

musim kemarau, bekicot menjadi tidak aktif atau dorman untuk menghindari sinar

Page 8: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

8

matahari. Bekicot tetap aktif pada suhu 90C hingga 29

0C, bertahan pada suhu 2

0C

dengan cara hibernasi, dan pada suhu 300C dengan keadaan dorman (Dewi, 2010).

Klasifikasi Bekicot (Achatina fulica) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Mollusca

Kelas : Gastropoda

Ordo : Stylommatophora

Famili : Achatinidae

Genus : Achatina

Spesies : Achatina fulica

Kepiting bakau adalah salah satu potensi yang ada dihutan mangrove dan

belum banyak diketahui. Kepiting bakau termasuk sumberdaya perikanan pantai

yang mempunyai nilai ekonomis penting dan mempunyai harga yang mahal. Di

Indonesia secara umum kepiting bakau diidentifikasi dengan nama spesies Scylla

serrata. Nama spesies kepiting ini mungkin benar untuk kepiting yang ditemukan

di wilayah tertentu, akan tetapi kemungkinan nama ini tidak benar. Perkembangan

taksonomi dimungkinkan untuk membawa nama kepiting bakau dengan nama

spesies yang lain dari Scylla serrata. Saat ini dikenal adanya empat spesies

kepiting mangrove, yaitu Scylla serrata, Scylla paramomosain, Scylla

tranquebarica, dan Scylla olivacea (March dkk., 2013).

Morfologi Scylla tranquebarica adalah: memiliki warna karapas hijau

buah zaitun, bentuk alur “H” pada karapas dalam, sumber pigmen polygonal

hanya pada bagian terakhir kaki jalan, bentuk duri depan tajam dan bentuk duri

pada fingerjoint kedua duri jelas dan satu agak tumpul, tidak ada rambut atau

setae. Habitat dan penyebaran : hampir disemua perairan pantai terutama yang

ditumbuhi mangrove, perairan dangkal dekat hutan mangrove, estuari dan pantai

berlumpur, daerah pasang surut yang berhubungan dengan daerah estuari (pesisir),

rawa-rawa bakau, muara kawasan mangrove dan bahkan di air tawar serta di

bagian yang terlindung dari garis pantai pesisir. Spesies ini tinggal di lubang yang

digali di dasar berlumpur atau berpasir-lumpur, terutama disaat molting (ganti

kulit) hingga karapasnya mengeras. Penyebaran: mempunyai sebaran yang sangat

luas dan di dapatkan hampir di seluruh perairan Indonesia (Ubaidillah dkk., 2013).

Page 9: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

9

Klasifikasi kepiting bakau (Scylla tranquebarica) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Crustacea

Kelas : Malacostraca

Ordo : Decapoda

Famili : Portunidae

Genus : Scylla

Spesies : Scylla tranquebarica

Kerang (Tarebia granifera) memiliki ketinggian maksimum kerang

dewasa adalah dari 18,5 mm sampai dengan 25 mm. Bentuk warna tubuh Tarebia

granifera adalah ada yang memiliki warna tubuh coklat pucat dan puncak menara

gelap dan di lain lingkaran badan sepenuhnya berwarna coklat tua sampai hampir

hitam. Spesies ini memakan alga, diatom, dan detritus yang ada disekelilingnya.

Habitat dari spesies ini ditemukan di sungai (termasuk daerah pasang surut,

meskipun tidak mentolerir tingkat tinggi salinitas) dan danau, dan berbagai habitat

antropogenik termasuk kolam renang, dan kanal (Latupapa, 2011).

Klasifikasi kerang (Tarebia granifera) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Mollusca

Kelas : Gastropoda

Ordo : Caenogastropoda

Famili : Thiaridae

Genus : Tarebia

Spesies : Tarebia granifera

2. Nekton

Hewan-hewan perenang di laut sudah lama menjadi perhatian manusia

karena nilai ekonominyaknya yang besar sebagai sumber makanan. Kelompok ini

kurang beranekaragam bila dibandingkan dengan dua kelompok yang lain, yakni

plankton dan benthos. Kelompok yang termasuk dalam nekton ini adalah ikan

bertulang rawan, ikan bertulang keras, penyu, ular, dan hewan menyusui laut yang

kesemuanya termasuk Mollusca juga termasuk nekton. Tidak ada tumbuhan-

Page 10: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

10

tumbuhan yang mampu berenang, jadi tidak ada tumbuhan-tumbuhan yang

tergolong nekton (Romimohtarto dan Sri, 2009).

Laut Nusantara yang mempunyai luas sekitar 3,1juta km2, terdiri atas laut

teritorial 0,3 juta km2 dan laut pedalaman 2,8 juta km

2, di samping perairan ZEEI

(Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia) seluas 2,7 juta km2. Selain itu, jumlah

pulaunya yang lebih dari 17.000 mempunyai total panjang garis pantai lebih dari

80.000 km. Laut Nusantara juga dikenal mempunyai keanekaragaman hayati yang

tinggi (marine megadiversity), rumput laut (makro alga) ada lebih dari 700 jenis,

karang batu lebih dari 450 jenis, moluska lebih dari 2.500 jenis, ekinodermata

sekitar 1.400 jenis, krustasea lebih dari 1.500 jenis dan ikan lebih dari 2.000 jenis.

Perairan laut (Latupapua, 2011).

Daerah dataran lumpur (intertidal mud flat) yang terdapat di sebelah luar

mangrove dan langsung menghadap ke laut merupakan habitat berbagai

komunitas nekton dan jumlahnya sangat melimpah. Hal ini menandakan bahwa

daerah tersebut kaya akan sumber pakan sebagai hasil dari produksi primer dan

sekunder yang tinggi serta adanya impor bahan organik dari laut dan mangrove.

Spesies ikan yang dominan di perairan dataran lumpur merupakan spesies

estuarin, yaitu ikan manyung (Osteogeneiosus militaris), ikan keting (Arius

caelatus), ikan sembilang (Plotosus canius), ikan belanak (Liza argentez), ikan

gulameh (Pennahia argentata), ikan tiga waja (Protonibea diacanthus), ikan teri

(Stolephorus macroleptus), dan ikan cucut (Hemiscyllium indicum). Selain

berbagai jenis ikan di perairan mangrove, di dasar mangrove juga terdapat ikan

belodok “mudskippers” yang mampu hidup di luar air dalam waktu relatif lama.

Periopthalmus vulgaris sering berlama-lama jauh dari air. Boleopthalmus

boddaerti, Periopthalmus chrysospilos, Periophthalmodon schlosseri, dan

Scartelaos viridis dapat ditemukan di pantai di bawah tanaman bakau

(Gunarto,2004).

Tinggi rendahnya keanekaragaman jenis nekton dipengaruhi oleh banyak

faktor, salah satunya adalah kualitas lingkungan. Keberadaan mangrove mampu

menopang fauna akuatik yang hidup dan berasosiasi di dalamnya. Ikan Gobiidae

memiliki kemampuan adaptasi yang baik pada kawasan ekosistem mangrove.

Jenis ikan dari famili Gobiidae memiliki ciri khusus yaitu sirip perutnya bersatu

Page 11: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

11

dan berbentuk seperti piringan pencengkram, yang berfungsi untuk melekatkan

dirinya pada substrat. Di kawasan pesisir Delta Mahakami ditemukan ikan dari

famili Gobiidae dalam stadium larva dan juvenile. Beberapa jenis ikan gobi juga

diketahui merupakan penghuni tetap kawasan mangrove, diantaranya adalah jenis

ikan belodok P. Argentilineatus dan P. Kalolo (Wahyudewantoro, 2009).

Morfologi dan bentuk muka ikan gelodok (Periopthalmus sp) sangat khas,

kedua matanya menonjol di atas kepala, wajah yang dempak, dan sirip-sirip

punggung yang terkembang. Badannya bulat panjang seperti torpedo, sementara

sirip ekornya membulat. Panjang tubuh bervariasi mulai dari beberapa sentimeter

hingga mendekati 30 cm. Keahlian yang dimiliki ikan ini selain dapat bertahan

hidup lama di daratan, ikan gelodok dapat memanjat akar-akar pohon bakau,

melompat jauh, dan berjalan di atas lumpur. Hidup di wilayah pasang surut, ikan

gelodok biasa menggali lubang dilumpur yang lunak untuk sarangnya. Ikan

gelodok bersifat herbivora, makanan ikan ini adalah alga benthik,terutama marga

diatom. Lubang ini bisa sangat dalam dan bercabang-cabang, berisi air dan sedikit

udara di ruang-ruang tertentu. Ketika air pasang naik, ikan gelodok umumnya

bersembunyi dilubang-lubang ini untuk menghindari ikan-ikan pemangsa yang

berdatangan. Ikan gelodok biasanya ditemukan di muara-muara sungai yang

banyak pohon bakaunya. Toleransinya sangat besar terhadap perubahan salintas,

suhu, pH, dan DO (Wilis, 2012).

Salinitas perairan mangrove yang khas sangat mendukung kehidupan ikan

gelodok yaitu antara tawar dan asin karena memperoleh masukan air dari laut dan

dari sungai. Selain salinitas yang khas, mangrove juga memiliki substrat dasar

yang khas yaitu berlumpur. Substrat dasar berlumpur tersebut digunakan ikan

gelodok untuk membangun sarang yang ia gunakan sebagai tempat pertahanan

diri dari predator, tempat sembunyi ketika perairan mangrove sedang pasang, dan

juga sebagai tempat yang amat sakral ketika musim kawin tiba. Ikan gelodok

banyak ditemui di daerah mangrove karena spesies ini memiliki adaptasi khusus

yaitu adaptasi respiratorik dan adaptasi morfologis yang sangat mendukung untuk

dapat bertahan hidup di lingkungan yang khas dan sangat labil karena terpengaruh

pasang surut air laut. Adaptasi respiratorik ditunjukkan oleh modifikasi insang

dan kulit yang terlihat dari kemampuannya dapat hidup secara amphibious

Page 12: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

12

ketika ikan ini berada di darat. Sedangkan adaptasi morfologis ditunjukkan oleh

adaptasi sirip yang menjadikan ikan ini bisa berpegangan pada permukaan

vertikal, meloncat di atas lumpur, bahkan berjalan di atas air (Fahran, 2001).

Klasifikasi ikan gelodok (Periopthalmus sp) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Actinopterygii

Ordo : Perciformes

Famili : Gobiidae

Genus : Periopthalmus

Spesies : Periopthalmus sp.

Faktor Fisika dan Kimia Air

1. Salinitas

Air laut dapat dikatakan merupakan larutan garam. Kadar garam air

biasanya sebagai jumlah (dalam gram) dari total garam terlarut yang ada dalam 1

kilogram air laut dan biasanya diukur dengan konduktivitas. Semakin tinggi

konduktivitas semakin tinggi kadar garamnya. Komposisi kadar garam tersebut

selalu dalam keadaan yang konstan dalam jangka waktu yang panjang. Hal ini

disebabkan karenan adanya kontrol dari berbagai proses kimia dan biologi di

dalam perairan laut. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar organisme yang

hidup di perairan laut merupakan organisme yang memiliki toleransi (sensitivitas)

terhadap perubahan salinitas yng sangat kecil atau organisme yang

diklasifikasikan sebagai organisme stenohalin. Daerah dengan fluktuasi salinitas

yang tinggi terdapat di daerah estuari. Kondisi daerah yang seperti ini

menyebabkan jumlah dan keragaman organisme yang hidup tidak tinggi.

Organisme yang hidup pada perairan ini adalah organisme-organisme yang secara

evolusi memiliki kemampuan adaptasi terhadap perubahan lingkungan tersebut

(Widodo dan Suadi, 2006).

Ketersediaan air tawar dan konsentrasi kadar garam (salinitas)

mengendalikan efisiensi metabolic vegetasi hutan mangrove. Ketersediaan air

tawar bergantung dari (a) frekwensi dan volume air system sungai dan irigasi dari

Page 13: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

13

darat, (b) frekwensi dan volume air pertukaran pasang surut, serta (c) tingkat

penguapan (evaporasi) ke atmosfir. Walaupun spesies vegetasi mangrove

memiliki mekanisme adaptasi yang tinggi terhadap salinitas, namun bila tidak

tersedia suplai air tawar akan menyebabkan kadar garam tanah dan air mencapai

kondisi ekstrim sehingga mengancam kelangsungan hidupnya. Perubahan

penggunaan lahan darat mengakibatkkan terjadinya modifikasi masukkan air

tawar, yang tidak hanya menyebabkan perubahan kadar garam, tetapi juga dapat

menubah aliran nutrien dan sedimen ke ekosistem mangrove (Sunarto, 2008)

Seperti yang diketahui, salinitas air laut di sekitar pantai menurun pada

musim hujan karena kenaikan volume air tawar yang mengalir dari sungai, dan

berpengaruh besar paling besar pada musim kemarau. Variasi tahunan rata

salinitas permukaan (dalam part per thousand). Pola pergerakan air di muara

sangat kompleks (Whitten, 1987).

Salinitas dapat mempengaruhi penyebaran organisme benthos baik secara

horizintal, maupun vertikal. Secara tidak langsung mengakibatkan adanya

perubahan komposisi organisme dalam suatu ekosistem. Gastropoda yang bersifat

mobile mempunyai kemampuan untuk bergerak guna menghindari salinitas yang

terlalu rendah, namun bivalvia yang bersifat sessile akan mengalami kematian jika

pengaruh air tawar berlangsung lama. Kisaran salinitas yang masih mampu

mendukung kehidupan organisme perairan khususnya fauna makrobenthos adalah

5 - 35‰. Rendahnya nilai salinitas disebabkan oleh pengaruh air tawar yang lebih

besar dibandingkan dengan pengaruh air laut khususnya ketika sedang surut.

Tanah mangrove di bagian permukaan memiliki pH yang rendah dan bersalinitas

tinggi (Syamsurizal, 2011).

2 Derajat Keasaman (pH)

pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe

dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan dalam air. Selain itu, ikan dan makhluk

makhluk lainnya hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan diketahuinya

nilai pH, kita dapat mengetahui apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk

menunjang kehidupan mereka. Nilai pH suatu perairan memiliki ciri yang khusus,

adanya keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan yang diukur adalah

Page 14: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

14

konsentrasi ion hidrogen. Dengan adanya asam-asam mineral bebas dan asam

karbonat menaikkan pH, sementara adanya karbonat, hidroksida dan bikarbonat

dapat menaikkan kebasaan air (Prasetyo, 2008).

Derajat keasaman (pH) merupakan faktor lingkungan yang erat

hubungannya dengan kelangsungan hidup biota air, sedangkan pada

perkembangan mangrove peranannya tidak terlalu besar. Derajat keasaman

perairan pada saat pasang maupun surut pada setiap stasiun termasuk homogen.

Ph merupakan faktor pembatas bagi organisme yang hidup di suatu perairan.

Perairan dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi

ketahanan hidup organisme yang hidup didalamnya. Sebagian besar biota akuatik

sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai kisaran pH sekitar 7 – 8,5

(Syamsyurizal, 2011).

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004

menunjukkan bahwa pH air laut yang baik adalah 7 – 8,5. Nilai pH yang ideal

bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5

(Latupapua, 2011).

pH dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan yaitu pH = 7 (netral), 7 <

pH < 14 (alkalis/basa), 0 < pH < 7 (asam). pH juga berkaitan erat dengan

karbondioksida dan alkalinitas. Pada pH < 5 alkalinitas bisa mencapai nol.

Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin sedikit

kadar karbondioksida bebas (Jukri, dkk., 2013).

Page 15: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

15

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Praktikum Ekologi Perairan yang berjudul ’’Keanekaragaman Benthos

dan Nekton Pada Hutan Mangrove di Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu

Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara’’ dilaksanakan pada hari Sabtu, 14

Desember 2013, pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB, di kawasan

hutan mangrove Pulau Sembilan, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten

Langkat, Provinsi Sumatera Utara.

Deskripsi Area

Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang berada di gugusan

pulau-pulau di Kabupaten Langkat. Secara Administrasi terletak di Desa Pulau

Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera

Utara. Jarak Pulau Sembilan dengan ibu kota kecamatan Pangkalan Susu sejauh ±

6 km. Secara Geografis terletak pada 04º 13,5’ 90,0” LU dan 98º 25’ 28,3” BT. Di

Pulau ini terdapat hutan mangrove antara lain tanaman bakau (Avicenia sp.,

Rhizophora sp., Bruguiera sp.), api-api (Avicenia marina), buta-buta (Excocaria

agallocha) dan nipah (Nypha sp.).

Stasiun 4 merupakan daerah bebas aktifitas dimana tidak dijumpai aktifitas

manusia namun didominasi oleh mangrove. Selain itu stasiun ini memiliki relief

tanah yang sedikit lebih tinggi dari sekitarnya sehingga kemungkinan sedikit

terpengaruh oleh pasang surut air laut namun menjadi wadah penyimpan bagi air

hujan (reservoa) dalam beberapa waktu singkat. Secara geografis terletak pada

04º 08’ 01,0” LU dan 98º 15’ 08,6” BT. Substrat dasar pada lokasi ini berupa

lumpur dan pasir halus. Keanekaragaman biota yang ditemukan kecil, dan

umumnya homogen, sementara vegetasi mangrove luas dan memiliki kerapatan

yang tinggi.

Page 16: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

16

Gambar : stasiun 4 daerah kontrol (Mangrove)

Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan pada saat praktikum adalah: a) Tanggok yang

digunakan untuk menangkap nekton maupun benthos yang ada disekitar stasiun,

b) Botol kaca yang berfungsi sebagai wadah/tempat biota yang telah ditemukan,

c) Botol film sebagai tempat sampel air yang akan diambil, d) Kertas label yang

digunakan untuk memberi tanda pada setiap botol sampel, e) Lakban yang

berfungsi untuk menutup botol sampel, dan f) Alat tulis yang digunakan untuk

mencatat data biota yang diperoleh.

Bahan yang digunakan adalah alkohol 70% yang digunakan untuk

mengawetkan biota yang diperoleh.

Prosedur Pengambilan

Adapun cara pengambilan sampel biota yaitu menggunakan tanggok untuk

menangkap ikan yang terdapat di lumpur yang tergenang air, maupun dengan cara

menangkap langsung dengan tangan benthos yang ada di stasiun tersebut. Sampel

biota diambil dari tiap-tiap plot yang berjarak 1 m sebanyak 10 plot. Adapun

waktu pengambilan biota dilakukan pada pagi hingga siang hari sebagai data

pokok untuk mengetahui jenis biota yang ada di stasiun pengamatan., kemudian

sampel biota yang didapat dimasukkan ke dalam botol sampel yang berisi alkohol

Page 17: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

17

70% sebagai pengawet. Hasil sampel biota yang didapat diambil untuk dibawa ke

laboratorium untuk diidentifikasi dengan menggunakan buku Identifikasi.

Analisis data

Data nekton dan benthos yang diperoleh di analisis di laboratorium dengan

Menggunakan buku identifikasi yang telah tersedia. Benthos maupun nekton yang

telah diawetkan terlebih dahulu diambil satu per satu dari botol sampel untuk di

identifikasi. Kemudian setiap biota yang di peroleh di kelompokkan menurut jenis

dan diberi klasifikasi ilmiahnya.

Pengkuran parameter fisika dan kima air meliputi pH dan salinitas air

dilakukan secara in situ yaitu dianalisis di dalam ruangan laboratorium. Sampel

air dalam botol film yang telah diambil dari stasiun pengamatan di ukur pHnya

dengan menggunakan kertas lakmus yang dicelupkan ke dalam tiap-tiap botol film

dari masing-masing plot dan hasilnya disesuaikan dengan petunjuk.

Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan refraktometer,

kemudian diambil sampel air sebanyak 1 tetes lalu diteteskan pada permukaan alat

refraktometer tersebut dan dilihat batas akhir pada skala.

Page 18: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Page 19: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

19

Keterangan :

Analisis biota hutan mangrove

a. Benthos

Plot Achatina

fulica

Scylla

tranquebarica

Tarebia

granifera

1 1 -

2 1 - -

3 1 1 -

4 - 1 -

5 - - 1

6 - 3 -

7 - - 1

8 - - 1

9 - - 1

10 1 - -

Tabel 1. Jumlah spesies benthos pada tiap plot

1. Bekicot (Achatina fulica)

Klasifikasi Achatina fulica

Kingdom : Animalia

Filum : Mollusca

Kelas : Gastropoda

Ordo : Stylommatophora

Famili : Achatinidae

Genus : Achatina

Spesies : Achatina fulica

Ciri-ciri, jenis makanan dan habitat

Bekicot (Achatina fulica) memiliki sebuah cangkang sempit berbentuk

kerucut yang panjangnya dua kali lebar tubuhnya dan terdiri dari tujuh sampai

sebilan ruas lingkaran, cangkang berwarna cokelat kemerahan dengan corak

Page 20: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

20

vertikal berwarna kuning. Bekicot memakan tumuh-tumbuhan yang busuk,

hewan, lumut, jamur, dan alga. Spesies ini dapat hidup di daerah pertanian,

wilayah pesisir dan lahan basah, hutan alami, semak belukar, dan daerah

perkotaan.

2. Kepiting bakau (Scylla tranquebarica)

Klasifikasi kepiting bakau (Scylla tranquebarica) :

Kingdom : Animalia

Filum : Crustacea

Kelas : Malacostraca

Ordo : Decapoda

Famili : Portunidae

Genus : Scylla

Spesies : Scylla tranquebarica

Ciri-ciri, jenis makanan dan habitat

Kepiting bakau (Scylla tranquebarica) memiliki warna karapas hijau buah

zaitun, bentuk alur “H” pada karapas dalam, bentuk duri depan tajam dan bentuk

duri pada “fingerjoint” kedua duri jelas dan satu agak tumpul, tidak ada rambut

atau setae. Kepiting bakau memakan memakan serasah-serasah jatuh, maupun

ikan-ikan kecil yang ada disekitarnya. Habitatnya hampir disemua perairan pantai

terutama yang ditumbuhi mangrove, perairan dangkal dekat hutan mangrove,

estuari dan pantai berlumpur, daerah pasang surut yang berhubungan dengan

daerah estuari (pesisir), rawa-rawa bakau (payau), muara kawasan mangrove dan

bahkan di air tawar serta di bagian yang terlindung dari garis pantai pesisir.

Spesies ini tinggal di lubang yang digali di dasar berlumpur atau berpasir-lumpur.

3. Karang (Tarebia granifera)

Klasifikasi Gastropoda (Tarebia granifera) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Mollusca

Kelas : Gastropoda

Page 21: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

21

Ordo : Caenogastropoda

Famili : Thiaridae

Genus : Tarebia

Spesies : Tarebia granifera

Ciri-ciri, jenis makanan, dan habitat

Kerang (Tarebia granifera ) memiliki ketinggian maksimum kerang

dewasa adalah dari 18,5 mm sampai dengan 25mm. Bentuk warna tubuh Tarebia

granifera adalah ada yang memiliki warna tubuh coklat pucat dan puncak menara

gelap dan di lain lingkaran badan sepenuhnya berwarna coklat tua sampai hampir

hitam. Spesies ini memakan alga, diatom, dan detritus yang ada disekelilingnya.

Habitat dari spesies ini ditemukan di sungai (termasuk daerah pasang surut,

meskipun tidak mentolerir tingkat tinggi salinitas) dan danau, dan berbagai habitat

antropogenik termasuk kolam renang, dan kanal.

b. Nekton

Plot Periopthalmus sp.

1 -

2 -

3 -

4 2

5 -

6 -

7 -

8 -

9 -

10 -

Tabel 2. Jumlah speises nekton pada tiap plot

1. Ikan Gelodok (Periopthalmus sp)

Klasifikasi ikan gelodok (Periopthalmus sp) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Page 22: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

22

Filum : Chordata

Kelas : Actinopterygii

Ordo : Perciformes

Famili : Gobiidae

Genus : Periopthalmus

Spesies : Periopthalmus sp.

Ciri-ciri, jenis makanan, dan habitat

Morfologi dan bentuk muka ikan gelodok (Periopthalmus sp) sangat khas,

kedua matanya menonjol di atas kepala, wajah yang dempak, dan sirip-sirip

punggung yang terkembang. Badannya bulat panjang seperti torpedo, sementara

sirip ekornya membulat. Panjang tubuh bervariasi mulai dari beberapa sentimeter

hingga mendekati 30 cm. Ikan gelodok bersifat herbivora, makanan ikan gelodok

adalah alga benthik terutama marga diatom. Hidup di wilayah pasang surut,

ditemukan di muara-muara sungai yang banyak pohon bakaunya.

Pengukuran faktor fisika dan kimia Air

Plot Salinitas (‰) Ph

1 2.2 8

2 2.3 8

3 2.2 8

4 2.3 9

5 2.1 7

6 2.1 7

7 2.1 7

8 2.1 8

9 2.1 8

10 2.1 8

Tabel 3. Kisaran salinitas dan pH pada tiap plot

Page 23: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

23

Pembahasan

Dari hasil praktikum diperoleh data analisis jumlah spesies benthos yang

ditemukan dari setiap plot dalam stasiun pengamatan yaitu Achatina fulica

sebanyak 4 spesies, Scylla tranguebarica berjumlah 3 spesies, dan Tarebia

granifera sebanyak 4 spesies. Total keseluruhan benthos dari setiap plot adalah 11

spesies, dengan perbandingan jumlah spesies yang tidak berfluktuasi serta

keanekaragaman biota benthos yang sedikit. Menurut literatur Gunarto (2004),

yang menjelaskan bahwa keragaman dan jumlah individu setiap spesies di setiap

biotop zona mangrove berhubungan dengan kandungan bahan organik dan

persentase lempung berpasir dalam substrat dasar mangrove, dengan demikian

keragaman dan kepadatan individu berkurang sejalan dengan menurunnya variasi

bahan organik dan persentase lempung berpasir pada substratnya.

Dari tabel hasil praktikum spesies yang memiliki jumlah kepadatan

tertinggi adalah bekicot (Achatina fulica) dan Kerang (Tarebia granifera)

sebanyak 4 speies walaupun hampir memiliki perbandingan yang tetap dengan

kepiting bakau (Scylla tranguebarica) sebanyak 3 speies. Menurut literatur

Pribadi (2009), yang memaparkan bahwa gastropoda dapat digunakan sebagai

indikator biogeografi tentang produktivitas ekosistem mangrove tersebut. Dapat

disimpulkan bahwa produktivitas ekosistem mangrove di stasiun tersebut rendah

yang ditunjukkan dengan kondisi keanekaragaman dan jumlah speies benthos

yang sedikit.

Untuk dapat bertahan hidup, bentos memiliki kemampuan adaptasi

walaupun faktor lingkungan yang ekstrim menjadi faktor pembatas untuk biota

tersebut mempertahankan kelangsungan hidupnya. Menurut literatur Dewi (2009),

yang menjelaskan bahwa bekicot (Achantina fulica) perlu temperatur di atas titik

beku sepanjang tahun dan kelembababan yang tinggi di sepanjang tahun. Pada

musim kemarau, bekicot menjadi tidak aktif atau dorman untuk menghindari sinar

matahari. Bekicot tetap aktif pada suhu 90C hingga 29

0C, bertahan pada suhu 2

0C

dengan cara hibernasi, dan pada suhu 300C dengan keadaan dorman.

Speies nekton yang ditemukan dari hasil praktikum hanya sejenis yaitu

ikan gelodok (Periophthalmus sp) yang berjumlah 2 spesies. Tingkat

keanekaragaman dan jumlah nekton di stasiun ini sangat rendah, dikarenakan

Page 24: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

24

kondisi lingkungan hutan mangrove yang tidak sesuai bagi kehidupan biota dalam

jangka waktu yang panjang. Walaupun ikan gelodok dapat bertahan lama di darat

karena mempunyai modifikasi insang sehingga dapat menghirup udara langsung,

namun ikan ini juga membutuhkan air untuk kelangsungan hidupnya, seperti

mencari makan, dan menghindari kekeringan tubuhnya. Ikan gelodok banyak

dijumpai pada hutan mangrove yang mengarah ke muara, sedangkan di stasiun

pengamatan ini tidak bersatu dengan muara sungai yang menyebabkan

penyebaran nekton di stasiun ini sedikit.

Dari hasil pengamatan terhadap stasiun, dijumpai hutan mangrove hampir

tidak terpengaruh dengan pasang surut air laut dan sedikit berlumpur. Sedangkan

ikan gelodok memutuhkan air tawar dan air asin untuk kelangsungan hidupnya.

Menurut literatur Fahran (2001), salinitas perairan mangrove yang khas sangat

mendukung kehidupan ikan gelodok yaitu antara tawar dan asin karena

memperoleh masukan air dari laut dan dari sungai. Ikan gelodok banyak ditemui

di daerah mangrove karena spesies ini memiliki adaptasi khusus yaitu adaptasi

respiratorik dan adaptasi morfologis yang sangat mendukung untuk dapat

bertahan hidup di lingkungan yang khas dan sangat labil karena terpengaruh

pasang surut air laut. Adaptasi respiratorik ditunjukkan oleh modifikasi insang

dan kulit yang terlihat dari kemampuannya dapat hidup secara amphibious

ketika ikan ini berada di darat. Sedangkan adaptasi morfologis ditunjukkan oleh

adaptasi sirip yang menjadikan ikan ini bisa berpegangan pada permukaan

vertikal, meloncat di atas lumpur, bahkan berjalan di atas air.

Dari hasil praktikum pengukuran salinitas air dari setiap plot rata-rata

adalah 2.2-2.3‰. Kisaran salinitas ini umumnya sangat rendah bila dibandingkan

dengan kisaran salinitas hutan mangrove yang dipengaruhi oleh pasang surut air

laut. Rendahnya salinitas air di stasiun tersebut diakibatkan stasiun tersebut

sedikit mendapat pengaruh pasang surut air laut karena memiliki relief tanah yang

lebih tinggi dari daerah sekitarnya, sehingga tidak terjadi percampuran air tawar

dan laut. Bila terjadi hujan, maka air tawar akan mendominasi air lumpur di hutan

mangrove yang menyebabkan salinitasnya menjadi rendah.

Kisaran salinitas air yang rendah pada hutan mangrove tersebut

mempengaruhi penyebaran keanekaragaman dan kepadatan jenis biota dihutan

Page 25: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

25

mangrove tersebut. Dapat diketahui bahwa keanekaragaman dan kepadatan biota

benthos maupun nekton di stasiun ini adalah rendah. Menurut literatur

Syamsyurizal (2011), menjelaskan bahwa salinitas dapat mempengaruhi

penyebaran organisme benthos baik secara horizintal, maupun vertikal. Secara

tidak langsung mengakibatkan adanya perubahan komposisi organisme dalam

suatu ekosistem. Gastropoda yang bersifat mobile mempunyai kemampuan untuk

bergerak guna menghindari salinitas yang terlalu rendah, namun bivalvia yang

bersifat sessile akan mengalami kematian jika pengaruh air tawar berlangsung

lama. Kisaran salinitas yang masih mampu mendukung kehidupan organisme

perairan khususnya fauna makrobenthos adalah 5 - 35‰.

Dari hasil praktikum pengukuran pH air, di peroleh rata-rata kisaran pH

dari setiap plot adalah 7-8. pH tersebut tentunya berpengaruh terhadap ekosistem

hutan mangrove yang ada di stasiun tersebut. Menurut literatur Syamsyurizal

(2011), yang menjelaskan bahwa derajat keasaman (pH) merupakan faktor

lingkungan yang erat hubungannya dengan kelangsungan hidup biota air,

sedangkan pada perkembangan mangrove peranannya tidak terlalu besar. Derajat

keasaman perairan pada saat pasang maupun surut pada setiap stasiun termasuk

homogen. pH merupakan faktor pembatas bagi organisme yang hidup di suatu

perairan. Perairan dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi

ketahanan hidup organisme yang hidup didalamnya. Sebagian besar biota akuatik

sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai kisaran pH sekitar 7 – 8,5. Dan

didukung juga dari literatur Latupapua (2011), yang mengatakan bahwa menurut

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 menunjukkan

bahwa pH air laut yang baik adalah 7 – 8,5. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan

organisme air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5.

Dapat simpulkan bahwa pH air dari stasiun tersebut adalah ideal bagi

kehidupan biota yang ada dihutan mangrove tersebut. Rendahnya tingkat

keanekaragaman biota benthos dan nekton distasiun tersebut diakibatkan

rendahnya kisaran salinitas yang mendukung bagi kehidupan organisme benthos

dan nekton yang ada di hutan mangrove. Salinitas dan pH memiliki keterkaitan

yang saling mempengaruhi. Bila Salinitas air tinggi maka pH air akan menurun

dan kandungan oksigen bertambah, dan sebaliknya bila salinitas air rendah maka

Page 26: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

26

pH air akan tinggi yang mengakibatkan rendahnya oksigen di perairan tersebut.

Menurut literatur Syamsurizal (2011), yang menjelaskan bahwa tanah mangrove

di bagian permukaan memiliki pH yang rendah dan bersalinitas tinggi.

Page 27: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

27

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum yang berjudul

‘’Keanekaragaman Benthos Dan Nekton Pada Hutan Mangrove Di Desa

Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Provinsi

Sumatera Utara’’ adalah:

1. Keragaman dan jumlah individu setiap spesies di setiap biotop zona mangrove

berhubungan dengan kandungan bahan organik dan persentase lempung

berpasir dalam substrat dasar mangrove.

2. Salah satu kelompok fauna avertebrata yang hidup di ekosistem mangrove

adalah Moluska, yang didominasi oleh kelas Gastropoda dan Bivalvia.

Gastropoda dapat hidup di darat, perairan tawar, sampai perairan bahari.

3. Tinggi rendahnya keanekaragaman jenis nekton dipengaruhi oleh banyak

faktor, salah satunya adalah kualitas lingkungan. .

4. Dari tabel hasil praktikum spesies yang memiliki jumlah kepadatan tertinggi

adalah bekicot (Achatina fulica) dan Kerang (Tarebia granifera) sebanyak 4

speies.

5. Bekicot (Achantina fulica) pada musim kemarau menjadi tidak aktif atau

dorman untuk menghindari sinar matahari. Bekicot tetap aktif pada suhu 90C

hingga 290C, bertahan pada suhu 2

0C dengan cara hibernasi, dan pada suhu

300C dengan keadaan

6. Bila Salinitas air tinggi maka pH air akan menurun dan kandungan oksigen

bertambah, dan sebaliknya bila salinitas air rendah maka pH air akan tinggi

yang mengakibatkan rendahnya oksigen di perairan tersebut.

Saran

Dalam prosedur pengambilan sampel benthos dan nekton di hutan

mangrove pulau sembilan sebaiknya menggunakan alat-alat yang yang lazimnya

digunakan agar hasil yang diperoleh lebih maksimal dan data yang akan dikelola

lebih akurat.

Page 28: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

28

DAFTAR PUSTAKA

Barus, A., T. 2004. Pengantar Dasar : Limnologi. USU Press. Medan

Dahuri, H. R. 2004. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara

Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.

Dewi, S., P. 2010. Perbedaan Efek Pemberian Berkicot (Achatina fulica) Dan

BioplacentonTM

Terhadap Penyembuhan Luka Bersih Pada Tikus Putih.

[Skripsi]. Fakultas Kedokteran. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Fahran, A. 2001. Biologi Perairan Laut. [Bahan Kuliah]. Universitas Negeri

Yogyakarta, Yogyakarta.

Gunarto. 2004. Konservasi Mangrove Sebagai Pendukung Sumber Hayati. Jurnal

Litbang Pertanian. Volume XXIII, Nomor 1: 2-18. Balai Riset Perikanan

Budidaya Air Payau, Sulawesi Selatan.

Jukri, M., Emiyarti dan Syamsul, K. 2013. Keanekaragaman Jenis Ikan di Sungai

Lamunde Kecamatan Watubangga Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi

Tenggara. Jurnal Mina Laut Indonesia. ISSN : 2303-3959. Volume I,

Nomor 01 : 23 – 37. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

FPIK. Universitas Haluoleo, Kendari.

Latupapua, M., J., J. 2011. Keanekaragaman Jenis Nekton Di Mangrove Kawasan

Segoro Anak Taman Nasional Alas Purwo. Jurnal Agroforestri. ISSN

:1907-7556. Volume VI, Nomor 2 : 15-21. Politeknik Perdamaian

Halmahera, Tobelo.

Mann, K. H. 1968. Ecology of Coastal Waters. Blackwell Scientific Publications.

London.

March, P., F., Hia, Boedi, H., dan Haeruddin. 2013. Jenis Kepiting Bakau (Scylla

Sp.) Yang Tertangkap Di Perairan Labuhan Bahari Belawan Medan.

Journal Of Management Of Aquatic Resources. Volume II, Nomor 3 :

170-179. Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Universitas Diponegoro, Semarang.

Pradana, O. Y., Nirwani, dan Suryono. 2013. Kajian Bioekologi dan Strategi

Pengelolaan Ekosistem Mangrove : Studi Kasus di Teluk Awur Jepara.

Journal Of Marine Research. Volume II, Nomor 01 : 54-61. Program Studi

Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas

Diponegoro, Semarang.

Prasetyo. 2008. Kondisi Lingkungan yang Mempengaruhi Keanekaragaman Biota

di Perairan Estuari di Perairan Sungai Kampar. [Skripsi]. Fakultas

Perikanan. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Page 29: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

29

Pribadi, R., Retno, H., Chrisna, A., dan Suryono. Komposisi Jenis dan Distribusi

Gastropoda di Kawasan Hutan Mangrove Segara Anakan Cilacap. Jurnal

Ilmu Kelautan. Volume XIV, Nomor 2 : 102-111. Jurusan Ilmu Kelautan,

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro,

Semarang.

Purnamasari, D. 2010. Keanekaragaman Ikan Di Pulau Sembilan Kecamatan

Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Sumatera Utara. [Skripsi]. Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara,

Medan.

Romimohtarto, K., dan Sri, J. 2009. Biologi Laut. Djambatan. Jakarta.

Rusdianti, K., dan Satyawan, S. 2012. Konversi Lahan Hutan Mangrove Serta

Upaya Penduduk Lokal Dalam Merehabilitasi Ekosistem Mangrove.

Jurnal sosiologi Pedesaan. ISSN : 1978-4333. Volume VI, Nomor 01: 1-

17. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,

Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rositasari, R., Wahyu, B., Setiawan, Indarto, H., Supriadi, Hasanuddin, dan Bayu,

P. 2011. Kajian Dan Prediksi Kerentanan Pesisir Terhadap Perubahan

Iklim: Studi Kasus Di Pesisir Cirebon. Jurnal Ilmu dan Teknologi

Kelautan Tropis. Volume III, Nomor 1: 52-64. Ikatan Sarjana Oseanologi

Indonesia dan Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB. Pusat

Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ancol

Timur, Jakarta.

Sirante, R. 2006. Studi Struktur Komunitas Gastropoda di Lingkungan Perairan

Kawasan Mangrove Kelurahan Lappa Dan Desa Tongke-Tongke,

Kabupaten Sinjai. [Penelitian]. Universitas Negeri Lampung, Lampung.

Sunarto. 2008. Peranan Ekologis Dan Antropogenis Ekosistem Mangrove. [Karya

Ilmiah]. Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan. Universitas Padjajaran.

Jatinangor.

Syamsurisal. 2011. Studi Beberapa Indeks Komunitas Makrozoobenthos Di Hutan

Mangrove Kelurahan Coppo Kabupaten Barru. [Skripsi]. Program Studi

Manajemen Sumberdaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu

Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Ubaidillah, R., Ristiyanti, M., Marwoto, Renny, K., Hadiaty, Fahmi, Daisy, W.,

Mumpuni, Rianta, P., Agus, H., Mudjiono, Sri, T. H., Heryanto, Awal, R.,

dan Nova, M. 2013. Biota Perairan Terancam Punah Di Indonesia.

[Buku]. ISBN 978-602-7913-08-0. Direktorat Konservasi Kawasan dan

Jenis Ikan Ditjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau – Pulau Kecil Kementerian

Kelautan dan Perikanan Bekerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia, Jakarta.

Page 30: KEANEKARAGAMAN BENTHOS DAN NEKTON PADA HUTAN MANGROVE DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKATPROVINSI SUMATERA UTARA

30

Wahyudewantoro, G. 2009. Komposisi Jenis Ikan Perairan Mangrove Pada

Beberapa Muara Sungai Di Taman Nasional Ujung Kulon, Pandeglang-

Banten. Jurnal Fauna Tropika. ISSN 0215-191X. Volume XVIII, Nomor

02 : 45-103. Puslit Biologi-LIPI. Bogor.

Whitten, A. J., Sengli, J. D., Jazanul, A., dan Nazaruddin, H. 1987. Ecology of

Sumatera. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Wibisono, M. S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Grasindo. Jakarta.

Widodo, J., dan Suadi. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Gadjah

Mada University Press. Yogyakarta.

Wilis, S. 2012. Analisa Kebiasaan Makanan Ikan Gelodok (Mudskipper ) Jenis

Baleophthalmus Boddarti di Daerah Pertambakan Desa Cepokorejo

Kecamatan Palang Kabupaten Tuban. Aquasains (jurnal Ilmu Perikanan

dan Sumberdaya Perairan). Volume XIII, Nomor 12 : 12-31. Fakultas

Perikanan dan Kelautan. Universitas Ronggolawe, Tuban.