habitat dan struktur komunitas nekton di sungai … · gambaran tentang komunitas nekton yang...

84
HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI CIHIDEUNG - BOGOR, JAWA BARAT GUGUN ROJAUL GONAWI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Upload: doanthuy

Post on 15-Mar-2019

248 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI CIHIDEUNG - BOGOR, JAWA BARAT

GUGUN ROJAUL GONAWI

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Page 2: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:

HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI

CIHIDEUNG, BOGOR, JAWA BARAT

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumklan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2009 Gugun Rojaul Gonawi NRP C24104041

Page 3: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI CIHIDEUNG - BOGOR, JAWA BARAT

GUGUN ROJAUL GONAWI C24104041

SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Page 4: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

RINGKASAN GUGUN ROJAUL GONAWI, Habitat dan Struktur Komunitas Nekton di Sungai Cihideung-Bogor, Jawa Barat. Di bawah Bimbingan M. MUKHLIS KAMAL dan YUSLI WARDIATNO.

Sungai Cihideung bermula dari gunung salak yang melintasi beberapa Desa yang ada di Kecamatan Dramaga, seperti Desa Purwasari, Desa Situ Daun, Desa Neglasari, Desa Cinangneng, Desa Babakan Cihideung Hilir, Desa Leuwikopo dan Desa Cibanteng. Kestabilan ekosistem Sungai Cihideung dapat di kaji dari informasi tentang struktur komunitas nekton yang hidup di Sungai Cihideung tersebut. Sumberdaya hayati yang ada di daerah tersebut mempunyai peran penting agar fungsi alamiah Sungai Cihideung dapat dipertahankan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi fisika dan kimia di Sungai Cihideung, mengetahui struktur komunitas dan mempelajari pola adaptasi nekton yang ada.

Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil pengambilan sampel dari bulan Agustus sampai bulan Oktober 2008. Data yang diperoleh yaitu data komposisi jenis dan kelimpahan nekton, serta data kualitas air sebagai pendukung. Data yang diperoleh dianalisis dengan indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, indeks dominansi, analisi kesamaan habitat antar stasiun dan metode PCA.

Hasil penelitian menunjukan terdapat 4 Ordo, dimana 3 ordo dari jenis ikan dan 1 ordo dari jenis udang. Dari jenis ikan meliputi 11 famli dengan 13 spesies, sedangkan dari jenis udang meliputi 1 famili dengan 2 spesies. Ordo yang paling banyak ditemukan adalah Cypriniformes dengan famili Cyprinidae meliputi jenis ikan beunteur dan paray; famili Triacanthidae meliputi jenis ikan sepat; famili Balitoridae meliputi jenis ikan jeler; famili Cobitidae meliputi ikan serewot; famili Hamalopteridae meliputi jenis ikan sapu-sapu; dan famili Hamirhampidae meliputi jenis ikan julung-julung.

Ikan jeler (Nemcheilus spiniferus) merupakan ikan yang tertangkap paling banyak yaitu sebesar 457 ekor dengan kelimpahan relative 41%, namun wilayah penyebarannya cukup sempit. Sedangkan jenis lain yang perolehannya paling banyak yaitu Macrobrachium pilimanus dari jenis udang-udangan.sebesar 283 dengan kelimpahan relative 25%.

Keanekaragaman nekton di sungai Cihideung termasuk sedang/moderat (berada dalam kisaran 1 sampai 3) yaitu sebesar 1,755 (Kreb, 1978). Nilai indeks dominansi secara umum mendekati angka 0 yaitu 0,403. Hal tersebut menunjukan bahwa hampir tidak ada spesies yang mendominasi (Legendre dan Legendre, 1983). Nilai keseragaman yang cendrung mendekati angka 1 yaitu sebesar 0,643. Anka tersebut menunjukan penyebaran jumlah individu tiap jenis relatif sama.

Page 5: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

Kondisi perairan sungai Cihideung secara umum masih baik untuk digunakan sebagai kegiatan perikanan dengan kisaran parameter fisik-kimia yang diamati, yaitu arus, suhu, pH, kedalaman, kekeruhan, kecerahan, lebar dan badan sungai, DO, BOD, Nitrat, Orthofosfat dan alkalinitas.

Sesuai dengan kecepatan arus tiap stasiun bahwa arus yang besar terdapat pada stasiun 1, dimana nekton yang diperoleh meliputi jenis nekton yang dapat beradaptasi secara morfologi dan tingkah laku untuk dapat bertahan hidup. Diantaranya jeler, benter, berod dan kehkel.

Page 6: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Habitat dan Struktur Komunitas Nekton di Sungai

Cihideung Bogor, Jawa Barat.

Nama : Gugun Rojaul Gonawi

NRP : C24104041

Menyetujui:

I. Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc. Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc.

NIP: 131 084 932 NIP: 131 956 708

Mengetahui,

II. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc.

NIP: 131 578 799

Tanggal Lulus: 15 April 2009

Page 7: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Alah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nyalah,

sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan berjudul

“Habitat dan Struktur Komunitas Nekton di Sungai Cihideung-Bogor, Jawa

Barat“. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

di Fakultas Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak

berikut ini:

1. Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc. dan Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc selaku

dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, dan nasehat kepada penulis

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Ibu Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS dan bapak Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc selaku

dosen penguji yang telah memberikan inspirasi dan saran yang sangat berarti.

3. Ibu Ir. Nurlisa A. Butet M.Sc atas kesabaran dalam bimbingannya selaku

dosen pembimbing akademik, bapak Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc atas

nasehat dan bantuannya selama penulis mengalami kesulitan perkuliahan.

4. Kepada orang tua atas doanya serta k’Bedy Ubaedillah dan adik-adikku yang

cantik dan ganteng yang selalu memberikan semangat dan senyumannya.

5. Keluarga Ponpes Al-Falaq Pagentongan Bogor: Mamah Pagentongan, T’Iis,

T’Dini, K’Rosyid dan lain-lain atas nasehat dan doanya.

6. Teman-teman MSP 41, 42 dan 43 khususnya Nurdin, Kang Rijal, Feri, Way,

Ririn yang telah banyak membantu atas masukan dan arahannya selama

penyusunan skripsi ini.

Betapapun kepuasan yang tersirat seiring dengan selesainya skripsi ini,

penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sebuah kesempurnaan. Maka

dai itu, saan dan kritik yang membangun akan selalu penulis nantikan, terima

kasih

Bogor, April 2009

Penulis

Page 8: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................... ii

DAFTAR TABEL ................................................................................ iv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................ v

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ vi

I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah .................................................................. 2 1.3. Tujuan ....................................................................................... 3

II. TUJUAN PUSTAKA ...................................................................... 4

2.1. Sungai ...................................................................................... 4 2.2. Karakteristik Fisika dan Kimia di Sungai .................................. 6 2.2.1. Karakteristik fisika perairan ............................................. 6 2.2.2. Karakteristik kimia perairan ............................................ 8 2.3. Keanekaragaman Sumberdaya Hayati Nekton ........................... 10 2.4. Karakteristik Nekton di Sungai dan Pola Adaptasinya ............... 12 2.5. Metode Penangkapan Nekton di Sungai .................................... 14 2.5.1. Electrofishing .................................................................. 14 2.5.2. Serok .............................................................................. 15

III. METODE PENELITIAN .............................................................. 16

3.1. Penentuan Waktu dan Lokasi Penelitian ................................... 16 3.2. Prosedur Pengambilan Contoh Sampel di Lapangan ................. 17 3.2.1. Pengumpulan nekton ....................................................... 17 3.2.2. Pengukuran dimensi sungai ............................................. 17 3.2.3. Pengukuran parameter fisika-kimia air ............................ 18 3.3. Prosedur Kerja Lab ................................................................... 18 3.4. Analisis Data ............................................................................ 19 3.4.1. Komposisi ....................................................................... 19 3.4.2. Kelimpahan relatif .......................................................... 19 3.4.3. Frekuensi keterdapatan ................................................... 19 3.4.4. Indeks keanekaragaman .................................................. 20 3.4.5. Indeks keseragaman ........................................................ 21 3.4.6. Indeks dominansi ............................................................ 21 3.4.7. Kemiripan habitat antar stasiun ....................................... 22 3.4.8. Analisis komponen utama (AKU) ................................... 23

Page 9: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 24

4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian ............................................ 24 4.2. Kondisi Habitat Sungai Cihideung ........................................... 27 4.2.1. Fisika perairan ................................................................ 27 a. Suhu ............................................................................... 27 b. Kecerahan dan kekeruhan ............................................... 28 c. Kecepatan arus ............................................................... 28 d. Dimensi sungai ............................................................... 28 4.2.2. Kimia perairan ................................................................ 29 a. pH .................................................................................. 29 b. DO (Dissolved oxygen) ................................................... 29 c. BOD5 (Biochemical oxygen demand) .............................. 30 d. Nitrat (NO3-N) ............................................................... 31 e. Alkalinitas ...................................................................... 32 f. Phosphat (PO4) ............................................................... 33 4.3. Sumberdaya Hayati Nekton di Sungai Cihideung ...................... 34 4.4. Komposisi dan Kelimpahan Relatif Nekton ............................... 35 4.5. Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Nekton .......... 40 4.6. Tingkat Kesamaan Habitat antar Stasiun Berdasarkan Parameter Fisik dan Kimia Perairan ........................................................... 45 4.7. Tingkat Kesamaan Habitat antar Stasiun Berdasarkan Jumlah Spesies Nekton ........................................................................ 46 4.8. Pola Adaptasi Nekton Terhadap Kondisi Habitatnya ................ 48 4.9. Keterkaitan Faktor Kualitas Air dengan Parameter Biologi ...... 49

V. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 51

5.1. Kesimpulan .............................................................................. 51 5.2. Saran ....................................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 52

LAMPIRAN ........................................................................................ 55

RIWAYAT HIDUP

Page 10: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Dimensi sungai ........................................................................... 18

2. Metode pengambilan parameter kualitas air di daerah sungai Cihideung ................................................................................... 18

3. Kondisi fisika dan kimia di Sungai Cihideung ............................. 27

4. Klasifikasi jenis nekton yang terdapat di Sungai Cihideung serta data jumlah jenis nekton berdasarkan stasiun pengamatan dan waktu pengambilan sampel ......................................................... 35

5. Data kelimpahan relatif nekton berdasarkan lokasi pengamatan ... 37

6. Data kelimpahan relatif nekton berdasarkan waktu pengambilan sampel ......................................................................................... 38 7. Data frekuensi keterdapatan nekton ............................................. 40

8. Data keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi sumberdaya hayati nekton ............................................................................... 44

Page 11: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Skema pendekatan masalah struktur komunitas dan adaptasi nekton di Sungai Cihideung, Bogor. Jawa Barat .................... 3

2. Perubahan penampang sungai (Lablink, 2001) ........................ 5

3. Skema rangkuman tahapan reaksi ikan terhadap Electrofishing (Vibert, 1967) ......................................................................... 15

4. Peta Sungai Cihideung dan daerah sekitarnya ......................... 16

5. Posisi penentuan substasiun di tiap stasiun .............................. 17 6. Kondisi stasiun (a) Stasiun 1 (b) Stasiun 2 (c) Stasiun 3 (d)

Stasiun 4 ................................................................................. 26 7. Grafik nilai DO rata-rata pada setiap stasiun pengamatan ....... 30

8. Grafik nilai BOD rata-rata pada setiap stasiun pengamatan ...... 31

9. Grafik nilai NO3-N rata-rata pada setiap stasiun pengamatan .. 32

10. Grafik nilai Alkalinitas rata-rata pada setiap stasiun

pengamatan ............................................................................. 33 11. Grafik nilai Orthofosfhat rata-rata pada setiap stasiun pengamatan ............................................................................. 34 12. Kelimpahan relatif nekton di Sungai Cihideung Bogor, Jawa Barat .............................................................................. 36 13. Grafik hubungan kelimpahan nekton dengan rata-rata curah hujan ...................................................................................... 39 14. Grafik Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), dan Dominansi (C) nekton berdasarkan lokasi pengamatan ........... 42 15. Grafik Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), dan Dominansi (C) nekton berdasarkan waktu pengambilan sampel ..................................................................................... 43

16. Dendrogram tingkat kesamaan habitat antar stasiun berdasarkan parameter fisika dan kimia ................................. 46

17. Dendrogran tingkat kesamaan habitat antar stasiun berdasarkan jumlah nekton ..................................................... 47

18. Grafik hubungan antara jumlah nekton dan kecepatan arus ..... 49 19. Grafik analisis komponen utama ............................................. 50

Page 12: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Foto kondisi stasiun di Sungai Cihideung .............................. 57

2. Klasifikasi jenis nekton yang tertangkap di Sungai Cihideung Bogor tahun 2008 .................................................................. 61

3. Foto jenis-jenis nekton di Sungai Cihideung .......................... 62

4. Nilai indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C) ........................................................................ 65 5. Alat electrofishing .................................................................. 68

6. Matrik korelasi (PCA) ........................................................... 69 7. Data pengukuran parameter fisika-kimia perairan ................... 70

Page 13: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sungai merupakan ekosistem perairan mengalir yang airnya berasal dari

sumber air dan limpasan satuan-satuan hidrologi dalam daerah alirannya. Sungai

dapat diibaratkan sebagai organisme hidup karena mengalami pola perubahan

fisik seiring dengan berlalunya waktu. Pada umumnya, semakin tua sungai, maka

lembahnya akan semakin dalam dan anak sungainya akan semakin panjang dan

rumit (Lablink, 2001). Sungai sebagai lingkungan hidup manusia merupakan

sumberdaya alam yang dapat dipergunakan untuk kesejahtraan manusia. Sungai

mempunyai fungsi yang beranekaragam diantaranya untuk keperluan domestik,

pertanian, perikanan, irigasi, perindustrian dan tenaga penggerak turbin. Di sisi

lain sungai menerima berbagai limbah dari hasil kegiatan-kegiatan tersebut,

hingga sebagai khazanah budaya dan pengetahuan.

Nekton adalah organisme yang dapat berenang dan bergerak aktif dengan

kemauan sendiri, misalkan ikan, amfibi, serangga air besar dan termasuk golongan

ini (Odum, 1996). Banyaknya speises nekton di suatu perairan dapat memberikan

gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga

(1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton di perairan, termasuk sungai

dapat mendeskripsikan tingkat kompleksitas suatu komunitas nekton di perairan

tersebut.

Komunitas adalah kumpulan dari berbagai macam jenis organisme dan

ukuran populasi yang hidup dalam habitat tertentu dan merupakan satu kesatuan

yang terorganisir dengan komponen-komponen individu dan fungsi metabolisme

yang berdampingan dengan ekosistem (Odum, 1971). Diasumsikan bahwa

keragaman spesies yang tinggi menunjukan bahwa suatu komunitas memiliki

kompleksitas tinggi, karena dalam komunitas itu terjadi interaksi spesies yang

tinggi pula dan melibatkan transfer energi (jaring-jaring makanan), predasi,

kompetisi dan pembagian relung (Soegianto, 1994 in Sinaga, 1995). Buchar

(1998) menjelaskan bahwa di dalam ekosistem perairan ada dua aspek yaitu

organisme hidup dan proses ekologis. Kedua aspek tersebut tidak dapat diabaikan.

Page 14: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

Kebanyakan di dalam komunitas ada saling keterkaitan antara organisme dengan

lingkungannya sebagai satu proses ekologi yang tidak dipisahkan.

Konsep komunitas sangat relevan diterapkan untuk menganalisis

lingkungan perairan, karena komposisi dan karakter dari suatu komunitas

merupakan indikator yang cukup baik untuk menunjukan dimana komunitas

tersebut berada. Penelitian ini berkaitan dengan penelaahan habitat dan struktur

komunitas nekton pada segmen Sungai Cihideung. Penelitian sebelumnya yang

dilakukan di sungai ini adalah tentang struktur komunitas macrozobenthos oleh

Hadiati (2000), Hutapea (2007) dan Silfiana (2009). Diharapkan penelitian ini

akan memberikan informasi yang bermanfaat bagi pengelolaan sungai tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

Sungai Cihideung merupakan bagian dari DAS Cisadane yang melintasi

berbagai pemukiman penduduk. Sumberdaya hayati nekton yang ada di sungai ini

mempunyai peran penting agar fungsi alamiahnya dapat dipertahankan. Sungai

Cihideung saat ini dimanfaatkan oleh masyarakat sekitarnya untuk berbagai

keperluan seperti kegiatan MCK, kegiatan pertanian, buangan limbah rumah

tangga, industri rumah tangga dan kegiatan penggalian pasir. Akibat banyaknya

aktifitas masyarakat di sepanjang Sungai Cihideung menyebabkan kondisi

perairannya terganggu dan mempengaruhi stabilitas ekosistem perairan tersebut

serta mengancam terhadap keberadaan biota yang hidup di Sungai Cihideung,

salah satunya nekton. Keberadaan nekton dapat dipengaruhi oleh perubahan

kualitas perairan di sekitarnya. Berdasarkan penelitian Silfiana (2009) di Sungai

Cihideung tentang struktur komunitas makroavertebrata bahwa dilihat dari indeks

biologi makroavertebrata Sungai Cihideung termasuk kualitas air tergolong

sedang hingga baik. Oleh karena itu, untuk melihat seberapa besar pengaruh

perubahan kondisi perairan terhadap keberadaan nekton di sungai diperlukan

penelitian mengenai habitat dan struktur komunitas nekton sebagai salah satu

metode untuk melihat kondisi perairan di Sungai Cihideung yang pada saat ini

belum banyak dilakukan.

Page 15: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

Ungai Cihideung

Gambar 1. Skema pendekatan masalah struktur komunitas dan adaptasi nekton di Sungai Cihideung, Bogor. Jawa Barat.

1.3. Tujuan

Penelitian di Sungai Cihideung ini bertujuan:

1. Mengetahui habitat nekton dan hubungannya dengan struktur komunitas.

2. Mengetahui struktur komunitas meliputi aspek komposisi dan kelimpahan

nekton di Sungai Cihideung

Perubahan Alam

Hidrodinamika

Aktifitas Komposisi

dan kelimpahan

nekton

Struktur Komunitas

Nekton

Parameter

fisika

Parameter kimia

Page 16: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sungai

Sungai merupakan suatu perairan terbuka yang memiliki arus, perbedaan

gradien lingkungan, serta masih dipengaruhi daratan. Sungai memiliki beberapa

ciri antara lain: memiliki arus, resident time (waktu tinggal air), organisme yang

ada memiliki adaptasi biota khusus, substrat umumnya berupa batuan, kerikil,

pasir dan lumpur, tidak terdapat stratifikasi suhu dan oksigen, serta sangat mudah

mengalami pencemaran dan mudah pula menghilangkannya (Odum, 1996).

Terdapat tiga kondisi yang membedakan sungai dan kolam yaitu: (a) arus

di lingkungan sungai menjadi pengontrol utama dan faktor bagi kehidupan

organisme yang ada, (b) sungai memiliki hubungan tanah dan air yang relatif lebih

luas, sehingga komponen jaring-jaring makanannya sebagian berasal dari luar dan

lebih bervariasi, dan (c) sungai mengalami tekanan oksigen yang lebih seragam

dengan sedikit atau bahkan tidak ada stratifikasi termal atau pun kimia (Odum,

1971). Secara ekologis menurut Odum (1996) sungai memiliki dua zona utama

yaitu:

1. Zona air deras

Daerah yang dangkal dimana kecepatan arus cukup tinggi untuk

menyebabkan dasar sungai bersih dari endapan dan materi lain yang lepas,

sehingga dasarnya padat. Zona ini dihuni oleh bentos yang beradaptasi

khusus yang dapat melekat atau berpegang dengan kuat pada dasar yang

padat dan oleh ikan yang kuat berenang

2. Zona air tenang

Bagian air yang dalam kecepatan arus sudah berkurang, lumpur dan

materi lepas cendrung mengendap di dasar, sehingga dasarnya lunak, tidak

sesuai untuk bentos permukaan tetapi cocok untuk penggali nekton dan

pada beberapa plankton.

Pada perairan sungai, biasanya terjadi percampuran masa air secara

menyeluruh dan tidak terbentuk stratifikasi vertikal kolom air seperti pada

Page 17: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

perairan leuntik. Kecepatan arus, erosi, dan sedimentasi merupakan fenomena

yang biasa terjadi di sungai sehingga kehidupan flora dan fauna sangat

dipengaruhi oleh ketiga variable tersebut. Menurut Lablink (2001) bahwa sungai

memiliki proses dimana air hujan yang jatuh ke bumi, sebagian menguap kembali

menjadi air di udara, sebagian masuk ke dalam tanah, sebagian lagi mengalir di

permukaan. Aliran air di permukaan ini kemudian akan berkumpul mengalir ke

tempat yang lebih rendah dan membentuk sungai yang kemudian mengalir ke laut.

Menurut Davis (1980) in Lablink (2001) bahwa sungai dan lembahnya

ibarat organisme hidup. Sungai berubah dari waktu ke waktu, mengalami masa

muda, dewasa, dan masa tua, yang mana siklus kehidupan sungai dimulai ketika

tanah baru muncul diatas permukaan laut. Hujan kemudian mengikisnya dan

membuat parit, kemudian parit-parit itu bertemu sesamanya dan membentuk

sungai. Danau menampung air pada daerah yang cekung, tapi kemudian hilang

sebagai sungai dangkal. Kemudian memperdalam salurannya dan mengiris ke

dasarnya membentuk sisi yang curam, lembah bentuk V. Anak-anak sungai

kemudian tumbuh dari sungai utamanya seperti cabang tumbuh dari pohon.

Semakin tua sungai, lembahnya semakin dalam dan anak-anak sungainya semakin

panjang. Berikut adalah gambar perubahan penampang sungai (Lablink, 2001):

Gambar 2. Perubahan penampang sungai (Lablink, 2001).

Keterangan :

1. Sungai masih bayi;awal terbentuknya sungai, sempit dan curam

2. Sungai muda; anak sungai bertambah

3. Sungai dewasa daerah alirannya semakin melebar dan berkelok

4. Sungai sudah tua sekali

1

4

2

3

Page 18: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

Secara alami, fungsi sungai adalah sebagai penyalur masa hujan yang jatuh

di daratan dan mengalir ke laut berdasarkan prinsip garvitasi. Karenanya, bila alur

alirannya terganggu (tersumbat), masa airnya akan meluap dan akibatnya akan

terjadi banjir. Keadaan sungai di daerah hulu yang terletak di dataran tinggi

merupakan daerah rawan erosi dan keadaan sungai di daerah hilir yang terletak di

dataran rendah merupakan daerah rawan deposisi, sehingga antara kedua daerah

tersebut (hulu dan hilir) keadaan perairannya, terutama kualitas airnya berbeda

sekali (Payne, 1986).

2.2. Karakteristik fisika dan kimia di sungai

2.2.1. Karakeristik fisika perairan

Arus air merupakan ciri utama dari jenis perairan mengalir. Kecepatan arus

dapat bervariasi sangat besar, di tempat yang berbeda dari suatu aliran yang sama

(membujur atau melintang dari poros arah aliran) dan dari waktu ke waktu dan

merupakan faktor berharga yang patut dipertimbangkan untuk dapat diukur,

kecepatan arus di sungai ditentukan oleh kemiringan, kekerasan, kedalaman, dan

kelebaran dasarnya (Odum, 1996). Menurut Darajat (2008), jenis batuan dibagi

menjadi beberapa bagian diantaranya Boulder (bongkahan) >256 mm; Cobble

(karakal) 64-256 mm; Pebble (kerikil) 2-64 mm; Sand (pasir) 1/6-2 mm; Sand

stone silt (Lanau) 1/256-1/16 mm; dan Silt batu lanau clay (lempung) <1/256 mm.

Menurut Payne (1986), arus tergantung pada alur sungai, lokasi arus

tercepat dapat berada di tengah atau pinggiran sungai. Pada alur sungai yang

lurus, arus yang tercepat berada di tengah sungai. Hal ini adalah sesuai dengan

hukum fisika mengenai gesekan (friction) yaitu daerah yang terbebas dari gesekan

adalah daerah yang tercepat arusnya. Pada alur sungai yang berkelok (meander),

bagian yang tercepat arusnya adalah di pinggir bagian luar sungai.

Menurut Whitton (1975), kecepatan arus merupakan faktor penting di

perairan. Mason (1981)) mengelompokan sungai berdasarkan kecepatan arusnya

yaitu: arus yang sangat cepat (>1 m/detik), arus yang cepat (0.5-1 m/detik), arus

yang sedang (0,25-0,5 m/detik), arus yang lambat (0,1-0,25 m/detik), dan arus

yang sangat lambat (<0,1 m/detik). Arus dalam perairan mengalir merupakan

Page 19: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

faktor pembatas karena plankton-plankton yang merupakan makanan bagi nekton

tidak dapat bertahan dan cendrung untuk terbawa arus. Hal ini merupakan faktor

pembatas bagi jenis nekton untuk memperoleh makanan.

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude),

ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara,

penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu

berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air (Effendi, 2003).

Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi,

dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas

dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2, dan sebagainya (Haslam, 1995 in Effendi,

2003).

Lebar badan sungai merupakan jarak titik di satu sisi sungai dimana

merupakan titik tertinggi air dengan titik sisi sungai di seberangnya. Penentuan

nilainya berguna untuk melihat perubahan debit air.

Kedalaman merupakan salah satu parameter fisika, dimana semakin dalam

perairan maka intensitas cahaya yang masuk semakin berkurang. Kedalaman

merupakan wadah penyebaran atau faktor fisik yang berhubungan dengan banyak

air yang masuk kedalam suatu sistem perairan (Lumban Batu, 1983). Pengukuran

kedalaman dilakukan dengan paralon berskala. Paralon berskala ini dimasukan ke

dalam perairan dengan posisi tegak sampai menyentuh dasar perairan. Batas yang

ditunjukan pada paralon adalah kedalaman dari perairan tersebut.

Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan

merupakan ukuran transparasi yang ditentukan secara visual dengan

menggunakan secchi disk, dimana nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter.

Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan,

dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran

(Effendi, 2003). Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan saat cuaca cerah.

Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan

banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat

di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik

yang tersuspensi dan larut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan

Page 20: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

organik dan anorganik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (Effendi,

2003).

2.2.2. Karakteristik kimia perairan

Derajat keasaman (pH) merupakan parameter penera banyaknya ion

hidrogen yang terkandung dalam air. Nilai pH di sungai dipengaruhi oleh

karakteristik batuan dan tanah di sekelilingnya. Effendi (2003) menjelaskan

bahwa sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai

nilai pH sekitar 7-8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses kimia perairan.

Menurut Pescod (1973), pH yang ideal untuk kehidupan nekton berkisar antara

6,5-8,5.

Dissolved Oxygen (DO) atau Oksigen terlarut yaitu jumlah mg/l gas

oksigen yang telarut dalam air. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami

bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer

(Jeffries dan Mills, 1996 in Effendi, 2003). Semakin besar suhu dan ketinggian

(altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin

kecil. Di perairan tawar, kadar oksigen terlarut berkisar antara 15 mg/liter pada

suhu 0º C dan 8 mg/liter pada suhu 25º C. Kadar oksigen terlarut di perairan alami

biasanya kurang dari 10 mg/liter (Effendi, 2003). Menurut Pescod (1973), ada tiga

sumber utama oksigen dalam air yaitu, masukan oksigen lewat air tanah, limpasan

air permukaan (surface run of), fotosintesis, dan aerasi fisik.

Keadaan perairan dengan kadar oksigen yang sangat rendah berbahaya

bagi organisme akuatik. Semakin rendah kadar oksigen terlarut, semakin tinggi

toksisitas (daya racun) zinc, copper (tembaga). lead (timbal), sianida, hidrogen

sulfida, dan amonia. Perairan yang diperuntukan bagi kepentingan perikanan

sebaiknya memiliki kadar oksigen tidak kurang dari 5 mg/liter (Effendi, 2003).

Biochemical Oxygen Demand (BOD5) merupakan gambaran secara tak

langsung kadar bahan organik. BOD5 menunjukan jumlah oksigen yang

dikonsumsi oleh mikroba aerob ketika mengoksidasi bahan organik menjadi

karbondioksida dan air, yang terdapat pada botol BOD yang diinkubasi pada suhu

20oC selama 5 hari dalam keadaan tanpa cahaya (Boyd, 1988 in Effendi, 2003).

Bahan organik yang digambarkan oleh BOD hanyalah bahan organik yang

Page 21: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

terdekomposisi secara biologis (biodegradable). Contoh bahan organik ini adalah

lemak, protein, kanji, glukosa, aldehid dan ester (Effendi, 2003).

Keberadaan Nitrat-Nitrogen (NO3-N) mendukung keberadaan fitoplankton

yang merupakan makanan nekton. Secara hipotetik, kandungan nitrat yang tinggi

dapat mendukung produktifitas yang tinggi pula. Kandungan optimum NO3-N

yang dibutuhkan bagi pertumbuhan alga dan fitoplankton berkisar 0,3-17,0 mg/l.

Sedangkan kandungan NO3-N yang dapat memberikan pengaruh pembatas bagi

pertumbuhan alga dan fitoplankton berkisar ≤0,10 mg/l dan ≥45,0 mg/l (Mahida,

1993 in Ali, 1994).

Fosfor merupakan suatu elemen penting dalam aktifitas biologi suatu

oranisme. Ketersediannya sering menentukan produktifitas suatu perairan (Boyd,

1990). Konsentrasi fosfor ditentukan oleh proses dekomposisi, bilasan phosphat

dari daerah yang dilalui air (run off), pelapukan batuan, pupuk buatan, serta

buangan domestik dan detergen.

Fosfor dalam air terdapat dalam bentuk senyawa anorganik

(orthophosphat, metaphosphat dan polyphosphat) dan senyawa organik yang

terdapat dalam tubuh organisme maupun sisa organisme. Bentuk senyawa fosfor

yang dapat langsung dimanfaatkan oleh organisme nabati (bakteri, fitoplankton

dan makifita) adalah orthophosphat (Hariyadi et al., 1992). Kandungan phosphat

dalam air merupakan karakteristik kesuburan perairan yang bersangkutan. Pada

umumnya perairan yang mengandung phosphat antara 0,003-0,010 mg/l

digolongkan pada perairan oligotrofik; 0,011-0,030 mg/l adalah perairan

mesotrofik; dan 0,031-0,100 mg/l adalah perairan eutrofik. Sedangkan untuk

pertumbuhan optimal organisme nabati akuatik diperlukan fosfat antara 0,090-

1,800 mg/l (Chu in Mackentum, 1969).

Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam, atau

dikenal dengan sebutan acid-neutralizing capacity (ANC) atau kuantitas anion

didalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas juga diartikan

sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH perairan

(Effendi, 2003). Nilai alkalinitas perairan alami hampir tidak pernah melebihi 500

mg/liter CaCO3. Perairan dengan nilai alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu

Page 22: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

disukai oleh organisme akuatik karena biasanya diikuti dengan nilai kesadahan

yang tinggi atau kadar garam natrium yang tinggi (Effendi, 2003).

Menurut Effendi (2003) bahwa alkalinitas perairan berkaitan dengan

gambaran kandungan karbonat dari batuan dan tanah yang dilewati oleh air serta

sedimen dasar perairan. Nilai alkalinitas tinggi biasanya juga ditemukan di

wilayah kering dimana terjadi evaporasi secara intensif. Nilai alkalinitas yang baik

berkiar antara 30-500 mg/ liter CaCO3. Nilai alkalinitas pada perairan alami

adalah 40 mg/liter CaCO3. Perairan dengan nilai alkalinitas >40 mg/liter CaCO3

(Boyd, 1988 in Effendi, 2003).

2.3. Keanekaragaman Sumberdaya Hayati Nekton

Keanekaragaman hayati adalah suatu ukuran untuk mengetahui

keanekaragaman kehidupan yang berhubungan erat dengan jumlah suatu

komunitas (Kottelat at al., 1993). Keanekaragaman jenis (H’), keseragaman (E),

dan dominansi (C) merupakan indeks yang sering digunakan untuk mengevaluasi

keadaan suatu lingkungan perairan berdasarkan kondisi biologi. Suatu lingkungan

yang setabil dicirikan oleh kondisi yang seimbang dan mengandung kehidupan

yang beranekaragam tanpa ada suatu spesies yang dominan (Odum, 1971).

Ekosistem yang baik mempunyai ciri-ciri keanekaragaman jenis yang tinggi dan

penyebaran jenis individu yang hampir merata di setiap perairan. Perairan yang

tercemar pada umumnya kekayaan jenis relatif rendah dan di dominansi oleh jenis

tertentu (Krebs, 1972).

Menurut Herteman (2003) mengatakan bahwa keanekaragaman hayati

dapat dipilih menjadi 3 taraf yang ada, yaitu: keanekaragaman ekosistem,

keanekaragaman spesies dan keanekaragaman genetik.

1. Keanekaragaman ekosistem

Keanekaragaman ekosistem berhubungan dengan keanekaragaman

habitat dan kesehatan komplek-komplek habitat yang berbeda-beda.

Ekosistem perairan mengadakan suatu siklus-siklus nutrien (rantai makanan)

dan siklus air, oksigen, karbondioksida, dan siklus biogeokimia. Proses-

proses ekologis sangat menentukan besarnya produksi primer dan sekunder

(arus energi), mineralisasi, bahan-bahan organik dalam sedimen,

Page 23: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

penyimpanan, dan transport mineral serta biomassa (Harteman, 1998).

Upaya-upaya untuk melestarikan spesies-spesies ikan dan binatang air

lainnya adalah dengan menjaga kelestarian ekosistem habitat mereka yang

menjadi bagian kehidupan spesies (McNeely, 1992 in Harteman, 1998).

2. Keanekaragaman spesies

Keanekaragaman spesies adalah konsep variabilitas ikan-ikan yang

hidup di perairan tawar, payau, dan laut, yang kemudian diukur dengan

jumlah seluruh spesies. Diperkirakan sekitar 40.000 spesies ikan yang hidup

di seluruh dunia dan sekitarnya 19.000 spsies lebih yang sudah

teridentifikasi dan diberi nama secara ilmiah (Harteman, 1998).

Keanekaragaman spesies terdiri atas dua komponen, yaitu jumlah spesies

yang ada (umumnya mengarah ke kekayaan spesies) dan kelimpahan relatif

spesies mengarah ke keseragaman (evenness atau equitability). Keanekaragaman

pada umumnya diukur dengan memakai pola distribusi beberapa ukuran

kelimpahan (individu atau produktivitas) di antara spesies (Clark, 1974 in

Nurcahyadi, 2003).

Menurut Mann (1981) in Harteman (1998) bahwa dominansi jenis sering

terjadi karena beberapa hal antara lain kompetisi pakan alami oleh jenis tertentu

yang disertai perubahan kualitas lingkungan, tidak seimbangnya antara predator

dan mangsa sehingga terjadi kompetisi antar jenis. Sejumlah besar nekton yang di

perairan sungai, membentuk komunitas yang berbeda-beda dan tiap jenis nekton

memiliki spesialisasi dan mampu memanfaatkan pakan dengan seefisien mungkin,

karena persaingan antara jenis dalam memperoleh pakan alami.

Scheimer & Zalewski (1992) mengatakan bahwa keheterogenan habitat

dan kualitas air juga diperhitungkan sebagai penyebab keanekaragaman nekton di

sungai. Secara ekologi diasumsikan bahwa keanekaragaman spesies yang tinggi

menunjukkan keseimbangan ekosistem yang lebih baik dan memiliki elastisitas

terhadap berbagai bencana, seperti penyakit, predator, dan lainnya. Sebaiknya

keanekaragaman yang rendah (jumlah spesies sedikit) menunjukkan sistem yang

stress atau sistem yang sedang mengalami kerusakan, misalnya bencana alam,

polusi, dan lain-lain. Clark (1974) in Sinaga (1995) mengatakan bahwa dalam

ekologi biasanya digunakan indeks keanekaragaman sebagai ukuran kondisi suatu

Page 24: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

ekosistem yang mungkin dipengaruhi oleh berbagai gangguan lingkungan. Hal ini

berdasarkan asumsi bahwa populasi dari spesies-spesies terbentuk secara

bersama-sama, berinteraksi suatu dengan lainnya, juga terhadap lingkungan dalam

berbagai cara dimana hal tersebut menentukan jumlah spesies yang ada serta

kelimpahan relatifnya.

2.4. Karakteristik Nekton di Sungai dan Pola Adaptasinya

Dalam ilmu ekologi, adaptasi berarti suatu proses evolusi yang

menyebabkan organisme mampu hidup lebih baik dibawah kondisi lingkungan

tertentu dan sifat genetik yang membuat organisme menjadi lebih mampu untuk

bertahan hidup (McNaughton et al., 1973). Menurut Affandi et al. (2002) adaptasi

merupakan suatu proses penyesuaian diri secara bertahap yang dilakukan oleh

suatu organisme terhadap kondisi baru.

Odum (1996) menyatakan bahwa mekanisme adaptasi morfologi atau

fisiologi ikan yang terdapat di sungai untuk mempertahankan posisi pada air yang

mengalir diantaranya:

Memiliki alat pengait atau penempel, contohnya pada genus Glyptothorax

yang dibagian dadanya terdapat lipatan-lipatan kulit yang berfungsi sebagai

penempel.

Badan yang ”stream line” hampir semua binatang air deras dari larva sampai

ikan menunjukan bentuk yang “stream line” misalkan ikan jenis Tor sp.

Badan yang pipih yang memungkinkan mereka menemukan tempat

berlindung dibawah batu dan di celah-celah batu.

Rheotaxis positif, dimana binatang aliran ini hampir tidak bervariasi

berorientasi ke arah hulu dan bila dapat berenang terus-menerus bergerak

melawan arus.

Thigmotaxis positif, binatang aliran air yang mempunyai pola tingkah laku

yang diturunkan untuk melekat dekat permukaan atau menjaga badannya agar

dekat dengan permukaan.

Nekton yang hidup di perairan sungai memiliki komunitas yang berbeda-

beda. Setiap jenis nekton memiliki spesialisasi dan mampu memanfaatkan pakan

Page 25: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

dengan seefisien mungkin, karena adanya persaingan antar jenis nekton sangat

tinggi dalam hal memperoleh pakan alami. Menurut Effendie (1997), dalam

pengelompokan nekton secara umum berdasarkan kepada makanannya terdiri dari

ikan herbivora, karnivora, dan omnivora, dengan masing-masing ikan ini memiliki

perbedaan bentuk mulut maupun usus pencernaannya, yang disesuaikan dengan

kondisi lingkungan supaya dapat melangsungkan hidup.

Welcomme (1985) in Harteman (1998), menyatakan bahwa ikan air tawar

dapat dibagi kedalam tiga golongan: (i) jenis black fish, ikan ini memiliki

kemampuan adaptasi tinggi diseluruh habitat air tawar, karena tahan terhadap

perubahan lingkungan dan umumnya memiliki alat pernafasan tambahan

(labyrin). Contohnya Clarias (Clariidae), Channa (Channidae), Notopterus

(Notopteridae), dan Anabas (Anabantidae). Ikan tersebut termasuk jenis ikan

residen pada daerah tertentu. (ii) jenis white fish (ikan putihan), termasuk jenis

ikan yang aktif bermigrasi selama hidupnya dan sangat sensitif terhadap

perubahan lingkungan. Ikan tersebut tidak mampu berdaptasi dengan lingkungan

yang terus menerus berubah dan ikan ini hidup dibagian permukaan air.

Contohnya Rasbora, Osteochilus, Thynnichthyes (Cyprinidae), dan Pangasius

(Pangasiidae) dan (iii) ikan moderat, ikan ini memiliki kemampuan beradaptasi

lebih dari ikan jenis white fish dan dapat ditemukan diberbagai tipe habitat. Jenis

ikan ini kebanyakan hidup di aliran sungai. Contohnya Crossocheilus

(Cyprinidae).

Lagler (1972) mengemukakan bahwa ikan-ikan di sungai tropika pada

umumnya mempunyai ciri kemampuan beradaptasi yang besar terhadap dua faktor

lingkungan terpenting di sungai, yaitu arus yang deras dan oksigen terlarut yang

rendah saat musim kemarau. Adaptasi terhadap arus kuat dicapai melaui tiga

mekanisme yaitu mempunyai struktur yang membenam ikan tersebut untuk

melekat pada tanaman atau vegetasi; mempunyai kemampuan untuk beradaptasi

pada arus deangan berlindung pada ceruk-ceruk batu; dan kemampuan untuk

berenang cepat. Adaptasi terhadap kandungan oksigen yang rendah pada dasarnya

dapat terjadi karena dimilikinya alat pernafasan tambahan (seprti labirin;

arborescent organ, dan alat-alat lainnya); mempunyai anatomi khusus pada mulut

untuk mengambil oksien dipermukaan berupa mulut yang kecil yang posisinya

Page 26: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

kearah dorsal serta kepala kecil serta mempunyai adaptasi fiologis berupa

tingginya afinitas darah terhadap oksigen.

2.5. Metode Penangkapan Nekton di Sungai

Menurut Kotelat et al. (1993) dalam melakukan pengkajian populasi

nekton di sungai, digunakan alat tangkap yang disesuaikan dengan kondisi

lingkungan, agar dalam penggunaannya dapat efektif dan efisien. Alat tangkap

yang akan dipergunakan adalah elektrofishing dan serok.

2.5.1. Electrofishing

Electrofhising bertujuan untuk mengumpulkan nekton dalam jumlah

tertentu yang efektif digunakan di perairan mengalir, walaupun pada kasus

tertentu dapat juga digunakan di perairan yang tenang. Beberapa jenis

elektrofhising cukup kecil dan ringan untuk digunakan seperti membawa tas

punggung, namun ada juga jenis tertentu yang berat sehingga harus dibawa oleh

2-3 orang, dengan menggunakan generator sebagai sumber listrik (Lagler, 1972)

Pada umumnya elektrofhising gear terdiri dari 3 bagian utama. Pertama,

unit sumber tenaga (the power unit) yang berfungsi untuk mengalirkan 2-3 fase

arus alternatif. Waarden (1957) mengatakan bahwa besarnya produksi energi

bagian ini pada akhirnya akan ditentukan oleh keadaan konduktifitas perairan.

Dimana konduktivitas perairan tersebut tergantung pada temperatur dan

komposisi ionik perairannya. Unit berikutnya adalah peubah yang mampu

mengalihkan arus alternatif menjadi arus langsung (direct current). Bagian ketiga

adalah elektroda, yang wilayah kekuatannya ditentukan oleh bentuknya

(Couchman, 2002 in Septiano, 2006 ).

Elektroda terdiri dari 2 tipe, anoda (kutub positif) dan katoda (kutub

negatif). Pemilihan bahan dan material dapat mempengaruhi efesiensi penggunaan

electrofishing tersebut. Ketika mengaplikasikan arus langsung ukuran arus pada

katoda idealnya lebih besar sekurang-kurangnya 3 kali dibandingkan anoda

(Couchman, 2002 in Septiano, 2006).

Arus langsung adalah yang paling umum digunakan, dengan media anoda

dan katoda permanen. Biasanya ikan akan tertarik pada anoda, namun bersifat

Page 27: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

menolak katoda. Menurut Viber (1967), arus langsung pada electrofishing

menyebabkan peningkatan daya kerja atau respon otot dan saraf. Ada beberapa

tahap reaksi pada ikan yang melintas medan arus listrik:

Gambar 3. Skema rangkuman tahapan reaksi ikan terhadap electrofoshing (Vibert, 1967).

2.5.2. Serok

Kotelat et al. (1993) mengatakan alat yang paling bermanfaat untuk

mengumpulkan nekton berukuran kecil dari sebagian besar perairan adalah jala

serok, dengan ukuran minimum mata jaring kira-kira 1,5-2,0 mm, ukuran

bingkainya 50-70 cm x 40-50 cm. Jaring semacam ini pada umumnya digunakan

di parit–parit atau sungai-sungai kecil untuk mengumpulkan nekton kecil dengan

memegangnya secara tegak lurus kearah jenis nekton yang akan ditangkap. Jaring

ini juga banyak digunakan untuk mengumpulkan jenis nekton yang hidup diantara

vegetasi yang lebat, diantara akar-akar tumbuhan yang mengapung dan diantara

vegetasi pesisir.

Efek penarikan dan efek

penolakan

Keadaan terdiam karena

kekakuan otot

Efek Kejut (Frightening

Effect)

Page 28: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

III. METODE PENELITIAN

3.1. Penentuan Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai bulan Oktober 2008.

pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 kali selama 3 bulan. Lokasi penelitian

dibagi atas 4 stasiun. Pembagian stasiun ini berdasarkan fungsi dan pemanfaatan

tata guna lahan sepanjang Sungai Cihideung. Dalam penentuan stasiun dan

pengamatan sebelumnya dilakukan survei pendahuluan. Survei pendahuluan

dilakukan pada bulan Juli 2008. Berikut ini adalah gambar peta Sungai Cihideung,

Kab. Bogor-Jawa Barat.

Gambar 4. Peta Sungai Cihideung dan daerah sekitarnya

Sumber : Jabotabek Map

Page 29: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

3.2. Prosedur Pengambilan Contoh Sampel di Lapangan

3.2.1. Pengumpulan nekton

Nekton diambil menggunakan alat tangkap electrofishing. Satu stasiun

terdiri 4 sub-stasiun secara zig-zag yaitu di pinggir sungai. Setiap pengambilan

sampel pada setiap sub-stasiun memerlukan waktu 15 menit, sehingga total waktu

pengamatan adalah 1 jam perstasiun. Agar aki tetap mendapatkan daya listrik

yang maksimal, maka setiap melakukan sampling dilakukan pengisian aki atau di

charge terlebih dahulu. Ilustrasi teknik atau jalur pengambilan sampel nekton

dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Posisi penentuan substasiun di tiap stasiun

Sampel nekton yang didapat kemudian dimasukan ke dalam plastik dan

dilakukan perendaman dalam formalin 10% untuk menghindari proses

pembusukan. Sampel nekton yang terkumpul kemudian dibawa ke laboratorium

Biologi Makro, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor

untuk diidentifikasi.

3.2.2. Pengukuran dimensi sungai

Dimensi sungai yang diukur setiap kali sampling dilakukan dapat dilihat

pada Tabel 1.

Pinggir sungai

1 2

3

4

Pinggir sungai

Page 30: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

Tabel 1. Dimensi sungai

Dimensi Satuan Alat

Lebar sungai cm Tali skala

Kedalaman cm Tongkat skala

3.2.3. Pengukuran Parameter Fisika Kimia Air

Pengambilan contoh air untuk parameter fisika-kimia dilakukan di satu

tempat pada setiap stasiun, kecuali pengamatan kecepatan arus dan kedalaman air

yang diukur di 4 substasiun. Dalam pengukuran parameter fisika dan kimia

perairan dengan menggunakan data primer, yaitu pengukuran parameter terbagi

menjadi pengukuran di lapangan dan pengukuran di lab Produktivitas Lingkungan

Perairan IPB. Sampel air yang akan di analisis di lab dimasukan ke dalam botol

sampel ukuran 1 liter dan dimasukan ke dalam cool box atau freezer, kemudian

sampal diukur di lab keesokan harinya. Pengukuran dan alat yang digunakan

untuk pengambilan sampel terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2. Metode pengambilan parameter kualitas air di daerah Sungai Cihideung

Parameter Satuan alat/ cara pengambilan sample air

Fisika

Arus Sungai Suhu Kecerahan Kekeruhan

m/detik oC % NTU

bola pingpong termometer secchi disk turbidimeter

Kimia pH DO BOD Nitrat-Nitrogen (NO3-N) Alkalinitas Orthophosphat

- mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l

pH meter titrasi titrasi spektrofotometer titrasi Spektrofotometer

Page 31: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

3.3. Prosedur kerja Lab

Nekton yang telah diawetkan selanjutnya di amati di Lab Biologi Makro

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK IPB. Identifikasi jenis untuk

ikan menggunakan buku identifikasi berdasarkan Kottelat et al. (1993) dan

identifikasi udang menggunakan buku identifikasi berdasarkan Lovett (1981).

Sampel nekton yang telah diidentifikasi dikelompokan dan dicacah.

3.4. Analisis Data

Untuk menganalisis data dimana dilakukan pengumpulan untuk nekton

sungai meliputi data komposisi jenis, kelimpahan relatif, frekuensi keterdapatan,

indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, indeks dominansi, kemiripan

habitat antar stasiun dan analisis komponen utama (PCA). Data-data tersebut

dianalisis menurut kaidah sebagai berikut:

3.4.1. Komposisi Jenis

Komposisi jenis diperoleh dari data ukuran dan jumlah spesies nekton yang

diperoleh dari setiap lokasi dengan 3 stasiun yang telah ditentukan.

3.4.2. Kelimpahan Relatif

Perhitungan kelimpahan relatif setiap jenis nekton dilakukan dengan

perhitungan persentase jumlah, dengan persamaan yang digunakan adalah (Krebs,

1972) :

Kr = Nni x 100 %

Keterangan :

Kr = Kelimpahan Relatif ni = Jumlah individu spesies ke-i N = Jumlah total individu semua jenis

3.4.3. Frekuesi Keterdapatan

Frekuensi keterdapatan digunakan untuk menunjukan luasnya penyebaran

lokal jenis tertentu. Hal ini dilihat dari frekuensi (%) nekton yang tertangkap,

dimana dengan menggunakan persamaan (Misra,1968) :

Page 32: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

Fi =Tti X 100 %

Keterangan :

Fi = Frekuensi keterdapatan ikan spesies ke-i yang tertangkap (%) Ti = Jumlah stasiun dimana spesies ke-i tertangkap T = Jumlah semua stasiun

Bila persentase mendekati 100% maka nekton tersebut memiliki

penyebaran lokal yang luas. Sedangkan jika jenis nekton yang memiliki nila Fi

mendekati 0 % merupakan jenis ikan yang penyebaran lokal sempit atau terbatas.

3.4.4. Indeks Keanekaragaman

Odum (1996) menyatakan bahwa ada dua cara pendekatan untuk

menganalisis keragaman jenis dalam keadaan yang berlainan:(1) Pembandingkan-

pembanding yang didasarkan pada bentuk, pola atau persamaan kurva banyaknya

jenis, dan (2) Pembandingan yang didasarkan pada indeks keanekaragaman, yang

merupakan nisbah atau pernyataan matematika lainnya dari hubungan-hubungan

jenis kepentingan. Dalam menentukan suatu keanekaragaman nekton digunakan

indeks Shannon-Wiener (Brower dan Zar, 1977) sebagai berikut:

H’= -

Nni log2

Nni

Keterangan :

H’ = Indeks Diversitas Shannon-Winer ni = Jumlah individu spesies ke- i N = Jumlah individu semua spesies

Kisaran nilai indeks keanekaragaman menurut Kreb (1989) adalah:

H’ < 1 : keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap spesies

rendah dan kestabilan komunitas rendah.

1<H’<3 : keanekaragaman sedang, penyebaran jumlah individu tiap spesies

sedang dan kestabilan komunitas sedang.

H’>3 : keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap spesies

tinggi dan kestabilan komunitas tinggi.

Page 33: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

3.4.5. Indeks Keseragaman

Diversitas maksimun (Hmaks) terjadi bila kelimpahan semua speies di semua

staiun merata, atau apabila H’ = Hmaks = log2 rasio keanekaragaman yang terukur

dengan keanekaragaman maksimum dapat dijadikan ukuran keseragaman (E),

yaitu: (Odum, 1996)

E = maksH

H ' = SLog

H.

'

2

Keterangan :

E = Indeks Keseragaman H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Winner Hmaks = Keanekaragaman maksimum S = Jumlah spesies

Nilai indeks keseragaman berkisar antara 0-1, indeks yang mendekati 0

menunjukan adanya jumlah individu yang terkonsentrasi pada satu atau bebrapa

kenis, hal ini dapat diartikan ada bebrapa jenis biota yang memiliki jumlah

individu relatif banyak, sementara beberapa jenis lainnya memiliki jumlah

individu yang relatif sedikit. Nilai indeks keseragaman yang mendekati 1

menunjukna bahwa jumlah jumlah individu disetiap spesies adalah sama atau

hampir sama.

3.4.6. Indek Dominansi

Untuk mengetahui ada tidaknya, digunakan indeks dominan Simpson

(Odum, 1996):

C = ∑ 2

Nni

Keterangan :

C = Indeks Dominansi Simpson Ni = Jumlah individu spesies ke-i N = Jumlah individu semua spesies

Nilai indeks dominansi berkisar antara 0-1; indeks 1 menunjukan dominansi oleh

satu jenis spesies sangat tinggi (hanya terdapat satu jenis pada satu stasiun).

Page 34: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

Sedangkan indeks 0 menunjukan bahwa diantara jenis-jenis yang ditemukan tidak

ada yang dominansi.

3.4.7. Kemiripan Habitat Antar Stasiun

Kemiripan habitat antar stasiun berdasarkan kesamaan sifat fisika dan kimia

perairan dapat dihitung menggunakan Indek Similaritas Canberra (Legendre dan

Legendre, 1983):

Ic = 1-

n

i jXjXjXjX

n 1 21211

Keterangan:

Ic = Indeks Similaritas Canberra n = Jumlah parameter yang dibandingkan X1j dan X2j = Nilai parameter ke –i dan ke-j pada daerah yang berbeda

Nilai kesamaan berkisar antara 0-1; Ic = 0, menunjukan tingkat kesamaan yang

paling rendah dan Ic = 1, menunjukan tingkat kesamaan yang paling tinggi.

Kumpulan indeks similaritas canberra dibentuk dalam matrik similaritas canberra

dan kemudian dikombinasikan untuk pembuatan dendrogram berdasarkan metode

keterkaitan (ikatan) rata-rata antar kelompok. Dari nilai tingkat keterkaitan dapat

dibuat hirarki kelompok stasiun pengamatan. Sedangkan kemiripan habitat antar

stasiun berdasarkan kesamaan parameter biologi dihitung dengan menggunakan

indeks similaritas Bray-Curtis (Kreb, 1989).

Ib =

n

i

n

i

XikXij

XikXij

1

1

Keterangan :

Ib = Indeks Similaritas Bray-Curtis n = Jumlah spesies dalam sempel Xij dan Xik = Julah indibvidu spesies ke-i pada setiap stasiun

Page 35: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

3.4.8. Analisis komponen utama (AKU)

Informasi mengenai hubungan antara kelimpahan nekton dengan parameter

fisika-kimia perairan diperoleh dengan menggunakan pendekatan analisis statistik

multivariabel yang didasarkan pada Analisis Komponen Utama atau AKU

(Principal Component Analysis; PCA)

Analisis Komponen Utama (AKU) merupakan metode statistik deskriptif

yang bertujuan untuk mempersentasikan informasi maksimum yang terdapat

dalam suatu matrik data ke dalam bentuk grafik. Matrik data terdiri dari variabel

jumlah nekton sebagai individu (baris) dan variabel parameter fisika-kimia

perairan sebagai variabel kuantitatif (kolom). Data pada tabel diharapkan

memiliki bentuk yang homogen sehingga variasi dari suatu unit dapat

diinterpretasikan dengan cara yang identik untuk setiap variabel. Hal ini dilakukan

dengan penggunaan tabel atau matrik data yang dipusatkan dan direduksi. Rata-

rata setiap variabel dibawa ke nol melalui pengurangan, sedangkan simpangan

baku dibawa ke satu satuan dengan membagi setiap nilai oleh ragam atau varian

asli. Pengolahan data AKU dilakukan dengan piranti lunak Statistica 6.0 (Bengen,

2000).

Semakin dekat suatu titik variabel pada lingkungan korelasi, semakin

besar peranannya terhadap sumbu (grafik bidang). Korelasi terhadap sumbu sama

dengan koinis sudut antara sumbu dan garis lurus yang melewati pusat gravitasi

dan titik variabel. Dengan demikian, kita menginterpretasikan posisi suatu

variabel berdasarkan sudut yang dibentuk oleh garis lurus dengan sumbu atau

dengan variabel lain apabila variabel ini memberikan kontribusi yang besar (dekat

dengan lingkaran korelasi).

Matriks korelasi menjelaskan hubungan antar parameter yang ada. Tanda

minus atau plus menunjukan sifat korelasi negatif atau positif antar parameter.

Nilai positif yang mendekati satu (0,5 sampai 1) menjelaskan hubungan yang

berbanding lurus antar parameter. Nilai negatif yang mendekati minus satu (-0,5

sampai 1) menjelaskan hubungan yang berbanding terbalik antar parameter. Nilai

yang tidak erat atau tidak mempunyai pengaruh terhadap parameter yang lain

(Bengen, 2000)

Page 36: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Sungai Cihideung merupakan bagian dari DAS Cisadane yang mengalir

sepanjang Kabupaten Bogor. Sungai ini terletak di kaki Gunung Salak dan

bemuara di Sungai Cisadane (di belakang Laboratorium Rodentia IPB). Secara

umum sungai ini masih termasuk sungai yang ada di kawasan hulu sungai karena

dicirikan oleh substrat yang berbatu, dangkal, arus tergolong cepat hingga sedang

dan masih terletak didaerah dataran tinggi. Menurut Hutapea (2007) sungai

Cihideung memiliki panjang ± 10 km dengan kemiringan mulai dari hulu hingga

hilir yang cukup besar dan dasar sungai ini didominasi oleh batuan. Sungai ini

dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk berbagai keperluan sepeti sumber air

minum, sumber air baku bagi tempat pengolahan air IPB, MCK, irigasi,

perikanan, media pembuangan limbah rumah tangga, industri rumah tangga,

perladangan dan persawahan. Saat ini Sungai Cihideung masih memberikan

manfaat bagi para penduduk sekitar untuk melakukan usaha budidaya ikan air

tawar, pengelolaan air IPB dan irigasi. Menurut Hadiati (2000), kondisi disekitar

Sungai Cihideung menunjukan adanya kegiatan secara aktif yang dilakukan warga

yang dapat berdampak kepada kualitas perairan. Misalnya pada tahun 2006

terjadinya peningkatan jumlah usaha budidaya ikan tawar dibandingkan pada

tahun 1999. Hal ini diduga akan mempengaruhi kondisi perairan, sehingga

mempengaruhi keberadaan biota di dalamnya.

Sungai Cihideung melintasi beberapa Desa yang ada di Kecamatan

Dramaga, seperti Desa Purwasari, Desa Situ Daun, Desa Neglasari, Desa

Cinangneng, Desa Babakan Cihideung Hilir, Desa Leuwikopo dan Desa

Cibanteng. Pengamatan dilakukan di empat Stasiun, yaitu sebagai berikut:

a. Stasiun 1

Daerah Stasiun 1 berada di hulu sungai yang terletak di Desa Purwasari

dan Desa Situ Daun dengan titik koordinat (LS 06036’32.7”) dan (BT

106042’45.6”). Peraian sungai di daerah ini memiliki kondisi yang jernih dengan

substrat dasar berbatu, daerahnya yang terjal dengan arusnya cepat/deras (0,50

Page 37: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

m/detik) dan masih terdapat banyak pepohonan serta jauh dari permukiman

penduduk dengan jarak ± 1 km.

b. Stasiun 2

Stasiun 2 berada pada titik koordinat (LS 06034’42.7”) dan (BT

106043’21.6”) dengan jarak ± 4 km dan terletak di Desa Neglasari. Kondisi

perairan yang cukup jernih, dengan subtsrat dasar berkerikil dan berpasir, dangkal,

berarus sedang (0,36 m/detik) dan di sekitarnya terdapat persawahan.

c. Stasiun 3

Lokasi Stasiun 3 terletak di Desa Leuwikopo berjarak ± 3 km dari stasiun

3, dimana stasiun ini terdapat pada titik koordinat (LS 06033’53.6”) dan (BT

106043’25.8”) dengan kondisi lingkungannya padat oleh pemukiman penduduk.

Perairan Sungai ini memiliki arus yang sedang (0,38 m/detik), bersubstrat dasar

berbatu dan berlumpur. Pada segmen sungai ini banyak terdapat sampah dan

limbah yang berasal dari rumah tangga. Hal tersebut menyebabkan kondisi sungai

ini menjadi keruh.

d. Stasiun 4

Stasiun 4 terletak di wilayah kampus IPB yang berada di sekitar tempat

penjernihan air, jarak dari stasiun 3 ke stasiun 4 ± 1 km, dengan koordinat (LS

06033’39.9”) dan (BT 106043’19.6”) Perairannya bersubstrat batu dan pasir,

dangkal, dan terlihat keruh. Di sekitar Sungai ini terdapat bendungan dan kolam

pembudidayaan ikan, serta tidak jauh dari stasiun ini terdapat pertemuan antara

Sungai Cihideung dengan Sungai Cisadane.

a

Page 38: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

Gambar 6. Kondisi stasiun (a) Stasiun 1 (b) Stasiun 2 (c) Stasiun 3 (d) stasiun 4

c

b

d

Page 39: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

4.2. Kondisi Habitat Sungai Cihideung

Pengambilan sampel air dilakukan sebelum pengambilan sample nekton,

yang bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh perubahan kondisi perairan

terhadap struktur komunitas sumberdaya hayati nekton di sungai tersebut. Hasil

pengukuran parameter fisik-kimia perairan selama pengamatan dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 3. Kondisi fisika dan kimia Sungai Cihideung

Parameter Satuan Hasil Pengamatan Rata-rata±Standar Deviasi

Kisaran Baku Mutu (*) ST.1 ST.2 ST.3 ST.4

Fisika Suhu oC 26,3±0,25 26,7±0,58 27,3±0,25 26,3±0,093 26,3 - 27,3 (-) Kedalaman cm 26,58±4,91 20,83±10,10 33,2±5,77 29,3±8,84 20,83 - 33,2 (-) Kecerahan % 98,3±2,89 90±8,66 80±5,00 85±8,66 80 - 98.3 (-) Arus m/detik 0,52±0.07 0,36±0,09 0,38±0,06 0,32±0,17 0,32 – 0,52 (-) Kekeruhan NTU 14,8±4,75 16,3±4,04 27±12,77 22,33±5,86 14,8 - 27 (-) Lebar m 23,03±0,55 14,03±0,64 7,70±0,62 19,2±1,15 7,7 – 23,03 (-)

Kimia pH 6,5±0,404 6,7±0,405 6,7±4,66 6,5±0,998 6,5-6,.7 6 – 7 DO mg/l 7,03±0,516 7,22±0,595 5,25±0,597 6,56±0,445 5,25 - 7,22 > 3 BOD mg/l 1,28±0,15 1,39±0,23 1,96±0,17 1,92±0,66 1,28 – 1,96 < 6 NO3-N mg/l 0,486±0,247 0,482±0,218 0,580±0,189 0,499±0,214 0.482-0.580 < 20 Alkalinitas mg/l 63,23±5,28 55,90±10,05 60,67±4,04 59,63±1,48 45.50-66.85

Orthophosphat mg/l 0,111±0.01 0.202±0.07 0.229±0.08 0.176±0.06 0.111 - 0.23 < 1 Baku mutu kualitas air untuk kegiatan perikanan Keterangan : Tanda (-) Berarti parameter tersebut tidak di persyaratkan (*) : Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001

Berdasarkan Tabel 2 hasil analisis perairan yang diperoleh dapat dibagi

menjadi dua kelompok sebagai berikut:

4.2.1. Fisika perairan

a. Suhu

Suhu perairan pada keempat stasiun pengambilan contoh berkisar antara

26,3- 27,3 oC dengan suhu terendah terdapat di stasiun 1, 2, dan 4, sedangkan

suhu tertinggi pada stasiun 3. Variasi suhu tersebut disebabkan oleh adanya

Page 40: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

perbedaan waktu dan pengaruh lebatnya vegetasi tumbuh-tumbuhan di sekitar

perairan tersebut diduga menghalangi penetrasi sinar matahari yang masuk

kedalam perairan. Dari hasil pengamatan, nilai kisaran suhu keempat stasiun

tersebut masih tergolong dalam kisaran suhu normal dan masih layak bagi

organisme perairan. Berdasarkan Effendi (2003), kisaran suhu optimum bagi

pertumbuhan organisme di perairan adalah 20-30 oC.

b. Kecerahan dan kekeruhan

Nilai kecerahan pada keempat stasiun diperoleh kisaran antara 80-98,3%.

Nilai terendah pada stasiun 3 dan tertinggi pada stasiun 1. Nilai kecerahan yang

rendah disebabkan oleh kondisi perairan stasiun 3 yang keruh dari akibat

banyaknya masukan limbah rumah tangga, aktivitas MCK dan limpasan dari

persawahan, sehingga cahaya tidak menembus hingga ke dasar perairan, pada

kedalaman berkisar antara 50-100 cm. Hal ini diperjelas dengan besarnya nilai

kekeruhan pada stasiun 3 yaitu sebasar 27 NTU (Tabel 2). Sedangkan nilai

kecerahan tertinggi pada stasiun 1, disebabkan kondisi air yang jernih dan

daerahnya yang dangkal (30-50 cm) sehingga dasar perairannya terlihat jelas.

c. Kecepatan arus

Nilai kecepatan arus Sungai Cihideung dari hasil pengamatan berkisar 0,32-

0,52 m/detik. Kecepatan arus sangat dipengaruhi oleh jenis kemiringan topografi

perairan, jenis batuan dasar, debit air, dan curah hujan. Welch (1952) in Mason

(1981) membedakan arus ke dalam 5 kategori yaitu arus yang sangat cepat (>1

m/detik), arus yang cepat (0,5-1 m/detik), arus yang sedang (0,25-0,5 m/detik),

arus yang lambat (0,1-0,25 m/detit), dan arus yang sangat lambat (<0,1 m/detik).

Keempat stasiun yang memiliki kecepatan arus yang cepat yaitu terdapat pada

stasiun 1 dan tergolong arus sedang terdapat pada stasiun 2, 3, dan 4. Menurut

Hutapea (2007), Sungai Cihideung memiliki kemiringan mulai dari hulu hingga

hilir yang cukup besar, akibatnya laju air menjadi cukup cepat dan dasar

perairannya didominasi oleh batuan.

d. Dimensi sungai

Nilai dari lebar sungai dapat menjelaskan terjadinya perubahan topografi

perairan baik disebabkan oleh air hujan, bendungan dan saluran irigasi. Kisaran

Page 41: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

lebar Sungai Cihideung berkisar 7,7-23,03 m dengan lebar terbesar pada stasiun 1

yaitu 23,03 m dan terkecil pada stasiun 3 yaitu 7,7 m. Hal ini diduga berkaitan

dengan pola hujan pada saat sampling, dimana pada waktu pengamatan dilakukan

pada musim kemarau dan musim hujan sehingga mempengaruhi lebar sungai.

Stasiun 1 merupakan stasiun yang memiliki lebar sungai terbesar berkisar antara

22,4-23,3 m.

Kedalaman sungai dapat berubah-ubah sesuai keadaan lingkungan

sekitarnya yang biasanya sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Nilai kedalaman

terendah pada stasiun 2 dan tertinggi di stasiun 3 dengan kisaran antara 20,83 cm

dan 33,2 cm. Berdasarkan Hutapea (2007) bahwa Sungai Cihideung memiliki

topografi sungai yang landai dan dasar perairan seperti mangkuk yang menghadap

ke atas.

4.2.2. Kimia perairan

a. pH

Nilai pH perairan dipengaruhi oleh aktifitas biologi, suhu, kandungan

oksigen dan keberadaan ion-ion perairan. Perubahan nilai pH pada suatu perairan

menunjukan terjadinya perubahan proses biologi dan penyediaan unsur-unsur hara

dalam perairan tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan, nilai pH di Sungai

Cihideung masih cenderung netral dengan nilai sekitar 7. Dengan demikian, dapat

dikatakan nilai derajat keasaman di Sungai Cihideung masih cukup baik untuk

perikanan. Hal ini dijelaskan oleh Pescod (1973) bahwa sebagian biota akuatik

sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 6,5-8,5.

b. DO (Dissolved Oxygen)

Oksigen terlarut adalah konsentarasi oksigen yang larut dalam air, oksigen

sangat penting bagi pernafasan dan merupakan salah satu komponen utama bagi

metabolisme ikan dan organisme lainnya yang berasal dari proses fotosintesis

fitoplankton dan tanaman air serta difusi udara (APHA, 1976). Dari hasil

pengamatan, kandungan oksigen terlarut di Sungai Cihideung pada seluruh stasiun

pengamatan berkisar antara 5,25 dan 7,22 mg/l dengan nilai rata-rata sebesar

6,52 mg/l (Gambar 10). Menurut Boyd (1990), kadar oksigen (DO) yang baik bagi

Page 42: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

pertumbuhan ikan adalah diatas 5 mg/l. Nilai DO terendah terdapat pada stasiun 3

tepatnya di Desa Leuwikopo yang diduga disebabkan oleh banyaknya sampah

yang dibuang di pinggiran sungai dan limbah rumah tangga yang memasuki

kawasan peraian. Berdasarkan baku mutu yang telah ditetapkan pada PP. No. 82

Tahun 2001, nilai DO di Sungai Cihideung masih tergolong baik untuk kegiatan

perikanan.

0

1.5

3

4.5

6

7.5

1 2 3 4

Stasiun

DO

(mg/

l)

Gambar 7. Grafik nilai DO rata-rata pada setiap stasiun pengamatan.

c. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)

BOD5 merupakan gambaran kadar bahan organik, yaitu jumlah oksigen

yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi

karbondioksida dan air (Davis and Cornwell, 1991 in Effendi, 2003). Hasil

pengamatan diperoleh nilai BOD5 di Sungai Cihideung berkisar antara 1,280 mg/l

dan 1,960 mg/l dengan rata-rata sebesar 1,638 mg/l (Gambar 11). Berdasarkan

baku mutu yang telah di tetapkan pada PP. No. 82 Tahun 2001, nilai BOD5 di

Sungai Cihideung masih tergolong baik untuk kegiatan perikanan.

Center dan Hill (1979) in Karsoedi (1989) menjelaskan bahwa di sungai

yang berarus lambat, kadar BOD sebesar 5 mg/l akan menyebabkan lingkungan

air yang buruk, namun di perairan berarus deras kadar BOD sebesar 30 mg/l

belum mengakibatkan gangguan nyata. Kadar BOD5 tertinggi terdapat di stasiun 3

yaitu sebesar 1,960 mg/l. Hal ini disebabkan adanya pengaruh masukan bahan

Page 43: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

organik maupun anorganik dari limbah rumah tangga, pertanian, dan banyaknya

serasah dedaunan dan batang pohon yang tumbang serta kondisi arus yang sedang

membuat bahan organik tidak terbawa oleh arus sehingga mengendap diperairan

tersebut. Sedangkan nilai BOD5 yang kecil pada perairan yang berarus cepat,

maka dapat diduga masukan bahan organik akan segera terbawa arus ke arah hilir

sehingga pada saat diukur diperoleh nilai yang kecil.

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

1 2 3 4Stasiun

BO

D(m

g/l)

Gambar 8. Grafik nilai BOD rata-rata pada setiap stasiun pengamatan.

d. Nitrat (NO3 –N)

Keberadaan NO3-N mendukung keberadaan fitoplankton yang merupakan

makanan ikan. Secara hipotetik, kandungan nitrat yang tinggi dapat mendukung

produktifitas yang tinggi pula. Kandungan optimum NO3-N yang di butuhkan bagi

pertumbuhan alga dan fitoplankton berkisar 0,3-17,0 mg/l sedangkan kandungan

NO3-N yang dapat memberi pengaruh pembatas bagi pertumbuhan alga dan

fitoplankton berkisar ≤ 0,10 mg/l dan ≥ 45,0 (Mahida, 1993 in Ali, 1994).

Berdasarkan hasil analisis NO3-N, kandungan nitrat-nitrogen (NO3-N)

diseluruh stasiun pengamatan Sungai Cihideung berkisar antara 0,482 mg/l dan

0,580 mg/l dengan rata-rata sebesar 0,512 mg/l (Gambar 12). Nilai kadar NO3-N

tersebut masih dalam kisaran pertumbuhan normal alga dan fitoplankton.

Page 44: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

Nilai NO3-N yang tertinggi terdapat pada stasiun 3 yaitu sebesar 0,580

mg/l. Kandungan NO3-N yang tinggi di stasiun 3 disebabkan oleh BOD5 yang

relatif tinggi pula. Hal ini terkait dengan banyaknya sampah yang dibuang dekat

badan sungai dan limbah rumah tangga yang memasuki perairan tersebut.

Berdasarkan baku mutu yang telah di tetapkan pada PP No. 82 Tahun 2001, nilai

NO3-N di Sungai Cihideung masih tergolong baik untuk kegiatan perikanan.

0.000

0.200

0.400

0.600

0.800

1 2 3 4Stasiun

NO

3-N

(mg/

l)

Gambar 9. Grafik nilai NO3-N rata-rata pada setiap staiun pengamatan.

e. Alkalinitas

Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam.

Alkalinitas juga diartikan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap

perubahan pH perairan (Effendi, 2003). Nilai alkalinitas perairan alami hampir

tidak pernah melebihi 500 mg/liter CaCO3. Perairan dengan nilai alkalinitas yang

terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh organisme akuatik karena biasanya di ikuti

dengan nilai kesadahan yang tinggi atau kadar garam natrium yang tinggi

(Effendi, 2003).

Gambar 8 menunjukkan hasil analisis alkalinitas di Sungai Cihideung.

Kisaran alkalinitas yang terukur antara 55,9-63,23 mg/l. Menurut Boyd (1990)

bahwa perairan yang subur adalah perairan yang memiliki kandungan total

alkalinitas 40 mg/l atau lebih, maka Sungai Cihideung merupakan perairan yang

Page 45: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

termasuk perairan subur. Hal ini diperjelas dengan kondisi Sungai Cihideung yang

masih banyak areal persawahannya. Diduga mempengaruhi kondisi perairan

Sungai Cihideung.

01020304050607080

1 2 3 4

Satsiun

Alk

alin

itas

(mg/

l)

Gambar 10. Grafik nilai Alkalinitas rata-rata pada setiap staiun pengamatan.

f. Phosphat (PO4)

Fosfor merupakan suatu elemen penting dalam aktifitas biologi suatu

organisme. Ketersediaanya sering menetukan produktifitas suatu perairan (Boyd,

1990). Kandungan orthofosfat di Sungai Cihideung berkisar antara 0,111 mg/l dan

0.229 mg/l dengan rata-rata total sebesar 0,179 mg/l (Gambar 14). Mackentum

(1969) menyatakan bahwa untuk pertumbuhan optimal organisme akuatik,

diperlukan phosphat antara 0,09-0,8 mg/l dan pada umumnya perairan yang

mengandung phosphat antara 0,003-0,01 mg/l digolongkan pada perairan

oligotrofik; 0,11-0,03 mg/l adalah perairan mesotrofik; dan 0,031-0,1 mg/l adalah

perairan eutrofik sehingga berdasarkan ketetapan kisaran diatas Sungai Cihideung

tergolong parairan eutrofik atau perairan yang subur. Berdasarkan baku mutu yang

telah di tetapkan pada PP No.82 Tahun 2001, nilai orthophosphat di Sungai

Cihideung masih tergolong baik untuk kegiatan perikanan.

Page 46: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

1 2 3 4

Stasiun

Orth

ofos

fat (

mg/

l)

Gambar 11. Grafik nilai Orthofosfat rata-rata pada setiap staiun pengamatan.

4.3. Sumberdaya Hayati Nekton di Sungai Cihideung

Penangkapan nekton dilakukan pada 4 titik stasiun di daerah aliran Sungai

Cihideung selama bulan Agustus hingga Oktober 2008. Jenis nekton yang

tertangkap adalah ikan dan udang, yang mana dari jenis ikan meliputi 3 ordo yaitu

Cypriniformes (6 famili), Perciformes (3 famili), dan Siluriformes (2 famili),

sedangkan dari jenis udang ditemukan hanya 1 ordo yaitu Decopoda (1 famili).

Ordo Cypriniformes terdiri dari famili Cyprinidae, Triacanthidae, Balitoridae,

Cobitidae, Hamalopteridae, dan Hamirhampidae; Ordo Perciformes terdiri dari

Mastacembellidae, Channidae, dan Cichlidae; Ordo Siluriformes terdiri dari

Bagridae dan Sisoridae.

Famili Cyprinidae meliputi Puntius binotatus dan Rasbora spilotaenia;

Cobitidae terdiri dari 2 spesies yaitu Pangio oblonga dan Pangio anguilaris;

sedangkan famili Triacanthidae, Balitoridae, Hamalopteridae, Hamirhampidae,

Mastacembelidae, Channidae, Cichlinidae, Bagridae dan Sisoridae berturut-turut

memiliki 1 spesies yaitu Trichogaster tricopterus, Nemacheilus spiniferus,

Hypostomus sp, Demogenys pussila, Macrognathus maculatus, Channa striata,

Oreochromis niloticus, Mystus nemurus dan Glyptothorax platypogonoides.

Satu ordo dari kelompok udang adalah Decapoda terdiri dari famili

Palaemonidae yang hanya terdiri dari spesies Macrobrachium pilimanus dan

Page 47: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

Macrobrachium sintangense; Jumlah keseluruhan individu nekton yang diperoleh

terdiri dari 1133 ekor dan lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Klasifikasi jenis nekton yang terdapat di Sungai Cihideung serta data jumlah jenis nekton berdasarkan stasiun pengamatan dan waktu pengambilan sampel.

Ordo Famili Spesies Tangkapan

Parsial Temporal

St.1 St.2 St.3 St.4 S.1 S.2 S.3 Cypriniformes

Cyprinidae Puntius binotatus 7 11 43 22 49 20 14

Rasbora spilotaenia 3 9 5 5 7 11 4

Triacanthidae Trichogaster tricopterus 0 0 5 0 2 1 2

Balitoridae Nemacheilus spiniferus 10 442 9 2 67 272 124

Cobitidae Pangio oblonga 0 4 0 0 1 0 3

Pangio anguilaris 0 1 0 0 1 0 0

Hamalopteridae Hypostomus sp. 0 1 3 1 2 1 2

Hamirhampidae Dermogenys pussila 0 0 9 2 5 4 2 Perciformes

Mastacembellidae Macrognathus maculatus 1 1 3 1 4 1 1

Channidae Channa striata 0 0 1 6 3 2 2

Cichlidae Oreochromis niloticus 0 0 0 4 0 2 2 Siluriformes Bagridae Mystus nemerus 3 0 0 0 2 0 1

Sisoridae Glyptothorax platypogon 4 0 0 0 1 2 1

Decapoda

Palaemonidae

Macrobranchium pilimanus 125 50 44 63 109 93 80 Macrobranchium sintangense 98 40 37 58 73 50 110

Jumlah Total 251 559 159 164 326 459 348

4.4. Komposisi dan Kelimpahan Relatif Nekton

Ordo yang paling banyak ditemukan adalah Cypriniformes dengan famili

Cyprinidae yang meliputi jenis ikan beunteur (Puntius binotatus), dan paray

(Rasbora spilotainia); famili Triacanthidae meliputi jenis ikan sepat (Trichogaster

tricopterus); famili Balitoridae meliputi jenis ikan jeler (Nemacheilus spiniferus);

famili Cobitidae meliputi jenis ikan serewot (Pangio oblonga) dan Pangio

anguilaris; famili Hamalopteridae meliputi jenis ikan sapu-sapu (Hypostomus

sp.); dan famili Datniodidae dari jenis ikan julung-julung (Dermogenys pussila).

Page 48: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

Berdasarkan stasiun pengamatan, nekton yang ditemukan di tiap stasiun

adalah dari famili Cyprinide meliputi jenis ikan beunteur dan paray; famili

Mastacembellidae meliputi jenis ikan berod; dan famili Palaemonidae dari jenis

udang-udangan seperti Macrobrachium pilimanus dan Macrobrachium

sintangense. Hal ini dapat mengindikasikan habitat Sungai Cihideung cocok untuk

ketiga famili tersebut sehingga dapat bertahan dan berkembang biak dengan baik.

Secara keseluruhan, nekton yang tertangkap paling banyak terdapat pada

stasiun 2 di Desa Neglasari yaitu sebanyak 559 ekor yang didominasi oleh famili

Balitoridae dari jenis ikan jeler (Nemacheilus spiniferus) sebanyak 442 ekor,

sedangkan perolehan nekton yang sedikit terdapat di stasiun 3 yaitu sebanyak 159

ekor. Perolehan nekton sedikit diduga disebabkan oleh kondisi perairan yang

keruh akibat banyaknya sampah-sampah di pinggiran sungai dan aktivitas

masyarakat diantaranya MCK dan pembuangan limbah domestik yang dapat

menganggu keberadaan nekton.

Data kelimpahan relatif nekton di Sungai Cihideung dapat dilihat dari

Gambar 12. Kelompok nekton yang memiliki kelimpahan relatif tertinggi adalah

dari famili Balitoridae yang meliputi jenis ikan jeler (Nemacheilus spiniferus)

dengan persentase sebesar 41% dan nilai kelimpahan relatif kedua terbesar yaitu

famili Palaemonidae dengan persentase 25% dari jenis udang-udangan

(Macrobachium pilimanus).

Gambar 12. Kelimpahan relatif nekton di Sungai Cihideung, Bogor, Jawa Barat

Page 49: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

Persentase nekton tertinggi pada lokasi pengamatan adalah Nemacheilus

spiniferus (ikan jeler) sebesar 79,07 % yang terdapat pada stasiun 2. Kondisi

stasiun 2 yang bersubstrat kerikil dan pasir, dangkal dan berarus sedang

menyebabkan jenis ikan ini banyak tertangkap. Hal ini dijelaskan dalam penelitian

Sinaga (1995) bahwa ikan jeler biasanya tertangkap di tepi sungai pada bagian

yang dangkal, dasar sungai batu kerikil yang di tumbuhi oleh lumut dan berpasir

dengan kondisi arus yang sedang. Menurut Kottelat at al. (1993), ikan jeler pada

umumnya menyukai daerah perairan yang bersubstat pasir, dangkal, dan memiliki

tingkat kecerahan yang tinggi. Kelimpahan relatif berdasarkan lokasi pengamatan

dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Data kelimpahan relatif nekton berdasarkan lokasi pengamatan

Nama Spesies Persentase Nekton yang tertangkap (%) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

Puntius binotatus 2.79 1.97 27.04 13.41 Rasbora spilotaenia 1.20 1.61 3.14 3.05 Trichogaster tricopterus 0.00 0.00 3.14 0.00 Nemacheilus spiniferus 3.98 79.07 5.66 1.22 Pangio oblonga 0.00 0.72 0.00 0.00 Pangio anguilaris 0.00 0.18 0.00 0.00 Hypostomus sp. 0.00 0.18 1.89 0.61 Dermogenys pussila 0.00 0.00 5.66 1.22 Macrognathus maculates 0.40 0.18 1.89 0.61 Channa striata 0.00 0.00 0.63 3.66 Oreochromis niloticus 0.00 0.00 0.00 2.44 Mystus nemurus 1.20 0.00 0.00 0.00 Glyptothorax platypogonoides 1.59 0.00 0.00 0.00 Macrobrachium pilimanus 49.80 8.94 27.67 38.41 Macrobrachium sintangense 39.04 7.16 23.27 35.37 Jumlah (%) 100.00 100.00 100.00 100.00 Jumlah (ekor) 251 559 159 164

Berdasarkan waktu pengambilan sampel pada Tabel 6 kelimpahan relatif

nekton tertinggi diperoleh ikan jeler (Nemacheilus spiniferus) pada sampling

kedua dengan persentase sebesar 59,26%. Hal ini diduga akibat pada waktu

Page 50: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

sampling kedua tepatnya pada bulan September telah memasuki musim

penghujan. Pada umumnya, nekton khususnya ikan menetapkan waktu pemijahan

ketika musim hujan sedang berlangsung sehingga produksi ikan sedang

mengalami titik tertinggi. Dari data yang pada Tabel 6, perolehan nekton tertinggi

pada waktu sampling kedua yaitu sebesar 459 ekor dan perolehan nekton terendah

yaitu pada sampling pertama sebesar 326 ekor.

Tabel 6. Data kelimpahan relatif nekton berdasarkan waktu pengambilan sampel

Nama Spesies Persentase Nekton yang tertangkap (%) Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3

Puntius binotatus 15.03 4.36 4.02 Rasbora spilotaenia 2.15 2.40 1.15 Trichogaster tricopterus 0.61 0.22 0.57 Nemacheilus spiniferus 20.55 59.26 35.63 Pangio oblonga 0.31 0.00 0.86 Pangio anguilaris 0.31 0.00 0.00 Hypostomus sp. 0.61 0.22 0.57 Dermogenys pussila 1.53 0.87 0.57 Macrognathus maculatus 1.23 0.22 0.29 Channa striata 0.92 0.44 0.57 Oreochromis niloticus 0.00 0.44 0.57 Mystus nemurus 0.61 0.00 0.29 Glyptothorax platypogonoides 0.31 0.44 0.29 Macrobrachium pilimanus 33.44 20.26 22.99 Macrobrachium sintangense 22.39 10.89 31.61 Jumlah (%) 100.00 100.00 100.00 Jumlah (ekor) 326 459 348

Dari hasil penangkapan nekton selama tiga bulan, dapat dilihat pada

Gambar 16 bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada kelimpahan nekton tiap

bulan pengamatan, dimana kelimpahan nekton tertinggi pada bulan September

sebanyak 459 ekor dan terendah pada bulan Agustus sebanyak 326 ekor.

Kelimpahan nekton terendah pada bulan Agustus diduga pada bulan ini masih

termasuk musim kemarau, sehingga keberadaan nekton biasanya tidak begitu

banyak melakukan aktivitas, misalnya melakukan pemijahan. Dibandingkan pada

Page 51: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

bulan September telah masuk musim penghujan, karena berdasarkan data Badan

Meteorologi dan Geofisika (BMG) hampir setiap hari pada bulan ini terjadi hujan,

sehingga fluktuasi air sungai sedikit menjadi meningkat dan daerah aliran sungai

yang semulanya tidak tergenangi air menjadi tergenang. Hal ini bisa

mempengaruhi terhadap hasil penangkapan nekton, yang mana biasanya bila

sudah masuk musim penghujan nekton jenis ikan banyak melakukan aktifitasnya

baik melakukan pemijahan, mencari makan, dan migrasi. Effendie (1997)

menjelaskan bahwa pemijahan ikan di sungai biasanya bertepatan dengan

meningginya permukaan air pada waktu awal musim hujan.

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

Agustus September Oktober

Kel

impa

han

nekt

on (E

kor)

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

Kelimpahan Nekton Curah hujan

Cur

ah h

ujan

(mm

)

Gambar 13. Grafik hubungan kelimpahan nekton dengan rata-rata curah hujan.

Tabel 6 dibawah ini memperlihatkan nilai frekuensi keterdapatan dari jenis

nekton disetiap stasiun berdasarkan waktu sampling. Nilai frekuensi keterdapatan

berkaitan dengan wilayah penyebaran (distribusi). Semakin besar nilai frekuensi

keterdapatan berarti akan semakin luas wilayah penyebarannya. Nilai frekuensi

keterdapatan nekton tertinggi dimiliki oleh spesies Macrobrachium pilimanus dan

Macrobrachium sintangense dengan persentase keterdapatan 100 %, sedangkan

nilai terendah dimiliki spesies Pangio anguilaris sebesar 8,3 %. Nilai tersebut

menunjukan bahwa Macrobrachium pilimanus dan Macrobrachium sintangense

Page 52: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

diperoleh dihampir dari semua stasiun dan diperoleh setiap pengambilan sampel

dilakukan, diduga kondisi habitat yang masih baik dan cocok untuk perkembang

biakkan jenis nekton tersebut, sehingga jenis ini sering diperoleh di setiap stasiun.

sedangkan Pangio anguilaris memiliki wilayah penyebaran paling sempit dan

ikan tersebut hanya diperoleh dari satu stasiun dan hanya satu kali saja selama

pengambilan sampel dilakukan.

Tabel 7. Data frekuensi keterdapatan nekton

Nama Spesies Frekuensi Keterdapatan (%) Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3 Rata-rata

Puntius binotatus 100 75 100 91.7 Rasbora spilotaenia 75 75 100 83.3 Trichogaster tricopterus 25 25 25 25.0 Nemacheilus spiniferus 50 100 50 66.7 Pangio oblonga 25 0 25 16.7 Pangio anguilaris 25 0 0 8.3 Hypostomus sp. 50 25 25 33.3 Dermogenys pussila 50 25 25 33.3 Macrognathus maculatus 50 25 25 33.3 Channa striata 50 25 25 33.3 Oreochromis niloticus 0 25 25 16.7 Mystus nemurus 25 0 25 16.7 Glyptothorax platypogonoides 25 25 25 25.0 Macrobrachium pilimanus 100 100 100 100.0 Macrobrachium sintangense 100 100 100 100.0

4.5. Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi nekton

Legendre dan Legendre (1983) menetapkan bahwa jika nilai

keanekaragaman (H’) yang diukur bernilai 0, maka komunitas akan terdiri dari

satu spesies atau jenis tunggal. Nilai H’ akan mendekati maksimum jika semua

spesies terdistribusi secara merata dalam komunitas. Grafik indeks

keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C) secara spasial dapat

dilihat pada Gambar 14. Indeks keanekaragaman (H’) di Sungai Cihideung ditiap

Page 53: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

stasiun berkisar 1,159-2,258. Keanekaragaman yang paling tinggi didapatkan di

stasiun 3 dan paling rendah di stasiun 2. Rendahnya nilai H’ di stasiun 2

disebabkan jumlah spesies yang tertangkap sedikit yaitu sebanyak 9 spesies

dibandingkan pada stasiun lain, sedangkan kondisi fisik-kimia air stasiun 2 masih

dalam keadaan baik. Diduga rendahnya H’ di stasiun 2 adalah karena kondisi

habitat dan keadaan makanannya. Lagler (1972) menjelaskan suatu spesies ikan di

alam memiliki hubungan erat dengan keberadaan makanannya, ikan tersebut dapat

bertahan hidup jika terdapat jenis makanan yang disukainya, ketersediaan

makanan merupakan faktor yang menentukan jumlah dan dinamika populasi,

pertumbuhan, reproduksi, serta kondisi ikan yang ada di suatu perairan. Odum

(1972) mengatakan ada dua hal penting dalam ruang lingkup keanekaragaman,

yaitu banyaknya spesies yang ada dalam suatu komunitas dan kelimpahan dari

masing-masing spesies tersebut. Semakin kecil jumlah spesies dan variasi jumlah

individu tiap spesies atau ada beberapa individu yang jumlahnya mendominasi

maka keanekaragaman suatu ekosistem akan mengecil.

Indeks keseragaman bila dilihat berdasarkan stasiun berkisar 0,546-0,77.

Nilai tertinggi terdapat pada stasiun 3 dan terendah di stasiun 2. Nilai

keseragaman yang rendah pada stasiun 2 dengan nilai mendekati 0 menunjukan

adanya jumlah individu yang terkonsentrasi pada satu atau beberapa jenis. Hal ini

dapat diartikan adanya jenis spesies tertentu yang memiliki jumlah individu relatif

banyak, sementara beberapa jenis lainnya memiliki jumlah individu yang relatif

sedikit. Sedangkan nilai E pada stasiun 3 hampir mendekati 1. Hal ini menunjukan

jumlah individu tiap jenis adalah sama atau hampir sama.

Nilai indeks dominansi pada tiap stasiun pengamatan berkisar 0,213-0,639.

Nilai tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 0,639 dan terendah pada stasiun 3

sebesar 0,213. Nilai dominansi yang tinggi pada stasiun 2, diduga ada jenis

spesies tertentu yang jumlah indivudu relatif banyak, yaitu ikan jeler. Mann

(1981) in Herteman (1998) menyatakan bahwa dominansi jenis sering terjadi

karena beberapa hal antara lain kompetisi pakan alami oleh jenis tertentu yang

disertai perubahan kualitas lingkungan, tidak seimbangnya antara predator dan

mangsa sehingga terjadi kompetisi antar jenis.

Page 54: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

1.639

1.159

2.153

0.5460.366

0.7700.648

0.4030.639

0.213 0.294

2.558

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3 stasiun 4

H' E D

Gambar 14. Grafik keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C) nekton berdasarkan lokasi pengamatan.

Grafik pada Gambar 15 menunjukkan indeks keanekaragaman (H’),

keseragaman (E), dan dominansi (C) nekton secara temporal. Nilai H’ tertinggi

terdapat pada sampling pertama sebesar 2,456 dan terendah pada sampling ke 2

sebesar 1,808. Hal ini diduga adanya variasi dari jumlah spesies yang tetangkap

tiap sampling, dimana jenis spesies tertangkap pada tiap sampling berturut-turut

yaitu 14, 12, dan 14 spesies.

Nilai keseragaman di setiap sampling berkisar antara 0,407 dan 0,645,

dimana nilai keseragaman tertinggi terdapat pada sampling pertama dan terendah

sampling kedua. Nilai E terendah pada sampling kedua menunjukan penyebaran

individu tidak merata, dimana tiga jenis nekton tidak dijumpai pada sampling

kedua serta ada spesies tertentu yang memiliki jumlah individu yang besar, yaitu

ikan jeler.

Nilai indeks dominansi masing-masing sampling memiliki kisaran antara

0,228-0,504. Nilai tertinggi di dapat pada sampling kedua sebesar 0,504. Namun

nilai indeks dominansinya masih tergolong rendah. Hal tersebut menunjukan

bahwa secara temporal tidak ada spesies yang dominan.

Page 55: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

2.456

2.150

0.645 0.565

0.228 0.282

1.808

0.504

0.407

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

sampling 1 sampling 2 sampling 3

H' E D

Gambar 15. Grafik keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C) nekton berdasarkan waktu pengambilan sampel.

Secara umum, tingkat keanekaragaman, keseragaman, dominansi di

Sungai Cihideung dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan hasil pengamatan, nilai

keanekaragaman (H’) Sungai Cihideung berada diantara 1 dan 3 yaitu sebesar

1,755. Hal tersebut menunjukan adanya tingkat keanekaragaman jenis nekton

yang ada tergolong sedang. Hal ini berarti ada beberapa jenis ikan tertentu masih

dapat beradaptasi dan berkembang biak dengan kondisi Sungai Cihideung

sekarang ini, meskipun kualitas keragaman yang ada tidak maksimal. Tidak

maksimalnya kualitas keragaman diduga karena adanya kegiatan-kegiatan

manusia yang sudah bersifat merubah ekosistem sungai. Misalnya adanya

penggalian pasir dan semakin menuju ke hilir beban pencemarnya makin banyak.

Tingkat kestabilan suatu ekosistem bukan merupakan faktor utama yang

mempengaruhi kualitas keanekaragaman sumberdaya hayati ekosistem tersebut.

Tinggi rendahnya tingkat keanekaragaman dapat juga dipengaruhi oleh tingkat

tekanan ekologis yang diterima oleh ekosistem Sungai Cihideung. Sebagai contoh,

padatnya pemukiman dan aktifitas disekitar bantaran perairan diduga dapat

menurunkan kualitas keanekaragaman sumberdaya hayati nekton yang ada,

sehingga nilai keanekaragaman yang diperoleh tidak termasuk tinggi. Namun

berdasarkan pengakuan penduduk sekitar secara lisan, penangkapan nekton yang

ada di Sungai Cihideung termasuk eksploitasi sekala kecil, sebab mereka

Page 56: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

cendrung menangkap untuk dikonsumsi sendiri. Cara penangkapan ikan yang

biasa dilakukan adalah dengan menggunakan pancing dan jala lempar, dan

kadang-kadang menggunakan setrum ikan.

Nilai indeks dominansi secara umum mendekati angka 0 yaitu sebesar

0,403. Hal tersebut menunjukan bahwa hampir tidak ada spesies yang

mendominasi (Legendre dan Legendre, 1983). Sebagai Contoh, walaupun ikan

jeler setiap kali sampling perolehannya cukup besar, namun hanya pada stasiun 2.

Banyaknya jenis nekton yang dapat berkembang di Sungai Cihideung nampaknya

juga dipengaruhi oleh kondisi substrat yang cocok. Hal ini diperkuat oleh nilai

indek keseragaman yang cendrung mendekati angka 1; yaitu sebesar 0,643. Angka

tersebut menunjukan penyebaran jumlah individu tiap jenis relatif sama.

Lokasi pengamatan ternyata memiliki pengaruh yang cukup nyata

terhadap tinggi rendahnya keanekaragaman sumberdaya hayati perikanan di

Sungai Cihideung. Pada Gambar 14 dapat diamati bahwa dari stasiun 1 sampai 4,

nilai keanekaragaman (H’) cendrung mengalami peningkatan kecuali pada stasiun

2. kondisi tersebut diduga semakin luas wilayah perairan maka jenis nekton yang

ada semakain beragam.

Tabel 8. Data keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi sumberdaya hayati nekton.

Indeks H' E C Stasiun Stasiun 1 1.6395 0.5465 0.4034

Stasiun 2 1.1591 0.3656 0.6390

Stasiun 3 2.5577 0.7699 0.2130

Stasiun 4 2.1529 0.6481 0.2939

Waktu Sampling 1 2.4556 0.2278 0.6450 Sampling Sampling 2 1.8083 0.4067 0.5044

Sampling 3 2.1496 0.2817 0.5646

Total rata-rata

1.7549 0.6426 0.4032

Page 57: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

4.6. Tingkat Kesamaan Habitat antar Stasiun Berdasarkan Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Berdasarkan parameter fisika dan kimia perairan yang diperoleh, dibuat

suatu dendrogram pengelompokan stasiun pengamatan dengan tingkat kesamaan

80% menggunakan indeks similatas Canbera. Dendrogram pada Gambar 16

menunjukan bahwa dari keempat stasiun tidak ada kesamaan. Menurut Yasman

(1988) in Septiano (2006), nilai indeks kesamaan jenis terbagi dalam 4 katagori

yaitu 1-30 % tergolong rendah; 31-60 % tergolong sedang; 61-90 % tegolong

besar; dan di atas 90% tergolong sangat besar.

Pada Gambar 16 terlihat bahwa berdasarkan kondisi fisika-kimia perairan

masing-masing stasiun tidak ada pengelompokan. Kelompok I berada pada stasiun

2, dimana kondisi stasiun 2 dicirikan dengan airnya yang masih baik, substrat

dasar berkerikil dan berpasir, dan aktifitas penduduknya masih jarang. Kelompok

II terdapat pada stasiun 4, bahwa stasiun ini dicirikan dengan kondisi perairan

yang keruh, bersubtrat batu, berlumpur dan dekat dengan permukiman penduduk.

Kelompok III terdapat pada stasiun 3, dengan kondisi air keruh bersubstrat

dasar batu dan berlumpur, terdapat sampah-sampah dan banyak aktifitas

masyarakat. Kondisi perairan yang keruh diduga disebabkan oleh aktifitas

masyarakat diantaranya MCK, buangan limbah baik dari rumah penduduk

maupun pertanian serta banyaknya terdapat sampah-sampah.

Karena keadaan kondisinya berbeda dengan stasiun lain, kelompok IV

berada di stasiun 1. Perairannya yang jernih, daerahnya yang terjal, bersubstrat

dasar batu baik yang berukuran besar maupun kecil, dan berarus deras serta

aktifitas penduduk masih retif jarang. Hal ini yang membedakan terhadap stasiun-

stasiun yang lainnya, sehingga terlihat jelas pada dendrogram Gambar 16, dimana

stasiun 1 paling rendah tingkat kesamaannya.

Secara umum bila dilihat berdasarkan fisika-kimia perairan dari masing-

masing stasiun tersebut tidak ada yang memiliki kesamaan, sehingga tidak ada

pengelompokan diantara stasiun, namun hal ini adalah variasi, karena masih

berada dibawah standar baku mutu kualitas air untuk kegiatan perikanan (Gol III).

Page 58: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

Gambar 16. Dendogram tingkat kesamaan habitat antara stasiun berdasarkan parameter fisika dan Kimia

4.7. Tingkat Kesamaan Habitat antar Stasiun Berdasarkan Jumlah Spesies Nekton

Tingakat kesamaan antara stasiun juga dapat dilihat berdasarkan parameter

biologinya dengan menggunakan indeks Bray-Curtis. Dendrogram tingkat

kesamaan antara stasiun berdasarkan kelimpahan nekton (Gambar 20 ).

Berdasarkan Gambar 20 dendrogam tersebut menunjukan terdapat 2

kelompok pada taraf kesamaan. Kelompok I terdapat pada stasiun 1, 3 dan 4. Hal

ini dapat di interpretasikan bahwa kedua stasiun tersebut memiliki jenis ikan yang

hampir sama. Stasiun 1, 3, dan 4 memiliki kondisi arus yang sedang, substrat

dasar berbatu serta warna air yang keruh. Sehingga jenis ikan gabus, berod dan

beunteur banyak ditemukan di stasiun ini. Hal tersebut diduga disebabkan oleh

fisik ikan berod dan ikan gabus yang memiliki struktur tubuh yang mungkin untuk

berenang pada arus deras dan menyelinap pada selah-selah bebatuan.

Kelompok II terdapat di stasiun 2 (Gambar 20). Kondisi stasiun 2 yang

bersubtrat dasar kerikil dan berpasir, dengan berarus sedang, dangkal dan kondisi

airnya masih cukup jernih. Stasiun 2 memperoleh kelimpahan nekton paling

banyak dibandingkan stasiun lain, dimana ikan yang tertangkap yaitu ikan jeler

(Nemacheilus spiniferus), paray, dan jenis udang-udangan. Berdasarkan data yang

diperoleh ada jenis nekton yang memiliki jumlah individu yang besar sehingga

menunjukan perbedaan jauh dari jenis lain yaitu ikan jeler. Hal ini diduga bahwa

Stasiun

Sim

ilarit

y (%

)

3421

41.21

60.80

80.40

100.00

80%

Page 59: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

stasiun 2 merupakan daerah yang paling cocok untuk keberadaan ikan jeler, yang

mana kondisi habitat yang masih baik dan tentu saja ketersediaan makanannya

yang melimpah sehingga cocok untuk berkembang biak secara produktif. Kottelat

et al. (1993) menjelaskan bahwa ikan jeler pada umumnya menyukai daerah yang

perairannya bersubstrat pasir, ukuran batunya kecil-kecil (kerikil), dangkal,

arusnya agak lambat, keadaan oksigennya tinggi dan memiliki tingkat

kecerahannya tinggi dan ikan ini termasuk jenis ikan yang rentan terhadap

perubahan kondisi fisika kimia perairan.

Gambar 17. Dendogram tingkat kesamaan habitat antara stasiun berdasarkan jumlah Nekton

4.8. Pola Adaptasi Nekton Terhadap Kondisi Habitatnya

Suatu karakteristik habitat perairan dapat mempengaruhi pola adaptasi

biota yang hidup di dalamnya. Arus air merupakan ciri khas dari ekologi sungai,

terutama daerah hulu. Oleh karena itu dapat diasumsikan pola adaptasi dari jenis

nekton yang hidup di Sungai Cihideung adalah penyesuaian morfologi dan

tingkah laku terhadap adanya arus sungai yang kuat. Kecepatan arus di sungai

sangat di pengaruhi oleh kemeringan, tipe substrat, kedalaman, dan curah hujan.

Berdasarkan gambar 18 dapat diamati bahwa kecepatan arus yang paling

besar terdapat di stasiun 1, kondisi perairannya bersubstrat dasar batu-batu

berukuran besar ataupun kecil dan daerahnya terjal. Hal ini diduga berpengaruh

terhadap kelimpahan nekton yang ditangkap, dibandingkan stasiun 2 yang mana

Stasiun

Sim

ilarit

y (%

)

2431

1.81

34.54

67.27

100.00

80%

Page 60: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

kelimpahan nektonnya paling banyak namun arusnya tergolong sedang. Menurut

Darajat (2008), ukuran batuan dibagi menjadi beberapa bagian diantaranya

Boulder (bongkahan) >256 mm; Cobble (karakal) 64-256 mm; Pebble (kerikil) 2-

64 mm; Sand (pasir) 1/6-2 mm; Sand stone silt (Lanau) 1/256-1/16 mm; dan Silt

batu lanau clay (lempung) <1/256 mm. Hal ini bisa dikatakan kondisi stasiun 1

substrat dasarnya termasuk Boulder dan cobble dan di stasiun 2 termasuk ukuran

Pebble dan sand karena daerahnya bersubstrat dasar kerikil dan berpasir.

Sedangkan pada stasiun 3 dan 4 kondisi arusnya tidak jauh dari stasiun 2 dengan

kelimpahan nekton lebih banyak dari stasiun 1. Hal ini sesuai dengan mekanisme

adaptasi morfologi nekton di sungai yang dipaparkan Odum (1972), maka banyak

jenis ikan yang tertangkap pada stasiun 1 adalah jenis ikan yang dilengkapi

struktur tubuh streamline dan memiliki alat penempel, misalkan jenis yang

diperoleh dari stasiun 1 yaitu beunteur, kehkel, berod dan jeler.

Hal ini sesuai dengan kondisi arus di stasiun 1 kelimpahan nektonnya

cukup sedikit dibandingkan stasiun 2. Berdasarkan hal tersebut, dapat

diasumsikan bahwa kondisi kecepatan arus yang ada masih dapat ditolerir dan di

adaptasikan dengan baik oleh jenis nekton yang berkembang biak pada stasiun 1.

Adanya kelimpahan nekton yang tinggi pada stasiun 2 sebesar 559 ekor, diduga di

pengaruhi oleh faktor-faktor lain yang dianggap cukup baik bagi ikan untuk

berkembang biak secara produktif.

Gambar 18. Grafik hubungan antara jumlah nekton dan kecepatan arus

Page 61: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

4.9. Keterkaitan Faktor Kualitas Air dengan Parameter Biologi

Sifat korelasi antara kelimpahan nekton dengan parameter fisika-kimia

perairan yang mempengaruhi serta korelasi antara parameter fisika-kimia parairan

itu sendiri diperoleh dengan menggunakan analisis komponen utama. Salah satu

tujuan di gunakannya analisis ini adalah untuk menghasilkan suatu representative

grafik yang memudahkan interpretasi (Bengen, 2000). Parameter fisika-kimia

perairan yang diperhitungkan dalam analisis ini adalah suhu, kedalaman,

kecerahan, kekeruhan, lebar sungai, arus, pH, DO, BOD, Alkalinitas, Nitrat dan

Orthofospat.

Kelimpahan nekton bila dilihat berdasarkan data secara parsial yang

memiliki perolehan paling banyak terdapat pada stasiun 2 sebesar 442 ekor,

dengan jenis nekton yang memiliki perolehan paling banyak yaitu ikan jeler

(Nemecheilus spiniferus). Ikan jeler ini ditemukan di perairan yang dangkal

dengan substrat kerikil dan pasir, kecerahannya tinggi, dan arus sedang. Hal ini

berdasarkan yang dikemukakan oleh Kottelat et al. (1993), ikan jeler pada

umumnya menyukai daerah perairan yang bersubstrat pasir, dangkal, dan

memiliki kecerahan yang tinggi. Adapun pada stasiun 1 perolehan nekton paling

banyak ditemukan dari jenis udang-udangan diantaranya dari jenis

Macrobrachium sp yang meliputi Macrobrachium pilimanus dan Macrobrachium

sintangense dimana kondisi perairan stasiun 1 yang jernih, bersubstrat batu

berukuran besar dan kecil dengan daerah yang terjal, arus yang deras, pH berkisar

antara 6,5-7.2, dan oksigennya berkisar antara 6,6-6,8. Hal ini menyebabkan jenis

udang ini banyak ditemukan di daerah bagian hulu sungai. Berdasarkan (Hana,

2007), kelangsungan hidup udang sangat dipengaruhi oleh kualitas air yang

menjadi media tempat hidupnya. Bila kualitas air tidak sesuai dengan yang

dibutuhkan, maka kelangsungan hidup udang akan terganggu. Boyd (1990)

menjelaskan udang dapat hidup baik pada pH berkisar antara 6-9.

Pada Gambar 19a menjelaskan informasi mengenai hubungan antara

kelimpahan nekton dengan parameter fisika dan kimia perairan. Semakin dekat

suatu titik variabel pada lingkaran korelasi, semakin besar peranannya terhadap

sumbu. Kelimpahan nekton memiliki panjang sumbu yang hampir sama dengan

variabel DO, namun membentuk sudut yang lebar. Hal ini menjelaskan hubungan

Page 62: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

yang berbanding lurus antar parameter (Bengen, 2000), diperkuat dengan nilai

korelasi antara kelimpahan nekton dengan DO sebesar 0.656 (Lampiran 6)

Sebaran stasiun terlihat pada Gambar 19b bahwa stasiun 1 dicirikan

dengan variabel kecerahan, lebar sungai, arus dan alkalinitas. Hal ini terlihat dari

sumbu parameter tersebut yang mengarah pada plot stasiun 1. Adapun stasiun 2

dicirikan dengan kelimpahan nekton dan stasiun 3 dicirikan dengan variabel

kekeruhan, BOD, Nitrat, dan kedalaman sedangkan stasiun 4 tidak memiliki

penciri. Hal ini terlihat tidak ada sumbu parameter yang mengarah pada plot

stasiun 4.

Berdasarkan data korelasi antara kelimpahan nekton dengan parameter

fisika-kimia perairan tidak begitu berkorelasi erat, diduga karena parameter fisika-

kimia di Sungai Cihideung masih dapat di toleril oleh nekton, Hal ini berdasarkan

PP No. 82 tahun 2001 tentang baku mutu tentang kualitas air untuk perikanan,

sehingga variasi parameter fisika-kimia tidak terlalu berpengaruh terhadap

komunitas nekton di Sungai Cihideung.

(a) (b) Gambar 19. Garafik analisis komponen utama

(a) Parameter lingkungan yang diamati (b) Sebaran stasiun berdasarkan parameter yang mempengaruhi

Nekton

Suhu

kedalaman

kecerahan

arus

kekeruhan

lebar

pH

DO

BOD

Nitrat

Alkalinitas

Orthophosphat

-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0

Factor 1 : 60.57%

-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

Fact

or 2

: 24

.43%

1

2

3 4

-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6

Factor 1: 60.57%

-4

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

Fact

or 2

: 24.

43%

Page 63: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kondisi habitat perairan di Sungai Cihideung tergolong masih baik. Hal ini

berdasarkan standar baku mutu untuk kegiatan perikanan (PP No.82 tahun 2001)

bahwa Sungai Cihideung masih layak digunakan untuk kegiatan perikanan.

Nekton yang tertangkap di Sungai Cihideung terdiri dari 4 ordo, 12 famili,

dan 15 spesies dengan total nekton yang tertangkap sebesar 1133 ekor. Ikan jeler

(Nemacheilus spiniferus) merupakan ikan yang memilki kelimpahan relatif

terbesar. Secara umum, Nilai keanekaragaman sumberdaya hayati nekton di

Sungai Cihideung tergolang sedang sebesar 1,755, dengan nilai indeks dominansi

sebesar 0,403. Hal tersebut menunjukan secara umum Sungai Cihideung tidak ada

spesies nekton yang mendominasi. Interpretasi ini diperkuat oleh nilai indeks

keseragaman yaitu sebesar 0,642 (menunjukan penyebaran jumlah individu tiap

jenis relatif sedang.

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian yang cendrung lebih spesifik terhadap musim

agar dapat dibandingkan dengan jelas komposisi dan keragaman nekton yang

diperoleh antar musim kemarau dan musim penghujan serta kelimpahan makanan

pada masing-masing jenis nekton sebaiknya ditelaah dengan lebih detail.

Page 64: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R dan U. M. Tang. 2002. Fisiologi Hewan Air. Penerbit : Uni Press. Pekanbaru. 213 hal.

Ali, I. M. 1994. Struktur Komunitas ikan dan Aspek Biologi Ikan-Ikan Dominan di Danau Sindenreng, Sulawesi Selatan. Karya Ilmiah. Pogram Studi MSP, Fakultas Perikanan, IPB. 160 hal. (Tidak dipublikasikan)

APHA (American Public Health Association). 1989. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. 17th ed. APHA, AWWA (American Water Work Association) and WPCF (Water Pollution Control Federation). Washington D. C. 3464 p.

Buchar, T. 1998. Bioekologi Komunitas Ikan di Danau Sabuah, Kabupaten Kapuas Propinsi Kalimantan Tengah. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor (tidak dipublikasikan).

Bengen, D. G. 2000. Tehnik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisk Sumberdaya Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. vi+88p

Boyd, C. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment Station, Aubum University, Birmingham Publishing Co., Birmingham, Alabama. 482 p.

Brower, J. E and J. H Zar. 1977. Field and Laboratory Methods for General Ecology. WM. C. Bown Co. Publ. Dubuque, lowa.

Darajat. 2008. (www.Darajat.blogspot.com/2008/12/batuan-sedimen..htm)

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Penerbit: Kanisius. Yogyakarta. 258 hal.

Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Penerbit: Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 155h.

Hartoto, D. I. dan E. Mulyana. 1996. Hubungan Parameter Kualitas air dengan Struktur Ikhtiofauna Perairan Darat Pulau Siberut. Published by LIPI, Jakarta, Indonesia (Bioline International Official Site)

Hadiati, R.2000. Struktur Komunitas Makrozoobenthos sebagai Indikator Biologi Kualitas Lingkungan Perairan Sungai Cihideung, Kabupaten Bogor. Jawa Barat. Skripsi. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.Bogor. 70h. Tidak dipublikasikan.

Page 65: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

Harteman, E. 1998. Afinitas Komunitas Ikan dengan Habitat di Sungai Kapuas, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor (tidak dipublikasikan).

Hariyadi, S., I. N. N. Suryadiputra., B. Widigdo. 1992. Limnologi-Metode Analisa Kualitas Air. Fakultas Perikanan-IPB. Bogor. 122 hal.

Hutapea, D. D. M. P. 2007. Struktur Komunitas Makrozoobenthos dan Parameter Fisika & Kimia untuk menduga kualitas di Sungai Cihideung, Kab. Bogor. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. (Tidak dipublikasikan)

Hana, G. C. 2007. Respon Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) terhadap media bersalinitas rendah. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. (Tidak dipublikasikan)

Krebs C. J. 1972. Ecology, the Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Harper and Rows Publisher. 694 p.

Krebs. C. J. 1989. Ecology Methodology. Hal.293-368. Harper Collins Publishers New York 694 h.

Karsoedi, K. 1989. Telaah Beberapa Parameter Fisika, Kimia, dan Biologi di Sungai Cikaniki, Kawasan PT. Aneka Tambang UP. Emas Pongkor-Leuwiliang. Laporan Praktek Lapangan. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan-IPB. Bogor. 92 hal. (Tidak dipublikasikan)

Kottelat, M., A. J Whitten., S.N. Kartikasari., dan S. Wirjoatmodjo. 1993. Fres Water Fishes of Westren Indonesia and Sulawesi-Ikan Air Tawar indonesia bagian Barat dan Sulawesi. (Edisi Dwi Bahasa). Periplus Edition LTD., Hongkong. 377 p.

Lablink. 2001. (www.Lablink.or.id/hidro/sungai/air-sungai.htm)

Legendre, L dan P. Legendre, 1983. Numerical Ecology. Elsevier Scientific Publish Company. Amsterdam. Netherland. 419h.

Lagler, K. F. 1972. Freshwater Fishery Biology. 2nd Edition. Wm. C.Brown Company Publishers. Dubuque. Lowa. 421h.

Lumban Batu, D. T. F. 1983. Ekologi Umum. Jurusan MSP. FPIK. IPB.

Lovett, D.L. 1981. A Guide to The Shrimps, Prawns, Lobster, and Crabs of Malaysia and Singapura. Faculty of Fhisheries and Marine Science. University Pertanian Malaysia.

Mackentum, K. M. 1969. The Practice of Water Pollution Biology. Univesity State Departemen of The Interior, Federal Water Control Pollution. Administrtion of Technical Support.

Page 66: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

McNaughton, S. J and L. L. Wolf. 1973. Ekologi Umum. Penerbit Gajah Mada University Press. Jogyakarta. 1037 hal.

Mason, A. F. 1981. Biologi of Freshwater Pollution. Longman. Newyork. 351 p.

Misra, R. 1968. Ecology Workbook. Oxford & IBH Publishing Co. New Delhi Bombay-Calcutta. 244 p.

Nurcahyadi, W. 2000. Keanekaragaman Sumberdaya Hayati Ikan di DAS Cikiniki dan Cisukawayana, Taman Nasional Gunung Halimun, Jawa Barat. Skripsi. Progaram Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. FPIK. IPB. Bogor (tidak di publikasikan).

Odum, E. P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.

Odum, E. P. 1971. Fundamental of Ecology. Oxford of University.W.B Saunders Publishing Company Ltd, Japan.

Payne, A. I. 1986. The Ecology of Tropical Lakes and River. John Wiley & Sons, Ghighester, Great Britain

Pescod, N. B.1973. Investigation of Rational Effluent and Stream for Tropical Countries, Asian Institute of Technology. Bangkok. Sgh.

Schiemer, F & M. Zalewski. 1992. The Importance of Riparian Ecotone For Diversity & Productivity or Riverine Fish Comunities. Netherland Journal of Zoology, 42 (2-3) 323-335.

Septiano, E. 2006. Keanekaragaman dan Pola Adaptasi Ikan di Daerah Hulu sungai Ciliwung, Jawa Barat. Skripsi. Bogor : Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK. IPB. Bogor (Tidak dipublikasikan)

Silfiana, R. A. 2009. Penentuan Tingkat Kesehatan Sungai berdasarkan Struktur Komunitas Makroavertebrata di Sungai Cihideung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Progaram Studi MSP. FPIK. IPB. Bogor.

Sinaga, T. P. 1995. Bioekologi Komunitas Ikan di Sungai Banjaran Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor (tidak dipublikasikan).

Vibert, R. 1967. Fishing With Electricity-It’s Application to Biology & Management. FAO-UN, Fishing New (Books) LTD. London. 276 p.

Waarden, M. 1957. Electrical Fishing. FAO Rome 77 h.

Welch, P. S. 1952. Limnology.2rd edition.Mc Graw-Hill Book Company,Inc. New York.539 hal.

Whitton, B. A.1975. River Ecology: Black well Scientific Publ. Oxford 125 p.

Page 67: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton
Page 68: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

Lampiran 1. Foto kondisi stasiun di Sungai Cihideung

Stasiun 1

Page 69: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

L

Lampiran 1 (lanjutan)

Stasiun 2

Page 70: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

Lampiran 1 (Lanjutan)

Stasiun 3

Page 71: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

Lampiaran 1 (Lanjutan)

Stasiun 4

Page 72: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

Lampiran 2. Klasifiaksi jenis nekton yang tertangkap di Sungai Cihideung, Bogor tahun 2008

Ordo Famili Spesies Nama Lokal Jumlah Spesies

Jum Agustus September Oktober

St.1 St.2 St.3 St.4 St.1 St.2 St.3 St.4 St.1 St.2 St.3 St.4

Cypriniformes Cyprinidae Puntius binotatus Benteur 1 5 36 7 0 5 4 11 6 1 3 4 83

Rasbora spilotaenia Paray 2 2 3 0 0 5 1 5 1 2 1 0 22

Triacanthidae Trichogaster tricopterus Sepat 0 0 2 0 0 0 1 0 0 0 2 0 5

Balitoridae Nemacheilus spiniferus jeler 0 65 2 0 4 259 7 2 6 118 0 0 463

Cobitidae Pangio oblonga Serewot 0 1 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 4

Pangio anguilaris 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1

Hamalopteridae Hypostomus sp. Sapu-sapu 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 2 0 5

Datniodidae Dermogenys pussila Julung-julung 0 0 3 2 0 0 4 0 0 0 2 0 11

Perciformes Mastacembellidae Macrognathus maculatus Berod 0 0 3 1 0 1 0 0 1 0 0 0 6

Channidae Channa striata Gabus 0 0 1 2 0 0 0 2 0 0 0 2 7

Cichlidae Oreochromis niloticus Nila 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 2 4

Siluriformes Bagridae Mystus nemerus Keting 2 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 3

Sisoridae Glypthotorax platypogonoides Kehkel 1 0 0 0 2 0 0 0 1 0 0 0 4

Decapoda Palaemonidae Macrobrnchium pilimanuss Udang 47 20 18 24 43 15 13 22 35 15 13 17 282

Macrobrachium sintangensis Udang 31 15 11 16 22 8 7 13 45 17 19 29 233

Jumlah Total 84 110 80 52 71 293 37 58 96 156 42 54 1133

60

Page 73: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

Lampiran 3 : Foto jenis-jenis nekton di Sungai Cihideung

Oreochromis niloticus Nama Lokal : Nila

Pangio Oblonga Nama Lokal : Serewot

Glypthotorax platypogonoides Nama Lokal : Kehkel

Puntius binotatus Nama Lokal : Beunteur

Trochogaster trocopterus Nama Lokal : Sepet

Channa striata Nama Lokal : Gabus

Page 74: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

Rasbora spilitaenia Nama Lokal : Paray

Dermogenis pussila Nama Lokal : Julung-julung

Mystus nemurus Nama Lokal : Keting

Hypostomus sp Nama Lokal : Sapu-sapu

Macrognathus maculatus Nama Lokal : Berod

Nemacheilus spiniferus Nama Lokal : Jeler

Page 75: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

Macrobrachium sintangense Macrobrachium pilimanus

Pangio anguilaris

Page 76: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

Lampiran 4 : Nilai indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C)

Spesies Indek Keanekaragaman

St.1 St.2 St.3 St.4 St.1 St.2 St.3 St.4 St.1 St.2 St.3 St.4

Puntius binotatus 0.076099 0.202701 0.518401 0.389454 0 0.100219 0.346968 0.454897 0.25 0.046701 0.271954 0.27814

Rasbora spilotaenia 0.128389 0.105116 0.177636 0 0 0.100219 0.140796 0.304832 0.068593 0.080582 0.128389 0

Trichogaster tricopterus 0 0 0.133048 0 0 0 0.140796 0 0 0 0.209158 0

Nemacheilus spiniferus 0 0.448495 0.133048 0 0.233789 0.157299 0.454451 0.167517 0.25 0.304651 0 0

Pangio oblonga 0 0.061649 0 0 0 0 0 0 0 0.109624 0 0

Pangio anguilaris 0 0.061649 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Hypostomus sp. 0 0.061649 0.079024 0 0 0 0 0.101 0 0 0.209158 0

Dermogenys pussila 0 0 0.177636 0.180786 0 0 0.346968 0 0 0 0.209158 0

Macrognathus maculatus 0 0 0.177636 0.109624 0 0.027968 0 0 0.068593 0 0 0

Channa striata 0 0 0.079024 0.180786 0 0 0 0.167517 0 0 0 0.176107

Oreochromis niloticus 0 0 0 0 0 0 0 0.167517 0 0 0 0.176107

Mystus nemurus 0.128389 0 0 0 0 0 0 0 0.068593 0 0 0

G. platypogonoides 0.076099 0 0 0 0.145063 0 0 0 0.068593 0 0 0

M. pilimanus 0.468729 0.447169 0.484201 0.514836 0.438165 0.219515 0.530194 0.530484 0.530716 0.324857 0.523676 0.52493

M. sintangensis 0.530735 0.391973 0.393593 0.523212 0.52376 0.141836 0.454451 0.483587 0.512395 0.348493 0.5177 0.481672

Total 1.408439 1.780401 2.353249 1.898698 1.340777 0.747057 2.414624 2.37735 1.817485 1.214909 2.069193 1.636956

Page 77: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

Lampiran 4 (Lanjutan)

Indeks Dominansi

St.1 St.2 St.3 St.4 St.1 St.2 St.3 St.4 St.1 St.2 St.3 St.4

0.000142 0.002066 0.2025 0.018121 0 0.000291 0.011687 0.035969 0.003906 4.11E-05 0.005102 0.005487

0.000567 0.000331 0.001406 0 0 0.000291 0.00073 0.007432 0.000109 0.000164 0.000567 0

0 0 0.000625 0 0 0 0.00073 0 0 0 0.002268 0

0 0.349174 0.000625 0 0.003174 0.781384 0.035793 0.001189 0.003906 0.572156 0 0

0 8.26E-05 0 0 0 0 0 0 0 0.00037 0 0

0 8.26E-05 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 8.26E-05 0.000156 0 0 0 0 0.000297 0 0 0.002268 0

0 0 0.001406 0.001479 0 0 0.011687 0 0 0 0.002268 0

0 0 0.001406 0.00037 0 1.16E-05 0 0 0.000109 0 0 0

0 0 0.000156 0.001479 0 0 0 0.001189 0 0 0 0.001372

0 0 0 0 0 0 0 0.001189 0 0 0 0.001372

0.000567 0 0 0 0 0 0 0 0.000109 0 0 0

0.000142 0 0 0 0.000793 0 0 0 0.000109 0 0 0

0.313067 0.033058 0.050625 0.213018 0.366792 0.002621 0.123448 0.143876 0.132921 0.009246 0.095805 0.099108

0.136196 0.018595 0.018906 0.094675 0.096013 0.000745 0.035793 0.050238 0.219727 0.011875 0.204649 0.288409

0.45068 0.403471 0.277813 0.329142 0.466772 0.785344 0.219869 0.241379 0.360894 0.593853 0.312925 0.395748

Page 78: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

Lampiran 4 (Lanjutan)

Indek Keseragaman H' s log2(s) E

Sampling 1

stasiun 1 1.408439 6 2.584963 0.544859

stasiun 2 1.780401 8 3 0.593467

stasiun 3 2.353249 10 3.321928 0.708398

stasiun 4 1.898698 6 2.584963 0.734517

Sampling 2

stasiun 1 1.340777 4 2 0.670388

stasiun 2 0.747057 6 2.584963 0.289001

stasiun 3 2.414624 7 2.807355 0.860106

stasiun 4 2.37735 8 3 0.79245

Sampling 3

stasiun 1 1.817485 8 3 0.605828

stasiun 2 1.214909 6 2.584963 0.469991

stasiun 3 2.069193 7 2.807355 0.737061

stasiun 4 1.636956 5 2.321928 0.704998

Total 0.642589

Page 79: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

Lampiran 5. Alat electrofishing

Pegangan batang besi Tas electrofishing

Aki basah

Batang besi (katoda) Box tempat aki)

Serok

Electrofishing

Page 80: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

Lampiran 6 . Matrik korelasi (PCA)

Nekton Suhu Kdlm Kcrh arus Kkruh lebar pH DO BOD Nitrat Alkli Ortho

Nekton 1

Suhu -0.377 1

kedalaman -0.930 0.644 1

kecerahan 0.355 -0.994 -0.605 1

arus -0.071 -0.663 -0.047 0.736 1

kekeruhan -0.638 0.950 0.821 -0.946 -0.578 1

lebar -0.031 -0.844 -0.334 0.807 0.435 -0.657 1

pH 0.421 -0.199 -0.238 0.284 0.604 -0.374 -0.320 1

DO 0.656 -0.855 -0.887 0.803 0.193 -0.891 0.728 -0.034 1

BOD -0.654 0.907 0.788 -0.921 -0.652 0.984 -0.543 -0.534 -0.803 1

Nitrat -0.554 0.830 0.819 -0.768 -0.133 0.828 -0.791 0.184 -0.988 0.717 1

Alkalinitas -0.740 -0.239 0.581 0.296 0.716 0.014 0.397 0.050 -0.258 -0.009 0.218 1

Orthophosphat 0.094 0.885 0.238 -0.885 -0.710 0.697 -0.942 0.046 -0.611 0.634 0.642 -0.605 1

Page 81: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

Lampiran 7 : Data pengukuran parameter fisika-kimia perairan

Parameter Kimia Perairan

pH stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

Sempling 1 6.5 6.3 6.3 6.7 Sempling 2 6.5 6.81 6.58 5.36 Sempling 3 7.2 7.1 7.21 7.31

Rata2 6.7 6.7 6.7 6.5

stdev 0.404 0.405 0.466 0.998

DO (mg/l) stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

Sempling 1 6.6 7.91 5.54 6,57 Sempling 2 7.6 6.85 5.64 6.87 Sempling 3 6.88 6.91 4.56 6.24

Rata2 7.03 7.22 5.25 6.56

stdev 0.516 0.595 0.597 0.445

BOD (mg/l) stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

Sempling 1 1.24 1.27 1.79 1.64 Sempling 2 1.15 1.25 1.98 1.45 Sempling 3 1.45 1.65 2.12 2.68

Rata2 1.28 1.39 1.96 1.92

stdev 0.15 0.23 0.17 0.66

Alkalinitas (mg/l) stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

Sempling 1 65 67.5 57 60 Sempling 2 57.3 50.2 60 58 Sempling 3 67.4 50 65 60.9

Rata2 63.23 55.9 60.67 59.63

stdev 5.28 10.05 4.04 1.48

Page 82: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

Orthophosphat (mg/l) stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

Sempling 1 0.109 0.251 0.203 0.214 Sempling 2 0.102 0.123 0.167 0.108 Sempling 3 0.121 0.232 0.318 0.207

Rata2 0.111 0.202 0.229 0.176

stdev 0.01 0.07 0.08 0.06

NO3-N stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

Sempling 1 0.626 0.648 0.71 0.666 Sempling 2 0.201 0.235 0.363 0.258 Sempling 3 0.632 0.562 0.667 0.573

Rata2 0.486 0.482 0.580 0.499

Stdev 0.247 0.218 0.189 0.214

Parameter Fisika Perairan

Suhu Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Sempling 1 26.5 27 27.5 27 Sempling 2 26.3 27 27.3 26.7 Sempling 3 26 26 27 27

Rt2 26.3 26.7 27.3 26.9

Stdev 0.25 0.58 0.25 0.17

Kedalaman (cm) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Sempling 1 23.5 15 25.5 23.5 Sempling 2 24 15 26.5 25 Sempling 3 32.25 32.5 47.5 39.5

Rt2 26.6 20.8 33.2 29.3

Stdev 4.914 10.104 12.423 8.836

Kecerahan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Sempling 1 100 85 75 80 Sempling 2 100 100 85 95 Sempling 3 95 85 80 80

Rt2 98 90 80 85

Stdev 2.89 8.66 5.00 8.66

Lampiran 7 (Lanjutan)

Page 83: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

Arus Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

Sempling 1 0.541 0.267 0.351 0.235 Sempling 2 0.421 0.358 0.345 0.214 Sempling 3 0.531 0.456 0.457 0.521

Rt2 0.50 0.36 0.38 0.32

Stdev 0.07 0.09 0.06 0.17

Kekeruhan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Sempling 1 19.5 20 35 29 Sempling 2 10 12 16 18 Sempling 3 15 17 24 20

Rt2 14.8 16.3 25.0 22.3

Stdev 4.75 4.04 9.54 5.86

Lebar Sungai Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Sempling 1 23.4 13.3 7.2 18.5 Sempling 2 22.4 14.3 7.5 18.5 Sempling 3 23.3 14.5 8.4 20.5

Rt2 23.0 14.0 7.7 19.2

Stdev 0.55 0.64 0.62 1.15

Lampiran 7 (Lanjutan)

Page 84: HABITAT DAN STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI SUNGAI … · gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pandeglang, Kabupaten

Pandeglang, Propinsi Banten, pada tanggal 11 September

1985 sebagai anak kedua dari tujuh bersaudara, dari ayah

bernama Abd. Aziz, dan ibu bernama E. Holilatusholihah.

Pertama kali penulis mengenyam pendidikan di SDN

Kadumerak 1 pada tahun 1992-1998. Tahun 1997-2001,

penulis melajutkan pendidikan di SLTP N 1 Cadasari-Pandeglang dan dilajutkan

ke SMU N 3 Pandeglang dari tahun 2001-2004.

Pada tahun yang sama, penulis di terima di Institut Pertanian Bogor

melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Departemen

Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian

Bogor.

Selama masa Pendidikan di IPB, penulis pernah ikut serta dalam

kepengurusan di Himpro HIMASPER, Rohis Departemen MSP dan mengikuti

kegiatan luar diantaranya LPQ (Lembaga Pembelajaran Al-Quran) dan Ikatan

Keluarga Mahasiswa Banten (IKMB)

Dalam menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan

menyusun skripsi dengan judul ”Habitat dan Struktur Komunitas Nekton di

Sungai Cihideung, Bogor, Jawa Barat” dibimbing oleh Dr. Ir. M. Mukhlis

Kamal, M.Sc dan Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc.