keanekaragaman arthropoda pada pertanaman …digilib.unila.ac.id/30338/3/3. skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA PADA PERTANAMAN TOMAT
(Solanum lycopersicum L.) DENGAN SISTEM PERTANAMAN BERBEDA
DI KABUPATEN TANGGAMUS, LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh:
HERLINDA RAMA DANTI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
Herlinda Rama Danti
ABSTRAK
KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA PADA PERTANAMAN TOMAT
(Solanum lycopersicum L.) DENGAN SISTEM PERTANAMAN BERBEDA
DI KABUPATEN TANGGAMUS, LAMPUNG
Oleh
HERLINDA RAMA DANTI
Keberagaman organisme yang saling berinteraksi dalam suatu ekosistem
menentukan stabilitas ekosistem tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kemelimpahan dan keanekaragaman Arthropoda pada sistem
pertanaman tomat monokultur dan polikultur di Pekon Gisting Permai, Kecamatan
Gisting, Kabupaten Tanggamus, Lampung. Penelitian menggunakan metode
purposive sampling atau ditentukan secara sengaja pada tiga blok monokultur
serta tiga blok polikultur. Pertanaman polikultur terdiri dari tanaman tomat dan
cabai. Setiap blok berukuran 20 m x 20 m. Pengambilan sampel Arthropoda
dengan menggunakan tiga perangkap sumuran yang diletakkan secara diagonal
serta menggunakan lima tanaman sampel untuk pengamatan tajuk pada setiap
blok pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan seluruh Arthropoda yang
ditemukan adalah 2.559 individu terdiri dari 1.371 individu pada pertanaman
monokultur dan 1.188 individu pada pertanaman polikultur. Pada pertanaman
Herlinda Rama Danti
monokultur ditemukan sembilan ordo dan 16 famili, sedangkan pada pertanaman
polikultur ditemukan sembilan ordo dan 22 famili. Rata-rata nilai Indeks
Keanekaragaman Shannon-Wiener, Kemerataan dan Kekayaan Jenis pada
pertanaman polikultur lebih tinggi dari pada pertanaman monokultur.
Kata kunci : Arthropoda, keanekaragaman, monokultur, polikultur, tomat
KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA PADA PERTANAMAN TOMAT
(Solanum lycopersicum L.) DENGAN SISTEM PERTANAMAN BERBEDA
DI KABUPATEN TANGGAMUS, LAMPUNG
Oleh:
HERLINDA RAMA DANTI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA PERTANIAN
pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Bumi pada tanggal 17 Februari 1995, dari pasangan
Bapak Mustofa dan Ibu Supiyah. Penulis adalah anak pertama dari dua
bersaudara. Penulis menempuh pendidikan pertama di Taman Kanak-kanak Abadi
Perkasa, Tulang Bawang dan diselesaikan pada tahun 2001, dilanjutkan di SD
Abadi Perkasa, Tulang Bawang dan menyelesaikannya pada tahun 2007.
Pendidikan Sekolah Menengah Pertama ditempuh di SMP Abadi Perkasa, Tulang
Bawang dan diselesaikan pada tahun 2010, kemudian dilanjutkan pendidikan
Sekolah Menengah Atas di SMA Sugar Group, Lampung Tengah dan
diselesaikan pada tahun 2013, kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke
jenjang universitas, dan penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan
Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada tahun 2013,
melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri).
Pada bulan Juli 2016, penulis melaksanakan kegiatan Praktik Umum (PU) di
PT Perkebunan Nusantara VII Bekri, Lampung Tengah. Kemudian pada
bulan Januari - Februari 2017 penulis melaksanakan program Kuliah Kerja Nyata
(KKN) Universitas Lampung di Desa Mataram Ilir, Kecamatan Seputih Surabaya,
Lampung Tengah. Penulis juga pernah dipercaya menjadi asisten dosen mata
kuliah Pengendalian Hama Tanaman (2015) dan Dasar-dasar Perlindungan
Tanaman (2015).
Hidupku terlalu berat untuk mengandalkan diri sendiri tanpa
melibatkan bantuan Allah SWT dan orang lain.
Kupersembahkan karya sederhana ini untuk kedua orang
tuaku tercinta dan saudaraku
Bapak Mustofa dan Ibu Supiyah, saudaraku M. Afitra Galih
Tersayang Fredy Kurniawan
Almamaterku tercinta
Agroteknologi Universitas Lampung
“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai
dengan kesanggupannya”(Q.S. Al-Baqarah : 286)
“Jika sore tiba, janganlah tunggu waktu pagi, jika pagi tiba janganlah tunggu
waktu sore. Manfaatkan masa sehatmu sebelum tiba masa sakitmu dan
manfaatkan masa hidupmu sebelum tiba ajalmu” -Umar Bin Khattab-
“Keajaiban hanya akan datang pada mereka yang memiliki keinginan untuk
mendapatkannya”-IvanKov- (One Piece)
“Jangan takut untuk bermimpi. Karena mimpi adalah tempat menanam benih
harapan dan memetakan cita-cita “ -Luffy- (One Piece)
SANWACANA
Puji syukur selalu penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi dengan judul “ Keanekaragaman Arthropoda pada Pertanaman Tomat
(Solanum lycopersicum L.) dengan Sistem Pertanaman Berbeda di Kabupaten
Tanggamus, Lampung” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pertanian dari Universitas Lampung. Selama penyusunan dan penyelesaian
skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Ibu Yuyun Fitriana, S.P., M.P., Ph. D., selaku pembimbing pertama atas ide
penelitian, bimbingan, motivasi, saran, serta kesabaran dalam memberikan
bimbingannya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
2. Bapak Ir. Agus Muhammad Hariri, M.P., selaku pembimbing kedua atas saran,
motivasi dan bimbingannya serta nasihat-nasihatnya dalam penyelesaian
skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Purnomo, M.S., selaku pembahas dan Ketua Bidang
Proteksi Tanaman, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung yang telah memberikan kritik dan saran, nasihat dalam penyelesaian
skripsi ini.
4. Ibu Ir. Indriyati selaku pembimbing akademik atas segala arahan, motivasi, dan
nasihatnya untuk menyelesaikan pendidikan selama ini.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung.
6. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
7. Keluarga tersayang Bapak Mustofa dan Ibu Supiyah, dan adikku M. Afitra
Galih yang selalu memberikan motivasi, semangat, kasih sayang, dan do’a
yang sungguh begitu berarti keberadaan kalian dalam hidupku.
8. Tersayang Fredy Kurniawan yang selalu setia mendukung baik dari segi moral
dan materil selama ini yang sungguh sangat berarti.
9. Teman seperjuangan penelitian Indah Mayasari terima kasih atas bantuan,
kesetiaan menemani dan kerjasamanya yang luar biasa.
10. Teman-teman Jurusan Agroteknologi dan Proteksi Tanaman 2013.
Dengan ketulusan hati penulis menyampaikan terima kasih dan semoga Allah
SWT membalas semua kebaikan mereka, semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi
kita semua.
Bandar Lampung, Januari 2018
Penulis
Herlinda Rama Danti
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. iv
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Tujuan Penelitian ......................................................................... 3
1.3 Kerangka Pemikiran .................................................................... 3
1.4 Hipotesis ..................................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Tomat .......................................................................... 6
2.2 Hama Tanaman tomat ................................................................. 7
2.2.1 Kutu kebul (Bemisia tabaci) ............................................. 7
2.2.2 Thrips sp. .......................................................................... 8
2.2.3 Kutu daun (Aphis gossypii) ............................................... 9
2.2.4 Ulat buah tomat (Helicoverpa armigera) ........................ 9
2.2.5 Ulat Grayak (Spodoptera litura) ....................................... 10
2.3 Musuh Alami Hama Tanaman Tomat ......................................... 11
2.3.1 Eriborus argenteophilosus ................................................ 11
2.3.2 Telenomus spp. ................................................................. 11
2.3.3 Trichogrammatidae ............................................................ 12
2.3.4 Kumbang tomcat (Paederus littoralis) .............................. 13
2.3.5 Laba-laba serigala (Famili Lycosidae) .............................. 13
2.4 Arthropoda pada Permukaan Tanah ............................................ 14
2.5 Pengelolaan Habitat Terkait dengan Keanekaragaman ............... 14
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu ....................................................................... 16
3.2 Bahan dan Alat ............................................................................ 16
3.3 Pelaksanaan Penelitian................................................................. 17
3.3.1 Pengambilan sampel Arthropoda permukaan tanah .......... 17
3.3.2 Pengamatan Arthropoda tajuk ........................................... 19
3.3.3 Indentifikasi Arthropoda.................................................... 20
3.4 Variabel Pengamatan ................................................................. . 20
3.4.1 Indeks keanekaragaman Arthropoda Shannon-Wiener
(H’) ................................................................................... 21
3.4.2 Indeks kemerataan. ............................................................ 21
3.4.3 Indeks kekayaan jenis ........................................................ 22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ............................................................................ 23
4.1.1 Arthropoda yang ditemukan .............................................. 24
4.1.2 Kemelimpahan Arthropoda ............................................... 26
4.1.3 Keanekaragaman Arthropoda ............................................ 26
4.2 Pembahasan ............................................................................... . 30
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ...................................................................................... 34
5.2 Saran ............................................................................................ 35
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 36
LAMPIRAN ............................................................................................... 39
Gambar 9-17 ...................................................................................... 40
ii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Budidaya tomat pada sistem pertanaman monokultur dan polikultur.. 23
2. Ordo, famili, dan jumlah Arthropoda pada pertanaman tomat ............ 25
3. Nilai variabel keanekaragaman Arthropoda pada pertanaman tomat .. 27
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Petak pemasangan pitfall Arthropoda tanah .......................................... 18
2. Perangkap pitfall ................................................................................ 19
3. Perangkap pitfall di lapang ................................................................ 19
4. Denah posisi tanaman sampel ............................................................ 20
5. Fluktuasi kemelimpahan Arthropoda pada pertanaman tomat .......... 26
6. Fluktuasi indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) Arthropoda
pada pertanaman tomat ..................................................................... 28
7. Fluktuasi indeks kemerataan (E) Arthropoda pada pertanaman
tomat ........................................................................................................... 29
8. Fluktuasi indeks kekayaan jenis (Dmg) Arthropoda pada pertanaman
tomat ........................................................................................................... 30
9. Ordo Coleoptera................................................................................. 40
10. Ordo Collembola ............................................................................... 40
11. Ordo Dermaptera ............................................................................... 41
12. Ordo Diptera ...................................................................................... 41
13. Ordo Hemiptera ................................................................................. 41
14. Ordo Hymenoptera ............................................................................ 42
15. Ordo Lepidoptera ............................................................................... 42
16. Ordo Orthoptera ................................................................................. 42
17. Ordo Araneae ..................................................................................... 43
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tomat (Solanum lycopersicum L.) merupakan salah satu sayuran yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Tomat dapat dimanfaatkan sebagai
bahan untuk membuat makanan seperti sambal, saos atau dibuat jus.
Menurut Badan Pusat Statistik (2016), produksi tomat nasional selama 3 tahun
terakhir mengalami penurunan. Produksi pada tahun 2013 sebesar 992.780 ton,
tahun 2014 sebesar 915.987 ton, dan tahun 2015 sebesar 877.792 ton. Salah satu
faktor yang menyebabkan penurunan produksi tomat adalah adanya serangan
organisme pengganggu tanaman yaitu hama dan penyakit (Mustikawati, 2012).
Pada ekosistem pertanian dijumpai komunitas Arthropoda yang terdiri atas
banyak jenis dan masing-masing jenis memperlihatkan sifat populasinya yang
khas. Tidak semua jenis Arthropoda merupakan hama, namun dapat juga
berperan sebagai predator, dekomposer, penyerbuk, parasitoid, dan parasit
(Untung, 1996). Keberadaan hama sangat mempengaruhi keberadaaan musuh
alami di lapang (Nelly, 2012). Seperti juga yang diungkapkan oleh Hildrew &
Townsend (1982) bahwa kelimpahan mangsa akan menarik minat
2
predator untuk datang dan tinggal di tempat tersebut, kemudian diikuti dengan
meningkatnya kemampuan predator dalam memangsa. Mangsa atau hama yang
berbeda memungkinan tersedianya musuh alami yang beragam pada suatu
ekosistem. Keberagaman organisme yang saling berinteraksi dalam suatu
ekosistem menentukan stabilitas ekosistem tersebut. Semakin beragam organisme
di dalam suatu ekosistem, maka akan semakin tinggi stabilitas pada ekosistem
tersebut (Odum,1971 dalam Yudha, 2016; Krebs, 1985 dalam Yudha, 2016).
Salah satu komponen teknologi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang dapat
diterapkan untuk mengendalikan hama adalah pengendalian secara kultur teknik
(pengelolaan tanah dan sistem tanam). Pertanaman secara tumpangsari dapat
menurunkan serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) melalui cara
mengurangi penyebaran karena adanya penghalang tanaman bukan inang dan
salah satu spesies tanaman berfungsi sebagai perangkap atau penolak (Setiawati et
al., 2005). Mulyani (2010) melaporkan bahwa ekosistem polikultur memiliki
komposisi hama dan musuh alami yang paling seimbang sehingga ekosistem yang
terbentuk lebih stabil dibandingkan dengan sistem tanam lain. Oleh karena itu,
untuk mengetahui keberadaan komponen-komponen komunitas diperlukan suatu
kajian mengenai keanekaragaman Arthropoda.
Tanggamus merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi Lampung.
Salah satu sentra produksi sayuran tomat di daerah Tanggamus adalah di
Kecamatan Gisting. Sampai saat ini, informasi tentang kemelimpahan dan
keanekaragaman Arthropoda pada pertamanan tomat di Kabupaten Tanggamus
masih sangat terbatas.
3
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemelimpahan dan
keanekaragaman Arthropoda pada sistem pertanaman tomat monokultur dan
polikultur di Pekon Gisting Permai, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus,
Lampung.
1.3 Kerangka Pemikiran
Pertanaman tomat dapat berperan sebagai produsen (tanaman inang) bagi
beberapa serangga yakni selain untuk mencari makan, juga dibutuhkan sebagai
tempat tinggal dan berkembang biak. Keanekaragaman dan kelimpahan serangga
secara umum pada suatu habitat tidak hanya ditentukan oleh kemampuan serangga
tersebut untuk dapat hidup tetapi juga ditentukan oleh sumber daya yang tersedia,
salah satunya adalah mangsa atau inang (Hamid, 2009). Tidak semua jenis
serangga dalam agroekosistem merupakan serangga yang berbahaya atau
merupakan hama, malahan sebagian besar jenis serangga yang kita jumpai
merupakan serangga bukan hama yang dapat berupa musuh alami hama (predator,
parasitoid) atau serangga-serangga berharga lainnya seperti serangga penyerbuk
bunga dan serangga penghancur sisa-sisa bahan organik (Untung, 1996).
Fajarwati et al. (2009) menyebutkan delapan spesies serangga pengunjung bunga
tomat termasuk ke dalam enam ordo yaitu Hymenoptera, Diptera, Lepidoptera,
Thysanoptera, Hemiptera, dan Homoptera. Empat spesies yang ditemukan
dominan, yaitu Thrips sp. (32,32%), Hylaeus sp. (23%), Macrolophus sp.
(18,25%) dan Aphis fabae (17,59%), sedangkan empat spesies serangga lainnya
4
memiliki kunjungan rendah (kurang dari 5%). Kedawung et al. (2013)
menyebutkan bahwa di Desa Sapikerep Kecamatan Sukapura-Probolinggo, Jawa
Timur, serangga pada tanaman tomat ditemukan sebanyak 614 individu 32 genus,
dan 22 famili serangga yang terbagi dalam delapan ordo. Ordo-ordo tersebut
adalah Coleoptera, Lepidoptera, Diptera, Hymenoptera, Odonata, Hemiptera,
Homoptera, dan Orthoptera. Hisyam (2014) melaporkan bahwa serangga
pengunjung tanaman tomat di Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman,
Yogyakarta terdiri dari tujuh ordo, 16 famili, dan 21 spesies. Serangga
pengunjung tanaman tomat pada masa tanam sebelum berbunga sebagian besar
berperan sebagai herbivora sedangkan tomat pada masa tanam saat dan setelah
berbunga didominasi serangga herbivora dan karnivora.
Pengelolaan habitat melalui diversifikasi seperti polikultur, rotasi tanaman,
pemulsaan, dan penanaman pagar tanaman diikuti oleh managemen pupuk
organik yang baik serta pengolahan tanah minimum dan praktis mengikuti konsep
Low External Input Sustainable Agriculture (Pertanian Berkelanjutan dengan
Input Luar Rendah) mampu meningkatkan keanekaragaman spesies pengendali
alami sehingga kepadatan populasi hama bisa terkendali (Cahyono, 1995 dalam
Mulyani, 2010). Mulyani (2010) melaporkan bahwa penanaman kubis dengan
sistem tumpangsari dengan caisin pada ketinggian tempat 1.473 mdpl memiliki
Indeks Keragaman yang paling tinggi yaitu 1,73 dan memiliki komposisi hama
dan musuh alami yang paling seimbang yaitu 50%:50% sehingga ekosistem yang
terbentuk lebih stabil dibanding dengan ketinggian dan sistem tanam yang lain.
Budidaya tanaman monokultur dapat mendorong ekosistem pertanian rentan
terhadap organisme serangga hama. Salah satu pendorong meningkatnya
5
serangga hama adalah tersedianya makanan terus-menerus sepanjang waktu dan di
setiap tempat. Tindakan pemanfaatan musuh alami serangga dan meningkatkan
keanekaragaman tanaman seperti penerapan tumpangsari, rotasi tanaman, dan
penanaman lahan-lahan terbuka perlu dilakukan untuk meningkatkan stabilitas
ekosistem serta mengurangi risiko gangguan hama (Altieri & Nicholls, 1999
dalam Tobing, 2009). Berbagai mekanisme alami seperti predatisme, parasitisme,
patogenitas, persaingan intraspesies dan interspesies, suksesi, produktivitas,
stabilitas, dan keanekaragaman hayati dapat dimanfaatkan untuk mencapai
pertanian berkelanjutan (Mulyani, 2010).
1.4 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan adalah terdapat perbedaan kemelimpahan dan
keanekaragaman Arthropoda pada sistem pertanaman tomat monokultur dan
polikultur di Pekon Gisting Permai, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus,
Lampung.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Tomat
Menurut Pitojo (2005), tanaman tomat diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Subkelas : Metachlamidae
Ordo : Solanales (Tubiflorae)
Famili : Solanaceae
Genus : Lycopersicon (Lycopersicum)
Spesies : Lycopersicum esculentum sinonim Solanum lycopersicum L.
Tanaman tomat memiliki akar tunggang, akar cabang, serta akar serabut yang
menyebar ke semua arah hingga kedalaman rata-rata 30-40 cm. Batang tanaman
tomat berbentuk bulat dan bercabang dimulai dari ketiak daun yang berada dekat
dengan tanah. Daun tanaman tomat merupakan daun majemuk yang bersirip
gasal, duduk daun teratur pada batang dan membentuk spiral. Bunga tomat
merupakan bunga majemuk terletak dalam rangkaian bunga yang terdiri atas 4-14
kuntum bunga, menggantung pada tangkai-tangkai bunga (Pitojo, 2005).
Tomat banyak mengandung vitamin C yang akan memelihara kesehatan gigi dan
gusi, mempercepat sembuhnya luka-luka, menghindarkan kecenderungan
pendarahan pembuluh darah yang halus. Vitamin A yang juga terkandung dalam
7
buah tomat dapat membantu penyembuhan penyakit buta malam serta
membangun sel darah merah. (Tugiyono, 2001).
2.2 Hama Tanaman Tomat
2.2.1 Kutu kebul (Bemisia tabaci)
Kutu ini memiliki ukuran yang kecil, tubuhnya berwarna kuning dengan sayap
putih ditutupi lapisan lilin yang bertepung. Telur berwarna kuning terang,
diletakkan pada permukaan bawah daun. Telur dan imago berada pada daun
pucuk, nimfa umumnya berada pada daun bagian tengah, dan pupa berada pada
permukaan bawah daun. Kutu kebul menghasilkan sekresi embun madu sebagai
media pertumbuhan jamur embun jelaga. Kutu kebul dapat hidup pada tanaman
inang famili leguminoceae, compositae, cucurbitaceae, crusiferae, dan solanaceae,
serta berperan sebagai vektor penyakit tomato yellow leaf virus ((TYLV) dan
tomato leaf cuurel virus (TLCV). Kedua macam virus tersebut bersifat persisten
(Pitojo, 2005).
Serangan kutu kebul menyebabkan gejala bercak nekrosis pada permukaan daun
sebagai akibat dari pengisapan cairan tanaman oleh nimfa. Kerusakan tersebut
relatif tidak berarti, namun semakin muda tanaman yang terserang kutu kebul,
semakin berpeluang terserang virus. Gejala lain terkadang tampak adanya embun
jelaga di balik daun tomat. Tanaman yang terinfeksi virus TYLV atau TLCV akan
menampakkan gejala yang ditimbulkan oleh virus tersebut (Pitojo, 2005).
8
2.2.2 Thrips sp.
Imago berukuran sangat kecil sekitar 1 mm, berwarna kuning sampai coklat
kehitam-hitaman. Imago yang sudah tua berwarna agak kehitaman, bebercak-
bercak merah atau bergaris-garis. Imago betina mempunyai dua pasang sayap
yang halus dan enam rumbai/jumbai seperti sisir bersisi dua. Pada musim
kemarau populasi lebih tinggi dan akan berkurang bila terjadi hujan lebat. Umur
stadium serangga dewasa dapat mencapai 20 hari (Mustikawati, 2012).
Telur berbentuk oval/seperti ginjal rata-rata 80 butir per induk, diletakkan di
permukaan bawah daun dalam jaringan epidhermal tanaman secara tunggal atau
berkelompok, akan menetas setelah tiga sampai delapan hari. Nimfa berwarna
pucat, keputihan/kekuningan, instar satu dan dua aktif dan tidak bersayap. Nimfa
yang tidak aktif (pupa) terbungkus kokon, terdapat di permukaan bawah daun dan
di permukaan tanah sekitar tanaman. Perkembangan pupa menjadi Thrips sp.
muda meningkat pada kelembaban relatif rendah dan suhu relatif tinggi. Daur
hidup mulai telur hingga dewasa sekitar 20 hari. Siklus hidup sekitar 35-40 hari
(Mustikawati, 2012).
Cara makan Thrips sp. yaitu menusuk dan menghisap cairan tanaman. Pada
tanaman gejala Thrips sp. yaitu berwarna keperakan mengkilat, kemudian pada
serangan lanjut daun akan berwarna coklat, hingga proses metabolisme akan
terganggu. Selanjutnya pada daun akan menjadi keriting atau keriput.
Daun-daun mengeriting ke atas jika terjadi komplikasi dengan virus. Thrips sp.
merupakan vektor penyakit virus mosaik dan virus keriting (Mustikawati, 2012).
9
2.2.3 Kutu daun (Aphis gossypii)
Kutu daun berukuran 0,8 mm. Distribusinya berupa kosmopolit. Berkembang
secara parthenogenesis (tanpa kawin dulu). Hama ini berbentuk seperti pear,
warnanya bervariasi dari hijau muda sampai hitam dan kuning. Mempunyai
kornikel pada bagian ujung abdomen. Imago dapat hidup selama 28 hari. Satu
ekor imago betina dapat menghasilkan 2-35 nimfa/hari. Siklus hidup dari
nimfa sampai imago lima sampai tujuh hari. Selama satu tahun dapat
menghasilkan 16-47 generasi (Mustikawati, 2012).
Serangan berat biasanya terjadi pada musim kemarau. Bagian tanaman yang
diserang oleh nimfa dan imago biasanya pucuk tanaman dan daun muda. Daun
yang diserang akan mengerut, pucuk mengeriting dan melingkar sehingga
pertumbuhan tanaman terhambat atau tanaman kerdil. Hama ini juga
mengeluarkan cairan manis seperti madu sehingga menarik datangnya semut yang
menyebabkan adanya cendawan jelaga berwarna hitam. Adanya cendawan pada
buah dapat menurunkan kualitas buah. Kutu daun juga dapat berperan sebagai
vektor virus penyakit tanaman seperti Papaya Ringspot Virus, Watermelon
Mosaic Virus , dan Cucumber Mosaic Virus (CMV) (Mustikawati, 2012).
2.2.4 Ulat buah tomat (Helicoverpa armigera)
Ngengat berwarna coklat kekuning-kuningan dengan bintik-bintik dan garis yang
berwarna hitam. Ngengat jantan mudah dibedakan dari ngengat betina karena
ngengat betina mempunyai bercak-bercak berwarna pirang muda (Setiawati et al.,
2001).
10
Larva muda berwarna kuning muda, kemudian berubah warna dan terdapat variasi
warna dan pola corak antara sesama larva. Fase larva sekitar 12-25 hari. Gejala
serangannya berupa buah-buah tomat yang berlubang-lubang. Buah tomat yang
terserang menjadi busuk dan jatuh ke tanah. Kadang-kadang larva juga
menyerang pucuk tanaman dan melubangi cabang-cabang tanaman (Setiawati et
al., 2001).
2.2.5 Ulat grayak (Spodoptera litura)
Ngengat berwarna agak gelap dengan garis putih pada sayap depannya.
Telurnya berwarna putih dan diletakkan secara berkelompok berbulu halus seperti
diselimuti kain laken. Dalam satu kelompok telur terdapat sekitar 350 butir.
Larva mempunyai warna yang bervariasi, tetapi selalu mempunyai kalung hitam
pada segmen abdomen yang keempat dan kesepuluh. Pada sisi lateral dan dorsal
terdapat garis kuning. Pupa berwarna coklat gelap dan terbentuk di permukaan
tanah (Setiawati et al., 2001).
Pada daun yang terserang oleh larva yang masih kecil terdapat sisa-sisa epidermis
bagian atas dan tulang-tulang daun saja. Larva yang sudah besar merusak tulang
daun. Gejala serangan pada buah ditandai dengan timbulnya lubang tidak
beraturan pada buah tomat (Setiawati et al., 2001).
11
2.3 Musuh Alami Hama Tanaman Tomat
2.3.1 Eriborus argenteophilosus
Parasitoid ini merupakan salah satu kelompok musuh alami serangga hama yang
paling banyak diintroduksikan untuk pengendalian serangga hama. Salah satu
inangnya yang menjadi hama penting pada tanaman kubis-kubisan adalah
Crocidolomia pavonana (Zell.) (Lepidoptera: Pyralidae). E. argenteopilosus
bersifat soliter dan dilaporkan dapat hidup di dalam inang C. pavonana,
Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae), S. exigua (Lepidoptera: Noctuidae)
dan Helicoverpa armigera (Hubner) (Lepidoptera: Noctuidae) (Kalshoven, 1981).
E. argenteophilosus termasuk ke dalam Ordo Hymenoptera Famili
Ichneumonidae. Serangga dewasa berukuran 11-13 mm. Serangga betina lebih
besar dibandingkan dengan serangga jantan. Seekor betina mampu meletakkan
telur sebanyak 160 butir. Tingkat parasitoid tertinggi pada larva H. armigera
yang berumur dua hari (instar ke satu). Lamanya daur hidup sekitar 17-18 hari
(Setiawati et al., 2001).
2.3.2 Telenomus spp.
Telenomus spp. merupakan parasitoid telur dari berbagai ordo serangga.
Telenomus spp. merupakan tabuhan yang terdistribusi luas meliputi Indonesia
(Jawa, Bangka) dan Jepang. Lama perkembangan Telenomus spp. pada telur
Chilo sp. berkisar 8-14 hari dan pada sebagian besar spesies Telenomus, hanya
12
satu imago yang berkembang atau muncul dari setiap telur inang (Kalshoven,
1981).
Telenomus remus memiliki pemencaran yang sama pada agroekosistem sederhana
(monokultur) dan pada agroekosistem kompleks (polikultur). T. remus memiliki
kemampuan pemencaran dan pencarian inang yang tinggi di lapangan. Tingkat
parasitisasi tipe agroekosistem kompleks (71,6%) lebih tinggi daripada sederhana
(67,7%). Hal tersebut mengindikasi bahwa manipulasi habitat pada
agroekosistem kompleks lebih sesuai bagi keefektifan kerja parasitoid (Anggara,
2005).
2.3.3 Trichogrammatidae
Trichogrammatidae berasal dari bahasa Yunani kuno thriks atau trihos yang
artinya rambut, dan grammata yang artinya gambar atau huruf. Disebut demikian
karena adanya keteraturan (susunan) rambut pada sayap. Disebut juga parasitoid
telur Trichogrammatid. Parasit berukuran kecil, panjangnya sekitar 0,3-1,0 mm;
berwarna hitam, hitam remang-remang cokelat pucat atau kuning. Antenanya
terdiri dari tiga sampai delapan ruas termasuk satu ruas cincin. Sayapnya
berumbai-rumbai, rambut (bulu-bulu) pada sayapnya teratur dalam garis-garis
atau pita-pita rambut, bagian yang terpanjang terdapat pada tepi sayap.
Ovipositornya pendek dan terkadang matanya berwarna merah. Keluarga
Trichogrammatidae terdapat sekitar 200 jenis dan merupakan parasit telur dari
serangga-serangga lainnya (Pracaya, 1999).
13
2.3.4 Kumbang tomcat (Paederus littoralis)
Kumbang tomcat termasuk dalam Ordo Coleoptera dan Famili Staphylinidae.
Memiliki bentuk tubuh ramping dan memanjang. Elytra pendek, tidak menutup
seluruh abdomen, hanya ruas satu sampai tiga yang tertutup. Mandibula panjang,
ramping, tajam, keduanya sering menyilang di depan kepala. Biasanya berwarna
oranye, cokelat, dan hitam. Kumbang tomcat dapat ditemukan di berbagai
habitat, di bawah batu, benda-benda lain di tanah atau pertanaman. Merupakan
serangga yang aktif dan lari/terbang cepat. Sering ditemukan di tempat
tersembunyi seperti dakam gulungan daun. Saat lari sering menaikkan ujung
abdomen seperti kalajengking. Hampir semuanya bersifat predator, memakan
serangga kecil, dan ada yang memakan jamur tetapi kurang begitu berperan
sebagai predator (Lilies, 1991).
2.3.5 Laba-laba serigala ( Famili Lycosidae)
Laba-laba ini memiliki abdomen oval dan biasanya tidak jauh lebih besar dari
cephalothorax. Kaki panjang dan runcing. Warna tubuh biasanya abu-abu, coklat
atau hitam pudar. Punggung coklat dengan rambut-rambut berwarna abu-abu,
terdapat gamparan seperti garpu mulai dari daerah mata ke belakang. Pada
abdomen terdapat gambaran berwarna putih. Jenis jantan mempunyai palpus
yang membesar. Laba-laba ini tidak membuat sarang/jaring tetapi menyerang
mangsanya secara langsung. Betina bertelur dalam kepompong yang dibuat dari
benang halus dan dibawa ke mana-mana oleh induknya. Setelah telur menetas,
anaknya langsung naik ke punggung induknya. Setelah enam bulan mereka turun
14
dan membuat benang-benang halus untuk membantu penyebaran mereka di
tempat yang baru. Merupakan laba-laba yang tinggal di tanah dan dapat berlari
dengan cepat (Lilies, 1991).
2.4 Arthropoda pada Permukaan Tanah
Rohyani & Farista (2013) menyatakan bahwa Ordo Hymenoptera (Formicidae),
Colembolla, Orthoptera, dan Dermaptera adalah Arthropoda permukaan tanah
yang berhasil ditangkap dengan jumlah tertinggi di hutan lindung dan taman
wisata alam Kerandangan Lombok Barat. Samudra et al. (2013) menyatakan
bahwa Ordo Collembola memiliki kemelimpahan Arthropoda tanah tertinggi di
lahan sayuran organik. Indahwati et al. (2012) menyatakan bahwa Arthropoda
dari Ordo Collembola Famili Entomobryidae merupakan Arthropoda yang paling
banyak di lahan apel.
2.5 Pengelolaan Habitat Terkait dengan Keanekaragaman
Intensifikasi pertanaman menghasilkan penyederhanaan pada sistem pertanian.
Penyederhanaan terhadap sistem pertanaman dan pengurangan dari biodiversitas
dapat mempengaruhi fungsi dari agen pengendali hayati atau musuh alami.
Musuh alami mengalami perubahan atau penyesuaian karena habitatnya yang
semula memiliki biodiversitas tinggi menjadi habitat baru (Bianchi et al., 2006).
Salah satu pertimbangan yang mendasari sebagian besar petani cenderung
memilih sistem pertanaman tumpangsari adalah instabilitas hasil yang disebabkan
oleh cekaman lingkungan maupun serangan hama penyakit secara keseluruhan
15
dapat dikurangi oleh karena sistem terdiri dari dua atau lebih spesies tanaman
yang berbeda (Adiyoga et al., 2004).
Faktor penyebab kerentanan agroekosistem terhadap peledakan hama adalah
penurunan keragaman lanskap, penurunan keragaman tanaman, penggunaan
pestisida, pemupukan yang tidak berimbang, dan faktor iklim. Faktor penyebab
rentannya agroekosistem terhadap peledakan hama dapat diatasi dengan
pengelolaan agroekosistem yaitu dengan aplikasi pola tanam polikultur
(Nurindah, 2006). Sistem polikultur pada agroekosistem memiliki keragaman
tanaman yang lebih variatif. Dari segi pengendalian hama, sistem polikultur
sangat menguntungkan karena keragaman dan populasi musuh alami relatif tinggi
(Nurindah & Sunarto, 2008).
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada lahan pertanaman tomat di Pekon Gisting Permai
Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung. Metode pemilihan
lokasi penelitian adalah purposive sampling atau ditentukan secara sengaja.
Proses identifikasi dan perhitungan populasi Arthropoda dilakukan di
Laboratorium Hama Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan September 2017.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertanaman tomat monokultur,
pertanaman tomat polikultur dengan cabai, air larutan detergen 1%, dan alkohol
70%.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas plastik, bambu, plastik
mika, botol vial, kuas lukis, cawan petri, ayakan dengan lubang 1 mm, kamera,
dan mikroskop stereo binokuler.
17
3.3 Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian diawali dengan pemilihan lokasi yang dilakukan pada
lahan petani di Pekon Gisting Permai, Kecamatan Gisting, Kabupaten
Tanggamus. Lahan penelitian terdiri dari tiga blok monokultur dan tiga blok
polikultur, masing-masing ukuran blok sekitar 20 m x 20 m. Pada penelitian ini
yang dimaksud blok monokultur adalah sehamparan lahan yang hanya ditanami
tanaman tomat, sedangkan blok polikultur adalah sehamparan lahan yang
ditanami dua jenis tanaman yaitu tomat dan cabai. Pada masing-masing blok
dipasang tiga pitfall trap untuk diamati berbagai jenis Arthropoda pada
permukaan tanah dan ditetapkan lima tanaman sampel untuk diamati berbagai
jenis Arthropoda tajuk. Pengambilan sampel Arthropoda dilakukan pada
pertanaman tomat sebanyak enam kali yaitu tiga kali sebelum tanaman berbunga
(39 hst; 46 hst; dan 53 hst) serta tiga kali pada saat tanaman berbunga (60 hst; 67
hst; dan 74 hst) (Edi & Julistia, 2010).
3.3.1 Pengambilan sampel Arthropoda permukaan tanah
Pengambilan sampel Arthropoda permukaan tanah dilakukan pada pertanaman
tomat dengan menggunakan metode lubang jebakan (pitfall trap) yang dipasang
selama 24 jam. Pada setiap blok dipasang tiga perangkap, sehingga total
perangkap yang terpasang adalah 18 buah (sembilan buah pada blok-blok
monokultur dan sembilan buah lainnya pada blok-blok polikultur). Perangkap
pitfall diletakkan secara sistematik random mengikuti arah diagonal sebagai
ulangan. Jarak dua pitfall paling pinggir adalah 3 m dari tepi pertanaman, posisi
18
satu pitfall lainnya adalah di pertengahan tanaman tomat (Gambar 1). Perangkap
pitfall dibuat dengan menggunakan gelas plastik tinggi 10 cm dan diameter 7,5
cm. Perangkap pitfall tersebut dilengkapi dengan campuran air 91% dan detergen
1% yang diisikan ke dalamnya sampai 1/3 bagian gelas. Pemberian detergen
dimaksudkan untuk mengurangi tegangan permukaan air agar serangga yang jatuh
tak dapat kembali ke atas. Gelas selanjutnya dimasukkan ke lubang tanah sampai
mulut gelas berposisi rata dengan permukaan tanah. Hal tersebut bertujuan
supaya Arthropoda yang merayap di permukaan tanah akan terperangkap jatuh ke
dalam gelas. Untuk mencegah masuknya air hujan ke dalam gelas, dipasang
naungan yang terbuat dari plastik mika yang disangga dengan bambu berukuran ±
18 cm (Gambar 2). Arthropoda yang terjebak di dalam gelas plastik kemudian
dikumpulkan dan dicuci dengan bantuan saringan menggunakan air bersih untuk
menghilangkan sisa larutan detergen. Arthropoda yang didapatkan kemudian
dimasukkan ke dalam botol vial berisi alkohol 70% dan diberi label sesuai dengan
titik pengambilan sampel. Arthropoda yang diperoleh dibawa ke laboratorium
untuk diidentifikasi.
Gambar 1. Petak pemasangan pitfall Arthropoda tanah
Pitfall trap
19
Gambar 2. Perangkap pitfall
Gambar 3. Perangkap Pitfall di lapang
3.3.2 Pengamatan Arthropoda tajuk
Pengamatan Arthropoda tajuk menggunakan lima tanaman sampel yang dipilih
secara sistematik random mengikuti kedua arah diagonal pada setiap blok
20
pengamatan. Sehingga total sampel tanaman yang diamati adalah 30 tanaman (15
tanaman pada blok-blok monokultur dan 15 tanaman pada blok-blok polikultur).
Pada setiap tanaman dipilih empat cabang yaitu cabang ke-tiga dari pucuk yang
masing-masing mengarah ke utara, barat, timur dan selatan. Pengamatan
dilakukan langsung pada setiap cabang yang telah ditentukan.
Gambar 4. Denah posisi tanaman sampel
3.3.3 Identifikasi Arthropoda
Arthropoda yang diketahui identitasnya di lapang secara langsung diidentifikasi di
lapangan sedangkan Arthropoda yang belum diketahui identitasnya akan
diidentifikasi menggunakan mikroskop stereo binokuler di Laboratorium Hama
Tumbuhan. Identifikasi dilakukan sampai pada tingkat takson famili
menggunakan buku determinasi Lilies (1991) dan Borror et al. (1996).
3.4 Variabel Pengamatan
Variabel pengamatan dalam penelitian ini meliputi kemelimpahan dan
keanekaragaman Arthropoda. Variabel kemelimpahan adalah jumlah individu,
Tanaman
21
sedangkan variabel keanekaragaman meliputi jumlah ordo, famili, indeks
keanekaragaman Shannon-Wiener (H’), Indeks Kemerataan (E), dan Kekayaan
Jenis (Dmg).
3.4.1. Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’)
Rumus yang digunakan untuk menghitung Indeks Keanekaragaman Shannon-
Wiener (H’) adalah Magurran (1988) :
H’= - ∑ pi ln pi
dengan pi = ∑ ni/N
Keterangan:
H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
pi = Proporsi individu yang ditemukan pada famili ke-i
ni = Jumlah individu pada famili ke-i
N = Jumlah total individu
3.4.2 Indeks kemerataan (Evenness =E)
Indeks kemerataan menunjukkan kemerataan setiap jenis dalam setiap komunitas
yang dijumpai. Rumus untuk menghitung indeks kemerataan adalah Magurran
(1988) :
E = H’/H’max
Dimana H’max = ln S
Keterangan :
E = Indeks kemerataan (0 – 1)
H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
ln = logaritma natural
S = Jumlah famili
22
Kemerataan jenis memiliki nilai yang berkisar antara 0 – 1. Apabila E = 1 maka
pada habitat tersebut tidak ada jenis yang mendominasi dan apabila E mendekati
nol maka terdapat jenis yang mendominasi pada habitat tersebut.
3.4.3 Indeks kekayaan jenis (Dmg)
Indeks kekayaan jenis (Species Richness = Dmg) menunjukkan kekayaan jenis atau
famili dalam setiap komunitas yang dijumpai. Rumus yang digunakan untuk
menghitung indeks kekayaan jenis adalah Magurran (1988) :
Dmg = (S – 1) / ln N
Keterangan:
Dmg = Indeks Kekayaan Jenis Margalef
S = Jumlah famili
N = Total individu dalam sampel
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian keanekaragaman Arthropoda pada pertanaman tomat
dengan sistem pertanaman berbeda dapat diambil simpulan sebagai berikut:
1. Kemelimpahan Arthropoda pada pertanaman tomat monokultur mencapai
1.371 individu, sedangkan pada pertanaman tomat polikultur mencapai 1.188
individu.
2. Keanekaragaman Arthropoda pada pertanaman tomat monokultur terdiri dari
sembilan ordo dan 16 famili, sedangkan pada pertanaman tomat polikultur
terdiri dari sembilan ordo dan 22 famili.
3. Rata-rata nilai indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’); Kemerataan
(E); dan Kekayaan Jenis (Dmg) Arthropoda pada sistem pertanaman tomat
monokultur berturut-turut adalah 1,01; 0,55; dan 1,37, sedangkan pada
pertanaman tomat polikultur berturut-turut adalah 1,16; 0,62; dan 1,45.
35
5.2 Saran
Karena setiap blok pertanaman dimiliki oleh setiap petani yang berbeda-beda,
maka setiap blok pertanaman memiliki keadaan dan kondisi pertanaman yang
beragam. Maka dari itu, disarankan untuk penelitian lebih lanjut dengan
menggunakan blok pertanaman yang cenderung seragam untuk pengamatan
keanekaragaman Arthropoda.
DAFTAR PUSTAKA
Adiyoga, W., Rachman, S., Nikardi, G., & Achmad, H. 2004. Aspek nonteknis
dan indikator efisiensi sistem pertanaman tumpangsari sayuran dataran
tinggi. Jurnal Hortikultura 14(3): 1-7.
Anggara, A.W. 2005. Pemencaran dan Kemampuan Parasitoid Telenomus remus
(Nixon) (Hymenoptera: Scelionidae) pada Dua Tipe Agroekosistem. [Tesis].
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Badan Pusat Statistik. 2016. Produksi Nasional Sayuran. http://www.pertanian.
go.id/Data5tahun/pdf-HORTI2016/2-Produksi%20Nasional%20Sayuran.
pdf. Diakses 4 Mei 2017.
Bianchi, F.J.J.A., Booij, C.J.H. & Tscharntke, T. 2006. Sustainable pest regulation
in agricultural landscape: a review on landscape composition, biodiversity
and natural pest control. Proceedings of the Royal Society B. 273 (1595) :
1715-1727.
Borror, D.J., Triplehorn, C.A. & Jonhson, N.F. 1996. Pengenalan Pelajaran
Serangga Edisi ke Enam. Terjemahan S. Partosoedjono. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Edi, S. & Julistia, B. 2010. Budidaya Tanaman Sayuran. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Jambi. Jambi.
Fajarwati, M.R., Tri, R. & Dorly. 2009. Keanekaragaman serangga pada bunga
tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) di lahan pertanian organik.
Jurnal Entomologi Indonesia 6 (2): 77-85.
Hamid, H. 2009. Komunitas Serangga Herbivor Penggerek Polong Legum dan
Parasitoidnya: Studi Kasus di Daerah Palu dan Toro, Sulawesi Tengah.
[Disertasi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hildrew, A.G. & Townsend, C.R. 1982. Predators and prey patchy environment a
freshwater study. Jurnal of Animal Ecology 51 (3): 797-815.
37
Hisyam. 2014. Keanekaragaman Jenis Serangga Pengunjung Tanaman Tomat
(Lycopersicum esculentum L.) pada Masa Tanam Sebelum, Saat, dan
Setelah Berbunga di Lahan Pertanian Ngemplak, Sleman, DIY. [Skripsi].
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Indahwati, R., Budi, H. & Munifatul, I. 2012. Keanekaragaman arthropoda tanah
di lahan apel Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Prosiding
Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
Universitas Diponegoro. Semarang.11 September 2012.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Revised and Transleted
by. P.A Van der laan. PT. Ichtiar Baru. Jakarta.
Kedawung, Wachju & Jekti. 2013. Keanekaragaman serangga tanaman tomat
(Lycopersicon esculentum Mill.) di area pertanian Desa Sapikerep-Sukapura
Probolinggo dan pemanfaatannya sebagai buku panduan lapang serangga.
Pancaran 2 (4): 142-155.
Lilies, C. 1991. Kunci Determinasi Serangga. Kanisius. Yogyakarta.
Magurran, A.E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. Princeton
University Press. New Jersey.
Mulyani, L. 2010. Implementasi Sistem Pertanaman Kubis: Kajian terhadap
Keragaman Hama dan Musuh Alami. [Skripsi]. Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.
Mustikawati, D.R. 2012. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Sayuran.
BPTP. Lampung.
Nelly, N. 2012. Kelimpahan populasi, preferensi dan karakter kebugaran
Menochilus sexmaculatus (Coleoptera: Coccinelidae) predator kutu daun
pada tanaman cabai. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika 12 (1):
46-55.
Nurindah. 2006. Pengelolaan agroekosistem dalam pengendalian hama. Perspektif
5 (2): 78-85.
Nurindah & Sunarto, D.A. 2008. Konservasi musuh alami serangga hama sebagai
kunci keberhasilan pht kapas. Perspektif 7 (1): 01-11.
Nurmaisah. 2016. Keanekaragaman Jenis dan Potensi Peran Serangga pada Lahan
Pertanian Terung Belanda (Solanum betaceaum Cav.) Monokultur dan
Polikultur di Desa Dieng Kulon Jawa Tengah. [Tesis]. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Oka, I.N. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
38
Pitojo, S. 2005. Benih Tomat. Kanisius. Yogyakarta.
Pracaya. 1999. Hama Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Bogor.
Rohyani, I.S. & Farista, B. 2013. Keanekaragaman arthropoda permukaan tanah
di hutan lindung dan Taman Wisata Alam Kerandangan Lombok Barat.
Jurnal Biologi Tropis 13 (1): 39-44.
Samudra, F.B., Munifatul, I. & Hartuti, P. 2013. Kelimpahan dan
keanekaragaman arthropoda tanah di lahan sayuran organik “urban
farming”. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan. Universitas Diponegoro. Semarang. 27 Agustus 2013.
Setiawati, W., Ineu, S. & Neni, G. 2001. Penerapan Teknologi PHT pada
Tanaman Tomat. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung.
Setiawati, W., Ashandi, A.A., Uhan, T.S., Warwoto, B., Somantri, A. &
Hermawan. 2005. Pengendalian kutu kebul dan nematoda parasitik secara
kultur teknik pada tanaman kentang. Jurnal Hortikultura 15 (4): 288-296.
Tobing, M.C. 2009. Keanekaragaman hayati dan pengelolaan serangga hama
dalam agroekosistem. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
dalam Bidang Entomologi Pertanian Universitas Sumatera Utara.10
Oktober 2009.
Tugiyono, H. 2001. Bertanam Tomat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Untung, K. 1996. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Yaherwandi. 2009. Struktur komunitas Hymenoptera parasitoid pada berbagai
lanskap pertanian di Sumatra Barat. Jurnal Entomologi Indonesia 6 (1): 1-
14.
Yaherwandi, Manuwoto, S., Buchori, D., Hidayat, P. & Prasetyo, L.B. 2007.
Keanekaragaman Hymenoptera parasitoid pada struktur lanskap pertanian
berbeda di daerah aliran sungai (DAS) Cianjur, Jawa Barat. Jurnal Hama
dan Penyakit Tumbuhan Tropika 7(1): 10-20.
Yudha, N.A. 2016. Keanekaragaman Arthropoda pada Dua Tipe Agroekosistem
Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) di Kabupaten Tanggamus. [Skripsi].
Universitas Lampung. Lampung.